komunikator politik wanita di indonesia

24
1 Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK KOMUNIKATOR POLITIK PEREMPUAN DI INDONESIA Bab I Pendahuluan Budaya politik di tanah air selama ini masih belum memberikan diskursus yang positif. Ini dikarenakan posisi dan peran tradisional perempuan di ranah domestik lebih kuat tertanam dalam masyarakat dibandingkan posisi dan kedudukan perempuan di ranah publik, khususnya di bidang politik. Politik identik dengan laki-laki. Opini publik terhadap eksistensi perempuan di dunia politik masih kurang mendukung. Perilaku memilih para pemilih perempuan terhadap calon pemimpin perempuan belum kuat. Budaya dan agama yang menguatkan dogma laki-laki adalah imam menjadikan para pemilih perempuan enggan memilih kaumnya. Women’s roles often reflected similar stereotypes about femininity. Over the years, the dominant roles for women have been as mother/homemaker or sexual object (Croteau & Hoynes, 1997: 159). Demikian kuatnya konstruksi ini sehingga di media massa perempuan selalu dikaitkan dengan isu-isu domestiknya. Menurut Bystrom (Subiakti & Ida, 2012: 159) media massa dianggap sering mengambarkan politisi perempuan memiliki masalah atau dikaitkan dengan isu-isu domestik berkaitan dnegan perilaku anak dan suaminya. Namun uniknya media tidak melakukan hal seperti ini terhadap politisi laki-laki. Media massa juga membuat gambaran yang salah terhadap perempuan. Teknik pengambilan gambar di televisi, picth suara di stasiun radio, bahkan saat kampanye di lapangan luas terkadang perempuan tidak diuntungkan dalam pengaturan suara. Televisions camera shots are more likely to feature women’s entire bodies while more often showing men in close-ups of only their

Upload: roro-wulan

Post on 27-Nov-2015

211 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

komunikasi politik, peranan perempuan dalam politik, kondisi perpolitikan, marginalisasi calon legislatif perempuan, mute group theory

TRANSCRIPT

Page 1: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

1Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

KOMUNIKATOR POLITIK PEREMPUAN DI INDONESIA

Bab IPendahuluan

Budaya politik di tanah air selama ini masih belum memberikan diskursus yang

positif. Ini dikarenakan posisi dan peran tradisional perempuan di ranah domestik lebih

kuat tertanam dalam masyarakat dibandingkan posisi dan kedudukan perempuan di

ranah publik, khususnya di bidang politik. Politik identik dengan laki-laki. Opini publik

terhadap eksistensi perempuan di dunia politik masih kurang mendukung. Perilaku

memilih para pemilih perempuan terhadap calon pemimpin perempuan belum kuat.

Budaya dan agama yang menguatkan dogma laki-laki adalah imam menjadikan para

pemilih perempuan enggan memilih kaumnya. Women’s roles often reflected similar

stereotypes about femininity. Over the years, the dominant roles for women have been

as mother/homemaker or sexual object (Croteau & Hoynes, 1997: 159). Demikian

kuatnya konstruksi ini sehingga di media massa perempuan selalu dikaitkan dengan

isu-isu domestiknya. Menurut Bystrom (Subiakti & Ida, 2012: 159) media massa

dianggap sering mengambarkan politisi perempuan memiliki masalah atau dikaitkan

dengan isu-isu domestik berkaitan dnegan perilaku anak dan suaminya. Namun uniknya

media tidak melakukan hal seperti ini terhadap politisi laki-laki.

Media massa juga membuat gambaran yang salah terhadap perempuan. Teknik

pengambilan gambar di televisi, picth suara di stasiun radio, bahkan saat kampanye di

lapangan luas terkadang perempuan tidak diuntungkan dalam pengaturan suara.

Televisions camera shots are more likely to feature women’s entire bodies while more

often showing men in close-ups of only their faces (Croteau & Hoynes, 1997: 159).

Ketidaksetaraan ini terbentuk karena konstruksi yang dibentuk oleh laki-laki. Misalnya

politisi perempuan akan dinilai dari pakaian, sepatu, make-up, model rambut seperti

yang pernah terjadi pada Angelina Sondakh. Di sisi lain keberhasilan perempuan di

kancah politik lebih ditekankan karena mereka memiliki laki-laki yang kuat yang

mengkonstruksi kehadiran mereka di ranah publik. Bagaimana pun juga ketika Hillary

Clinton maju menjadi kandidat presiden orang lebih melihat dia sebagai nyonya

Page 2: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

2Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

Clinton. Inequality that women still face in society as a whole is clearly reflected in the

unequal treatment women receive in the media (Croteau & Hoynes, 1997: 159).

