komplikasi mikrovaskuler

Upload: aris

Post on 18-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

14

a) Komplikasi MikrovaskulerMeskipun perubahan arterosklerotik makrovaskuler dapat ditemukan pada pasien diabetes maupun non-diabetes, namun perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi unik yang hanya terjadi pada diabetes. Penyakit mikrovaskuler diabetik (atau mikroangiopati) ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Membran basalis mengelelilingi sel-sel endotel kapiler. Para periset mengemukakan hipotesis bahwa peningkatan kadaar glukosa darah menimbulkan suatu respon melalui serangkaian reaksi biokimia yang membuat basalis beberapa kali lebih tebal dari keadaan normalnya.b) Retinopati DiabetikKelainan patolgis mata yang disebut retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan dalam pembuluhpembuluh darah kecil pada retina mata. Retina merupakan bagian mata yang menerima bayangan dan mengirimkan infomasi tentang bayangan tersebut ke otak. Bagain ini mengambil banyak sekali pembuluh darah dari berbagai jenis pembuuh darah arteri serta vena yang kecil, arterio, venula dan kapiler.c) Komplikasi Oftalmologi yang LainRetinopati diabetik bukan merupakan satu-satunya komplikasi diabetis yang dapat mengganggu penglihatan. Seperti katarak, hipoglikemia dan hiperglikemia, neuropati dan glaukoma dapat pula mengganggu penglihatan.d) NefropatiBukti menunjukkan bahwa segera sesudah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres yang menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat, kenaikan tekanan tersebut diperkirakan sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati. Berbagai obat dan diet kini sedang dicoba untuk mencegah komplikasi ini.

2.1.1 Penatalaksanaan Keperawatana. DietPrinsip umum. Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini :1) Memberikan semua unsur esensial (misalnya : vitamin, mineral)2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai 3) Memenuhi kebutuhan energi4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkatBagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa darah, upaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam-jam makan yang berbeda merupakan hal penting. Disamping itu konsistensi interval waktu diantara jam makan dengan mengkonsumsi camilan (jika diperlukan), akan membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa darah.b. LatihanLatihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan melawan tahanan (resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menigkatkan laju metabolisme istirahat (Resting Metabolic Rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, menurunkan rasa stres dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan resiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl (14mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menunjukkan hasil negatif dan kadar glukosa darah telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormon dan katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.Pertimbangan Gerontologi. Aktivitas yang konsisten dan realistik sangat menguntungkan bagi penderita diabetes yang berusia lanjut. Keuntungannya mencakup penurunan hiperglikemia, perasaan segar dan penggunaan kalori yang dikonsumsi sehingga terjadi penurunan berat badan. Karena terjadi peningkatan insiden masalah kardiovaskuler pada lansia, maka pola latihan secara bertahap dan konsisten harus direncanakan agar tidak melebihi kapasitas fisik pasien. Gangguan fisik akibat penyakit kronis lainnya juga harus dipertimbangkan.c. Pemantauan Glukosa dan KetonDengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG; self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini bisa mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah nomal yang memungkinkan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.d. Terapi InsulinPada diabetes tipe 1, tubuh kehilangan kemampuan untuk meproduksi insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus diberikan dalam jumlah yang tak terbatas. Pada diabetes tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien diabetes tipe 2 yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stres lainnya.1) Peparat Insulin. Peparat Insulin ini tersedia sejumlah preparat insulin. Preparat ini digolongkan ke dalam empat karakteristik : Perjalanan waktu, konsentrasi, spesies (sumber) dan pabrik pembuatannya.Perjanan Waktu. Preparat insulin dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama berdasarkan awitan, puncak dan durasi kerjaa) Short-acting Insulin1. Insulin Reguler (yang ditandai R pada botolnya)Awitan kerja human insulin reguler adalah hingga 1 jam; puncaknya, 2 hingga 3 jam; durasi kerjanya 4 hingga 6 jam. Nama lain untuk insulin reguler adalah Crystalline Zinc insulin (CZI).Insulin reguler terlihat jernih dan biasanya dibeikan 20 hingga 30 menit sebelum makan. Insulin reguler dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan insulin yang kerjanya lebih lama.b) Intermediate-acting Insulina) NPH insulin (Neural Protamin Hagedorn)b) Lente Insulin (L)Awitan kerja human insulin Intermediate-acting adalah 3 hingga 4 jam; puncaknya, 4 hingga 12 jam; durasi kerjanya, 16 hingga 20 jam.Kedua insulin Intermediate-acting tersebut memiliki kesamaan dalam perjalanan waktu kerjanya dan tampak berwarna putih serta menyerupai susu. Jika NPH atau insulin Lente digunakan secara tunggal, maka pemberian preparat ini setengah jam sebelum makan bukanlah faktor yang menentukan. Meskipun demikian, pasien yang menggunakan NPH atau Insulin Lente harus makan disekitar waktu awitan dan puncak kerja preparat insulin ini.c) Long-acting Insulina) Ultralente Insulin (UL)Insulin Long-acting kadang-kadang disebut insulin tanpa puncak kerja karena Preparat ini cenderung memiliki keja yang panjang, perlahan dan bertahan. Awitan kerja long-acting human insulin adalah 6 hingga 8 jam; puncak, 12 hingga 16 jam; durasi 20 hingga 30 jam.Konsentrasi. Konsentrasi insulin yang paling sering digunakan di Amerika adalah U-100. Ini berarti terdapat 100 unit insulin per 1 sentimeter kubik. Jadi, spuit mampu menampung 100 unit insulin U-100 adalah spuit 1 ml (cc). Jika sebuah spuit menyimpan 50 unit insulin U-100, maka spuit ini merupakan spuit ml U-100.Spesies (Sumber). Dimasa lalu, semua preparat insulin diperoleh dari pankreas sapi dan babi. Human insulin kini sudah tersedia secara luas. Preparat insulin ini diproduksi melalui teknologi DNA (Deoxyribonucleic Acid) rekombinian.Ada dua cara pendekat yang umum digunakan dalam penatalaksanaan dalam terapi insulin.1. Pemberian secara konvensional. Salah satu diantaranya adalah menyederhanakan pemberian insulin dengan tujuan untuk menghindari komplikasi akut diabetes(yaitu, hipoglikemia dan hiperglikemia simtomatik). Pada tipe pemberian yang disederhanakan ini (misalnya satu hingga dua suntikan perhari), kadar glukosa darah pasien mungkin masih di atas normal. Pendekatan ini cocok bagi pasien lansia yang rapuh dan menderita sakit terminal dengan kemampuan terbatas untuk merawat diri sendiri, atau bagi setiap pasien yang enggan atau tidak mampu untuk terlibat dalam aktivitas penanganan sendiri.2. Pemberian secara intensif. Pendekatan kedua adalah menggunakan cara pemberian insulin yang lebih kompleks (dua hingga empat suntikan perhari) untuk mencapai glukosa darah yang sebesar mungkin tetapi aman dan praktis. Hasil-hasil DCCT (Diabetes Control and Complications