komplikasi hiv aids.docx
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
1/15
PENDAHULUAN
Sejak munculnya penyakit AIDS pada tahun 1980an, penyakit-penyakit kulit telah diketahui sebagai
petunjuk awal yang penting untuk diagnosa infeksi HIV dan juga merupakan petunjuk tentang
kemungkinan adanya penyakit sistemik yang terkait. Karena perawatan di masa lampau hanya
menekankan pencegahan morbiditas dan mortalitas, maka kesadaran akan banyaknya variasi penyakit
kulit yang berkembang dikalangan pasien sangat penting.
Epidemiologi infeksi HIV dan komplikasinya telah berubah di berbagai belahan dunia sejak
ditemukannya terapi antiretrovital yang sangat aktif (HAART) yang memiliki kapabilitas hampir dapat
menghilangkan virus dari orang yang terkena infeksi. Sebagai konsekuensinya, banyak penyakit kulit
yang terkait dengan penyakit HIV (misalnya sarcoma Kaposi) serta infeksi oportunis yang serius (Ols)
juga terlihat kurang sering terjadi dan pasien bertahan hidup lebih lama. Dengan kelangsungan hidupyang lebih lama, masalah-masalah medis yang sebelumnya kurang umum mulai muncul, sebagia contoh
kanker kuilt, seperti basal sel karsinoma, dan neoplasia intra-epithelial. Sedangkan kejadian Ols
menurun secara temporer khususnya di negara-negara maju, resurgensi perilaku berisiko pada anak
muda di era milenium bersama dengan adanya keyakinan yang keliru bahwa HAART akan
'menyelamatkan dan menyembuhkan' pasien yang terinfeksi, semua ini bisa menyebabkan
meningkatnya infeksi HIV di masa mendatang. Di negara berkembang dimana HAART tidak tersedia, Ols
masih umum dan sering menjadi sumber morbiditas dan mortalitas. Sehingga, para dokter harus tetap
waspada terhadap berbagai infeksi HIV.
SEJARAH
Bulan Juni 2001 ditandai dengan perayaan ke-20 tahun sejak ditemukannya penyakit AIDS. Penyakit
pertama ditemukan oleh Dr. Michael S. Gottlieb yang melaporkan lima kasus pneumonia Pneumocystis
carinii pada pemudah sehat dari Los Angeles, California. Sejak itu, agen penyebab utamanya telah
dikenali dan disebut sebagai virus HIV tipe 1 (HIV-1) dan homologinya dengan zoonosis Afrika telah
diketahui. Transmisi lewat darah hubungan seks dan darah telah diketahui pada kelompok-kelompok
yang berisiko tinggi (yang seringkali distigmatisasi). Penularan dari ibu-ke-anak telah melahirkantindakan-tindakan pencegahan yang spesifik selama melahirkan dan menyusui. Tindakan pencegahan
umum telah diadopsi dalam menangani cairan daerah dan tubuh dan HAART telah diperkenalkan.
EPIDEMIOLOGI
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
2/15
HIV/AIDS merupakan sebuah penyakit yang masih memberikan tantangan terbesar bagi kesehatan
masyaraka blobal. Penyakit ini menimpanegara-negara miskin dan merugikan orang-orang seperti
pekerja seks komersil, pengguna obat intravenous dna orang-orang yang tinggal di daerah miskin, serta
pria homoseks.
Sekitar 36 juta orang di dunia saat ini mengalami infeksi HIV dan 25 juta telah meninggal sejak tahun
1981. Sebanyak 13 juta anak kehilangan orang tua. Sekitar 15.000 infeksi baru terjadi setiap hari pada
tahun 2000 yang mewakili 5 juta infeksi baru di seluruh dunia dalam satu tahun. Infeksi ini telah
memiliki efek merugikan di Afrika sub-Sahara dengan 23 juta orang hidup dengan infeksi HIV, 11,3 juta
kematian, dan 12 juta anak-anak kehilangan orang tua. Harapan hidup berkurang 10 tahun dan
kematian bayi meningkat dua kali lipat. Asia, yang merupakan benua berpenduduk paling padar,
diperkirakan aka mengalami ledakan infeksi HIV yang sama selama beberapa puluh tahun yang datang
karena tidak ada program pencegahan yang efektif dan infrastruktur tidak berkembang. Eropa Timur
juga diperkirakan demikian.
Secara global, HIV sekarang ini menjadi penyebab ke-4 kematian di seluruh dunia. Salah satu
pengecualiannya adalah di Thailand dimana kejadianinfeksi HIV telah berkurang secara dramatis.
