konsep gangguan jiwa dalam ppdgj

Upload: fifi-anggraeny

Post on 18-Oct-2015

109 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

e

TRANSCRIPT

KONSEP GANGGUAN JIWA DALAM PPDGJ - III

KONSEP GANGGUAN JIWA DALAM PPDGJ - III bodymatoh

Istilah yang digunakan dalam PPDGJ adalah gangguan Jiwa atau gangguan mental (mental disorder), tidak mengenal istilah penyakit Jiwa (mental illness/mental desease)

PPDGJ-III mengelompokkan diagnosis gangguan jiwa ke dalam 100 katagori diagnosis, mulai dari F 00 sampai dengan F 98.F 99 Gangguan Jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan), yaitu untuk mengelompokkan Gangguan Jiwa yang tidak khas.

Konsep Gangguan Jiwa dari PPDGJ II merujuk ke DSM-III, sedang PPDGJ-III merujuk pada DSM-IV.

Mental Disorder is conceptualized as clinically significant behavioural or psychological syndrome or patern that occurs in an individual and that is associated with present distress (eq., a painfull symptom) or disability (ie., impairment in one or more important areas of functioning) or with a significant increased risk of suffering death, pain, disability, or an important loss of freedom.

KONSEP DISABILITYKonsep Disabilitydari The ICD-10Classification of Mental and Behavioural Disorder : Gangguan kinerja(performance)dalam peran sosial dan pekerjaan, tidak digunakan sebagai komponen esensial untuk diagnosis gangguan jiwa, oleh karena itu hal ini berkaitan dengan variasi sosial-budaya yang sangat luas.Yang dikatakan sebagai disability adalah keterbatasan/ kekurangan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil).Dari Konsep tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa didalam KONSEP GANGGUAN JIWA, di dapatkan butir-butir :1. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa : - Sindrom atau Pola Perilaku - Sindrom atau pola psikologik2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), a.l berupa rasa nyeri,tidak nyaman, tidak tenteram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll.3. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas dalam aktivitas kehidupan, sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, malan, kebersihan diri, dll) DIAGNOSIS MULTIAKSIALTujuan dari diagnosis Multiaksial :

1.Mencakup informasi yangkomprehensif(Gangguan Jiwa, kondisi fisik umum, masalah Psikososial dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga dapat membantu dalam :Perencanaan terapiMeramalkan outcome atau prognosis

2.Format yang mudah dan sistematik, sehingga dapat membantu dalam : * Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis * Menangkap kompleksitas situasi klinis * Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis yang sama.

3. Memacu penggunaan Modelbio-psiko-sosial dalam klinis, pendidikan dan penelitian

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL TERDIRI DARI 5 AKSIS :

Aksis I : * Gangguan klinis* Kondisi lain yang menjadi Fokus Perhatian klinis

Aksis II : * Gangguan kepribadian * Retardasi Mental

Aksis III : * Kondisi Medik Umum

Aksis IV : * Masalah Psikososial dan lingkungan

Aksis V : * Penilaian fungsi secara global

Catatan :Antara Aksis I, II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologik atau patogenese

Hubungan antara Aksis I-II-III dan Aksis IV dapat timbal balik saling mempengaruhiAKSIS I

F00 F09 Gangguan Mental Organik & SimtomatikF10 - F19 Gangguan Mental & perilaku akibat zat psikoaktifF20 F29Skizofrenia, Gangguanskizotipal& gangguan wahamF30 F39 Gangguan suasana perasaan (afektif/mood)F40 F49 Gangguanneurotik, gangguansomatoform& gangguan terkait stressF50 F59 Sindrom perilaku karena gangguan fisiologis/ fisikF62 F68 Perubahan Kepribadian karena non organic, gangguan impuls, gangguan seksF80 F89 Gangguan Perkembangan PsikologisF90 F98 Gangguan perilaku &emotional onsetkanak remajaF99 Gangguan Jiwa YTT

AKSIS II

F60 Gangguan Kepribadian khasF60.0 Gangguan KepribadianParanoidF60.1 Gangguan KepribadianschizoidF60.2 Gangguan KepribadiandissosialF60.3 Gangguan Kepribadian emosional tak stabilF60.4 Gangguan KepribadianhistrionikF60.5 Gangguan KepribadiananankastikF60.6 Gangguan Kepribadian cemas(menghindar)F60.7 Gangguan KepribadiandependenF60.8 Gangguan Kepribadian khas lainnyaF60.9 Gangguan Kepribadian YTTF61 Gangguan Kepribadian Campuran dan lainnyaF61.0 Gangguan Kepribadian CampuranF61.1 Perubahan Kepribadian yang bermasalahGambaran Kepribadian Maladaptif Mekanisme Defensi MaladaptifF70 F79 Retardasi Mental

AKSIS III

Bab I A00 B99 Penyakit infeksi dan parasit tertentuBab II C00 D48 NeoplasmaBab IV E00 G90 Penyakit endokrin, Nutrisi, & metabolikBab VI G00 G99 Penyakit susunan syarafBab VII H00 H59 Penyakit Mata & adneksaBab VIII H60 H95 Penyakit telinga & Prosesus MastoidBab IX I00 I99 Penyakit sistem sirkulasiBab X J00 J99 Penyakit sistem PernafasanBab XI K00 K93 Penyakit sistem PencernakanBab XII L00 L99 Penyakit kulit & jaringan subkutanBab XIII M00 M99 Penyakit sistem musculoskeletal & Jaringan ikatBab XIV N00 N99 Penyakit sistem genito-urinariaBab XV O00 O99 Kehamilan, kelahiran anak & masa NifasBab XVII Q00 Q99Malformasi congenital, deformasi, Kel.Bab XVIII R00 R99 Gejala, tanda & temuan klinis-lab.Bab XIX S00 T98 Cedera, keracunan & akibat kausa ekstBab XX V01 V98 Kausa eksternal dari Morb. & mort.Bab XXI Z00 Z99 Faktor status kes. & Pelayanan kes