Di sisi lain Berger & Luckmann (Bungin, 2008: 212) menyatakan bahwa

konstruksi sosial itu dibangun oleh individu dan masyarakat secara dialektika.

Konstruksi sosial yang dimaksud adalah sebuah proses eksternalisasi, objektivasi dan

internalisasi yang terjadi antara individu di dalam masyarakat. Ketiga proses di atas

terjadi secara simultan membentuk dialektika, serta menghasilkan realitas sosial berupa

pengetahuan umum, konsep, kesadaran umum dan wacana publik. Kemajuan yang

dicapai oleh para perempuan komunikator politik ini tidak lepas dari kemauan

perempuan untuk mempelajari bahasa laki-laki yang lebih akrab didengar oleh

masyarakat. Seringkali perempuan calon legislatif tidak memiliki kemampuan public

speaking yang baik. Mereka terkesan malu-malu sehingga kurang mampu meyakinkan

para pemilihnya. Potensi perempuan sebagai komunikator politik perlu digarap.

Sebetulnya para perempuan tidak mampu berkomunikasi di depan khalayak karena

ketidakmampuan mengungkapkan dirinya secara pribadi, harapan dan keinginannya.

Kebanyakan perempuan lebih memilih kata-kata yang santun dan tidak menyela

ataupun menyerang pihak lain. Namun disisi lain perempuan cenderung didefinisikan

menurut hubungna mereka dengan kaum pria (Kramarae, Henley & Thorne, 1983).

Seperti dalam konsep konstruksi sosial yang dimaksud oleh Berger &

Luckmann (Bungin, 2008: 213), apabila diterapkan melalui media televisi, maka

kekuatan konstruksi sosial akan berlipat ganda, dan mempermudah kepentingan-

kepentingan tertentu untuk menggunakannya sebagai alat hegemoni. Di media massa

perempuan selalu dikaitkan dengan tampilan yang lembut keibuan dan legitimasi akan

kasih. Croteau & Hoynes, (1997: 151) menyatakan bahwa “women also appeared to

succeed through talent, enterprise, hardwork, and intelegence. But commonly cited

along with these attributes were emotion, luck, togetherness and family. Language is

never neutral”.

Citra perempuan di media seperti dijelaskan oleh Tomagola (Bungin, 2008: 122)

selain citra pilar, citra pinggan, citra pergaulan, ada citra maskulin sebagai bentuk

stereotipe laki-laki dalam realitas sosial nyata. Di televisi laki-laki dipertontonkan

sebagai sosok jantan, tangkas, ulet, berani, teguh dalam pendirian, pelindung dan

perkasa. Sementara wanita selain konsep kelembutan, keibuan, sumber informasi dan

Page 3: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

3Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

legitimasi, tulang punggung keluarga dan pendamping suami. Perempuan digambarkan

dengan seksualitas, daya tarik seks, menarik perhatian, merendahkan lawan jenis, dan

gairah seks. Bahkan dalam kampanye politik konsep ini masih sering nampak. Sehingga

muncullah fenomena artis menjadi politisi karbitan. Misalnya Nurul Arifin yang

terkenal dalam film-film sitkom Warkop Dono, Kasino, Indro saat ini menjadi politisi

yang duduk di DPR RI. Kalau kita tarik ke belakang akan nampak bahwa Nurul sangat

seksi sebagai bintang film. Faktor itu pulalah yang menarik massa sehingga

membawanya ke ranah politik. Sungguh sangat disayangkan jika gambaran politisi

perempuan di media massa sedemikian timpang. Gambaran itu tentunya akan

mempengaruhi opini publik yang beredar di masyarkat.

Page 4: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

4Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

BAB IIANALISIS PERMASALAHAN

a. PENGERTIAN KOMUNIKASI POLITIK

Seperti definisi politik dan komunikasi itu sendiri, dalam definisi komunikasi

politik juga terdapat keberagaman. Dan Nimmo mendefinisikan komunikasi politik

sebagai kegiatan komunikasi yang berdasarkan konsekuensi-konsekuensinya (aktual

maupun potensial) yang mengatur perbuatan manusia di dalam kondisi-kondisi konflik.

