komunikasi tradisional dalam pengembangan …
TRANSCRIPT
ii
PERAN TOKOH ADAT DALAM UPACARA PENTI SEBAGAI MEDIA
KOMUNIKASI TRADISIONAL DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA
DI KECAMATAN KOTA KOMBA KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
Penelitian di Desa Rana Mbeling, Kecamatan Kota Komba,
Kabupaten Manggarai Timur
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk memperoleh Gelar Sarjana Jenjang
Strata Satu (1) Program Studi Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh:
MARIA YALDIANA NELDA
NIM: 16530015
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2020
v
MOTTO
segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku.
(Filipi 4:13)
Jadilah seperti karang di laut yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah
hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup
hanyalah sekali. Ingat hanya pada Allah apapun dan di manapun kita
berada kepada Dia-lah tempat meminta dan memohon.
Jangan mencari kekuatanmu melainkan carilah harapan dan mimpimu.
Jangan berpikir tentang frustasimu, tapi tentang potensi yang belum
terpenuhi. Perhatikan dirimu bukan dengan apa yang telah kamu coba dan
gagal, tapi dengan apa yang masih mungkin bagimu untuk melakukan
sesuatu
(Paulus Yohanes XXIII)
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sungguh besar kasih-Mu dalam
perjalanan hidupku, setiap masalah dan pergumulan datang silih berganti tetapi
kasih dan penyertaan-Mu tak pernah lekang oleh waktu, sehingga saya masih
berdiri tegar menyelesaikan skripsi saya yang berjudul „„Peran Tokoh Adat Dalam
Upacara Ritual Penti Sebagai Media Komunikasi Tradisional Dalam
Pengembangan Budaya Di Kecamatan Kota Komba‟‟. Dalam kesempatan ini saya
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Ketua STPMD‟‟APMD‟‟ dan segenap Dosen dan karyawan yang telah banyak
membantu dalam proses perkuliahan dan aktifias sehari-hari saya di kampus
Indonesia mini ini.
Bapak Tri Agus Susanto, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing saya yang
telah bersedia meluangkan waktu membimbing dan memberikan semangat
dan motifasi hingga skripsi ini bisa saya selesaikan .
Kedua orang tua tercinta, Bapa David Jamin dan Mama Cornelia Mangus,
yang sejak saya lahir selalu memberikan saya yang terbaik dan menjaga,
merawat, membesarkan saya dengan penuh hati yang tulus, sampai kapanpun
saya tidak akan pernah melupakan seberapa besar kebaikan yang telah Bapa
dan Mama berikan buat saya. Kalianlah alasan kenapa saya ingin kuliah dan
cepat selesai, maafkan saya jikalau saya sangat berlebihan dalam meminta
yang kadang Bapa Mama pikirkan.
vii
Kakak tercinta saya, kaka Yasni, kaka Foris, kaka Yarti, kaka Vanti, kaka Lois,
ponakan Naro, Mei, Key, Mareto, yang selalu ada buat saya.Berkat doa,
dukungan dan semangat dari kalian saya bisa meyelesaikan skripsi ini.
Keluarga besar saya yang selalu memberikan dukungan, doa dan motifasi buat
saya, bapa Pilipus , Mama Teresia, kakak Maksi, kakak Lin, kakak Iren, kakak
Adel, Kakak Glend, kaka Mecik, kakak Gordi, keluarga besar Riwu, Manus
yang banyak membantu saya selama saya mengenyam pendidikan di
Yogyakarta.
Kekasih tercinta Eugenius Avelino Kari yang telah menemani , memberi doa
dukungan dan semangat bagi saya selama saya mengenyam pendidikan di
Yogyakarta.
Teman-teman dan adik-adik saya, Yona, Ewi, Ndaro, Deysi, Darsi, Antik,
Alin, Indak, Ersi, An, Oliv, Melita, Nova, Teman-teman kos Flamboyan,
Teman-teman angkatan 3, 5, yang selalu memberikan dukungan selama saya
berproses didalam dunia kampus, maupun diluar kampus.
viii
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat dan KurniaNya kepada penyususn, sehingga penyususn
dapat melaksanakan kewajiban sebagai seorang mahasiswa melengkapi satu
syarat penyelesaian program S-1, melalui skripsi yang berjudul „„Peran Tokoh
Adat Dalam Upacara Penti Sebagai Media Komunikasi Tradisionala Dalam
Pengembangan Budaya Di Kecamatan Kota Komba‟‟.
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan tentunya penyususun
menyadari bahwa dalam penyususnan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki, baik berupa pengalaman maupun
teori ilmu. Sehingga penyususn sangat berterima kasih atas setiap masukan,
kritikan, yang disampaikan .
Dalam kesempatan ini, penyusun ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak DR.H. Sutoro Eko Yunanto, M.Si, selaku ketua sekolah tinggi
pembangunan masyarakat desa ‟‟ APMD‟‟ Yogyakarta .
2. Bapak Habib Muhsin, .Sos, M.si, selaku ketua program studi ilmu komunikasi
sekolah tinggi pembangunan masyarakat desa ‟‟APMD‟‟ Yogyakarta.
3. Bapak Tri Agus Susanto, S.Pd., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
mencurahkan pikiran serta meluangkan waktu guna membimbing penyusun
dalam menyelesaikan skripsi ini.
ix
4. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi (S-1) Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa‟‟APMD‟‟ Yogyakarta.
5. Para Tokoh Adat, Masyarakat dan Kaum Muda Desa Rana Mbeling,
Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur. Yang mana telah
menjadi tempat sekaligus narasumber penelitan guna proses penyelesaian
skripsi ini.
Yogyakarta, 24 April 2020
Penyusun
Maria Yaldiana Nelda
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................. iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
ABSTRAK ................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 10
E. Kerangka Teoritis .................................................................... 11
1. Konsep Peran ..................................................................... 11
2. Upacara Ritual ................................................................... 12
3. Media Komunikasi ............................................................. 14
4. Komunikasi Tradisional ..................................................... 21
5. Pengembangan Budaya ...................................................... 30
xi
F. Kerangka Konseptual ............................................................... 32
G. Metode Penelitian .................................................................... 34
1. Jenis Penelitian .................................................................. 34
2. Lokasi Penelitian................................................................ 35
3. Data Dan Sumber Data....................................................... 36
4. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 37
5. Teknik Sampling ................................................................ 39
6. Teknik Analisis Data .......................................................... 40
BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN ........................................ 42
A. Kabupaten Manggarai Timur ................................................... 42
1. Sejarah Kabupaten Manggarai Timur ................................. 42
2. Visi dan Misi ..................................................................... 44
3. Keadaan Geogarafis ........................................................... 48
4. Deskripsi Desa Rana Mbeling ............................................ 50
B. Latra Belakang Sejarah Upacara Adat Penti ............................. 53
1. Pengertian Upacara Penti ................................................... 53
2. Fungsi Penti ....................................................................... 54
3. Pelestarian Upacara Penti ................................................... 56
4. Tata Cara Upacara Penti Desa RanaMbeling ...................... 56
5. Makna dan Nilai yang Terkandung Dalam Upacara Penti ... 58
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 61
A. Sajian Data ............................................................................. 61
1. Deskripsi Informan ............................................................ 61
xii
2. Peran Tokoh Adat dalam Upacara Penti ............................. 62
a. Peran Tokoh Adat dalam Upacara Penti ....................... 63
b. Pemahaman Masyarakat Tentang Upacara Penti ........... 67
3. Media Komunikasi Tradisional .......................................... 72
BAB IV PENUTUP..................................................................................... 83
A. Kesimpulan ............................................................................. 83
B. Saran ....................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Data informan................................................................................ 62
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Teoritis ...................................................................... 11
Gambar 1.2 Kerangka Berpikir ..................................................................... 34
xv
Upacara ritual dapat diartikan sebagai peranan yang dilakukan oleh komunitas pendukung suatu agama, adat-istiadat, kepercayaan, atau prinsip, dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan ajaran atau nilai-nilai budaya dan spiritual yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang mereka. Upacara Penti merupakan salah satu upacara adat bagi orang Manggarai, Flores NTT yang hingga saat ini masih terus dilestaraikan. Sebuah ritus adat warisan leluhur Manggarai sebagai media ungkapan syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang diperoleh selama setahun. Media komunikasi tradisional yang sering disederhanakan dengan istilah media rakyat adalah komunikasi antara manusia yang dilakukan dengan menggunakan lambing-lambang seperti bunyi-bunyian, gerak isyarat, seni visual dan pertunjukan rakyat. Peran didefinisikan sebagai polah tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Peran lebih menunjukan pada fungsi penyesuaian diri, dan sebagai sebuah proses. Keberadaan ritual diseluruh daerah merupakan wujud simbol dalam agama atau religi dan juga simbolisme kebudayaan manusia. Keberadaan ritual-ritual di Indonesia tidak terlepas dari kepercayaan animism dan dinamisme yang dianut masyarakat Indonesia zaman dahulu. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan/pertukaran gagasan, pikiran dari seseorang kepada orang lain menggunakan simbol yang dapat dipahami bersama.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah. Peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif karena sesuai dengan sifat dan tujuan peneliti yang ingin diperoleh bukan menguji hipotetis tetapi berusaha mendapat gambaran yang nyata mengenai
„„Peran Tokoh Adat Dalam Upacara Penti Sebagai Media Komunikasi Tradisional Dalam Pengembangan Budaya di Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur‟. Penelitian ini dilakukan di Desa Rana Mbeling, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, sehingga yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah tokoh adat, tokoh masyarakat, kaum muda dengan kriteria penentuan informan yakni 17 tahun keatas, memiliki pengetahuan atau pengalaman tentang upacara penti, sehat jasmani dan rohani serta dapat dipercaya karena memberikan data yang obyektif. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yakni data yang diperoleh dari informan melaluiproses wawancara dan sumber data skunder yakni data yang diperoleh dari hasil observasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan upacara Penti terdiri dari beberapa tahap upacara, antara lain: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan penutup atau akhir upacara. Pada tahap persiapan, dilaksanakan musyawarah untuk menentukan pemimpin upacara serta hewan yang akan dikurbankan dalam upacara Penti. selanjutnya pada tahap pelaksanaan upacara, beberapa rangkaian upacara dilaksanakan mulai dari Compang (batu berundak-undak tempat meletakan persembahan yang terletak ditengah-tengah kampung), Barong Wae (arahkan ke sumber mata air) dan panen serta cara pengelolahannya. Pada tahap akhir atau sebagai penutup dari upacara Penti, dilaksanakan beberapa acara seperti ungkapan syukur kepada Roh Nenek Moyang serta diakhiri dengan acara peresmian untuk makan beras pertama. Upacara Penti yang biasa dilaksanakan mengandung nilai-nilai yang sangat penting seperti nilai pendidikan, nilai kekeluargaan, nilai gotong royong, nilai spiritual, nilai normatif, dan nilai demokrasi.
Kata Kunci: Upacara Ritual, Penti, Komunikai Tradisional
ABSTRAK
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media komunikasi tradisional yang sering disederhanakan dengan
istilah media rakyat adalah komunikasi antar manusia yang dilakukan dengan
menggunakan lambang-lambang seperti bunyi-bunyian, gerak isyarat, seni
visual dan pertunjukan rakyat (Rachmadi, 1988: 111). Kalau dalam
masyarakat modern yang telah maju komunikasi antar manusia dilakukan
mengunakan media dan hasil teknologi modern seperti surat kabar, radio, film,
televisi dan alat-alat elektronik lainnya seperti internet, satelit, komputer dan
sebagainya. Semua saluran komunikasi tersebut tetaplah dianggap sebagai
media komunikasi hanya berbeda dalam sumber, sifat dan ruang lingkupnya
antara media komunikasi tradisional dan media massa modern.
Media rakyat digambarkan sebagai media yang murah, mudah, bersifat
sederajat, dialogis, sesuai dan sah dari segi budaya, bersifat setempat, lentur,
bersifat menghibur dan sekaligus memasyarakat, dan sangat dipercaya oleh
kalangan masyarakat pedesaan yang masih tradisional kehidupannya (Oepen,
1988: 88). Media komunikasi tradisional sendiri terdiri dari beberapa macam
bentuk dan jenisnya antara lain adalah bentuk-bentuk folklore seperti cerita
rakyat (mitos, legenda, dongeng), ungkapan rakyat (peribahasa, pepatah,
pomeo), puisi rakyat, nyanyian rakyat, teater rakyat dan alat-alat bunyian
2
seperti kenthongan, gong, bedug, gendang dan sebagainya (Rachmadi, 1988:
111).
