komplikasi sah

7
Bentuk Afasia Ekspresi Komprehensi verbal Repetisi Menamai Komprehensi membaca Menulis Lesi Ekspresi (Broca) Tak lancar Relatif terpelihara Terganggu Terganggu Bervariasi Terganggu Frontal In posterior Reseptif (Wermicke) Lancar Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Temporal Sup Posterior ( Wernicke) !lo"al Tak lancar Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Fronto temp #on$uksi Lancar Relatif terpelihara Terganggu Terganggu Bervariasi Terganggu Fasikulus ark girus suprama &ominal Lancar Relatif terpelihara TerpeliharaTergangguBervariasi Bervariasi!irus ang temporal sup posterior Transkortikal motor Tak lancar Relatif terpelihara TerpeliharaTerganggu Bervariasi Terganggu Peri s'lvian Transkortikal sensorik Lancar Terganggu TerpeliharaTergangguTerganggu Terganggu Peris'lvianP Pemeriksaan afasia Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan kelancaran "er"icara Seseorang $ise"ut "er"icara % lancar spontann'a lancar% tanpa tertegun tegun untuk mencari #ata 'ang $iinginkan nama he+an , Pasien $isuruh men'e"utkan se"an'ak mungkin nama he+an $alam +aktu -. $etik #ita catat /umlahn'a serta kesalahan 'ang a$a% misaln'a parafasia Skor , 0r umumn'a mampu men'e"utkan 12 3. nama he+an selama -. $etik% $engan variasi I 4 5 Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan #emampuan pasien 'ang afasia untuk memahami sering sulit $inilai Pemerik klinis $isisi ran/ang $an tes 'ang "aku cen$erung kurang cukup $an $apat mem"erika 'ang men'esatkan Langkah terakhir $apat $igunakanuntuk mengevaluasi pemahaman (komprehensi) secara klinis% 'aitu $engan cara konversasi% suruhan% pilihan ('a ata menun/uk #onversasi 6engan menga/ak pasien "ercakap cakap $apat $inilai kemampuan memahami pertan'aan $an suruhan 'ang $i"erikan oleh pemeriksa Suruhan Serentetan suruhan% mulai $ari 'ang se$erhana (Satu lang pa$a 'ang sulit ("an'ak langkah) $apat $igunakan untuk menilai kemampuan pasien me *ula mula suruh pasien"ertepuk tangan% kemu$ian tingkatkan kesulitann'a% misaln'a, mengam"il pinsil% letakkan $i kotak $an taruh kotak $i atas kursi (suruhan ini $apa pasien $engan apraksia $an gangguan motorik% +alaupun pemahamann'a "aik7 hal iniharus $iperhatikan oleh pemeriksa) Pemeriksa $apat pula mengeluarkan "e"erapa "en$a% misaln'a kunci% $uit% a vulpen% geretan Suruh pasien menun/ukkan salah sntu "en$a terse"ut% misaln'a arlo/ suruhan $apat $lpermilit% misaln'a, tun/ukkan /en$ela% setelah itu arlo/i% Pasion tanpa afasia $engan tingkat inteligensi 'ang rata rata mampu menun/ukkan 8

Upload: shintasissy

Post on 05-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kp

TRANSCRIPT

Bentuk AfasiaEkspresiKomprehensi verbalRepetisiMenamaiKomprehensi membacaMenulisLesi

Ekspresi (Broca)Tak lancarRelatif terpeliharaTergangguTergangguBervariasiTergangguFrontal Inferior posterior

Reseptif (Wermicke)LancarTergangguTergangguTergangguTergangguTergangguTemporal Superior Posterior (Area Wernicke)

GlobalTak lancarTergangguTergangguTergangguTergangguTergangguFronto temporal

KonduksiLancarRelatif terpeliharaTergangguTergangguBervariasiTergangguFasikulus arkualtus, girus supramarginal

NominalLancar Relatif terpeliharaTerpeliharaTergangguBervariasiBervariasiGirus angular, temporal superior posterior

