komunikasi pada pasien lansia

8
Komunikasi dengan pasien lansia Komunikasi adalah proses mentransmisikan, mengetahui/menyadari, dan menginterpretasi informasi baik secara verbal maupun nonverbal. Baik pemberi maupun penerima informasi harus memiliki beberapa keterampilan. Verbal Keterampilan verbal berupa kemampuan untuk mengekspresikan sesuatu melalui arti dan nuansa bahasa, dan kemampuan untuk menerima dan menginterpretasi arti dan nuansa dari pesan yang disampaikan dengan tepat. Penerima juga harus memiliki sistem sensori auditori dan visual yang normal sebagai tahap pertama dalam menerima pesan secara akurat. Orang tua yang telah mengalami penurunan dalam pendengaran dan penglihatan akan sulit dalam menerima pesan verbal secara akurat. Nonverbal Jalur-jalur komunikasi nonverbal meliputi ekspresi wajah, kontak dan tatapan mata, postur tubuh, jarak fisik, bahasa tubuh, dan sentuhan.

Upload: yan-lewis-pawis

Post on 02-Jan-2016

44 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

komunikasi pasien lansia

TRANSCRIPT

Page 1: Komunikasi Pada Pasien Lansia

Komunikasi dengan pasien lansia

Komunikasi adalah proses mentransmisikan, mengetahui/menyadari, dan

menginterpretasi informasi baik secara verbal maupun nonverbal.

Baik pemberi maupun penerima informasi harus memiliki beberapa keterampilan.

Verbal

Keterampilan verbal berupa kemampuan untuk mengekspresikan sesuatu melalui

arti dan nuansa bahasa, dan kemampuan untuk menerima dan menginterpretasi

arti dan nuansa dari pesan yang disampaikan dengan tepat.

Penerima juga harus memiliki sistem sensori auditori dan visual yang normal

sebagai tahap pertama dalam menerima pesan secara akurat.

Orang tua yang telah mengalami penurunan dalam pendengaran dan penglihatan

akan sulit dalam menerima pesan verbal secara akurat.

Nonverbal

Jalur-jalur komunikasi nonverbal meliputi ekspresi wajah, kontak dan tatapan

mata, postur tubuh, jarak fisik, bahasa tubuh, dan sentuhan.

Seperti komunikasi verbal, komunikasi nonverbal yang efektif juga membutuhkan

keterampilan dari pemberi dan penerima.

Beberapa ekspresi wajah adalah natural, bawaan lahir. Kebudayaan juga

berpengaruh terhadap arti sebuah ekspresi wajah.

Demikian juga postur tubuh dan jarak fisik, serta bahasa tubuh, kontak mata, dan

sentuhan yang juga dipengaruhi budaya.

Berikut ini beberapa rekomendasi pada drg agar memperbaiki keterampilan

komunikasi mereka:

1. Saat menulis sebuah pesan, gunakan tulisan yang tebal dan besar. Juga lebih

baik tulisan ini di print daripada dengan tangan. Pesan juga harus

dipersingkat. Hal ini menguntungkan, karena akan lebih mau dibaca.

Page 2: Komunikasi Pada Pasien Lansia

2. Gunakan warna yang kontras saat akan menulis pesan. Tulisan biru pada

kertas berwarna kuning pucat terbukti efektif. Tulisan hitam juga efektif

asalkan kekontrasan warnanya kuat.

3. Saat berbicara dengan pasien, tatap wajahnya dan pertahankan kontak mata.

Hal ini dapat mengizinkan orang tua yang pendengarannya buruk untuk

membaca gerak bibir jika mereka mampu dan membuang suara-suara lain di

luar percakapannya. Juga cukup membantu dalam mengarahkan orang dengan

fungsi visual yang buruk.

4. Berdiri lebih dekat dengan pasien tua daripada pasien muda, juga dapat

membantu penerimaan informasi baik lewat mata maupun telinga. Tetapi, drg

juga harus peka terhadap reaksi negatif pasien.

5. Sentuhan juga merupakan unsur penting dari komunikasi dengan lansia secara

umum, dan terutama bagi mereka yang penglihatan dan pendengarannya turun

secara signifikan. Hal ini dapat mengurangi barier interpersonal dan

meningkatkan empati antara pembicara dan pendengar. Seperti jarak yang

dekat, sentuhan juga dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada beberapa

pasien. Sejauh pasien nyaman, sentuhan dapat menjadi alat komunikasi yang

sempurna.

6. Pola dan volume bicara kita juga harus dipertimbangkan. Pasien akan lebih

mengerti, apabila drg dan stafnya berbicara lebih pelan dan jelas, tetapi tanpa

perlu menekankan tiap suku kata secara berlebihan. Bicara lebih jelas dapat

mengurangi kemungkinan hilangnya beberapa bagian pembicaraan, atau

fonem konsonan yang membingungkan seperti z, s, sh, t, th, f, p, dan k.

Meninggikan sedikit suara dapat membantu, tetapi jangan berteriak.

7. Pada orang tua yang pendengarannya sangat buruk (tidak tuli), drg dapat

menggunakan alat khusus yang dapat ditempatkan dekat telinga pasien.

Kemudian drg bicara ke sebuah unit mirip microphone yang dapat

menghilangkan suara-suara lain di luar percakapan.

8. Diskusi dengan pasien lansia harus dalam lingkungan yang sepi dan tidak

tergesa-gesa. Misalnya, di klinik pribadi drg, merupakan lingkungan yang

Page 3: Komunikasi Pada Pasien Lansia

lebih baik untuk mendengarkan sejarah kesehatan pasien, keluhan dental

pasien, dan mendiskusikan rencana perawatan, daripada di ruang tunggu atau

di klinik yang ramai. Biasanya, klinik pribadi memiliki kebisingan yang dapat

memecah perhatian pasien yang lebih sedikit, dan memberi privacy yang lebih

besar untuk pasien menyatakan pendapatnya.

9. Jangan ada penghalang fisik seperti meja antara pasien dan drg. Halangan ini

akan meningkatkan jarak fisik, dan juga menciptakan barier psikologis, yang

akan menyulitkan orang tua yang tidak terbiasa dengan lingkungan dental

untuk menyatakan keluhan dan pertanyaannya.

Komunikasi yang baik antara drg dan pasien lansia sangatlah penting.

Dari perspektif management pasien, strategi komunikasi yang baik dapat

meningkatkan secara signifikan kemungkinan dicapainya riwayat pasien yang

menyeluruh dan akurat, dan membantu drg dalam merencanakan perawatan yang

paling sesuai yang berdasarkan kebutuhan dan keadaan pasien.

Komunikasi yang efektif juga membantu mencegah kesalahan dalam pengertian

pasien terhadap home care dan kebutuhan perawatan lanjutan (berapa kali harus

datang lagi ke klinik).

Walaupun hal ini merupakan aspek penting untuk semua pasien, tetapi lebih

penting pada pasien lansia karena besarnya kemungkinan terjadinya sejumlah

penyakit kronis pada orang tua, yang membutuhkan pengobatan bermacam-

macam yang memberi tantangan akan suksesnya perawatan gigi.

Strategi perawatan harus dimodifikasi dalam beberapa kasus, yang disesuaikan

dengan keadaan sistemik tiap pasien.

Kurangnya pengalaman dental pada pasien tua juga salah satu alasan sulitnya

memilih perawatan yang tepat dibanding pasien muda. Hal ini berakibat pada

rendahnya pemahaman tentang istilah dental asing yang biasanya sudah familiar

pada pasien yang lebih muda (seperti penyakit periodontal, gigi tiruan, TMJ,

mandibula, cetakan, dll).

Page 4: Komunikasi Pada Pasien Lansia

Kurangnya kunjungan ke drg pada waktu dewasa juga berakibat buruknya status

kesehatan oral pada usia tua, sehingga membutuhkan interaksi yang lebih besar

pada drg.

Sistem sensori yang memburuk dan perubahan pada proses kognitif yang biasa

terjadi pada penuaan normal juga berpengaruh pada kemampuan orang tua dalam

menerima dan memahami pesan verbal dan nonverbal oleh drg.

Masalah dalam Proses Belajar dan Ingatan

Perubahan normal dalam belajar dan ingatan karena penuaan memiliki sejumlah

konsekuensi pada komunikasi dental dan management pasien tua.

Dengan makin menurunnya efektifitas belajar, terutama pada orang tua yang

berpendidikan rendah, dan dengan meningkatnya sensitivitas terhadap masalah

recall dan ingatan pengenalan seseorang pada pasien tua, maka drg harus

memberikan perhatian lebih dan menghindari salah pengertian dalam perawatan

dan riwayat kesehatan yang tidak akurat.

Rekomendasi berikut ini dapat membantu drg dalam berkomunikasi dengan

pasien tua yang bermasalah dalam proses belajar dan ingatan, atau dalam

berkomunikasi dengan pasien Alzheimer tahap awal atau dementia ireversibel

lainnya:

1. Menstruktur pesan yang disampaikan. Sangatlah penting untuk

mengorganisasikan informasi pada pasien tua. Prosedur untuk home care

harus dijelaskan secara step-by-step. Misalnya: “Lepas gigi palsumu di malam

hari, sikatlah dengan odol yang nonabrasif dan sikat berukuran sedang,

tempatkan gigi palsu di gelas berisi air hangat sepanjang malam, lalu

berkumurlah.” Rencana perawatan dapat dijelaskan dengan prosedurnya.

Misalnya: “Saya akan mencabut gigi-gigi ini, lalu membuat gigi tiruan

sebagian. Saya akan mereparasi gigi palsu bawahmu pada kunjungan

berikutnya tanggal 3 Juli.”

2. Jangan memberikan informasi terlalu banyak dalam satu waktu. Untuk

mereduksi informasi yang terlalu banyak ini, drg harus menghindari

Page 5: Komunikasi Pada Pasien Lansia

memberikan seluruh instruksi home care dan prosedur dalam satu kunjungan.

Lansia memiliki peluang menyimpan informasi yang lebih besar dalam

ingatan sekunder apabila teknik successive approximation digunakan. Dengan

pendekatan ini, kita dapat menjelaskan prosedur home care untuk gigi palsu

pertama-tama, baru mendeskripsikan perawatan gigi natural pada kunjungan

berikutnya. Pada kunjungan berikutnya, drg dapat meninjau kebiasaan dietnya

dan memberitahu mengenai defisiensi nutrisi yang dialaminya.

3. Perlu lebih banyak waktu dalam mendengarkan keluhan pasien lansia,

mendiskusikan prosedur dental, dan bahkan mengulang pesan. Waktu ini

harus termasuk menjelaskan istilah-istilah dental yang digunakan, memberi

waktu pasien untuk bertanya di tiap tahap dan bahkan meminta pasien

mengulang hal-hal yang penting.

4. Sangat berguna menggunakan berbagai metode komunikasi. Informasi yang

diberikan dalam bentuk tertulis dan diulangi dengan diucapkan oleh drg, akan

lebih bertahan lama daripada hanya berbicara, atau hanya memberi pesan

tertulis dan menyuruh membaca di rumah. Pendekatan ini juga berguna dalam

meringankan masalah berkurangnya informasi yang diingat, seiring

penurunan kualitas penglihatan dan pendengaran karena usia.

Daftar Pustaka:

Kiyak, H. Asuman. Communication in the Practitioner-Aged Patient Relationship.

In: Holm-Pedersen P and Löe H, Geriatric Dentistry, 1986, Copenhagen:

Munksgaard.

Papas.