AKSIS IV

Masalah dengan Primary support group (keluarga)Masalah berkaitan dengan lingkungan sosialMasalah PendidikanMasalah PekerjaanMasalah PerumahanMasalah EkonomiMasalah Akses ke pelayanan KesehatanMasalah Berkaitan interaksi dengan hukum/kriminalMasalah Psikososial & Lingkungan lain

AKSIS V

GLOBAL ASSESSMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE100 91 Gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak tertanggulangi.90 81 Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa.80 71 Gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dll.70 61 Beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.60 51 Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.50 41 Gejala berat (serious), disabilitas berat.40 31 Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.30 21 Disabilitas berat dalam komunikasi & daya nilai, tidak mampu berfungsi hampir semua bidang.20 11 Bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi & mengurus diri.10 01 Seperti diatas => persisten & lebih serius. 0 Informasi tidak adekuat.

Klasifikasi dan Urutan Hierarki Blok Diagnosis gangguan Jiwa berdasarkan PPDGJ-III

F.0. Gangguan mental organik termasuk gangguan mental simtomatik F.00. F. 03.Demensia F.04- F.07, F. 09Sindrom Amnestik& Gangguan Mental Organik

F.1. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkhohol dan zat psikoaktif lainnya. F.10. Gangguan mental dan perilaku akibat Penggunaan alkhohol F.11, F.12, F.14. Gangguan mental & perilaku akibat Penggunaan Opioida /kanabinoida/kokain F.13, F.15,F.16. Gangguan mental & perilaku akibat penggunaan Sedativa atau Hipnotika/stimulansia lain/ Hallusinogenika F.17, F.18, F.19. Gangguan Mental & perilaku akibat penggunaan Tembakau/pelarut yang mudah menguap/ zat Multiple & Zat psikoaktif lainnya

F.2. Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham. F. 20, F.21, F.23.Skizofrenia, Gangguanskizitipal, Psikotik akut dan sementara F.22, F. 24 Gangguan waham menetap, gangguan Waham terinduksi F. 25. GangguanSkizoafektif F. 28, F. 29 GangguanPsikoaktif non-organiklainnya Atau YTT

F.3. Gangguan suasana perasaan (mood / afektif) F.30, F.31. Episode manik, Gangguanafektif bipolar F. 32-F.39. Episode depressif, Gangguan depressi Berulang, Gangguan suasana Perasaan (Mood/afektif)menetap/lainnya/YTT.

F. 4.GangguanNeurotik,Gangguansomatoform,dan gangguan terkait stress F. 40, F.41.Gangguan anxietas, Fobik atau lainnya F. 42. GangguanObsesif- kompulsif F. 43, F.45, F.48 Reaksi terhadap stres berat, & gangguan penyesuaian, gangguansomatoform, Gangguanneurotiklainnya. F. 44. Gangguandissosiatif(konversi)

F. 5. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik F.50- F.55, F.59 Gangguan makan, gangguan tidur, Disfungsi Seksual, atau gangguan perilaku lainnya

F. 6. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa F. 60-F.69 Gangguan kepribadian, gangguan kebiasaan danImpuls, gangguan identitas & preferensi seksual

F. 7. Retardasi Mental F. 70 F.79. Retardasi Mental

F. 8. Gangguan Perkembangan Psikologis F.80- F.89 Gangguan Perkembangan Psikologis

F. 9. Gangguan Perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa anak dan remaja F. 90 F.98 Gangguan Hiperkinetik, Gangguan tingkah laku, Gangguan emosional atau gangguan fungsi sosial Khas, gangguantic, atau gangguan perilaku & Emosional lainnya.

PEDOMAN DIAGNOSTIK DARI PPDGJ III

1.Pedoman diagnostik disusun berdasarkan atas jumlah dan keseimbangan gejala-gejala, yang biasanya ditemukan pada kebanyakan kasus untuk dapat menegakkan suatu diagnosis pasti.

2.Apabila syarat-syarat yang tercantum didalam pedoman diagnostik dapat dipenuhi, maka diagnosis dapat dianggap pasti. Namun apabila hanya sebagian saja terpenuhi, maka diagnosis masih bermanfaat direkam untuk berbagai tujuan. Keadaan ini sangat tergantung kepada pembuat diagnosis dan para pemakai lainnya untuk menetapkan apakah akan merekam suatu diagnosis pasti atau diagnosis dengan tingkat kepastian yang rendah.

3.Deskripsi klinis dari pedoman diagnostik ini tidak mengandung implikasi teoritis, dan bukan merupakan pernyataan yang komprehensif mengenai tingkat pengetahuan yang mutahir dari gangguan tersebut. Pedoman ini hanya merupakan suatu kumpulan gejala dan konsep yang telah disetujui oleh sejumlah besar pakar dan konsultan dari berbagai negara, untuk dijadikan dasar yang rasional dalam memberikan batasan terhadap kategori-kategori diagnosis dan diagnosis gangguan jiwa.

4.Disarankan agar para klinisi mengikuti anjuran umum untuk mencatat sebanyak mungkin diagnosis yang mencakup seluruh gambaran klinis.Bila mencantumkan lebih dari satu diagnosis, diagnosis utama diletakkan paling atas dan selanjutnya diagnosis lain sebagai tambahan. Diagnosis utama dikaitkan dengan kebutuhan tindakan segera atau tuntutan pelayanan terhadap kondisi pasien saat ini atau tujuan lainnya. Bila terdapat keraguan mengenai urutan untuk merekam beberapa diagnosis, atau pembuat diagnosis tidak yakin tentang tujuan untuk apa informasi itu akan digunakan, agar mencatat diagnosis menurut urutan numerik dalam klasifikasi.