Trial) (1993) memperlihatkan bahwa tindakan untuk mempertahankan kadar glukosa darah sedekat mungkin dengan nilai normal akan mencegah atau memperlambat perkembangan komplikasi diabetes jangka panjang. Alasan lain pemakaian teknik pemberian insulin yang lebih kompleks adalah untuk memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada pasien dalam mengubah dosis insulinnya setiap hari sesuai perubahan pola makan serta aktivitasnya dan menurut variasi kebutuhan terhadap kadar glukosa darah yang ada.Meskipun DCCT menemukan bahwa terapi yang intensif (tiga hingga empat kali suntikan per hari) mengurangi resiko komplikasi, namun tidak semua penyandang diabetes merupakan calon bagi pelaksanaan pengendalaian kadar glukosa darah yang ketat. Pasien-pasien yang mungkin bukan calon yang tepat adalah :a. Penderita neuropati otonom (penyakit pada syaraf otonom) yang menyebabkannya mengalami hipoglikemia tanpa disadarai. Karena neuropati otonom, pasien-pasien ini tidak akan memperlihatkan gejala hipoglikemia dan dengan demikian menghadapi resiko yang lebih bear untuk mengalami hipoglikemia yang berat. sasaran kadar glukosa darah yang ingin dicapai pada pasien-pasien tersebut mungkin harus dinaikkan.b. Pasien-pasien yang mengalami hipoglikemia berat yang berkali-kali. Sasaran kadar glukosa darah yang ingin dicapai pada pasien-pasien tersebut harus dinaikkan demi keselamatan jiwanya.c. Pasien-pasien dengan komplikasi Diabetes yang permanen dan ireversibel (yaitu, kebutuhan akibat retinopati atau gagal ginjal kronis yang memerlukan dialisis). Dasar pemikirannya adalah bahwa resiko yang menyertai pemberain insulin yang intensif tersebut tidak mengimbangi manfaatnnya. Pengecualiannya adalah pasien yang telah mendapatkan transplantasi ginjal akibat nefopati dan gagal ginjal kronis; pasien semacam ini harus menjalani terapi insuin yang intensif untuk melestaraikan fungsi ginjal yang baru tesebut.d. Pasien-pasien dengan komplikasi serebrovaskuler dan kardiovaskuler. Ditakutkan bahwa terjadinya hipoglikemia yang berat dapat memicu serangan serebrovaskuler dan kardio vaskuler berikutnya pada pasien-pasien dengan peerubahan vaskuler yang signifikan.e. Pasien-pasien yang tidak dapat bertanggung jawab penuh atas perawatannya sendiri. Ketidakmampuan untuk bertanggung jawab atas perawatannya sendiri meningkatkan resiko timbulnyua hipoglikemia yang berat akibat pengambilan keputusan yang salah.2) Pemberian SuntikanPemilihan dan Rotasi Tempat Penyuntikan. Ada empat daerah utama untuk penyuntikan insulin, yaitu : abdomen, lengan (permukaan posterior), paha (permukaan anterior) dan bokong. Insulin akan diabsorbsi lebih cepat jika pada daerah tertentu. Insulin diabsorbsi paling cepat di abdomen dan menurun secara progresif pada lengan, paha serta bokong.Beberapa prinsip umum berlaku pada semua pola rotasi. Pertama, pasien tidak boleh mencoba tempat yang sama lebih dari satu kali dalam waktu 2 hingga 3 minggu. Di samping itu, jika pasien memiliki rencana untuk melakukan latihan, preparat insulin tidak boleh disuntikan di daerah tungkai yang akan digunakan untuk latihan tersebut karena insulin ini akan diserap lebih cepat dan mungkin akan menyebabkan hipoglikemia.Penusukan jarum. Ada berbagai penusukan jarum suntik untuk menusukkan insulin. Variasi ini mencakup memegang kulit dengan meregangkan atau menjepitnya, dan penggunaan sudut penyuntiakan sebesar 45 atau 90 derajat. Teknik yang digunakan untuk memegang kulit dan menusukkan jarum bertujuan untuk memastikan bahwa preparat insulin yang disuntikkan benar-benar memasuki rongga subkutan. Penyuntikan yang terlampau dalam (misalnya, intramuskuler) atau dangkal dapat mempengaruhi kecepan penyerapan insulin.3) Masalah