Definisi ini menggunakan pendekatan konflik, dan biasanya meliputi hubungan antar

partai politik, antar pemerintah atau antar bangsa yang berhubungan dengan bidang

politik. Menurut Lasswell komunikasi politik mencakup : pesan politik, persuasi atau

ajakan politik, media politik, khalayak politik dan dampak politik. Deliar Noer dikutip

The Liang Gie (Efriza, 2008: 9) menyatakan Ilmu Politik sebagai suatu ilmu

pengetahuan kemasyarakatan mempelajari masalah kekuasaan dalam masyarakat: sikat-

hakikatnya, dasar landasannya, proses kelangsungannya, luas lingkungannya serta hasil

akibatnya. Kekuasaan sebagai konsep fundamentaldari Ilmu Politik tidaklah semata-

mata identik dengan kekuatan memaksa. Roelofs (Sumarno & Suhandi, 1993)

mendefinisikan komunikasi politik sebagai komunikasi yang materi pesan-pesan berisi

politik yang mencakup masalah kekuasaan dan penempatan pada lembaga-lembaga

kekuasaan (lembaga otoritatif). Definisi ini menggunakan pendekatan kekuasaan dan

kelembagaan (baca: pandangan politik). Secara sederhana dapat disimpulkan

komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan

pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan,

pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu

terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa

dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”.

Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah

dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan

seterusnya. Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan

sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak

berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian

komunikasi politik terutama jika kondisi pemerintahan seperti di Indonesia yang sangat

rawan. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar soal kenaikan BBM,

Page 5: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

5Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk

menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat

persetujuan DPR.

b. PENGERTIAN KOMUNIKATOR POLITIK

Meskipun setiap orang boleh berkomunikasi tentang politik, namun yang

melakukannya secara tetap dan berkesinambungan jumlahnya relatif sedikit. Walaupun

sedikit, para komunikator politik ini memainkan peran sosial yang utama, terutama

dalam proses opini publik. Dan Nimmo (1989) mengklasifikasikan komunikator utama

dalam politik sebagai berikut: politikus; professional; dan aktivis.

1. Politikus

Politikus adalah orang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan

pemerintah, tidak peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, dan tidak

mengindahkan apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudukatif. Daniel Katz

(Nimmo, 1989) membedakan politikus ke dalam dua hal yang berbeda berkenaan

dengan sumber kejuangan kepentingan politikus pada proses politik. Yaitu: politikus

ideolog (negarawan); serta politikus partisan.

a). Politikus ideolog adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih

memperjuangkan kepentingan bersama/publik. Mereka tidak begitu terpusat

perhatiannya kepada mendesakkan tuntutan seorang langganan atau kelompoknya.

Mereka lebih menyibukkan dirinya untuk menetapkan tujuan kebijakan yang lebih luas,

mengusahkan reformasi, bahkan mendukung perubahan revolusioner-jika hal ini

mendatangkan kebaikan lebih bagi bangsa dan negara.

b). Politikus partisan adalah orang-orang yang dalam proses politik lebih

memperjuangan kepentingan seorang langganan atau kelompoknya.

Dengan demikian, politikus utama yang bertindak sebagai komunikator politik

yang menentukan dalam pemerintah Indonesia adalah: para pejabat eksekutif (presiden,

menteri, gubernur, dsb.); para pejabat eksekutif (ketua MPR, Ketua DPR/DPD, Ketua

Fraksi, Anggota DPR/DPD, dsb.); para pejabat yudikatif (Ketua/anggota Mahkamah

Agung, Ketua/anggota Mahkamah Konstitusi, Jaksa Agung, jaksa, dsb.).

Page 6: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

6Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

2. Profesional

Profesional adalah orang-orang yang mencari nafkahnya dengan berkomunikasi,

karena keahliannya berkomunikasi. Komunikator profesional adalah peranan sosial

yang relatif baru, suatu hasil sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya

mempunyai dua dimensi utama: munculnya media massa; dan perkembangan serta

merta media khusus (seperti majalah untuk khalayak khusus, stasiun radio, dsb.) yang

menciptakan publik baru untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan. Baik media

massa maupun media khusus mengandalkan pembentukan dan pengelolaan lambang-

lambang dan khalayak khusus. Di sini masuklah komunikator profesional ”yang

mengendalikan keterampilan yang khas dalam mengolah simbol-simbol dan yang

memanfaatkan keterampilan ini untuk menempa mata rantai yang menghubungkan

orang-orang yang jelas perbedaannya atau kelompok-kelompok yang dibedakan”.

