kompetensi badan peradilan umum makalahdigilib.uinsgd.ac.id/32259/1/kompetensi badan...
TRANSCRIPT
i
KOMPETENSI BADAN PERADILAN UMUM
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kekuasaan Pengadilan
Dosen pengampu:
Dr. H. Aden Rosadi, M. Ag
Disusun oleh:
Kelompok 3
Cep Rizwan 1163010022
Siti Khotimatus Safar 1163010096
Ulfa Ripatul Pirdaus 1163010105
JURUSAN HUKUM KELUARGA (PERADILAN ISLAM) VI-A
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019M/1440H
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT, yang mana telah memberikan
kami semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah matakuliah
Kekuasaan Pengadilan yang berjudul “Kompetensi Badan Peradilan Umum”.
Meskipun dalam pengerjaan makalah ini, penulis selaku penyusun terkadang
mengalami kesulitan, namun banyak pihak yang membantu sehingga kesulitan yang
penulis hadapi dalam penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.Tidak lupa, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1) Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kemudahan-Nya kepada
penulis
2) Orang tua dan guru-guru kami yang telah mendoakan dan memberikan ilmunya kepada
penulis
3) Rekan-rekan yang telah memberikan dorongan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini dengan tepat waktu.
Penulis menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan baik dalam materi
ataupun penulisannya dan dengan harapan semoga karya tulis ini bisa bermanfaat bagi
kita semua. Oleh karena itu, penulis menerima dengan kelapangan dada atas segala saran
dan kritikan dari khususnya untuk perbaikan tugas ini.
Bandung, Mei 2019
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. PengertiandanWewenangPeradilanUmum .............................................. 2
B. Pengadilan Negeri ................................................................................... 3
C. Pengadilan Tinggi.................................................................................... 6
BAB III KESIMPULAN................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 9
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalahnegara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Sebagai negara hukum, Indonesia
berusaha untuk menjamin keadilan dan ketertiban serta kepastian hukum warga
negaranya untuk mewujudkan suasana kehidupan yang sejahtera, aman, tenteram dan
tertib. Dalam upaya menjamin keadilan warganya, negara Indonesia memerlukan suatu
lembaga atau instansi yang mampu menegakkan kebenaran untuk mencapai keadilan,
ketertiban dan kepastian hukum yaitu badan-badan peradilan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang mana masing-masing mempunyai
kewenangan mengadili perkara atau sengketa di bidang tertentu.
Peradilanmerupakan segala sesuatu mengenai perkara pengadilan. Salah satulembaga
pengadilanadalah Peradilan Umum yang berada di bawah naungan Mahkamah Agung.
Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai Peradilan Umum yang mana
terdiri dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan wewenang peradilan umum?
2. Apa yang dimaksud dengan pengadilan negeri?
3. Apa yang dimaksud dengan pengadilan tinggi?
C. Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahui peradilan umum.
2. Untuk mengetahui peradilan negeri.
3. Untuk mengetahui peradilan tinggi.
4. Untuk memenuhi tugas terstruktur matakuliah Kekuasaan Pengadilan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan WewenangPeradilan Umum
Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio, peradilan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan tugas negara untuk menegakkan hukum dan keadilan. Sedangkan
pengadilan ditujukan kepada badan atau wadah yang memberikan peradilan. Menurut
Sjachran Basah, peradilan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas dalam
memutus perkara dengan menerapkan hukum, menemukan hukum in concreto dalam
mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materil dengan menggunakan cara
prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal1.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu mengenai perkara
pengadilan2. Peradilan juga diartikan sebagai suatu proses pemberian keadilan di suatu
lembaga3. Dalam kamus Bahasa Arab, disebut dengan istilah qadha yang berarti
menetapkan, memutuskan, menyelesaikan, mendamaikan. Qadha menurut istilah adalah
penyelesaian sengketa antara dua orang yang bersengketa, yang mana penyelesaiannya
diselesaikan menurut ketetapan-ketetapan (hukum) dari Allah dan Rasul. Sedangkan
pengadilan adalah badan atau organisasi yang diadakan oleh negara untuk mengurus atau
mengadili perselisihan-perselisihan hukum.4
Peradilan umum merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan
juga sebagaimana Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum disebutkan bahwa, “Peradilan Umum adalah salah satu
pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya”.
Kemudian pada Pasal 3 undang-undang tersebut dijelaskan bahwa kekuasaan kehakiman
di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi.
Perkara-perkara yang menjadi wewenang badan peradilan umum ialah perkara-
perkara yang bersifat umum, dalam arti:
1 Sjachran Basah, Mengenal Peradilan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal.9.
2 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal.2.
3 Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), hal.278. 4 Cik Hasan Bisri, op.cit, hlm.3.
3
1. Umum orang-orangnya, maksudnya orangnya yang berperkara bukanlah orang yang
tata cara pengadilannya harus dilakukan oleh suatu peradilan yang khusus, misalnya
militer, yang bersalah harus ditangani oleh badan peradilan militer.
2. Umum masalah atau perkaranya, maksudnya perkara yang menurut bidangnya
memerlukan penanganan yang khsusus oleh suatu badan peradilan tersendiri di luar
badan peradilan umum.
B. PengadilanNegeri
Pengadilan Negeri merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa,
memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata (non muslim)5.
Pengadilan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupaten/ Kota dengan daerah hukum
meliputi wilayah kabupaten/ kota.
Semua Pengadilan Negeri di Indonesia berkedudukan sama, yakni sebagai pengadilan
tingkat pertama. Perbedaannya hanya terletak pada besar kecil daerah hukumnya yang
disebut “kompetensi relatif” suatu pengadilan, seperti dalam hukum acara pidana
mengenai tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti) sedangkan dalam hukum acara
perdata mengenai pengajuan gugatan6.
Wewenang Pengadilan Negeri secara umum mencakup perkara pidana, perdata (bagi
non-muslim), dan pengangkatan anak. Dalam Pengadilan Negeri, terdapat pengadilan
khusus, yaitu sebagai berikut:
1. PengadilanAnak
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia
yang merupakan potensi dan penerus bangsa. Untuk melaksanakan pembinaan dan
memberikan perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan baik yang
menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih baik dan memadai,
oleh karena itu ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi anak perlu
dilakukan secara khusus. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak adalah orang yang
dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum
mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin.Pengadilan anak adalah
pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan peradilan umum7.
5 Aden Rosadi, Kekuasaan Pengadilan, (Depok: Rajawali Pers, 2019), hal.85.
6K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Peradilan. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977), hal.56.
7 Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
4
2. Pengadilan Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia8. Dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang dimaksud dengan
pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
undang-undang ini dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku. Pengadilan Hak Asasi manusia adalah pengadilan khusus terhadap
pelanggaran hak asasi manusia yang berat9.
3. Pengadilan Niaga
Pengadilan niaga memiliki wewenang untuk memeriksa dan memutus
permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang, serta
memeriksa dan memutus perkara di bidang perniagaan10
yang mana dilakukan secara
bertahap dengan Keputusan Presiden, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan
sumber daya yang diperlukan.
4. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional,
intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara,
perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional. Pengadilan tindak
pidana korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi; tindak pidana pencucian uang
yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/ atau tindak pidana
yang secara tegas dalam undang-undang ditentukan sebagai tindak pidana korupsi11
.
8 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
9 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia. 10
Pasal 300 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. 11
Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi.
5
5. Pengadilan Hubungan Industrial
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, “perselisihan hubungan
industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/ buruh atau serikat pekerja/
serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat
buruh dalam satu perusahaan”.Dalam era industrialisasi, masalah perselisihan
hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan
institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat,
tepat, adil dan murah. Pengadilan hubungan industrial adalah pengadilan khusus yang
dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan
memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial12
.
6. PengadilanPerikanan
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional berdasarkan wawasan
nusantara, pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan sebaik-baiknya berdasarkan
keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan
kesempatan kerja dan peningkatan taraf hidup bagi nelayan, pembudi daya ikan, dan/
atau pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan, serta terbinanya kelestarian
sumber daya ikan dan lingkungannya.Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, “perikanan adalah semua kegiatan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan”. Pengadilan
perikanan merupakan pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan
memutus tindak pidana di bidang perikanan13
.
Contoh salah satu kasus yang diselesaikan dalam Pengadilan Negeri adalah tentang
kasus kejahatan terhadap keamanan negara atau mungkin dapat dikatakan terorisme.
12
Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial. 13
Pasal 71 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
6
Kejahatan terhadap negara merupakan salah satu kasus yang diselesaikan
diPengadilanNegeri karena hal itu berhubungan dengan publik (negara) dan masuk dalam
ranah pidana. Dalam Peradilan Negeri yang diperiksa adalah fakta-fakta yang ada “judex
factie”beserta bukti dan juga para saksi, kemudian hakim akan memutuskan penjatuhan
pidana yang berdasar pada pelanggaran Undang-Undang, dan berdasarkan serentetan
acara dalam persidangan. Namun dalam Pengadilan Negeri juga menyelesaikan tentang
kasus perdata bagi non muslim.
