komplikasi demam tifoid

32
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang disebabkan oleh infeksi sistemik Salmonella typhi. Insiden, cara penyebaran, dan konsekuensi demam tifoid sangat berbeda di negara maju dan yang sedang berkembang. Insiden sangat menurun di negara maju. 1 Di Negara yang berkembang seperti di Papua Nugini dan Indonesia, insiden tahunannya mencapai 120 : 100.000 populasi. Sebuah studi epidemiologi menujukkan bahwa Asia tenggara dan Asia selatan mencatatkan insiden endemik diatas 100 : 100.000 kasus per tahun. 2 Di Amerika Serikat, sekitar 400 kasus demam tifoid dilaporkan setiap tahun, memberikan insiden tahunan kurang dari 0,2 per 100.000, yang serupa dengan insiden tahunan di Eropa Barat dan Jepang. Di Eropa Selatan, insiden tahunan adalah 4,3-14,5 per 100.000. Di negara yang sedang berkembang S.typhi merupakan isolat Salmonella yang paling sering, dengan insiden yang dapat mencapai 500 per 100.000 (0,5%) dan angka mortalitas tinggi. WHO (World Health Organization) telah memperkirakan bahwa 12,5 juta kasus terjadi setiap tahun di seluruh dunia. Sembilan puluh satu persen (91%) kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun kejadiannya meningkat 1

Upload: sivaneasan-kandiah

Post on 03-Jan-2016

130 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Referat

TRANSCRIPT

Page 1: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang disebabkan

oleh infeksi sistemik Salmonella typhi. Insiden, cara penyebaran, dan

konsekuensi demam tifoid sangat berbeda di negara maju dan yang sedang

berkembang. Insiden sangat menurun di negara maju.1 Di Negara yang

berkembang seperti di Papua Nugini dan Indonesia, insiden tahunannya

mencapai 120 : 100.000 populasi. Sebuah studi epidemiologi menujukkan bahwa

Asia tenggara dan Asia selatan mencatatkan insiden endemik diatas 100 :

100.000 kasus per tahun.2 Di Amerika Serikat, sekitar 400 kasus demam tifoid

dilaporkan setiap tahun, memberikan insiden tahunan kurang dari 0,2 per

100.000, yang serupa dengan insiden tahunan di Eropa Barat dan Jepang. Di

Eropa Selatan, insiden tahunan adalah 4,3-14,5 per 100.000. Di negara yang

sedang berkembang S.typhi merupakan isolat Salmonella yang paling sering,

dengan insiden yang dapat mencapai 500 per 100.000 (0,5%) dan angka

mortalitas tinggi. WHO (World Health Organization) telah memperkirakan

bahwa 12,5 juta kasus terjadi setiap tahun di seluruh dunia. Sembilan puluh satu

persen (91%) kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun kejadiannya

meningkat setelah umur 5 tahun. Pada minggu pertama sakit, demam tifoid

sangat sukar dibedakan dengan penyakit demam lainnya sehingga untuk

memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan bahan kuman untuk konfirmasi.3

Sembilan puluh enam persen (96%) kasus demam tifoid disebabkan oleh

S.Typhi, sisanya disebabkan oleh S.paratyphi. Masa inkubasi adalah 10-14 hari.

Kuman masuk melalui makanan/minuman, setelah melewati lambung kuman

mencapai usus halus (ileum) dan setelah menembus dinding usus kuman akan

mencapai folikel limfoid usus halus (plaque Peyeri). Kuman ikut aliran limfe

mesentrial ke dalam sirkulasi darah (bacteremia primer) mencapai jaringan RES

(hepar,lien, sum-sum tulang untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami

bacteremia sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ

lain (intra dan ekstra intestinal), yang merupakan komplikasi dari demam tifoid.1

1

Page 2: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

Ada beberapa komplikasi yang terjadi akibat demam tifoid. Komplikasi

intraintestinal adalah berupa perforasi usus atau perdarahan saluran cerna. Antara

lain gejalanya berupa suhu menurun, nyeri abdomen, muntah, nyeri tekan pada

palpasi, bising usus menurun sampai menghilang, defance musculaire positif,

dan pekak hati menghilang. Komplikasi ekstraintestinal diantaranya tifoid

ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia, syok septik, pielonefritis,

endocarditis, osteomyelitis, dan lain-lain.1

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui

komplikasi dari demam tifoid.

1.3 Manfaat Penulisan

Referat ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang

komplikasi demam tifoid.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literature.