Keberhasilan ini harus dijadikan sebagai bukti bahwa intervensi bisa memberikan perbedaan dalam
mencegah penyebaran infeksi HIV. Upaya-upaya pencegahan memerlukan kepemimpinan politik,
program nasional, pendanaan yang layak, serta kesadaran dan respon masyarakat.
Di Eropa Barat dan Amerika Serikat, kematian yang terkait HIV telah berkurang seiring dengan
ditemukannya terapi antiretrovital. Akan tetapi, perilaku berisiko yang meningkat pada anak-anak muda
bisa menyebabkan meningkatnya penyebaran HIV di masa mendatang.
PATOGENESIS
Virus HIV manusia merupakan sebuah virus RNA terbungkus yang termasuk ke dalam genus Lentivirus
dalam family Retroviridae. Masa inkubasi berkisar antara 3 hingga 6 pekan bahkan bisa lebih singkat jika
ditransmisikan secara hematogen dan apabila inokulum virus besar. Pada infeksi awal, virion terikat
pada limfosit CD4+ T dan monosit-makrofage. Perubahan-perubahan konformasi dapat menginduksi fusi
pembungkus virus dengan membran plasma. Selanjutnya, lapisan terluar lepas dan partikel virus
mengalami internalisasi. Genom RNA dilepaskan ke dalam sitoplasma dan ditranskripsi oleh enzim
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
3/15
transkriptase yang menghasilkan salinan DNA dari RNA HIV. Salinan DNA kemudian diintegrasikan ke
dalam DNA host dan bisa ditampakkan sebagai gen selular. Sebagai akibatnya, ada transkripsi DNA viral
ke dalam RNA, beberapa diantarannya menjadi genom dari partikel-partikel virus yang baru sedangkan
beberapa diantaranya ditranslasi menjadi protein virus. Perpecahan selanjutnya menjadi komponen-
komponen struktural dari virus dicapai dengan bantuan protease. Busar virus yang utuh kemudian
dihasilkan dan sel-sel host dihancurkan. Sel-sel CD4+ dari sistem kekebalan utamanya yang
terpengaruhi, secara signifikan mengganggu sistem imun host, khususnya sistem imun selular. Secara
keseluruhan, lebih dari 1 milyar partikel HIV dihasilkan setiap hari karena peralihan virus yang cepat
dengan berbagai peluang untuk bermutasi dan menurunkan jumlah sel CC4+ secara simultan.
Manifestasi infeksi HIV yang pertama pada kulit adalah sebuah exanthema maculopapular akut yang
seringkali disertai dengan demam dan lumphadenopathy. Selama fase ini, virus tersebar luas,
menumbuhi berbagai organ tempat-tempat pada tubuh lainnya seperti limfa. Dari waktu ke waktu,
keadaan immunodefisiensi yang dikeal sebagai sindrom AIDS terjadi dan diperumit dengan Ols dan
neoplasma, banyak yang memiliki manifestasi mucocutaneous. AIDS didefinisikan sebagai kondisi
dimana jumlah sel CD4+ kurang dari 200 sel/mm3 dan/atau adanya kondisi yang menentukan AIDS.
Virus HIV tipe 2 (HIV-2) merupakan retrovirus manusia lainnya yang menyebabkan defisiensi kekebalan
sebagai akibat dari berkurangnya sel-sel CD4+. Struktur virus, cara transmisi, dan sindrom defisiensi
kekebalan yang dihasilkan bisa dikatakan identik dengan yang diakibatkan oleh HIV-1. Infeksi dengan
HIV-2 memiliki beberapa perbedaan dengan HIV-1 termasuk perbedaan genetik, ketertularan 5 sampai 8
kali lebih kecil, transmisi vertikal jarang terjadi, periode kelatenan yang lebih lama dan jumlah sel CD4+
yang berkurang dan progresi klinis. Akibat yang dibimtulkan pada pasien terinfeksi HIV-2 bisa sedikitlebih baik karena tingkat immunodefisiensi bisa kurang. Kebanyakan infeksi didiagnosa di daerah-daerah
endemik, tapi serologi HIV-2 harus diuji pada individu-individu yang asli penduduk daerah endemik
dan/atau yang melakukan hubungan seks atau bertukar jarum suntik dengan seseorang dari daerah
endemik. HIV-2 utamanya ditemukan Afrika Barat (Benin, Burkina Faso, Cape Verde, Cote d'Ivore,
Gambia, Nigeria, Sao Tome, Senegal, Sierra, Leone, dan Togo), umumnya bersama dengan infeksi HIV-1.
Pasien yang terinfeksi HIV yang juga diinfeksi oleh patogen lain bisa mengalami progresi penyakit secara
lebih cepat. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus akut dapat meningkatan
muatan virus HIV dan efek yang serupa telah diamati dengan infeksi non-virus akut. Meski demikian,
signifikansi temuan-temuan ini belum diketahui.
