kompetensi 1

28
Kompetensi 1 : Mengidentifikasi proses pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan sesuai dengan tumbuh kembang. Bahan Kajian : A. Anatomi dan fisiologi system musculoskeletal Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, otot, sendi, tendon, dan ligament. 1. Skeletal (Tulang) Tulang adalah jaringan hidup yang akan menyuplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis.

Upload: hanifa-nur-afifah

Post on 04-Dec-2015

230 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ASF

TRANSCRIPT

Kompetensi 1 : Mengidentifikasi proses pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan sesuai dengan tumbuh kembang.

Bahan Kajian :

A.Anatomi dan fisiologi system musculoskeletalSistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung

jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, otot, sendi, tendon, dan ligament.

1. Skeletal (Tulang)

Tulang adalah jaringan hidup yang akan menyuplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis.

Gambar 1. Skeleton

Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua kelompok yaitu axial skeleton dan appendicular skeleton.

Axial Skeleton (80 tulang)

1. Tengkorak 22 tulang

a. Tulang cranial (8 tulang)

Frontal (1 tulang) Parietal (2 tulang) Occipital (1 tulang) Temporal (2 tulang) Sphenoid (1 tulang) Ethmoid (1 orang)

b. Tulang facial (13 tulang)

Maksila (2 tulang) Palatine (2 tulang) Zygomatic (2 tulang) Lacrimal (2 tulang) Nasal (2 tulang) Inferior nasal concha (2 tulang) Mandibula (1 tulang)

2. Tulang telinga tengah Malleus (2 tulang) Incus (2 tulang) Stapes (2 tulang)

6 tulang

3. Tulang hyoid 1 tulang

4. Columna vertebrae Cervical (7 tulang) Thorakal (12 tulang) Lumbal (5 tulang) Sacrum (1 tulang; penyatuan dari 5

tulang) Koksigis (1 tulang; penyatuan 3-5

tulang)

26 tulang

5. Tulang rongga thorax Tulang iga (24 tulang) Sternum (1 tulang)

25 tulang

Appendicular Skeleton (126 tulang)

1. Pectoral girdle Scapula (2 tulang) Clavicula (2 tulang)

4 tulang

2. Ekstremitas atas Humerus (2 tulang) Radius (2 tulang) Ulna (2 tulang) Carpal (16 tulang) Metacarpal (10 tulang) Phalanx (28 tulang)

60 tulang

3. Pelvic girdle Os coxa (2 tulang; setiap os coxa terdiri dari penggabungan 3 tulang)

2 tulang

4. Ekstremitas bawah Femur (2 tulang) Tibia (2 tulang) Fibula (2 tulang) Patella (2 tulang) Tarsal (14 tulang) Metatarsal (10 tulang) Phalanx (28 tulang)

60 tulang

Total 206 tulang

Tabel 1. Jumlah skeleton

Fungsi tulang adalah :

Sebagai kerangka tubuh (penyangga), yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.

Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain.

Produksi sel darah merah dan limfosit.

Membentuk rongga untuk melindungi organ yang halus dan lunak.

Tempat menempelnya otot, tendon dan ligamen.

Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :

Ossa longa (tulang panjang) tulang yang ukuran panjangnya terbesar, contoh : Os. Humerus.

Ossa brevia (tulang pendek) tulang yang ketiga ukurannya kira-kira sama besar, contoh : Os. Carpal.

Ossa plana (tulang pipih) tulang yang ukuran lebarnya terbesar, contoh : Os. Parietale.

Ossa iregular (tulang tidak beraturan) contoh : Os. Sphenoidale.

Ossa pneumatica (tulang berongga udara) contoh : Os. Maxilla.

2. Otot

Otot adalah jaringan tubuh yang berfungsi mengubah energy kimia menjadi kerja mekanik sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.

Fungsi otot :

Menghasilkan gerakan rangka, Mempertahankan sikap dan posisi tubuh, Menyokong jaringan lunak, Menunjukan pintu masuk dan keluar saluran dalam sistem tubuh, Mempertahankan suhu tubuh; kontraksi otot: energi panas.

