kon frei

94
UNIVERSITAS INDONESIA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS ISCHIALGIA DAN OSTEOARTHRITIS GENU SINISTRA MAKALAH KONFERENSI KASUS KELOMPOK : Ade Fitri (1006719652) Darwin Marpaung (1006719816) Dwi Astuti (1006719854) Fathia Aulia (1006719923) Irman Galih Prihantoro (1006778213) Nabila Fatana (1006720181) Ribka Kristy (1006778346) Tiara Yulianty (1006778415) Tysha Amanda Febryana (1006778434) Zahra Sativani (1006778491) PROGRAM VOKASI BIDANG STUDI KEDOKTERAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI Cirebon 2 Maret 2013

Upload: dwi-astuti

Post on 13-Aug-2015

212 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS ISCHIALGIA DAN OSTEOARTHRITIS GENU SINISTRA

TRANSCRIPT

Page 1: Kon Frei

UNIVERSITAS INDONESIA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

ISCHIALGIA DAN OSTEOARTHRITIS GENU SINISTRA

MAKALAH KONFERENSI KASUS

KELOMPOK :

Ade Fitri (1006719652)

Darwin Marpaung (1006719816)

Dwi Astuti (1006719854)

Fathia Aulia (1006719923)

Irman Galih Prihantoro (1006778213)

Nabila Fatana (1006720181)

Ribka Kristy (1006778346)

Tiara Yulianty (1006778415)

Tysha Amanda Febryana (1006778434)

Zahra Sativani (1006778491)

PROGRAM VOKASI

BIDANG STUDI KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

Cirebon

2 Maret 2013

Page 2: Kon Frei

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah

konferensi kasus Fisioterapi komprehensif dengan tepat waktu. Pembuatan

makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas dalam Praktek Klinik II Semester

VI.

Kami sebagai tim penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya

kepada dosen pembimbing dan para instruktur kami di RSUD Gunung Jati

Cirebon yang telah membimbing kami selama pembuatan makalah ini sehingga

kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dalam segi materi

maupun sistematika penyusunan pada makalah ini. Oleh karena itu kami mohon

maaf sebelumnya atas ketidaksempurnaan pada penyusunan makalah ini dan kami

mohon para pembaca memberi kritik dan saran yang membangun untuk makalah

ini. Makalah ini belum dapat dijadikan acuan sebelum disetujui oleh dosen

pembimbing pada saat konferensi kasus.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya

dan khususnya bagi kami, para mahasiswa Fisioterapi.

Cirebon, 5 Maret 2013

Tim Penulis

Kelompok 6

Page 3: Kon Frei

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah konferensi kasus telah dikoreksi, disetujui, dan diterima Pembimbing

Praktek Klinik Program Studi Fisioterapi komprehensif RSUD Gunung Jati untuk

melengkapi tugas praktek klinik dan memenuhi persyaratan untuk mengikuti

konferensi kasus.

Hari & Tanggal : Selasa, 5 Maret 2013

Pukul : 12.00 WIB - selesai

Tempat : Gymnasium Instalasi Rehab Medik RSUD Gunung jati

Cirebon

Pembimbing

Eko Ariyadi, Amd FT

NIP . 198406292010011007

Page 4: Kon Frei

iii

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................1

B. Identifikasi Masalah ............................................................2

C. Manfaat Penulisan ...............................................................3

D. Tujuan Penulisan .................................................................4

E. Metode Penulisan ................................................................5

F. Sistematika Penulisan ..........................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Ischialgia dan Osteoarthritis Genu.........................6

B. Anatomi dan Fisiologi .........................................................9

C. Patofisiologi Ischialgia dan Osteoarthritis Genu .................20

D. Etiologi Ischialgia dan Osteoarthritis Genu.........................23

E. Epidemiologi Ischialgia dan Osteoarthritis .........................26

F. Manifestasi Klinik Ischialgia dan Osteoarthritis Genu ........27

G. Diagnosis Ischialgia dan Osteoarthritis Genu .....................27

H. Prognosis Ischialgia dan Osteoarthritis Genu ......................29

I. Penatalaksanaan Fisioterapi Ischialgia dan Osteoarthritis

Genu.....................................................................................30

BAB III URAIAN KASUS

FORMULIR FISIOTERAPI .....................................................55

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................74

B. Saran ...................................................................................75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................77

Page 5: Kon Frei

iv

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Gambar 2.1 Perjalanan Nervus Ischiadicus .............................................. 10

2. Gambar 2.2 Persyarafan Nervus Ischiadicus ............................................ 12

3. Gambar 2.3 Anatomi Lutut Sisi Anterior ................................................. 14

4. Gambar 2.4 Anatomi Lutut Sisi Anterior dan Lateral .............................. 17

5. Gambar 2.5 Straight Leg Raising Test ..................................................... 39

6. Gambar 2.6 Braggard Test ....................................................................... 40

7. Gambar 2.7 Neri Test ............................................................................... 40

8. Gambar 2.8 Patrick Sign’s ....................................................................... 41

9. Gambar 2.9 Pelvic Tilt .............................................................................. 47

10. Gambar 2.10 Single knee to chest ............................................................ 48

11. Gambar 2.11 Double knee to chest ........................................................... 48

12. Gambar 2.12 Partial Sit Up ...................................................................... 49

Page 6: Kon Frei

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Upaya kesehatan yang semula hanya berorientasi pada penyembuhan

penderita. Secara berangsur-angsur berkembang, kearah kesatuan upaya

kesehatan untuk seluruh masyarakat dan peran serta masyarakan. Ini

mencakup upaya peningkatan atau promotif, pencegahan atau preventif,

penyembuhan atau kuratif dan pemulihan atau rehabilitatif (Suprihatin,

1993)35

.

Fisioterapi merupakan pelayanan kesehatan dibidang pemulihan atau

yang biasa disebut Rehabilitasi Medik. Sebagaimana tercantum dalam

KEPMENKES RI No. 1363 tahun 2001 Fisioterapi adalah bentuk pelayanan

kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk

mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh

sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,

peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapetik, dan mekanis), pelatihan

fungsi, komunikasi.

Pada makalah konferensi kasus ini, penulis akan membahas tentang

peran fisioterapi pada kasus Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra.

Ischialgia merupakan istilah kedokteran untuk merujuk pada keadaan

jaringan yang abnormal pada saraf Ischiadicus. Hal ini dapat terjadi karena

proses beberapa penyakit seperti trauma fisik, kimiawi, elektris, infeksi,

masalah metabolisme, dan autoimun. Ischialgia meningkat frekuensinya

seiring dengan banyaknya aktivitas yang dikerjakan. Orang awam pada

umumnya menginterpretasikan Ischialgia dengan rasa sakit dan nyeri pada

bokong.

Ischialgia merupakan keluhan yang sangat umum dan sangat sering

terjadi, di keluhkan 4 dari 5 orang di Amerika Serikat, dan merupakan salah

satu penyebab ketidakhadiran di tempat kerja. Sisi baiknya, Ischialgia

sesungguhnya dapat di cegah. Seandainya pencegahan juga kurang berhasil,

terapi atau latihan sederhana di rumah dan mekanisme tubuh yang baik akan

Page 7: Kon Frei

2

memperbaiki dan mempertahankan fungsinya dalam waktu beberapa minggu.

Wanita memiliki angka prevalensi yang lebih tinggi terkena Ischialgia

dibandingkan dengan pria. Hal tersebut dikarenakan wanita memiliki aktivitas

yang monoton dengan posisi yang statis, misalnya saja pada penggunaan

sepatu dengan hak tinggi atau pada pedagang dengan kebiasaaan

menggendong (Kuntono, 2000)21

.

Diagnosa medik kedua yang akan dibahas pada makalah konferensi

kasus ini adalah Osteoarthritis. Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit

sendi yang paling sering ditemukan di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit

ini menyebabkan nyeri dan gangguan gerakan sendi sehingga mengganggu

aktivitas sehari-hari (Adnan, 2007).

Sendi lutut merupakan sendi yang paling penting dalam menumpu berat

badan, dengan demikian sendi lutut sangat mudah mengalami Osteoarthritis

yang akan menimbulkan kekakuan sendi, perubahan bentuk dan nyeri untuk

berjalan, naik tangga dan berdiri dari duduk. Osteoarthritis banyak

menyerang pada usia lanjut. Pada umumnya pria dan wanita sama-sama dapat

terkena penyakit ini meskipun pada usia sebelum usia 45 tahun.

Osteoarthritis banyak menyerang atau terjadi pada pria dan wanita setelah

usia 45 tahun, akan tetapi Ostearthritis banyak menyerang wanita (Husada,

1996)16

.

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dipahami bahwa kasus

Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra sebagian besar diakibatkan karena

faktor usia dan penggunaan berlebih. Pada makalah ini kami mengambil

kasus Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra karena banyaknya pasien

yang mengalami Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra di RSUD

Gunung Jati, Cirebon, sehingga kami tertarik untuk mempelajarinya lebih

dalam dan membahasnya di dalam konferensi kasus FT Komprehensif ini.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

kami sebagai penulis dapat mengidentifikasi masalah untuk kasus tersebut

sebagai berikut :

Page 8: Kon Frei

3

1. Adanya nyeri gerak pada saat fleksi, ekstensi, lateral fleksi kanan dan

kiri, rotasi kanan dan kiri pada lumbal.

2. Adanya nyeri gerak pada saat fleksi dan ekstensi knee sinistra.

3. Adanya nyeri tekan pada mm. paralumbal.

4. Adanya nyeri tekan pada m. hamstring sinistra.

5. Adanya spasme pada mm. paralumbal.

6. Adanya spasme pada m.hamstring sinistra.

7. Adanya keterbatasan gerak pada ekstensi, lateral fleksi kanan dan kiri

serta rotasi kanan dan kiri pada lumbal.

8. Adanya kelemahan otot pada mm. paralumbal.

9. Adanya kelemahan otot pada m. quadriceps.

10. Adanya oedem pada genu sinistra.

a. Pembatasan Masalah

Banyaknya masalah Neuromuskular dan Muskuloskeletal yang

ada serta terbatasnya waktu penulis dalam melaksanakan praktek di

RSUD Gunung Jati, oleh sebab itu masalah yang akan dibahas dalam

makalah kasus ini hanya dibatasi pada Penatalaksanaan Fisioterapi

pada Kasus Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra.

b. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah :

1) Bagaimana terapi modalitas infra red dapat mengurangi nyeri pada

kondisi Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra?

2) Bagimana terapi latihan dapat mengurangi spasme pada mm.

paralumbal dan m.hamstring sinistra pada kondisi Ischialgia dan

Osteoarthritis Genu Sinistra?

3) Bagaimana terapi latihan dapat meningkatkan lingkup gerak sendi

lumbal pada kasus Ischialgia?

4) Bagaimana terapi latihan dapat meningkatkan kekuatan otot mm.

paralumbal dan m. quadriceps pada kondisi Ischialgia dan

Osteoarthritis Genu Sinistra?

5) Bagaimana terapi latihan dapat mengurangi oedem pada genu

sinistra pada kasus Osteoarthritis Genu Sinistra?

Page 9: Kon Frei

4

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis

a) Menambah pengetahuan dan informasi khususnya dalam

menangani kasus Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra

b) Mempelajari penatalaksanaan yang tepat pada pasien pada kondisi

kasus Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra.

2. Bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi yang benar tentang hal-hal yang harus

dihindari untuk mencegah terjadinya Ischialgia dan Osteoarthritis

Genu Sinistra dengan tepat serta mencegah terjadinya kecacatan dan

masalah baru.

3. Bagi pendidik

Menambah informasi ilmiah bagi penelitian mengenai Genu

Sinistra.untuk penelitian selanjutnya, khususnya Universitas Indonesia.

D. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah konferensi kasus ini dibagi menjadi 2,

yaitu :

1. Tujuan umum

a. Makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan konferensi kasus

FT Komprehensif.

b. Untuk menerapkan pengetahuan penulis dalam mengatasi masalah

Pada kasus Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan Ischialgia dan

Osteoarthritis Genu Sinistra..

b. Untuk mengetahui manfaat terapi modalitas infra red dalam

mengurangi nyeri pada kondisi Ischialgia dan Osteoarthritis Genu

Sinistra.

c. Untuk mengetahui manfaat terapi latihan dalam mengurangi

spasme pada mm. paralumbal dan m.hamstring sinistra pada

kondisi Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra.

Page 10: Kon Frei

5

d. Untuk mengetahui manfaat terapi latihan dalam meningkatkan

lingkup gerak sendi lumbal pada kasus Ischialgia

e. Untuk mengetahui manfaat terapi latihan dalam meningkatkan

kekuatan otot mm. paralumbal dan m. quadriceps pada kondisi

Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra

f. Untuk mengetahui manfaat terapi latihan dalam mengurangi oedem

pada genu sinistra pada kasus Osteoarthritis Genu Sinistra?

E. Metode Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, metode yang penulis gunakan adalah metode

kepustakaan yaitu dengan membaca buku-buku dan juga literature dari

internet yang berkaitan dengan kasus yang diangkat. Selain itu kami juga

menggunakan metode observasi langsung pada pasien.

F. Sistematika Penulisan

Pada makalah ini terdiri dari BAB I yang merupakan pendahuluan yang

meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah,

perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika

penulisan. BAB II merupakan kajian teori yang meliputi definisi, anatomi dan

fisiologi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis,

prognosis dari Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra, serta

penatalaksanaan fisioterapi pada kasus tersebut. BAB III merupakan

pembahasan status, serta BAB IV merupakan penutup yang berupa

kesimpulan dan saran.

Page 11: Kon Frei

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1) Definisi Ischialgia dan Osteoarthritis genu

1. Ischialgia

Ischialgia adalah nyeri pada daerah tertentu sepanjang tungkai yang

merupakan manifestasi rangsangan saraf sensoris perifer dari nervus

Ischiadicus (Sidharta,1999)32

. Ahli lain berpendapat bahwa Ischialgia

merupakan salah satu manifestasi dari nyeri punggung bawah yang

dikarenakan adanya penjepitan nervus Ischiadicus. Ischialgia atau sciatika

adalah nyeri yang menjalar (hipostesia, parestesia atau disastesia) ke

bawah sepanjang perjalanan akar saraf Ischiadicus (Cailliet,1981)5.

Menurut Sidharta (1999)32

Ischialgia dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Ischialgia sebagai perwujudan neuritis Ischiadicus primer

Ischialgia akibat neuritis ischiadicus primer terjadi ketika nervus

ischiadicus terkena proses radang. Tanda dan gejala utama neuritis

ischiadicus primer adalah nyeri yang dirasakan berasal dari daerah

antara sakrum dan sendi panggul, tepatnya di foramen infra piriformis

atau incisura ischiadica dan menjalar sepanjang perjalanan nervus

ischiadicus dan lanjutannya pada nervus peroneus dan nervus tibialis.

Neuritis Ischiadicus primer timbul akut, sub akut dan tidak

berhubungan dengan nyeri punggung bawah kronik. Ischialgia ini

sering berhubungan dengan diabetes melitus atau DM, masuk angin,

flu, sakit kerongkongan dan nyeri pada persendian. Neuritis Ischiadicus

dapat diketahui dengan adanya nyeri tekan positif pada nervus

ischiadicus, m. tibialis anterior dan m. peroneus longus.

Nyeri tekan ditemukan pada incisura ischiadica dan sepanjang

spasium poplitea pada tahap akut. Juga tendon Achilles dan otot tibialis

anterior dan peroneus longus terasa nyeri pada penekanan. Kelemahan

otot tidak seberat nyeri sepanjang tungkai. Karena nyeri itu maka

tungkai di fleksikan, apabila diluruskan nyeri bertambah hebat. Tanda-

tanda skoliosis kompensatorik sering dijumpai pada Ischialgia jenis ini.

Page 12: Kon Frei

7

Diagnosa neuritis Ischiadicus primer ditetapkan apabila nyeri tekan

pada otot tibialis anterior dan peroneus longus. Pada neuritis sekunder

nyeri tekan disepanjang nervus Ischiadicus, tetapi di dekat bagian

nervus Ischiadicus yang terjebak saja. Timbul nyerinya akut dan tidak

disertai adanya nyeri pada punggung bawah merupakan ciri neuritis

primer berbeda dengan Ischialgia yang disebabkan oleh problem

diskogenik. Reflek tendon Achilles dan tendon lutut biasanya tidak

terganggu.

b. Ischialgia sebagai perwujudan entrapment radikulitis atau radikulopati

Ischialgia radikulopati terjadi akibat nukleus pulposus yang jebol

ke dalam kanalis vertebralis atau Hernia Nucleus Pulposus, disebabkan

karena adanya jebakan oleh tumor, osteofit, peradangan yaitu rematoid

spondilitis angkilopoetika, herpes zoster, tuberkulosa yang bersifat

menindih, menjerat dan sebagainya.

Pola umum Ischialgia biasanya nyeri seperti sakit gigi atau nyeri

hebat yang dirasakan bertolak dari vertebra lumbosakralis dan menjalar

menurut perjalanan nervus ischiadicus dan lanjutannya pada nervus

peroneus atau nervus tibialis. Makin jauh ke tepi nyeri makin tidak

begitu hebat, namun parestesia atau hipoastesia sering dirasakan. Data-

data yang dapat diperoleh untuk mengetahui adanya Ischialgia

radikulopati, antara lain :

1) Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain.

2) Adanya peningkatan tekanan didalam ruang arachnoidal, seperti:

batuk, bersin dan mengejan dapat memprovokasi adanya

Ischialgia.

3) Faktor trauma yaitu kurva lordosis lumbosacral yang mendatar.

4) Adanya keterbatasan lingkup gerak sendi lumbosacral.

5) Nyeri tekan pada salah satu ruas vertebra lumbosacral biasanya

pada lamina L4, L5 dan S1.

6) Tes Laseque selalu positif pada derajat kurang dari 70.

7) Tes Naffziger dan Valsava hampir selalu positif.