PENYAKIT-PENYAKIT KULIT INFEKSI YANG TERKAIT HIV
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
4/15
Infeksi Virus
Exanthem HIV-serokonversi
Manifestasi infeksi HIV yang awal-awal terlihat kulit adalah exanthem yang terkait HIV akut. Infeksi HIV
primer seringkali asimptomatik; 10 hingga 12% pasien, akan tetapi berkembang menjadi sindrom mirip-
mononukleosis 3 hingga 6 pekan setelah paparan yang disertai dengan rasa lelah, demam, sakit kepala,
pharyngitis, mualgias, lumphadenopathy, dan erupsi cutaneous. Exanthem biasanya sembuh 4-5 hari
dan ditandai dengan erupsi morbilliform yang melibatkan lengan atas, batang tubuh, dan terkadang
telapak tangan dan telapak kaki yang biasanya sembuh secara spontan. Pendeteksian RNA virus dalam
plasma atau pengisolasian antigen p24 dari daerah dan/atau cairan cerebrospinal bisa dilakukan untuk
menguatkan diagnosa. Walaupun serokonversi tidak terjadi sebelum mendekati 6 pekan setelah
penyakit akut, namun viermia bisa dideteksi mendekati 10 hari setelah infeksi.
Virus Herpes simplex
Infeksi virus herpes simplex pada kemaluan, bibir atau mulut pada pasien yang terinfeksi HIV umum
terlihat. Ketika sistem imun mengalami penekanan signifikan, maka lesi-lesi bisa berkembang menjadi
pembisulan dalam yang kronis yang melibatkan daerah perianal, kemaluan dan lidah. Infeksi bakteri
sekunder juga bisa terlihat. Lesi-lesi orofacial terkait dengan pemakaian tabung nasogastris dan
folliculitis herpes simplex telah diamati. Lesi-lesi ulceratif yang tidak diobati biasanya membesar secara
perlahan atau menjadi verrocuous dan hyperplastis. Pada kasus-kasus yang diduga, memecahkan bisul
untuk immunofluorsesnsi langsung dan kultur virus harus dilakukan, dan jika negatif, dilakukan biopsy
kulit. Jika terjadi kegagalan perawatan, isolat-isolat virus harus diuji kekebalannya terhadap antiviral.
Virus varicella zoster
Pada individu yang terinfeksi HIV, Varicella primer bisa terjadi dengan status lunak atau bisa diperumit
dengan keterlibatan pulmonary secara fatal. Pasien-pasien yang terinfeksi HIV memiliki risiko 7-15 kali
lebih besar untuk mengalami herpes zoster, sebuah penyakit yang merupakan tanda dari perkembangan
menjadi penekanan kekebalan yang parah, khususnya jika terkait dengan demam. Reaktivasi virus laten
terjadi dengan depresi kekebalan termediasi sel. Erupsi dermatomal klasik bisa terlihat, walaupun zoster
terkait HIV juga bisa multidermatomal, ulceratif, kronis, verrucous dan/atau tertular secara luas dengan
keterlibatan sistemik. Superinfeksi bakteri, resisten acyclovir, kegagalan terapi, dan rekurensi ganda
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
5/15
tidak umum terjadi. Vaskulitis dengan nekrosisi tulang dan exfoliasi gigi bisa terjadi jika suplai dareah ke
rahang dan maxilla terganggu. Perkembangan herpes zoster merpakan tanda-tanda adanya faktor risiko
HIV; jika positif atau jika ada tanda-tanda lain dari immunodefisiensi, maka pemeriksaan serology HIV
harus dilakukan. Pasien-pasien yang terinfeksi HIV dan berinteraksi dengan dengan orang yang
mengalami varicella atau vaksin terbaru bisa memerlukan profilaksis dengan VZG atau acyclovir. Herpes
zoster merupakan salah satu dari kondisi yang bisa terjadi dalam sindom rekonstitusi kekebalan, yaitu
memburuknya status klinik sebagai akibat dari kemampun yang meningkat untuk menghadirkan respon
inflammatory dan sering muncul ketika jumlah sel CD4+ meningkat mencapai sekitar 250/mm.