Gambar 2. Otot

Ada tiga jenis jaringan otot yang dapat dibedakan atas dasar strukturnya dan ciri fiologis, yaitu :

a. Otot polos (smooth muscle/involuntary muscle)

Ciri-ciri :

Intinya berada di tengah, Dipersarafi oleh saraf otonom (involunter), Serat otot polos (tidak berserat), Bersifat tidak sadar Terdapat di organ dalam tubuh (viseral).

b. Otot lurik (skeleton muscle/voluntary muscle)Ciri-ciri :

Memiliki inti banyak, Dipersarafi oleh saraf motorik somatik (volunter), Melekat pada tulang, Bersifat sadar, Terdapat pada otot skelet, lidah, diaphragm dan bagian atas dinding

esophagus.

c. Otot JantungCiri-ciri:

Memiliki 1 inti yang berada di tengah, Dipersarafi oleh saraf otonom (involunter), Serat otot berserat, Terdapat hanya ada di jantung, Bersifat tidak sadar.

3. SendiSendi adalah pertemuan antara dua atau lebih dari tulang rangka. Jenis-jenis

sendi berdasarkan strukturnya, adalah :

a. Sendi fibrosa (sinartrodial)

Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan oleh serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya sutura tulang tengkorak.

b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh

jaringan fibrosa kuat yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara korpus vertebra dan simfisis pubis. Sendi ini biasanya memungkinkan gerakan sedikit bebas.

c. Sendi synovial (diartrodial)Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya

memungkinkan gerakan yang bebas (mis. lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dan lain-lain), tetapi beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak (mis. sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa dibatasi dengan membran sinovial tipis. Membran ini mensekresi cairan sinovial ke dalam ruang sendi untuk melumasi sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml).

Hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuclear. Cairan synovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.

Sendi berdasarkan jenis persambungannya :

a. SinartrosisSinartrosis adalah sendi yang terdapat kesinambungan karena di antara

kedua ujung tulang yang bersendi terhadap suatu jaringan.

b. DiartrosisDiartrosis adalah sendi yang terdapat ketidak-sinambungan karena di

antara tulang yang bersendi terdapat rongga.

4. TendonTendon merupakan jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang

menghubungkan otot dengan tulang. Tendon bersifat kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi.

Gambar 3. Tendon pada patella

5. Ligament Ligament adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengilat,

fleksibel mengikat sendi menjadi satu dan menghubungkan tulang dengan kartilago. Ligamen bersifat elastis sehingga membantu fleksibilitas sendi dan mendukung sendi. Selain itu, beberapa memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antarvertebra sebagai pencegah terjadinya kerusakan medula spinalis saat punggung bergerak.

6. KartilagoKartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler, yang

terletak terutama di sendi dan tokars, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer, yang akan digantikan oleh perkembangan tulang selama masa bayi. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada lansia dan penyakit, seperti osteoartritis.

B. Anatomi dan fisiologi system saraf

Skema 1. Susunan system saraf

System saraf berfungsi sebagai penghantar rangsangan ke seluruh tubuh, serta membentuk respon dari rangsangan tersebut. System saraf terbagi menjadi 2, yaitu :

1. Sistem Saraf Pusat

Sistem Saraf

Sistem Saraf Pusat

Otak

Depan

Cerebrum

Diencefalon

Tengah

(mesensenfalo

n)

Belakang

Pons

Cerebellum

Medula Oblongata

Medula Spinalis

Sistem Saraf Tepi

Saraf Somatik

Saraf Kranial

Saraf Spinal

Saraf Autonom

Saraf Simpatis

Saraf Parasim

patis

a. O tak Otak secara keseluruhan terpisah atas 4 lobus, yaitu:

1) Lobus frontal, berfungsi untuk mengatur gerakan volunter otot lurik dan korteks motorik.

2) Lobus parietal, berfungsi untuk merasakan rangsangan dingin, panas, meraba dan tekanan.

3) Lobus temporal, berfungsi untuk menginterpretasikan rangsangan audiotorik dan membantu dalam bahasa lisan.

4) Lobus oksipital, terdiri dari korteks visual yang berfungsi untuk menginterpretasikan rangsangan visual.

Otak terbagi menjadi 3 bagian yaitu :

1) Otak depan, terdiri dari cerebrum dan diencefalon. Cerebrum, berfungsi mengatur aktivitas-aktivtias yang berhubungan

dengan pengolahan rangsangan indra tubuh kecerdasan, ingatan, kesadaran dan pembuatan keputusan.

Diencefalon, terbagi menjadi 3 bagian : Thalamus berfungsi untuk menerima ransangan nyeri. Hypothalamus berfungsi untuk mengatur suhu tubuh rasa lapar,

emosi, kadar air dalam tubuh, mengatur kegiatan produksi hormone dan tekanan darah serta gula dalam darah.