James Carey (Nimmo, 1989) mengatakan bahwa komunikator profesional

adalah makelar simbol, orang yang menerjemahkan sikap, pengetahuan, dan minat

suatu komunitas bahasa ke dalam istilah-istilah komunitas bahasa yang lain ang berbeda

tetapi menarik dan dapat dimengerti. Komunikator profesional beroperasi (menjalankan

kegiatannya) di bawah desakan atau tuntutan yang, di satu pihak, dibebabankan oleh

khalayak akhir dan, di lain pihak , oleh sumber asal. Seperti politikus yang dapat

dibedakan politikus ideolog dan partisan, profesional mencakup para jurnalis pada satu

sisi, dan para promotor pada sisi lain.

a). Jurnalis : Kita membicarakan jurnalis sebagai siapun yang berkaitan dengan

media berita dalam pengumpulan, persiapan, penyajian, dan penyerahan laporan

mengenai peristiwa-peristiwa. Ini meliputi reporter yang bekerja pada koran, majalah,

radio, televisi, atay media lain; koordinator berita televisi; penerbit; pengarah berita;

eksekutif stasiun atau jaringan televisi dan radio; dan sebagainya. Sebagai komunikator

profesional, jurnalis secara khas adalah karyawan organisasi berita yang

menghubungkan sumber berita dengan khalayak. Mereka bisa mengatur para politikus

untuk berbicara satu sama lain, menghubungkan politikus dengan publik umum,

menghubungkan publik umum dengan para pemimpin, dan membantu menempatkan

masalah dan peristiwa pada agenda diskusi publik.

Page 7: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

7Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

b). Promotor adalah orang yang dibayar untuk mengajukan kepentingan

langganan tertentu. Yang termasuk ke dalam promotor adalah agen publisitas tokoh

masyarakat yang penting, personel hubungan masyarakat pada organisasi swasta atau

pemerintah, pejabat informasi publik pada jawatan pemerintah, skretaris pers

kepresidenan, personel periklanan perusahaan, manajer kampanye dan pengarah

publisitas kandidat politik, spesialis teknis (kameraman, produser dan sutradara film,

pelatih pidato, dsb.) yang bekerja untuk kepentingan kandidat politik dan tokoh

masyarakat lainnya, dan semua jenis makelar simbol yang serupa.

3. Aktivis

Aktivis adalah komunikator politik utama yang bertindak sebagai saluran

organisasional dan interpersonal. Pertama, terdapat jurubicara bagi kepentingan yang

terorganisasi. Pada umumnya orang ini tidak memegang ataupun mencita-citakan

jabatan pada pemerintah; dalam hal ini komunikator tersebut tidak seperti politikus

yang membuat politik menjadi lapangan kerjanya. Jurubicara ini biasanya juga bukan

profesional dalam komunikasi. namun, ia cukup terlibat baik dalam politik dan

semiprofesional dalam komunikasi politik. Berbicara untuk kepentingan yang

terorganisasi merupakan peran yang serupa dengan peran politikus partisan, yakni

mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi. dalam hal lain jurubicara ini sama

dengan jurnalis, yakni melaporkan keputusan dan kebijakan pemerintah kepada anggota

suatu organisasi. Kedua, terdapat pemuka pendapat yang bergerak dalam jaringan

interpersonal.

Sebuah badan penelitian yang besar menunjukkan bahwa banyak warga negara

yang dihadapkan pada pembuatan keputusan yang bersifat politis, meminta petunjuk

dari orang-orang yang dekat atau dihormati mereka (significant others). Apakah untuk

mengetahui apa yang harus dilakukannya atau memperkuat putusan yang telah

dibuatnya. Orang yang dimintai petunjuk dan informasinya itu adalah pemuka pendapat

(opinion leader). Mereka tampil dalam dua bidang:

a. Mereka sangat mempengaruhi keputusan orang lain; artinya, seperti

politikus ideologis dan promotor profesional, mereka meyakinkan orang

lain kepada cara berpikir mereka.

Page 8: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

8Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

b. Mereka meneruskan informasi politik dari media berita kepada masyarakat

umum. Dalam arus komunikasi dua tahap gagasan sering mengalir dari

media massa kepada pemuka pendapat dan dari mereka kepada bagian

penduduk yang kurang aktif banyak studi yang membenarkan pentingnya

kepemimpinan pendapat melalui komunikasi interpersonal sebagai alat

untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang penting.

Di bidang politik, dalam pemilihan presiden, banyak pemberi suara yang

membawa kepada kampanye pemilihan konsepsi tentang sifat-sifat yang paling

diinginkan kepada pemegang jabatan pemerintah. Citra tentang pemegang jabatan yang

ideal ini memberikan garis besar, atau standar, yang digunakan oleh pemberi suara

untuk dibandingkan dan menilai sifat-sifat yang dipersepsinya pada kandidat yang

benar-benar mencalonkan diri untuk jabatan. Beberapa studi melaporkan, para pemilih

mencari sifat abstrak seperti kedewasaan, kejujuran, kesungguhan, kekuatan, kegiatan

dan energi. Gabungan ini sebenarnya merupakan gabungan sifat hero, dengan dimensi

kepribadian yang kuat (Nimmo dan Savage, dalam Nimmo, 1989 : 210). Kepribadian

ini menjadi faktor utama tumbuhnya kredibilitas seorang calon presiden.