GANGGUAN JIWA

Gangguan jiwa merupakan kondisi terganggunya kejiwaan manusia sedemikian rupa sehingga mengganggu kemampuan individu itu untuk berfungsi secara normal didalam masyarakat maupun dalam menunaikan kewajibannya sebagai insan dalam masyarakat itu.(Dep Kes RI, 1997) Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk akal, berlebihan, berlangsung lama dan menyebabkan kendala terhadap individu tersebut atau orang lain . ( Suliswati, 2005)

FAKTOR FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA

Gangguan jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam diktat kuliah psikiatri, Dr. dr. Luh Ketut Suryani mengungkapkan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi karena tiga faktor yang bekerja sama yaitu faktor biologik, psikologik, dan sosiobudaya.

FAKTOR BIOLOGIKUntuk membuktikan bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit seperti kriteria penyakit dalam ilmu kedokteran, para psikiater mengadakan banyak penelitian di antaranya mengenai kelainan-kelainan neurotransmitter, biokimia, anatomi otak, dan faktor genetik yang ada hubungannya dengan gangguan jiwa.Gangguan mental sebagian besar dihubungkan dengan keadaan neurotransmitter di otak, misalnya seperti pendapat Brown et al, 1983, yaitu fungsi sosial yang kompleks seperti agresi dan perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh impuls serotonergik ke dalam hipokampus.Demikian juga dengan pendapat Mackay, 1983, yang mengatakan noradrenalin yang ke hipotalamus bagian dorsal melayani sistem monoamine di limbokortikal berfungsi sebagai pemacu proses belajar, proses memusatkan perhatian pada rangsangan yang datangnya relevan dan reaksi terhadap stres.Pembuktian lainnya yang menyatakan bahwa gangguan jiwa merupakan suatu penyakit adalah di dalam studi keluarga.Pada penelitian ini didapatkan bahwa keluarga penderita gangguan afektif, lebih banyak menderita gangguan afektif daripada skizofrenia (Kendell dan Brockington, 1980), skizofrenia erat hubungannya dengan faktor genetik (Kendler, 1983). Tetapi psikosis paranoid tidak ada hubungannya dengan faktor genetik, demikian pendapat Kender, 1981).

Walaupun beberapa peneliti tidak dapat membuktikan hubungan darah mendukung etiologi genetik, akan tetapi hal ini merupakan langkah pertama yang perlu dalam membangun kemungkinan keterangan genetik. Bila salah satu orangtua mengalami skizofrenia kemungkinan 15 persen anaknya mengalami skizofrenia.Sementara bila kedua orangtua menderita, maka 35-68 persen anaknya menderita skizofrenia, kemungkinan skizofrenia meningkat apabila orangtua, anak dan saudara kandung menderita skizofrenia (Benyamin, 1976). Pendapat ini didukung Slater, 1966, yang menyatakan angka prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada anggota keluarga yang individunya sakit dibandingkan dengan angka prevalensi penduduk umumnya.

FAKTOR PSIKOLOGIKHubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan mental sangat kompleks tergantung dari situasi, individu dan konstitusi orang itu.Hal ini sangat tergantung pada bantuan teman, dan tetangga selama periode stres. Struktur sosial, perubahan sosial dan tigkat sosial yang dicapai sangat bermakna dalam pengalaman hidup seseorang.

Kepribadian merupakan bentuk ketahanan relatif dari situasi interpersonal yang berulang-ulang yang khas untuk kehidupan manusia. Perilaku yang sekarang bukan merupakan ulangan impulsif dari riwayat waktu kecil, tetapi merupakan retensi pengumpulan dan pengambilan kembali.Setiap penderita yang mengalami gangguan jiwa fungsional memperlihatkan kegagalan yang mencolok dalam satu atau beberapa fase perkembangan akibat tidak kuatnya hubungan personal dengan keluarga, lingkungan sekolah atau dengan masyarakat sekitarnya. Gejala yang diperlihatkan oleh seseorang merupakan perwujudan dari pengalaman yang lampau yaitu pengalaman masa bayi sampai dewasa.

FAKTOR SOSIOBUDAYAGangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai perbedaan terutama mengenai pola perilakunya. Karakteristik suatu psikosis dalam suatu sosiobudaya tertentu berbeda dengan budaya lainnya. Adanya perbedaan satu budaya dengan budaya yang lainnya, menurut Zubin, 1969, merupakan salah satu faktor terjadinya perbedaan distribusi dan tipe gangguan jiwa.Begitu pula Maretzki dan Nelson, 1969, mengatakan bahwa alkulturasi dapat menyebabkan pola kepribadian berubah dan terlihat pada psikopatologinya. Pendapat ini didukung pernyataan Favazza

(1980) yang menyatakan perubahan budaya yang cepat seperti identifikasi, kompetisi, alkulturasi dan penyesuaian dapat menimbulkan gangguan jiwa.Selain itu, status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa Goodman (1983) yang meneliti status ekonomi menyatakan bahwa penderita yang dengan status ekonomi rendah erat hubungannya dengan prevalensi gangguan afaktif dan alkoholisma. (litbang)http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/8/3/k4.htm

Konsep penyebab gangguan jiwa yang popular adalah kombinasi bio-psiko-sosial. Gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi komunikasi sel-sel saraf di otak, dapat berupakekuranganmaupunkelebihanneurotransmitter atau substansitertentu. Pada sebagian kasus gangguan jiwa terdapat kerusakan organik yang nyata padas struktur otak misalnya pada demensia. Jadi tidak benar bila dikatakan semua orang yang menderita gangguan jiwa berarti ada sesuatu yang rusak di otaknya. Pada kebanyakan kasus malah faktor perkembangan psikologis dan sosial memegang peranan yang lebih krusial. Misalnya mereka yang gemar melakukan tindak kriminal dan membunuh ternyata setelah diselidiki disebabkan karena masa perkembangan mereka sejak kecil sudah dihiasi kekerasan dalam

rumah tangga yang ditunjukkan oleh bapaknya yang berprofesi dalam militer. Jadi ilmu jiwa justru merupakan satu-satunya ilmu yang mengenali penyakit medis secara komplet, yaitu dari segi fisik, pola hidup dan juga riwayat perkembangan psikologis atau kejiawaan seseorang. Oleh karena itu pengobatan ilmu kejiwaan juga bersifat menyeluruh, tidak sekedar obat minum saja, tetapi meliputi terapi psikologis, terapi perilaku dan terapi kognitif/konsep berpikir.Setiap individu hendaknya mengetahui konsep-konsep tentang gangguan jiwa dan pencegahannya. Mungkin saat ini cukup banyak masyarakat awam yang rajin membaca rubrik kesehatan baik lewat tabloid maupun internet, tapi sayangnya permasalahan gangguan jiwa kurang popular jika dibandingkan masalah osteoporosis, hipertensi, penyakit jantung, stroke, makanan sehat maupun kesehatan kulit. Padahal yang perlu diketahui, gangguan jiwa dapat mengenai siapa saja. Apalagi di tengah kehidupan yang semakin dipenuhi stressor seperti sekarang ini. Tahukah Anda bahwa profesi yang paling banyak melakukan bunuh diri diUSAitu justru dokter spesialis kejiwaan?

Oleh karena itu mempelajari ilmu kejiwaan adalah penting dan lebih penting lagi untuk dapat mempraktekkan kiat-kita untuk mendapatkan jiwa yang sehat.

Konsep yang perlu Anda pahami adalah ada 3 mekanisme pertahanan utama jiwa kita untuk menolak terjadinya gangguan jiwa di tengah terpaan badai kehidupan sebagaimanapun. Ketiga benteng jiwa yang sehat itu adalah personality yang tangguh, persepsi yang positif(positif thinking)dan kemampuan adaptasi. Kepribadian yang tangguh adalah hasil pembelajaran selama proses perkembangan sejak kecil, dan tentunya hal ini didapatkan dengan banyaknya asupan nilai-nilai yang ditanamkan di keluarga dan disekolah serta didapatkan dari banyaknya pengalaman langsung. Nilai-nilai hanya dapat berfungsi jika diterapkan langsung dalam keadaan nyata yaitu dengan banyak bergaul baik dengan lingkungan benar maupun salah. Apabila kita beraniSAY YESdi lingkungan yang benar danSAY NOsaat di lingkungan salah, lama kelamaan kepribadian kita akan tangguh. Mengurung anak dengan tujuan menghindarinya dari perkenalan dengan narkoba tidak menjamin bahwa kemudian ia tidak terjebak narkoba, yang benar adalah menanamkan nilai-nilai yang tangguh kepada si anak serta membiarkannya mengenal narkoba. Kepribadiannya yang tangguh itu sendiri yang akan membuatnya berani menolak narkoba seumur hidupnya.Persepsi juga perlu sebagai benteng kejiwaan. Seseorang yang selalu memandang peristiwa yang menimpanya dengan positif dan memandang hari depannya dengan optimis maka ia memiliki jiwa

yang sehat. Persepsi positif diperlukan terutama menghadapi kegagalan-demi kegagalan dalam hidup sehingga tidak membuat diri menjadi frustasi berlebih maupun menyalahi diri sendiri bahkan bunuh diri.Dan yang tidak kalah penting adalah kemampuan adaptasi karena segala sesuatu dalam hidup ini potensial untuk berubah. Hari ini bisa hidup mapan, tapi hari esok siapa tahu. Hari ini bisa bertemu kelompok orang yang asyik, hari esok siapa yang dapat menjanjikan. Adaptasi akan membuat jiwa kita meliuk-liuk dalam kehidupan seperti air yang mengalir. Dengan demikian kita dapat selalu menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Setiap menghadapi bencana maka kita dapat mengubah pemikiran dari mengapa semua ini harus kualami menjadi setelah semua ini menimpaku, aku harus melakukan apa?. Dengan demikian kita akan dapat bangkit dan semakin maju setiap kali terjatuh. Lainpadanglain belalang, lain lubuk lain pula ikannya. Artinya, jadilah seseorang yangflexibledengan keadaan yang ada,NOW and HERE.

Leonardo Paskah Suciadihttp://www.wikimu.com/News/2008.

NEUROSA dan PSIKOSAAngka kejadian/ Insidensi*GANGGUAN JIWA RINGAN( NON-PSIKOTIK)20 60 PERMIL*GANGGUAN JIWA BERAT (PSIKOTIK)1 3 PERMIL

A. NEUROSA (PSIKONEUROSA)Neurosaadalah kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena tidak dapat diselesaikannya suatu konflik tidak sadar, kecemasan yang timbul dirasakan secara langsung atau diubaholeh berbagai mekanisme pembelaan psikologik =>dan muncullah gejala-gejala subyektif yang mengganggu.

Neurosamerupakan istilah yang dipakai dalam sejarah penemuan gangguan ini, dan secara diskriptif digunakan untuk menerangkan gangguan cemas, histeria, dan obsesi tanpa kelainan fisik penderita.

Neurosa mengandung unsur etiologik dengan hakekat adanya konflik, dan penderita bereaksi secara menyimpang terhadap beban kehidupan.Gangguan yang timbul :Ketegangan yang terjadi dari hubungan antar manusia yang mengecewakan sejak kecil, sehingga mengganggu penyesuaiannya (adaptasi) Reaksi itu dapat berupa :Gangguan lihatKelumpuhanTremorRasa takutCemasTanpa ada kerusakan organis.

Neurosamerupakan istilah yang menerangkan sekelompok gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor psikologik tanpa dasar fisik atau organik yang ditandai dengan kecemasan sebagai gejala utama serta diikuti oleh tingkah laku yang tidak wajar.

PATOGENESE DAN DINAMIKA NEUROSA

Semua bentuk sumber kecemasan

Menimbulkan kecemasan

Berakar dalam kepribadian

dianggap sebagai sifat konstitusional

MASALAH YANG TIMBUL PADA GANGGUAN NEUROTIK

1. Cemas Kecemasan yang mengambang bebas, biasanya serangannya mendadak2. Konversi Menyerupai gangguan fisik, mencakup gejala sensorik, motorik atau penyakit somatik3. Dissosiasi Amnesia, fuque, kepribadian ganda, somnambulisme4. Fobik Ketakutan irrasional yang disadari oleh klien5. Obsesif-kompulsif Impuls atau pikiran irasional yang muncul yang disadari oleh klien6. Depressif Perasaan kesal, putus asa, celaan yang berlebihan terhadap diri sendiri7. Neurastenik Perasaan lemah, lelah, kurang minat, keluhan badaniah8. Depersonalisasi Perasaan asing dan tidak wajar terhadap dirinya sendiri, tubuh dan lingkungannya yang biasanya disadari oleh klien.9. Hipokhondrik Perasaan cemas tentang adanya penyakit pada berbagai organ tubuhnya.B. PSIKOSAMenurut PPDGJ I Th. 1973Adalah suatu gangguan fungsi kepribadian (mental) seseorang sampai suatu taraf tertentu, sehingga tidak memungkinkannya lagi melakukan beberapa tugas secara memuaskan seperti :Daya kemampuan menilai realitasDaya kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan dunia luarDaya kemampuan tanggapan PancainderaDaya kemampuan tanggapan perasaan (afektif)

Menurut PPDGJ II Th. 1983Adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan(sense of reality.)Hal ini dapat diketahui dengan terdapatnya*Gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi)*Gangguan pada proses berfikir*Gangguan pada psikomotorik dan kemauan, sehingga :Semuanya tidak sesuai lagi dengan kenyataan, pasien tidak dapatdimengerti atau dirasai lagi oleh orang normal.Orang awam sering menyebut GILA, tetapi pasien sendiri merasa tidak sakit.

Menurut PPDGJ III Th. 1993Istilah Psikotik dipertahankan sebagai suatu istilah diskriptif, khususnya dalam F.23. Gangguan psikotik akut dan sementara. Penggunaannya tidak melibatkan asumsi mekanisme psikodinamik, dan hanya menunjukkan adanya hallusinasi, waham, atasu sejumlah kelainan perilaku tertentu, sepertieksitasi(kegairahan), danoveractivity(aktivitas yang berlebih), retardasi psikomotor yang berat dan perilaku katatonik.

Konsep gangguan jiwa menurut PPDGJ-III yang merujuk pada SDM IV adalah : Mental disorder is conceptualized as clinically significant behavioral or psychological syndrome or pattera that occurs in an individual and that is associated with present distress (eg. A painfull symtom) or disability (ic, impairment in one or more important areas of functioning) or with a significant increased ask of suffering death pain, disability, or an important loss of freedom (Maskun Rusdi, 1998)

Evaluasi klien psikiatrik terdiri atas dua bagian : informasi subyektif yang dikaitkan oleh pasien, dan informasi obyektif yang didapat melalui observasi. Hal ini merupakan dasar dari suatu penilaian psikiatrik. Ini berlaku untuk individu pasien anak, dewasa, pasangan dan keluarga (Dep Kes RI, 1997).

Pengertian PsikosaAdalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality)Hal ini diketahui dengan terdapatnya gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi), proses berfikir, psikomotorik kemauan, sedemikian rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi.Penderita tidak dapat dimengerti dan tidak dapat dirasai lagi oleh orang normal, karena itu seorang awampun dapat menyatakan bahwa orang itu gila, bila psikosa itu sudah jelas. Penderita sendiri juga tidak memahami penyakitnya, ia tidak merasa sakit( WF Maramis, 2004). Adalah suatu gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organik ataupun emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berfikir, bereaksi secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangat terganggu (WF Maramis,2004).Psikosa ditandai dengan perilaku yang regrasif, hidup perasaan yang tidak sesuai, berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls serta waham dan hallusinasi. Istilah psikosa dapat dipakai untuk keadaan seperti yang disebutkan diatas dengan variasi yang luas mengenai

berat dan lamanya. Menninger menyebutkan lima sindroma klasik yang menyertai sebagian besar pola psikotik, yaitu :1. Perasaan sedih, rasa bersalah dan rasa tidak mampu yang mendalam2. Keadaan rangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai pembicaraan dan motorik yang berlebihan3.Regresi ke otisme ( Autism), Manerismepembicaraan dan perilaku, isi pikiran yang berwaham, acuh tak acuh terhadap harapan sosial4.Pre okupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecenderungan membela diri atau rasa kebesaran5. Keadaan bingung dandeliriumdengandisorientasidanhallusinasi(WF Maramis, 2004)

Dapat digambarkan secara umum bahwa Psikosa adalah suatu gangguan jiwa yang serius yang timbul karena penyebab organik ataupun fungsional (emosional /psikogenik) dan menunjukkan gangguan kemampuan :BerfikirBereaksi secara emosionalMengingatBerkomunikasi

Menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu.Sehingga tuntutan pemenuhan hidup sehari-hari sangat terganggu, ditandai dengan adanya :Perilaku yang regressifAlam perasaan yang tidak sesuaiBerkurangnya pengawasan terhadap impuls-impulsAdanya waham dan hallusinasi

Pada umumnyakeluhan atau gejala pasien secara garis besar sbb:a.Adanya gejala psikotikb.Kecemasan yang tidak rasional dan perilaku menghindarc.Gangguan afekd.Perilaku antisosiale.Keluhan fisik dan kecemasan yang tidak rasional tentang penyakit fisikf.Kesulitan belajar dan konsentrasi

Masalah klasik yang timbul sehubungan dengan psikotik berkisar pada hal hal berikut :1.Gangguan pada alam perasaan, sedih, rasa bersalah dan perasaan tidak mampu yang mendalam2.Irritabilitas yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, pembicaraan dan motorik yang berlebihan3.Gangguan komunikasi, regressi ke otisme, manerism pembicaraan dan perilaku4.Gangguan isi pikiran yang berwaham5.Acuh tak acuh terhadap masa depan6.Gangguan curiga, kecenderungan membela diri atau rasa kebesaran7.Gangguan bingung dan delirium dengan gangguan orientasi dan hallusinasi.

Skizofrenia (Psikosa Fungsional)Pengertian :Skizofrenia adalahDemensia prekoks, dalam perjalanan penyakitnya memperlihatkan adanya deteriorasi. Digolongkan katatonik, hebrefrenik dan keadaanparanoid,dasar gangguan ini adalah terpecahnya fungsi-fungsi psikologik. Ia memberi nama baru dengan istilahSkizofrenia, deteriorasi tidak selalu harus ada, isi dan arti dari gejala-gejala psikotik lebih diutamakan(WF Maramis, 2004)

PsikopatologiPenyebab gangguanskizofreniabelum diketahui dengan pasti.Adabeberapa teori penyebab :1. Teori Somatogenik (1) Keturunan :diturunkan melalui gen yangresesif(2) Endokrin :sering timbulnyaskizofreniapada waktu pubertas, Kehamilan dan puerperium(3) Metabolisme : Mungkin disebabkan oleh kesalahan metabolisme(inborn error of metabolism)(4) Susunan saraf pusat : Diduga ada kelainan susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan gangguanneurotransmitter2. Teori Psikogenik (1) Adolf Meyer : suatu kondisimal-adaptasi (2) Sigmund Freud : adanya kelemahan ego (3) Eugen Bleuler : adanya jiwa yang terpecah belah atau disharmoni

(4) Stres psikologik : adanya persaingan antara saudara kandung, hubungan yang kurang baik dalam keluarga, pekerjaan dan Masyarakat3. Teori Sosiogenik (1) Keadaan sosial ekonomi (2) Pengaruh keagamaan (3) Nilai-nilai moral dan lain-lain4.Akhirnya muncul teori yang menganggap bahwaskizofreniadapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, meliputi ketiga teori diatas ( Pandanganholistik)

(Pedoman Diagnosis dan terapi lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa, 1997).

Gejala-gejalaskizofrenia dibagi menjadi 2(dua) kelompok : 1. Gejala-gejala primer (1) Gangguan proses pikiran (2) Gangguan emosi (3) Gangguan kemauan (4) Gangguanotisme

2. Gejala-gejala sekunder (1)Waham(2)Hallusinasi (3) Gejalakatatonikatau gangguanpsikomotorikyang lain

(WF Maramis, 2004)

Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut PPDGJ III tahun 1993, yaitu :F 20. 0 Skizofrenia paranoid F 20. 1 Skizofrenia hebefrenik F 20. 2 Skizofrenia katatonik F 20. 3 Skizofrenia tak terinci (undifferentiated) F 20. 4 Skizofrenia pasca-skizofrenia F 20. 5 Skizofrenia residual F 20. 6 Skizofrenia simpleks F 20. 7 Skizofrenia lainnya F 20. 8 Skizofrenia YTT

DIAGNOSA DAN DIAGNOSA BANDINGMenurut Eugen Bleuler diagnosaskizofreniasudah boleh dibuat bila terdapat gejala-gejala primer dan disharmoni (keretakan, perpecahan atau ketidak seimbangan) pada unsur-unsur kepribadian (proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotorik), diperkuat dengan adanya gejala-gejala sekunder.Kurt Schneider (1939) menyusun gejala rangking pertama(first rank symtoms)dan berpendapat bahwa diagnosaskizofreniasudah boleh dibuat bila terdapat satu gejala dari kelompok A dan satu gejala dari kelompok B, dengan syarat bahwa kesadaran penderita tidak menurun. (WF Maramis, 2004).

Gejala-gejala rangking pertama menurut Schneider ialah 1.Hallusinasipendengaran (1) Pikirannya dapat didengar sendiri (2) Suara-suara yang sedang bertengkar (3) Suara-suara yang mengkomentari perilaku penderita

2. Gangguan batas ego(1)Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar

(2) Pikirannya diambil atau disedot keluar(3) Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikirannya dimasukkan kedalam pikiran orang lain(4) Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara umum(5) Perasaannya dibuat oleh orang lain(6) Kemauannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain(7) Dorongannya dikuasai orang lain(8) Persepsi yang dipengaruhi oleh waham

Menurut Prof. Kusumanto Setyonegoro (1967) membuat diagnosa skizofrenia dengan memperlihatkan gejala-gejala pada tiga buah koordinat, yaitu :(1) Koordinat pertama (intinya organobiologik)Yaitu :Otisme,gangguan afek dan emosi, gangguan assosiasi(proses berfikir),ambivalensi(gangguan kemauan), gangguan aktivitas (abuliaatau kemauan yang menurun) dan gangguan konsentrasi.