Epithalamus berfungsi pada beberapa dorongan emosi dasar dan intergrasi informasi olfaktori (penciuman).

2) Otak tengah (mesenchepalon), berfungsi untuk mengatur refleks mata dan kontraksi otot yang terus menerus dan sebagai pusat pendengaran.

3) Otak belakang, terbagi atas 3 bagian, yaitu : Pons, berfungsi sebagai penghubung antara cerebelum dan medulla

oblongata. Medulla oblongata, berfungsi untuk mengatur kerja jantung pusat

pernafasan, mengontrol kegiatan refleks dan mengecilkan pembuluh darah, serta mengukur gerak alat pencernaan dan frekuensinya

Otak kecil (cerebellum), berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh.

b. Medulla spinalis

Medulla spinalis berfungsi untuk menyampaikan rangsangan sensoris dan motorik baik dari tubuh ke otak maupun sebaliknya, serta mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh. Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kranalis vertrebralis melalui lubang pada tulang vertrebra (foramen intervertrebra).

2.Sistem Saraf Tepi

1. Saraf Somatik

a. Saraf Kranial

Saraf kranial adalah 12 pasang saraf pada manusia yang mencuat dari otak, berbeda dari saraf spinal yang mencuat dari sumsum tulang belakang. Saraf kranial merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori (saraf I, II, VIII); 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V, VII, IX, X). Pasangan saraf-saraf ini diberi nomor sesuai urutan dari depan hingga belakang, lazimnya menggunakan angka romawi. Saraf-saraf ini terhubung utamanya dengan struktur yang ada di kepala dan leher manusia seperti mata, hidung, telinga, mulut dan lidah. Pasangan I dan II mencuat dari otak besar, sementara yang lainnya mencuat dari batang otak.

Tabel 2. Bagian Saraf Kranial dan Fungsinya

Gambar 5. Letak Saraf Kranial

b. Saraf Spinal

Saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen intervertrabra tempat keluarnya saraf-saraf spinal tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar di antara tulang oksipital dan vertrebra servikal pertama. Saraf-saraf spinal tersebut adalah 8 pasang saraf servikal, 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1 pasang saraf koksigis.

2. Saraf Autonom

Tidak diatur oleh cerebrum, sebagian besar organ menerima seperangkat ganda saraf otonom, ujung akson masing masing serabut, mengeluarkan zat transmitter, impuls motor mencapai organ efektor dari otak dan sumsum tulang tulang belakang(neuron preganglion & post ganglion), badan sel neuron postganglion saraf simpatis terletak di dekat sumsum tulang belakang, parasimpatis terletak di dekat atau dalam organ yang dilayani, bekerja secara antagonis.

a. Saraf Simpatis

Meliputi syaraf-syaraf yang keluar pada daerah vertebra thorak dan vertebra lumbal (sistem syaraf thorakolumbal).

b. Saraf Parasimpatis

Meliputi syaraf-syaraf yang muncul dari daerah kranial dan daerah vertebra sakral (sistem syaraf kraniosakral)

Tabel 3. Saraf Simparis dan Parasimpatis

C. ROM (Range of motion)

1. Definisi

Rentang pergerakan sendi adalah latihan-latihan yang diberikan untuk mempertahankan fungsi sendi dan meningkatkan fungsi sendi yang berkurang karena proses penyakit, kecelakaan atau tak digunakan (Ellis, Nowlis, & Bents, 1996).

2. Tujuan1. Mempertahankan fungsi sendi,2. Memulihkan fungsi sendi yang berkurang karena proses penyakit, kecelakaan

dan tak digunakan,

3. Merangsang sirkulasi darah,4. Mencegah kelainan bentuk,5. Membentuk nilai sendi tulang dan otot,6. Mengkaji tulang, sendi dan otot,7. Mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan.

3. Indikasi1. Pasien yang tidak dapat bergerak sendiri,2. Pasien pasca coma,3. Rehabilitasi fisik,4. Pasien dengan kelemahan otot,5. Penurunan tingkat kesadaran.

4. Kontra indikasi1. Gangguan sistem kardiovaskuler dan pernafasan,2. Pembengkakan dan peradangan pada sendi,3. Cedera pada sistem muskuloskeletal di sekitar sendi.