2

Page 3: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PATOFISIOLOGI DEMAM TIFOID

Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami Salmonella typhi,

melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita tifoid

atau karier kronis. Infeksi didapat dengan cara menelan makanan atau minuman

yang terkontaminasi, dan dapat pula dengan kontak langsung jari tangan yang

terkontaminasi tinja, urine, sekret saluran nafas, atau dengan pus penderita yang

terinfeksi. Agar dapat menimbulkan gejala klinis, diperlukan S. thypi dalam dosis

tertentu. Bagi manusia, dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan gejala klinik

atau subklinik adalah 105-108 bakteri, tapi sumber lain juga menyebutkan dengan

jumlah bakteri 103 sudah bisa menyebabkan penyakit.4 Seseorang yang telah

terinfeksi Salmonella typhi dapat menjadi karier kronis dan mengekskresikan

bakteri selama beberapa tahun melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja.5

Port d’ entre S.typhi adalah di usus. Bakteri yang tertelan masuk ke dalam

lambung untuk mencapai usus halus. Bakteri yang tidak dimusnahkan oleh asam

lambung dapat langsung mencapai usus halus dan dengan cepat menginvasi sel

epitel dan tinggal di lamina propria. Di lamina propria bakteri mengalami

fagositosis. Bakteri yang sudah berada di dalam sel mononuklear masuk ke folikel

limfoid intestin atau plak Peyeri dan bermultiplikasi. Selanjutnya masuk ke sistem

sirkulasi sistemik melalui nodus limfe intestinal regional dan duktus thorasikus.

Pada saat inilah terjadi bakterimia primer. Kemudian bakteri menyebar serta

menginfeksi sistem retikuloendotelial terutama di hati, limpa, dan sumsum tulang.

Disini S. typhi segera difagosit oleh sel-sel fagosit mononukleus yang ada di organ

tersebut, sedangkan bakteri yang tidak difagosit akan berkembang biak. Setelah

multiplikasi intraseluler pada organ-organ tersebut, bakteri akan dilepaskan

kembali ke darah sehingga terjadi bakterimia sekunder.5 Vesika felea merupakan

salah satu organ yang rentan untuk terinfeksi. Pada dinding vesika felea Salmonella

bermultiplikasi dan keluar ke usus melalui empedu.6

Kelainan patologis paling penting pada demam tifoid disebabkan karena

3

Page 4: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

proliferasi sel endotel yang berasal dari sel RES. Akumulasi sel-sel tersebut 

menyumbat pembuluh darah di daerah tersebut menyebabkan nekrosis lokal dan

kerusakan jaringan. Secara patologis didapatkan infiltrasi sel mononuklear,

hiperplasia dan nekrosis lokal di hepar, limpa, sumsum tulang, plak Peyeri ileum

terminal dan yeyunum, dan kelenjar limfe mesenterik.7

Adanya perubahan pada plak Peyeri menyebabkan penderita mengalami

gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare, perdarahan dan perforasi. Didalam plak

Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S. Thypi

intramakrofag akan menimbulkan reaki hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasi

organ, serta nekrosis organ).7 Respon inflamasi terhadap proses ini dengan paparan

yang terus-menerus menyebabkan terjadinya nekrosis. Perdarahan saluran cerna

dapat terjadi akibat nekrosis yang sudah mengenai lapisan mukosa dan submukosa

sehingga terjadi erosi pada pembuluh darah. Proses patologi jaringan limfoid ini

dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan

perforasi.8

Gambar.1 Patofisiologi demam tifoid (1)6

4

Page 5: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

Gambar.2 Patofisiologi demam tifoid (2)6

II. KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

A. Komplikasi Intestinal

1. Perdarahan Usus

Sekitar 25 % penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan

minor yang tidak membutuhkan transfuse darah. Perdarahan hebat juga

dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Perdarahan saluran cerna

dapat terjadi karena akibat erosi pembuluh darah sekitar plak peyeri yang

sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel

mononuclear di dinding usus. Selain faktor luka perdarahan juga dapat

terjadi karena gangguan koagulasi darah (DIC) atau gabungan kedua faktor

tersebut.7

2. Perforasi Usus

Perforasi usus terjadi pada sekitar 3% pasien yang dirawat. Perforasi

ini dapat terjadi karena roses patologi jaringan limfoid plak peyeri dapat

berkembang hingga ke lapisan otot, hingga ke serosa usus.7 Perforasi ini

menyebabkan iritasi dan peradangan pada rongga abdomen yang sering

kita kenal dengan istilah peritonitis. Peritonitis ini sering menjadi fatal.

Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah, dan

peningkatan frekuensi nadi. Perforasi usus ditandai oleh nyeri abdomen,

5

Page 6: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

kemudian diikuti muntah, defans muskular, bising usus yang menurun, dan

tanda-tanda peritonitis lain.9

Sebagian besar pasien demam tifoid yang sampai perforasi terjadi

dalam 2 minggu pertama penyakit. Hal ini disebabkan, karena pasien

dengan perforasi memiliki patogenesis penyakit yang lebih fulminan.