Poxvirus
Molluscum contagiosum umumnya menimpa anak-anak (khususnya yang mengalami dermatitis atopik),
orang dewasa yang aktif secara seksual, dan ndividu yang terganggu sistem kekebalannya, khususnyapasien yang mengalami infeksi HIV. Pasien yang terinfeksi HIV bisa megalami papula-papula umbilicated
yang berbentuk kubah klasik yang bisa mencapai >1 cm dan lesi-lesi persisten yang sering tidak mempan
terhadap pengobatan. Walaupun setiap bagian tubuh bisa terkena, namun lesi-lesi lebih menyukai
wajah dan daerah intertrignious. Diagnosa banding antara lain basal cell carcinoma dan lesi-lesi
cutaneous akibat Cryptocus dan jamur dimorfis. Pencukuran di daerah yang terkena harus dihindari
untuk mencegah penyebaran dan autoinokulasi. Regresi spontan bisa terjadi dengan terapi
antiretroviral. Akan tetapi, menariknya, kejadian infeksi poxvirus secara keseluruhan telah menngkat.
Disamping metode-metode perawatan yang rutin, misalnya curettage, imiquimod telah digunakan
dengan baik untuk mengobati molluscum contagiasum pada pasien-pasien yang terinfeksi HIV.
Vaccina merupakan sebuah penyakit kulit yang sangat tidak umum. Karena vaksin virus hidup dan tidak
berkurang, maka orang-orang yang terganggu sistem kekebelan termediasi-sel nya bisa mengalami
vaccina progresif akibat vaksinasi atau dengan inokulasi dari kulit sorang yang mendapatkan vaksin.
Hampir semjua orang yang mendapatkan vaksin vaccina adalah para anggota militer. Vaccina umum
dengan demam dan gejala toksik terjadi 6-9 hari stelah vaksinasi. Lesi-lesi kulit tampak seperti
gelembung-gelembung umbilicated yang terlokulasi dan berkembang menjadi pustula-pustula dan
sembuh serta meninggalkan bekas yang berlubang.
Papillomavirus manusia
Papillomavirus manusia (HPV) ditransmisikan melalui kontak yang dekat dan berulang yang bisa bersifat
seksual termasuk kelamin ke kelamin dan digital-genital, serta kontak formite. Lesi-lesi yang diinduksi
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
6/15
HPV umum terjadi pada populasi umum tapi lebih umum lagi pada orang-orang yang terinfeksi HIV. Lesi-
lesi bisa tersebar dengan berbagai verrucae pada wajah, tungkai dan kemaluan yang bisa bergabung
menjadi plak-plak besar. Susah buang air besar bisa terjadi jika lesi berkembang dalam area anogenital.
HPV oncogenik tipe 16 dan 18 umumnya diisolasi dari lesi-lesi HPV pada pasien yang terinfeksi HIV, yang
meningkatkan kekhawatiran tentang neoplasia cutaneous, anal dan cervical. Sehingga, penting untuk
melakukan biopsy pada setiap bagian tubuh yang diduga untuk memastikan bahwa tidak ada karsinoma
sel squamous serta melakukan smear Pap cervical setiap 6 bulan. Ketidakampuhan perawatan biasa
meningkat pada saat tingkat immunosupresi juga meningkat.
Virus Epstein-Barr
OHL (oral hair leukoplakia) merupakan sebuah tanda awal dari infeksi HIV yang terjadi pada sekitar 25%
individu yang terinfeksi HIV. Tanpa adanya terapi antiretroviral, perkembangan OHL merupakan sebuahpenanda penurunan yang cepat dan perkembangan menjadi AIDS. Lesi-lesi asimptomatik yang biasanyat
erjadi muncul sebagai plak-plak putih yang berkelok-kelok dengan proyeksi-proyeksi mirip rambut di
sepanjang aspek laterallidah. Lesi-lesi ini biasnaya tidak diobati (misalnya dengan asam retinoat topikal)
sebelum menyebabkan dysphagia. Terapi antiretroviral bisa menyebabkan perkembangan lesi.
Cytomegalovirus
Cytomegalovirus (CMV) merupakan sebuah penyebab infeksi oportunistik yang serius pada pasien yang
mengalami AIDS parah. Komplikasi-komplikasi antara lain retinitis collitis dan encephalitis. Meskpun
frekuensi viermia CMV yang tinggi, namun penyakit kulit relatif tidak umum. Pada kulit, CMV bisa
tampak sebagai bisul, papula verrucous atau purpuric, gelembung, erupsi morbilliform dan plak
hyperpigmentasi. Lesi-lesi ulceratif bisa disertai dengan HSV. Penunjukkan inklusi CMV intranuklear
dalam sel endhotelial dermal biasanya menjadi pengujian yang lebih sensitif dibanding kultur-kultur
virus.