5. Jenis ROM1. Aktif

Klien melakukan latihan secara mandiri dengan atau tanpa supervise dari perawat. Klien juga dilibatkan secara aktif dalam perencanaan program latihan.

2. Aktif assistisLatihan dilakukan oleh klien sesuai dengan kemampuannya dan sisanya dibantu oleh perawat.

3. PasifLatihan diberikan oleh perawat atau anggota tim kesehatan lainnya.

6. Faktor yang mempengaruhi1. Life style2. Disability3. Tingkat energi4. Usia

7. Prinsip memberikan ROM1. Lakukan berurutan mulai dari leher ke kaki2. Jangan memegang sendi secara langsung, tetapi pegang ekstremitas secara

lembut pada bagian distal atau proksimal sendi

3. Jangan memegang ekstremitas pada kuku kaki atau kuku tangan4. Bekerja mulai dari arah proksimal dan distal

8. Jenis pergerakan1. Fleksi, gerakan menekuk sendi2. Ekstensi, gerakan meluruskan sendi3. Hiperekstensi, gerakan meluruskan sendi melebihi posisi anatomis4. Plantar fleksi, gerakan ekstensi pada tumit. Telapak kaki diluruskan sehingga

jari-jari menghadap ke arah bawah5. Dorsi fleksi, gerakan fleksi pada tumit. Telapak kaki ditekuk ke arah lutut6. Abduksi, gerakan anggota gerak menjauhi garis tengah tubuh7. Adduksi, gerakan anggota gerak mendekati garis tengah tubuh8. Rotasi, gerakan tulang memutari axis/sumbu longitudinalnya9. Rotasi eksternal, memutar menjauhi garis tengah tubuh10. Rotasi internal, gerakan memutar ke arah garis tengah tubuh11. Sirkumduksi, gerakan melingkar pada ujung distal tulang sementara ujung

proksimal tetap stabil12. Supinasi, gerakan telapak tangan ke arah anteior atau superior13. Pronasi, gerakan telapak tagan ke arah posterio atau inferior14. Eversi, gerakan tumit ke arah lateral sumbu tubuh15. Inversi, gerakan tumit ke arah garis tengah tubuh16. Oposisi, gerakan mempertemukan ibu jari dengan jari-jari lain

D. Transport pasien

Teknik Memindahkan

Perawat biasa memberi perawatan pada klien imobilisasi yang harus diubah posisi, dipindahkan di atas tempat tidur, dan harus dipindahkan dari tempat tidur ke kursi ataupun ke brankar. Mekanika tubuh yang sesuai memungkinkan perawat untuk mengerakkan, mengangkat, atau memindahkan klien dengan aman dan juga melindungi perawar dari cedera system musculoskeletal.

Berikut ini merupakan petunjuk umum yang harus diikuti saat memindahkan pada setiap prosedur pemindahan :

1. Naikkan sisi bergerak pada sisi tempat tidur pada posisi berlawanan dengan perawat untuk mencegah klien jatuh dari tempat tidur.

2. Tinggikan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman.3. Kaji mobilisasi dan kekuatan klien untuk menentukan bantuan klien yang dapat

digunakan saat memindahkan.

4. Tentukan kebutuhan akan bantuan.5. Jelaskan prosedur dan gambarkan apa yang diharapkan dari klien.6. Kaji kesejajaran tubuh yang benar dan area tekanan setelah setiap kali

memindahkan.

Klien membutuhkan tingkat bantuan yang bervariasi untuk mengangkat dari tempat tidur, menggerakkan ke posisi miring, atau duduk di sisi tempat tidur. Contoh, wanita muda dan sehat membutuhkan sedikit dukungan bantuan satu atau lebih perawat untuk melakukan hal yang sama setelah appendiktomi.

Untuk menentukan apakah klien mampu melakukan sendiri dan berapa banyak orang yang dibutuhkan untuk membantu mengangkat klien di ata tempat tidur, perawat mengkaji klien untuk menentukan apakah penyakit klien ada kontraindikasi dalam pengerahan tenaga (seperti penyakit kardiovaskuler).

E. Mekanika Tubuh

Mekanika tubuh terbagi atas tiga bagian, yaitu :

1. Body AlignmentKesejajaran tubuh merupakan istilah yang sama dan mengacu pada posisi

sendi, tendon, ligamen dan otot selama berdiri, duduk dan berbaring. Kesejajaran tubuh yang benar mengurangi ketegangan pada sistem muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot secara adekuat, dan menunjang keseimbangan.

Mengatur posisi klien di tempat tidur

a. Posisi fowlerAdalah posisi di tempat tidur dengan kepala dan tubuh ditinggikan dan

lutut dapat fleksi atau tidak fleksi. Posisi fowler dapat mengacu pada peninggian bagian atas tubuh pada fleksi lutut.

Ada 3 jenis posisi fowler, yaitu : Posisi semi fowler : kepala dan tubuh ditinggikan 45-60 derajat. Posisi fowler rendah : kepala dan tubuh ditinggikan 15-45 derajat. Posisi fowler tinggi : kepala dan tubuh ditinggikan 60-90 derajat.

Posisi fowler adalah posisi yang dipilih oleh orang yang mengalami kesulitan nafas dan beberapa orang dengan masalah jantung.

b. Posisi Ortopneik

Adalah posisi dimana klien duduk di tempat tidur dengan over bed table di atas pangkuan klien. Posisi ini memfasilitasi pernafasan dengan memungkinkan ekspansi dada maksimum.

c. Posisi Dorsal RekumbenAdalah posisi dimana kepala dan bahu klien sedikit elefasi dengan

mengunakan bantal kecil. Posisi dorsal rekumben (telentang) digunakan untuk memberikan kenyaman dan memfasilitasi pemulihan setelah pembedahan atau anestesi tertentu.

d. Posisi ProneAdalah posisi dimana klien telungkup dengan kepala di palingkan pada

1 sisi dan pinggul tidak fleksi. Posisi ini memungkinkan ekstensi penuh pada pinggul dan sendi lutut. Posisi prone juga meningkatkan drainase dari mulut dan khususnya berguna bagi klien dalam fase pemulihan setelah pembedahan mulut atau tenggorokan. Posisi prone memiliki beberapa kerugian yang jelas. Tarikan gravitasi pada tubuh menyebabkan lordosis. Posisi ini juga menyebabkan plantar fleksi. Posisi prone harus digunakan hanya bila punggung klien benar-benar sejajar, hanya untuk waktu yang singkat, dan hanya untuk orang yang tidak terbukti memiliki abnormalitas spina.

e. Posisi latelar (miring)Adalah posisi dimana seseorang berbaring pada salah satu sisi tubuh.

posisi lateral membantu menurunkan tekanan pada sakrum dan tumit pada orang yang duduk terlalu lama seharian atau orang yang harus berada di tempat tidur pada posisi fowler atau dorsal rekumben dalam waktu yang lama. Pada posisi lateral, sebagian besar berat badan ditanggung oleh bagian lateral skapula bawah, bagian lateral ilium, dan trokanter mayor femur.

f. Posisi simsPosisi sims biasanya digunakan pada klien yang tidak sadar karena

memfasilitasi drenase dari mulut dan mencegah aspirasi cairan. Posisi ini sering digunakan untuk klien yang akan di enema dan kadang-kadang pada klien yang menjalani pemeriksaan atau tindakan pada daerah perianal.

Pengaruh patologis pada kesejajaran tubuh dan mobilisasi

a. Kelainan postur

Kelainan postur yang didapat mempengaruhi efisiensi sistem muskuloskeletal, seperti kesejajaran tubuh, keseimbangan dan penampilan. Kelainan postur mengganggu kesejajaran dan mobilisasi atau keduanya.

b. Gangguan perkembangan ototDistropi muskular adalah sekumpulan gangguan yang disebabkan oleh

degenerasi serat otot skelet. Karakteristik distropi muskular dalah progresif, kelemahan simetris dari kelompok otot skelet, dengan peningkatan ketidakmampuan dan kelainan bentuk.

c. Kerusakan sistem saraf pusatKerusakan sistem komponen saraf pusat yang mengatur pergerakan

volunter mengakibatkan gangguan kesejajaran tubuh dan mobilisasi. Jalur motorik pada serebrum dapat dirusak oleh trauma karena cedera kepala, iskemia karena cedera pecahnya pembuluh darah diotak. Gangguan motorik langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan pada jalur motorik.

d. Trauma langsung pada sistem muskuloskeletalTrauma langsung pada sistem muskuloskeletal menyebabkan, memar,

terbentur, salah urat dan fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Fraktur biasa terjadi karena trauma langsung eksternal, tetapi dapat juga terjadi karena deformitas tulang.

