konsep dasar mekanika kuantum

26
MEKANIKA KUANTUM KONSEP DASAR MEKANIKA KUANTUM (KET, BRA, DAN OPERATOR; BASE KET DAN GAMBARAN MATRIK; PENGUKURAN, OBSERVABEL, DAN HUBUNGAN KETIDAKPASTIAN) OLEH: ANGGREINI (14175003) DOSEN PEMBIMBING: Dr. HAMDI, M.Si PENDIDIKAN FISIKA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2015

Upload: rere

Post on 18-Nov-2015

174 views

Category:

Documents


56 download

DESCRIPTION

tugas1mekanikakuantum

TRANSCRIPT

  • MEKANIKA KUANTUM

    KONSEP DASAR MEKANIKA KUANTUM

    (KET, BRA, DAN OPERATOR; BASE KET DAN GAMBARAN

    MATRIK; PENGUKURAN, OBSERVABEL, DAN

    HUBUNGAN KETIDAKPASTIAN)

    OLEH:

    ANGGREINI (14175003)

    DOSEN PEMBIMBING:

    Dr. HAMDI, M.Si

    PENDIDIKAN FISIKA

    PROGRAM PASCA SARJANA

    UNIVERSITAS NEGERI PADANG

    2015

  • i

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan

    karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan resume tentang Konsep Dasar

    Mekanika Kuantum yang dibimbing oleh Bapak Dr. Hamdi, M.Si.

    Resume yang ditulis penulis ini berbicara mengenai konsep mekanika klasik,

    mekanika kuantum serta ket, bra, dan operator; base ket dan gambaran matrik;

    pengukuran, observabel, dan hubungan ketidakpastian. Penulis menulis resume ini

    dengan mengambil dari berbagai sumber baik dari buku maupun dari internet dan

    membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada tersebut.

    Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis

    dalam penyelesaian resume ini. Hingga tersusunlah resume yang sampai dihadapan

    pembaca pada saat ini.

    Penulis juga menyadari bahwa resume yang penulis tulis ini masih terdapat

    banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk

    menyampaikan saran atau kritik yang membangun demi tercapainya resume yang jauh

    lebih baik.

    Padang, Februari 2015

    PENULIS

  • ii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL

    KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

    DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

    MEKANIKA KLASIK VS MEKANIKA KUANTUM ................................................ 1

    A. Mekanika Klasik ........................................................................................................ 1

    B. Mekanika Kuantum .................................................................................................... 6

    KONSEP DASAR MEKANIKA KUANTUM ............................................................ 10

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 23

  • 1

    MEKANIKA KLASIK VS MEKANIKA KUANTUM

    A. Mekanika Klasik

    Fisika yang berkembang sampai akhir abad sembilan belas dikenal sebagai fisika

    klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika Newtonian dan teori medan

    elektromagnetik Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh kehadiran partikel sebagai

    sesuatu yang terkurung di dalam ruang. Istilah terkurung secara sederhana dapat

    dikatakan sebagai adanya batas yang jelas antara materi dan sesuatu di luar dirinya atau

    lingkungannya. Fenomena yang ada dalam mekanika klasik adalah fenomena tumbukan

    antara partikel yang memungkinkan terjadinya transfer momentum dan energi.

    Sedangkan medan elektromagnetik dicirikan oleh kuantitas medan dari gelombang yang

    menyebar dalam ruang. Medan tersebar di dalam ruang bagai kabut dengan ketebalan

    yang berbeda-beda dan menipis sampai akhirnya benar-benar lenyap. Batas antara

    ruang bermedan dan ruang tanpa medan tidak jelas atau kabur.

    Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, semakin jelas bahwa fisika (konsep-

    konsep fisika) memerlukan revisi atau penyempurnaan. Hal ini disebabkan semakin

    banyaknya hasil-hasil eksperimen dan gejala-gejala fisika yang teramati yang tidak bisa

    dijelaskan dengan konsep-konsep fisika yang telah dikuasai pada saat itu (fisika klasik),

    sekalipun dengan pendekatan.

    Masalah-masalah yang dimaksud di atas muncul terutama pada obyek-obyek fisis

    yang berukuran "kecil" (mikroskopik, atomistik), seperti partikel-partikel

    elementer dan atom serta interaksinya dengan radiasi atau medan elektromagnetik.