yang Timbul Akibat InsulinReaksi Alergi Setempat. Reaksi alergi setempat terjadi dalam bentuk kemerahan, pembengkakan, nyeri tekan dan indurasi atau bilur selebar 2 hingga 4 cm yang dapat timbul pada tempat penyuntikan 1 sampai 2 jam sesudah penyuntikan. Reaksi ini biasanya terjadi pada tahap permulaan terapi dan menghilang setelah pemberian insulin terus dilakukan. Reaksi alergi ini kini semakin jarang terjadi karena kemurnian preparat insulin semakin meningkat. Dokter dapat meresepkan antihistamin untuk diberikan 1 jam sebelum penyuntikan jika reaksi lokal semacam itu terjadi.Reaksi Alergi Sitemik. Reaksi alergi sistemik akibat insulin jarang terjadi. Pertama-tama akan terjadi reaksi kulit setempat yang segera dan secara bertahap akan menyebar menjadi urtikaria yang menyeluruh. Terapi untuk masalah ini adalah desensitisasi dengan pemberian insulin dosis kecil yang jumlahnya dinaikkan secara bertahap. Reaksi yang jarang terjadi ini kadang-kadang disetai dengan edema yang menyeluruh atau anafilaksis.Lipodistrofi Insulin. Lipodistrofi mengacu kepada gangguan metabolisme lemak setempat dalam bentuk lipoartofi atau lipohipertrofi yang terjadi pada tempat penyuntikan insulin. Lipoartrofi adalah keadaan berkurangnya lemak subkutan yang tampak sebagai dekik ringan atau cekungan lemak subkutan yang cukup serius. Penggunaan human insulin telah mampu menyembuhkan hampir seluruh komplikasi yang merusak kosmetika kulit pada pasien.Lipohipertrofi merupakan tejadinya fibrosis masa jaringan lemak (Fibrofatty) pada tempat penyuntikan yang disebabkan oleh penggunaan satu tempat penyuntikan secara berulang-ulang. Jika insulin disuntikkan pada berbagai daerah secara menyebar, penyerapannya dapat berlangsung lebih lambat. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa rotasi tempat penyuntikan sangat penting. Pasien harus menghindari penyuntikan di daerah ini sampai keadaan hipertrofi menghilang.Resistensi Insulin. Sebagian besar pasien pada satu saat dapat mengalami resistensi insulin dengan derajat tertentu. Keadaan ini dapat terjadi karena berbagai hal dan penyebab paling sering djumpai adalah obesitas yang dapat diatasi dengan penurunan berat badan.4) Metode Alternatif dalam Pemberian Insulina) Inject Port. Alat ini merupakan tempat akses subkutan yang dipasang ke dalam jaringan subkutan oleh pasien sendiri dan dibiarkan selam 3 hari. Alat infus button memiliki jarum berukuran 27 yang dipasang pada injction port yang dapat disegel kembali. Sebuah alat yang dinamakan Insuflon memiliki kateter teflon fleksibel dengan sebuah injection port yang terpasang. Sama seperti kateter IV (Intra Vena), pada insuflon terdapat jarum pemasang yang dilepas setelah kateter Teflon tesebut terpasang. Selanjutnya pasien meletakkan alat itu pada tempatnya dengan plester dan kemudian melakukan penyuntikan insulin melalui port yang bisa disegel kembali sehingga kulitnya tidak harus ditusuk berkali-kali setiap hari.b) Pen Insulin. Alat ini menggunakan catridge insulin berukuran kecil (200 unit) yang sudah diisi sebelumnya dan ditempatkan dalam alat yang menyerupai pen. Sebuah jarum suntik sekali pakai dipasang pada alat ini. Insuilin disuntikkan dengan memutar lingkaran dosis atau menekan tombol bagi setiap takaran 1-2 unit. Pasien diabetes yang menggunakan alat ini masih harus memasang dahulu jarum suntik sebelum melakukan setiap penyuntikan. Alat ini paling membantu bagi pasien-pasien yang harus menyuntikkan satu jenis insulin saja pada satu waktu ( misalnya reguler insulin sebelum makan tiga kali sehari dan NPH insulin pada saat akan tidur malam) atau yang dapat menggunakan preparat insulin yang dicampur sebelumnya. Pen ini akan sangat memudahkan bagi pasien-pasien