Page 13: Kon Frei

8

8) Data anamnestik dan diagnostik fisik yang bersifat spesifik berarti

informasi yang mengarahkan ke suatu jenis proses patologik atau

yang mengungkapkan lokasi di dalam vertebra lumbosacralis atau

topografi radiks terhadap lesi yang merangsangnya.

c. Ischialgia sebagai perwujudan entrapment neuritis

Ischialgia sebagai perwujudan entrapment neuritis ini terjadi

karena dalam perjalanan menuju tepi, nervus ischiadicus terperangkap

dalam proses patologik diberbagai jaringan dan bangunan yang

dilewatinya. Unsur-unsur nervus ischiadicus yang dibawakan oleh

nervus L4, L5, S1, S2 dan S3 menyusun pleksus lumbosacralis yang

berada di fasies pelvina os sakri. Di situ pleksus melintasi garis sendi

sakroiliaka dan sedikit lebih distal membentuk nervus ischiadicus, yang

merupakan saraf perifer terbesar. Selanjutnya dalam perjalanannya ke

tepi nervus ischiadicus dapat terjebak dalam bangunan-bangunan yang

dilewatinya, antara lain :

1) Pada pleksus lumbosacral dapat diinfiltrasi oleh sel-sel karsinoma

ovarii, karsinoma uteri atau sarkoma retroperineal.

2) Di garis persendian sakroiliaka komponen-komponen pleksus

lumbosacralis sedang membentuk nervus ischiadicus dapat terlibat

dalam proses radang atau sakroilitis.

3) Di foramen infra piriformis nervus ischiadicus dapat terjebak oleh

bursitis otot piriformis.

4) Dalam trayek selanjutnya nervus ischiadicus dapat terlibat dalam

bursitis di sekitar trochanter major femoris.

5) Dan pada trayek itu juga, nervus ischiadicus dapat terganggu oleh

adanya penjalaran atau metastase karsinoma prostat yang sudah

bersarang pada tuber ischii.

Simtomatologi entrapment neuritis ischiadica sebenarnya

sederhana yaitu pada tempat proses patologik yang bergandengan

dengan Ischialgia. Tempat proses patologik primer dari Ischialgia ini

dapat diketahui dengan adanya nyeri tekan dan nyeri gerak. Nyeri tekan

Page 14: Kon Frei

9

dapat dilakukan dengan penekanan langsung pada sendi panggul,

trochanter major, tuber ischii dan spina ischiadica. Sedangkan nyeri

gerak dapat diprovokasi dengan cara melakukan tes Patrick dan tes

Gaenslen.

2. Osteoarthritis genu

Osteoatrhitis atau juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif

adalah suatu kelainan pada kartilago atau tulang rawan sendi yang ditandai

perubahan klinis, histologis dan radiologis (Kuntono, 2011)21

.

Osteoatrhitis merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan

menipisnya rawan sendi secara progresif, disertai dengan pembentukan

tulang baru pada trabecula subchondral dan terbentuknya rawan sendi dan

tulang baru pada tepi sendi atau osteofit. Secara histopatologik, proses

osteoarthritis ditandai dengan menipisnya rawan sendi disertai

pertumbuhan dan remodeling tulang di sekitarnya atau bony overgrowth

diikuti dengan atrofi dan destruksi tulang di sekitarnya (Brandit, 1993)3.

2) Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang

Tulang belakang merupakan bangunan yang kompleks yang dapat

dibagi menjadi dua bagian. Dibagian ventral terdiri dari korpus vertebra

yang dibatasi satu dengan lainnya oleh diskus intervertebra dan ditahan

satu dengan lainnya oleh ligamentum longitudinal ventral dan dorsal.

Bagian dorsal tidak begitu kuat dan terdiri atas arkus vertebra dengan

lamina dan pedikel yang diikat satu dengan lainnya oleh berbagai ligamen

diantaranya ligamen interspinal, ligamen intertranversa dan ligamen

flavum. Pada procesus spinosus dan tranversus melekat otot-otot yang

turut menunjang dan melindungi kolum vertebra. Seluruh bangunan kolum

vertebra mendapat inervasi dari cabang-cabang saraf spinal yang sebagian

besar keluar dari ruangan kanalis vertebra melalui foramen intervertebra

dan sebagian dari ramus meningeal yang menginervasi duramater. Diskus

intervertebra dan nukleus pulposus tidak mempunyai inervasi sensibel

Page 15: Kon Frei

10

biarpun berbatasan langsung dengan ligamen longitudinal yang

mengandung serabut sensibel.

a. Thoracolumbal junction

Merupakan daerah perbatasan fungsi antara lumbar dengan thorac

spine dimana th12 arah superior facet pada bidang frontalis dg gerak

terbatas, sedang arah inferior facet pada bidang sagital gerakan

utamanya flexion-extension yg luas. Pada gerak lumbar spine

‘memaksa’ th12 hingga Th10mengikuti. Pada atlit senam pada daerah

ini dapat mencapai ROM fleksi 550dan ekstensi 250 (Pearce, 2010)28

.

b. Lumbal spine

Vertebra lumbalis lebih besar dan tebal membentuk kurva lordosis

dengan puncak L3 sebesar 2–4 cm, menerima beban sangat besar

dalam bentuk kompresi maupun momen. Stabilitas dan gerakannya

ditentukan oleh facet, diskus, ligament dan otot disamping corpus itu

sendiri. Berdasarkan arah permukaan facet joint maka facet joint

cenderung dalam posisi bidang sagital sehingga pada regio lumbal

menghasilkan dominan gerak yang luas yaitu fleksi - ekstensi lumbal

(Perace, 2010)28

.

c. Lumbosacral joint

L5-S1 merupakan daerah yg menerima beban sangat berat

mengingat lumbal mempunyai gerak yang luas sementara sacrum rigid

(kaku). Akibatnya lumbosacral joint menerima beban gerakan dan

berat badan paling besar pada regio lumbal.

d. Segmen Junghans (Segmen Gerak) Pada Lumbal

Segmen gerak diperkenalkan oleh Tn. Junghans (1956). Segmen

gerak terdapat pada setiap level vertebra dengan three joint yang

berperan penting sebagai elemen fungsional tunggal. Three joint

dibentuk oleh satu sendi bagian anterior (diskus intervertebralis yang

membentuk symphisis joint), dan 2 sendi bagian posterior

(apophyseal/facet joint). Sedangkan segmen transitional adalah

segmen gerak yang terbentuk dari level regio vertebral lain. Pada regio

Page 16: Kon Frei

11

lumbal terdapat 2 segmen transitional yaitu segmen gerak Th12-L1

(thoracolumbal junction) dan segmen gerak L5-S1 (lumbosacral joint).

Dibawah ini akan dijelaskan tentang three joint kompleks.

1) Diskus Intervertebralis

Menurut Pearce, 2010, diantara dua corpus vertebra

dihubungkan oleh diskus intervertebralis, merupakan fibrocartilago

compleks yang membentuk articuliasio antara corpus vertebra,

dikenal sebagai symphisis joint. Diskus intervertebralis pada orang

dewasa memberikan kontribusi sekitar ¼ dari tinggi spine. Diskus

intervertebralis memberikan penyatuan yang sangat kuat, derajat

fiksasi intervertebralis yang penting untuk aksi yang efektif dan

proteksi alignmen dari canal neural. Diskus juga dapat

memungkinkan gerak yang luas pada vertebra. Setiap diskus terdiri

atas 2 komponen yaitu :

a) Nukleus pulposus

Merupakan substansia gelatinosa yang berbentuk jelly

transparan, mengandung 90% air, dan sisanya adalah collagen

dan proteoglycans yang merupakan unsur-unsur khusus yang

bersifat mengikat atau menarik air. Nukleus pulposus

merupakan hidrophilic yang sangat kuat dan secara kimiawi di

susun oleh matriks mucopolysaccharida yang mengandung

ikatan protein, chondroitin sulfat, hyaluronic acid & keratin

sulfat. Nukleus pulposus tidak mempunyai pembuluh darah

dan saraf. Nukleus pulposus mempunyai kandungan cairan

yang sangat tinggi maka dia dapat menahan beban kompresi

serta berfungsi untuk mentransmisikan beberapa gaya ke

annulus & sebagai shock absorber.

b) Annulus fibrosus

Annulus fibrosus tersusun oleh sekitar 90 serabut

konsentrik jaringan collagen yang nampak menyilang satu

sama lainnya secara oblique dan menjadi lebih oblique kearah

Page 17: Kon Frei

12

sentral. Karena serabutnya saling menyilang secara vertikal

sekitar 30° satu sama lainnya maka struktur ini lebih sensitif

pada strain rotasi daripada beban kompresi, tension, dan shear.

Serabut-serabutnya sangat penting dalam fungsi mekanikal

dari diskus intervertebralis, memperlihatkan suatu perubahan

organisasi dan orientasi saat pembebanan pada diskus dan saat

degenerasi diskus. Susunan serabutnya yang kuat melindungi

nukleus di dalamnya & mencegah terjadinya prolapsus

nukleus. Secara mekanis, annulus fibrosus berperan

sebagai coiled spring (gulungan pegas) terhadap beban tension

dengan mempertahankan corpus vertebra secara bersamaan

melawan tahanan dari nukleus pulposus yang bekerja seperti

bola.

e. Facet Joint

Sendi facet dibentuk oleh processus articularis superior dari

vertebra bawah dengan processus articularis inferior dari vertebra atas.

Sendi facet termasuk dalam non-axial diarthrodial joint. Setiap sendi facet

mempunyai cavitas articular dan terbungkus oleh sebuah kapsul. Gerakan

yang terjadi pada sendi facet adalah gliding yang cukup kecil. Besarnya

gerakan pada setiap vertebra sangat ditentukan oleh arah permukaan facet

articular.

Pada regio lumbal kecuali lumbosacral joint, facet articularisnya

terletak lebih dekat kedalam bidang sagital. Facet bagian atas menghadap

kearah medial dan sedikit posterior, sedangkan facet bagian bawah

menghadap kearah lateral dan sedikit anterior. Kemudian, facet bagian

atas mempunyai permukaan sedikit konkaf dan facet bagian bawah adalah

konveks. Karena bentuk facet ini, maka vertebra lumbal sebenarnya

terkunci melawan gerakan rotasi sehingga rotasi lumbal sangat terbatas.

Facet artikularis lumbosacral terletak sedikit lebih kearah bidang frontal

daripada sebenarnya pada sendi-sendi lumbal lainnya.

Page 18: Kon Frei

13

Sendi facet dan diskus memberikan sekitar 80% kemampuan spine

untuk menahan gaya rotasi torsion dan shear, dimana ½-nya diberikan

oleh sendi facet. Sendi facet juga menopang sekitar 30% beban kompresi

pada spine, terutama pada saat spine hiperekstensi. Gaya kontak yang

paling besar terjadi pada sendi facet L5-S1.

Struktur pendukung lainnya dalam segmen gerak adalah ligament

dan otot. Ligamen-ligamen yang memperkuat segmen gerak adalah :

1) Ligamen longitudinal anterior

Ligamen longitudinal anterior merupakan ikatan padat yang

panjang dari basis occiput ke sacrum pada bagian anterior vertebra.

Dalam perjalanannya ke sacrum, ligamen ini masuk ke dalam bagian

anterior diskus intervertebralis dan melekat pada antero-superior

corpus vertebra. Ligamen longitudinal anterior merupakan ligamen

yang tebal dan kuat, dan berperan sebagai stabilisator pasif saat

gerakan ektensi lumbal.

2) Ligamen longitudinal posterior

Ligamen longitudinal posterior memanjang dari basis occiput ke

canal sacral pada bagian posterior vertebra, tetapi ligamen ini tidak

melekat pada permukaan posterior vertebra. Pada regio lumbal,

ligamen ini mulai menyempit dan semakin sempit pada lumbosacral,

sehingga ligamen ini lebih lemah daripada ligamen longitudinal

anterior. Dengan demikian diskus intervertebralis lumbal pada bagian

posterolateral tidak terlindungi oleh ligamen longitudinal posterior.

Ligamen ini sangat sensitif karena banyak mengandung serabut saraf

afferent nyeri (A delta dan tipe C) dan memiliki sirkulasi darah yang

banyak. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan

fleksi lumbal.

3) Ligamen flavum

Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra

tepatnya pada setiap lamina vertebra. Ke arah anterior dan lateral,

ligamen ini menutup capsular dan ligamen anteriomedial sendi facet.

Ligamen ini mengandung lebih banyak serabut elastin daripada

Page 19: Kon Frei

14

serabut kolagen dibandingkan dengan ligamen-ligamen lainnya pada

vertebra. Ligamen ini mengontrol gerakan fleksi lumbal.

4) Ligamen interspinosus

Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus

spinosus dan memanjang kearah posterior dengan ligamen

supraspinosus. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat

gerakan fleksi lumbal.

5) Ligamen supraspinosus

Ligamen ini melekat pada setiap ujung processus spinosus.

Pada regio lumbal, ligamen ini kurang jelas karena menyatu dengan

serabut insersio otot lumbodorsal. Ligamen ini berperan sebagai

stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal.

6) Ligamen intertransversalis

Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus

transversus dan berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini

mengontrol gerakan lateral fleksi kearah kontralateral.

2. Nervus Ischiadicus

Nervus ischiadicus keluar dari foramen ischiadicus major

tuberositas anterior 1/3 bawah dan tengah dari SIPS kebagian dari

tuberositas ischii. Tengah 2 antara tuberositas ischii dan trochanter yaitu

pada saat nervus ischiadicus keluar dari gluteus maximus berjalan melalui

collum femoris. Sepanjang paha bagian belakang sampai fossa poplitea.

Saraf spinalis L4-S3 pada fossa poplitea membelah dirinya menjadi saraf

perifer yakni nervus tibialis dan nervus peroneus.

Cakupan dari regio pinggang sebagai berikut :

a. Thoraco lumbal atau Thoracal 12-L1

b. Lumbal atau pinggang atas

c. Lumbal sakral atau pinggang bawah

d. Sacroiliaca Joint atau tulang pantat

e. Hip Joint atau sendi bongkol paha

f. Adapun komponen – komponen dari regio pinggang adalah kulit, otot,

ruas, tulang sendi, bantalan sendi, facet joint. Apabila semuanya ini

Page 20: Kon Frei

15

mengalami gangguan maka sangat berpotensi untuk terkena Nyeri

Pinggang Bawah yang bisa berlanjut menjadi Ischialgia.

Perjalanan nervus ischiadicus di mulai dari L4-S3, dan saraf ini

memiliki percabangan antara lain:

a. Nervus lateral popliteal yang terdapat pada caput fibula

b. Nervus medial popliteal yang terdapat pada fossa popliteal

c. Nervus tibialis posterior yang terdapat pada sebelah bawah

d. Nervus suralis/saphenus yang terdapat pada tendon Achilles

e. Nervus plantaris yang berada pada telapak kaki

Gambar 2.1 Perjalanan Nervus Ischiadicus

Sumber: diunduh http://www.bone.co.id14

Page 21: Kon Frei

16

Bagian lumbal merupakan bagian tulang punggung yang

mempunyai kebebasan gerak yang terbesar. Tarikan tekanan dan torsi yang

dialami pada gerakan-gerakan antara bagian toraks dan panggul

menyebabkan daerah ini dapat mengalami cedera lebih besar daripada

daerah lain, biarpun tulang-tulang vertebra dan ligamen di daerah

pinggang relatif lebih kokoh. Perbedaan hentakan antara tulang dengan

jaringan dalam peranan mereka sebagai sendi pendukung akan

menyebabkan penyakit yang karakteristik unik pada daerah yang

bersangkutan. Sebagian besar lesi pada diskus lumbal adalah mengenai

jaringan lunak dan sering sekali menghasilkan protrusi inti atau nucleus

yang kemudian menekan akar saraf.

a. Nervus ischiadicus mempersarafi:

1. M. Semitendinosus

2. M. Semimbranosus

3. M. Biceps Femoris

4. M. Adduktor Magnus

Gambar 2.2 Persyarafan Nervus Ischiadicus

Sumber : http://www.physiopaed.de/Nervensya15

Page 22: Kon Frei

17

b. Nervus Peroneus mempersarafi

1. M. tibialis anterior

2. M. ekstensor digitorum longus

3. M. ekstensor hallucis longus

4. M. digitorum brevis

5. M. poroneus tertius

c. Nervus Tibialis mempersarafi

1. M. gastrocnemius

2. M. popliteus

3. M. soleus

4. M. plantaris

5. M. tibialis posterior

6. M. fleksor digitorum longus

7. M. fleksor hallucis longus

3. Biomekanika vertebra lumbal

Dalam lingkup gerak sendi lumbosacral saat gerak fleksi adalah

850 dan

saat gerak ekstensi adalah 30

0. Biomekanik columna vertebralis

regio lumbal facet jointnya memiliki arah sagital dan medial sehingga

memungkinkan gerakan fleksi-ekstensi dan latero fleksi, rotasi yang terjadi

dengan aksis vertical melalui prosessus spinosus dengan sudut normal 45

0,

gerakan ini dibatasi otot rotasi samping berlawanandan ligamen

interspinosus (Kapandji, 2004)20

.

Facet joint di region lumbal memiliki bidang gerak sagital dan

frontal sehingga memungkinkan gerakan fleksi, ekstensi, lateral fleksi, dan

rotasi. Gerakan 400 fleksi hanya terjadi pada lumbal dan 60

0 fleksi bila

dipengaruhi oleh pelvic complek. Gerak 300 karena dibatasi oleh

ligamentum longitudinal anterior dan procesus spinosus yang saling

bertemu (Kapandji, 2004)20

.

1. Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut

a. Tulang pembentuk sendi lutut

Page 23: Kon Frei

18

Tulang yang membentuk sendi lutut antara lain: Tulang femur distal,

tibia proksimal, tulang fibula, tulang patella.

1) Tulang femur (Tulang paha)

Tulang femur termasuk tulang panjang yang bersendi ke atas

dengan pelvis dan ke bawah dengan tulang tibia. Tulang femur

terdiri dari epiphysis proksimal, diaphysis dan epiphysis distalis.

Pada tulang femur ini yang berfungsi dalam persendian lutut adalah

epiphysis distalis. Epiphysis distalis merupakan bulatan sepanjang

yang disebut condylus femoralis lateralis dan medialis. Di bagian

proksimal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil yang

disebut epicondylus lateralis dan medialis. Pandangan dari depan,

terdapat dataran sendi yang melebar ke lateral yang disebut facies

patellaris yang nantinya bersendi dengan tulang patella. Pandangan

dari belakang, diantara condylus lateralis dan medialis terdapat

cekungan yang disebut fossa intercondyloideal (Aswin, 1989)1.

2) Tulang patella

Tulang patella merupakan tulang dengan bentuk segitiga

pipih dengan apex menghadap ke arah distal. Pada permukaan

depan kasar sedangkan permukaan dalam atau dorsal memiliki

permukaan sendi yaitu facies articularis medialis yang sempit

(Aswin, 1989)1.