Transkortikal motorTak lancarRelatif terpeliharaTerpeliharaTergangguBervariasiTerganggu Peri sylvian anterior

Transkortikal sensorikLancarTergangguTerpeliharaTergangguTergangguTerganggu PerisylvianPosterior

Pemeriksaan afasia

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan kelancaran berbicara. Seseorang disebut berbicara , lancar bila bicara spontannya lancar, tanpa tertegun-tegun untuk mencari Kata yang diinginkan. Menyebutkan nama hewan : Pasien disuruh menyebutkan sebanyak mungkin nama hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlahnya serta kesalahan yang ada, misalnya parafasia. Skor : Orang normal umumnya mampu menyebutkan 18 - 20 nama hewan selama 60 detik, dengan variasi I 5 - 7.

Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisanKemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit dinilai. Pemeriksaan klinis disisi-ranjang dan tes yang baku cenderung kurang cukup dan dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Langkah terakhir dapat digunakan untuk mengevaluasi pemahaman (komprehensi) secara klinis, yaitu dengan cara konversasi, suruhan, pilihan (ya atau tidak), dan menunjuk.Konversasi. Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai kemampuannya memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan oleh pemeriksa.Suruhan. Serentetan suruhan, mulai dari yang sederhana (Satu langkah) sampai pada yang sulit (banyak langkah) dapat digunakan untuk menilai kemampuan pasien memahami. Mula-mula suruh pasien bertepuk tangan, kemudian tingkatkan kesulitannya, misalnya: mengambil pinsil, letakkan di kotak dan taruh kotak di atas kursi (suruhan ini dapat gagal pada pasien dengan apraksia dan gangguan motorik, walaupun pemahamannya baik; hal ini harus diperhatikan oleh pemeriksa).Pemeriksa dapat pula mengeluarkan beberapa benda, misalnya kunci, duit, arloji, vulpen, geretan. Suruh pasien menunjukkan salah sntu benda tersebut, misalnya arloji. Kemudian suruhan dapat dlpermilit, misalnya: tunjukkan jendela, setelah itu arloji, kemudian vulpen. Pasion tanpa afasia dengan tingkat inteligensi yang rata-rata mampu menunjukkan 4 atau lebih objek pada suruhan yang beruntun. Pasien dengan Afasia mungkin hanya mampu menunjuk sampai 1 atau 2 objek saja. Jadi, pada pemeriksaan ini pemeriksa (dokter) menambah jumlah objek yang hams ditunjuk, sampai jumlah berapa pasien selalu gagal.Ya atau tidak. Kepada pasien dapat juga diberikan tugas berbentuk pertanyaan yang dijawab dengan "ya" atau "tidak". Mengingat kemungkinan salah ialah 50%, jumlah pertanyaan harus banyak, paling sedikit 6 pertanyaan, misalnya : "Andakah yang bernama Santoso?" "Apakah AC dalam ruangan ini mati ?" "Apakah ruangan ini kamar di hotel ?" "Apakah diluar sedang hujan?" "Apakah saat ini malam hari?"Menunjuk. Kita mulai dengan suruhan yang mudah difahami dan kemudian meningkat pada yang lebih sulit. Misalnya: "tunjukkan lampu", kemudian "tunjukkan gelas yang ada disamping televisi".Pemeriksaan sederhana ini, yang dapat dilakukan di sisi-ranjang, kurang mampu menilai kemampuan pemahaman dengan baik sekali, namun dapat memberikan gambaran kasar mengenai gangguan serta beratnya. Korelasi anatomis dengan komprehensi adalah kompleks.