Dalam kaitannya dengan kredibilitas ini, studi lain, yakni studi Miller

dan Jackson (1976) menemukan, pertama, struktur citra rakyat tentang pemegang

jabatan sangat stabil, dan memiliki dimensi-dimensi yang jelas, termasuk bagaimana

orang membayangkan sifat pribadi. Latar belakang profesional, afiliasi partai, dan

pendirian ideologis kandidat yang ideal; kedua, perbandingan citra ideal pemberi suara

dengan persepsi mereka tentang kandidat pada dimensi-dimensi sifat personal dan

latar belakang profesional menyajikan perkiraan yang akurat tentang hasil pemilihan

umum (dalam Nimmo, 1989 : 210). Faktor ketiga adalah konsonansi (kesesuaian). Anda

mungkin pernah merasakan, bahwa ada tokoh yang anda sukai di samping yang tidak

disukai. Untuk tokoh yang tidak anda sukai, begitu muncul di televisi, misalnya, setiap

pesan yang disampaikan tidak pernah sampai ke memori anda. Anda memiliki

predisposisi untuk menolaknya, karena tidak adanya ketidaksesuaian antara pesan yang

datang dengan informasi yang ada dalam memori anda. Sebaliknya, pada tokoh yang

anda sukai, pesan darinya akan mudah anda terima, karena sudah ada kesesuaian antara

pesan yang datang dengan simpanan informasi di memori anda. Faktor inilah yang

menjadi salah satu alasan banyak artis terkenal (penyanyi, pemain sinetron dll) tertarik

Page 9: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

9Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

untuk terjun ke dunia politik dan banyak partai politik yang tergoda mengambil jalan

pintas dengan merekrut artis sebagai calon anggota legislative.

Faktor keempat, adalah signifikansi. Dalam media massa, ada informasi yang

penting dan sangat berarti bagi anda, tetapi ada yang tidak. Informasi yang

signifikansinya bisa berlaku lebih luas, dan bisa pada khalayak.

Faktor lain yang juga penting adalah dukungan komunikasi antarpribadi. Dalam

teori ”komunikasi dua tahap” (two step flow), dikatakan bahwa

komunikasi massa sering tidak efektif. Dalam berbagai penelitian terbukti,

komunikasi massa akan lebih efektif bila disertai dan didukung komunikasi

antarpersona. Kedekatan akan membantu proses komunikasi.

c. Komunikator Politik Perempuan

Di Indonesia peran politik kaum perempuan masih sangat kurang. Kendala

utamanya karena laki-laki dan perempuan masih memandang dan memperlakukan

perempuan dari segi budaya patriarkat yang mengakar dan mendominasi di masyarakat.

Perempuan dipersepsikan sebagai warga negara kelas dua yang seharusnya di rumah

dan dininabobokan oleh batasan-batasan tabu serta adat. Selain itu, perempuan yang

lemah tidak sepatutnya bergelut dengan dunia politik yang penuh dengan kekerasan dan

kekasaran permainan kekuasaan. Perempuan dinilai tidak mampu memimpin dan

membuat kebijakan karena patron yang membentuk perempuan sangat tendensius,

yakni mengutamakan perasaan sehingga jauh dari sikap rasionalitas. Perempuan

dilupakan sebagai ahli prokreasi dan ibu yang membesarkan laki-laki maupun

perempuan. Aktor mental setiap pemimpin entah laki-laki ataupun perempuan.

Perempuan sebenarnya mempunyai otonomi mutlak atas dirinya, yakni sebagai manusia

dengan kedudukan setara di muka bumi. Perempuan memiliki hak dan kewajiban yang

sama sebagai warga negara. Namun politik masih identik dengan laki-laki. Usaha untuk

memperjuangkan jumlah perempuan yang duduk di lembaga parlemen dan

pemerintahan masih sebatas kuantitas. Ditinjau dari jumlah dan perbandingan masih

dinilai tidak adil. Namun bagi sebagian kalangan perempuan wacana tersebut disambut

sebagai langkah maju untuk memberi ruang gerak bagi perekrutan kaum perempuan

dalam dalam dunia politik, karena selama ini hanya 12% perempuan yang berkiprah

Page 10: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

10Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

dalam ruang Senayan. Ironis memang, di satu sisi ingin  mengakui persamaan peran

antara laki-laki dan perempuan, namun dalam praktisnya ruang itu di kunci rapat-rapat

bagi perempuan. Dominannya pernyataan politik yang diberikan oleh para aktor laki-

laki baik di depan khalayak ataupun di media massa semakin menyurutkan eksistensi

perempuan.