Infeksi-Infeksi Bakteri
Pemasangan kateter venous yang tertanam bisa mengganggu integritas mucocutaneous, sehingga
menciptakan portal-portal yang menjadi pintu masuk bagi bakteri yang bisa menyebabkan infeksi
sekunder. Infeksi-infeksi bakteri tersebut akan dibahas berikut ini:
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
7/15
Leishmaniasis
Leishmaniasis merupakan sebuah infeksi protozoa yang ditransmisikan utamanya oleh lalat pasir dan
diakibatkan oleh organisame yang berasal dari genus Leishmania. Leishmaniasis yang terkait HIV juga
bisa terjadi baik pada daerah yang endemik maupun non-endemik di dunia. Banyak organ yang bisa
menjadi lumpuh, dan apabila kulit terlibat, maka lesi-lesi biasanya muncul sebagia nodula-nodul bisul
pada ekstremitas. Demam, splenogegaly dan berbagai pancytipenia juga bisa terjadi. Diagnosa
ditentukan dengan mikroskop, kultur in vitro atau dengan tehnik PCR investigasional. Histoplasma
capsulatum intraselular merupakan sebuah stimulator histologis tapi tidak menunjukkan kinetoplast
berbentuk-batang karakteristik. Pengobatan yang paling efektif adalah amphotericin B yang beraksi
dengan mekanisme yang tidak tergantung sel T sehingga memiliki efikasi yang lebih baik ketimbang
antimonial pentavaten.
Strongyloides
Strongyloides stereorutis merupakan sebuah penyakit cacing pada usus yang terjadi di daerah-daerah
tropis dan sub-tropis di dunia. Ini juga penyakit yang terjadi di daerah tertentu di USA bagian timurlaut
dan selatan. Strongyloidosis cutaneous yang terkait HIV bisa diakibatkan oleh penetrasi larva pada kulit
dan vena-vena superficial yang menghasilkan erupsi urtikaria serpiginous yang bermigrasi dikenal
sebagai larva cottens. Penularan bisa ditemukan pada individu yang tertekan sistem kekebalannya danjika kulit yang terkena, maka lesi-lesi menyerupai beberapa kondisi lain seperti urticaria dan livedo
reticularis.
Acanthamebiasis
Pada acanthamebiasis, penularan ke kulit dan sistem saraf pusat dapat ditemukan pada pasien yang
terganggu sistem kekebalannya. Pemeriksaan bagian-bagian jaringan secara cermat akan menunjukkankista-kista amebic, dan sel-sel mirip histiosit dengan erythrophagocytosis.
Infestasi-Infestasi Ectoparasitic
Scabies
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
8/15
Beberapa infestasi ectoparasitic bisa ditemukan pada pasien yang menderita infeksi HIV. Scabies, sebiah
infestasi yang diakibatkan oleh Sarcoptes scabici var hominis, merupakan infestasi kulit ectoparasitic
yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV. Infestais parah bisa terjadi sebagai akibat dari
kekebalan termediasi-sel yang berkurang. Disamping itu, pasien yang berubah status neurologisnyakemungkinan gagal melepaskan vektor penyakit ini sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah. Lesi-
lesi cutaneous bervariasi mulai papula biasa sampai dermatitis pruritus hingga plak-plak keratotik dan
berkerak. Telinga, wajah, dan kulit kepala paling umum terkena pada pasien yang tertekan sistem
kekebalannya.
Terapi untuk scabies dimaksudkan untuk menghilangkan ectoparasit penyebab dan meredakan gejala
dengan antipruritus topikal atau sistemik. Individu penderita HIV yang mengalami scabies biasanya
diobati dengan terapi standar, meski terkadang memerlukan banyak perawatan. Perawatan dengan
ivermectin oral juga cukup efektif dan umum digunakan pada orang yang tidak merespon terhadap
pengobatan standar.
Demodicosis
Demodicosis diakibatkan oleh tungau Demodex folliculorum dan Demodex brevis dan telah dilaporkan
terkait dengan infeksi HIV. Demodicosis yang mirip rosacea biasanya lebih sering ditemukan pada pasien
yang positif HIV. Erupsi-erupsi ini, biasanya ditemukan pada bagian kepala dan leher, dan morfologinyamirip dengan erupsi papular pruritus yang lain dan harus dibedakan. Scraping kulit dengan minyak
mineral dapat memperlihatkan banyak tungau. Infeksi Demodex biasanya merespon terhadap
perawatan dengan permethrin dengan heksaklorida benzen gamma topikal, metronidazol oral atau
topikal; kasus yang sukar diboati kemungkinan memerlukan ivermectin.
Gigitan serangga
Reaksi-reaksi gigitan serangga bisa menjadi parah pada pasien terinfeksi HIV dan harus dibedakan
dengan penyebab pruritus lainnya, khususnya yang terkait dengan infeksi HIV.