Mekanisme perforasi usus pada demam tifoid adalah hiperplasia dan

nekrosis plak Peyeri dari terminal ileum. Agregat limfoid plak Peyeri

memperpanjang dari lamina propria ke submukosa, sehingga dengan

adanya hiperplasia dari epitel luminal ke serosa dijembatani oleh jaringan

limfoid. Selama demam tifoid, S. Typhi ditemukan dalam fagosit

mononuklear plak Peyeri, dan dalam kasus dengan perforasi usus, kedua

jaringan ini dan jaringan sekitarnya menunjukkan daerah-daerah

hemoragik, paling sering pada minggu ketiga dari penyakit. Kerusakan

jaringan di plak Peyeri terjadi, sehingga ulserasi, perdarahan, nekrosis, dan,

dalam kasus yang ekstrim, sampai perforasi. Proses menuju kerusakan

jaringan mungkin multifaktorial, melibatkan kedua faktor bakteri dan

respon inflamasi dari pasien.9

Leukopenia juga ditemukan menjadi faktor risiko independen untuk

perforasi usus. Hal ini berbeda dengan laporan lain, di mana leukositosis

telah mendominasi pada pasien dengan perforasi usus. Di antara pasien

dengan demam tifoid yang tidak mengalami perforasi usus, leukopenia

dikenal sangat umum. Misalnya, jumlah sel darah putih kurang dari 4,5 ×

109 / liter ditemukan pada 18 persen dari semua anak dalam suatu studi.

Dalam seri kasus lain pasien dengan demam tifoid, jumlah sel darah putih

yang normal pada 12 pasien dan meningkat pada dua pasien, dan

leukopenia (4.000 sel darah putih / ml) tercatat dalam tujuh pasien . Dalam

studi lain, dimana lima dari 21 pasien mengalami perforasi usus, tingkat

leukopenia lebih tinggi di antara pasien tanpa komplikasi.9

Studi lain menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan

faktor risiko independen untuk perforasi usus. Khan et al, melaporkan

bahwa perforasi usus terjadi secara signifikan lebih sering pada laki-laki

daripada perempuan. Laki-laki: perempuan rasio ditemukan menjadi 2,5

dalam satu studi dan 4 di negara lain. Alasan yang tepat untuk terjadi

perforasi usus pada laki-laki tidak jelas.9

6

Page 7: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

Pada pasien dengan demam tifoid, pengobatan antimikroba harus

dimulai sejak dini dan dapat digunakan untuk waktu yang cukup. Penyebab

organisme, S. Typhi, sangat sensitif terhadap agen antimikroba. Waktu

terapi antimikroba bisa menjadi penting dalam mencegah komplikasi serius

seperti perforasi. Perforasi usus pada pasien dengan demam tifoid tersebut

sangat jarang terjadi di negara maju selama era penggunaan antibiotik.

Pengamatan ini mendukung penggunaan awal antibiotik yang efektif pada

pasien dengan demam tifoid.9

Tingkat kelangsungan hidup terbaik setelah perforasi ileum pada

demam tifoid dapat ditemukan pada pasien yang menjalani operasi dalam

waktu 24 jam. Terapi konservatif dengan penggunaan kloramfenikol pada

perforasi tifoid apat meningkatkan angka kematian dibandingkan dengan

operasi. Klinis, radiologi dan pemeriksaan USG membantu dalam

diagnosis perforasi. Kloramfenikol saja tidak memadai pada pasien dengan

perforasi dan harus dilengkapi dengan antimikroba lain yang efektif

terhadap bakteri gam negative dan positif.10

B. Komplikasi Ekstraintestinal

Tabel.1 Komplikasi demam tifoid ekstraintestinal yang disebabkan oleh

Salmonella enteric Serotype Typhi11

Sistem organ yang terlibat

Prevalensi Faktor Resiko Komplikasi

Sistem saraf pusat

3-35% Penduduk di kawasan endemik, malignansi, endokarditis, penyakit

Ensefalopati, udem serebral, subdural empyema, abses

7

Page 8: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

jantung bawaan, infeksi sinus paranasal, meningitis,trauma, pembedahan, osteomielitis pada tengkorak

serebri, meningitis, ventrikulitis, parkinsonisme transien, kelainan motor neuron, ataxia, Sindrom Gullian Barre, psikosis

Sistem kardio-vaskular

1-5% Abnormalitas jantung- kelainan katup, penyakit jantung rematik, penyakit jantung kongenital

Endokarditis, miokarditis, pericarditis, arteritis, gagal jantung kongestif

Sistem pulmonari

1-6% Penduduk di kawasan endemik, riwayat infeksi paru, anemia sel sabit, penyalahgunaan alkohol, diabetes, infeksi HIV

Pneumonia, empiema, fistula bronkopleura

Tulang dan sendi

<1% Anemia sel sabit, diabetes, SLE, limfoma,penyakit hati, riwayat trauma atau pembedahan, umur lanjut, penggunaan steroid

Osteomielitis, septik artritis

Sistem hepatobiliari

1-26% Penduduk kawasan endemik, infeksi piogenik, narkoba, trauma limpa, HIV, hemoglobinopati

Kolesistitis, hepatitis, abses hepar, abses limpa, peritonitis, ileus paralitik

Sistem genitourinari

<1% Traktus urinarius, kelainan pelvis, kelainan sistemik

Infeksi saluran kemih, abses renal, infeksi pelvis, abses testikular, prostatitis, epididimitis

Jaringan lunak

17 kasus dilaporkan pada penelitian Inggris

diabetes Abses psoas, abses gluteal, vaskulitis kutan

hematologi 5 kasus dilaporkan pada penelitian Inggris

Sindrom hemofagositosis

1. Komplikasi Kardiovaskular

Miokarditis terjadi pada 1-5 % penderita demam tifoid sedangkan

kelainan elektrokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien

8

Page 9: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa

keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik.

Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan elektrokardiografi

yang menetap disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk. Kelainan

ini disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman S.typhi dan miokarditis

sering sebagai penyebab kematian. Biasanya dijumpai pada pasien yang

sakit berat, keadaan akut dan fulminan.7

Gambaran patologis dari myokarditis karena demam tifoid adalah

peradangan pembuluh darah, gangguan aliran mikrosirkulasi, edema,

limfositik, infiltrasi makrofag pada stroma, dan kadang-kadang dapat

terjadi distrofi ataupun nekrosis dari otot jantung, perubahan degenerative

dan infiltrasi lemak.7,12 Dengan menggunakan Eleltrokardiography (EKG)

dapat diberikan gambaran bagaimana tingkat keparahan penyakit dan

bagaimana prognosisnya. Gambaran EKG yang paling umum pada

miokarditis typhoid ini adalah perpanjangan pada segmen Q-T, perubahan

pada segmen ST-T, bundle branch blok, blok aliran A-V dan aritmia.

Semua perubahan gambaran pada EKG tersebut biasanya hanya

berlangsung sementara, kecuali bundle branch blok yang dapat muncul

untuk waktu yang lama. Gambaran pada EKG ini sangat jelas pada pasien-

pasien miokarditis typhoid. RBBB (Right Bundle Branch Block) bahkan

tetap ada setelah resolusi perpanjangan dari segmen PR. Oleh karena itu

disarankan pada kasus-kasus demam typhoid dilakukan juga pemeriksaan

rekaman EKG untuk menyingkirkan komplikasi miokarditis ini. Untuk

pengobatan, penggunaan deksametason diindikasikan pada kasus ini untuk

mengurangi angka kematian.12

2. Komplikasi Hematologik

Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrio-genemia,

peningkatan waktu prothrombin, peningkatan waktu thromboplastin

parsial, peningkatan produk degradasi fibrin sampai koagulasi

intravaskular diseminata (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien

demam tifoid.

Penyebab KID pada demam typhoid belumlah jelas. Hal-hal yang

sering dikemukakan adalah endotoksin mengaktifkan beberapa sistem

9

Page 10: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

biologik, koagulasi, dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan

histamine menyebabkan vasokonstriksi dan kerusakan endotel pembuluh

darah dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi;

baik KID kompensata maupun dekompensata.7

Anemia dapat terjadi pada penderita demam tifoid dan disebabkan

antara lain karena pengaruh berbagai sitokon dan mediator sehingga

terjadinya depresi sumsum tulang dan penghentian tahap pematangan

eritrosit maupun kerusakan langsung pada eritrosit yang tampak sebagai

hemolisis ringan. Selain itu anemia bisa disebabkan karena perdarahan

pada usus halus. Pengaruh depresi sumsum tulang yang lain adalah

leukopeni dan trombositopeni. Trombositopeni juga bisa terjadi karena

meningkatnya destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial.7

3. Komplikasi Pulmonal

Osler menjelaskan pneumonia tifoid dengan astenik atau pneumonia

toksik, yang menyatakan bahwa lesi lokal mungkin kecil dan terbatas dan

fenomena subjektif dari penyakit tifoid tidak ada.13 Pada paru-paru tampak

perubahan granulomatus yang memberi gambaran bronkitis dan

pneumoni.7 Gejala saraf lebih mendominasi dimana dijelaskan sebagai

delirium, dan kelemahan. Terdapat juga penyakit kuning dan diare dan juga

meterorisme disertai dengan nyeri abdomen.13

Ada kesulitan untuk membedakan antara pneumonia toksik dengan

astenik dan demam tifoid dimana terjadi lokalisasi awal bakteri tifoid

dalam paru hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan Widal dan kultur

darah. Pneumonia lobar dapat ditemukan pada stadium awal atau apabila

penyakitnya telah lama berlanjut.13

4. Komplikasi Hepatobilier

Pada saat terjadi bakterimia primer, bakteri menyebar menginfeksi

sistem retikuloendotelial terutama di hati, limpa, dan sumsum tulang. Di

hati S. typhi segera difagosit oleh sel-sel fagosit mononukleus yang ada di

organ tersebut, sedangkan bakteri yang tidak difagosit akan berkembang

biak. Vesika felea juga merupakan salah satu organ yang rentan untuk

terinfeksi. Pada dinding vesika felea Salmonella bermultiplikasi dan keluar

ke usus melalui empedu.7

10

Page 11: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus

dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi daripada

S.paratyphi. Untuk membedakan apakah hepatitis disebabkan oleh tifoid,

virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik,

parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Hepatitis tifosa

dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang.