Hadirnya Megawati sebagai Presiden RI perempuan pertama tidak mampu

mewarnai percaturan politik Indonesia, malah kehadirannya justru menjadi isu

kontroversial di masyarakat. Sosok kepemimpinannya seakan belum mewakili

keseluruhan perempuan untuk mendapatkan penghidupan yang layak dari sektor publik.

Dalam realitas empiris, ketimpangan perempuan dan laki-laki sangat terasa di

masyarakat. Peran politik perempuan dalam dunia politik seakan beraneka ragam.

Wilayah politik yang mampu dimainkan  masih sebatas wacana dalam diskusi dan

pelatihan. Dalam pergumulan politik sebenarnya perempuan belum terbukti bisa

menembus apa saja dengan kualitas yang dimilikinya. Sebut saja Sri Mulyani, Marie

Pangestu, Nafsiah Mboi, Khofifah Indar Parawansa. Semua perempuan itu hanya

sedikit perempuan yang mampu mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara di

republik ini.

Hidup di tengah-tengah masyarakat yang menganut budaya patriarki membuat

perempuan menjadi sulit untuk terjun di ranah politik. Adanya stereotip bahwa

perempuan tidak mampu untuk terjun di bidang politik dan anggapan bahwa mereka

hanya boleh mengurusi urusan domestik, membuat perempuan menjadi tidak percaya

diri akan kemampuannya. Hal ini mengakibatkan partisipasi perempuan dalam politik

seolah dibatasi. Namun, dewasa ini, partisipasi perempuan dalam politik semakin

terlihat. Terbukti dengan adanya penambahan jumlah calon legislative dari pemilu 2004

dibandingkan dengan pemilu 2009. Dengan dikeluarkannya kebijakan baru berupa

Undang-Undang No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu pasal 65 ayat 1, yang

memperhatikan keterwakilan perempuan dalam tiap parpol sebesar 30 %, dan Undang-

Undang No.2 tahun 2008, serta Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang jaminan

peluang peningkatan keterwakilan perempuan di arena politik, telah meyakinkan

perempuan untuk berani terjun di kancah politik. Hal ini seolah akan meruntuhkan

stereotype mengenai tertutupnya peluang bagi perempuan. Dengan adanya kebijakan

Page 11: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

11Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

ini, diharapkan akan semakin banyak perempuan yang berani menunjukkan

kemampuannya untuk bisa menjadi politisi laiknya kaum laki-laki.  Dalam hal ini,

peran media tidak dapat dipungkiri turut bermain dalam upaya membantu proses

persuasive, pembentukan pesan untuk meyakinkan perempuan terjun ke ranah ini.

Media sebagai agen sosialisasi dan alat propaganda, memuat informasi mengenai

kebijakan baru yang dibuat oleh pemerintah. Selain itu media kerap kali memuat

informasi yang bisa mempengaruhi perempuan untuk berani terjun ke ranah ini

Memang perjuangan menuju keadilan merupakan perjuangan yang lama dan

berat. Selain itu perjuangan tersebut juga membutuhkan perempuan-perempuan yang

mau bekerja keras, teliti dan fokus terhadap tujuannya serta membutuhkan kekuatan

jiwa dan raga yang besar. Tetapi yang paling penting ialah membutuhkan keberanian

moral untuk menyatakan keyakinan apabila diperlukan dalam situasi tertentu. Kaum

laki-laki Indonesia terutama para pejabatnya lebih dapat mentolelir kritik-kritik dari

kaum wanita. Dengan kata lain sebagai komunikator, perempuan diharapkan tidak

selalu mengatakan “ya” dalam setiap situasi hanya untuk menyenangkan orang lain,

melainkan pada waktunya ia harus berani menyatakan “tidak” meskipun orang lain

bahkan atasannya menjadi tidak senang.

Muted Group Theory merupakan salah satu kajian teori media yang bisa

dijadikan alasan mengapa perempuan seolah dibatasi partisipasinya dalam bidang

politik. Cheris Kramarae (1981) adalah profesor speech communication dan sosiolog di

Universitas Illinois. Dalam penelitiannya mengenai cara-cara perempuan

berkomunikasi dilukiskan di dalam kartun, Kramarae menyimpulkan bahwa bahasa

yang ada adalah merupakan hasil konstruksi dari kaum lelaki.