Pemeriksaan repetisi (mengulang)Kemampuan mengulang dinilai dengan menyuruh pasien mengulang, mula-mula kata yang sederhana (satu patah kata), kemudian ditingkatkan menjadi banyak (satu kalimat). Jadi, kita ucapkan kata atau angka, dan kemudian pasien disuruh mengulanginya.Cara pemeriksaanPasien disuruh mengulang apa yang diucapkan oleh pemeriksa. Mula-mula sederhana kemudian lebih sulit. Contoh: Map Bola Kereta Rumah Sakit Sungai Barito Lapangan Latihan Kereta api malam Besok aku pergi dinas Rumah ini selalu rapi Sukur anak itu naik kelas Seandainya si Amat tidak kena influensaPemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini didapatkan parafasia, salah tatabahasa, kelupaan dan penambahan.Orang normal umumnya mampu mengulang kalimat yang mengandung 19 suku-kata.Banyak pasien afasia yang mengalami kesulitan dalam mengulang (repetisi), namun ada juga yang menunjukkan kemampuan yang baik dalam hal mengulang, dan sering lebih baik daripada berbicara spontan.Umumnya dapat dikatakan bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan mengulang mempunyai kelainan patologis yang melibatkan daerah peri-sylvian. Bila kemampuan mengulang terpelihara, maka daerah -sylvian bebas dari kelainan patologis.Umumnya daerah ekstra-sylvian yang terlibat dalam kasus afasia tanpa defek repetisi terletak di daerah perbatasan vaskuler (area water-shed).

Pemeriksaan menamai dan menemukan kataKemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi herbahasa. Hal ini sedikit-banyak terganggu pada semua penderita afasia. Dengan demikian, semua tes yang digunakan untuk menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan menemukan kata erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama (menamai) dan hal ini disebut anomia.Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari objek, bagian tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometrik, simbol matematik atau nama suatu tindakan. Dalam hal ini, perlu digunakan aitem yang sering digunakan (misalnya sisir, arloji) dan yang jarang ditemui atau digunakan (misalnya pedang). Banyak penderita afasia yang masih mampu menamai objek yang sering ditemui atau digunakan dengan cepat dan tepat, namun lamban dan tertegun, dengan sirkumlokusi (misalnya, melukiskan kegunaannya) atau parafasia pada objek yang jarang dijumpainya.Bila pasien tidak mampu atau sulit menamai, ia dapat dibantu dengan memberikan suku kata pemula atau dengan menggunakan kalimatpenuntun. Misalnya: pisau. Kita dapat membantu dengan suku kata pi Atau dengan kalimat: "kita memotong daging dengan ". Yang penting kita nilai ialah sampainya pasien pada kata yang dibutuhkan, kemampuannya (memberi nama objek). Ada pula pasien yang mengenal objek dan mampu melukiskan kegunaannya (sirkumlokusi) namun tidak dapat menamainya. Misalnya bila ditunjukkan kunci ia mengatakan : "Anu ... itu...untuk masuk rumah...kita putar".Cara pemeriksaan. Terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan nama beberapa objek juga warna dan bagian dari objek tersebut. Kita dapat menilai dengan memperlihatkan misalnya arloji, bolpoin, kaca mata, kemudian bagian dari arloji (jarum menit, detik), lensa kaca mata. Objek atau gambar objek berikut dapat digunakan: Objek yang ada di ruangan: meja, kursi, lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh: mata, hidung, gigi, ibu jari, lutut Warna: merah, biru, hijau, kuning, kelabu.Bagian dari objek: jarum jam, lensa kaca mata, sol sepatu, kepala ikat pinggang, bingkai kaca mata.Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek dengan cepat atau lamban atau tertegun atau menggunakan sirkumlokusi, parafasia, neologisme dan apakah ada perseverasi. Disamping menggunakan objek, dapat pula digunakan gambar objek.Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, dapatkah ia memilih nama objek tersebut dari antara beberapa nama objek.Gunakanlah sekitar 20 objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan gangguan.Area bahasa di posterior ialah area kortikal yang terutama bertugas memahami bahasa lisan. Area ini biasa disebut area Wernicke; mengenai batasnya belum ada kesepakatan. Area bahasa bagian frontal berfungsi untuk produksi bahasa. Area Brodmann 44 merupakan area Broca.Penelitian dengan PET (positron emission tomography) tentang meta-bolisme glukosa pada penderita afasia, menyokong spesialisasi regional tugas ini. Namun demikian, pada hampir semua bentuk afasia, tidak tergantung pada jenisnya, didapat pula bukti adanya hipometabolisme di daerah temporal kiri. Penelitian ini memberi kesan bahwa sistem bahasa sangat kompleks secara anatomi-fisiologi, dan bukan merupakan kumpulan dari pusat-pusat kortikal dengan tugas-tugas terbatas atau terpisah-pisah atau sendiri-sendiri.