PENYAKIT-PENYAKIT KULIT NON-INFEKSI YANG TERKAIT INFEKSI HIV
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
9/15
Beberapa dermatose non-infeksi telah ditemukan dalam kaitannya dengan infeksi HIV. Terjadinya satu
atau lebih dari kondisi ini harus dipertimbangkan oleh dokter sebagai kondisi yang terkait HIV.
Gangguan-Gangguan Papulosquamous
Dermatitis seborrheic
Dermatitis seborrheic merupakan penyakit kulit paling umum yang mengenai individu-individu yang
terinfeksi HIV (sampai 85%) dan terlihat pada semua tahapan penyakit. Temuan klinis mirip dengan yang
ditemukan pada populasi umum, dengan erythema dan skala kekuning-kuningan pada wajah, serta
keterlibatan lokasi ekstrafacial seperti dada sentral dan puncak inguinal. Akan tetapi, persentasi yang
bear dengan plak-plak wajah yang jelas juga bisa terlihat dan menunjukkan adanya kemungkinan infeksi
HIV. Penyakit ini biasa lebih sulit dikontrol dengan terapi konvensional, termasuk yang ditujukan untuk
spesies Pityrosporum.
Psoriasis
Kejadian psoriasis secara keseluruhan kemungkinan tidak akan meningkat karena adanya infeksi HIV
walaupun presentasi klinis nya bisa dramatis. Penyakit ini bisa terjadi pada setiap tahapan infeksi HIV
dan onset psoriasis eruptif yang cepat bisa berfungsi sebagai petunjuk yang penting untuk memahami
infeksi HIV. Sebuah distribusi 'terbalik' yang melibatkan puncak-puncak inguinal dan genitalia bisa
diamati. Psoriasis seringkali agresif dan bisa terkait dengan distropi kuku yang signifikan, arthritis dan
penyakit reites. Penyakit ini cenderung memburuk dengan menurunnya status imun. Infeksi bakteri
sekunder dengan sepsis telah dilaporkan.
Penyakit Reiter
Semua pasien yang menderita penyakit Reiter akan mengalami pemeriksaan HIV karena hubungan
antara kedua kondisi ini agak kuat. Antigen HLA-B27 bisa ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV.
Pengobatan lesi-lesi cutaneous mirip dengan pengobatan untuk psoriasis.
Dermatose papulosquamous yang lain
Sebuah xerosis umum bisa terlihat pada pasien yang terinfeksi HIV dan bisa terkait dengan pruritus yang
sukar sembuh. Apabila jumlah sel CD4+ berkurang di bawah 50 sel/mm3, maka ichthyosis umum
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
10/15
dengan sisik besar bisa terjadi pertama pada kaki. Dermatitis atopik merupakan sebuah masalah yang
sering terjadi pada anak-anak penderita AIDS dan sering sulit dikontrol dengan terapi konvensional.
Penyakit pruritus papular non-infeksi
Penyakit pruritus papular umum pada infeksi HIV dan bisa melemahkan karena ketidaknyamanan yang
ekstrim. Akan tetapi, patogenesis dermatose pruritus ini belum sepenuhnya dimengerti. Reaksi-reaksi
hypersensitifitas terhadap obat atau parasit, eosinophilia perifer dengan kadar immunoglobulin E yang
meningkat, sel-sel mast dan basophil 'hyperaktif', dan pruritogen bersirkulasi yang terkait dengan
gangguan sistemik semuanya bisa memberikan kontribusi bagi terjadinya penyakit-penyakit ini. Iritasi
neural dari infeksi HIV langsung serta disfungsi otonom dengan keringat yang berkrang dan sekresi
kelenjar sebacceous yang berkurang bisa memberikan kontribusi bagi pruritus.
Erupsi-erupsi pruritus papular dari AIDS
Erupsi pruritus papular dari AIDS (PPE) merupakan sebuah erupsi non-deskript, erythematous pada
batang tubuh dan ekstermitas yang tidak bisa disubkelompokkan ke dalam kategori tertentu dan
mewakili sebuah spektrum gangguan pruritus. Secara klinis, lesi-lesi biasanya tersebar secara simetris,
non-follicular, pruritus, papula-papula steril dan pustula-pustula. Kebanyakan ahli menganggap PPH
mewakili varian eosinophilic folliculitis dari prurigo subakut (aitu dermatitis papular, penyakit 'itchy red
bump').
Eosinophilic folliculitis
Eosinophilic folliculitis (EF) merupakan salah satu dari dermatose pruritus yang paling karakteristik dan
paling umum yang terkait dengan penyakit HIV. Ada salah satu teori yang menyebutkan bahwa penyakit
ini merupakan reaksi yang berlebihan terhadap jamur Pityrosporum atau organisme lain yang biasanya
terdapat dalam follicular infundibula pada pasien yang terinfeksi HIV dan merupakan sebuah refleksi
darirespon imun Th/Th1 yang tidak normal.
Rambut dan Kuku
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
11/15
Sebuah varietas gangguan pada rambut dan kuku telah ditemukan pada individu-individu yang terinfeksi
HIV. Alopecia yang terkait dengan tinea capitis yang parah bisa terlihat dan infeksi serius dengan demam
bisa menyebabkan telogen effluvium. Walaupun alopecia telah dilaporkan dengan analog nukleosida,
namun pertumbuhan-ulang rambut telah diamati setelah melakukan terapi zidovudin.
Rambut pasien yang terinfeksi HIV bisa menjadi lurus secara sponta dan menjadi lebih halus dan lebih
mengkilat, atau bisa tidak berkulau dan menjadi kusut. Rambut yang tiba-tiba berubah menjadi abu-abu
telah diamati dengan infeksi HIV dan bisa terjadi melalui mekanisme yang mirip dengan alopecia aerata
atau vitiligo terkait HIV.
Penyakit-penyakit kuku juga umum terjadi pada pasien HIV-seropositif. Onychomycosis subungual putih
proksimal merupakan sebuah refleksi dari penekanan sistem kekebalan termasuk infeksi HIV.
Candidiasis kronis dengan paronuchia dan kerutan kuku bisa diamati sebagai infeksi kuku denganScopulariopsis brevicaulis dan Alternaria.
Vaskulitis
Vaskulitis sistemik bisa diduga pada infeksi HIV jika pasien memiliki demam yang tidak diketahui asal-
usulnya atau penyakit multisistem yang tidak dapat dijelaskan. Penyebabkan vaskulitis pada pasien yang
terinfeksi HIV berkisar mulai dari agen infeksi spesifik sampai idiopathic. Arteri dan vena dari semua
ukuran bisa terlibat dan setiap orang yang mencakup otak, kulit, dan jaringan neuromuskular bisa
dipengaruhi. Patogenesis mencakup penyakit kompleks imun serta kerusakan dinding pembuluh darah
langsung akibat agen-agen infeksi.
Reaksi-Reaksi Fotosensitifitas
Hypersensitifitas ultraviolet
Hypersensitifitas sinar ultraviolet bisa menjadi sebuah persentasi dari penyakit HIV atau terkait dengan
pengobatan fotosensitisasi, misalnya sulfonamida. Lesi-lesi cutaneous biasanya pruritic, lichenoid, plak-
plak violaceous pada bagian yang terpapar sinar matahari, yaitu reaksi fotolichenoid.
Perubahan-perubahan Metabolisme
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
12/15
Perubahan distribusi lemak tubuh umum diamati pada pasien yang mendapatkan perawatan HAART dan
ini disebut sebagai lipodystrophy atau sindrom redistribusi lemak. Para pasien terlihat Cushingoid dan
mengalami konstellasi temuan termasuk akumulasi lemak visceral, lipomatosis, penipisan facial, obesitas
sentral, dan lipoatrophy periper. Hypertrigliseridemia dan resistens insulin juga umum diamati.
Mekanisme untuk distribusi lemak masih belum diketahui tapi kemungkinan diakibatkan oleh banyak
faktor, sehingga mencerminkan karakteristik host dan penyakit.
Intervensi-intervensi antara lain pengiriman lemak ke area yang kekurangna lemak. Stimulan nafsu
makan (megesterol asetat, dronabinol), agen-agen anabolik, dan thalidomida telah dicoba dan dan ada
yang berhasil. Berganti-ganti obat tidak memberikan hasil yang konsisten.
Malnutrisi
Selera makan yang berkurang dan intake makanan yang menurun bersama dengan nausea dan
malabsorpsi umum ditemukan pada infeksi HIV karena pasien-pasien ini seringkali menderita efek
samping obat dan diare infeksi. Manifestasi cutaneous dari malnutrisi bisa dialami termasuk yang terkait
dengan kwashiorkor dan kekurangan vitamin B12, E dan A.
PENYAKIT KULIT NEOPLASTIS YANG TERKAIT HIV
Beberapa penyakit neoplastis yang berbeda bisa terjadi pada pasien yang menderita penyakit HIV.
Diagnosas ditentukan berdasarkan kenampakan klinis dan pemeriksaan histologi. Perawatan agresif dan
kesadaran yang meningkat diperlukan untuk meningkatkan prognosis.