 Oleh karena itu pada teori ini diyakini bahwa perempuan menjadi kaum yang

subordinat sehingga tidak memiliki kekuatan untuk dapat mengungkapkan apa yang

mereka pikirkan. Bahasa sebagai bagian dari budaya tidak digunakan secara sama pada

semua pembicara, karena tidak semua pembicara berkontribusi pada cara formulasi

yang sama. Perempuan (dan anggota kelompok subordinat lainnya) tidak bebas atau

tidak berani laki-laki untuk mengungkapkan apa yang mereka inginkan, kapan dan

dimana mereka menginginkan, karena kata-kata dan norma yang mereka gunakan telah

Page 12: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

12Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

diformulasi oleh kelompok laki-laki yang dominan dalam budaya. Asumsi-asumsi yang

ada pada teori ini yaitu:

1. Perempuan memiliki cara pandang yang berbeda dengan laki-laki, hal ini

disebabkan oleh perbedaan pengalaman dan aktivitas antara laki-laki dan

perempuan. Selama ini dominasi politik dimiliki oleh laki-laki dan

menyebabkan keterbatasan perempuan dalam mengekspresikan dirinya dalam

bidang politik. Agar dapat berpartisipasi dalam masyarakat perempuan harus

mentransformasi cara mereka menjadi cara-cara yang dapat diterima oleh laki-

laki.

2. Asumsi ketidakpedulian terhadap pengalaman wanita merupakan masalah unik

gender. Arderner kemudian sadar bahwa mutedness (kebisuan) disebabkan

karena kekurangan kekuasaan (power). Orang-orang yang memiliki sedikit

kekuatan tidak menyadari bahwa masalah bahasa yang mereka gunakan untuk

mengungkapkan persepsi mereka mengalami tekanan. Menurut Kramarae,

pengabaian terus-menerus terhadap kata-kata, dapat membuat pengalaman itu

menjadi unspoken, bahkan unthought. Akibatnya, lama-kelamaan, muted women

akan meragukan validitas pengalaman dan legitimasi perasaan mereka.

3. Pria sebagai gatekeeper komunikasi. Meskipun memiliki begitu banyak

kosakata untuk mendeskripsikan pengalaman feminin, wanita akan tetap di-

muted ketika mode of expression mereka diabaikan. Dalam masyarakat terjadi

pembangunan kultural tentang peran luar biasa pria dengan tidak mengakui atau

mempublikasikan seni, puisi, skenario, public address, dan esay akademik

wanita.

4. Mengasumsikan bahwa dominansi maskulin dalam komunikasi publik adalah

sebuah realitas yang tengah terjadi, Kramarae menyatakan, untuk berpartisipasi

dalam masyarakat, wanita harus mentranslasikan model mereka ke dalam sistem

ekspresi pria yang dipakai masyarakat selama ini. Seperti bicara dengan bahasa

kedua, translasi ini butuh proses yang terus-menerus. Apa yang ingin dikatakan

wanita tidak dapat diungkapkan secara benar-benar tepat dan diterima karena

bahasa yang ada bukanlah buatan mereka.

Page 13: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

13Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

Selain teori the Mute Group, Spiral Of Silence Theory  dari Noelle-Neumann

(1991,1993) merupakan teori yang menjelaskan mengenai mengapa perempuan

mengalami kebisuan individu/kelompok jika memiliki opini yang menyimpang dari

masyarakat. Hal ini disebabkan oleh ketakutan akan isolasi yang diberikan oleh

masyarakat setelah mereka mengungkapkan pendapatnya. Oleh karena itu, untuk

mendukung opini yang berbeda tersebut, individu/kelompok mencari dukungan dari

lingkungannya dan menggunakan media massa sebagai alat untuk menyampaikan

opini yang mereka miliki. Dalam politik hal tersebut sangat membantu proses

penyampaian opini-opini kritis yang mengusung tema perbaikan kondisi

perempuan.

Contoh Kasus:

Dengan dikeluarkannya kebijakan baru berupa Undang-Undang No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu pasal 65 ayat 1, yang memperhatikan keterwakilan perempuan dalam tiap parpol sebesar 30 %, dan Undang-Undang No.2 tahun 2008, serta Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang jaminan peluang peningkatan keterwakilan perempuan di arena politik, telah meyakinkan perempuan untuk berani terjun di kancah politik. Hal ini seolah akan meruntuhkan stereotip mengenai tertutupnya peluang bagi perempuan. Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan akan semakin banyak perempuan yang berani menunjukkan kemampuannya untuk bisa menjadi politisi sebaiknya laki-laki.  Dalam hal ini, peran media tidak dapat dinafikkan dalam upaya membantu proses persuasive untuk meyakinkan perempuan terjun ke ranah ini. Media sebagai agen sosialisasi dan alat propaganda, memuat informasi mengenai kebijakan baru yang dibuat oleh pemerintah. Selain itu media kerap kali memuat informasi yang bisa mempengaruhi perempuan untuk berani terjun ke ranah ini.