(2) Koordinat kedua (intinya psikologik)

Yaitu :gangguan pada cara berfikir yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan kepribadian dengan memperhatikan perkembangan ego, sistematik motivasi dan psikodinamika dalam interaksi dengan lingkungan (WF Maramis, 2004)

PROGNOSADahulu bila diagnosaskizofreniadibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu akan menuju kemunduran mental(deteriorasi mental). Dan bila seorang dengan skizofrenia kemudian menjadi sembuh, maka diagnosanya harus diragukan. Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bahwa bila penderita itu datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali( Full remission atau recovery), sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya(Social recovery), sepertiga sisanya biasanya mempunyai prognosa yang jelek, mereka tidak dapat berfungsi didalam masyarakat dan menuju

kekemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni tetap di Rumah Sakit Jiwa.

Untuk menetapkan prognosa, kita harus mempertimbangkan semua faktor dibawah ini :1. KepribadianPre-psikotik: bila skizoid dan hubungan antar manusia memang kurang memuaskan, maka prognosanya lebih jelek. Bilaskizofreniatimbul secara akut, maka prognosa lebih baik dari pada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan.2. Jenisskizofrenia : jeniskatatonikmemiliki prognosa paling baik dari pada semua jenis. Jenishebefrenia dan simpleksmemiliki prognosa yang sama jelek.3. Umur : Semakin muda umur permulaannya, semakin jelek prognosanya4. Pengobatan : Semakin lekas mendapat pengobatan, semakin baik prognosanya5. Faktor keturunan : prognosa menjadi lebih berat bila didalam keluarga terdapat seorang atau lebih yang juga menderitaskizofrenia.(WF Maramis, 2004)

PENGOBATAN Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju kekemunduran mental. Terapis jangan melihat kepada penderitaskizofreniasebagai penderita yang tidak dapat disembuhkan lagi atau sebagai suatu makhluk yang aneh dan inferior. Keluarga atau orang lain dilingkungan penderita diberi penerangan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya.

Macam-macam pengobatan1. Farmako terapi2. Terapi elektro- konvulsi (TEK)3. Terapi koma insulin4. Psikoterapi dan rehabilitasi5. Lobotomi Prefrontal

(WF Maramis, 1998)

Farmakoterapi Dari sudut organobiologi sudah diketahui bahwa padaskizofrenia(dan juga gangguan jiwa lainnya) terdapat gangguan pada fungsineurotransmittersel-sel susunab saraf pusat (otak) yaitu pelepasan zatdopamin dan serotoninyang mengakibatkan gangguan proses pikiran, alam perasaan dan perilaku sebagaimana yang telah diuraikan pada bab III : gejala klinisskizofrenia.Oleh karena itu obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan fungsineurotransmittertadi, sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan atau dengan kata lain penderitaskizofreniadapat diobati(Dadang Hawari, 2001)

(1) Pemberian Anti psikosis 1). Neuroleptika dosis efektif tinggi (diberikan) dalam dosis terbagi 2 3 kali/ sehari - Khlorpromazin : 75 500 mg (per-os) Injeksi 25 50 mg/kali (im) - Perazin : 50 60 mg (per-os) -Thioridazin : 75 500 mg (per-os) Diutamakan untuk skizofrenia yang disertai penyakit organik, misalnya skizofrenia dengan gangguan hepar

(2). Neuroleptika dengan dosis rendah (diberikan dalam dosis terbagi ) 1-2 kali / sehari- Flupenazin HCL : 5 10 mg (per-os)- Flupenazin depo : 25 mg /4 minggu (intra musculer)- Trifluoperazin : 3 20 mg (per-os)- Haloperidol : 5 15 mg(per-os)- Pimozid : 2 8 mg (per-os) (Pedoman Diagnosis dan terapi lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa, 1994)(3). Terapi elektro-konvulsi (TEK) Tidak lebih unggul dibandingkan dengan obat-obatan, tetapi bila diberikan bersama-sama akan lebih mempercepat proses penyembuhan. (Maramis, 2004)(4). Terapi Koma insulin Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit, hasilnya memuaskan. Prosentase kesembuhan lebih besar bila dimulai dalam waktu 6 (enam) bulan sesudah penderita jatuh sakit. Terapi koma insulin memberi hasil yang baik padakatatoniadanskizofrenia paranoid.(WF Maramis, 2004)

(5). Psikoterapi dan Rehabilitasi Bertujuan untuk memperkuat fungsi ego dengan cara psikoterapi agar pasien bisa bersosialisasi. Manipulasi lingkungan agar lingkungan dapat memahami dan menerima keadaan pasien, membimbing dalam kehidupan sehari-hari, memberi kesibukan atau pekerjaan untuk pasien. Mengawasi minum obat secara teratur dalam jangka waktu lama dan membawa pasien untuk pemeriksaan ulang. (Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa,1994)(6). Lobotomi Prefrontal Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita sangat mengganggu lingkungannya. (WF Maramis, 2004)

PERAWATAN KLIEN GANGGUAN JIWAMenurut Carpenito (1989), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Kelliat, 1991). Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu : Proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan, menyelesaikan masalah keperawatan klien dan atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis, sistematis dan terorganisasi. Pada dasarnya proses keperawatan merupakan salah satu teknik penyelesaikan masalah(problem solving).Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi dan diprioritaskan untuk dipenuhi dan diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, tidak untuk bagi individu klien. Proses keperawatan mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien berubah. Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosa keperawatan tidak mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum ada. Proses keperawatan merupakan sarana/wahana kerjasama perawat dan klien yang umumnya pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien, namun pada proses sampai akhir diharapkan peran klien lebih besar dari peran perawat sehingga kemandirian klien dapat tercapai. Kemandirian klien merawat

diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi dan atau masalah teratasi.