3) Tulang Tibia

Tulang tibia terdiri dari epiphysis proxsimalis, diaphysis,

epiphysis diatalis. Epiphysis proxsimalis pada tulang tibia terdiri

dari dua bulatan yang disebut condylus lateralis dan condylus

medialis yang atasnya terdapat dataran sendi yang disebut facies

artikularis lateralis dan medialis yang dipisahkan oleh ementio

intercondyolidea. Lutut merupakan sendi yang bentuknya dapat

dikatakan tidak ada kesusaian bentuk, kedua condylus dari femur

secara bersama-sama membentuk sejenis katrol (troclea),

sebaliknya dataran tibia tidak rata permukaannya, ketidaksesuaian

ini dikompensasikan oleh bentuk meniscus (Aswin, 1989)1.

Page 24: Kon Frei

19

Hubungan - hubungan antara tulang tersebut menbentuk

suatu sendi yaitu: antara tulang femur dan patella disebut

articulation patella femorale, hubungan antara tibia dan femur

disebut articulatio tibia femorale. Yang secara keseluruhan dapat

dikatakan sebagai sendi lutut atau knee joint.

4) Tulang fibula

Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang, terletak di

sebelah lateral dari tibia juga terdiri dari tiga bagian yaitu:

epiphysis proximal, diaphysis, dan epiphysis distalis. Epiphysis

proximalis membulat disebut capitulum fibula yang ke proximal

meruncing menjadi apex capitulis fibula. Pada capitulum terdapat

dua dataran yang disebut facies articularis capituli fibula untuk

bersendi dengan tibia. Diaphysis mempunyai empat crista lateralis,

crista medialis, crista lateralis dan facies posterior. Epiphysis

distalis ke arah lateral membulat disebut malleolus lateralis (mata

kaki luar) (Aswin, 1989)1.

Gambar 2.3. Anatomi Lutut Sisi Anterior

Sumber: Furqonita D, 2010

Page 25: Kon Frei

20

b. Ligamentum, kapsul sendi dan jaringan lunak sekitar sendi lutut

1) Ligamentum

Ligamentum mempunyai sifat ekstensibilitas dan kekuatan yang

cukup kuat atau tensile strength yang berfungsi sebagai pembatas

gerakan dan stabilisator sendi.

Ada beberapa ligamen sendi lutut yaitu :

a) Ligamentum cruciatum anterior yang berjalan dari depan

culimintio intercondyloidea ke permukaan medial condyler

lateralis femur yang berfungsi menahan hiperekstensi dan

menahan bergesernya tibia ke depan.

b) Ligamentum cruciatum posterior berjalan dari facies lateralis

condylus medialis femoris menuju ke fossa intercondylodea

tibia, berfungsi menahan bergesernya tibia ke arah belakang.

c) Ligamentum collateral lateral yang berjalan dari epicondylus

lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi menahan gerakan

varus atau samping luar.

d) Ligamentum collateral mediale berjalan dari epicondylus medial

ke permukaan medial tibia atau epicondylus medilis tibia

berfungsi menahan gerakan valgus atau samping dalam

eksorotasi. Namun secara bersamaan fungsi – fungsi ligament

collateralle menahan bergesernya tibia ke depan pada lutut 90°

(Aswin, 1989)1.

2) Kapsula sendi

Tulang–tulang pembentuk sendi dihubungkan satu dengan

lainnya oleh selubung yang disebut kapsula artikularis sebagai

pembungkus yang mengelilingi permukaan – permukaan sendi dan

membungkus rapat ruang sendi yang terdapat di antara tulang-

tulang tersebut. Lapisan luar kapsula articularis atau lamina

fibrosa yang merupakan salah satu struktur penting yang

mengikatkan tulang-tulang pembentuk sendi. Lamina fibrosa dapat

menahan regangan yang kuat. Lapisan dalam kapsula artikularis

atau lamina sinovial dibentuk oleh membran sinovial yang

Page 26: Kon Frei

21

mensekresikan cairan sinovial ke dalam ruang sendi ujung artikular

tulang masanya membesar dan mempunyai lapisan luar tulang yang

tipis tetapi padat atau kompakta, disebelah dalamnya terdapat

anyaman tulang spongiosa. Kapsul sendi lutut ini termasuk

jaringan fibrosus yang avasculer sehingga jika cedera sulit untuk

proses penyembuhan (Aswin, 1989)1.

3) Jaringan lunak

a) Meniscus

Meniscus merupakan jaringan lunak, meniscus pada sendi lutut

adalah meniscus lateralis.

Adapun fungsi meniscus adalah:

(1) Penyebaran pembebanan

(2) Peredam kejut atau shock absorber

(3) Mempermudah gerakan rotasi

(4) Mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan

diserap oleh meniscus dan diteruskan ke sebuah sendi.

b) Bursa

Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang

memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis

dan dibatasi oleh membrane synovial.

Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain:

(1) Bursa popliteus,

(2) Bursa supra patellaris,

(3) Bursa infra patellaris,

(4) Bursa subcutan prapatelaris,

(5) Bursa sub patellaris

c) Otot-otot penggerak sendi

Page 27: Kon Frei

22

Disini penulis ingin membahas tentang otot-otot yang bekerja

pada sendi lutut termasuk didalamnya pelekatan dan

persyarafan serta fungsi dari otot tersebut.

(1) Bagian anterior adalah m.rektus femoris, m.vastus lateralis,

m. vastus medialis, m. vastus intermedialis.

(2) Bagian posterior adalah m. bicep femoris, m.

semitendinosis, m. semi membranosis, m. gastrocnemius.

(3) Bagian medial adalah m. sartorius.

(4) Bagian lateral m. tensorfacialatae.

c. Sistem persyarafan

Kapsula fibrosa dan sebagian kecil membran sinovial dipasok atau

disuplai saraf. Beberapa saraf pada kapsula fibrosa merupakan akhiran

saraf berkapsula yang berhubungan dengan pengendalian refleks sikap

atau proprioseptif, dan selebihnya adalah akhiran saraf bebas

(berhubungan dengan sensasi nyeri). Pada sendi dapat dibedakan

adanya empat tipe reseptor sensoris, yang masing-masing merupakan

modifikasi reseptor-reseptor serupa yang terdapat di kulit: reseptor

Tipe I menjawab regangan dan beradaptasi lambat, reseptor tipe II

Gambar 2.4. Anatomi Lutut Sisi Anterior dan Lateral

Sumber : Furqonita D, 2010

Page 28: Kon Frei

23

berupa korpus kulum besar yang dipasok oleh serabut bermielin

sedang beradaptasi cepat, reseptor tipe III mempunyai nilai ambang

tinggi dan beradaptasi lambat. Ketiga reseptor tersebut berperan

propriosepsi, reseptor tipe IV adalah akhiran-akhiran saraf bebas

serabut- serabut halus tak bermielin yang berperan dalam sensasi nyeri

(Aswin, 1989)1.

d. Sistem peredaran darah

1) Sistem peredaran darah arteri

Peredaran darah yang akan dibahas kali ini adalah sistem

peredaran darah yang menuju ke tungkai dan vena yang juga

memelihara darah sekitar sendi lutut, arteri yang memelihara darah

di sekitar sendi lutut.

a) Arteri femoralis

Merupakan lanjutan dari arteri illiaca external yang keluar

dari cavum abdominalis lacuna vasorum lalu berjalan ke

lateral dari venanya kemudian ke bawah menuju ke dalam

fossa illipectiana kemudian masuk ke canalis addectorius

sehingga arteri poplitea masuk ke fossa poplitea di sisi medial

femur, lalu arteri femoralis bercabang menjadi cabang arteri

superficial dan cabang profunda (Corolla, 1990)8.

b) Arteri poplitea

Arteri poplitea merupakan lanjutan dari arteri femoralis

melalui canalis addoktorius, masuk fossa poplitea pada sisi

flexor sendi lutut, bercabang menjadi

(1) a. knees superior lateralis,

(2) a. knees superior medialis,

(3) a. knees inferior lateralis,

(4) a. knees inferior medialis (Corolla, 1990)8.

2) Sistem peredaran darah vena

Pada umumnya peredaran darah vena berdampingan dengan

pembuluh darah arteri. Pembuluh darah vena pada tungkai sebagian

besar bermuara ke dalam vena femoralis.

Page 29: Kon Frei

24

Vena-vena itu adalah

a) vena shapena parva

b) vena poplitea dan mengalirkan terus ke

c) vena sapena magna dan bermuara ke dalam

d) vena femoralis (Corolla, 1990)8.

e. Biomekanik lutut

Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia.

Pada bahasan karya tulis ini penulis hanya membahas komponen

kinematis, ditinjau dari gerak secara osteokinematika dan secara

artrokinematika yang terjadi pada sendi lutut.

2. Osteokinematika

Lutut termasuk dalam sendi ginglyus atau hinge modified dan

mempunyai gerak yang cukup luas seperti sendi siku, luas gerak fleksinya

cukup besar. Osteokinematika yang memungkinkan terjadi pada sendi

lutut adalah gerak fleksi dan ekstensi pada bidang segitiga dengan lingkup

gerak sendi untuk gerak fleksi sebesar ± 140° hingga 150° dengan posisi

ekstensi 0° atau 5° dan gerak putaran keluar 40° hingga 45° dari awal mid

posisi (Parjoto, 2000)27

.

Fleksi sendi lutut adalah gerakan permukaan posterior ke bawah

menjauhi permukaan posterior tungkai bawah. Putaran ke dalam adalah

gerakan yang membawa jari-jari ke arah sisi dalam tungkai atau medial.

Putaran keluar adalah gerakan membawa jari-jari ke arah luar atau lateral

tungkai. Untuk putaran atau rotasi dapat terjadi posisi lutut fleksi 90°, R

(<90°) (Parjoto, 2000)27

.

2. Artrokinematika

Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi meliputi

gerak sliding dan rolling, maka disinilah berlaku hukum konkaf-konvek.

Hukum ini menyatakan bahwa jika permukaan sendi cembung atau disebut

konvek bergerak pada permukaan sendi cekung atau konkaf maka

Page 30: Kon Frei

25

pergerakan sliding dan rolling berlawanan, dan jika permukaan sendi

cekung, maka gerak slidding dan rolling searah (Mudasir, 2002).

Pada permukaan femur cembung (konvek) bergerak, maka gerakan

slidding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak fleksi femur rolling ke

arah belakang dan slidding nya kebelakang. Dan pada permukaan tibia

cekung atau konkaf bergerak, fleksi ataupun ekstensi menuju ke depan.

7) Patofisiologi Ischialgia dan Osteoarthritis genu

1. Patofisiologi Ischialgia

Ischialgia merupakan nyeri menjalar sepanjang perjalanan nervus

ischiadicus L4-S2. Ischialgia yang terasa berasal dari lokasi foramen

infrapiriformis dan menjalar menurut perjalanan nervus ischiadicus yang

membelah menjadi saraf perifer yakni nervus peroneus dan nervus tibialis

harus di curigai sebagai manifestasi ischiadicus primer atau entrapment

neuritis dengan tempat jebakan di daerah sacroiliaca.

Ischialgia yang dirasakan berasal dari vertebra lumbosacralis atau

daerah paravertebralis lumbosacralis dan menjalar sesuai dengan salah satu

radiks yang ikut menyusun nervus ischiadicus. Sebelum terjadi Ischialgia

selalu di dahului dengan Low Back Pain atau Nyeri Pinggang Bawah, yang

ditandai dengan perasaan nyeri, pegal, linu atau terasa tidak enak di daerah

pinggang atau pantat. Faktor pencetusnya oleh berbagai sebab, mulai dari

yang paling jelas seperti salah posisi, kuman sampai penyebab yang tidak

jelas seperti menyongsong hari esok akibat persaingan hidup semakin ketat

atau stress. Nyeri pinggang bawah dapat di klasifikasikan menjadi

Traumatik maupun non traumatik dengan atau tanpa kelainan neurologis

primer atau sekunder, dengan atau tanpa kelainan neurologis akut ataupun

kronik.

Nyeri atau rasa tidak enak yang menjalar harus diartikan sebagai

perwujudan hasil perangsangan terhadap saraf sensori. Nyeri saraf itu terasa

sepanjang perjalanan saraf tepi. Ia bertolak dari tempat saraf sensorik

terangsang dan menjalar berdasarkan perjalanan serabut sensorik itu ke

perifer. Perangsangan terhadap berkas saraf perifer biasanya berarti

Page 31: Kon Frei

26

perangsangan pada saraf motorik dan sensorik. Gangguan sensibilitas yang

terasa sepanjang perjalanan saraf tepi dan biasanya juga disertai gangguan

motorik yang disebut neuritis. Neuritis di tungkai dapat terjadi oleh karena

berkas saraf tertentu terkena infeksi atau terkena patologik di sekitarnya.

Adapun penyebab-penyebab dari Ischialgia adalah:

a. Entrapment Radiculitis atau Radiculitis

b. Entrapment Neuritis :

1) Neuritis primer

2) Terjebak disekitar bursa m. Piriformis

c. Entrapment Neuritis yang terjebak di sekitar:

1) Tuber Ischi

2) Artikulatio coxae

d. Spondylosis

Diawali dengan proses degeneratif yang ditandai dengan

menurunnya sistem metabolik atau sirkulasi darah atau adanya faktor

traumatik yang berulang-ulang. Akibatnya terjadi kerusakan atau

disorders pada discus intervertebralis. Elastisitasnya menurun diikuti

berkurangnya cairan sendi dan penurunan sistem difusi di kartilago akan

mengalami kerusakan yang pada akhirnya akan berkurang. Interspace

antar diskus semakin kecil yang berakibat mikro trauma pada kedua

fascies corpus vertebra. Keadaan akan diikuti poliferasi jaringan tulang

baru yang akan berubah menjadi proses osifikasi dan calsifikasi tulang

yang pada akhirnya membentuk osteofit.

Dalam analisa klinis Low Back Pain yang berlanjut menjadi

Ischialgia jika timbul secara tiba- tiba ini akan di kaitkan dengan

Neoplasma. Tapi apabila mempunyai hubungan dengan trauma, maka

secara simplisik data itu di asosiasikan dengan Hernia Nucleus

Pulposus. Hernia Nucleus Pulposus merupakan jebolnya nukleus

pulposus ke korpus vertebrae di atas atau di bawahnya, dan bisa juga

langsung jebol dari nucleus pulposus ke dalam korpus vertebrae.

Robekan circumferentia dan radial pada annulus fibrosis discus

Page 32: Kon Frei

27

intervertebralis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang tungkai

yang dikenal sebagai Ischialgia.

Nyeri yang dirasakan penderita secara tiba-tiba seperti rasa terbakar

atau bersifat tajam dan sakit pada malam hari. Sehingga penderita tidak

dapat tidur. Nyeri bertambah apabila saraf tersebut mengalami penekanan

saraf. Penyebaran rasa sakitnya dimulai dari daerah lumbal, hip joint

kemudian menyebar ke arah bawah. Cara berjalan penderita dengan

ujung jari kaki plantar fleksi ankle, hip dan knee dalam keadaan fleksi

juga sehingga nampak penderita jalan dalam keadaan pincang. Pasien

tidak bisa berdiri lama sehingga terjadi kelainan sikap berdiri pada

penderita yang mengakibatkan terjadinya kompensasi lumbal.

2. Patofisiologi Osteoarthritis Genu

Akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak

makromolekul matriks tulang rawan sendi yaitu proteoglikan dan kolagen

terjadi kerusakan fokal tulang rawan sendi secara progresif dan

pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi serta tepi sendi

yang disebut osteofit. Osteofit terbentuk sebagai suatu proses perbaikan

untuk membentuk kembali persendian, sehingga dipandang sebagai

kegagalan sendi yang progresif (Mansjoer, 2007)23

.

Lebih rincinya, menurut Heru Purbo Kuntoro, 201121

, pada

Osteoarthritis terdapat proses degradasi, reparasi dan inflamasi yang terjadi

dalam jaringan ikat, lapisan rawan sinovium dan tulang subkondral. Pada

saat terjadi aktif, salah satu proses dapat dominasi atau beberapa proses

terjadi bersama dalam tingkatan intensitas yang berbeda. Perubahan yang

terjadi adalah sebagai berikut:

a. Degradasi rawan

Degradasi timbul sebagai akibat dan ketidakseimbangan antara

regenerasi dan degenerasi rawan sendi melalui beberapa tahap yaitu

fibrilasi, pelunakan, perpecahan, dan pengelupasan lapisan rawan sendi.

Proses ini dapat berlangsung cepat dan lambat, yang cepat dalam waktu

10-15 tahun, sedang yang lambat 20-30 tahun. Akhirnya permukaan

Page 33: Kon Frei

28

sendi menjadi botak tanpa lapisan rawan sendi.

b. Osteofit

Bersama timbulnya dengan degenerasi rawan, timbul reparasi. Reparasi

berupa pembentukan osteofit di tulang subkondral.

c. Skelerosis Subkondral

Pada tulang subkondral terjadi reparasi berupa skelerosis. Skelerosis

adalah pemadatan atau penguatan tulang tepat di bawah lapisan rawan

yang mulai rusak.

d. Sinovitis

Sinovitis adalah inflamasi dan sinovium yang terjadi akibat proses

sekunder degenerasi dan fragmentasi. Matrik rawan sendi yang putus

terdiri dari kondrosit yang menyimpan proteoglycan yang bersifat

immunogenic dan dapat mengaktivasi leukosit. Sinovitis dapat

meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacam-

macam enzim akan tertekan ke dalam celah-celah rawan. Ini

mempercepat proses pengrusakan rawan. Pada tahap lanjut terjadi

tekanan tinggi dari cairan sendi terhadap permukaan sendi yang botak.

Cairan ini akan didesak ke dalam celah-celah tulang subkondral dan akan

menimbulkan kantong yang disebut kista subkondral (Kuntono, 2011)21

.

8) Etiologi Ischialgia dan Osteoarthritis genu

1. Etiologi Ischialgia

Penyebab Ischialgia dapat dibagi dalam :

Ischialgia diskogenik, biasanya terjadi pada penderita Hernia Nucleus

Pulposus.

a. Ischialgia mekanik

1) Spondilo arthrosis defermans

2) Spondilolistetik

3) Tumor cauda

4) Metastasis carcinoma di corpus vertebrae lumbosacral

5) Fraktur corpus lumbosacral

6) Fraktur pelvis, radang atau neoplasma pada alat-alat dalam rongga

Page 34: Kon Frei

29

panggul sehingga menimbulkan takanan pada pleksus lumbosakralis

b. Ischialgia non mekanik atau medik

1) Radikulitis tuberkulosa

2) Radikulitis leutika

3) Adesi dalam ruang subarachnoidal

4) Penyuntikan obat-obatan dalam nervus Ischiadicus

5) Neuropati rematik, diabetic dan neuropatik lainnya

2. Etiologi Osteoarthritis Genu

Sarnpai saat ini etiologi yang pasti dari Osteoarthritis ini belum diketahui

dengan jelas, ternyata tidak ada satu faktor pun yang jelas sebagai proses

destruksi rawan sendi, akan tetapi beberapa faktor predoposisi terjadinya

Osteoarthritis telah diketahui. Menurut Bonnin, 2008,2 ada beberapa faktor

risiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu:

a. Usia lebih dari 40 tahun.