Meskipun sangat jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.7

5. Komplikasi Ginjal

Masalah diagnostik yang serius muncul ketika basil tifoid menyerang

organ vital, salah satunya ginjal, terutama jika gejala intestinal cenderung

minimal atau tidak ada. Pada kasus infeksi tifoid pada ginjal, diagnosis

etiologi seringkali terlupakan kecuali jika uji bakteriologis dilakukan.

Karena Basil di kolon seringkali mirip dengan basil tifoid, yang mana

merupakan penyebab paling umum dari pyelitis atau pyelonefritis, basil

gram negative yang ditemukan pada urin pasien sering disalahkan sebagai

basil colon, jika tidak dilakukan pemeriksaan selanjutnya.14

Ada berbagai komplikasi ginjal dari typoid seperti Sistitis,

pielonefritis, dan pyelitis. Ginjal tampak membengkak dan mengalami

degenerasi pada epitel tubular bagian proksimal, serta gambaran

pielonefritis dan pielitis dengan kerusakan struktur yang menetap, dapat

pula terlihat gambaran gromenulonefritis dan sindroma nefrotik.7 Dehidrasi

jika tidak dikelola dengan benardapat menyebabkan nekrosis tubular akut.

Henke dan Lubarch menggambarkan temuan patologis dalam ginjal pasien

tifoid dengan adanya nekrosis akibat kerusakan difus yang toksik yang

mempengaruhi tubulus dan lengkung Henle, dengan lokal infiltrasi sel

kecil interstitium. Glomerulus umumnya tidak mengalami kerusakan.

Huckstep, et al, menemukan bahwa tifoid nefritis tidak berbeda secara

klinis dari PSGN (Post Streptococcus Glomerulonefritis). Namun

penelitian dari Scragg et al. menyatakan tidak yakin bahwa tifoid

menyebabkan nefritis dan menyarankan patologi ganda. Penelitian yang

dilakukan dengan mengadakan biopsi ginjal pada orang dewasa,

menemukan bukti bahwa terdapat komplek imun antigen Salmonella Vi

pada kapiler dinding glomerulus.15 Onset dari infeksi renal dapat terjadi

11

Page 12: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

selama serangan tifoid, selama masa penyembuhan atau beberapa hari

bahkan tahun setelah serangan tifoid.14

6. Komplikasi Tulang

Osteomielitis jarang terjadi di tahap akut demam tifoid tetapi sering

mempersulit pemulihan, atau berkembang dalam berbulan-bulan atau

bahkan bertahun-tahun setelah infeksi. Hal ini dapat mempengaruhi hampir

semua tulang, tetapi biasanya terlokalisir.16

Komplikasi ke jaringan tulang dari tifoid memang langka. Setiap

bagian dari sistem kerangka dapat terkena, tetapi predileksinya yang paling

sering adalah pada tulang panjang atau tulang belakang (spondilitis tifus)

dan kadang-kadang tulang rusuk dan tulang dada, dan juga dapat menjadi

kronis. Lesi pada sendi biasanya non-supuratif tapi pyoarthrosis mungkin

akan terjadi. Dalam kedua tifoid dan paratifoid infeksi osteomielitis

biasanya dimulai di diaphysis, tidak pada metafisis. Dalam tifus

osteomyelitis lesi biasanya tunggal dan cukup terlokalisir dan menjalankan

kursus kronis. Dalam paratifoid penyakit menyebar melalui seluruh batang,

biasanya beberapa, dan lebih akut dalam karakter. Diagnosis tergantung

pada studi bakteriologis nanah atau cairan dihapus dari lesi tulang. Tes

serologi tidak dapat diandalkan.16

Pengobatan arthritis adalah aspirasi sederhana atau evakuasi bedah

cairan dari sendi dengan penutupan primer. Perlakuan terhadap tifoid

osteomielitis terdiri dari penghapusan jaringan yang sakit tulang,

penutupan primer luka, dan terapi vaksin autogenous. Buka drainase

biasanya diperlukan dalam paratifoid osteomielitis karena luasnya

penyakit. Vaksin autogenous drainase berikut harus digunakan.16

7. Komplikasi Neuropsikiatri

Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa

kejang, semi-koma atau koma. Parkinson rigidity/ transient parkinsonism,

sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia

sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis

perifer, sindrom Guillain-Barre, dan psikosis.7

Komplikasi neurologis pada demam tifoid yang tidak biasa terjadi dan

hanya berkisar 5 sampai 35% dalam berbagai penelitian. ensefalopati tifoid

12

Page 13: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

adalah yang paling umum (9,6-57%) diikuti oleh meningismus (5 sampai

17%). 1,2 kejang (1,7-40%), kelenturan (3,1%), defisit neurologis fokal

(0,5%) dan Meningitis (0,2%) yang sering digambarkan. komplikasi

lainnya yang jarang terjadi seperti sindrom Parkinson, penyakit motor

neuron-, amnesia transien, simetris neuropati sensori-motor,

schizophreniform psikosis dan keterlibatan cerebellar juga dijelaskan.