KEKAMBUHAN KLIEN GANGGUAN JIWAKekambuhan adalah suatu keadaan dimana penyakit dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama ataupun berbeda ( Sullinger, 1988). Penderita gangguan jiwa diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun pertama dan sekitar 70 % pada tahun kedua dan 100 % pada tahun kelima setelah pulang dari Rumah Sakit (Carson & Ross, 1997)Menurut Sullinger penyebab kekambuhan dapat diidentifikasi menjadi 4 antara lain :

Klien (Penderita)Diketahui bahwa klien yang gagal minum obat dengan teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Menurut hasil penelitian menunjukkan 25 % sampai 50 % klien dari RS Jiwa tidak memakan obat dengan teratur (Appleton, 1982 yang dikuti Sullinger, 1988). Klien kronis sulit memakan obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan.Dokter sebagai pemberi resepMemakan obat dengan teratur dapat menekan terjadinya kekambuhan. Namun pemakaian neuroleptika yang lama dapat menyebabkan efek sampingTardive diskeniayang bisa mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.Perawat sebagai penanggung jawab kasus atau case managerSetelah klien pulang dari perawatan di Rumah Sakit, maka yang bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah adalah perawat Puskesmas. Penanggung jawab klien mempunyai banyak waktu untuk bertemu klien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini dan segera mengambil tindakanKeluargaDalam penelitian Snyder (1981) dan Vaugh (1976), memperlihatkan bahwa keluarga dengan ekspresi emosi Parapenderita gangguan jiwa di negara kita masih menjadi golongan yang tersisih. Kondisi ini disebabkan tingkat kesadaran masyarakat masih rendah, adanya stigma negatif terhadap para penderita, ketertutupan pihak keluarga terdekat akibat perasaan malu memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

hingga fasilitas pengobatan dan rehabilitasi yang masih kurang. Ini yang harus kita perbaiki, jelasnya.Perawatan psikososial yang tinggi diperkirakan terjadi kekambuhan dalam waktu 9 bulan. Hasilnya 57 % dirawat oleh keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17 % dengan keluarga yang mempunyai ekspresi emosi rendah. Dengan terapi keluarga diharapakan dapat menurunkan ekspresi emosi yang tinggi.( Budi Anna Kelliat, 1997).Untuk itu, dr Widya menjelaskan perlu dilakukan perawatan intensif dengan pendekatan kekeluargaan (psikososial). Terapi jenis itu, lanjutnya, menekankan peran aktif anggota keluarga dan Iingkungan sekitar dalam interaksi dengan pasien. Namun untuk mencapai kondisi ini, pasien harus terlebih dulu menjalani terapi lain, seperti pemberian obat yang teratur hingga terapi kejang listrik (ECT).Dokter Widya meminta agar tidak membiarkan pasien berada sendirian atau diganggu oleh ejekan lingkungannya. Pasien sebaiknya dilibatkan dalam pembicaraan yang menarik minatnya, atau berikan keleluasaan untuk menyalurkan bakat dan hobinya.Hal terpenting adalah jangan biarkan faktor penyebab stres menimpa mereka. Kita harus memasukkan perawatan dan rehabilitasi penyakit jiwa ini ke dalam program prioritas kesehatan masyarakat. Harus juga diupayakan supaya program jaminan sosial kesehatan masyarakat miskin (askeskin) mencakup pelayanan untuk para penderita gangguan jiwa. Hal ini harus kita lakukan sebagai bagian dan upaya mencapai derajat kesehatan komprehensif secara fisil, mental, dan sosial, tambah Fachmi. (*/S-4)

Sumber : MediaIndonesia, Rabu, 31 Oktober 2007http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=19&tbl=terkini

GANGGUAN PSIKOTIK

- Hendaya berat dalam daya nilai realitas (+)- Dasar organik (-)

GANGGUAN NEUROTIK

- Daya nilai realitas tak terganggu

- Dasar Organik (-)

- Kepribadian tetap utuh

- Perilaku kadang - kadang terganggu tapi dalam batas norma-norma sosial

PERBANDINGAN ANTARA PSIKONEUROSA DAN PSIKOSAFAKTORNEUROSAPSIKOSA

Perilaku UmumDekompensasi kepribadian ringan, kontak dengan realita dan fungsi social tergangguDekompensasi kepribadian hebat, kontak dengan realita sangat terganggu, tidak dapat berfungsi sosial

Gejala gejalaGejala psikologik dan somatik bervariasi luas, tetapi tidak terdapat hallusinasi atau gangguan proses berfikir, emosi dan tindakan yang ekstrimGejala bervariasi luas dengan waham dan hallusinasi, kedangkalan emosi dan perilaku hebat

OrientasiPenderita jarang kehilangan orientasi terhadap lingkunganPenderita sering kehilangan orientasi terhadap lingkungan

Pemahaman (Insight)Penderita sering masih memahami bahwa ia tergangguPenderita jarang sekali memahami bahwa ia terganggu

Aspek SosialPerilaku penderita jarang membahayakan diri sendiri atau masyarakatPerilaku penderita sering berbahaya bagi diri sendiri dan atau masyarakat

Perawatan dan pengobatanJarang diperlukan perawatan di Rumah SakitBiasanya diperlukan perawatan di Rumah Sakit

Gejala gejala KlasikMengeluh, tetapi orang lain menganggap tidak apa-apaTidak merasa sakit, perilaku tidak wajar, orang lain terganggu.