Semua media komunikasi tradisional tersebut hidup diantara mereka
sendiri, bersumber dari budaya asli mereka, dan berguna sebagai sarana
berinteraksi dalam satu kesempatan yang berbeda. Maka tidak jarang mereka
saling mewariskan nilai-nilai perilaku bahkan juga nilai-nilai moral
menggunakan media tersebut kepada anak keturunannya. Kebutuhan akan
media komunikasi tradisional tersebut akan tetap hidup sesuai dengan
kebutuhan pewarisan nilai yang mereka anggap dibutuhkan dalam kehidupan
mereka sendiri yang tidak bersifat memaksa dan bercampur dengan nilai-nilai
asing di luar budaya mereka.
Di saat masyarakat belum mengenal media massa modern, peranan
pemuka masyarakat, bentuk-bentuk komunikasi tradisional dan seni
pertunjukan rakyat lainnya merupakan media komunikasi utama. Akan tetapi
setelah perkembangan komunikasi menjadi maju dan dapat diakses oleh siapa
saja termasuk masyarakat pedesaan yang bersifat tradisional, peranan
komunikasi tradisional mulai berkurang pengaruhnya. Meskipun demikian
media komunikasi tradisional ini bukan menjadi tidak penting lagi karena di
daerah-daerah pedesaan masih mendapat hati di masyarakat (Rachmadi, 1988:
110). Media komunikasi tradisional justru menjadi penunjang media massa
modern untuk menjelaskan informasi yang sulit dimengerti oleh masyarakat
pedesaan.
3
Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang kaya baik alam
maupun budayanya. Di Indonesia terdapat ribuan suku bangsa yang mendiami
sepanjang wilayah kepulauan negara. Setiap suku bangsa memiliki unsur
kebudayaan mulai dari bahasa, upacara adat syukuran, tari tradisonal,
makanan, rumah adat dan unsur lain yang berbeda dengan suku lainnya.
Bentuk kearifan lokal ini merupakan harta yang sangat berharga bagi
Indonesia (Sundjaya, 2008:7-8). Banyak masyarakat dari berbagai suku di
Indonesia yang mewujudkan rasa syukur mereka dalam bentuk upacara adat.
Rasa syukur ini mereka panjatkan atas karunia yang diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa kepada mereka seperti panen yang berlimpah, kelahiran anak,
rumah baru, dan lain sebagainya. Masyarakat di Kecamatan Kota Komba
Kabupaten Manggarai Timur, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur juga punya
satu tradisi pengucapan rasa syukur, yaitu ritual Penti. Ritual Penti di
Manggarai Timur merupakan pesta upacara sebagai wujud syukur atas hasil
panen yang berlimpah.
Upacara penti adalah upacara syukur. Kata itu sendiri merupakan kata
yang kurang familiar dalam bahasa harian orang-orang Manggarai . Ketika
seseorang menyebut kata "penti" dalam budaya Manggarai, orang-orang
Manggarai akan mengarahkan pikirannya pada suatu upacara syukur meriah.
Penti dilakukan sebagai tanda syukur kepada Mori Jari Dedek (Tuhan
Pencipta) dan kepada arwah nenek moyang atas semua hasil jerih payah yang
telah diperoleh dan dinikmati, juga sebagai tanda celung cekeng wali ntaung
(musim yang berganti dan tahun yang beralih). Upacara ini biasa dilakukan
4
setelah semua panenan rampung (sekitar Juni-September). Jikalau sanggup,
acara ini dilakukan setiap tahun tetapi seringkali tiga atau lima tahun sekali.
Ada keyakinan bahwa jika acara ini tidak dilakukan, akan membuat Mori Jari
Dedek marah. Kalau hal itu terjadi, akan ada bencana-bencana yang menimpa
masyarakat Manggarai.
Ritual barong wae „ undangan para leluhur yang menjaga air minum‟
merupakan salah satu rangkaian ritual penti „ syukur atas usaha dalam
setahun‟. Ritual ini dilakukan ditempat air minum, tempat masyarakat
Manggarai menimbah air untuk kehidupannya. Ritual tersebut merupakan
tahap awal dari seluruh rangkaian upacara penti. Sebelum dilaksanakan
kegiatan itu, terlebih dahulu dilakukan kegiatan renggas „pekikan atau seruan
untuk berkumpul dirumah adat‟ yng dipimpin oleh tua adat.
Kegiatan ritual tersebut dilaksanakan setiap tahun dan hal itu masih
berlangsung hingga kini. Waktu pelaksanaannya berfariasi pada setiap
kampung adat. Secara umum kegiatan ini berlangsung dari bulan Juli sampai
dengan bulan Desember. Penentuan tanggal dan bulan pelaksanaan
berdasarkan musyawarah dan mufakat seluruh warga kampung di rumah adat.
Biasanya tua adat mengundang (baro) sub-klen (panga) yang mewakili seluruh
warga untuk membicarakan hal itu dirumah adat. Pertemuan itu dilaksanakan
dua atau tiga bulan sebelum kegiatan itu dilaksanakan.
Kegiatan ritual tersebut dipimpin oleh tua adat dan didampingi oleh
beberapa anggota yang mewakili sub-klen atau panga. Mereka wajib
berpakian adat seperti sapu „destar‟ yang dikenakan pada kepala, baju bakok
5
„kemeja putih‟, towe „kain sarung‟, dan selempang „selendang‟ merupakan
hasil kerajinan tenun ikat kaum wanita masyarakat Manggari. Sarana-sarana
yang digunakan dalam kegiatan ritual itu adalah kope (parang), nggong „gong‟,
manuk lalong bakok „ayam jantan putih‟, saung kala „daun siri‟, wua raci
„buah pinang‟, ruha ta’a „telur mentah‟, saung muku „daun pisang‟.
Sarana komunikasi dalam berinteraksi dengan Tuhan dan leluhur.
Berdasarkan pernyataan itu, laras ritual yang disebutkan di atas merupakan
sarana komunikasi spiritual.
Ciri laras ritual tersebut di atas seiring dengan pernyataan Fox (lihat
Foley, 1997:115). Ia mengemukakan bahwa bahasa ritual (ritual language)
memiliki beberapa ciri, antara lain bahwa bahasa ritual itu adalah sarana
komunikasi verbal dalam interaksi spiritual, keadatan, dan lain sebagainya.
Di samping itu, laras ritual tersebut merupakan variasi yang terikat
oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan mungkin dapat
menggugah perasaan hati lawan bicara yang dalam hal ini adalah Tuhan dan
leluhur. Karena itu, ciri lain laras ritual tersebut adalah sebagai alat
komunikasi yang menggambarkan relasi transedental (vertikal) antara manusia
dan Tuhan serta leluhur. Dalam perspektif ekolinguistik, laras tersebut berada
di dalam lingkungan bahasa ritual. Lingkungan laras ritual itu, secara ekologis,
jelas ada dalam konteks adat atau budaya masyarakat pendukungnya. Dalam
konteks adat ritual penti „pesta syukur hasil panen akhir tahun‟, ada beberapa
laras ritual yang saling berhubungan, seperti laras ritual laras barong wae
„undangan roh-roh leluhur yang menjaga mata air minum‟, laras ritual barong
6
compang‟undangan rohh-roh leluhur yang menjaga kampung‟, barong kilo
„undangan leluhur yang menjaga keluarga, barong uma „undangan roh-roh
yang menjaga kebun, dan barong boa „undangan roh-roh yang menjaga
pekuburan.
Bahasa-bahasa ritual yang dipaparkan di atas disebut bahasa
lingkungan adat Manggarai. Laras-laras ritual itu merupakan sebuah bangunan
estetik yang mengandung makna lingkungan. Laras-laras itu merupakan
produk budaya dan produk masyarakat Manggarai. Dikaitkan dengan ekologi,
lingkungan budaya atau lingkungan khusus manusia. Jika dihubungkan
dengan lingkungan ritual barong wae, lingkungan manusia atau sosialbudaya
penuturnya adalah laki-laki yang terdiri atas penutur tua dan muda. Penutur
tua yang yang dimaksud adalah tua adat yang berhak berbicara dalam ritual itu
dan beberapa tua penutur lainnya yang bertugas sebagai pelengkap saja.
Penutur muda adalah penutur muda yang terlibat dalam ritual tersebut, namun
tidak berhak menuturkan bahasa ritual tersebut. Pembagian tugas itu
merupakan salah satu aturan adat Manggarai. Pentur tua (tua adat) memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang sangat dalam tentang bentuk bahasa ritual
sedangkan penutur muda nyaris tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman
tentang laras ritual tersebut.
Kerena kedangkalan pemahaman dan pengetahuan itu, maka kelompok
generasi muda seringkali bersikap kurang respek terhadap aktivitas ritual penti
juga terhadap bahasa riual sebagai warisan leluhur. Oleh karena itu, generasi
muda sulit memahami makna leksikon-leksikon ritual, seperti kata robo,
7
barong wae, barong compang, dan wae teku. Namun generasi tua, kususnya
tua adat memahami leksikon-leksikon itu dengan baik dan benar. Kecuali
generasi tua yang tidak terlibat dalam penuturan adat. Karena itu mereka
sangat menghargai budaya itu dan mereka selalu berusaha untuk menjaga dan
melestarikanya. Fakta menunjukkan bahwa kelompok tua (tua adat) masih
menggunakan bahasa ritual itu sampai saat ini. Ketidak terpakainya sarana dan
materi adat tersebut di atas merupakan realitas yang menggambarkan proses
kepunahan sebuah bahasa dan sekaligus kepunahan buadaya dalam
lingkungan itu.
Hal itu terjadi dimungkinkan oleh karena kuatnya pengaruh bahasa dan
budaya nasional, seperti bahasa Indonesia (BI), dan bahasa budaya global
misalnya, bahasa Inggris. Kehilangan leksikon-leksikon adat yang merupakan
entitas budaya yang mencerminkan ketercerabutan konsep-konsep budaya
dalam pikiraan generasi penerus dan akibat yang lebih luas adalah terjadi
kesenjangan kognitif antara generasi tua dan generasi muda misalnya, terjadi
kesenjangan kognitif dalam memaknai wacana ritual barong wae. Kehadiran
bahasa dan budaya nasional dan global itu melemahkan semangat kaum muda
untuk menggunakan bahasa ritual Barong Wae dengan baik dan benar. Jadi,
kehadiran bahasa dan budaya nasional dan mondial itu sungguh merusak
hubungan yang harmonis antara manusia dan Tuhan serta leluhur yang sudah
lama dijalin. Karena kehadiran bahasa dan budaya global itu pula dapat
mengubah cara pandang golongan tua terhadap dunia sekitarnya dan
mengubah pula Kehadiran persepsinya terhadap bahasa ritual Barong Wae.
8
Bahas dan budaya nasional dan bahkan budaya mondial sungguh
mencederai relasi dan saling ketergantungan antara manusia dan sesamanya
dengan Tuhan serta leluhur yang telah lama hidup secara harmonis. Wae „air‟
adalah zat cair yang merupakan hal penting dalam upacra barong wae.
Menurut orang manggarai, tuna „belut‟ identic dengan air. Binatang tersebut
dianggap sebagai leluhur yang menjaga air minum. Oleh sebab itu, dilarang
menangkap belut di mata air. Apabila ada orang yang menangkap belut di
mata air, maka air tidak ada lagi. Dan lingkungan khusus manusia atau
lingkungan sosialbudaya a di dalam lingkungan alam (Mbete, 20013: 2).
Dengan perbedaan pengetehuan antara kelompok tua dan kelompok
muda sebagai mana diutarakan diatas, merupakan sebuah kesenjangan kognitif.
Kesenjangan ini dipandang sebagai tembok pemisah antara generasi tua dan
generai muda. Realitas lain menunjukan pulah bahwa beberapa sarana dan
materi-materi yang digunakan dalam ritual tidak dipakai lagi, diganti dengan
sarana modern, seperti robo diganti dengan botol plastic, arak (minuman adat)
diganti dengan bir, wunut „ijuk‟ sebagai atap rumah adat diganti dengan
luminium atau yang dalam bahasa manggarai dipadankan dengan kata bele.