Semakin tua semakin menurun kualitas kartilago persendian.

Kartilago sebagai bantalan penahan tekanan semakin tua semakin

berkurang elastisitasnya, sehingga akan mengakibatkan gangguan

fungsi.

b. Jenis kelamin.

Wanita lebih sering terkena Osteoarthritis lutut dan Osteoarthritis

banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena Osteoarthritis paha,

pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun

frekuensi Osteoarthritis kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita,

tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi Osteoarthritis

lebih banyak pada wanita daripada laki-laki. Hal ini menunjukkan

adanya peran hormonal pada patogenesis Osteoarthritis.

c. Suku bangsa.

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada Osteoarthritis

nampaknya terdapat perbedaan di antara masing-masing suku bangsa.

Osteoarthritis lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika asli

(Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan

Page 35: Kon Frei

30

dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan frekuensi kelainan

kongenital dan pertumbuhan.

d. Genetik.

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya Osteoarthritis

misalnya, pada ibu dari seorang wanita dengan Osteoarthritis pada

sendi-sendi interfalang distal (nodus heberden) terdapat 2 kali lebih

sering Osteoarthritis pada sendi-sendi tersebut, dan anaknya yang

perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering, daripada ibu dan

anak perempuan dari wanita tanpa Osteoarthritis tersebut. Adanya

mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk

unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein

pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya

kecenderungan familial pada Osteoarthritis tertentu.

e. Kegemukan dan penyakit metabolik.

Kelebihan berat badan akan menarnbah beban sendi penopang

berat badan, dan pada orang gemuk akan timbul genu varus. Hal ini

merupakan salah satu penyebab Osteoarthritis. Kaitannya dengan

penurunan fungsi dari mitokondria. Mitokondria menghasilkan energi

yang akan digunakan oleh inti sel. Usia yang sudah tua akan membuat

metokondria tidak mampu menghasilkan energi sehingga DNA tidak

bisa menyelenggarakan proses metabolisme tubuh.

f. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga.

Trauma langsung atau tidak langsung atau trauma kecil-kecil yang

dialami sepanjang masa menjelang tua mengakibatkan rusaknya

kartilago persendian.

g. Kelainan pertumbuhan.

h. Kepadatan tulang, dan lain-lain (Mansjoer, 2007)23

.

9) Epidemiologi Ischialgia dan Osteoarthritis genu

1. Epidemiologi Ischialgia

Ischialgia merupakan keluhan yang sangat umum dan sangat sering

terjadi, dikeluhkan empat dari lima orang di Amerika Serikat, dan

Page 36: Kon Frei

31

merupakan salah satu penyebab ketidakhadiran di tempat kerja. Sisi

baiknya, Ischialgia sesungguhnya dapat dicegah tetapi seandainya

pencegahan juga kurang berhasil, terapi atau latihan sederhana dirumah dan

mekanisme tubuh yang baik akan memperbaiki dan mempertahankan

fungsinya dalam waktu beberapa minggu. Operasi merupakan tindakan yang

jarang dilakukan dalam mengatasi hal ini.

Wanita memiliki prefalensi angka yang lebih tinggi terkena Ischialgia

dibandingkan dengan pria. Kejadian lebih sering pada usia 30-50 tahun

dengan insiden 16,2% dari semua diagnosa penyakit saraf. Hal tersebut

dikarenakan wanita memiliki aktifitas yang monoton dengan posisi yang

statis, misalnya saja pada penggunaaan sepatu hak tinggi atau pada

pedagang dengan kebiasaan menggendong.

2. Epidemiologi Osteoarthritis genu

Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang paling banyak dijumpai

dibanding penyakit sendi lainnya. Semua sendi dapat terserang tetapi yang

paling sering terserang adalah sendi penyokong berat badan. Prevalensi

kelainan ini meningkat dengan bertambahnya usia. Menurut Van Der Korsst

dan Kelsey, proses degenerasi pada rawan sendi dimulai pada usia 20 tahun.

Gerber H. Lynn dan Hicks E. Jeanne menemukan dari gambaran radiologi

Osteoarthritis pada wanita 7% dan laki-laki 22% pada usia 18-24 tahun

(Bonnin, 2008)2.

Pada usia kurang dari 45 tahun, terdapat lebih banyak pada laki-laki

dibandingkan wanita. Tetapi pada usia di atas 45 tahun, wanita lebih banyak

dibandingkan laki-laki. Pada usia 75-79 tahun hampir semua individu

menderita Osteoarthritis. Pada wanita, Osteoarthritis lebih sering terjadi

pada sendi Proximal Inter Phalanx atau PIP, Distal Inter Phalanx atau DIP,

Metacarpophalangeal atau MCP dan Metatarsophalangeal atau MTP. Pada

usia 55-64 tahun, Osteoarthritis yang terjadi pada sendi lutut sama banyak

pada wanita dan laki-laki, tapi pada usia 65-74 tahun Osteoarthritis lutut

lebih banyak pada wanita. Pada laki-laki sering terjadi pada sendi panggul

terutama pada umur 65-74 tahun (Chambat, 2008)7.

Page 37: Kon Frei

32

10) Manifestasi Klinik Ischialgia dan Osteoarthritis genu

1. Manifestasi Klinik Ischialgia

Yang harus diperhatikan dalam anamnesa antara lain :

a. Lokasi nyeri, sudah berapa lama mulai nyeri, jenis nyeri seperti

menyayat, menekan, penjalaran nyeri, intensitas nyeri, pinggang terfiksir,

faktor pencetus, dan faktor yang memperberat rasa nyeri.

b. Kegiatan yang menimbulkan peninggian tekanan didalam subarachnoid

seperti batuk, bersin dan mengedan memprofokasi terasanya Ischialgia

diskogenik.

c. Faktor trauma hampir selalu ditemukan kecuali pada proses neoplasma

atau infeksi.

2. Manifestasi Klinik Osteoarthritis genu

Gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama

waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa

kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat

hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi,

dan perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi

dan krepitasi tulang (Bonnin, 2008)2.

Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut tidak menonjol dan timbul

belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri

tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan

(Mansjoer, 2007)23

.

G. Diagnosis

1. Diagnosis Ischialgia

Ischialgia biasanya didiagnosa melalui anamnesis dan pemeriksaan

fisik. Biasanya seorang pasien akan menyebutkan adanya nyeri yang

menjalar pada kaki. Mereka akan diminta untuk memberitahu distribusi

nyerinya dan rasa menjalar sampai dibawah lutut, penggunaan gambar

dapat membantu untuk mengevaluasi pendistribusian rasa nyerinya.

Ischialgia mempunyai karakteristik nyeri yang menjalar sesuia dengan

pola dermatomnya. Terkadang pasien juga akan melaporkan adanya gejala

sensoris.

Page 38: Kon Frei

33

Pemeriksaan fisik bergantung pada tes neurologi yang dilakukan. Tes

yang paling sering dilakukan adalah Tes Straight Leg Raising atau Tes

Lasègue’s sign. Pasien dengan indikasi Ischialgia mungkin akan

mengalami Low Back Pain tetapi dengan tes ini akan memprovoke nyeri

yang lebih terasa disepanjang kaki. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik

terkadang tidak memberikan hasil yang baik. Tidak ada item dalam

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang memiliki sensitivitas yang tinggi

ataupun spesifitas yang tinggi. Dalam suatu pengujian sensitivitas dari Tes

Straight Leg Raising didapatkan hasil 91%, dengan spesifitas koresponden

sebesar 26%. Satu-satunya tes yang memberikan spesifitas yang tinggi

adalah Tes Straight Leg Raising dengan hasil spesifitasnya 88% tetapi

sensitivitasnya 29%. Secara keseluruhan jika pasien melaporkan adanya

nyeri yang menjalar pada salah satu tungkai dengan kombinasi tes – tes

neurological lain yang hasilnya positif atau adanya keluhan defisit

neurological bisa dikatakan ini adalah kasus Ischialgia.

2. Diagnosis Osteoarthritis Genu

Diagnosis sendi lutut berdasarkan gambaran klinis dan radiologi.

Kriteria Actman merupakan salah satu pedoman diagnosis Osteoarthritis

sendi lutut. Bila seseorang ditemukan hanya nyeri lutut, diagnosa

Osteoarthritis harus ditambah tiga dan lima kriteria, yaitu umur diatas 50

tahun, kaku sendi di pagi hari kurang dan 30 menit, nyeri tekan pada

tulang pembesaran tulang, perabaan sendi tidak panas.

Bila ada gambaran osteofit pada pemeriksaan radiologi dibutuhkan

satu dan tiga kriteria, yaitu umum diatas 50 tahun, kaku sendi kurang dan

30 menit dan krepitasi (Parjoto, 2002)27

.

Melalui pemeriksaan radiologi yang menunjang diagnosis

Osteoarthritis antara lain adanya osteofit pada pinggir sendi, adanya

penyempitan celah sendi, adanya perubahan struktur anatomi sendi, kista

tulang dan peningkatan densitas tulang. Perubahan di atas dipakai

sebagai pedoman oleh Kellgren untuk menentukan gradasi Osteoarthritis:

a. Grade 0: normal atau tidak ada Osteoarthritis

Page 39: Kon Frei

34

b. Grade 1: Osteoarthritis meragukan atau sendi normal, kecuali terdapat

osteofit minimal.

c. Grade 2: Osteoarthritis minimal atau osteofit ada di dua tempat,

sklerosis sub kondral, kista (-), celah sendi baik.

d. Grade 3: Osteoarthritis moderat atau osteofit moderat, deformitas

ujung tulang, celah sendi sempit.

e. Grade 4: Osteoarthritis berat, kondisi yang ditemukan yakni, osteofit

besar, deformitas ujung tulang, sela sendi hilang, terdapat kista,

terdapat sclerosis (Kusumawati, 2003)22

.

Hasil laboratorium yang ikut mendukung yaitu peningkatan jumlah

cairan sendi dan analisis cairan sendi apabila terdapat peradangan hasilnya

akan tidak normal. Pemeriksaan penunjang lainnya yaitu melalui MRI,

atroslopi dan mielografi (Setyawan, 2001).

H. Prognosis

1. Prognosis Ischialgia

Pada kasus Ischialgia progonosis atau tingkat kesembuhannya

tergantung dari penyebab Ischialgia itu sendiri serta rentang timbulnya

gejala, prospek penyembuhan pada kasus Ischialgia bisa menjadi sangat

baik dengan penanganan yang tepat dan bisa juga menjadi kronis apabila

penanganannya kurang tepat. (Koopman, et al, 2003)

2. Prognosis Osteoarthritis Genu

Mengingat bahwa Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif, maka

dapat dimengerti bahwa penyakit ini progesif sesuai dengan usia, namun

apabila diketahui secara dini dan belum menimbulkan deformitas seperti

valgus dan valrus, maka perjalanan penyakit dapat dihambat dengan cara

membuat atau berusaha untuk memperbaiki stabilisasi sendi. Kita ketahui

stabilitas sendi tergantung dari bentuk sendi, ligamen dan kapsula serta

pegangan peranan penting adalah otot. Bentuk sendi, ligamen dan kapsul

tidak dapat dipengaruhi kecuali menjaga agar jangan terlalu mendapat

beban dan stres sedangkan otot dapat diperkuat dengan cara latihan,

sehingga kunci dari stabilitas yang masih bisa dikendalikan adalah

Page 40: Kon Frei

35

mengurangi rasa sakit dan melatih otot agar menjadi kuat (Reksoprodjo,

1990).

Prognosis pada umumnya baik namun jika penyakit sendinya dibagian

pada ekstremitas bawah relatif prognosis lebih buruk karena sendi ini

digunakan untuk berjalan.

I. Penatalaksanaan Fisioterapi pada kasus Ischialgia dan Osteoarthritis genu

1. Pengumpulan Data Identitas Pasien

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan melihat status pasien

ataupun dengan anamnesis. Anamnesis adalah tanya jawab yang dilakukan

terapis kepada pasien untuk mendapatkan informasi tentang identitas dan

perjalanan penyakitnya. Berdasarkan sumber data, anamnesis terbagi

menjadi 2, yaitu :

a. Autonamnesis adalah langsung dari pasien

b. Allonamnesis adalah dari keluarga atau orang lain yang dekat dengan

pasien.

Anamnesis yang akan dilakukan terdiri dari :

a) Identitas Pasien sebagai berikut :

a) Nama Jelas

b) Tempat, Tanggal Lahir

c) Alamat

d) Pendidikan Terakhir

e) Pekerjaan

f) Hobi

g) Diagnosa Fisioterapi

2. Data Riwayat Penyakit

a. KU atau Keluhan Utama : Keluhan utama atau gejala yang

menyebabkan seseorang dibawa ke fisioterapi dan tidak selalu keluhan

yang pertama diucapkan pengantar. Umumnya penderita menceritakan

lokasi atau distribusi nyeri keluhannya. Keluhan utama harus sejalan

dengan kondisi pasien dan kemungkinan diagnosis.

Page 41: Kon Frei

36

b. RPS atau Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat perjalanan penyakit

yang menggambarkan riwayat penyakit secara lengkap dan jelas, yang

berhubungan dengan diagnosis dan keluhan pasien saat ini. Berisikan

proses terjadinya penyakit, lamanya keluhan yang dirasa, sifat keluhan

utama, adanya kelemahan, gangguan sensibilitas, faktor-faktor yang

memperberat, termasuk kemampuan fisik dan fungsional pasien.

c. RPD atau Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit yang pernah

dialami pasien dahulu yang tidak berhubungan dengan diagnosa dan

keluhan pasien saat ini.

d. RPK atau Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit yang

diturunkan dari keluarga pasien atau ada keluarga dengan keadaan yang

sama dengan pasien.

e. RPsi atau Riwayat Psikososial : Riwayat kehidupan pasien di keluarga

dan lingkungannya, meliputi keadaan ekonomi dan keadaan tempat

tinggal.

3. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Umum :

1) Cara datang : Dilihat dari keadaan pasien saat mendatangi terapis,

dirawat untuk pasien rawat inap, mandiri tanpa alat bantu atau

menggunakan alat bantu, membutuhkan bantuan care giver.

2) Kesadaran : Berisikan tentang tingkat kesadaran pasien, terdiri dari

a) Compos Mentis : Kesadaran sehat dan adekuat

b) Apatis : Cuek, ditanya bisa menjawab, tidak ditanya

diam saja.

c) Somnolen : Kesadaran menurun, keadaan mengantuk.

d) Delirium : Kesadaran menurun, peningkatan aktifitas.

e) Sopor : Sudah tidak mengenali lingkungan, dapat

dibangunkan.

f) Soporo Koma : Tidak ada respon rangsang verbal, refleks

seperti kornea, pupil, dll, baik, tidak dapat

dibangunkan.

Page 42: Kon Frei

37

g) Koma : Tidak ada gerakan spontan, tidak ada

jawaban rangsangan nyeri.

3) Koperatif atau tidak koperatif

a) Koperatif : Dapat bekerjasama dalam hal terapi baik

pemeriksaan maupun penatalaksanaan.

b) Tidak koperatif : Pasien tidak mau melakukan instruksi

fisioterapis dan melawan saat melakukan

intervensi dan pemeriksaan.

4) Tensi

Tekanan darah diukur dengan menggunakan sphygmomanometer.

Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum, selama intervensi dan

sesudah dilakukan intervensi fisioterapi. Pengukuran Tekanan Darah

bisa dilakukan pada Arteri Brachialis atau Arteri Poplitea

Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 200317

:

Klasifikasi (JNC7) SBP DBP

mmHg kPa mmHg kPa

Normal 90-119 12-15,9 60-79 8,0-10,5

Prehipertensi 120-139 16,0-18,5 80-89 10,7-11,9

Hipertensi Stage I 140-159 18,7-21,2 90-99 12,0-13,2

Hipertensi Stage II 160 21,3 100

5) Nadi

Menghitung jumlah denyut nadi Os dalam satu menit menggunakan

beberapa jari. Perlu diperhatikan juga irama dari nadinya apakah

teratur atau tidak beraturan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui apakah takikardi atau bradikardi yang merupakan kontra

indikasi untuk dilakukannya latihan. Normalnya:

Normal 70-80x/menit

Bradikardi <60x/menit

Takikardi >100x/menit

Page 43: Kon Frei

38

6) RR atau Respiratory Rate

Jumlah frekuensi pernafasan Os dalam satu menit. Dihitung satu

menit penuh melalui inspeksi atau palpasi.

Dari hasil pemeriksaan diketahui apakah pasien Takipneu yaitu

pernapasan yang cepat, Dispneu yaitu Kesulitan bernapas, Ortopneu

yaitu sulit bernapas bila berbaring dan berkurang bila duduk,

Kussmaul yaitu napas cepat dan dalam.

Frekuensi pernapasan normal per menit (Suroso, 2012)41

.

Umur RR / Menit

Bayi 35-45x/menit

1 Th 25x/menit

Balita 20-25x/menit

10 Th 15-20x/menit

Dewasa 12-20x/menit

Atlet 12-20x/menit

7) Status Gizi

Kesan gizi dilihat dari inspeksi atau penghitungan indeks masa tubuh

yaitu dengan cara berat badan dibagi tinggi badan dalam ukuran

meter yang sudah dikuadratkan.

Untuk mengetahui nilai Index Masa Tubuh ini, dapat dihitung

dengan rumus berikut:

Berat badan (Kg)

IMT = -------------------------------------------------------

[Tinggi badan (m)] 2

Klasifikasi Indeks Masa Tubuh menurut WHO 1998 (Sugondo,

2006)34

:

Klasifikasi IMT (kg/m2)

BB kurang <18,5

Page 44: Kon Frei

39

8) Suhu

Pemeriksaan suhu tubuh dilakukan secara manual untuk mengetahui

apakah Os sedang demam atau tidak seperti afebris, sub febris,

febris. Hal ini untuk mengetahui apakah terapi bisa dilakukan atau

tidak. Untuk mengukur suhu tubuh menggunakan thermometer,

normalnya 36,50C-37,5

0C

b. Pemeriksaan Khusus

Pada pemeriksaan khusus terdiri dari beberapa jenis pemeriksaan yaitu

inspeksi, palpasi, move dan tes khusus.

1) Inspeksi

Merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan cara

melihat:

a) Kondisi umum pasien yang meliputi keadaan umum penderita,

sikap tubuh, ekspresi wajah dan bentuk badan terjadi obesitas

atau tidak

b) Postur pasien, apakah ditemukan perubahan struktur sendi

vertebra deformitas seperti kifosis, hyperlordosis atau skoliosis

c) Pola jalan, apakah ditemukan kelainan atau pola jalan yang tidak

normal atau tidak.

Inspeksi ini ada 2 macam, yaitu secara statis maupun dinamis.

Inspeksi statis adalah dengan melihat keadaan penderita saat

penderita diam, sedangkan inspeksi dinamis adalah melihat

keadaan penderita saat penderita bergerak atau berjalan.

2) Palpasi

Suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan

dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari-jari atau

BB normal 18,5-22,9

BB lebih 23

Preobesitas 23-24,5

Obesitas grade I 25-29,9

Obesitas grade II >30

Page 45: Kon Frei

40

tangan.Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh,

adanya getaran, pergerakan, bentuk, konsistensi, dan ukuran rasa

nyeri tekan dan kelainan dari jaringan atau organ tubuh.Palpasi

merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi untuk

menemukan yang tidak terlihat.

3) Move

Pemeriksaan gerak dasar meliputi sebagai berikut. Pertama,

gerak pasif dimana gerakan dilakukan oleh terapis dan diperoleh

informasi tentang LGS ada tidaknya nyeri dan end feel. Kedua,

gerak aktif dimana pasien menggerakkan sendiri tanpa bantuan

terapis dan diperoleh informasi LGS secara global dan ada tidaknya

nyeri. Ketiga, gerak aktif melawan tahanan, pada pemeriksaan ini

penderita bergerak aktif dan terapis menahan dengan kekuatan

yang sama besarnya sehingga tidak terjadi gerakan, pada kondisi

ini tampak adanya penurunan otot yang diperiksa.

a) Pemeriksaan LGS

Latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya

kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan

masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik

secara aktif ataupun pasif (Arifianto, 2008). LGS dapat juga

diartikan sebagai ruang gerak atau batas-batas gerakan dari

suatu kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah otot

tersebut dapat memendek atau memanjang secara penuh atau

tidak. Dalam praktek fisioterapi, salah satu teknik evaluasi yang

paling sering digunakan untuk mengukur LGS adalah

penggunaan goniometer.

Menurut Potter & Perry, (2005)29

, LGS terdiri dari gerakan

pada persendian sebagai berikut :

Leher, Spina, Serfikal

Gerakan Penjelasan Rentang

Page 46: Kon Frei

41

Fleksi Menggerakan dagu

menempel ke dada,

rentang 45°

Ekstensi Mengembalikan kepala ke

posisi tegak,

rentang 45°

Hiperektensi Menekuk kepala ke belakang

sejauh mungkin,

rentang 40-45°

Fleksi

lateral

Memiringkan kepala sejauh

mungkin sejauh mungkin

kearah setiap bahu,

rentang 40-45°

Rotasi Memutar kepala sejauh

mungkin dalam gerakan

sirkuler,

rentang 180°

Pinggul

G

Gerakan Penjelasan Rentang

F

Fleksi

Mengerakan tungkai ke

depan dan atas,

rentang 90-

120°

E

Ekstensi

Menggerakan kembali ke

samping tungkai yang lain,

rentang 90-

120°

H

Hiperekstensi

Mengerakan tungkai ke

belakang tubuh, rentang 30-50°

A

Abduksi

Menggerakan tungkai ke

samping menjauhi tubuh, rentang 30-50°

A

Adduksi

Mengerakan tungkai

kembali ke posisi media

rentang 30-50°

Page 47: Kon Frei

42

dan melebihi jika mungkin,

R

Rotasi dalam

Memutar kaki dan tungkai

ke arah tungkai lain, rentang 90°

R

Rotasi luar

Memutar kaki dan tungkai

menjauhi tungkai lain, rentang 90°

S

Sirkumduksi

Menggerakan tungkai

melingkar -

Lutut

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Mengerakan tumit ke arah

belakang paha,

rentang 120-

130°

Ekstensi Mengembalikan tungkai

kelantai,

rentang 120-

130°

Rotasi dalam Dalam keadaan tungkai

bawah tergantung dengan

lutut Fleksi 90°, tungkai

digerakkan ke arah dalam

rentang 25°

Rotasi luar Dalam keadaan tungkai

bawah tergantung dengan

lutut Fleksi 90°, tungkai

digerakkan ke arah luar

rentang 10 °

Kaki

Gerakan Penjelasan Rentang

Inversi Memutar telapak kaki ke rentang 10°

Page 48: Kon Frei

43

samping dalam,

Eversi Memutar telapak kaki ke

samping luar, rentang 10°

Plantar fleksi Mendorong kaki ke arah

bawah rentang 50°

Dorsi fleksi Menarik kaki ke arah atas rentang 30°

4) VAS

Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat

nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili

sebagai garis sepanjang 10cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap

centimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka

atau peryataan deskriptif. (Rospond, 2008)

Panjang garis mulai dari titik tidak nyeri sampai titik yang

ditunjuk pasien menunjukkan besarnya nyeri. Pasien diberi

penjelasan, kemudian pasien diminta untuk menunjukkan letak

derajat nyerinya.

5) Manual Muscle Testing

Upaya untuk menentukan kemampuan pasien untuk secara

sadar mengkontraksikan otot tertentu (Hubbard,1996). Hasil

Pengukuran MMT dilihat dari gradasi kekuatan otot yaitu:

5 (Normal) Full ROM, dapat melawan gravitasi,

mampu melawan tahanan kuat

4 (Good) Full ROM, dapat melawan gravitasi,

1 10 10 1 10

Page 49: Kon Frei

44

mampu melawan tahanan ringan

3 (Fair) Full ROM, dapat melawan gravitasi

2(Poor) Full ROM,tdk mampu melawan gravitasi

1(Trace) Terdapat kontraksi, tanpa gerakan sendi

0(Zero) Tidak ada kontraksi

Pada kasus Ischialgia akan terdapat otot-otot yang

berpotensi mengalami gangguan, otot tersebut dipersarafi

nervus ischiadikus yang berasal dari radiks posterior L4 sampai

dengan S3. Otot-otot tersebut terdiri dari yaitu; mm hamstring,

mm quadriceps, m. gluteus medius, m. adduktor magnus, m.

adduktor brevis, m. adduktor longus, m. pectineus, m. gracilis,

m. obturator externur, m. gluteus minimus, m. tensor

fasciallatae, m. sartorius, m. gluteus maximus, m. tibialis

anterior, m. tibialis posterior, m. peroneus longus, m. peroneus

brevis, m. digitorum longus, m. extensor digitorum longus, m.

extensor digitorum brevis, m. extensor hallucis longus, m.

piriformis, m. gastrocnemius, m. soleus.

Pada kasus osteoartirtis kemungkinan akan ada masalah

otot yang timbul seperti spasme pada mm. hamstring dan

kelemahan pada mm. quadricep.

6) Test Khusus

a) Tes Khusus untuk Ischialgia

(1) Straight Leg Raising

Tes Laseque atau Straight Leg Raising Test atau sama

dengan SLRT. Tungkai penderita diangkat secara perlahan

tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°. Positif terjepit saraf

Ischiadicus jika terasa nyeri pada hamstring ≤ 70°. Apabila

tes positif maka kemungkinan besar ada rangsangan dari

satu akar saraf atau lebih dari L4 sampai dengan S2.

Page 50: Kon Frei

45

(2) Tes Bragard

Tes ini merupakan kombinasi dari gerakan untuk tes

SLRT. Tujuannya sama seperti SLRT, yaitu untuk

mengetahui ada atau tidaknya penjepitan di saraf

Ischiadicus. Pada tes Bragard, ditambahkan gerakan

pergelangan kaki penderita ke arah dorsi fleksi. Positif jika

ada nyeri di ≤70°.

(3) Tes Neri

Tes ini merupakan kombinasi dari gerakan untuk tes

SLRT. Tujuannya sama seperti SLRT, yaitu untuk

mengetahui ada atau tidaknya penjepitan di saraf

Gambar 2.5. Straight Leg Raising Test

Sumber : The Examination Guide For The Chiropractic Health

Provider, William Risley, D.C., Marge Risley, R.N., M.A37

Indonesia; 2010.)

)

Gambar. 2.6. Braggard Test

Sumber : Medical Clinics of North America, Volume 93, Issue 2, Pages 477-501

Michael Devereaux) 24

Indonesia; 2010.)

)

Page 51: Kon Frei

46

ischiadicus. Pada tes neri, ditambahkan gerakan leher ke

arah fleksi. Positif jika ada nyeri di ≤70°.

(4) Tes Patrick Sign’s

Patrick Sign’s digunakan untuk mengidentifikasi

apakah nyeri timbul dari sendi sacroilliac, sendi hip atau

lumbal. Tesnya adalah dengan memposisikan sendi hip

semiflexi, abduksi, eksorotasi, dengan knee flexi ± 90°.

(5) Tes Co-patrick

Co-patrick test juga digunakan untuk

mengidentifikasi apakah nyeri timbul dari sendi sacroilliac,

sendi hip atau lumbal. Tesnya adalah dengan memposisikan

Gambar. 2.7. Neri Test

Sumber : de Fysioterapeut Pelgrim & van nugteren10

Gambar. 2.8. Patrick Sign’s

Sumber: (Fred Ashley, 2009)11

Page 52: Kon Frei

47

sendi hip semiflexi, adduksi, internal rotasi dengan fleksi ±

90°.

(6) Tes Gaenslen

Tujuan: Untuk menilai nyeri yang berasal dari sendi

sacroiliac.

Uji Posisi: Supine.

Aplikasi Test: Kaki yang tidak di tes dalam posisi ekstensi,

sementara kaki di tes ditempatkan dalam fleksi maksimal.

Pemeriksa kemudian menempatkan satu tangan pada paha

anterior dari kaki yang tidak diuji dan sisi lain di lutut kaki

diuji untuk menerapkan overpressure fleksi (posisi alternatif

adalah pada paha posterior, proksimal lutut, untuk pasien

yang memiliki patologi lutut). Kaki diperpanjang juga dapat

ditempatkan dari meja untuk menciptakan kekuatan yang

lebih besar. Sebuah tes positif terjadi jika menghasilkan

nyeri pinggang.

Hal penting dalam Test: fungsi uji dengan menekankan

jaringan di sisi posterior panggul dan menciptakan gerakan

pada sendi sacroiliac. Karena akurasi diagnostik rendah tes

ini, itu tidak berguna dalam triangulating nyeri yang berasal

dari sendi sacroiliac. Ini menandakan tes positif muncul

pada pasien dengan pinggul patologi juga. Posisi pinggul

tertekuk ekstrim sering menyakitkan / tidak nyaman untuk

pasien dengan impingment acetabular femoralis atau

disfungsi labral40

.

7) Tes dermatome

Tes dermatome ini dirancang untuk menguji integritas

pendistribusian saraf ke area dermatome di kulit. Prosedur tes

melibatkan penilaian kemampuan pasien untuk merasakan

sensasi sentuhan ringan. Area kulit yang diuji sesuai dengan

pendistribusian akar saraf dermatome. Rangsangan sensasi

sentuhan ringan pada area dermatome berhubungan dengan

Page 53: Kon Frei

48

inervasi akar saraf dan tes dermatome membantu

mengidentifikasi potensi lesi pada tingkat akar saraf. Hasil

postif bila terjadi penururnan atau kehilangan sensasi

sentuhan ringan pada area dermatome yang spesifik (Day,

2009)9.

Gambar 13. Pendistribusian Dermatome

Sumber : (Netter, 2006)26

Page 54: Kon Frei

49

Dalam pemeriksaan dermatome biasanya yang diperiksa

terlebih dahulu adalah sensasi protektif baru diikuti dengan

sensasi diskriminatif. Hal ini disebabkan sensasi protektif

merupakan respon yang lebih sensitif dibandig sensasi

diskriminatif. Jika pemeriksaan menunjukkan adanya

gangguan pada sensasi protektif maka kemungkinan besar

juga akan terjadi gangguan pada sensasi diskriminatif.

Sensasi protektif antara lain, sentuhan ringan, nyeri

superfisial dan temperatur (Pusat Pendidikan Tenaga

Kesehatan, 1994)31

.

8) Tes Tendon Refleks

Tes tendon refleks dirancang untuk menguji integritas

lengkungan refleks. Prosedur tes yakni pengetukan tendon

dari suatu otot yang spesifik dengan reflex hammer. Tes ini

dimulai dari suatu lengkung refleks, yang menghubungkan

saraf afferent dari otot ke medulla spinalis dan kembali lagi

ke otot melalui sebuah serabut saraf pemisah. Hasil dari

suatu rangsang lengkung refleks yakni adanya sentakan

refleks saat tendon otot dipukul dengan reflex hammer.

Secara normal gerak sentakan terjadi ketika pengujian dan

dibandingkan dengan sisi lainnya.

Tidak adanya gerak refleks pada sisi yang terkena dan

adanya gerak sentakan pada sisi yang tidak terkena

memungkinkan adanya penjalaran refleks yang terganggu

sepanjang saraf tepi. Namun, jika refleks yang terjadi pada

sisi yang terkena kurang aktif dibanding sisi yang tidak

terkena, kemungkinan telah terjadi gangguan penjalaran

refleks sebagian. Istilah yang sering digunakan untuk

refleks kurang aktif adalah hypo-reflexia. Jika refleks yang

terjadi lebih aktif mungkin terjadi adanya peningkatan

anxiestas atau adanya lesi upper motor neuron. Istilah yang

Page 55: Kon Frei

50

sering digunakan untuk refleks yang lebih aktif adalah

hyper-reflexia (Day, 2009)9.

Dalam kasus ini tes tendon refleks yang diuji adalah tes

tendon patella dan Achilles

b) Tes Khusus untuk Osteoarthritis Genu

Menurut Buckup, 2004,4 Pemeriksaan khusus ini biasanya

dilakukan apabila dengan pemeriksaan fungsi dasar informasi

yang diperoleh belum jelas (diagnosis belum bisa ditegakkan)

atau perlu tes-tes atau pemeriksaan khusus atau di samping itu

pemeriksaan khusus memang sengaja dilakukan untuk

memeriksa hal-hal yang tidak dapat tercakup oleh pemeriksaan

fungsi dasar, seperti:

1) Pemeriksaan cedera meniscus

a) Apley Distraction and Compression Test (Grinding Test)

Prosedur: Pasien telungkup dengan fleksi lutut 90°.

Fisioterapis memfiksasi paha pasien dengan lutut

fisioterapis. Di posisi ini, fisioterapis merotasikan lutut

pasien secara pasif sementara secara bergantian

mempraktikkan traksi lutut dengan eksternal rotasi, traksi

lutut dengan internal rotasi, kompresi lutut dengan

eksternal rotasi dan kompresi lutut dengan internal rotasi.

Penilaian: Nyeri pada fleksi knee terjadi selama rotasi

tungkai bawah dengan traksi lutut mengarah pada cidera

capsular ligaments (tes traksi positif). Nyeri dengan

kompresi mengarah pada lesi meniscus grinding test

positif.

Krepitasi dapat terjadi dengan menisci cysts. Nyeri

pada internal rotasi mengarah pada cidera lateral meniscus

atau lateral capsule dan atau ligaments. Nyeri pada

eksternal rotasi mengarah pada cidera medial meniscus

atau medial capsule dan/atau ligaments.

Page 56: Kon Frei

51

2) Pemeriksaan Stabilitas Medial dan Lateral Lutut

a) Valgus and Varus Stress Test

Prosedur: Pasien terlentang. Fisioterapis memegang

lutut pasien pada bagian proksimal tibia dengan kedua

tangan mempalpasi joint cavity. Fisioterapis memfiksasi

distal tibia pasien di antara lengan atas dan pinggang

fisioterapis kemudian mempraktikkan valgus and varus

stress test pada lutut. Jari-jari fisioterapis yang lain dapat

mempalpasi apakah ada sendi yang melonggar

(hypermobile joint).

Penilaian: Lateral stability dinilai pada fleksi 20° dan

ekstensi penuh. Ekstensi penuh mencegah bagian lateral

melonggar selama posterior capsule dan posterior

cruciate ligament bekerja, bahkan jika medial collateral

ligament robek. Posisi fleksi 20°, posterior capsule relaks.

Praktekkan valgus stress di posisi ini untuk mengevaluasi

medial collateral ligament sebagai stabilisator utama. Cara

ini juga untuk mengidentifikasi kerusakan alami pada

posteromedial capsular ligaments. Posisi yang berlawanan

yaitu varus stress. Pada fleksi 20°, stabilisator utama

bagian lateral adalah lateral collateral ligament. Anterior

cruciate ligament dan tendon popliteus beraksi sebagai

stabilisator kedua. Ketika tes stabilitas bagian lateral,

fisioterapis memeriksa derajat kelonggaran sendi dan

kualitas end point.

3) Pemeriksaan Lesi Anterior Cruciate Ligament dan Kapsul

Sendi Bagian Lateral Lachman Test atau Laci Sorong

Anterior

Prosedur: Pasien terlentang dengan lutut fleksi 15°-30°.

Fisioterapis memegang tungkai bawah bagian proksimal

dan menggerakkannya ke depan.

Page 57: Kon Frei

52

Penilaian: Bila terjadi gerakan berlebihan/nyeri berarti

hasil tes positif.

4) Pemeriksaan Lesi Posterior Cruciate Ligamen Posterior

Lachman Test (Laci Sorong Posterior)

Prosedur: Pasien terlentang dengan lutut fleksi 15°-30°.

Fisioterapis memegang tungkai bawah bagian proksimal dan

menggerakkannya ke belakang.

Penilaian: Bila terjadi gerakan berlebihan/nyeri berarti hasil

tes positif.

5) Pemeriksaan Cairan di bawah os Patella

a) Tes Ballotement

Prosedur: Pasien tidur terlentang di atas bed. Terapis

mempalpasi persendian lutut, tangan yang satu menekan

os patella sejenak lalu dilepaskan kembali.

Penilaian: Apabila ada cairan hidrops subpatella yang

cukup banyak, maka beradunya os patella dengan

condylus femoris dapat dirasakan oleh jari. Bilamana

cairan hidrops subpatella tidak banyak, maka

ballottement tidak dapat diperoleh. Pada kondisi

osteoartritis genu apabila terdapat hidrops subpatella,

maka cairan dapat dipindahkan sehingga terkumpul di

dalam bursa suprapatellaris.

6) Tes Sensasi

Prosedur teting terdiri dari dua komponen yaitu:

1. Aplikasi stimulus

2. Respon/jawaban terhadap stimulus

Selama pemeriksaan maka data yang dikumpulkan harus

meliputi

1. Tipe sensasi yang terkena

2. Kuantitas atau derajat kerussakan/gangguan

3. Lokalisasi

4. Perasaan subyektif penderita terhadap perubahan yang dialami.

Page 58: Kon Frei

53

a) Sensasi Permukaanatau Diskriminasi tajam dan tumpul

Tes dengan menggunakan peniti dan paper clip, tusukan

ujung tajam dan ujung tumpul secara random atau tempat

rangsangan jangan terlalu dekat. Dengan tekanan yang ringan

dan sama. Hati-hati dengan tajam jangan menusuk kulit.

Respon pasien menjawab setiap rangsangan sebagai tajam,

tumpul, atau tidak terasa.

Dalam pemeriksaan fungsi sensorik diperlukan suatu

pemeriksaan yang akurat tentang status sensorik pasien agar

dapat disusun suatu rencana dan tujuan yang sesuai.

b) Raba ringan

Tes Raba ringan menggunakan kapas atau tissue, caranya

dengan menyentuh atau mengusap. Respon pasien mengenai

rangsangan dengan menjawab ya atau tidak.

c) Raba Tekan

Tes menggunakan ibu jari atau ujung jari terapis menekan

permukaan kulit pasien, tekanan ini harus cukup menekan

kulit untuk merangsang reseptor dalam. Respon pasien

mengenai rangsangan dengan jawaban ya atau tidak.

4. Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang

Berisikan tentang data penunjang seperti radiologi seperti rontgent

thoraks, bone scanning, MRI, FEES dan CT Scan, yang dapat membantu

fisioterapis dalam menegakkan diagnosa fisioterapis.

5. Problematik fisioterapi

a. Permasalahan prioritas

1) Pada kasus Ischialgia

Pelayanan fisioterapi pada kasus Ischialgia dapat dilakukan

menurut masalah yang didapat dalam assesment dan pemeriksaan

pada pasien. Urutan masalah fisioterapi yaitu nyeri gerak pada pada

fleksi, ekstensi, lateral fleksi kanan, lateral fleksi kiri, rotasi kanan,

dan rotasi kiri lumbal, nyeri tekan dan spasme pada mm.

Page 59: Kon Frei

54

paralumbal dan m. hamstring sinistra, kelemahan m. quadriceps

sinistra, keterbatasan gerak pada ekstensi, lateral fleksi kanan,

lateral fleksi kiri, rotasi kanan, dan rotasi kiri lumbal, serta postur

skoliosis dan hiperkifosis thorakal.

2) Pada kasus Osteoarthritis Genu

Pelayanan fisioterapi pada kasus Osteoarthritis Genu dapat

dilakukan menurut masalah yang didapat dalam assessment dan

pemeriksaan pada pasien. Urutan masalah fisioterapi yaitu nyeri

gerak pada fleksi dan ekstensi knee sinistra, nyeri tekan nyeri gerak

fleksi dan ekstensi knee sinistra, spasme m. harmstring sinistra,

postur yang abnormal.

b. Diagnosis Fisioterapi

1) Pada kasus Ischialgia

Diagnosa fisioterapi ditegakkan dari pemeriksaan dan

evaluasi yang menyatakan hasil dari proses pertimbangan atau

pemikiran klinis dapat berupa pernyataan disfungsi gerak, dapat

meliputi kategori kelemahan, limitasi fungsi kemampuan atau

ketidakmampuan atau syndrome atau gejala-gejala lainnya.

2) Pada kasus Osteoarthritis Genu

Diagnosa fisioterapi ditegakkan dari pemeriksaan dan

evaluasi yang menyatakan hasil dari proses pertimbangan atau

pemikiran klinis dapat berupa pernyataan disfungsi gerak, dapat

meliputi kategori kelemahan, limitasi fungsi kemampuan atau

ketidakmampuan atau syndrome atau gejala-gejala lainnya.

6. Program penatalaksanaan Fisioterapi

a. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik

Pengumpulan data program ini didapat dari status yang dirujuk

oleh dokter Rehabilitasi Medik pada fisioterapi.

b. Tujuan pelaksanaan terapi latihan

1) Tujuan jangka pendek

Page 60: Kon Frei

55

Tujuan yang akan dicapai oleh pasien setelah diberikan intervensi oleh

fisioterapi.

2) Tujuan jangka panjang

Tujuan yang akan dicapai, biasanya dengan mencapai perkembangan

yang belum bisa saat ini atau untuk mengoptimalkan fungsi organ dan

mencegah perburukan.

c. Metode pemberian fisioterapi

Berisikan tentang modalitas alternatif dan modalitas terpilih.

Modalitas alternatif adalah semua modalitas yang telah tersedia dan bisa

digunakan untuk problematik yang ditemukan dalam kasus. Sedangkan

modalitas terpilih adalah modalitas yang dipilih dan digunakan dalam

pelaksanaan terapi. Terapi yang akan diberikan kepada pasien sesuai

dengan jenis latihan, metoda dari latihannya, dosis latihannya seperti

frekuensi latihan, intensitas yang diberikan serta durasi latihan yang

diberikan kepada pasien serta keterangan atau fungsi latihan yang

diberikan.

d. Uraian tindakan fisioterapi

1) Intervensi Ischialgia

Dalam menangani pasien dengan masalah Ischialgia, Fisioterapis

memberikan intervensi terapi modalitas dan terapi latihan dengan

metode William Back Exercise.

a) Williams Back Flexion Excercise

(1) Pengertian William Back Excercise

William Back Flexion Exercise adalah adalah suatu

latihan yang ditujukan pada otot fleksor lumbosacral spine

khususnya m. abdominalis dan gluteus maximus

(William.P, 1974). Latihan fleksi Williams juga disebut

latihan Williams fleksi lumbal atau Latihan Williams, adalah

seperangkat atau sistem latihan fisik yang terkait

dimaksudkan untuk meningkatkan fleksi lumbal, hindari

ekstensi lumbal, dan memperkuat otot-otot perut dan

Page 61: Kon Frei

56

glutealis dalam upaya untuk mengelola nyeri punggung

bawah non-pembedahan.

Sistem ini pertama kali dirancang pada tahun 1937 oleh

Dr Paul C. Williams (1900-1978)39

, seorang ahli bedah

ortopedi di Dallas. Latihan william flexi telah menjadi

landasan dalam pengelolaan nyeri punggung bawah selama

bertahun-tahun untuk mengobati berbagai masalah

punggung, terlepas dari diagnosis atau keluhan utama.

Dalam banyak kasus, latihan ini digunakan ketika penyebab

gangguan atau karakteristik yang tidak sepenuhnya

dipahami oleh dokter atau ahli terapi fisik. Fisioterapi

sering mengajarkan latihan-latihan dengan modifikasi

sendiri.

b) Pelaksanaan dari Willian Back Flexion Exercise :

(1) Pelvic Tilt

Pasien tidur terlentang dengan lutut fleksi dan kaki

dirapatkan di bed. Lalu kontraksikan otot punggung dengan

menekan bed selama 5 detik, kemudian rileks.

Gambar 2.9. Pelvic Tilt (Fred Ashley (2009).

Sumber : Physical signs in medicine and surgery : an atlas of

rare, lost and forgotten physical signs : includes a collection of

extraordinary papers in medicine, surgery and the scientific

method. [Ocala, FL]: Museum Press. pp. 177)11

(2) Single Knee To Chest

Berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan kaki

datar di lantai. Perlahan tarik lutut kanan ke arah bahu

Page 62: Kon Frei

57

Anda dan tahan 5 sampai 10 detik. Turunkan lutut dan

ulangi dengan lutut lainnya.

(3) Double Knee To Chest

Berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan kaki datar di

lantai. Tarik lutut kanan ke dada, tarik lutut kiri ke dada

dan memegang kedua lutut selama 5 sampai 10 detik.

Perlahan-lahan menurunkan kaki satu demi satu.

(4) Partial Sit – Up

Lakukan Pelvic Tilt, sambil dalam posisi ini,

perlahan-lahan menggulung kepala dan bahu dari lantai.

Tahan sebentar. Kembali perlahan-lahan ke posisi awal.

Gambar 2.11. Double knee to chest

Sumber : http://spinalstenosis.org/blog/about/33

Gambar 2.10. Single knee to chest

Sumber : Fred Ashley, 200911

Page 63: Kon Frei

58

c) Indikasi

(1) Hyperlordosis Lumbal

(2) Kelemahan otot-otot gluteal

(3) Kelemahan otot Rectus Abdominis

(4) Nyeri punggung bawah non pembedahan

d) Kontraindikasi

(1) Pasca operasi pembedahan

(2) Saat nyeri timbul

Pada kasus ini William Back Excercise diberikan untuk

mengulur otot-otot extensor trunk dan menguatkan otot-otot

flexor trunk.

Dalam menangani pasien dengan masalah Osteoarthritis

Genu Fisioterapis memberikan intervensi terapi modalitas dan

terapi latihan dengan metode Quadriceps Setting Exercise.

1) Quadriceps Setting Exercise

Penguatan otot quadriceps dengan latihan isometrik yang

dilakukan pada posisi supine atau long-sitting dengan ekstensi lutut

atau fleksi dengan derajat minimal tapi tidak hiperekstensi.

Biasanya ditaruh bantalan kecil atau gulungan handuk di bawah

lutut sebagai acuan kontraksi. Intruksikan pasien untuk mendorong

lutut ke bawah menekan bantalan atau handuk tersebut sehingga

otot paha tegang dan menarik patella ke atas. Lalu fisioterapis

Gambar 2.12. Partial Sit Up

Sumber : http://anthonycangialosi.blogspot.com/2010_08_01_archive.html6

Page 64: Kon Frei

59

menginstruksikan pasien untuk menahan sekitar 2 hingga 3 detik

setiap kontraksi sebagai periode permulaan. Kemudian secara

bertahap ditingkatkan (Sutarto, 2010)36

.

2) Infra Red Radiation

Menurut John & Rees, 2000, sinar Infra Red atau infra

merah yaitu pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang

gelombang 7.700-4.000.000 A. Selain Infra Red yang digunakan

untuk pengobatan yaitu pancaran gelombang elektromagnetik

dengan panjang gelombang yang pendek (7.700-12.000 A).

a) Klasifikasi Infra Red

Klasifikasi Infra Red dapat dibagi menjadi dua, yaitu

(1) Berdasarkan panjang gelombang

Gelombang panjang atau non penetrating, sinar

infra merah dengan panjang gelombang 12.000-150.000

A. Daya penetrasi sinar ini hanya sampai lapisan

superficial epidermis atau sekitar 0,5 mm.

Gelombang pendek atau penetrating, sinar infra

merah dengan panjang gelombang 7.700-12.000 A. Daya

penetrating ini lebih dalam dari gelombang panjang, yaitu

sampai jaringan subkutan kira-kira dapat mempengaruhi

secara langsung terhadap pambuluh darah kapiler,

pembuluh limpe, ujung-ujung saraf dan jaringan lain

dibawah kulit.

(2) Berdasarkan tipe

Sinar infra merah dapat dibedakan menjadi , tipe A

dengan panjang gelombang 780-1.500 mm atau penetrasi

dalam, tipe B dengan panjang gelombang 1.500-3.000 mm

atau penetrasi dangkal dan tipe C dengan panjang

gelombang 3.000-±10.000 mm atau penetrasinya dangkal.

b) Generator

Generator pada infra merah dapat digolongkan menjadi dua

jenis yaitu:

Page 65: Kon Frei

60

(1) Non Luminous

Generator non luminous hanya mengandung sinar

infra merah saja. Generator non luminous akan

memproduksi sinar infra merah dengan panjang gelombang

7.700-150.000 A. Pengobatan dengan infra merah generator

non luminous disebut infra red radiation.

(2) Luminous

Pada generator luminous mengandung sinar infra

merah, sinar visible dan ultra violet tetapi mengandung infra

merah lebih banyak. Panjang gelombang yang dihasilkan

oleh generator luminous berkisar antara 3.500 – 40.000 A.

Pengobatan dengan infra merah generator luminous disebut

radian heating.

Pada kondisi Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra, jenis

generator yang digunakan adalah generator luminous.

c) Efek Fisiologis

Pengaruh fisiologis sinar infra merah jika diabsorbsi oleh

kulit, maka panas akan timbul pada tempat dimana sinar

tersebut diabsorbsi. Sinar infra merah yang mempunyai

panjang gelombang pendek (7.700-12.000 A) penetrasinya

pada lapisan dermis atau sampai kebawah kulit, sedangkan

panjang gelombang panjang (diatas 12.000 A) penetrasinya

hanya sampai superficial epidermis. Dengan adanya panas ini

temperatur naik dan pengaruh-pengaruh lain terjadi,

diantaranya yaitu :

(1) Meningkatkan proses metabolisme

Suatu reaksi kimia akan dipercepat dengan adanya panas

atau kenaikan temperatur akibat pemanasan. Proses

metabolisme yang terjadi pada lapisan superficial pada

kulit akan meningkat sehingga pemberian oksigen dan

nutrisi kepada jaringan menjadi lebih baik, begitu juga

pengeluaran sampah-sampah sisa metabolisme.

Page 66: Kon Frei

61

(2) Vasodilatasi pembuluh darah

Dilatasi pembuluh darah kapiler dan arteriol akan terjadi

segera setelah penyinaran, sehingga kulit akan tampak

kemerah-merahan tetapi tidak merata yang disebut

erythema, hal ini disebabkan oleh adanya energi panas

yang diterima ujung-ujung saraf sensorik yang

mempengaruhi mekanisme pengaturan panas sehingga

vasomotor mengadakan reaksi dengan pelebaran

pembuluh darah sehingga sejumlah panas dapat diratakan

keseluruh jaringan lewat sirkulasi darah. Dengan sirkulasi

darah yang meningkat maka pemberian nutrisi dan

oksigen kepada jaringan akan ditingkatkan sehingga

antibodi dalam jaringan akan meningkat.

(3) Pigmentasi

Penyinaran yang berulang-ulang dengan infra merah dapat

menimbulkan pigmentasi pada tempat yang disinari. Hal

tersebut disebabkan oleh karena adanya kerusakan pada

sebagian sel-sel darah merah tersebut.

(4) Pengaruh terhadap urat saraf sensoris

Pemanasan yang ringan mempunyai pengaruh sedatif

terhadap ujung-ujung saraf sensorik, sedang pemanasan

yang lebih akan menimbulkan iritasi.

(5) Pengaruh terhadap jaringan otot

Kenaikan temperatur disamping membantu terjadinya

rileksasi juga akan meningkatkan kemampuan otot untuk

berkontraksi.

(6) Destruksi jaringan

Penyinaran yang diberikan menaikan temperatur yang

cukup tinggi sehingga menyebabkan kerusakan kulit

akibat luka bakar yang terjadi.

Page 67: Kon Frei

62

(7) Menaikkan temperatur tubuh

Hal ini terjadi karena penyinaran akan memanasi darah

dan jaringan yang berada didaerah superficial kulit, panas

ini kemudian akan diteruskan ke seluruh tubuh.

(8) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat

Pengaruh rangsangan saraf yang dibawah ujung-ujung

saraf sensorik dapat mengaktifkan kerja kelenjar, didaerah

yang diberikan penyinaran.

d) Efek Terapeutik

(1) Mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri

Penyinaran infra merah dapat menurunkan rasa

nyeri yang ditimbulkan karena adanya timbunan sisa-sisa

hasil metabolisme yang disebut zat “P” yang menumpuk di

jaringan. Dengan pemberian sinar infra merah akan

memperlancar sirkulasi darah, sehingga zat “P” juga akan

ikut terbuang dan rasa nyeri akan berkurang atau hilang.

(2) Rileksasi otot

Rileksasi akan mudah dicapai jika jaringan otot

dalam keadaan hangat dan rasa nyeri tidak ada. Radiasi

infra merah selain mengurangi nyeri juga dapat menaikan

suhu tubuh, sehingga spasme otot akan menjadi rileks.

(3) Meningkatkan suplai darah

Kenaikan temperatur akan menimbulkan

vasodilatasi yang akan menyebabkan terjadinya

peningkatan darah ke jaringan setempat.

(4) Menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme

Penyinaran didaerah yang luas akan mengakibatkan

grandula gudoifera atau kelenjar keringat di seluruh

badan, sehingga akan meningkatkan pembuangan sisa-sisa

metabolisme melalui keringat.

e) Indikasi dan Kontra Indikasi

(1) Indikasi sinar infra red

Page 68: Kon Frei

63

Indikasi dari penyinaran infra red atau infra merah

adalah kondisi peradangan setelah sub akut kontusio,

muscle strain, muscle sprain, trauma sinovitis, penyakit

arthritis seperti rheumatoid arthritis, osteoarthritis,

myalgia, lumbago, neuralgia dan neuritis, gangguan

sirkulasi, penyakit kulit, post fraktur dengan internal fixasi,

persiapan latihan dan massage.

(2) Kontra indikasi

Kondisi yang tidak dapat diberikan sinar infra

merah adalah daerah dengan insufisiensi pada darah,

gangguan sensibilitas kulit, dan adanya kecenderungan

terjadinya perdarahan.

f) Bahaya pemberian sinar Infra Red Radiation

Hal-hal yang dapat timbul apabila penyinaran tidak sesuai

adalah keadaan yang dapat membahayakan pasien diantaranya

yaitu luka bakar pada saat atau setelah penyinaran, headache

atau pusing, chill atau menggigil, pingsan atau tidak sadar

secara tiba-tiba dan kerusakan pada mata.

Page 69: Kon Frei

64

UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM VOKASI

BIDANG STUDI KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FORMULIR FISIOTERAPI

Nama fisioterapi : Sudibyo, SMPh Peminatan : Ft. Komprehensif

Nama dokter : dr. Dindin H. G. SpRM Ruangan : Poli Fisioterapi

Nomer Registrasi : 618498 Tanggal Pemeriksaan: 14/02/2013

I. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN (S)

Nama Inisial : Tn. Dj

Tempat & tgl lahir : Cirebon, 13 Juni 1944 (69th)

Alamat : Plered - Cirebon

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Pensiunan Polisi

Hobi : Jalan - jalan

Diagnosa Medik : Ischialgia dan Osteoarthritis Genu Sinistra

II. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S) (Auto

Anamnesis)

KU : Nyeri pada pinggang dan lutut kiri.

RPS : Juni 2009 os tersandung batu dan jatuh berlutut dengan kaki

kiri. 5 bulan kemudian, os mengeluh sakit pada lutut kiri saat

berjalan jauh, naik tangga, jongkok, sholat, bangun dari duduk.

Os berobat ke dokter umum seminggu kemudian. Os diberi

obat nyeri dan kemudian dirujuk ke RSUD Gunung Jati untuk

penatalaksanaan lebih lanjut. November 2009 os berobat ke

poli penyakit dalam dan diminta untuk melakukan ronsen.

Januari 2010, os dirujuk ke dokter rehab medik dan kemudian

dirujuk untuk melakukan fisioterapi. Juni 2010, pinggang os

menjadi nyeri ketika membungkuk setelah membawa beban

Page 70: Kon Frei

65

berat. Nyeri muncul bila os duduk lama ataupun berdiri lama.

Nyeri mereda dengan berbaring di kasur. Kemudian os periksa

ke dokter rehab medik RSUD Gunung Jati sekaligus konsul

masalah lututnya. Kemudian os menjalani fisioterapi untuk

lutut dan pinggangnya. Os rutin menjalani fisioterapi 2 kali

seminggu. Saat ini os menggunakan knee decker, korset, dan

quadripod.

RPD : - Hipertensi tidak ada

- Diabetes mellitus tidak ada

- Penyakit jantung tidak ada

RPK : - Hipertensi tidak ada

- Diabetes mellitus tidak ada

- Penyakit jantung tidak ada

RPSi : - Seorang suami dengan 4 orang anak dan 8 cucu.

- Sehari-hari masih menyetir mobil.

- Aktivitas sehari-hari di rumah mobilisasi dengan quadripod.

III. PEMERIKSAAN (O)

a. Pemeriksaan Umum

1) Cara Datang : Mandiri dengan alat bantu quadripod.

2) Kesadaran : Compos Mentis

3) Koperatif

4) Tensi 130/70 mmHg

5) Lingkar kepala tidak diukur

6) Nadi 79 x/menit

7) RR 19 x/menit

8) Status Gizi : TB : 166 cm

BB : 68 kg

IMT : 24,7

Kesan : normal

9) Suhu : Afebris

Page 71: Kon Frei

66

b. Pemeriksaan Khusus

1) Inspeksi

a) Secara Dinamis

Pola Jalan : antalgic gait

b) Secara Statis

(1) Postur

dari depan : Posisi bahu asimetris, kanan lebih

tinggi.

Posisi SIAS simetris.

dari samping : Tampak forward head.

Hiperkifosis thorakal.

Hip semifleksi.

Knee semifleksi.

dari belakang : Posisi bahu asimetris, kanan lebih

tinggi.

Posisi scapula asimetris, kanan lebih

naik daripada kiri.

Skoliosis tipe C, kurva ke arah kiri.

(2) Kemerahan : negatif pada lumbal dan genu.

(3) Oedem : negatif pada lumbal dan genu .

(4) Deformitas : skoliosis dan hiperkifosis thorakal genu

varus sinistra.

(5) Menggunakan quadripod, korset, dan knee decker.

2) Palpasi

a) Nyeri tekan positif pada mm. paralumbal, VAS 7 dan pada

m. hamstring sinistra VAS 7

b) Spasme positif pada mm. paralumbal m. hamstring sinistra.

c) Oedema

Negatif pada mm. paralumbal.

Negatif pada m. hamstring sinistra.

d) Suhu lokal

Afebris pada area mm. paralumbal.

Page 72: Kon Frei

67

Afebris pada genu sinistra

3) Move

Pada kasus Ischialgia dan Osteroarthritis Genu Sinistra, tes

gerakan atau move yang dilakukan, yakni

a) Pemeriksaan Fungsi Motorik

(1) ROM

No. Regio Gerakan

ROM VAS ROM

Normal

KET Aktif Pasif

Dx Sin Dx Sin Dx Sin ROM

terbatas

karena

nyeri

1.

Lumbal Fleksi 0-80o - 5 0-80°

Ekstensi 0-15o - 6 0-30°

Lateral

Fleksi 0-10

o 0-5

o - - 7 7

0-30

Rotasi 0-30o 0-40

o - - 6 6 -

2. Knee Fleksi 0-135o 0-135

o - - - 2 0-135°

Ekstensi 0o 0

o - - - 2 0-135°

(2) MMT

NO Regio Gerakan MMT

KET Dx Sin

1.

Lumbal Fleksi 3 MMT tidak valid

karena ada nyeri Ekstensi 4

Lateral

Fleksi 4 4

Rotasi 4 4

2. Knee Fleksi 5 4

Nyeri ketika

digerakkan

Ekstensi 5 4

Nyeri ketika

digerakan

Page 73: Kon Frei

68

b) Tes khusus

a) Pada Lumbal

Jenis Test Dextra Sinistra

SLR (<70o

| < 700) - -

Braggard - -

Neri - -

Patrick - -

Co-Patrick - -

b) Pada Genu Sinistra

Jenis Test Dextra Sinistra

Varus - -

Valgus - -

Laci Sorong Anterior - -

Laci Sorong Posterior - -

Ballotement - -

Krepitasi - +

c) Tes Refleks

Tes refleks dilakukan untuk mendukung penegakan adanya

Ischialgia.

Reflek Fisiologis Dextra Sinistra

Patella Hyporefleks Hyporefleks

Tendon achilles Ada Ada

d) Pemeriksaan Fungsi Sensoris

Area

Sensasi

Raba Halus Raba Kasar Tajam Tumpul

Dx Sin Dx Sin Dx Sin Dx Sin

L1 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

L2 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

L3 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Page 74: Kon Frei

69

L4 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

L5 100% 100% 100% 100% 100% 90% 100% 100%

S1 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

IV. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN

PENUNJANG

Rognten (10 Desember 2012) : Spondylolistesis regio L1-2

Rontgen genu (31 Januari 2013) :

a. Kedudukan genu baik spurs di eminentia intercondilare dan patella.

b. Sela sendi baik.

c. Kesan: Osteoarthritis Genu Sinistra

V. 1. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN

PRIORITAS

a. Nyeri gerak pada pada fleksi, ekstensi, lateral fleksi kanan,

lateral fleksi kiri, rotasi kanan, dan rotasi kiri lumbal, serta fleksi

dan ekstensi knee sinistra.

b. Nyeri tekan pada mm. paralumbal dan m. hamstring sinistra.

c. Spasme pada mm. paralumbal dan m. hamstring sinistra.

d. Keterbatasan gerak pada ekstensi, lateral fleksi kanan, lateral

fleksi kiri, rotasi kanan, dan rotasi kiri lumbal.

e. Kelemahan pada m.flexor trunk, m.ekstensor trunk, m. internal

oblique , m.eksternal oblique dan m. quadriceps sinistra

f. Oedem pada genu sinistra

g. Postur skoliosis

h. Postur hiperkifosis thoracal

i. Genu varus sinistra

2. DIAGNOSA FISIOTERAPI

Adanya gangguan gerak dan fungsional karena adanya nyeri gerak pada

pada fleksi, ekstensi, lateral fleksi kanan, lateral fleksi kiri, rotasi kanan,

dan rotasi kiri lumbal, nyeri tekan pada mm. paralumbal, spasme pada

Page 75: Kon Frei

70

mm. paralumbal, keterbatasan gerak pada ekstensi, lateral fleksi kanan,

lateral fleksi kiri, rotasi kanan, dan rotasi kiri lumbal, kelemahan pada

m.flexor trunk, m.ekstensor trunk, m. internal oblique , m.eksternal

oblique, postur skoliosis dan hiperkifosis thoracal terkait dengan

Ischialgia et causa. Spondylolistesis L1-2

Adanya gangguan gerak dan fungsional berjalan karena adanya nyeri

gerak pada fleksi dan ekstensi knee sinistra, nyeri tekan dan spasme

pada m. hamstring sinistra, kelemahan m. quadriceps sinistra, oedem

pada genu sinistra, genu varus sinistra, terkait Osteoarthritis genu

sinistra.

VI. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P)

1. Pengumpulan Data Program Fisioterapi dari Dokter Rehab Medik

2. Tujuan

a. Tujuan Jangka Pendek

1) Mengurangi nyeri gerak pada pada fleksi, ekstensi, lateral fleksi

kanan, lateral fleksi kiri, rotasi kanan, dan rotasi kiri lumbal,

serta fleksi dan ekstensi knee sinistra.

2) Mengurangi nyeri tekan pada mm. paralumbal dan m. hamstring

sinistra.

3) Mengurangi spasme pada mm. paralumbal dan m. hamstring

sinistra.

4) Meningkatkan Lingkup Gerak sendi pada ekstensi, lateral fleksi

kanan, lateral fleksi kiri, rotasi kanan, dan rotasi kiri lumbal.

5) Meningkatkan kekuatan m. quadriceps sinistra

6) Mengurangi oedem pada genu sinistra

7) Koreksi postur skoliosis

8) Koreksi postur hiperkifosis thoracal

9) Mencegah deformitas genu varus sinistra lebih lanjut

b. Tujuan Jangka Panjang

ADL optimal tanpa keluhan.

Page 76: Kon Frei

71

3. Metode Pemberian Fisioterapi

No. Jenis Metoda Dosis Keterangan

1. Modalitas

IRR (regio

lumbal dan

genu

sinistra)

Luminious I= jarak 40 cm

D= 20 menit

F= 2x/minggu

- Rileksasi otot

- Mengurangi

nyeri

2. Excercise

Quadriceps

Setting

Excercise

I= 10 x repetisi

D= 10 menit

F= 3x/hari

- Memelihara

kekuatan otot

quadriceps

Stretching m.

hamstring

sinistra

I= 10 x repetisi

D= 10 menit

F= 2x/minggu

- Mengurangi

spasme m.

hamstring sinistra

William Back

Excercise

I= 10 x repetisi

D= 10 menit

F= 3x/hari

- Mengulur m.

paralumbal

- Mengurangi

spasme m.

paralumbal

Strengthening

m.quadriceps

dan m.

hamstring

I= 10 x repetisi

D= 10 menit

F= 2x/minggu

Menguatkan

kekuatan m.

quadriceps dan

hamstring

Correct Posture I= 10 x repetisi

D= 10 menit

F= 3x/hari

- Mengoreksi

postur

hiperkifosis dan

Page 77: Kon Frei

72

skoliosis

4. Uraian Tindakan Fisioterapi

a. Modalitas Infra Red

1) Persiapan Alat :

a) Peralatan harus di grounded

b) Tidak menggunakan kabel listrik yang rusak

c) Semua steker dan kabel penghubung harus kencang

d) Bola lampu harus bekerja dengan aman dan terkunci pada

posisinya

e) Reflektor lampu harus bersih dan bebas debu

f) Tabir yang melapisi reflektor harus aman

2) Persiapan Pasien :

a) Pasien harus ditempatkan dengan nyaman dalam posisi

relaksasi disesuaikan dengan area yang akan diterapi.

b) Perhatikan kontraindikasi pemakaian alat.

c) Periksa area yang akan diterapi, kulit harus bersih dan kering

dan tes sensibilitas.

d) Bebaskan area terapi dari pakaian dan benda lain seperti metal.

e) Atur jarak antara elektrode dengan area terapi 35 – 45 cm.

3) Penatalaksanaan :

a) Beritahu pasien untuk tidak menyentuh kabel atau bagian lain

dari peralatan.

b) Jelaskan sensasi yang dirasakan, sensasi panas harus nyaman

dan tidak terlalu panas.

c) Arahkan lampu dengan reflektor tegak lurus terhadap area

terapi, dengan jarak antara lampu dengan area terapi

d) Untuk pasien yang terlalu sensitif, jarak dapat ditingkatkan

e) Atur waktu 15 menit

f) Nyalakan lampu

g) Intensitas lampu di cek setiap lima menit sekali dengan cara

Page 78: Kon Frei

73

(1) Observasi hubungan lampu dengan area terapi

(2) Tempatkan tangan di area terapi

h) Tanya pasien nyaman atau tidak

b. Quadricep Setting Excercise

Posisi OS : Terlentang di bed

Posisi terapis: Di samping OS

Tatalaksana : Terapis meletakkan tangan terapis di bawah lutut kiri

os. Instruksikan os untuk menekan lutut os. Tahan 6

hitungan dan diulangi 10 kali.

c. Stretching m. Hamstring Sinistra

Posisi OS : Terlentang di bed

Posisi terapis: Di samping OS

Tatalaksana : Terapis menginstruksikan os untuk angkat tungkai kiri

os dengan knee ekstensi. Tahan 6 hitungan, ulangi

sampai 10 kali.

d. William Back Excercise

Posisi OS : Terlentang di bed

Posisi terapis: Di samping OS

Tatalaksana : Os terlentang kemudian terapis meletakkan tangan

terapis di bawah pinggang os. Kemudian instruksikan

os untuk menekan tangan os dengan pinggangnya.

Tahan selama 6 hitungan, kemudian ulangi 10 kali.

Os terlentang kemudian instruksikan os memfleksikan

lutut dan hip tungkai kanan os sampai full LGS. Os

juga menekan menekan pinggangnya ke bawah seperti

sebelumnya. Tahan selama 6 hitungan, kemudian

ulangi 10 kali. Kemudian ganti tungkai kiri.

Os terlentang kemudian instruksikan os memfleksikan

lutut dan hip kedua tungkai os sampai full LGS dan

ditambah fleksi leher. Os juga menekan menekan

Page 79: Kon Frei

74

pinggangnya ke bawah seperti sebelumnya. Tahan

selama 6 hitungan, kemudian ulangi 10 kali.

e. Strengthening

Posisi OS : Duduk di tepi bed

Posisi terapis : Di samping OS

Tatalaksana : Os duduk di tepi bed dengan tungkai bawah

terjuntai. Handling terapis di distal tungkai bawah

os. Instruksikan os untuk mengekstensikan knee dan

terapis memberikan tahanan. Ulangi sampai 10 kali.

f. Correct Posture

Posisi OS : Berdiri

Posisi terapis : Di samping OS

Tatalaksana : Instruksikan os untuk menggerakkan shoulder kiri

ke arah abduksi sampai full ROM. Fiksasi terapis

pada pinggang sebelah kanan dan handling pada

punggung atas sebelah kiri os. Instruksikan os untuk

menggerakkan pinggang ke arah lateral fleksi kanan

dan terapis memberikan dorongan sampai full ROM.

Tahan 6 hitungan dan ulangi sampai 10 kali.

Os untuk berdiri bersandar di tembok dan

menghadap cermin. Instruksikan os untuk

menempelkan kepala, bahu, punggung, pantat, dan

tumit ke tembok. Juga ditambah dengan

mensejajarkan posisi bahu. Tahan selama 6 hitungan

dan ulangi sampai 10 kali.

5. Program Untuk di Rumah

1. Lakukan latihan yang telah diberikan oleh terapis

2. Hindari gerakan membungkuk berlebihan.

3. Berdiri dengan punggung bersandar pada dinding, tekan tumit-

pantat-bahu dan kepala pada dinding.

4. Berenang

Page 80: Kon Frei

75

5. Menjaga berat badan

6. Kompres air hangat pada pinggang dan lutut kiri

7. Mengurangi jalan lama.

8. Hindari naik dan turun tangga serta berdiri lama.

9. Memakai knee decker selama beraktifitas

10. Os dianjurkan untuk tidak menyetir kendaraan lagi dan lebih

banyak istirahat di rumah

VII. EVALUASI

1. Evaluasi pertama 19 Februari 2013

S : Os merasa lebih baik setelah diterapi

O : Pola jalan antalgic gait dengan alat bantu quadripod, postur

kifosis, genu varus, spasme m. hamstring dan mm. paralumbal,

nyeri gerak di lumbal dan lutut, gangguan postur.

Tensi : 130/90

Nadi : 87x/menit

RR : 19x/menit

Hasil Pengukuran ROM

No. Regio Gerakan

ROM VAS ROM

Normal

KET Aktif Pasif

Dx Sin Dx Sin Dx Sin ROM

terbatas

karena

nyeri

1.

Lumbal Fleksi 0-80o - 4 0-80°

Ekstensi 0-15o - 4 0-30°

Lateral

Fleksi 0-10

o 0-5

o - - 6 6

0-30

Rotasi 0-30o 0-40

o - - 5 5 -

2. Knee Fleksi 0-135o 0-135

o - - - 2 0-135°

Ekstensi 0o 0

o - - - 2 0-135°

Hasil Pengukuran MMT

NO Regio Gerakan MMT KET

Page 81: Kon Frei

76

Dx Sin

1.

Lumbal Fleksi 3 MMT tidak valid

karena ada nyeri Ekstensi 4

Lateral

Fleksi 4 4

Rotasi 4 4

2. Knee Fleksi 5 4

Nyeri ketika

digerakkan

Ekstensi 5 4

Nyeri ketika

digerakan

Tes Refleks

Reflek Fisiologis Dextra Sinistra

Patella Hyporefleks Hyporefleks

Tendon achilles Ada Ada

Tes Sensibilitas

Masih terdapat defisit sensoris pada lateral tungkai bawah sinistra

sebesar 10%

A : Adanya gangguan gerak dan fungsional karena adanya nyeri

gerak pada fleksi, ekstensi, lateral fleksi kanan, lateral fleksi kiri,

rotasi kanan, dan rotasi kiri lumbal, nyeri tekan dan spasme pada

mm. paralumbal, dan m. hamstring sinistra, keterbatasan gerak

pada, lateral fleksi kanan, lateral fleksi kiri, rotasi kanan, dan

rotasi kiri lumbal, serta postur skoliosis dan hiperkifosis terkait

Ischialgia et causa Spondylolistesis L1-2.

Adanya gangguan gerak dan fungsional berjalan karena adanya

nyeri gerak pada fleksi dan ekstensi knee sinistra, nyeri tekan dan

spasme pada m. hamstring sinistra, serta genu varus sinistra

terkait Osteoarthritis Genu Sinistra.

P : Infra Red Radiation dan exercise

Page 82: Kon Frei

77

2. Evaluasi kedua tanggal 21 Februari 2013

S : Os merasa lebih berkurang nyerinya setelah diterapi, namun kembali

sakit setelah melakukan banyak aktivitas

O : Pola jalan antalgic gait, postur kifosis, genu varus, spasme m.

hamstring dan mm. paralumbal, nyeri gerak di lumbal dan lutut,

gangguan postur, krepitasi.

Tensi : 120/80

Nadi : 84 x/menit

RR : 19 x/menit

Hasil Pengukuran ROM

No. Regio Gerakan

ROM VAS ROM

Normal

KET Aktif Pasif

Dx Sin Dx Sin Dx Sin ROM

terbatas

karena

nyeri

1.

Lumbal Fleksi 0-80o - 5 0-80°

Ekstensi 0-15o - 5 0-30°

Lateral

Fleksi 0-10

o 0-5

o - - 6 6

0-30

Rotasi 0-30o 0-40

o - - 5 5 -

2. Knee Fleksi 0-135o 0-135

o - - - 2 0-135°

Ekstensi 0o 0

o - - - 2 0-135°

Hasil Pengukuran MMT

NO Regio Gerakan MMT

KET Dx Sin

1.

Lumbal Fleksi 3 MMT tidak valid

karena ada nyeri Ekstensi 4

Lateral

Fleksi 4 4

Rotasi 4 4

Page 83: Kon Frei

78

2. Knee Fleksi 5 4

Nyeri ketika

digerakkan

Ekstensi 5 4

Nyeri ketika

digerakan

Tes Refleks

Reflek Fisiologis Dextra Sinistra

Patella Hyporefleks Hyporefleks

Tendon achilles Ada Ada

Tes Sensibilitas

Masih terdapat defisit sensoris pada lateral tungkai bawah sinistra

sebesar 10%

A : Adanya gangguan gerak dan fungsional karena adanya nyeri gerak

pada fleksi, ekstensi, lateral fleksi kanan, lateral fleksi kiri, rotasi

kanan, dan rotasi kiri lumbal, nyeri tekan dan spasme pada mm.

paralumbal, dan m. hamstring sinistra, keterbatasan gerak pada ,

lateral fleksi kanan, lateral fleksi kiri, rotasi kanan, dan rotasi kiri

lumbal, serta postur skoliosis dan hiperkifosis terkait Ischialgia et

causa Spondylolistesis L1-2.

Adanya gangguan gerak dan fungsional berjalan karena adanya nyeri

gerak pada fleksi dan ekstensi knee sinistra, nyeri tekan dan spasme

pada m. hamstring sinistra, serta genu varus sinistra terkait

Osteoarthritis Genu Sinistra.

P : Infra Red Radiation dan exercise

3. Evaluasi ketiga tanggal 26 Februari 2013

S : Os merasa lebih berkurang nyerinya setelah diterapi.

O : Pola jalan antalgic gait, postur kifosis, genu varus, spasme mm.

paralumbal, nyeri gerak di lumbal dan lutut, gangguan postur,

krepitasi.

Tensi : 120/80

Page 84: Kon Frei

79

Nadi : 84 x/menit

RR : 18 X/menit

Hasil Pengukuran ROM

No. Regio Gerakan

ROM VAS ROM

Normal

KET Aktif Pasif

Dx Sin Dx Sin Dx Sin ROM

terbatas

karena

nyeri

1.

Lumbal Fleksi 0-80o - 4 0-80°

Ekstensi 0-15o - 4 0-30°

Lateral

Fleksi 0-10

o 0-5

o - - 5 5

0-30

Rotasi 0-30o 0-40

o - - 4 4 -

2. Knee Fleksi 0-135o 0-135

o - - - 2 0-135°

Ekstensi 0o 0

o - - - 2 0-135°

Hasil Pengukuran MMT

NO Regio Gerakan MMT

KET Dx Sin

1.

Lumbal Fleksi 3 MMT tidak valid

karena ada nyeri Ekstensi 4

Lateral

Fleksi 4 4

Rotasi 4 4

2. Knee Fleksi 5 4

Nyeri ketika

digerakkan

Ekstensi 5 4

Nyeri ketika

digerakan

Tes Refleks

Reflek Fisiologis Dextra Sinistra

Patella Hyporefleks Hyporefleks

Tendon achilles Ada Ada

Page 85: Kon Frei

80

Tes Sensibilitas

Masih terdapat defisit sensoris pada lateral tungkai bawah sinistra

sebesar 10%

A : Adanya gangguan gerak dan fungsional karena adanya nyeri gerak

pada fleksi, ekstensi, lateral fleksi kanan, lateral fleksi kiri, rotasi

kanan, dan rotasi kiri lumbal, nyeri tekan dan spasme pada mm.

paralumbal, dan m. hamstring sinistra, keterbatasan gerak pada ,

lateral fleksi kanan, lateral fleksi kiri, rotasi kanan, dan rotasi kiri

lumbal, serta postur skoliosis dan hiperkifosis terkait Ischialgia et

causa Spondylolistesis L1-2.

Adanya gangguan gerak dan fungsional berjalan karena adanya nyeri

gerak pada fleksi dan ekstensi knee sinistra, nyeri tekan dan spasme

pada m. hamstring sinistra, serta genu varus sinistra terkait

Osteoarthritis Genu Sinistra.

P : Infra Red Radiation dan exercise

4. Evaluasi keempat tanggal 28 Februari 2013

S : Os merasa lebih berkurang nyerinya setelah diterapi, namun kembali

sakit setelah melakuka banyak aktivitas

O : Pola jalan antalgic gait, postur kifosis, genu varus, nyeri gerak di

lumbal dan lutut, gangguan postur, krepitasi.

Tensi : 110/70

Nadi : 84 x/menit

RR : 21 x/menit

Hasil Pengukuran ROM

No. Regio Gerakan

ROM VAS ROM

Normal

KET Aktif Pasif

Dx Sin Dx Sin Dx Sin ROM

terbatas 1. Lumbal Fleksi 0-80o - 4 0-80°

Page 86: Kon Frei

81

Ekstensi 0-15o - 4 0-30° karena

nyeri Lateral

Fleksi 0-10

o 0-5

o - - 5 5

0-30

Rotasi 0-30o 0-40

o - - 4 4 -

2. Knee Fleksi 0-135o 0-135

o - - - 2 0-135°

Ekstensi 0o 0

o - - - 2 0-135°

Hasil Pengukuran MMT

NO Regio Gerakan MMT

KET Dx Sin

1.

Lumbal Fleksi 3 MMT tidak valid

karena ada nyeri Ekstensi 4

Lateral

Fleksi 4 4

Rotasi 4 4

2. Knee Fleksi 5 4

Nyeri ketika

digerakkan

Ekstensi 5 4

Nyeri ketika

digerakan

Tes Refleks

Reflek Fisiologis Dextra Sinistra

Patella Hyporefleks Hyporefleks

Tendon achilles Ada Ada

Tes Sensibilitas

Masih terdapat defisit sensoris pada lateral tungkai bawah sinistra

sebesar 10%

Page 87: Kon Frei

82

A : Adanya gangguan gerak dan fungsional karena adanya nyeri gerak

pada fleksi, ekstensi, lateral fleksi kanan, lateral fleksi kiri, rotasi

kanan, dan rotasi kiri lumbal, nyeri tekan dan spasme pada mm.

paralumbal, dan m. hamstring sinistra, keterbatasan gerak pada ,

lateral fleksi kanan, lateral fleksi kiri, rotasi kanan, dan rotasi kiri

lumbal, serta posture skoliosis dan hiperkifosis terkait Ischialgia et

causa Spondylolistesis L1-2.

Adanya gangguan gerak dan fungsional berjalan karena adanya nyeri

gerak pada fleksi dan ekstensi knee sinistra, nyeri tekan dan spasme

pada m. hamstring sinistra, serta genu varus sinistra terkait

Osteoarthritis Genu Sinistra.

P : Infra Red Radiation dan exercise

Page 88: Kon Frei

83

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ischialgia yaitu suatu kondisi dimana saraf Ischiadicus yang

mempersarafi daerah bokong sampai kaki terjepit, dalam kasus itu yang

terjepit adalah Saraf Ischiadicus sebelah kanan ataupun sebelah kiri yang

menimbulkan rasa nyeri.

Ischialgia disebabkan oleh proyeksi tidak teratur pada tulang, atau

pembengkakan disebabkan persendian yang keseleo. Ischialgia dapat

disembuhkan dengan menggunakan obat-obatan seperti analgetik. Fisioterapi

membantu dalam hal mengurangi nyeri, perlengketan otot dan gangguan-

gangguan lain terkait Ischialgia.

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang

karakteristiknya dengan menipisnya rawan sendi atau kartilago secara

progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada trabekula

subkondral dan terbentuknya rawan sendi dan tulang baru pada tepi sendi atau

osteofit.

Dari uraian bab-bab sebelumnya mengenai Ischialgia dan

Osteoarthritis dan penatalaksanaanya dengan modalitas terpilih dan terapi

latihan yang terdiri dari William Back Exercise dan Quadriceps Setting

Exercise ternyata Ischialgia dan Osteoarthritis sangat diperlukan perhatian

yang khusus dan tidak dapat dianggap ringan, karena bila kedua penyakit ini

tidak ditangani dengan intensif maka akan memperberat keadaan pasien

dengan mengalami kemunduran fungsi sehingga dapat mengganggu kualitas

hidup dari pasien itu sendiri.

Penatalaksanaan fisioterapi pada kedua kasus ini sangat besar

pengaruhnya terhadap kondisi Ischialgia dan Osteoarthritis yaitu dapat

membantu mencegah dan menangani permasalahan berupa:

a. Mengurangi nyeri pada lutut dan pada pinggang

b. Meningkatkan lingkup gerak sendi yan g terbatas

c. Meningkatkan kekuatan otot

Page 89: Kon Frei

84

d. Mengurangi spasme pada otot

e. Mengoptimalkan aktifitas fungsi sehari-hari dari pasien.

Dapat disimpulkan, pasien dengan kasus Ischialgia dan Ostheoartritis

Genu Sinistra telah diberikan terapi sebanyak 4 kali dengan latihan William

Back Exercise dan Quadriceps Setting Exercise dan modalitas Infra Red

Radiation, diperoleh hasil dari evaluasi terakhir berupa penurunan nyeri gerak

pada fleksi dan ekstensi lumbal dari nilai VAS awal masing-masing menjadi

4. Untuk nilai VAS lateral fleksi lumbal kiri dan kanan juga mengalami

penurunan menjadi 5. Sedangkan untuk gerakan rotasi lumbal kanan dan kiri

turun menjadi 4.

Pada akhirnya, suatu proses fisioterapi tidak hanya dapat dilihat dari

hasil akhir evaluasi itu dicapai. Yang tidak kalah pentingnya bagaimana

proses pencapaian hasil tersebut belum terlaksana sebagaimana mestinya,

maka konsekuensi yang harus dihadapi adalah hasil yang kurang optimal.

Tetapi jika proses pencapaian hasil sudah diupayakan semaksimal mungkin,

namun hasil akhir evaluasi masih belum menunjukan hasil seperti yang

diharapkan mungkin kondisi dan situasi yang belum memungkinkan. Dalam

hal ini fisioterapi diharapkan dapat membantu pasien dalam mempertahankan

kualitas hidupnya.

B. Saran

Mengingat bahwa Ischialgia dan Osteoartritis merupakan penyakit

degenerasi yang biasanya dijumpai terutama pada orang-orang di atas umur

40 tahun, maka hendaknya penanganan atau pencegahan harus dilakukan

sejak dini. Saran yang dapat penulis kemukakan di sini adalah sebagai

berikut:

1. Saran bagi pasien, agar biasa lebih hati-hati dalam beraktivitas

khususnya yang banyak menggunakan sendi lutut dan pinggang,

pasien diminta memakai decker dan korset terutama pada saat

beraktivitas bila terasa nyeri sebaiknya di kompres dengan air hangat

selain menjalani terapi yang teratur, latihan di rumah juga lebih baik

Page 90: Kon Frei

85

dalam menentukan keberhasilan pasien dan kesabarannya juga

diperlukan untuk mendapatkan hasil dari pasien yang diinginkan.

2. Kepada masyarakat, hendaknya tetap menjaga kesehatan dan

kebugaran melalui aktivitas yang seimbang dan apabila merasakan

nyeri yang berkelanjutan pada sendi dengan disertai atau tanpa adanya

rasa kaku dan menjalar, hendaknya segera diperiksakan ke dokter atau

tim medis lain.

3. Kepada pemerintah, kami menghimbau agar pelayanan fisioterapi

pada tingkat pusat pelayanan masyarakat ditingkat bawah lebih

ditingkatkan, sehingga masyarakat dapat memperoleh pelayanan

fisioterapi dengan peralatan yang memadai. Akhirnya, walaupun

penyakit ischialgia dan osteoartritis ini bersifat progresif seiring

dengan usia dan tidak dapat dihambat, namun demikian upaya tim

media dalam hal ini fisioterapis sedapat mungkin pasien

mempertahankan kualitas hidup pasien dengan tetap melakukan

aktivitas sehari-hari tanpa ketergantungan dari orang lain.

Page 91: Kon Frei

86

Daftar Pustaka

1. Aswin, S.. 1989. Struktur Sendi dan Patofisiologi. Jakarta: PT. Penebar

Swadaya.

2. Bonnin M. Osteoathritis of The Knee: Surgical Treatment. Paris: Springer;

2008.

3. Brandit KD. 1993. Osteoarthritis A. Epidemiology, pathology and

pathogenesis. In: Schumacher HR, Klippel JH et al (ads). Primer

on the Rheumatic Diseases. 10th

ed. Atlanta: Arthritis Foundation:

184-8

4. Buckup K. 2004. Clinical Tests for the Musculoskeletal System. New

York: Stuttgart.

5. Cailiet, R., 2004, Low Back Pain Syndrome; second edition. FA Davis

Company. Philadelphia

6. Cangialosi, Anthony. 2010. Physical Education/Health department. Kean

University.(online)

http://anthonycangialosi.blogspot.com/2010_08_01_archive.html

7. Chambat P. Osteoarthritis of The Knee. Paris: Springer; 2008.

8. Corolla, H., RN. Human Anatomy and Physiology. United States of

America: William & Wilkins. 1990.

9. Day, Richard., John Fox, Graeme Paul Taylor. 2009. Neuro-

Musculoskeletal Clinical Tests. A Clinician’s Guide.

Philadelphia: Elsevier Limited.

10. De Fysioterapeut Pelgrim & van nugteren (2010). (online)

http://www.pelgrimenvannugteren.nl/fysiotherapie diunduh 25

Desember 2012, 02:15.

11. Fred Ashley (2009). Physical signs in medicine and surgery : an atlas of

rare, lost and forgotten physical signs : includes a collection of

extraordinary papers in medicine, surgery and the scientific

method. [Ocala, FL]: Museum Press. pp. 177

12. Fred Ashley. 2009. Physical signs in medicine and surgery : an atlas of

rare, lost and forgotten physical signs : includes a collection of

Page 92: Kon Frei

87

extraordinary papers in medicine, surgery and the scientific

method. [Ocala, FL]: Museum Press. pp. 177

13. Furqonita D. Mata Ajar Perkuliahan Anatomi Tubuh Manusia Program

Studi Fisioterapi Universitas Indonesia. Depok: Vokasi Universitas

Indonesia; 2010.

14. http://www.bone.co.id

15. http://www.physiopaed.de/Nervensya

16. Husada, Prasetyo. Tematologi. Surakarta : Akedemi Fisioterapi Depkes RI

1996

17. JNC-7. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Pressure. JAMA 289:2560-2571.

18. John, Low. Ann Rees. 2000. Electrotheraphy Explained Priciples and

Practice, Third Edition. London England: FA Davis.

19. Kapandji, I. A. (1990). The Physiologi of Joints. Volume Three,

ChurchillLivingstone, USA.Kisner, Carolyn. (1996).

20. Kapandji, LA,. 2004, The physiology of joint, volume three, chruchill

living stone, USA

21. Kuntono HP. 2011. Nyeri Secara Umum dan Osteo Arthritis Lutut dari

Aspek Fisioterapi. Surakarta: Muhammadyah University Press.

22. Kusumawati, K. (2003) Pengaruh Latihan Isotonik dengan EN-TREE

Terhadap Pengurangan Nyeri dan Perbaikan Kapasitas Fungsional

pada OA Lutut, Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran:

Universitas Indonesia.

23. Mansjoer Arif et al. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius; 2007.

24. Medical Clinics of North America, Volume 93, Issue 2, Pages 477-501

Michael Devereaux

25. Sidharta, Priguna. (1984). Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian

Rakyat.Jakarta.

26. Netter, Frank H.. 2006. Atlas of Human Anatomy, 4th edition. New

Orleans LA: Saunders.

Page 93: Kon Frei

88

27. Parjoto, S.. 2002. Assessment Fisioterapi Pada Osteoartritis Sendi Lutut.

Semarang: TITAFI XV.

28. Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta :

PT. Gramedia

29. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. Buku Ajar Fundamental

Keperawatan, Edisi 4. 2006. Jakarta: EGC

30. Priguna, S. 1998. Sakit Neuromuculoskeletal dalam Praktek Umum.

Jakarta: PT. Dian Rakyat.

31. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI. 1994. Dokumentasi

Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi (DP3FT). Surakarta:

Depkes RI.

32. Sidharta, Priguna. 1999. Sakit Neuromuskuloskeletal. Jakarta: PT Dian

Rakyat.

33. Spinal stenosis.org, 14 Agustus 2010. (online),

http://spinalstenosis.org/blog/about/

34. Sugondo, S. 2006. Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi 4. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

35. suprihatin, guharja. Pengembangan sumber daya keluarga. Jakarta : BPK

Gunung Mulia, 1993, hal 137.

36. Sutarto R. 2010. Mata Ajar Perkuliahan Fisioterapi Muskuloskeletal

Program Studi Fisioterapi Universitas Indonesia. Depok: Vokasi

Universitas Indonesia.

37. William Risley. The Examination Guide For The Chiropractic Health

Provider. pages 1-150

38. Williams P. 1955. Examination and conservative treatment for disc

lesions of the lower spine. Clinical Orthopaedics and Related

Research 528-40.

39. Williams, Paul C. 1974. Low Back and Neck Pain: Causes and

Conservative Treatment, Ed 3. Springfield: Charles C Thomas. 78.

40. (http://www.thestudentphysicaltherapist.com)

41. Suroso. 2012. Pemeriksaan kardiopulmonal. 17 Februari 2012.

Page 94: Kon Frei

89