komunikasi pada pasien lansia
DESCRIPTION
Komunikasi pada pasien lansiaTRANSCRIPT
Komunikasi dengan pasien lansia
Komunikasi adalah proses mentransmisikan, mengetahui/menyadari, dan
menginterpretasi informasi baik secara verbal maupun nonverbal.
Baik pemberi maupun penerima informasi harus memiliki beberapa keterampilan.
Verbal
Keterampilan verbal berupa kemampuan untuk mengekspresikan sesuatu melalui
arti dan nuansa bahasa, dan kemampuan untuk menerima dan menginterpretasi
arti dan nuansa dari pesan yang disampaikan dengan tepat.
Penerima juga harus memiliki sistem sensori auditori dan visual yang normal
sebagai tahap pertama dalam menerima pesan secara akurat.
Orang tua yang telah mengalami penurunan dalam pendengaran dan penglihatan
akan sulit dalam menerima pesan verbal secara akurat.
Nonverbal
Jalur-jalur komunikasi nonverbal meliputi ekspresi wajah, kontak dan tatapan
mata, postur tubuh, jarak fisik, bahasa tubuh, dan sentuhan.
Seperti komunikasi verbal, komunikasi nonverbal yang efektif juga membutuhkan
keterampilan dari pemberi dan penerima.
Beberapa ekspresi wajah adalah natural, bawaan lahir. Kebudayaan juga
berpengaruh terhadap arti sebuah ekspresi wajah.
Demikian juga postur tubuh dan jarak fisik, serta bahasa tubuh, kontak mata, dan
sentuhan yang juga dipengaruhi budaya.
Berikut ini beberapa rekomendasi pada drg agar memperbaiki keterampilan
komunikasi mereka:
1. Saat menulis sebuah pesan, gunakan tulisan yang tebal dan besar. Juga lebih
baik tulisan ini di print daripada dengan tangan. Pesan juga harus
dipersingkat. Hal ini menguntungkan, karena akan lebih mau dibaca.
2. Gunakan warna yang kontras saat akan menulis pesan. Tulisan biru pada
kertas berwarna kuning pucat terbukti efektif. Tulisan hitam juga efektif
asalkan kekontrasan warnanya kuat.
3. Saat berbicara dengan pasien, tatap wajahnya dan pertahankan kontak mata.
Hal ini dapat mengizinkan orang tua yang pendengarannya buruk untuk
membaca gerak bibir jika mereka mampu dan membuang suara-suara lain di
luar percakapannya. Juga cukup membantu dalam mengarahkan orang dengan
fungsi visual yang buruk.
4. Berdiri lebih dekat dengan pasien tua daripada pasien muda, juga dapat
membantu penerimaan informasi baik lewat mata maupun telinga. Tetapi, drg
juga harus peka terhadap reaksi negatif pasien.
5. Sentuhan juga merupakan unsur penting dari komunikasi dengan lansia secara
umum, dan terutama bagi mereka yang penglihatan dan pendengarannya turun
secara signifikan. Hal ini dapat mengurangi barier interpersonal dan
meningkatkan empati antara pembicara dan pendengar. Seperti jarak yang
dekat, sentuhan juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada beberapa
pasien. Sejauh pasien nyaman, sentuhan dapat menjadi alat komunikasi yang
sempurna.
6. Pola dan volume bicara kita juga harus dipertimbangkan. Pasien akan lebih
mengerti, apabila drg dan stafnya berbicara lebih pelan dan jelas, tetapi tanpa
perlu menekankan tiap suku kata secara berlebihan. Bicara lebih jelas dapat
mengurangi kemungkinan hilangnya beberapa bagian pembicaraan, atau
fonem konsonan yang membingungkan seperti z, s, sh, t, th, f, p, dan k.
Meninggikan sedikit suara dapat membantu, tetapi jangan berteriak.
7. Pada orang tua yang pendengarannya sangat buruk (tidak tuli), drg dapat
menggunakan alat khusus yang dapat ditempatkan dekat telinga pasien.
Kemudian drg bicara ke sebuah unit mirip microphone yang dapat
menghilangkan suara-suara lain di luar percakapan.
8. Diskusi dengan pasien lansia harus dalam lingkungan yang sepi dan tidak
tergesa-gesa. Misalnya, di klinik pribadi drg, merupakan lingkungan yang
lebih baik untuk mendengarkan sejarah kesehatan pasien, keluhan dental
pasien, dan mendiskusikan rencana perawatan, daripada di ruang tunggu atau
di klinik yang ramai. Biasanya, klinik pribadi memiliki kebisingan yang dapat
memecah perhatian pasien yang lebih sedikit, dan memberi privacy yang lebih
besar untuk pasien menyatakan pendapatnya.
9. Jangan ada penghalang fisik seperti meja antara pasien dan drg. Halangan ini
akan meningkatkan jarak fisik, dan juga menciptakan barier psikologis, yang
akan menyulitkan orang tua yang tidak terbiasa dengan lingkungan dental
untuk menyatakan keluhan dan pertanyaannya.
Komunikasi yang baik antara drg dan pasien lansia sangatlah penting.