Afasia sebagai komplikasi demam tifoid digambarkan dalam 2 sampai

7,4% dalam berbagai penelitian.17

Sebagian besar komplikasi neurologis dijelaskan terlihat selama

perjalanan penyakit, pada demam tinggi atau selama penurunan suhu tubuh

sampai yg normal. Beberapa terjadi selama masa pemulihan seperti

neuropati, amnesia dan psikosis. Yang lain seperti penyakit motor neuron,

kerusakan skolastik terjadi setelah pemulihan.17

Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa

gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis,

delirium, somnolen, sopor, atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan

neurologis lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas

normal. Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai

tifoid toksik, sedangkan penulis lainnya menyebutnya dengan demam

tifoid berat, demam tifoid ensefalopati, atau demam tifoid dengan

toksemia. Diduga faktor-faktor social ekonomi yang buruk, tingkat

pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim, nutrisi, kebudayaan, dan

kepercayaan (adat) yang masih terbelakang ikut mempermudah terjadinya

hal tersebut dan akibatnya meningkatkan angka kematian.7

Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam

tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol

4x400 mg ditambah ampisilin 4x1 gram dan deksametason 3x5 mg.7

Prognosis defisit neurologis pada demam enterik biasanya baik.

Dalam sebagian besar kasus pemulihan lambat dan lengkap, tetapi dalam

beberapa kasus defisit dapat bertahan lama.17

a) Ensefalopati Tifoid

Tifoid ensefalopati diperkirakan terjadi pada minggu ketiga penyakit.

Meskipun sekarang jarang bagi individu untuk tetap tidak diobati selama

jangka waktu tersebut. Dalam sebuah penelitian, rata-rata durasi demam

13

Page 14: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

tidak berbeda secara signifikan antara pasien dengan atau tanpa

ensefalopati. Temuan ini konsisten dengan laporan sebelumnya dari

Indonesia yang menunjukkan bahwa pasien dengan ensefalopati didapati

setelah 7-9 hari dari gejala. Namun, ini hanya pada pasien dengan biakan-

positif.18

Ensefalopati tifoid diduga terjadi karena endotoksin dari Salmonella

Thypii. Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler akan

mengakibatkan timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,

kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya. Peran endotoksin

dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan

tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui

pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini

menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan

kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain.5

b) Meningitis Tifoid

Salah satu komplikasi dari demam tifoid adalah meningitis.

Meningitis karena Salmonella typhi terutama menyerang bayi dan anak.

Walaupun banyak spesies dari Salmonella yang telah diisolasi dari cairan

serebrospinal seperti S. Paratyphi, S. Typhimurium, S. panama,

Salmonella typhi merupakan satu-satunya bakteri yang sangat jarang

ditemukan dan diduga kuat sebagai penyebab meningitis purulenta. Dalam

banyak kasus bakteremia karena Salmonella typhi terjadi sebagai

komplikasi selama menderita demam tifoid, di mana demam dan gejala-

gejala gastrointestinal merupakan gambaran utama.19

Di dunia, telah diperkirakan bahwa sekitar 35 juta kasus dan 500.000

kematian terjadi setiap tahunnya karena infeksi Salmonella typhi. Suatu

kejadian yang amat tinggi dari bakteremia, Sepsis dan Infeksi Meningitis

Salmonella typhi terjadi pada bayi yang lebih muda dari usia satu tahun.20

Meningitis Salmonella jarang terjadi di negara maju, tetapi merupakan

penyebab yang relatif umum terjadi di negara berkembang. Salmonella

typhi menyumbang 5,9% dari semua kasus meningitis bakteri. Meningitis

salmonella terkait dengan morbiditas dan mortalitas, terutama pada

neonatus. Komplikasi Akut neurologis meningitis salmonella adalah

14

Page 15: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

ventriculitis, subdural empiema, hidrosefalus dan kelainan kronik

neurologis sebanyak 43% kasus, tingkat kekambuhan meningitis

salmonella 64%. Namun, fokus infeksi intrakranial fokal karena

Salmonella jarang.20

Meningitis Salmonella typhi, terutama pada masa bayi, tetap penyakit

yang merusak dengan kematian yang tinggi dan prevalensi tinggi

kerusakan neurologis. Di negara berkembang, di mana Salmonella

typhi terhitung infeksi untuk persentase yang signifikan dari meningitis

pada bayi, terapi antibiotik empiris awal harus dirancang untuk

melindungi dari organisme ini.20

c) Ataksia Serebellar Akut Reversibel

Tanda serebellar kemungkinan besar terjadi pada minggu kedua onset

demam tifoid dan mungkin terjadi lebih cepat. Sawhney et all (1988)