Neoplasma Cutaneous Primer
Karsinoma sel squamous dan karsinoma sel basal
Serupa dengan individu yang immunokompeten, kulit yang sehat, riwayat kanker kulit,dan paparan
berulang terhadap sinar matahari merupakan faktor-faktor risiko untuk terjadinya karsinoma sel basal
(BBC) dan karsinoma sel squamous (SCC). Pada infeksi HIV, jika dibandingkan dengan populasi umum,
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
13/15
tumor-tumor ini tampak lebih awal dan lebih sering pada tempat-tempat yang terpapar sinar matahari
seperti batang tubuh dan ekstermitas.
Strategi pengobatan agresif seringkali diperlukan untuk mencegah rekurensi dan metastase. Screening
rutin, termasuk pemeriksaan penglihatan, cytologi ana dan cervical serial, dan biopsy setiap lesi yang
dicurigai direkomendasikan. Terapi imiquimod topikal dievaluasi untuk neoplasia intrapeithelial yang
terkait HPV.
Malignansi cutaneous primer lainnya
Beberapa malignansi cutaneous yang lain telah dilaporkan pada pasien yang seropositif HIV.
Perkembangan berbagai nevi dysplastis telah diamati. Nevi ini cenderung lebih besar ukurannya dan
memiliki variabilitas pigmen. Melanoma juga telah dilaporkan dalam kaitannya dengan infeksi HIV
walaupun prognosis tidak berubah jika dibandingkan dengan host-host immunokompeten.
Tumor otot halus, termasuk leiomyoma dan leiomyosarcoma, sangat jarang pada anak yang sehat. Akan
tetapi, lebih sering pada pasien-pasien anak yang terinfeksi HIV.
Malignansi Lymphoreticular
Malignansi lymphoreticular dari sel B dan T bisa terjadi pada orang dewasa dan anak-anak yangterinfeksi HIV, seringkali apabila terjadi penekanan sistem imun dengan jumlah CD4+ yang kurang dari
200 sel/mm3. Limfoma sel-T cutaneous (CTCL), khususnya varian mycosis fungoides, terjadi pada pasien
yang mengalami infeksi HIV, meskipun jauh lebih tidak sering dibandnig limfoma sel B. Kemungkinan
leukemia sel-T dewasa dan limfoma yang diakibatkan oleh virus T-lymphotrofis manusia tipe 1 (HTLV-1)
perlu dipertimbangkan dan dipastikan tidak ada keberadaannya.
Sarcoma Kaposi
Perkembangan sarcoma kaposi yang terkait HIV belum dapat dibuktikan terkait dengan tingkat
penekanan sistem kekebalan dan bisa dilihat pada setiap tahap infeksi HIV. Utamanya terlihat pada
orang laki-laki yang homoseks, KS merupakan sebuah neoplasma vaskular yang diamati sebelum onset
penyakit AIDS pada sebagian kecil individu. Dengan ditemukannya HAART, kejadian KS telah berkurang
di negara-negara maju. Akan tetapi, di daerah lain masih tetap menjadi sumber morbidias yang umum,
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
14/15
-
8/10/2019 komplikasi hiv aids.docx
15/15
Walaupun perkembangan utama dalam bidang pengobatan infeksi HIV telah dicapai sejak 15 tahun yang
lalu, namun yang paling penting adalah perkembangan sebuah resimen obat kombinasi yang dikenal
sebagai HAART. Dari berbagai resimen HAART, yang paling umum terdiri dari dua obat inhibitor
transkriptase terbalik nukleosida yang dikombinasikan dengan sebuah inhibitor protease. HAART
memiliki kapabilitas untuk menekan replikasi virus sehingga menyebabkan rekonstitusi jmlah limfosit
CD4+ disertai dengan penurunan morbiditas dan mortalitas. Sebagai konsekuensinya, mortalitas
tahunan akibat AIDS telah menurun 75% sejak tahun 1995. Tiga kelompok agen antiretroviral utama
mengargetkan aspek-aspek yang berebda dari siklus hidup HIV. Inhibitor protease menghambat enzim
protease yang berpartisipasi dalam pemrosesan dan perakitan virus. NRTI dan NNRTI menghentikan
sintesis rantai DNA dengan menghambat enzim transkriptase pembalik.
Kesimpulan
Jumlah dan varietas manifestasi infeksi HIV pada kulit lebih besar dari yang terlihat pada organ tubuh
lainnya. Komplikasi-komplikasi ini merupakan sumer morbiditas yang umum dan pada beberapa kasus
dapat menyebabkan mortalitas. Walaupun kejadiannya terus berkurang, namun dengan mengetahuinya
secara lebih baik serta melakukan uji-uji diagnostik yang tepat, maka perawatan bisa diberikan dengan
cara yang lebih tepat waktu sehingga dapat meminimalisir komplikasi-komplikasi.
7PXHQZX5A64V
Labels: Dermatologi, Kedokteran