    "Perbedaan-perbedaan" dalam eksperimen fisika mula-mula dapat diatasi dengan

    postulat-postulat dan hipotesis-hipotesis. Namun karena jumlahnya semakin banyak dan

    persoalannya dipandang mendasar, menuntut dan mendorong fisikawan untuk

    melakukan penyempurnaan, dan bila perlu perubahan pada formulasi dan konsep-

    konsep fisika. Hasilnya adalah konsep yang dinamakan "Mekanika Kuantum".

    Konsep-konsep fisika klasik tercakup dalam dua kelompok besar, yakni

    Mekanika Newtonian (klasik, non-kuantum) dan Elektromagnetika klasik. Mekanika

    newtonian membahas partikel-partikel yang dianggap bergerak di bawah pengaruh

    gaya-gaya, yang mengikuti hukum gerak (Hukum Newton).

    Teori mekanika klasik dimulai ketika Michael Faraday menemukan sinar katoda.

    Kemudian pada tahun 1859-1860, Gustav Kirchoff memberikan pernyataan tentang

  • 2

    radiasi benda hitam. Pada tahun1887 Ludwig Boltzman menyatakan bahwa bentuk

    energi pada sistem fisika berbentuk diskrit.

    Fisikawan Swiss Johann Jakob Balmer (1825-1898) memisahkan cahaya yang

    diemisikan oleh hidrogen bertekanan rendah. Ia mengenali bahwa panjang gelombang

    deretan garis spektra ini dapat dengan akurat diungkapkan dalam persamaan sederhana

    (1885). Fisikawan Swedia Johannes Robert Rydberg (1854-1919) menemukan bahwa

    bilangan gelombang garis spektra dapat diungkapkan dengan persamaan berikut

    (1889) : = 1/ = R{ (1/ni2 ) -(1/nj

    2 ) }cm

    -1

    1. Rumusan Teoritis Radiasi Benda Hitam

    Radiasi yang dipancarkan benda biasa tidak hanya bergantung pada suhu, tetapi

    juga pada sifat sifat lainnya, seperti rupa benda, permukaannya, dan bahan

    pembuatnya. Radiasinya juga bergantung pada apakah benda memantulkan atau tidak

    memantulkan radiasi dari lingkungan sekitar yang jatuh padanya. Untuk menghilangkan

    beberapa hambatan ini, kita tidak akan meninjau benda biasa, melainkan yang

    permukaannya sama sekali hitam (benda hitam). Jika sebuah benda sama sekali hitam,

    maka cahaya yang jatuh padanya tidak ada yang dipantulkan sehingga sifat sifat

    permukaannya dengan demikian tidak dapat teramati.

    Namun demikian, perluasan ini masih belum cukup menyederhanakan persoalan

    untuk memungkinkan menghitung spektrum radiasi yang terpancarkan. Karena itu, kita

    memperluasnya lebih lanjut ke suatu jenis benda hitam istimewa sebuah rongga,

    misalnya bagian dalam dari sebuah kotak logam, dengan sebuah lubang kecil pada salah

    satu dindingnya. Lubang kecil itulah, bukan kotaknya, yang berperan sebagai benda

    hitam. Radiasi dari luar kotak yang menembus lubang ini akan lenyap pada bagian

    dalam kotak dan kecil kemungkinan untuk keluar dari lubang tersebut ; jadi tidak ada

    pantulan yang terjadi pada benda hitam (lubang) tersebut.

    2. Teori Max Planck

    Untuk mengatasi kesulitanksulitan analisis klasik, digunakan fakta bahwa

    gelombang elektomagnetik yang merupaka radiasi di dalam rongga (cavity with a small

    aperture sebagai realisasi praktis konsep benda hitam), dapat dianalisis sebagai

    superposisi dari karakteristik mode normal rongga. Dalam setiap mode nomal, medan

  • 3

    bervariasi secara harmonis. Dengan demikian, setiap mode normal ekivalen dengan

    osilator harmonik dan radiasi membentuk ensemble osilator harmonik.

    Berdasarkan pemahaman tersebut, Max Planck mengajukan hipotesis radikal

    sebagai berikut :

    a. Osilator di dalam benda hitam tidak memancarkan cahaya secara kontinu

    melainkan hanya berubah amplitudenya taransisi amplitudo besar ke kecil

    menghasilkan emisi cahaya sedangkan transisi dari amplitudo kecil ke besar

    dihasilakan dari absorbsi cahaya.

    b. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi dalam satuan energi yang

    disebut kuanta sebesar h, dengan adalah frekuensi osilator sedangkan h adalah

    konstanta baru yang diperkenalkan oleh Max Planck. Konstanta ini benilai h =

    6.625 x 10-34

    J.s.

    Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.

    Distribusi energi dari osilator tidak kontinu, melainkan terkuantisasi :

    hnEn

    3. Efek Fotolistrik

    Pada tahun 1887, Heinrich Hertz melakukan eksperimen penyinaran pelat katoda

    dengan aneka macam cahaya dan sebagai hasilnya elektron-elektron dipancarkan dari

    pelat katoda. Eksperimen yang lebih dikenal sebagai efek fotolistrik ini dapat

    digambarkan sebagai berikut.

    V

    A

    Gambar 1. Bagan Eksperimen Efek

    Fotolistrik

    Katoda Anoda

  • 4

    Di dalam eksperimen ini, intensitas dan frekuensi cahaya serta beda potensial

    antara kedua pelat diubah-ubah. Laju elektron diukur sebagai arus listrik pada

    rangkaian luar dengan menggunakan sebuah ammeter, sedangkan energi kinetik

    elektron ditentukan dengan menggunakan sebuah sumber potensial penghambat

    (retarding potential) pada anoda sehingga elektron tidak mempunyai energi cukup

    untuk memanjatibukit potensial yang terpasang. Secara eksperimen, tegangan

    perlambat terus ditingkatkan hingga pembacaan arus pada ammeter menurun menjadi

    nol. Tegangan yang bersangkutan ini disebut potensial henti (stoppingpotential) VS.

    Karena elektron yang berenergi tertinggi tidak dapat melewati potensial henti ini, maka

    pengukuran VS merupakan suatu cara untuk menentukan energi kinetik maksimum

    elektron, Kmaks :

    Kmaks = e VS

    e adalah muatan elektron. Nilai khas VS adalah dalam orde beberapa volt saja. Teori

    efek fotolistrik yang benar barulah dikemukakan Einstein pada tahun 1905.

    4. Tori Atom Bohr

    Setelah Rutherford mengemukakan bahwa massa dan muatan positif atom

    terhimpun pada suatu daerah kecil di pusatnya, fisikawan Denmark, Niels Bohr, pada

    tahun 1913 mengemukakan bahwa atom ternyata mirip sistem planet mini, dengan

    elektron-elektron mengedari inti atom seperti planet-planet mengedari matahari. Dengan

    alasan yang sama bahwa sistem tata surya tidak runtuh karena tarikan gravitasi antara

    matahari dan tiap planet, atom juga tidak runtuh karena tarikan elektrostatik Coulomb

    antara inti atom dan tiap elektron. Dalam kedua kasus ini, gaya tarik berperan

    memberikan percepatan sentripetal yang dibutuhkan untuk mempertahankan gerak edar.

    Untuk sederhananya, kita tinjau atom hidrogen yang terdiri dari satu elektron yang

    mengedari sebuah inti atom dengan bermuatan positif satuan, seperti pada Gambar

    berikut.

    F

    v - e

    r

    + Ze

    Gambar 2. Model Atom Bohr

  • 5

    Jari-jari orbit lingkarannya adalah r, dan elektron (bermassa m) bergerak dengan laju

    singgung tetap v. Gaya tarik Coulomb berperan memberikan percepatan sentripetal :

    r

    v 2, jadi

    r

    vm

    r

    e

    r

    qqF

    oo

    2

    2

    2

    2

    21

    4

    1

    4

    1

    Dengan mengutak-atik Persamaan di atas, dapat diperoleh energi kinetik elektron

    (dengan anggapan inti atom diam),

    r

    evmK

    o

    22

    8

    1

    2

    1

    Energi potensial sistem elektroninti adalah energi potensial Coulomb :

    r

    eV

    2

    04

    1

    Dengan demikian, energi total sistem adalah:

    r

    e

    r

    eVKE

    2

    0

    2

    0 4

    1

    8

    1

    r

    eE

    2

    08

    1

    Sejauh ini kita telah mengabaikan salah satu kesulitan utama yang berhubungan

    dengan model ini. Fisika klasik meramalkan bahwa sebuah muatan listrik yang

    mengalami percepatan, seperti elektron yang mengorbit dalam model ini, harus

    meradiasikan energi elektromagnetik secara kontinu. Ketika energi ini dipancarkan,

    energi totalnya menurun, dan elektron akan berspiral menuju inti atom sehingga inti

    atom akhirnya runtuh. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr mengusulkan gagasan

    keadaan mantap stasioneryaitu keadaan gerak tertentu dalam mana elektron tidak

    meradiasi-kan energi elektromagnet. Dari sini Bohr menyimpulkan bahwa dalam

    keadaan ini momentum sudut orbital elektron bernilai kelipatan bulat dari .

    Vektor momentum sudut dalam fisika klasik didefinisikan sebagai l = r x p.

    Untuk momentum sudut elektron yang beredar mengelilingi inti atom, r tegak lurus p,

    sehingga kita dapat menyederhanakannya menjadi : l = r p = m v r. Jadi postulat Bohr

    adalah nrvm . Dimana n adalah sebuah bilangan bulat (n = 1, 2, 3, .). Bagi

    energi kinetik,

  • 6

    r

    e

    rm

    nmvm

    o

    22

    2

    8

    1

    2

    1

    2

    1

    kita peroleh deretan nilai jari-jari r yang diperkenankan, yaitu :

    22

    2

    24nan

    emr o

    on

    di mana didefinisikan jari-jari Bohr ao,

    nmem

    a oo 0529,04

    2

    2

    Hasil penting ini ternyata berbeda sekali dari yang kita perkirakan menurut fisika

    klasik. Sebuah satelit dapat ditempatkan dalam orbit Bumi pada sebarang jari-jari orbit

    dengan mendorongnya ke ketinggian memadai dan kemudian memberikannya laju

    singgung yang tepat. Sedangkan bagi orbit elektron, hal ini tidak berlakukarena hanya

    jari-jari orbit tertentu saja yang perkenankan oleh model Bohr.

    Pada akhir abad 19, teori-teori klasik di atas tidak mampu memberikan penjelasan

    yang memuaskan bagi sejumlah fenomena berskala-kecil seperti sifat radiasi dan

    interaksi radiasi-materi. Akibatnya, dasar-dasar fisika yang ada secara radikal diteliti-

    ulang lagi, dan dalam perempat pertama abad 20 muncul berbagai pengembangan teori

    seperti relativitas dan mekanika kuantum.

    B. Mekanika Kuantum

    1. Sifat Gelombang Partikel

    Di paruh pertama abad 20, mulai diketahui bahwa gelombang elektromagnetik,

    yang sebelumnya dianggap gelombang murni, berperilaku seperti partikel (foton).

    Fisikawan Perancis Louis Victor De Broglie (1892-1987) mengasumsikan bahwa

    sebaliknya mungkin juga benar, yakni materi juga berperilaku seperti gelombang.

    Berawal dari persamaan Einstein, E = cp dengan p adalah momentum foton, c kecepatan

    cahaya dan E adalah energi, ia mendapatkan hubungan:

    E = h = = c/ atau hc/ = E, maka h/ = p

    De Broglie menganggap setiap partikel dengan momentum p = mv disertai dengan

    gelombang (gelombang materi). Tabel 1 memberikan beberapa contoh panjag

    gelombang materi yang dihitung dengan persamaan (1). Dengan meningkatnya ukuran

    partikel, panjang gelombangnya menjadi lebih pendek. Jadi untuk partikel makroskopik,

  • 7

    particles, tidak dimungkinkan mengamati difraksi dan fenomena lain yang berkaitan

    dengan gelombang. Untuk partikel mikroskopik, seperti elektron, panjang gelombang

    materi dapat diamati. Faktanya, pola difraksi elektron diamati (1927) dan membuktikan

    teori De Broglie.

    Tabel 1. Panjang Gelombang-gelombang Materi

    2. Prinsip Ketidakpastian

    Dari yang telah dipelajari tentang gelombang materi, kita dapat mengamati bahwa

    kehati-hatian harus diberikan bila teori dunia makroskopik akan diterapkan di dunia

    mikroskopik. Fisikawan Jerman Werner Karl Heisenberg (1901-1976) menyatakan

    tidak mungkin menentukan secara akurat posisi dan momentum secara simultan partikel

    yang sangat kecil semacam elektron. Untuk mengamati partikel, seseorang harus

    meradiasi partikel dengan cahaya. Tumbukan antara partikel dengan foton akan

    mengubah posisi dan momentum partikel.

    Heisenberg menjelaskan bahwa hasil kali antara ketidakpastian posisi x dan

    ketidakpastian momentum p akan bernilai sekitar konstanta Planck: xp = h

    3. Persamaan Schrodinger

    Persoalan kuantum mekanis yang paling sederhana adalah persoalan sebuah

    partikel bebas yang bergerak tanpa dipengaruhi gaya apapun dalam suatu bagian ruang ;

    yaitu, F = 0, sehingga V(x) = konstanta, untuk semua x. Dalam hal ini, kita bebas

    memilih tetapan potensial sama dengan nol, karena potensial selalu ditentukan dengan

    tambahan satu tetapan integrasi sembarang (F = - dV/dx dalam satu dimensi).

    Berikut kita terapkan persamaan Schrdinger ber-gantung waktu kecuali dengan

    potensial yang sesuai (V = 0) :

    2

    22

    2 xmti

    atau

  • 8

    E

    xm 2

    22

    2

    Perluasan bentuk energi partikel bebas ke dalam ruang tiga dimensi diberikan

    oleh

    2222

    2

    1

    2xyx ppp

    mm

    pE

    Dan Persamaan dapat diperluas menjadi

    2

    22

    2

    22

    2

    22

    222 zmymxmti

    2

    2

    2

    2

    2

    22

    2 zyxm

    22

    2m

    Dan dari hubungan E dan kp , diperoleh

    22

    2

    kx

    di mana

    2

    2 2

    Emk

    (x) = A sin kx + B cos kx

    kita dapati bahwa nilai energi yang diperkenankan adalah :

    m

    kE

    2

    22

    Karena pemecahan kita tidak memberi batasan pada k, maka energi partikel

    diperkenankan memiliki semua nilai (dalam istilah fisika kuantum, kita katakan bahwa

    energinya tidak terkuantisasi). Perhatikan bahwa Persamaan di atas tidak lain adalah

    energi kinetik sebuah partikel dengan momentum kp , atau, setara dengan ini, p =

    h/ ; ini tidak lain daripada apa yang kita perkirakan, karena kita telah membentuk

    persamaan Schrdinger yang menghasilkan pemecahan bagi partikel bebas yang

    berkaitan dengan satu gelombang de Broglie.

  • 9

    Perbedaan pokok antara mekanika Newton (klasik) dengan mekanika kuantum terletak

    pada cara menggambarkannya. Dalam mekanika klasik, masa depan partikel telah

    ditentukan oleh kedudukan awal, momentum awal serta gaya-gaya yang beraksi

    padanya. Dalam dunia makroskopik kuantitas seperti ini dapat ditentukan dengan

    ketelitian yang cukup sehingga mendapatkan ramalan mekanika klasik yang cocok

    dengan pengamatan. Sedangkan mekanika kuantum digambarkan secara lebih detail dan

    secara mikroskopik.

  • 10

  • 11

  • 12

  • 13

  • 14

  • 15

  • 16

  • 17

  • 18

  • 19

  • 20

  • 21

  • 22

  • 23

    DAFTAR PUSTAKA

    Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisika Jilid I Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga.

    Dara Amin, Bunga. 2008. Fisika Kuantum. Makassar : UNM.

    Tjia, M.O. 2003. Mekanika Kuantum. Bandung: ITB.

    Sakurai, J. J. and Napolitano, Jim. 2011. Modern Quantum Mechanics, 2nd Edition.

    John Wiley & Sons.

    Yosi A, R. Pendalaman Materi Fisika: Mekanika Kuantum. Yogyakarta : Jurdik Fisika

    UNY.