Hal- hal yang telah dipaparkan diatas, dipandang sebagai dinamika
sosial budaya guyub tutur bahasa moderen. Secara empiris pula, keberadaan
bahasa ritual Barong Wae saat ini sangat memprihatinkan. Kelompok generasi
muda perlahan-lahan meninggalkannya. Di samping itu, bahsa dan budaya
nasional, bahkan bahasa dan budaya mondial yang memiliki daya Tarik dan
kekuatan yang lebih besar dari bahasa ritual Barong Wae sehingga dapat
9
memengaruhi pola piker dan prilaku mereka. Kehadiran bahasa dan budaya
nasioanl dan bahkan budaya mondial sungguh mencederai relasi dan saling
ketergantungan antara manusia dan sesamanya dengan Tuhan serta leluhur
yang telah lama hidup secara harmonis.
Berdasarkan uraian diatas, penulis berkeinginan untuk melakukan
penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Peran tokoh adat dalam
upacara penti sebagai media komunikasi tradisional dalam
pengembangan budaya di Kecamatan Kota Komba Kabupaten
Manggarai Timur”.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah diperlukan untuk memberikan gambaran yang
jelas tentang ada tidaknya permasalahan sehingga akan dapat menghasilkan
data yang sesuai dengan apa yang diinginkan dan penyusunan hasil
penelitiannya dapat dilakukan secara sistematis dan mudah untuk dipahami.
Atas dasar latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran tokoh adat dalam upacara ritual Penti dalam
mengembangkan budaya yang ada di Kecamatan Kota Komba?.
2. Media komunikasi tradisional apa saja yang digunakan tua adat dalam
ritual Penti agar dapat mendorong kaum muda untuk tetap
mempertahankan budaya?.
10
C. Tujuan Penelitian
Seusi dengan rumusan masalah di atas, maka adapun tujuan dari
peneliaan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peran tokoh adat dalam upacara ritual penti dalam
mengembangkan budaya yang ada di Kecamatan Kota Komba.
2. Untuk mengetahui media tradisional yang digunakan tua adat dalam ritual
penti agar menarik minat generasi muda.
D. Manfaat Penelitan
1. Manfaat teoritis
a. Mendorong masyarakat ter untuk melestarikan dan mempertahankan
tradisi budaya penti dan, khususnya kaum intelektual/ generasi muda.
b. Dapat mengetahui proses pelaksanaan tradisi budaya penti yang telah
ada sejak dahulu.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat menghasilkan implikasi yang bernila, sebab
upacara ritual penti adalah sebuah upacara sebagaimana sebagai umat
manusia mengucapkan tanda syukur kepada sang pencipta (Mori Kraeng)
alam semesta sebagai sumber kehidupan manusia dan kepada arwah nenek
moyang atas semua hasil jerih payah yang telah diperoleh dan dinikmati,
juga sebagai tanda Celung Cekeng Wali Ntaung (musim berganti tahun
berlalu). Penulis berharap hal ini dapat dijadikan bahan refrensi bagi
penelitian yang lebih lanjut kepada penelitilain untuk melakukan
penelitian sejenis.
11
E. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah identifikasi teori-teori yang dijadikan sebagai
landasan berfikir untuk melaksanakan suatu penelitian atau dengan kata lain
untuk mendeskripsikan kerangka refrensi atau teori yang digunakan untuk
mengkaji permasalahan. Tentang hal ini Jujun S.Soerya Sumarti mengatakan:
pada hakikatnya memecahakan masalah adalah dengan menggunakan
pengetahuan ilmiah sebagai dasar argumen dalam mengkaji persoalan agar
kita mendapatkan jawaban yang dapat diandalkan. Dalam hal ini kita
mempergunakan teori-teori ilmiah sebagai alat bantu kita dalam mecahkan
permasalahan.
1. Konsep peran
Menurut Soekanto (2009: 212-213) adalah proses dinamis
kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu
Konsep Peran
Upacara Ritual
Adat
Komunikasi Komunikasi
Tradisional
Pengembangan
Budaya
12
peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk
kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan
karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.
Peranan didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan
masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran
tersebut sebagai perangkat peran (roel-set). Dengan demikian perangkat
peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran
yang yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial
khusus Merto (dalam Raho 2007: 67).
Peran lebih menunjukan pada fungsi penyesuaian diri, dan sebagai
sebuah proses. Peran yang dimiliki oleh seseorang mencakupi tiga hal
antara lain:
a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
seseorang di dalam masyarakat. Jadi, peran di sini bisa berarti
peraturan yang membimbing seseorang dalam masyarakat.
b. Peran adalah seseuatu yang dilakukan seseorang dalam masyarakat.
c. Peran juga merupakan perilaku seseorang yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.
2. Upacara Ritual
Sesuai dengan etimologisnya, upacara ritual dapat dibagi atas dua
kata yakni upacara dan ritual. Upacara adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan sekelompok orang serta memiliki tahap yang sudah diatur
sesuai dengan tujuan acara. Sedangkan yang dimaksudkan dengan Ritual
13
adalah suatu hal yang berhubungan terhadap keyakinan dan kepercayaan
spiritual dengan suatu tujuan tertentu.
Situmorang dapat menyimpulkan bahwa pengertian upacara dan
ritual adalah sebuah kegiatan yang dilakukan sekelompok orang yang
berhubungan tehadap keyakinan dan kepercayaan spiritual dengan suatu
tujuan tertentu (Situmorong, 2004: 175). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) pengertian upacara adalah sebagai berikut:
a. Rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait kepada aturan-aturan
tertentu menurut adat atau agama,
b. Perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan
dengan persistiwa penting.
Sedangkan pengertian ritual menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah hal ihwal tatacara dalam upacara keagamaan
( Team Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002: 1386).
Menurut Purba dan Pasaribu, dalam buku yang berjudul “musik
Populer” mengatakan bahwa: upacara ritual dapat diartikan sebagai
peranan yang dilakukan oleh komunitas pendukung suatu agama, adat-
istiadat, kepercayaan, atau prinsip, dalam rangka pemenuhan kebutuhan
akan ajaran atau nilai-nilai budaya dan spiritual yang diwariskan turun-
temurun oleh nenek moyang mereka (Purba Dn Pasaribu, 2004: 134).
Menurut Koentjaraningrat pengertian upacara ritual atau ceremony adalah:
sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat ataau hukum
yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai
14
macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang
bersangkutan (Koentjaraningrat, 1990: 190).
Keberadaan ritual di seluruh dareah merupakan wujud simbol
dalam agama atau religi dan juga simbolisme kebudayaan manusia.
Tindakan simbolis dalam upacara religious merupakan bagian sangat
penting dan tidak mungkin dapat ditinggalkan begitu saja. Manusia harus
melakukan sesuatu yang melambangkan komunikasi dengan Tuhan. Selain
pada agama, adat istiadat pun sangat menonjol simbolismenya, upacara-
upacara adat yang merupakan warisan turun temurun dari generasi tua ke
generasi muda (Herusatoto Budiyono 2001: 26-27).
Keberadaan ritual-ritual di Indonesia tidak terlepas dari
kepercayaan animism dan dinamisme yang dianut masyarakat Indonesia
zaman dahulu, begitu pula ketika masuknya agama-agama hindhu dan
budha di Indonesia masyarakat juga masih melakukan ritual-ritual seperti
adanya sesaji untuk pemujaan kepada para dewa. Ritual sering menjadi hal
yang dianggap negatif oleh sebagian kalangan karena sering berkaitan
dengan hal-hal yang mistis, padahal pada kenyataannya ritual merupakan
wujud dari pelestarian kebudayaan.
3. Media Komunikasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah komunikasi di
artikan dengan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua
orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Menurut
pendapat yang dikemukana Arifin Anwar, (1992 : 19-20) tentang
15
pengertian secara etimologis dari komunikasi adalah: “komunikasi itu
sendiri mengandung makna bersama-sama (common,commonnese dalam
bahasa Inggris), istilah komunikasi dalam bahasa Indonesia dan dalam
bahasa Inggris itu berasal dari bahasa latin, yakni: communication, yang
berarti : pemberitahuan, pemberi bagian (dalam suatu) pertukaran,
dimana sipembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari
pendengarnya ikut bagian. Kalau kata kerjanya ; communicare, artinya :
berdialog atau bermusyawara.”
Pengertian komunikasi secara etimologi seperti yang dikemukan
ahli tersebut adalah: pemberitahuan, pemberi bagian, pertukaran, berdialog
atau bermusyawara. Menurut Onong U. Effendi, (1986 : 60), komunikasi
berasal dari bahasa latin : communication yang artinya : pergaulan, peran
serta, kerjasama, yang bersumber dan istilah: “communis” yang berarti
sama, sama disini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi
terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang
disampaikan oleh komunikator dan komunikan karena jika tidak terjadi
kesamaan makna antara dua actor komunikasi yakni komunikator dan
komunikan itu atau komunikan tidak mengerti pesan yang diterimanya
maka komunikasi tidak terjadi.
Keseluruhan defisinisi tentang komunikasi yang dikemukanan
dapatlah disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian
pesan/ pertukaran gagasan, pikiran dari seseorang kepada orang lain
menggunakan symbol yang dapat dipahami bersama. Jadi dapat dikatakan
16
bahwa komunikasi adalah proses pengoperan gagasan, pendapat, darai
seseorang kepada orang lain menggunakan symbol yang dipahami bersam.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan
prose penyampaian pesan secara verbal maupun non verbal, yang
menggunakan simbol-simbol yang ada dalam kesenian tersebut.
1) Makna Simbol Komuniksi
Makna diciptakan dengan cara kerjasama diantara sumber dan
penerima, pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca. Makna
diciptakan oleh orang yang melakukan komunikasi dan merupakan
fungsi dan tidak saja pesan melainkan juga interaksi pesan-pesan ini
dengan pemikiran, perasaan, dan sikap orang yag bersangkutan.
Simbol merupakan tanda yang bersifat konvesional. Tanda-tanda
lingustik umumnya merupakan symbol. Jadi symbol adalah suatu
tanda yang sudah ada aturan atau kesepakatan yang dipatuhi bersama,
simbol ini tidak bersifat global, karena setiap daerah memiliki symbol-
simbol tersendiri seperti adat istiadat daerah yang satu belum tentu
sama dengan adat istiadat daerah yang lainnya.
2) Media Komunikasi
Media komunikasi adalah semua sarana yang dipergunakan
untuk memproduksi, mereproduksi, mendistribusikan atau
menyebarkan dan menyampaikan informasi. Media komunikasi sangat
berperan dalam kehidupan masyarakat. Proses pengiriman informasi di
zaman modern ini sangat canggih. Teknologi telekomunikasi paling
dicari untuk menyampaikan atau mengirimkan informasi ataupun
17
berita karena teknologi telekomunikasi semakin berkembang, semakin
cepat, tepat, akurat, mudah. Murah, efektif, dan efisisen. Berbagi
informasi antar Benua dan Negara di belahan dunia manapun semakin
mudah.
Berdasarkan Fungsinya
1) Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah media komunikasi yang berguna untuk
menghasilkan informasi contohnya: Komputer pengolah kata (Word
Processor).
2) Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi adalah media komunikasi yang digunakan
untuk memproduksi ulang dan menggadakan informasi informasi
contohnya : Audio tapes recorder dan Video tapes.
3) Fungsi Penyampaian Informasi
Fungsi penyampaian informasi adalah media komunikasi yang
digunakan untuk komunikasi yang dipergunakan untuk
menyebarluaskan dan menyampaikan pesan kepada komunikan yang
menjadi sasaran contohnya: Telepon, Faximile, dan lain-lain.
Berdasrkan Bentuknya:
1) Media Cetak
Media cetak adalah segala barang cetak yang dapat
dipergunakan sebagai sarana penyampaian pesan contohnya: surat
kabar, brosur, bulletin, dan lain-lain
18
2) Media Visual atau media padang
Media visual adalah penerimaan pesan yang tersampaikan
menggunakan indra penglihat contohnya: televise, foto, dan lain-lain.
3) Media Audio
Media audio adalah penerimaan pesan yang tersampaikan
dengan menggunakan indra pendengar contohnya: radio, tape recorder,
dan lain-lain.
4) Media Audio Visual
Media audio visual adalah media komunikasi yang dapat dilihat
ekaligus didengar, jadi untuk mengakses informasi yang disampaikan
digunakan indra penglihat dan pendengar sekaligus contohnya: televise
dan film.
Berdasarkan jangkauan penyebar informasi
1) Media Komunikasi Eksternal
Media komunikasi eksternal ialah media komunikasi yang
dipergunakan untuk menjalin hubungan dan menyampaikan informasi
dengan pihak-pihak luar. Media komunikasi eksternal yang sering
digunakan antara lain:
a. Media Cetak
Ialah media komunikasi tercetak atau tertulis dimaksudkan
untuk menjangkau public eksternal seperti pemegang saham,
konsumen, pelanggaan, mitra kerja, dan sebagainya. Contohnya
adalah makalah perusahaan, bulletin, brosur. Media eksternal cetak
19
ini berfungsi sebagai: Media penghubung, sarana penyampaikan
pesan keterangan-keterangan kepada kalayak, media pendidikan,
sarana membentuk opini public, sarana membangun citra.
b. Radio
Radio adalah alat elektonik yang digunakan sebagai media
komunikasi dan informasi yang termasuk media audio yang hanya
dapat memberikan rangsangan audio (pendengaran) saja. Melalui
alat ini orang dapat mendengar siaran tentang baerbagai peristiwa,
kejadian penting dan baru, asalah-masalah dalam kehidupan serta
acara hiburan yang menyenangkan. Bentuk radio sangat beragam
tapi secara sederhana bisa dibagai kedalam dua bagian besar.
Pertama radio sebagai alat penerima informasi yang kedua radio
sebagaipemberi informasi.
c. Televisi
Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar.
Kata televise berasal dari kata tele dan vision ; yang mempunyai
arti masing-masing jauh (tele) dan tampak (vision). Jadi televise
berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan
televise disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini
mampu mengubah peradaban dunia. Dalam penemuan televisi,
terdapat banyak pihak, penemuan maupun innovator yang terlibat,
baik perorangan maupun badan usaha.
20
d. Telepon
Sebagai media komunikasi, telepon sangat penting untuk
menyampaikan dan menerima informasi lisan secara cepat dengan
pihak pu blic eksternal.
e. Smartphone (Telephone Seluler)
Smartphone adalah telepon yang internet enable yang
biasanya menyediakan fungsi Personal Digital Assistant (PDA),
seperti fungsi kalender, buku agenda, buku alamat, kalkulator, dan
catatan. Smartphone merupakan salah satu dari perkembangan
teknologi dengan kecanggihan teknologi saat ini fungsi
Smartphone tidak hanya sebagai alat komunikasi biasa tetapi juga
dapat mengakses internet, sms, mms dan juga dapat saling
mengirim data. Dengan semakin majunya teknologi
smartphone,maka semakin membantu masyarakat dalam
melakukan segala aktivitas, karena smartphone dapat dikatakan
sebagai identitas seseorang.
f. Surat
Merupakan media penyampaian informasi secara tertulis,
dapat berupa surat konvensional maupun surat elektonik. Surat
menyurat merupakan salah satu kegiatan penting diperusahaan.
Banyak informasi yang keluar masuk perusahaan melalui media
surat, karena surat merupakan media komunikasi yang efektif
21
apabila yang terkait tidak dapat berhubungan secara langsung atau
lisan.
g. Internet
Internet adalah jaringan computer yang terhubung secara
internasional dan tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini meliputi
jutaan pesawat computer yang terhubung satu dengan yang lainnya
dengan memanfaatkan jaringan telepon (baik kabel maupun
gelombang elektomagnetik). Internet merupakan media
komunikasi berbasis computer teknologi informasi. Internet
banyak dipilih oleh perusahaan guna menjalin kemampuan dalam
menjangkau khalayak.
2) Media Komunikasi Internal
Media komunikasi internal adalah semua sarana penyampaian
dan penerima informasi dikalangan public internal dan biasanya
bersifat non komersial. Penerima maupun pengirim informasi adalah
orang-orang public internal. Media yang digunakan secara internal
antara lain seperti: Telephone, surat, papan pengumuman, hous jurnal
(Majalah Bulanan), printed material (Media komunikasi dan
Publikberupa barang cetakan), media pertemuan dan pembicaraan.
4. Komunikasi Tradisional
Indonesia memiliki beragam suku dan adat istiadat yang sampai
saat ini masih dilestaraikan oleh para ketua adat di suatau wilayah atau
daerah tertentu. Menurut Suprawoto (2011:37), Indonesia adalah negara
22
kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau, 485 suku bangasa dan 583
bahasa daerah. Fakta ini menunjukan begitu beragamnya etnis, bahasa,
adat istiadat, begitu pula pola komunikasi maupun budaya lokal yang
terdapat pada setiap suku bangasa tersebut. Indonesia sangat kaya dengan
aneka ragam jenis media tradisional atau media pertunjukan rakyat untuk
menyampaikan informasi atau sekedar menghibur.
Menurut Blake dan Horalsen, (Cangara, 2002:24), media adalah
medium yang digunakan untuk menyampaikan sesuatu pesan, di mana
medium ini merupakan jalan untuk alat dengan suatu pesan berjalan antara
komunikator dengan komunikan. Merujuk pada Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor 08 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pengembangan Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial, media
tradisional ialah kelompok pertunjukan rakyat atau kelompok sejenis
lainnya yang melakukan kegiatan diseminisai informasi dan penyerapan
aspirasi masyarakat. Media tradisioanl disebut juga sebagai media rakyat.
Ranganath mendefinisikan media rakyat sebagai ekspresi hidup tentang
gaya hidup dan kebudayaan sebuah masyarakat, yang berkembang selama
bertahun-tahun (Rochayat dan Ardiyanto, 2011:4).
Beberapa keunggulan dari media rakyat atau media tradisional
selayaknya membuat mata pemerintah meupun lembaga lainnya, untuk
menggunakan dan mengembangkannya secara luas. Alternative seperti ini
merupakan strategi pembangunan yang cerdas, mengingat penguasaan dan
penciptaan teknologi masih rendah pada masyarakat kita. Hasil penelitian
23
R.J. Griffin (2003:13) menemukan bahwa perencana kampanye informasi
yang berhubungan dengan isu-isu kompleks masyarakat, secara eksplisit
perlu memilih jenis media berbeda atau sesuai, sehingga dapat
menjangkau sector khalayak yang berbeda (Dilla, 2007:30). Oleh karena
itu, dbutuhkan media komunikasi yang tepat dan bersifat dekat dengan
masyarakat agar pesan-pesan pembangunan yang ingin disampaikan dapat
dengan mudah dimengerti oleh masyarakat.
Ada beberapa tujuan penggunaan media rakyat (tradisional), yakni:
membangun hubungan kedekatan, pengikat/perekat transaksi sosial,
pengakuan/penghargaan identitas didi dan eksistensi budaya, penyeimbany
dominasi media modern, dan menghilangkan pembatas sistem tradisional
dan modern. Tema yang biasanya berkembang dalam media rakyat
menyangkut ekspresi hidup, keteladanan, simbol-simbol, ritual, cita-cita
budaya, dan nilai (baik dan buruk). Dalam tema tersebut disisipkan pesan-
pesan atau informasi yang telah dititipkan. Disini pertunjuakan rakyat
berfungsi menuntun masyarakat untuk memahami batas baik dan buruk
yang mesti dilakukan dan cara melakukannya. Melalui pertunjukan rakyat
segala ide, gagasan, atau inovasi pembangunan, diceritakan dan
disesuaikan dengan bentuk media yang ada. Dengan demikian, ide
pembangunan dan produk-produk kebudayaan lokal masyarakat dapat
saling mengisi (Dilla, 2012:22).
Menurut Sadjan (2012:330), media pertunjukan rakyat perlu
diperhatikan antara lain karena:
24
1) Mengandung nilai budaya masyarakat berupa nilai kebersamaan dan
nilai sejarah peristiwa atau tokoh;
2) Oleh masyarakat lokal dipegang sebagai sekumpulan tata nilai atau
petuah;
3) Media tradisional ini lebih akrab dengan masyarakat;
4) Disukai oleh kelompok masyarakat tertentu, sehingga efektif untu
menyampaikan pesan;
5) Memberikan hiburan, menyampaikan pesan tanpa menggurui;
6) Menampilkan kreativitas dari orang-orang lokal sehingga mudah
diterima.
Hal ini sesuai dengan pendapat Soedarsono (2010:11),yang
mengatakan seni pertunjukan rakyat merupakan sajian yang sangat
sederhan baik itu dalam pengungkapan tari maupun musiknya, sebab yang
diberlakukan bukan presentase artistic yang tinggi tetapi menyangkut
kebutuhan rohani dalam arti dikaitkan dengan ritual dan kesenangan untuk
hiburan. Sementara itu, Narawati (2003:145) menjelaskan tentang
perkembangan seni pertunjukan tradisi yang pada kenyataannya tidak
lepas dari perubahan sosial masyarakat yang ingin mengalami kemajuan
pada seni tradisi. Apabila seni tradisi ini sudah berkembang menjadi seni
pertunjukan yang dapat diterima oleh masyarakat, maka keberadaannya
tidak hilaang meskipun zaman terus berkembang.
25
Everret M. Rogers (Effendy, 2003:24), berpendapat bahwa, selain
media massa modern, ada juga media massa tradisional yang meliputi
teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dan sebagainya.
1) Teater rakyat adalah teater yang lahir dan berkembang ditengah-tengah
masyarakat kecil di kampung atau desa. Lahirnya teater tradisional
rakyat ini atas dasar kebutuhan masyarakat tersebut akan hiburan dan
juga kebutuhan sebagai sarana untuk melakukan upacara-upacara baik
upacara agama, maupun upacara adat istiadat. Lambat laun kebutuhan
upacara berubah fungsinya menjadi sarana hiburan saja (Durachman,
2009:64).
2) Dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi dan dalam
banyak hal sering tidak masuk akal (Nurgiantoro, 2005:16). Pendapat
lain mengenai dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi,
terutama tentang kejadian zaman dulu yang aneh-aneh (Hasan,
2007:120).
3) Pantun menunjukan ikatan yang kuat dalam hal struktur kebahasaan
atau tipografi atau struktur fisiknya. Struktur tematik atau struktur
makna dikemukakan menurut aturan jenis pantun. Ikatan yang
memberikan nilai keindahan dalam struktur kebahasaan itu, berupa: (1)
jumlah suku kata setiap baris; (2) jumlah baris setiap bait; (3) jumlah
bait setiap puisi dan (4) aturan dalam hal rima dan ritma (Waluyo,
2006:3).
26
Nurdin (2004:221) mengatakan bahwa media tradisional tidak bisa
dipisahkan dari seni tradisional. Yaitu suatu bentuk kesenian yang digali
dari cerita-cerita rakyat dengan memakai media tradisional (folklore). Ada
beragam bentuk folklor, seperti cerita prosa rakyat (mite, legenda,
dongeng), ungkapan rakyat (pribahasa, pameo, pepatah), puisi rakyat,
nyanyian rakyat, teater rakyat, alat bunyi-bunyian (kentongan, gong,
budge) dan sebagainya. William Boscon (Nurudin, 2004:218)
mengemukakan fungsi-fungsi pokok folklore sebagai media tradisional,
yaitu sebagai sistem proyeksi, penguat adat, alat pendidik, dan alat
paksaan dan pengendalian sosial.
Ciri dari setiap media tradisional adalah pertisipasi warga, melalui
keterlibatan fisik atau psikis. Media tradisional tidak hanya sebagai obyek
hiburan (spectacle) dalam fungsi pragmatis untuk kepentingan sesaat,
tetapi dimaksudkan untuk memelihara kebeadaan dan identitas suatu
masyarakat (Siregar, 2006:216). Media tradisional yang paling menonjol
dan mudah dikenal adalah dalam bentuk media pertunjukan rakyat
(Suprawoto, 2011:113). Media tradisional sudah sejak lama hidup dan
berkembang bersama rakyat. Media tradisional merupakan alat hibur dan
komunikasi yang telah lama dikenal dan dipergunakan oleh masyarakat
Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Unsur-unsur tradisional sangat
dirasakan pentingnya untuk memperoleh efektivitas yang tinggi sebagai
media komunikasi karena berakar pada kebudayaan asli yang memuat
ajaran moral dan norma, yang semuanya itu rasakan sebagai hal yang
27
sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Dukungan pengembangan
pemberdayaan media tradisional juga dilakukan Kementerian Komunikasi
dan Informatika RI dengan mengeluarkan regulasi yaitu Peraturan
Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dengan menegeluarkan
regulasi yaitu Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI No.
17/PER/M.KOMINFO/ 03/2009 tentang Dimensi Informasi Nasional dan
Peraturan Menteri Kominfo RI No. 08/PER/M.KOMINFO/6/2010 tentang
Pedoman Pengembangan Pemberdayaan Lembaya Komunikasi Sosial.
Kedua peraturan tersebut mengatur mengenai perlunya pemerintah baik
pusat maupun daerah untuk melakukan diseminasi melalui media baik
media elektronik maupun media lainnya, serta pengembangan dan
pemberdayaan lembaya komunikasi sosial yang ada di daerah, salah
satunya adalah media pertunjukan rakyat.
Komunikasi tradisional adalah proses penyamaian pesan dari satu
pihak ke pihak lain,dengan menggunakan media tradisional yang sudah
lama digunakan di suatu tempat sebelum kebudayaannya tersentuh oleh
teknologi modern. Pada zaman dahulu, komunikasi tradisional dilakukan
oleh masyarakat primitive dengan cara yang sederhana. Komunikasi
tradisional sangat penting dalam suatu masyarakat karena dapat
mempererat persahabatan dan kerja sama untuk mengimbangai tekanan
yang datang dari luar.
Komunikasi tradisional mempunyai dimensi sosial, mendorong
manusia untuk bekerja, menjaga keharmonisan hidup, memberikan rasa
28
keterikatan, bersama-sama menentang kekuatan alam dan pakaian dalam
mengambil keputusan. Komunikasi tradisional sangat penting dalam suatu
masyarakat karena dapat mempererat persahabatan dan kerja sama untuk
mengimbangai tekanan yang datang dari luar. Komunikasi tradisional
mempunyai dimensi sosial, mendorong manusia untuk bekerja, menjaga
keharmonisan hidup, memberikan rasa keterikatan, bersam-sama
menentang kekuatan alam dan dipakai dalam mengambil keputusan
bersama.
Menurut Sajogyo (1996:60) komunikasi tradisional merupakan
saluran komunikasi yang paling penting untuk mobilisasi desa. Padaa
zaman dahulu, komunikasi tradisional dilakukan oleh masyarakat
primitive dengan cara yang sederhana. Seiring dengan perkembangan
teknologi, komunikasi tradisional mulai luntur dan jarang digunakan,
tetapi masih ada sebagian orang yang masih tetap menggunakan
komunikasi tradisional, misalnya masyarakat pedesaan.
Komunikasi tradisional memiliki peran yang sangat penting dalam
suatu masyarakat karena dapat mempererat persahabatan dan kerjasama
untuk mengimbangi tekanan yang datang dari luar. Selain itu, komunikasi
tradisional mempunyai dimensi sosial, mendorong manusia untuk bekerja,
menjaga keharmonisan hidup, memberikan rasa keterikatan, bersama-sama
menantang kekuatan alam dan dipakai dalam mengambil keputusan
bersama.
29
Media komunikasi tradisional memiliki kelebihan/keistimewaan
yang tidak dimiliki oleh media modern, sebab komunikasi tradisional bisa
dipertukarkan dengan seni yang menjadikan bentuk komunikasi ini lebih
menarik, sederhana, dan mudah dimengerti. Hal tersebut membuat media
komunikasi tradisional melekat erat dengan kehidupan masyarakat dan
berdampak pada perkembangan proses sosial masyarakat seperti memupuk
rasa persaudaraan. Pada dasarnya media kesenian tradisional masih tetap
disenangi oleh masyarakat hingga detik ini. Hanya saja media-media
kesenian tersebut harus dikemas dengan baik dan menarik. Hal tersebut
dapat dilihat dari usaha yang banyak dilakukan oleh media modern
televise belakangan ini, yang seolah berlomba menampilkan pola
pertunjukan tradisional dalam berbagai tayangan. Sedangkan kekurangan
komunikasi tradisional terletak pada ketidak mampuannya menjangkau
ruang dan waktu serta audiens yang luas, dank arena keterbatasan itulah
komunikasi ini sering dianggap tidak efektif.
Bentuk-bentuk Komunikasi Tradisional
1) Lambang Isyarat
Pada awalnya, orang menggunakan anggota badanya untuk
berkomunikasi “bahasa badan” dan bahasa non-verbal. Contoh dengan
gerak muka, tangan, mimik. Ini merupakan bentuk komunikasi yang
sangat sederhana.
2) Simbol
Simbol-simbol dalam komunikasi tradisional dapat dilihat pada
pemukulan gong di Romawi dan pembakaran api yang mengepulkan
asap di Cina, yang dilakukan oleh para serdadu di medan perang.
30
3) Gerakan
Gerakan-gerakan dalam semaphore yang dilakukan untuk
menyampaikan sebuah pesan/informasi maupun gerak-gerakan dalam
tarian yang bertujuan menyampaikan suatu kisah, merupakan bentuk-
bentuk komunikasi tradisional yang menggunakan gerakan.
4) Bunyi-bunyian
Bentuk komunikasi tradisional dalam hal ini berupa tanda
uyang disampaikan dengan sirine atau kentongan.
5. Pengembangan Budaya
Globalisasi budaya merupakan serangkaian proses dimana relasi
akal dan budi manusia relative terlepas dari wilayah geografis. Hal
tersebut memunculkan jalinan situasi yang integratif antara akal dan budi
manusia di suatu belahan bumi dengan yang lainnya. Dari pemahaman
tersebut tidak menutup kemungkinan muncul budaya pop yang
mengglobal atau disebut sengan global pop culture, yakni budaya tren
dalam suatu wilayah kemudian dipopulerkan dan diterima hingga ke taraf
dunia atau lingkup blobal. Hal tersebut sesuai pendapat kaum
hiperglobalis bahwa globalisasi budaya adalah homogezination of the
world under the auspices of American popular culture of western
consumerism in general. (I. Made Gede Arimbawa, 2011: 175), bahwa
globalisasi budaya adalah proses homogenisasi dunia dengan mengusung
kemasan budaya popular Amerika.
31
Kondisi tersebut jelas dapat dilihat dan dinilai dari penekanan
konsumsi terhadap budaya Barat pada umumnya, sehingga muncul istilah
Westernisasi yang digunakan sebagai simbol terhadap sifat konsumerisme.
Dalam konteks tersebut dapat diartikan bahwa „ budaya Barat” adalah
budaya yang diperjual belikan sementara masyarakat dunia pada umumnya
adalah konsumen atau penikmat. Sebagai contoh konsumsi terhadap
bentuk pemerintahan atau sistem politik, mekanisme pasar, aliran musik
gaya hidup makanan, seni, desain pakaian dan sebagainya. Paham
hiperglobalis tersebut tidak terlepas dari sifat-sifat yang cenderung
berorientasi pada ekonomi kapitalis.
Ada anggapan bahwa globalisasi mengancam dan dapat merusak
tatanan kehidupan heterogenitas budaya lokal dengan mengabaikan
keragaman dan kearifan lokal untuk menuju pada universalitas. Kedua
paham tersebut merupakan situasi yang dikotomi dan dilematis serta tarik
menarik. Yasraf Amir Piliang (2005 13), bila homogenisasi daya tariknya
lebih kuat, maka budaya lokal akan terseret ke dalam arus globalisasi,
sehingga merupakan ancaman terhadap kesinabungan, eksistensi dan
kehilangan identitas. Sedangkan bagi budaya lokal jika tidak mengadakan
pengembangan, maka peluang penciptaan keunggulan budaya lokal tidak
dilakukan, maka budaya etnik Nusantara justru dimanfaatkan oleh pihak
luar yang berkepentingan, berupa “pencurian” kemudian dimodifikasi
disesuaikan dengan kepentingan ekonomi kapitalis global.
32
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan sebab
globalisasi budaya ada ambiguitas yang melekat, di satu sisi saling kenal
mengenal budaya antar bangsa dan di sisi lain, ada kekuatan untuk
memperthankan identitas lokal. Salah satu contoh mengenai kekuatan
budaya lokal untuk membentengi identitas etnik dengan ikatan primordial,
yakni dalam penggunaan bahasa Indonesia. Globalisasi membawa
pengaruh pada perubahan dalam diri masyarakat dan lingkungan hidupnya
serentak dengan laju perkembangan dunia, sehingga terjadi pula dinamika
masyarakat. Terjadi perubahan sikap terhadap nilai-nilai budaya yang
sudah ada. Sehingga terjadilah pergeseran system nilai budaya yang
membawa perubahan pula dalam hubungan interaksi manusia di dalam
masyarakat.
F. Kerangka Konseptual
Kota komba adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten
Manggarai Timur propinsi NTT. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa
yang kaya baik alam maupun budayanya. Di Indonesia terdapat ribuan ribuan
suku bangsa yang mendiami sepanjang wilayah kepulauan Negara. Setiap
suku bangsa memiliki unsur kebudayaan mulai dari bahasa, upacara adat
syukuran, tari tradisional, makanan, rumah adat dan unsur lain yang berbeda
dengan suku lainnya. Bentuk kearifan lokal ini merupakan harta yang sangat
berharga bagi Indonesia (Sundjaya, 2008: 7-8). Masyarakat Kecamatan Kota
Komba Kabupaten Manggarai Timur, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur
33
juga punya satu tradisi pengucapan rasa syukur, yaitu ritual penti. Ritual penti
di Manggarai Timur merupakan pesta upacara sebagai wujud syukur atas hasil
panen yang berlimpah. Ritual penti pada masyarakat Kecamatan Kota Komba
di selenggarakan setiap tahun. Ritual penti terus dipertahankan sampai
sekarang. Tetua adat dan masyarakat terus melestarikan budaya ini agar para
generasi muda bisa memahami akan pentingnya ritual adat penti dan barong
wae bagi masyarakat Tanggarai Timur.
Upacara ritual Penti dan barong wae yang dirayakan oleh masyarakat
Manggarai selain upacara-upacara ritual yang lain di sana mempunyai peran
sosial dalam rangka menjalin hubungan dengan sesama manusia, serta
berperan religious yaitu menjalin hubungan manusia dengan Tuhan Yang
Maha Kuasa. Bahasa Manggarai berperan sebagai salah satu media
penyampaian pesan-pesan adat dari para tetua adat kepada masyarakat dan
juga sebagai media pemersatu masyarakat Manggarai dan Masyarakat
manggarai dengan Tuhan secara adat, sebagai sarana dalam menyapa para
leluhur dan masyarakat.
Selain itu bahasa sebagai media; musik dan tarian adat juga berperan
sebagai penyempurna di dalam upacara ritual. Makna komunikasi simbolik
yang terlihat dan tak terlihat dalam ritual adat senantiasa diimplementasikan
dalam kehidupan masyarakat manggarai sehari-hari. Prilaku simbolis
masyarakat nampak melalui tindakan simbolis dalam situasi religious, dalam
tradisi dan dalam seni yang kaya akan makna. Upacara ritual penti dan barong
wae merupakan titik puncak cerminan kebersamaan masyarakat manggarai,
34
yang turut berperan dalam upaya pelestarian, pengembangan, juga
pemanfaatan kekayaan budaya menjadi daya Tarik wisata selain keindahan
panorama alam di bumi manggarai.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono
(2014:9) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
Masyarakat Upacara Ritual
Penti
Komunikasi
Tradisional
Peran
tokoh adat
Masyarakat
1. Sosialisasi/pemahaman
2. Memberikan teladan
3. Memelihara tradisi
4. Menjaga dan mengurus harta pusaka
5. Mengarahkan aturan adat
Masyarakat Manggarai Timur
1. Masih memegang nilai budaya
2. Nilai religius yang sangat kuat
3. Kurangnya pemahaman generasi muda
terkait adat istiadat
35
kondisi obyek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana
peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara gabungan, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna daripada
generalisasinya. Menurut Flick (Gunawan, 2014:81) penelitian kualitatif
adalah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang berhubungan
dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan. Metode ini diterapkan untuk
melihat dan memahami subjek dan obyek penelitian yang meliputi orang,
lembaga berdasarkan fakta yang tampil secara apa adanya. Melalui
pendekatan ini akan terungkap gambaran mengenai aktualisasi, realitas
sosial, dan presepsi sasaran sosial.
Pendekatan dalam penelitian ini ini yaitu dengan menggunakan
pendekatan secara deskriptif kualitatif. Alasan peneliti melakukan
penelitian dengan menggunakan metode deskriptif karena sesuai dengan
sifat dan tujuan peneliti yang ingin diperoleh bukan menguji hipotesis
tetapi berusaha mendapat gambaran yang nyata mengenai “peran tokoh
adat dalam upacara penti sebagai media komunikasi tradisional dalam
pengembangan budaya di Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai
Timur”.
2. Lokasi Penelitian
Pada penelitan ini, Desa Rana Mbeling Kecamatan Kota
Komba,Kabupaten Manggarai Timur.
36
3. Data dan Sumber Data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data perimer merupakan data yang diperoleh secara langsung
dari penelitian perorangan, keolompok dan organisasi. Dalam
penelitian ini yang termasuk data primer adalah yaitu narasumber yang
akan diwawancarai atau sebagai informan utama yaitu Tokoh Adat di
Kecamatan Kota Komba (bapa Pilipus Tanggu berusia 83 tahun, bapa
Stefanus Abu berusia 61 tahun,bapa Donatus 84 tahun), masyarakat
(bapak Maksimus las berusia 46 tahun, bapak Vitalis Jamin berusia 48
tahun) dan remaja Kecamatan Kota Komba ( Yustianai Jejinimat
berusia 17 tahun, Sefanus Jalang berusia 22 tahun, Dionesia Fitria
Jelita berusia 19 tahun,Karbianus German 17 tahun,Marselina Nanus
18 tahun).
b. Data Skunder
Data skunder merupakan data yang diperoleh dari sumber yang
kedua. Data skunder ini untuk melengkapi data primer, dan biasanya
data skunder ini sangat membantu dan biasanya data sekunder ini
sangat membantu peneliti bila data primer terbatas dan sulit diperoleh.
Data seunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi,
melalui publikasi dan informasi yang dikeluarkan diberbagai
organisasi atau perusahan. Dalam penelitian ini, data sekunder
dikeluarkan oleh para tokoh adat yang ada di Kecamatan Kota Komba
37
Kabupaten Manggarai Timur berupa dokumentasi selama proses
wawancara dan proses pelaksanaan upacara ritual Penti.
4. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian kualitatif yang dilakukan penulis adapun teknik
pengumpulan data yang dilakukan penulis meliputi tahap sebagai berikut :
a. Observasi
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), arti dari
observasi adalah peninjauan secara cermat.
Menurut Margono (2007), secara dasar teknik observasi
digunakan untuk melihat juga untuk mengamati perubahan dari
fenomena-fenomena sosial yang berkembang atau tumbuh yang
selanjutnya dapat dilakukan perubahan dari penilaian tersebut. Dan
untuk pelakssana observasi tersebut guna melihat objek dari kejadian
tertentu, serta mampu memisahkan antara kejadian yang perlu
digunakan dan yang tidak perlu digunakan. Beberapa informasi yang
diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan,
objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, perasaan. Alasan
peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran
realistic prilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk
mampu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu
melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan
balik terhadap pengukuran tersebut.
38
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,
2014:186). Tujuan dari pelaksanaan wawancara ini untuk memproleh
data tentang kejadian yang sedang terjadi. Pada penelitian penulis akan
mewawancarai Tokoh adat Kecamatan Kota Komba Manggarai Timur,
(bapa Pilipus Tanggu berusia 83 tahun, bapa Stefanus Abu berusia 61
tahun, bapa Donatus 84 tahun), masyarakat (bapak Maksimus las
berusia 46 tahun, bapak Vitalis Jamin berusia 48 tahun dan remaja
Kecamatan Kota Komba ( Yustianai Jejinimat berusia 17 tahun,
Sefanus Jalang berusia 22 tahun, Dionesia Fitria Jelita berusia 19 tahun,
Karbianus German 17 tahun, Marselina Nanus 18 tahun).
c. Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2014:329) studi dokumentasi merupakan
pelengkap dari pengguna metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Lebih khusus yang dicari dengan metode ini
berupa data yang berhubungan dengan peran Tokoh adat dalam
upacara penti sebagai media komunikasi tradisional dalam
pengembangan budaya di Kecamatan Kota Komba Kabupaten
Manggarai Timur. Seperti dokumentasi gambar berupa foto pada saat
wawancara.
39
5. Teknik Sampling
Sampling dalam penelitian empirik diartikan sebagai proses
pemilihan atau penentuan sampel (contoh) menunjuk pada bagian dari
populasi. Akan tetapi, dalam penelitian kualitatif tidak bermaksud untuk
mengambarkan karakteristik populasi atau menarik generalisasi
kesimpulan yang berlaku bagi suatu populasi, melainkan lebih berfokus
kepada representasi terhadap fenomena sosial. Data atau informasi harus
ditelusuri seluas-luasnyya sesuai dengan keadaan yang ada. Hanya dengan
demikian peneliti mampu mendeskripsikan fenomena yang diteliti secara
utuh. Dalam prosedur sampling yang paling penting adalah bagaimana
menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu
yang sarat informasi. Memilih sampel, dalam hal ini informan kunci atau
situasi sosial lebih tepat dilakukan dengan sengaja atau bertujuan, yakni
dengan purposive sampling (Bungin, 2012:53).
Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber
data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya
orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau
mungkin dia sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi
objek atau situasi sosial yang diteliti. (Sugiyono, 2010: 318-319).
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Peneliti
merasa dengan menggunakan teknik ini dapat mengetahui tentang masalah
yang akan diteliti oleh peneliti. Penggunaan purposive sampling pada
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Tokoh adat dalam upacara
penti sebagai media komunikasi tradisional dalam pengembangan budaya
di Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur.
40
6. Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara
sistematis data yang diperoleh dari wawancara , catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data dalam kategori,
menjabarkan kedalam unit-unit.
Untuk melakukan analisis, sebagaimana diajurkan oleh Miles
Huberman (Sugiyono, 2014:338) peneliti mengikuti 3 alur kegiatan yang
kesemuanya terjadi bersamaan yaitu reduksi data,penyajian data (display
data) dan penarikan kesimpulan (verifikasi data).
a. Data Reduction ( Reduksi Data)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data
yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis dilapangan. Reduksi
data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan
data hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan
diverifikas. Proses ini dapat berlangsung secara terus-menerus selama
suatu penelitian kualitatif dilakuikan.
b. Data Display (penyajian Data)
Penyajian data yaitu sekumpulan informasi yang member
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindaka.
Dengan penyajian data ini, seorang penganalisis dapat melihat apa
41
sedang terjadi dan menentukan langkah selanjutnya, apakah akan
menarik kesimpulan atau terus melakukan analiis terhadap suatu data
berdasarkan atas pemahaman yang dapat dari penyajian-penyajian
tersebut. Berbagai jenis penyajian data yang sering digunakan meliputi
matrik, grafik, jaringan, dan bagan,dengan mendisplaykan data,maka
akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan
kerja selajutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
c. Conslusion Drawing/ Verification
Tahapan analisis data ini sangat penting sejak semula seorang
peneliti berusaha mencari makna data yang dikumpulkan. Peneliti
yang berkompeten akan menangani suatu kesimpulan dengan longgar,
tetap terbuka dan skeptik, tetapi kesimpulan disediakan yang mana
pada mulanya belum jelas, kemudian meningkat menjadi lebih rinci
dan mengakar dengan kokoh. Selanjutnya, kesimpulan tersebut harus
diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan berbagai macam
agar kualitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan penyajian
data yang telah dibuat sebelumnya, peneliti merumuskan suatu
kesimpulan dengan cara mensistensikan semua data yang ada dengan
demikian peneliti mencapai sejumlah kesimpulan yang perlu dicatat
setelah dirumuskan dengan jelas.
42
BAB II
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Kabupaten Manggarai Timur
1. Sejarah Kabupaten Manggarai Timur
Kabupaten Manggarai Timur lahir dari kesadaran dan cita-cita.
Kesadaran akan fakta pembangunan yang belum maksimal dan cita-cita
untuk mengubah keadaan, mendekatkan pelayanan kepada masyarakat
serta pemerataan pembangunan. Kesadaran dan cita-cita itu menjadi
aspirasi. Aspirasi menjadi wacana. Wacana menjadi gerakan bersama
perjuangan untuk membentuk Kabupaten Manggarai Timur. Dalam rekam
peristiwa, wacana pembentukan Kabupaten Manggarai Timur telah
digullirkan sejak 1986. Berbagai elemen masyarakat berjuang agar
Kabupaten Manggarai dibagi menjadi tiga yakni Kabupaten Manggarai
Barat, Manggarai Tengah dan Manggarai Timur. Wacana ini lahir dari
kesadaran bahwa wilayah Manggarai terlalu luas. Jika dimekarkan,
kualitas pelayanan publik akan lebih baik dan tepat sasaran.
Wacana Pembentukan Kabupaten Manggarai Timur terus
diperjuangkan dan disuarakan, namun belum menjadi arus utama. Antara
akhir dekade 1980-an hingga akhir dekade 1990-an, wacana itu seperti
kehilangan momentum. Ada namun belum melonjak ke permukaan.
Sekitar tahun 2000 wacana pembentukan Kabupaten Manggarai Timur
kembali bergulir. Tonggaknya adalah pernyataan dukungan dari DPRD
43
Kabupaten Manggarai terhadap usulan pemekaran Kabupaten Manggarai
menjadi tiga kabupaten. Dukungan itu tertuang dalam pernyataan Nomor
1/Perny.DPRD/2000 tanggal 29 Mei 2000. Dukungan tersebut
ditindaklanjuti melalui keputusan politik lembaga DPRD Manggarai
Nomor 06/DPRD/2002 tanggal 10 Agustus 2002. Selama lima tahun,
aspirasi ini timbul-tenggelam-mengendap namun hidup dalam hati
masyarakat.
Sejak tahun 2005, dukungan terhadap pembentukan Manggarai
Timur mendapatkan angin segar. Dimulai dengan surat usulan Bupati
Manggarai Nomor Pem. 135/22/I/2006, Keputusan DPRD Kabupaten
Manggarai Nomor 03/DPRD/2006 tanggal 4 Februari 2006, Keputusan
Nomor 04/DPRD/2006 tanggal tanggal 15 Februari 2006 dan Keputusan
Nomor 05/ DPRD/2006, tanggal 17 Februari 2006. Usulan Gubernur NTT
Nomor Pem. 135/04/2006 tanggal 27 Januari 2006 dan Keputusan DPRD
Provinsi NTT Nomor 4/PIMP.DPRD/2006 tanggal 1 Februari 2006.
Dengan melihat kebutuhan masyarakat serta dukungan pemerintah,
optimisme melingkupi semua elemen yang berjuang untuk membentuk
Kabupaten Manggarai Timur. Gerakan bersama untuk memekarkan dan
membentuk daerah otonom baru mulai dilaksanakan dengan teratur dan
terencana. Jalur politis dan jalur budaya ditempuh. Pendekatan demi
pendekatan gencar dilakukan. Puncak dari perjuangan ini adalah lahirnya
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten
44
Manggarai Timur di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang disahkan pada
tanggal 17 Juli 2007.
2. Visi dan Misi
a. Visi
Terwujudnya Manggarai Timur yang lebih sejahtera, cerdas,
kreatif, inovatif, sehat, ramah lingkungan, demokratis, bermartabat
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia menuju masyarakat yang
lebih mandiri.
Visi tersebut di atas kaya makna, menyeluruh dan terpadu.