yang hendak menggunakan insulin sebelum santap malam jika santap malam tersebut dilakukan di luar rumah.c) Jet Injektor. Alternatif lain penyuntikan adalah dengan menggunakan jet injektor yang dapat memasukkan insulin melalui kulit dalam bentuk pancaran yang sangat halus di bawah tekanan. Alat ini lebih mahal daripada alat alternatif lain yang disebutkan di atas dan memerlukan latihan serta pengawasan yang sempurna ketika digunakan untuk pertama kalinya. Di samping itu, pasien harus diingatkan bahwa kecepatan absorbsi, aktivitas puncak insulin dan kadar insulin dapat berbeda ketika ia menggantikan alat suntik biasa dengan jet injektor. (insulin yang disuntikkan lewat jet injektor biasanya diserap lebih cepat). Memar dapat terjadi pada sebagian pasien yang menggunakan alat ini.d) Pompa Insulin. Pompa insulin merupakan alat berukuran kecil yang dipakai di luar tubuh, dan kerjanya sangat mirip dengan pankreas normal. Pompa insulin ini berisi spuit berukuran 3 ml yang dihubungkan dengan jarum atau kateter Teflon di ujungnya oleh selang dengan panjang 42 inci,tipis dan berlumen sempit. Pasien menusukkan jarum atau kateter Teflon ke dalam jaringan subkutan (biasanya pada abdomen) dan kemudian melekatkannya dengan plester atau kasa transparan. Jarum atau Teflon tersebut diganti setiap 3 hari sekali. Selanjutnya pompa insulin dipasang pada ikat pinggang atau diletakkan dalam saku. Sebagian pasien wanita menyinpan pompa insulin dengan menyisipkan di depan atau di samping BH atau mengenakannya pada ikat stocking yang melingkari paha.Kekurangan pada pompa insulin adalah bahwa aliran insulin dari pompa dapat terputus tanpa disengaja jika selang atau jarum tersumbat, pesediaan insulin kosong atau baterai habis terpakai. Kerugian lainnya terletak pada kecenderungan terjadinya infeksi di tempat penusukan jarum. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien dengan pompa insulin meskipun demikian, keadaan ini biasanya berhungan dengan kadar glukosa darah yang menurun seperi yang dialami banyak pasien dan bukan akibat gangguan pada pompa. Pengendalian diabetes yang ketat dan berhubungan dengan penggunaan pompa insulin dapat meningkatkan insidens kewaspadaan terhadap hipoglikemia akibat penurunan kadar glukosa darah secara bertahap dari 70 mg/dl (3,9 mmol/L) atau lebih hingga kurang dari 60 mg/dl (3,3 mmol/L).e. Penatalaksanaan dengan tindakan bedah (Cangkok pankreas)Untuk mengoptimalkan penyembuhan, pasien ini perlu dikonsultasikan ke dokter ahli endokrinologi atau dokter ahli penyakit dalam yang menangani diabetes. Kadang-kadang ada pemberi pelayanan kesehatan yang merasa takut menempatkan pasien pada keadaan euglikemia karena kemungkinan hipoglikemia. Mereka lebih suka memilih hiperglikemia. Hal ini tidak didasari bahwa hiperglikemia bisa melambat proses penyembuhan dan resiko timbulnya komplikasi. Hiperglikemia menghambat respon leukosit sehingga penyembuhan luka juga terganggu. Hiperglikemia meningkatkan pembekuan darah (Hiperkoagulasi) dan kecenderungan untuk trombosis. Hiperglikemia juga dapat mencetuskan keto asidosis diabetik nosokomial. Counterleguratory Hormones juga meningkat saat pemberian anastesi, saat pembedahan belangsung dan saat pemulihan. Peningkatan Counterleguratory Hormones juga dapat mengakibatkan hiperglikemia.Pasien ini menghadapai resiko timbulnya hipoglikemia atau insulin tidak diberikan. Kurangnya insulin pada jaringan adiposa juga mengakibatkan kegagalan mencegah liposis denagn akibat keluarnya asam lemak bebas (Free-fatty acid, FFA) dan masuk ke dalam peredaran darah. Berat badan pasien juga ikut turun. FFA dalam peredaran darah juga ikut menstimulasi hepar untuk memproduksi trigliserida dan badan keton. Kurangnya