C. Pengadilan Tinggi
Pengadilan Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan
Umum sebagai pengadilantingkat banding untuk memeriksa perkara dan pidana yang
telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri. Keberadaan Pengadilan Tinggi merujuk pada
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 49
Tahun 2009 tentang Peradilan Umum. Jadi, yang dimaksud dengan Pengadilan Tinggi
disini adalah peradilan tingkat banding di lingkungan Peradilan Umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999 dan sekarang Pasal 2 dan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 200414
. Kedudukan Pengadilan Tinggi ialah di
Ibukota Provinsi dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi. Tugas dan wewenang
Pengadilan Tinggi yaitu15
:
1. Mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding;
2. Mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili
antar pengadilan negeri di daerah hukumnya;
3. Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang hukum kepada
instansi pemerintah di daerahnya apabila di minta16
.
4. Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah
hukumnya yang dimintakan banding17
.
14
M. Yahya Harahap, Kekuasaan Pengadilan Tinggi dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata dalam Tingkat
Banding. (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal.6. 15
Pasal 51 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. 16
A. Ridwan,Pokok-Pokok Peradilan Umum di Indonesia dalam Tanya Jawab, (Jakarta: PT Pradnya Paramita,
1987), hal.2-3. 17
Pasal 87 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
7
Dalam Pasal 87 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menegaskan bahwa
Pengadilan Tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus Pengadilan Negeri dalam
daerah hukumnya yang memintakan banding. Kemudian dalam pasal 240 KUHAP
menyatakan jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat
pertama ternyata ada kelalaian dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan, atau ada
yang kurang lengkap, maka pengadilan tinggi dengan suatu keputusan dapat
memerintahkan pengadilan negeri untuk memperbaiki hal itu,atau pengadilan tinggi
melakukannya sendiri jika perlu pengadilan tinggi dengan keputusannya dapat
membatalkan penetapan dari pengadilan negeri18
.
Contoh kasus dalam Pengadilan Tinggi adalah Banding yang dilakukan oleh
seseorang dalam suatu kasus (misal pembunuhan) yang mana pihak penggugat tidak puas
dengan putusan hakim di Pengadilan Negeri, kemudian mereka melakukan banding
dengan mengajukan permohonan banding ke pengadilan Tinggi, di Pengadilan
Tinggiyang diperiksa adalah apakah putusan dari hakim yang ada di Pengadilan Negeri
sudah sesuai dengan undang-undang atau belum(judex juris). Namun jika dalam
pemeriksaan Pengadilan Tinggi ternyata bukti baru diketemukan, maka tidak menutup
kemungkinan dalam Pengadilan Tinggi juga akan dilakukan beberapa
peninjauan kembali atas bukti baru yang ada, dan hal itu bisa juga akan berpengaruh
pada putusan yang nantinya akan dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi. Jadi tidak selalu
dalam Pengadilan Tinggi hanya bersifat Judex Juris.
18
Sudarsono, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung dan Peradilan Tata Usaha Negara,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal.151-153.
8
BAB III
KESIMPULAN
Peradilan Umum adalah peradilan yang mencakup Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi. Kemudian dalam Pengadilan Negeri terdapat pula pengadilan khusus diantaranya
Pengadilan Anak, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Niaga, Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, Pengadilan Hubungan Industrial, dan Pengadilan Perikanan.
Pengadilan Negeri merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa,
memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata (non muslim).
Pengadilan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupaten/ Kota dengan daerah hukum
meliputi wilayah kabupaten/ kota.
Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan di tingkat banding untuk memeriksa
perkara dan pidana yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri. Kedudukan
Pengadilan Tinggi ialah di Ibukota Provinsi dengan daerah hukum meliputi wilayah
provinsi
9
DAFTAR PUSTAKA
Aden Rosadi. 2019. Kekuasaan Pengadilan. Depok: Rajawali Pers.
A. Ridwan. 1987. Pokok-Pokok Peradilan Umum di Indonesia dalam Tanya Jawab.
Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Cik Hasan Bisri. 2003. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
K. Wantjik Saleh. 1977.Kehakiman dan Peradilan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
M. Yahya Harahap, 2006. Kekuasaan Pengadilan Tinggi dan Proses
PemeriksaanPerkara Perdata dalam Tingkat Banding. Jakarta: Sinar Grafika.
Mohammad Daud Ali. 2005. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sjachran Basah. 1995. Mengenal Peradilan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudarsono, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, MahkamahAgungdanPeradilan Tata
Usaha Negara, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal.151-153
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3327).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara ).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3668).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 208).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 6. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118. Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4433).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia
10
Tahun 2004 Nomor 131. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4443).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5073).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 155.
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074).