meneliti fungsi serebellar pada tiga pasien pada hari kedua dan ketiga

demam tifoid. Gejala progresif selama 1 - 2 hari, setelah itu tidak ada

perubahan pada simptom untuk 1 – 2 minggu ke depan. Pasien mulai

sembuh secara berangsur-angsur dalam 1 – 2 minggu. Gejala mayor

serebellar adalah ataxic gait dengan ataksia ekstremitas. Serebellitis viral

akut mungkin memiliki gejala klinis yang sama.21

Patogenesis ataksia serebellar pada demam tifoid masih belum

diketahui. Gangguan metabolik, toksemia, hiperpireksia, perubahan

serebral non-spesifik seperti edema dan pendarahan ditemukan sebagai

penyebab ataksia serebellar. Ukadgoankar et al (1981) menyatakan bahwa

gangguan serebellar mungkin berhubungan dengan terapi kloramfenikol.

Mereka membuktikan bahwa kloramfenikol dan Salmonella bergabung

membentuk produk yang bersifat toksik pada serebellum atau

menyebabkan reaksi hipersensitivitas. Namun hipotesis Ukadgoankar et al

tidak dapat menjelaskan manifestasi serebellar pada pasian yang belum

diterapi dengan kloramfenikol.21

III. TATALAKSANA

Mayoritas dari anak-anak dengan demam tifoid boleh ditatalaksana

dirumah dengan pembeiran antibiotik oral dan dirawat jika ada tanda tanda

15

Page 16: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

komplikasi atau tidak berespon dengan pengobatan antibiotik oral. Terapi antibiotik

adalah sangat penting terutama dalam pencegahan berlakunya komplikasi dari

demam tifoid.11

Tabel.2 Tatalaksana Demam Tifoid pada Anak11

Tabel.2a Terapi Optimal demam Tifoid Tanpa Komplikasi

SENSITIVTAS ANTIBIOTIK DOSIS mg/kg/hari HARI

SENSITIFKloramfenikol 50-75 14-21

Amoksisilin 75-100 14

MULTIDRUG

RESISTAN

Flourokuinolone 15 5-7

Cefixim 15-20 7-14

RESISTEN

QUINOLONE

Azitromicin 8-10 7

Ceftriaxone 75 10-14

Tabel.2b Terapi Alternatif Demam Tifoid Tanpa Komplikasi

SENSITIVTAS ANTIBIOTIK DOSIS mg/kg/hari HARI

SENSITIF

Florokuinolone

(ofloksasin atau

ciprofloksasin)

15 5-7

MULTIDRUG

RESISTAN

Azitromicin 8-10 7

Cefixime 15-20 7-14

RESISTEN

QUINOLONECefixime 20 7-14

16

Page 17: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

Tabel.2c Terapi Optimal demam Tifoid Berat

SENSITIVTAS ANTIBIOTIK DOSIS mg/kg/hari HARI

SENSITIFAmpisilin 100 14

Ceftriaxone 60-75 10-14

MULTIDRUG

RESISTANFlourokuinolone 15 10-14

RESISTEN

QUINOLONECeftriaxone 60-75 10-14

Tabel.2d Terapi Alternatif Demam Tifoid Berat

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK DOSIS mg/kg/hari HARI

SENSITIF

Florokuinolone sperti

ofloksasin atau

ciprofloksasin

15 10-14

MULTIDRUG

RESISTAN

Ceftriaxone 60 10-14

Cefotaxime 80

RESISTEN

QUINOLONEFlouroquinolone 20-30 14

Walaupun telah disarankan seperti pada dewasa, pengobatan demama tifoid

pada anak dengan pemberian flourokuinolone, ada permasalahan yang timbul karena

kemumgkinan terjadinya resistensi pada flourokuinolone dan pemberiannya masih

belum dilakukan penggunaan luas pada anak anak. Pembahasan dari Cochrene

tentang pengobatan demam tifoid mengindikaskan terdapat bukti yang sangat sedikit

untuk menyokong pemberian flourokuinolone pada semua kasus tifoid. Relaps

dengan penggunaan semua jenis antibiotik bisa terjadi pada 15% pasien yang pernah

berobat.11

17

Page 18: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

BAB III

KESIMPULAN

Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang

disebabkan oleh infeksi sistemik Salmonella typhi. Insiden, cara penyebaran, dan

konsekuensi demam tifoid sangat berbeda di negara maju dan yang sedang

berkembang. Di Indonesia angka kejadiannya mencapai 120 : 100.000 populasi tiap

tahun. Sembilan puluh enam persen (96%) kasus demam tifoid disebabkan oleh

S.Typhi, sisanya disebabkan oleh S.paratyphi. Masa inkubasi adalah 10-14 hari.

Kuman masuk melalui makanan/minuman, setelah melewati lambung kuman

mencapai usus halus (ileum) dan setelah menembus dinding usus kuman akan

18

Page 19: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

mencapai folikel limfoid usus halus (plak Peyeri). Kuman ikut aliran limfe

mesentrial ke dalam sirkulasi darah (bacteremia primer) mencapai jaringan RES

(hepar, lien, sum-sum tulang untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakteremia

sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan

ekstra intestinal), yang merupakan komplikasi dari demam tifoid.

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah komplikasi perdarahan

intestinal, dimana terjadi sekitar 25% pada penderita demam tifoid yang kemudian

dapat berlanjut menjadi perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis yang

berakibat fatal.

Komplikasi ekstraintestinal yang paling sering adalah komplikasi pada

system saraf pusat (3-35%) dan komplikasi system hepatobiliar (1-26%). Komplikasi

yang jarang terjadi adalah keterlibatan tulang dan sendi serta keterlibatan system

genitourinaria, dimana angka kejadiannya hanya kurang dari 1%.

Untuk tatalaksana, mayoritas dari anak-anak dengan demam tifoid dapat

ditatalaksana di rumah dengan pembeiran antibiotik oral seperti pemberian

flourokuinolne dan dirawat jika ada tanda tanda komplikasi atau tidak berespon

dengan pengobatan antibiotik oral. Terapi antibiotik sangat penting terutama dalam

pencegahan terjadinya komplikasi demam tifoid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2010. Deman Tifoid dalam Pedoman Pelayanan

Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter

Anak Indonesia. 47-9

2. Crump JA, et al. 2004. The global burden of typhoid disease. Bulletin of the

World Health Organization; 82: 346 - 53

3. Behrnman, et al. 2000. Infeksi Salmonella dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson

Vol. 2 Edisi 15.

4. Soegeng S. 2006. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta:

Salemba Medika.

19

Page 20: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

5. Sumarmo S, et al. 2008. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Infeksi dan Pediatri

Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

338 - 46

6. Shetty PB, et al. 1998. Sonographic analysis of gallbladder findings in

Salmonella enteric fever. Journal of Ultrasound in Medicine; 17(4): 231-7.

7. Widodo, Djoko. 2009. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Edisi V jilid III. Jakarta: Internal Publishing. 2797-805.

8. Everest P, et al. The molecular mechanisms of severe typhoid fever. Trends in

Microbiology 2001; 9(7): 316-20

9. Salih H, et al. 2004. Risk Factors for Enteric Perforation in Patients with

Typhoid Fever. American Journal of Epidemiologi. Dicle University Hospital,

Diyarbakir, Turkey and McMaster University, Hamilton, Ontario, Canada.

10. Richens J. 2000. Management of bowel perforation in typhoid fever. London

School of Hygiene & Tropical Medicine, UK

11. Zulfiqar AB, Chapter 195- infectious disease-gram negative bacteria-

salmonella infections, Kliegman: Nelson Textbook of Pediatrics, !8th Edition

12. Partha P, et al. 2009. Jurnal Of Complicated Typhoid Fever. Department of

Medicine Medical College Kolkata.

13. Webster WB M.D. 2000. Radiology: A case report of typhoid pneumonia.

Department of Roentgenology New York Hospital, New York City.

14. Hobart AR MD. 2002. Typhoid pielonephritis, Renal typhoid fever. Journal of

American Medical association. Philadelphia.

15. Buka And Coovadia HM. 2009. Typhoid Glomerulonephritis. Department of

Paediatrics and Child Health, University of Natal, Durban. National Center for

Biotechnology Information . US.

16. Huckstep RL. 2000. Typhoid Fever and Other Salmonella Infections.

Edinburg, E & S Livingtone.

17. S. Vidyasagar, S. et al. 2005. Unusual Neurological Complication Of Typhoid

Fever. The Internet Journal of Infectious Diseases. DOI: 10.5580/25eb

18. Daniel TL, et al. 2012. Factors Associated with Encephalopathy in Patients

with Salmonella enterica Serotype Typhi Bacteremia Presenting to a Diarrheal

Hospital in Dhaka, Bangladesh. American Society of Tropical Medicine and

Hygiene.

20

Page 21: KOMPLIKASI DEMAM TIFOID

19. Chanmugam D, et al. 1978. Primary Salmonella typhi meningitis in adult.

British Medical Journal, 152.

20. Abuekteish, F, et al. 1996. Salmonella typhi meningitis in infants. Indian

Pediatrics Journal, 33, 1037-39.

21. Kalra OP. 2002. Acute Reversible Cerebellar Ataxia in Typhoid Fever. Journal

Indian of Clinical Medicine. Departement of Medicine, University College of

Medical Sciences and GTB Hospital, Shahdara, Delhi.

21