Asumsi dasar visi pembangunan dimaknai sebagai berikut :
1) Lebih sejahtera, adalah kondisi suatu masyarakat yang terpenuhi
kebutuhan ekonomi maupun sosial, serta secara lahir dan batin
mendapatkan rasa aman dan makmur dalam menjalani kehidupan,
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi diatas rata rata
kabupaten/kota di propinsi NTT.
2) Kreatif dan inovatif, adalah suatu kondisi masyarakat yang mampu
mengembangkan sumber daya manusia dan sumber daya alam
untuk meningkatkan kesejahteraan.
3) Ramah lingkungan, adalah sikap masyarakat dalam melaksanakan
pembangunan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
4) Demokratis, mencerminkan keterwakilan proses dan substansi
agenda-agendapembangunan yang dilakukan secara rasional dan
45
objektif dengan mempertimbangkanaspek keterbukaan, partisipasi
publik, kesamaan dan keadilan;
5) Bermartabat, adalah sikap dan kondisi masyarakat yang taat dan
patuh terhadap norma hukum, adat dan budaya lokal, demokratis
dan ramah lingkungan.
6) Menjunjung hukum dan hak asasi manusia, asalah suatu kondisi
masyarakat yang taat terhadap hukum dan menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia.
7) Mandiri, adalah sikap dan kondisi masyarakat yang produktif,
berdaya saing, terampil dan inovatif dengan tetap dapat menjaga
tatanan sosial masyarakat yang toleran, rasional, bijak dan adaptif
terhadap dinamika perubahan namun tetap berpegang pada nilai
budaya serta kearifan lokal dan berdaulat secara pangan, ketahanan
ekonomi dan sosial
b. Misi
Misi Kabupaten Manggarai Timur adalah:
1) Membangun SDM Kabupaten Manggarai Timur yang produktif
dan berdaya saing kemandirian sosial dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia yang produktif dan berdaya saing merupakan
prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju
dan sejahtera. Sumber daya manusia yang berkualitas tersebut akan
dapat di wujudkan melalui tiga pilar utama yaitu : pendidikan yang
bermutu tinggi di semua strata, pengembangan ilmu pengetahuan,
46
teknologi dan seni yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dan
peningkatan derajat kesehatan yang tinggi dan merata ke seluruh
pelosok daerah dan lapisan masyarakat. Termasuk dalam kualitas
sumber daya manusia ini adalah adanya disiplin dan etos kerja
yang baik sehingga tingkat efisiensi dan produktivitas tenaga kerja
menjadi cukup tinggi serta terdapatnya kesetaraan gender. Dengan
demikian diharapkan sumber daya manusia Manggarai Timur
memiliki daya saing yang dapat memajukan daerahnya sekaligus
meningkatkan pendapatan masyarakat itu sendiri.
2) Membuka isolasi daerah dan membangun infrastruktur secara
merata. Jaringan infrastruktur wilayah yang handal sangat penting
dalam meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas faktor-faktor yang
mendukung berkembangnya aktivitas produksi. Oleh karena itu
pemerintah daerah perlu membuka isolasi daerah serta membentuk
kawasan-kawasan pertumbuhan baru dalam mewujudkan
pembangunan yang merata di seluruh Manggarai Timur.
Terpenuhinya kebutuhan perumahan rakyat layak huni yang
dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukungnya juga
merupakan syarat mutlak yang harus diwujudkan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Manggarai Timur.
Meratanya pembangunan kebutuhan prasarana dan sarana
pelayanan dasar di seluruh wilayah perdesaan dan perkotaan di
47
seluruh Manggarai Timur akan mendorong peningkatan kualitas
hidup dan kesejahteraan masyarakat.
3) Menumbuh kembangkan ekonomi rakyat melalui optimalisasi
keunggulan lokal misi untuk meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi, kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat merupakan unsur penting menuju kemandirian daerah
melalui pengembangan keunggulan lokal berbasis desa. Usaha
ekonomi mikro dapat dimulai pada lapisan masyarakat di akar
rumput melalui skala rumah tangga yang kemudian akan didorong
untuk mengembangkan daya saing yang sehat dalam dunia usaha.
pemerintah daerah perlu mengembangkan kewirausahaan daerah,
menyediakan prasarana dan sarana pembangunan yang berkualitas
secara merata ke seluruh pelosok daerah serta menciptakan
kepastian hukum dan iklim investasi yang kondusif bagi para
investor.
4) Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel yang
berkarakter melayani manajemen pemerintahan akan sangat
menentukan kemajuan sebuah daerah dalam berkompetisi di
otonomi daerah. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih
dan professional adalah merupakan persyaratan penting untuk
dapat mendorong proses pembangunan daerah secara cepat dan
merata. Hal ini sesuai dengan harapan seluruh masyarakat. Dalam
kondisi demikian, tata pemerintahan berjalan secara demokratis,
48
taat hukum, transparan, menerapkan sistem perencanaan,
penganggaran dan pengawasan secara terpadu yang berlandaskan
pada partisipasi masyarakat serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN). Dengan cara demikian diharapkan akan dapat
diwujudkan kepercayaan masyarakat dan pola pemerintahan daerah
yang efektif, efisien, bersih dan berwibawa sehingga pada
gilirannya akan memperoleh dukungan dan partisipasi aktif
masyarakat secara keseluruhan.
3. Keadaan Geografis
a. Batas Wilayah
Batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
Utara : Laut Flores
Selatan : Laut Sawu
Barat : Kabupaten Manggarai
Timur : Kabupaten Ngada
b. Topografi
Secara Geografis Kabupaten Manggarai Timur terletak antara
08°.14‟ LS - 09°.00 LS dan 120°.20‟ BT - 120°.55‟° BT. Pola
topografi ini sedikit banyak mempengaruhi bentuk tata guna lahan
yang ada. Daerah Timur Sepanjang jalan Lintas Flores yang relatif
kemiringan lahannya agak rendah dipergunakan sebagai kawasan
pemukiman.selain itu dilokasi ini juga dimanfaatkan warga untuk
daerah persawahan dan peternakan. Lahan dengan tingkat lekukan
49
tinggi rendah yang berada di Utara, dan sebagian selatan merupakan
daerah hutan lindung dan perkebunan milik rakyat yang ditanami kopi,
kemiri, kakao/coklat, dan vanili.
c. Kecamatan
Kabupaten Manggarai Timur pada awal dibentuk terdiri dari 6
Kecamatan, namun kemudian dilakukan pemekaran wilayah dan
melahirkan 3 kecamatan baru yaitu Kecamatan Elar Selatan,
Kecamatan Poco Ranaka Timur dan Kecamatan Rana Mese sehingga
sekarang Kabupaten Manggarai Timur memiliki 9 Kecamatan, 17
Kelurahan dan 159 Desa. Berikut ini adalah nama kecamatan yang ada
di Kabupaten Manggarai Timur:
1) Kecamatan Borong
2) Kecamatan Elar
3) Kecamatan Elar Selatan
4) Kecamatan Kota Komba
5) Kecamatan Lamba Leda
6) Kecamatan Poco Ranaka
7) Kecamatan Poco Ranaka Timur
8) Kecamatan Rana Mese
9) Kecamatan Sambi Rampas
50
4. Deskripsi Desa Rana Mbeling
1. Keadaan wilayah
Letak dan keadaan lingkungan alam suatu wilayah merupakan
salah satu faktor salah satu faktor utama penentu pengembangan
pembangunan di bidang sosial, ekonomi, kesehatan, budaya, maupun
lembaga bagi masyarakat. Bermacam-macam karakter dan budaya
menunjukan kearifan lokal manusia sebagai individu maupun kesatuan
masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Secara geografis Desa Rana
Mbeling adalah salah satu desa di Kecamatan Kota Komba Kabupaten
Manggarai Timur. Saat ini desa Rana Mbeling dikepalai oleh Bapa
Perimus Adil.
2. Pemerintah Desa/ Kelurahan
Kepala Desa
Kepala desa adalah alat pemerintah yang langsung berada di
bawah camat. Dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab kepada
walikota madya melalui camat, Kepala desa mempunyai tugas sebagai
penyelenggara dan penanggungjawab utama bidang pemerintah,
pembangunan dan kemasyarakatan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah dan urusan pemerintah umum di wilayahnya,
melakukan kordinasi terhadap jalannya pemerintah desa, melakukan
tugas di bidang pembangunan dan pembinaan masyarakat yang
menjadi tanggungjawabnya, melakukan usaha dalam rangka
meningkatkan partisispasi dan swadaya serta gotong royong
51
masyarakat, melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan ketentraman
dan ketertiban wilayah, melakukan fungsi-fungsi lain yang
dilimpahkan kepada Desa.
Sekertaris Desa
Sekertaris Desa mempunyai tugas membantu Kepala Desa di
bidang pembinaan administrasi dan memberikan pelayanan teknis
administratif kepada seluruh perangkat pemerintah Desa. Sekertaris
Desa di bantu oleh beberapa kepala urusan (KAUR) yang terdiri dari:
Kepala Urusan Pemerintah Dan Keuangan
1) Mengumpulkan mengelola dan mengevaluasi data di bidang
pemerintahan dan keuangan.
2) Mengumpulkan bahan dalam rangka pembinaan wilayah
masyarakat.
3) Membantu tugas-tugas di bidang pemungutan pajak bumi dan
bangunan (PBB).
4) Membantu pengawasan pemilihan umum (PEMILU).
5) Mengumpulkan bahan dan menyususun laporan bidang
pemerintahan dan keuangan.
Kepala Urusan Dan Ekonomi
1) Mengumpulkan, mengelola dan mengevaluasi data di bidang
perekonomian dan pembangunan.
2) Melakukan kegiatan pembinaan terhadap perkoperasian, pengusaha
perekonomian lainnya.
52
3) Melakukan kegiatan dalam rangka meningkatkan swadaya dan
partisispasi masyarakat dalam meningkatkan perekonomian dan
pelaksanaan pembangunan.
4) Membantu pembinaan koordinasi pelaksanaan pembangunan serta
menjaga dan memelihara prasarana dan sarana fisik di lingkungan
Desa.
Kepala Urusan Umum dan Kesejahteraan Rakyat
1) Melakukan administrasi kepegawaian.
2) Melakukan administrasi dan keuangan.
3) Melakukan urusan perlengkapan dan inventarisasi Desa
4) Mengatur penyelenggaraan rapat-rapat dan upacara
5) Melakukan urusan tata usaha desa
6) Melakukan pelayanan kepada masyarakat di bidang kesejahteraan,
kesehatan, keluarga berencana, dan pendidikan masyarakat.
7) Mengumpulkan bahan dan menyususn laporan di bidang
pemerintahan Desa dan kesejahteraan rakyat.
Desa Rana Mbeling memiliki (3) dusun beserta kepala
dusunnya dan (11) kampung yaitu:
Dusun Manus meliputi:
1. Kampung Manus
2. Kampung Tango
3. Kampung Pam
4. Kampung Rapuses
53
Dusun Ladok meliputi:
1. Kampung Ladok
2. Kampung Ranmbeling
Dusun Ngusu meliputi:
1. Kampung Ngusu
2. Kampung Puran
3. Kampung Lenang
4. Kampung Watu Weri
5. Kampung Jere
Mata pencarian penduduk sehari-hari adalah bercocok tanam.
Hasil bumi seperti: kopi, kakao, kemiri, cengkih, padi, jagung, ubi-
ubian dan pisang.
B. Latar Belakang Sejarah Upacara Adat Penti
1. Pengertian upacara penti
Pada umumnya gambaran masyarakat Manggarai bisa dilihat dari
corak maupun ragam budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem
atau subsistem yang berlaku. Beragam sub-sistem yang hidup dalam
masyarakat Manggarai yang dapat memperlihatkan bagaimana
sesungguhnya corak kebudayaan di Manggarai. Sub-sistem yang hidup
dalam masyarakat Manggarai yaitu sub-sistem religi, sub-sistem
organisasi, sub-sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata
pencaharian atau ekonomi, sistem teknologi ( Antony Bagul, 2008:21-23 )
54
Pengertian Penti Upacara Penti merupakan salah satu Upacara adat
bagi orang Manggarai, Flores NTT yang hingga saat ini masih terus di
lestarikan. Sebuah ritus adat warisan leluhur Manggarai sebagai media
ungkapan syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang di peroleh selama
setahun dan di kenal pula sebagai perayaan tahun baru bagi orang
Manggarai.