insulin pada otot skeletal akan mengakibatkan glukosa dalam darah tidak bisa dimanfaatkan oleh otot skeletal, katabolisme protein dengan keluarnya asam amino dan masuk ke dalam peredaran darah. Asam amino ini akan dipakai hepar untuk memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Kurangnya insulin dalam hpar akan mengakibatkan glikogen diubah menjadi glukosa (Glikogenolisis) dan percepatan proses glukoneogenisis. Semua proses ini akan mengakibatkan melimpahnya glukosa dalam darah yang juga tidak bisa dipakai otot skeletal karena tidak ada insulin. Keadaan ini diperberat dengan makan karbohidrat yang tidak tratur.Hiperglikemia yang progresif dengan cepat akan melampaui ginjal untuk glukosa ( kira-kira 180 mg/dl) yang mengakibatkan glikosuria. Glikosuria adalah diuretik osmotik dan bisa mengakibatkan dehidrasi dan hilangnya banyak air dan elektrolit. Meningkatnya rasa haus dan bertambahnya asupan cairan dapat meringankan dehidrasi tapi ketosis progresis dapat mengakibatkan mual muntah yang memperberat dehidrasi.Insulin yang kurang, tingginya FFA, dan tingginya Counterleguratory Hormones (terutama glukagon) akan membuat hepar memproduksi badan keton terlalu banyak badan keton bersifat asam dan harus diekskresikan dari peredaran darah atau dinetalisasi oleh alkali (bikarbonat) untuk mencegah penurunan pH darah arteri dan asidosis sistemik. Pada tahap awal, keton bisa diekskresikan melalui urin, tetapi dengan dehiddrasi yang progresif dan haluaran urine yang berkurang, produksi badan keton akan melampaui kemampuan ginjal untuk mengekskresikan keton melalui urin. Ketosis progrsif dikaitkan dengan keton dalam urin, peningkatan keton dalam plasma, penurunan plasma bikarbonat, dan pH darah arteri. Kegagalan mengenal diabetes ketoasidosis akan mengakibatkan dehidrasi yang progresif, ketosis asidosis, hipoksia dan syok. Penanganan diabetes ketoasidosis terdiri atas rehidrasi, pemberian insulin dan elektrolit.Pada periode perioperasi, pasien ini dipuasakan dan diberi cairan intravena sehingga asupan karbohidrat dan kebutuhan insulin berkurang. Akan tetapi pembedahan, anastesi dan seterusnya dapat meningkatkan Counterleguratory Hormones dan kebutuhan terhadap insulin stresor dan pembedahan menyebabkan keluarnya glukokortikoid dan katekolamin sehingga meningkatkan glukosa darah.Manajemen pengontrolan glukosa ketika pembedahan pada pasien yang diterapi insulin bertujuan agar tidak timbul hiperglikemia dan hipoglikemia. Protokol perioperasi yang sering digunakan adalah pemberian infus dengan desktrose saat pagi hari sebelum pasien dibawa ke kamar operasi, pasien juga diberi insulin kerja intermediat subkutan separuh dari dosis yang biasa diterimanya. Insulin ini akan menangani produksi glukosa oleh hepar selama periode intraoperasi dan bisa mencegah hiperglikemia. Apabila pembedahan berlangsung cukup lama, glukosa darah harus dipantau dan insulin dan glukosa dapat ditambah sesuai keperluan pasien.Pada periode pasca operasi, pasien diberikan infus glukosa sampai ia bisa makan. Insulin diberikan subkutan dengan dosis dibagi selama 24 jam. Apabila pasien menerima insulin dosis standar, insulin ekstra dapat diberikan memakai algoritma sesuai hasil glukosa finger-stick yang dilaksanakan setiap 4-6 jam.2.1.2 Penatalaksanaan MedisDalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan keluhan/gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa darah, lipid dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan secara mandiri. Untuk pasien berumur 60 tahun ke atas, sasaran glukosa darah lebih tinggi daripada biasa (Puasa < 150 mg/dl dan sesudah makan < 200 mg/dl).Tabel 2.1 Kriteria kimia darahNoPEMERIKSAANANGKA NORMALSATUAN

1SGOTLk: < 35 Pr: