konjuntivitis bakteri
DESCRIPTION
peradangan pada selaput putih mataTRANSCRIPT
2.1. Konjungtiva
2.1.1. Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior
kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat
ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi
konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).
Gambar 3.1. Anatomi konjungtiva
2.1.2. Histologi
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris
bertingkat, superfisial dan basal (Junqueira, 2007). Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel
goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel
epitel basal berwarna lebih
pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen Vaughan, 2010).
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu lapisan fibrosa
(profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai
setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang
melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata (Vaughan, 2010).
2.1.3. Perdarahan dan Persarafan
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri
ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva membentuk
jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak (Vaughan, 2010). Konjungtiva juga menerima
persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit (Tortora,
2009).
2.2. Konjungtivitis
2.2.1. Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang
paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan
faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai
dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret
purulen kental (Hurwitz, 2009).
Jumlah agen-agen yang pathogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak,
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan oat-obatan topical dan agen imunosupresif sistemik,
serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi
organ dan menjalani terapi imunosupresif (Therese, 2002).
2.2.2. Pembagian Konjungtivitis
2.2.2.1. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada
konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan
iritasi mata (James, 2005).
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut dan
kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria
kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia
dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri
subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi
pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis (Jatla,
2009).
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah
melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang
terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).
C. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci, staphylococci
dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah
koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal
dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui
aliran darah (Rapuano, 2008).
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora
normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik (Visscher, 2009).
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva
sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme
pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme
pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).
D. Gejala klinik
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi konjungtiva baik
segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih
purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema
pada kelopak mata (AOA, 2010).
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun
mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi
pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi
hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005).
E. Diagnosa
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja penyakit
berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang
aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada
pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama
sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat
pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap
obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).
F. Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien yang sangat
muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak
kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat
mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga komponen
mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra
superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea
dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea (Vaughan, 2010).
G. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Terapi
dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang
dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan
sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas
dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).