Pada upacara Penti biasanya dilakukan pada bulan Agustus-
September Rumah Adat (Mbaru Gendang) Manggarai sebagai symbol
antropologis dengan ijuk di bawah tanduk Kerbau (ranggakabar)
melambangkan dikaitkan dengan bahasa lambang dan bahasa tanda simbol
tanduk Kerbau pada rumah adat daerah rembong simbol prinsip
kemanusiaan yaitu nilai kemanusiaan dengan ini melambangkan persatuan
dan kesatuan yang kokoh dan tak terpisahkan (Adrianus Marselus Nggoro,
2013:187).Pada kerucut atap rumah adat Manggarai melambangkan
tanggung jawabnya kepala rumah adat (ata lami) . 2. Tanduk Kerbau
(rangga kaba) yang biasa ditancap di bubungan Rumah adat
melambangkan keperkasaan dan kebesaran
2. Fungsi Penti
Penti dilakukan sebagai tanda syukur kepada Mori Jari Dedek
(Tuhan Pencipta) dan kepada arwah nenek moyang atas semua hasil jerih
payah yang telah diperoleh dan dinikmati, juga sebagai tanda celung
cekeng wali ntaung (musim yang berganti dan tahun yang beralih).
Upacara ini biasa dilakukan setelah semua panenan rampung (sekitar Juni-
55
September). Jikalau sanggup, acara ini dilakukan setiap tahun tetapi
seringkali tiga atau lima tahun sekali. Ada keyakinan bahwa jika acara ini
tidak dilakukan, akan membuat Mori Jari Dedek marah. Kalau hal itu
terjadi, akan ada bencana-bencana yang menimpa masyarakat Manggarai.
Ritual adat Penti, yaitu suatu upacara adat merayakan syukuran
atas hasil panen yang dirayakan bersama-sama oleh seluruh warga desa.
Bahkan ajang prosesi serupa juga dijadikan momentum reuni keluarga
yang berasal dari suku Manggarai. Ritual Penti dimulai dengan acara
berjalan kaki dari rumah adat menuju pusat kebun atau Lingko, yang
ditandai dengan sebuah kayu Teno. Di sini, akan dilakukan upacara
Barong Lodok, yaitu mengundang roh penjaga kebun di pusat Lingko,
supaya mau hadir mengikuti perayaan Penti. Lantas kepala adat
mengawali rangkaian ritual dengan melakukan Cepa atau makan sirih,
pinang, dan kapur. Tahapan selanjutnya adalah melakukan Pau Tuak alias
menyiram minuman tuak yang disimpan dalam bambu ke tanah. Urutan
prosesi tiba pada acara menyembelih seekor Ayam untuk dipersembahkan
kepada roh para leluhur. Tujuannya, supaya mereka memberkahi tanah,
memberikan penghasilan, dan menjauhkan dari malapetaka.
Para peserta pun mulai melantunkan lagu pujian yang diulangi
sebanyak lima kali, lagu itu disebut Sanda Lima. Usai itu, rombongan
kembali ke rumah adat sambil menyanyikan lagu yang syairnya
menceritakan kegembiraan dan penghormatan terhadap padi yang telah
memberikan kehidupan. Ritual Barong Lodok yang pertama ini dilakukan
56
keluarga besar yang berasal dari rumah adat Gendang. Upacara serupa
juga dilakukan keluarga besar dari rumah adat Tambor. Keduanya
dipercaya sebagai cikal bakal suku Manggarai. Puncak acara Penti ditandai
dengan berkumpulnya kepala adat kampung, ketua sub klen, kepala adat
yang membagi tanah, kepala keluarga, dan undangan dari kampung lain.
Mereka berdiskusi membahas berbagai persoalan berikut jalan keluarnya
(Adrianus Marselus Nggoro, 2013:197-198).
3. Pelestarian Upacara Penti
Seperti halnya upacara penti juga sebagai upacara yang meriah
dalam masyarakat manggarai. Sebagai suatu kelompok masyarakat, orang-
orang Manggarai memiliki kebiasaan yang bernilai tertentu. Kebiasaan itu
telah diwariskan secara turun-temurun. Kita dapat mengatakan hal itu
sebagai kebudayaan. Salah satu budaya Manggarai adalah budaya syukur
yang diungkapkan dalam suatu upacara meriah yaitu penti. Hal yang
menarik berkaitan dengan upacara penti adalah bahwa orang-orang
Manggarai berusaha memelihara kebiasaan itu. Sayangnya, tidak semua
kampung di Manggarai menjalankan upacara itu oleh karena beberapa hal.
Hal ini mengundang minat pemakalah untuk membahas upacara itu.
4. Tata Cara Upacara Penti Desa Rana Mbeling
Sebelum upacara Penti dilaksanankan, Maka ada beberapa hal
yang harus disipkan oleh masyarakat, diantaranya:
57
a. Musyawarah
Musyawarah pada masyarakat Desa Rana Mbeling biasanya
dipimpin oleh Tua Tembong (orang yang menguasai penggunaan gong
dan gendang dalam rumah adat) dan diikuti oleh Tua Teno (orang yang
memiliki peran dalam upacra yang berkaitan dengan pertanian dan
perkebunan) serta seluruh warga kampung atau suku. Dalam
musyawarah tersebut, biasanya hal-hal yang disepakati antara lain:
menentukan pemimpin upacara, hewan yang akan dikurbankan, dan
persembahan lainnya.
b. Menyiapkan Hewan Kurban
Dalam pelaksanaan upacara Penti, biasanya hewan yang
dijadikan sebagai hewan kurban antara lain: babi jantan dan ayam
jantan. Pada dasarnya pemilihan hewan kurban dalam setiap upacara
adat khususnya Upacara Penti pada masyarakat Desa Rana Mbeling
memiliki makna seperti:
1) Babi jantan; dipilh babi jantang sebagai hewan kurban karena
menurut kepercayaan masyarakaat Manggarai bahwa “jantan”
melambangkan keperkasaan dan keuletan dalam mengolah kebun.
“jantan” di sini menunjukan jati diri seorang laki-laki yang menjadi
kunci atau penggerak utama dalam mengelolah kebun.
2) Ayam jantan; sebelum masyarakat Manggarai mengenal teknologi,
maka untuk mengetahui waktu akan dimulainya suatu kegiatan itu
tergantung pada alam seperti: terjadinya bulan sabit sebagai
pertanda bahwa musim tanam dimulai, jika mata hari akan
58
terbenam maka kegiatan di kebun harus dihentikan, ayam
berkokok sebagai pertanda bahwa hari sudah pagi.
5. Makna dan Nilai yang Terkandung Dalam Upacara Penti
Upacara Penti sebagai salah satu prosesi adat mempunyai makna
yang mendalam bagi orang Manggarai, secara khusus kepada masyarakat
Desa Rana Mbeling. Nilai-nilai yang terkandung dalam Upacara Penti
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Ungkapan Syukur.
Upacara Penti sebagai ungkapan syukur kepada Mori Agu
Ngaran (Tuhan Pencipta dan Pemilik Kehidupan) dan kepada Embo
(leluhur) yang telah menjaga, melindungi serta memberikan hasil
panen yang berlimpah.
b. Tradisi Gotong Royong dan Kerja Sama
Upacara Penti secara langsung maupun tidak langsung
menyatukan warga/masyarakat Desa Rana mbeling untuk terlibat
bersama-sama dan saling bekerja mempersiapkan dan turut
menyukseskan Acara Penti tersebut. Adanya gotong royong dan saling
kerja sama akan sangat membantu mempererat persaudaraan dan
kekeluargaan masyarakat Desa Rana Mbeling.
c. Tradisi dan Warisan Leluhur
Upacara Penti selin sebagai sebuah bentuk syukuran panen bagi
warga Desa Rana Mbeling juga terlebih sebagai bentuk menjaga tradisi
dan warisan peninggalan leluhur.
59
Ada banyak macam penti tetapi yang diuraikan dibawah ini hanya
memberikan beberapa macam yang sering dilakukan oleh orang
Manggarai antara lain:
a. Penti Beo
Penti beo (Penti=Syukuran; Beo=Kampung). Penti Beo ialah
syukuran Warga Kampung. Yang memberikan komando umum waktu
Penti semacam ini adalah Tua Golo (Kepala Kampung), dibantu oleh
tua-tua panga (kepala keluarga ranting/subklen) berdasar musyawarah
bersama masyarakat dalam satu kampung. Menurut tradisi Manggarai
bahwa letak/posisi kampung punya arti dan peran tertentu dalam hidup
manusia. Orang manggarai beranggapan bahwa kampung punya
kekuatan/keramat yang disebut Naga Beo. Naga Beo terbagi menjadi
dua hal (dilihat dari pengaruhnya), yakni:
1) Naga Beo Dia (tempat yang baik)
2) Naga Beo Da’at (tempat yang jahat)
Naga Kampung yangb baik akan membawa berkat bagi seluruh
warga kampung. Sedangkan Naga Kampung yang jahat, akan
membawa malapetaka bagi hidup manusia. Adapun sebagai contoh inti
sesajian kepada leluhur/supernatural itu yakin minta berkat kampung
(berkak golo lonto/beo), berkat halaman kampung (natas labar), berkat
tempat sesajian dikampung (compang), berkat ditempat air minum
(wae teku), rumah tinggal (Mbaru Kaeng), kebun tempat bekerja (uma
duat).
60
b. Penti kilo
Penti kilo adalah syukuran keluarga dalam suatu keturunan
leluhur dalam suatu sistem keluarga patrilinear, dan dihadiri oleh
keluarga kerabat anak wina, anak rona, pa’ang ngaung dan hae reba.
Syukuran keluarga ini biasa dilakukan dalam tingkat keluarga besar
dalam satu turunan, bisa juga dilakukan dalam tingkat keluarga
ranting.
c. Penti zimak
Penti zimak adalah upacara adat untuk keluarga yang mendiami
rumah adat dan menjaga benda-benda pusaka, upacara ini hanya
dilakukan oleh keluarga dalam rumah adat tersebut tidak dihadiri oleh
banyak orang.
88
DAFTAR PUSTAKA
Antony Bagul, (2008) . Budaya Daerah Manggarai. Ende: Nusa Indah.
Arifuddin (2017), Pemanfaatan media tradisional sebagai sarana penyebaran
informasi publik. Jurnal PIKOM (Penelitian Komunikasi dan
Pembangunan), 18, 2.
Bungin, Burhan. 2012. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Dilla, S. 2007. Komunikasi pembangunan:pendekatan terpadu. Bandung:
Simbiosa
Everret M. Rogers (Effendy, 2003), Komunikasi tradisional.
Gunawan, Iman . 2014. Metode Penelitian Kualitatif : Teori dan Praktik. Jakarta:
Bumi Aksara.
https//dlembasi.wordpress.com/2013/01/20/komunikasi-tradisional
https://www.romadecade.org/pengertian-observasi/#
http://czillagoz.blogspot.co.id/2013/11/jaringan-komunikasi.html
https://www.manggaraitimurkab.go.id
Jonas,K.G.D.G (2014). Konflik budaya lokal pada masyarakat di pulau Flores
(sebuah analisi lintas budaya). Jurnal komunikasi, ISSN 1907-89X, 9,1.
Jujun S. soeryasumatri. 1978. Filsafat ilmu sebuah pengantar popular. Jakarta:
Sinar harapan
Kuta Ratna, Nyoman. 2007. Estetika sastra dan budaya. Yogyakarta: Pustaka
belajar
Laila. 2015. Eksistensi media tradisional sebagai media pers dan komunikasi
pembangunan. Bandung: Simbiosa.
Morrisan. 2011. Teori Komunikasi Individu hingga massa. Kencana
Naomi, D.B.S (2018). Budaya lokal diera global. Jurnal ilmu pengetahuan dan
karya seni, ISSN 1412-1662, 9,2.
89
Nggoro Adrianus Marselus, (2013). Budaya Daerah Manggarai. Ende: Nusa
Indah.
Purba, Pasaribu. 2004. Musik popular
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Stanley J. 2012. Pengantar ilmu Komunikasi Massa. Jakarta:Erlangga
Team Penyusun Kamus Pustaka Bahasa 2002:1386.