Pemeriksaan sistem bahasaEvaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu diperhatikan bagaimana pasien berbicara spontan, komprehensi (pemahaman), repetisi (mengulang) dan menamai (naming).Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa lisan. Selain itu, perlu pula diperiksa sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan (kidal atau kandal).Dengan melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat dapat diidentifikasi adanya afasia serta jenisnya. Pasien yang afasia selalu agrafia dan sering aleksia, dengan demikian pengetesan membaca dan menulis dapat dipersingkat. Namun demikian, pada pasien yang tidak afasia, pemeriksaan membaca dan menulis harus dilakukan sepenuhnya, karena aleksa atau agrafia atau keduanya dapat terjadi terpisah (tanpa afasia).

Pemeriksaan penggunaan tangan (kidal atau kandal)Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat Sebelum menilai bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan. Mula-mula tanyakan kepadn p irsion apakah ia kandal (right handed) atau kidal. Banyak orang kidal telah illnjarkan sejak kecil untuk menulis dengan tangan kanan. Dengan ilcmikian, mengobservasi cara menulis saja tidak cukup untuk menentukan npakah seseorang kandal atau kidal. Suruh pasien memperagakan tangan mana yang digunakannya untuk memegang pisau, melempar bola, dsb.Tanyakan pula apakah ada juga kecenderungannya menggunakan tangan yang lainnya. Spektrum penggunaan tangan bervariasi dari kandal yang kuat; kanan sedikit lebih kuat dari kiri; kiri sedikit lebih kuat dan kanan dan kidal yang kuat. Ada individu yang kecenderungan kandal dan kidalnya hampir sama (ambi-dextrous)

Pemeriksaan berbicara - spontanLangkah pertama dalam menilai berbahasa ialah mendengarkan bagaimana pasien berbicara spontan atau bercerita. Dengan mendengnrknn pasien berbicara spontan atau bercerita, kita dapat memperoleh data yang sangat berharga mengenai kemampuan pasien berbahasa. Cara Ini tidak kalah pentingnya dari tes-tes bahasa yang formal.Kita dapat mengajak pasien berbicara spontan atau berceritera melalui pertanyaan berikut : Coba ceriterakan kenapa anda sampai dirawat di rumah sakit. Coba ceritakan mengenai pekerjaan anda serta hobi anda.Bila mendengarkan pasien berbicara spontan atau bercerita, perhatikan:1. Apakah bicaranya pelo, cadel, tertegun-tegun, disprosodik (irama, ritme,intonasi bicara terganggu). Pada afasia sering ada gangguan ritme danirama (disprosodi).1. Apakah ada afasia, kesalahan sintaks, salah menggunakan kata(parafasia, neologisme), dan perseverasi. Perseverasi sering dijumpaipada afasia.

Pada semua pasien dengan afasia didapatkan juga gangguan membaca dan menulis (aleksia dan agrafia)Pada afasia semua modalitas berbahasa sedikit-banyak terganggu, yaitu bicara spontan, mengulang (repetisi), namai (naming), pemahaman bahasa, membaca dan menulis.Pada lesi di frontal, pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara, dan mengalami kesulitan atau memerlukan banyak upaya dalam berbicara. Selain itu gramatikanya miskin (sedikit) dan menyisipkan atau mengimbuh huruf atau bunyi yang salah, serta terdapat perseverasi. Pasien sadar akan kekurangan atau kelemahannya. Pemahaman terhadap bahasa lisan dan tulisan kurang terganggu dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak mungkin atau sangat terganggu, baik motorik menulis maupun isi tulisan.Pada lesi di temporo-parietal pasien justru bicara terlalu banyak, cara mengucapkan baik dan irama kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada, mem-formulasi dan menamai sehingga kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti. Bahasa fisan dan tulisan tidak atau kurang difahami, dan menulis secara motorik terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Pasien tidak begitu sadar akan kekurangannya.Afasia jenis yang disebutkan pertama disebut afasia Broca, atau afasia motorik atau afasia ekspresif. Afasia jenis ke dua disebut jenis Wernicke atau sensorik atau reseptif.

Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas bahasa. Pasien sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau frasa, yang selalu diulang-ulang, dengan artikulasi (pengucapan) dan irama yang buruk dan tidak bermakna.Hal ini disebut afasia global. Lesi biasanya melibatkan semua daerah bahasa di sekitar fisura sylvii.Kadang afasia ditandai oleh kesulitan menemukan nama, sedangkan modalitas lainnya relatif utuh. Pasien mengalami kesulitan menamai sesuatu benda. Pada pasien demikian kita dengar ungkapan seperti : "anu, itu, kau, kau tahu kan, ya anu itu". Afasia amnestik ini sering merupakan sisa afasia yang hampir pulih, pada afasia yang tersebut terdahulu, namun dapat juga dijumpai pada berbagai gangguan otak yang difus. Afasia amnestik mempunyai nilai lokalisasi yang kecil.Adakalanya digunakan kata afasia campuran. Sebetulnya kata ini kurang tepat, karena di klinik semua jenis afasia adalah campuran, hanya bidang tertentu lebih menonjol atau lebih berat.Berbagai tes wawabcara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas tertentu bias digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak, dan tinggal dicocokkan dengan pemeriksaan CT-Scan pada otak. Pemeriksaan ini sangat penting untuk terapi dan rehabilitasi pasien.

Perdarahan yang menumpuk dalam ruang subarachnoid dapat mencetuskan terjadinya stroke, kejang dan komplikasi lainnya. a. Perdarahan UlangJika terjadi, lebih sering letal (50%) daripada perdarahan subarakhnoid awal. Resiko perdarahan ulang adalah 20% pada hari 14 pertama setelah SAH awal, dan 50% pada enam bulan pertama, jika aneurisma belum diobliterasi. Tidak seperti SAH awal, perdarahan ulang sering menimbulkan hematoma intraparenkimal yang besar, karena ruang subarakhnoid di sekitara neurisma sebagian tertutup oleh adesi yang disebabkan oleh perdarahan awal. Pada kasus-kasus tersebut, manifestasi klinis dan perjalanan perdarahan ulang aneurismal adalah seperti yang dideskripsikan di atas mengenai perdarahan intraserebral spontan.

b.VasospasmeIskemia otak tertunda dari vasospasme untuk sebagian besar morbiditas dan mortalitas terjadi setelah SAH. Penyempitan arteri progresif berkembang setelah SAH pada sekitar 70% dari pasien, tetapi defisit iskemia tertunda berkembang hanya 20% sampai 30%. Proses ini dimulai 3 sampai 5 hari setelah pendarahan, menjadi maksimal pada 5 sampai 14 hari, dan selesai secara bertahap lebih dari 2 sampai 4 minggu.Vasospasme simptomatik biasanya meliputi penurunan tingkat kesadaran, hemiparesis, atau keduanya, dan proses ini biasanya paling parah pada aneurisma. Dalam kasus yang lebih parah, gejala berkembang sebelumnya setelah pecahnya aneurisma, dan daerah vaskular ikut terlibat. Meskipun tebal, darah subarachnoid merupakan faktor pemicu utama, penyebab yang tepat dari penyempitan arteri setelah SAH kurang dipahami. Vasospasme tidak hanya disebabkan oleh vaskular yang halus-kontraksi otot, perubahan arteriopathic terlihat di dinding pembuluh, termasuk edema subintimal dan infiltrasi dari leukosit.

c. HidrosefalusHidrosefalus akut terjadi pada 15% sampai 20% pasien dengan SAH dan terutama berkaitan dengan volume intraventricular dan darah subarachnoid. Dalam kasus ringan, hidrosefalus menyebabkan lesu, perlambatan psikomotor, dan gangguan memori jangka pendek. Temuan lainnya termasuk keterbatasan menatap ke atas, kelumpuhan saraf kranial keenam, dan hyperreflexia ekstremitas bawah. Dalam kasus yang lebih parah, hidrosefalus obstruktif akut menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Pasien yang terkena dampak stupor atau koma, dan progresif batang otak herniasi akan mengakibatkan produksi CSF yang menerus, kecuali kateter ventrikular dimasukkan.

Komplikasi SistemikKomplikasi non-neurologis sering terjadi pada pasien yang mengalami perdarahan subaraknoid aneurismal. Komplikasi yang dapat timbul antara lain demam, anemia, hipertensi, dan hipotensi, hiperglikemia, hipernatremia, dan hiponatremia, hipomagnesemia, henti jantung dan aritmia, serta edema pulmoner dan pneumonia. Komplikasi seperti itu dapat diatasi melalui kolaborasi yang erat antara dokter-intensivist. Semua komplikasi ini dapat ditemukan pada separuh populasi pasien perdarahan subaraknoid dan berkontribusi terhadap perburukan luaran hasil klinis.Komplikasi jangka panjangRebleeding tahap lanjut dapat terjadi pada pasien yang ruptur aneurismanya telah teroklusi. Rebleeding dapat berasal dari aneurisma lama atau dari pertumbuhan aneurisma yang baru. Resiko perdarahan lanjut dapat terjadi setelah prosesclippingdengan frekunesi sekitar 2-3% dalam 10 tahun pertama setelah penatalaksanaan ruptur aneurisma. Sekitar separuh pasien yang mengalami episode kedua ruptur aneurisma, berasal dari pertumbuhan aneurisma yang baru.Epilepsi dapat terjadi ketika pasien keluar dari rumah sakit dengan frekuensi satu pasien untuk tiap 14-20 pasien yang keluar dari rumah sakit. Faktor resiko putatif mencakup lesi fokal, seperti hematoma subdural dan infark serebral, kecacatan saat keluar rumah sakit, insersi drain ventrikuler eksternal, dan pembedahan pada aneurisma.Anosmia dapat menjadi sekuele pada 30% pasien. Hal ini sering terjadi setelah operasi dan pada kasus aneurisma di arteri komunikans anterior. Namun kasus anosmia tidak selalu eksklusif pada subkelompok macam itu.Defisit kognitif dan disfungsi psikososial pada tahun pertama pasca perdarahan subaraknoid sering ditemuka pada pasien yang telah melakukan perawatan diri dengan baik. Meskipun perbaikan dapat ditemukan dalam 4 hingga 18 bulan pasca perdarahan, namun banyak mantan pasien yang mengalami defisit dan penurunan kualitas hidup dalam 1 hingga 2 tahun setelah perdarahan. Dari survei 610 pasien, ditemukan bahwa banyak pasien yang mengalami perubahan psikososial pasca perdarahan. 60% pasien melaporkan telah megnalami perubahan kepribadian, kebanyakan berupa iritabilitas (37%) atau perubahan emosi (29%). Hanya 25% yang mengalami perbaikan komplit tanpa masalah psikososial dan neurologis.

SKYDRUGZ: Refarat Perdarahan Subaraknoid (New One)http://skydrugz.blogspot.com/2013/05/refarat-perdarahan-subaraknoid-new-one.html#ixzz3eAbYOyQT