Dari perspektif management pasien, strategi komunikasi yang baik dapat
meningkatkan secara signifikan kemungkinan dicapainya riwayat pasien yang
menyeluruh dan akurat, dan membantu drg dalam merencanakan perawatan yang
paling sesuai yang berdasarkan kebutuhan dan keadaan pasien.
Komunikasi yang efektif juga membantu mencegah kesalahan dalam pengertian
pasien terhadap home care dan kebutuhan perawatan lanjutan (berapa kali harus
datang lagi ke klinik).
Walaupun hal ini merupakan aspek penting untuk semua pasien, tetapi lebih
penting pada pasien lansia karena besarnya kemungkinan terjadinya sejumlah
penyakit kronis pada orang tua, yang membutuhkan pengobatan bermacam-
macam yang memberi tantangan akan suksesnya perawatan gigi.
Strategi perawatan harus dimodifikasi dalam beberapa kasus, yang disesuaikan
dengan keadaan sistemik tiap pasien.
Kurangnya pengalaman dental pada pasien tua juga salah satu alasan sulitnya
memilih perawatan yang tepat dibanding pasien muda. Hal ini berakibat pada
rendahnya pemahaman tentang istilah dental asing yang biasanya sudah familiar
pada pasien yang lebih muda (seperti penyakit periodontal, gigi tiruan, TMJ,
mandibula, cetakan, dll).
Kurangnya kunjungan ke drg pada waktu dewasa juga berakibat buruknya status
kesehatan oral pada usia tua, sehingga membutuhkan interaksi yang lebih besar
pada drg.
Sistem sensori yang memburuk dan perubahan pada proses kognitif yang biasa
terjadi pada penuaan normal juga berpengaruh pada kemampuan orang tua dalam
menerima dan memahami pesan verbal dan nonverbal oleh drg.
Masalah dalam Proses Belajar dan Ingatan
Perubahan normal dalam belajar dan ingatan karena penuaan memiliki sejumlah
konsekuensi pada komunikasi dental dan management pasien tua.
Dengan makin menurunnya efektifitas belajar, terutama pada orang tua yang
berpendidikan rendah, dan dengan meningkatnya sensitivitas terhadap masalah
recall dan ingatan pengenalan seseorang pada pasien tua, maka drg harus
memberikan perhatian lebih dan menghindari salah pengertian dalam perawatan
dan riwayat kesehatan yang tidak akurat.
Rekomendasi berikut ini dapat membantu drg dalam berkomunikasi dengan
pasien tua yang bermasalah dalam proses belajar dan ingatan, atau dalam
berkomunikasi dengan pasien Alzheimer tahap awal atau dementia ireversibel
lainnya:
1. Menstruktur pesan yang disampaikan. Sangatlah penting untuk
mengorganisasikan informasi pada pasien tua. Prosedur untuk home care
harus dijelaskan secara step-by-step. Misalnya: “Lepas gigi palsumu di malam
hari, sikatlah dengan odol yang nonabrasif dan sikat berukuran sedang,
tempatkan gigi palsu di gelas berisi air hangat sepanjang malam, lalu
berkumurlah.” Rencana perawatan dapat dijelaskan dengan prosedurnya.
Misalnya: “Saya akan mencabut gigi-gigi ini, lalu membuat gigi tiruan
sebagian. Saya akan mereparasi gigi palsu bawahmu pada kunjungan
berikutnya tanggal 3 Juli.”
2. Jangan memberikan informasi terlalu banyak dalam satu waktu. Untuk
mereduksi informasi yang terlalu banyak ini, drg harus menghindari
memberikan seluruh instruksi home care dan prosedur dalam satu kunjungan.
Lansia memiliki peluang menyimpan informasi yang lebih besar dalam
ingatan sekunder apabila teknik successive approximation digunakan. Dengan
pendekatan ini, kita dapat menjelaskan prosedur home care untuk gigi palsu
pertama-tama, baru mendeskripsikan perawatan gigi natural pada kunjungan
berikutnya. Pada kunjungan berikutnya, drg dapat meninjau kebiasaan dietnya
dan memberitahu mengenai defisiensi nutrisi yang dialaminya.
3. Perlu lebih banyak waktu dalam mendengarkan keluhan pasien lansia,
mendiskusikan prosedur dental, dan bahkan mengulang pesan. Waktu ini
harus termasuk menjelaskan istilah-istilah dental yang digunakan, memberi
waktu pasien untuk bertanya di tiap tahap dan bahkan meminta pasien
mengulang hal-hal yang penting.
4. Sangat berguna menggunakan berbagai metode komunikasi. Informasi yang
diberikan dalam bentuk tertulis dan diulangi dengan diucapkan oleh drg, akan
lebih bertahan lama daripada hanya berbicara, atau hanya memberi pesan
tertulis dan menyuruh membaca di rumah. Pendekatan ini juga berguna dalam
meringankan masalah berkurangnya informasi yang diingat, seiring
penurunan kualitas penglihatan dan pendengaran karena usia.
Daftar Pustaka:
Kiyak, H. Asuman. Communication in the Practitioner-Aged Patient Relationship.
In: Holm-Pedersen P and Löe H, Geriatric Dentistry, 1986, Copenhagen:
Munksgaard.
Papas.