Salah satu media yang sangat mendukung kesetaraan gender dalam bidang politik adalah Jurnal Perempuan. Selain Jurnal Perempuan, berbagai situs atau blog yang ada di internet banyak yang memuat artikel mengenai partisipasi politik perempuan. Peluang yang dijamin oleh Undang-undang ini dan didukung peran media yang sangat signifikan dalam proses sosialisasi dan propaganda, telah mempengaruhi kaum perempuan untuk berani terjun ke ranah politik. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah calon legislative perempuan pada pemilu 2004 dan pemilu 2009. Data mengenai perbandingan jumlah calon legislative tahun 2004 dan 2009 yaitu tercatat pada tahun 2004, jumlah calon Legislatif perempuan DPR RI adalah 1845 orang (30.53

Page 14: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

14Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

%). Kenaikan jumlah partisipasi politik perempuan untuk menjadi calon legislative terlihat pada pemilu 2009. Total Calon legislative pada Daftar Calon Lagislatif Tetap yang dikeluarkan oleh KPU adalah sebanyak 11.301 orang. Dari jumlah itu, 7.391 di antaranya laki-laki, sedangkan 3.910 adalah perempuan dengan prosentase  caleg perempuan 34,60 persen. Dari pemaparan di atas terlihat kenaikan jumlah partisipasi politik perempuan untuk menjadi calon legislative DPR RI pada pemilu 2004 dan 2009. Hal ini terjadi karena ada peran media di dalamnya, sehingga perempuan Indonesia memiliki keyakinan untuk mewakili kelompoknya dan meningkatnya media komunikasi politik serta alat persuasive serta alat propaganda dalam kampanye.

Page 15: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

15Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

 Jika perempuan didukung untuk menjadi komunikator politik maka akan terjadi

kenaikan yang signifikan dalam jumlah perempuan yang berpartisipasi di bidang

politik, maka nuansa politik akan lebih lembut dan menyejukkan seiring dengan

konsep bahasa feminim, serta dapat mengurangi kekerasan dan konflik. Untuk

mencapainya banyak upaya harus dilakukan, misalnya merumuskan undang-undang

politik yang ramah perempuan, dan melakukan gerakan penyadaran bagi

peningkatan representasi melalui pelatihan dan media informasi secara berimbang.

Pada kenyataannya, seorang perempuan yang terdidik akan semakin tinggi

kesadaran politiknya. Keterdidikan memberi pengaruh pada harga diri, rasa percaya

diri, citra diri,serta pandangan positif terhadap dirinya dan dunia luar. Kesadaran

perempuan dalam berpolitik dapat menentukan kemajuan bangsa, dengan

menciptakan nuansa politik baru yang membantu penyelesaian masalah-masalah

sosial, politik dan kemasyarakatan.

B.   Saran

Dengan harapan yang besar bahwa dengan adanya tulisan ini dapat membantu

agar perempuan bisa lebih diperhitungkan lagi dalam segala aspek kehidupan. Bukan

hanya menjadi seorang yang mengurus rumah dan lemah di mata laki-laki. Diskriminasi

terhadap perempuan harus dihapuskan karena ketidaksetaraan yang muncul antara

perempuan dan laki-laki dikonstruksi oleh budaya setempat. Kegiatan politik dapat

dilakukan oleh perempuan, mulai dari sikap diam yang mengerti, kemudian berani

bicara, menjadi pressure groups, sampai menjadi aktivis penuh dalam partai politik.

Page 16: Komunikator Politik Wanita Di Indonesia

16Tugas minggu ke dua KOMUNIKASI POLITIK

Daftar Pustaka:

1. Nimmo, Dan. 2006. Komunikasi Politik, khalayak dan Efek. Remaja

Rosdakarya. Bandung

2. Comb, James E. & Dan Nimmo. 1993. Propaganda Baru – kediktatoran

perundingan politik. Remaja Rosdakarya. Bandung

3. Samovar, Larry & Richard E. Porter, Nemi Jain. 1981. Understanding

Intercultural Communication. Wadsworth. California

4. Croteau & Hoynes, 1997. Media/Society.

5. Subiakto, Henry & Rachmah Ida. 2012. Komunikasi Politik, Media, dan

Demokrasi. Kencana Prenada Media Grup. Jakarta

6. Luhulima, Sudiarti Achie, 2007. Hak Asasi Perempuan, Yayasan Obor

Indonesia, Jakarta

7. Primariantari, Rika P, Ilsa N, Gail M, 1998. Perempuan Dan Polotik Tubuh

Fantastis, Kansius, Yogyakarta

8. Najlah Naqiyah, 2005. Otonomi Perempuan , Bayumedia Publishing, Bandung

9. http://teddykw1.wordpress.com/2008/03/03muted-group-theory-teori-

kelompok-yang-dibungkam/