Mengurangi bahaya imobilisasi

Intervensi keperawatan klien imobilisasi bertujuan untuk mencegah dan meminimalkan bahaya imobilisasi. Intervensi harus diarahkan untuk mempertahankan fungsi optimal pada seluruh sistem tubuh.

a. Sistem MetabolikKlien imobilisasi memelukan diet tinggi protein, tinggi kalori dengan

tambahan vitamin C dan B. Protein diperlukan untuk mengganti jaringan yang ruak dan menambah cadangan protein yang berkurang. Asupan tinggi kalori memberikan cukup energi memenuhi kebutuhan metabolisme dan mengganti jaringan subkutan. Tambahan vitamin C diperlukan untuk mengganti cadangan protein. Vitamin B komplek dibutuhkan untuk penyembuhan luka dan keutuhan kulit.

b. Sistem Pernapasan

Intervensi keperawatan pada sistem pernapasan bertujuan mendukung ekspansi dada dan paru-paru, mencegah statis sekret pulmonal, mempertahankan kepatenan jalan napas, dan mendukung pertukaran gas yang adekuat.

Meningkatkan Ekspansi Dada dan Paru Intervensi dapat dilakukan dengan dua cara. Yang pertama,

megubah posisi klien minimal setiap 2 jam memungkinkan area paru untuk mengembang. Hal ini dapat mempertahankan elastisitas rekoil paru dan kebersihan area paru dari sekresi pulmonal. Yang kedua, perawat harus memotivasi klien untuk bernapas dalam dan batuk setip 1 sampai 2 jam. Kegiatan bernapas dalam dapat mengembangkan semua lobus paru dan mencegah atelektasis. Batuk dapat mengurangi statis sekresi pulmonal. Pada pasien tidak sadar, dapat dibuat jalan napas buatan dengan menggunakan Ambu-bag.

Mencegah Statis Sekret Pulmonal Sekret yang menumpuk di bronkus dan paru menyebabkan

pertumbuhan bakteri yang dapat berkembang menjadi pneumonia. Sekret yang stagnasi dapat dikurangi dengan mengubah posisi klien seiap dua jam. Dalam kasus ini, fisioterapi dada merupakan metoda yang paling efektif. Fisioterapi dada menggunakan teknik posisi untuk mengeluarkan sekret dari bronkus dan paru ke trakhea. Kemudian klien mengeluarkan sekret dengan cara membatukkan.

Mempertahankan Kepatenan Jalan Napas Klien imobilisasi umumnya mengalami kelemahan dan dapat

berpengaruh pada reflek batuk yang tidak efektif. Jika klien terlalu lemah dan tidak membatukkan sekret, maka perawat harus membantu dalam pengeluaran sekret tersebut. Dapat dilakukan pengisap nasotracheal atau orotrached. Perawat memasukkan selang penghisap melalui hidung atau mulut kemudian melakukan penghisapan. Hal ini juga dapat dilakukan pada klien dengan jalan napas buatan endotracheal tube atau tracheal tube. Selang dimasukkan ke dalam jalan napas buatan dengan prosedur steril.

c. Sistem Kardiovaskular Efek imobilisasi pada sistem kardiovaskular meliputi hipotensi

ortostatik, peningkatan beban jantung, dan pembentukan trombus. Terapi

keperawatan diciptakan untuk meminimalkan atau mencegah gangguan tersebut.

Mengurangi Hipotensi Ortostatik Hipotensi ortostatik adalah suatu kondisi ketidakmampuan berat

dengan karakteristik tekanan darah yang menurun ketika klien berdiri. Ditandai dengan sakit kepala ringan, pusing, kelemahan, kelelahan, kehilangan energi, gangguan visual, dispnea, ketidaknyamanan kepala atau leher, dan pingsan.

Ketika klien dipindahkan dari posisi terlantang ke kursi, klien haarus diubah posisinya secara bertahap. Perawat harus mencatat adanya perubahan ortostatik.. perawat mengumpulkan TTV dasar pada saat posisi klien terlentang. Lalu naikkan posisi klien pada posisi Fowler dan ukur kembali TTV-nya untuk mengevaluasi penurunan tekanan darah atau peningkatan denyut nadi. Setelah itu klien didudukkan di sisi tempat tidur dengan kaki menyentuh lantai. Lalu klien didudukkan di kursi.

Mengurangi Beban Kerja Jantung Perawat mengatur intervensi untuk menurunkan bebean kerja

jantung. Intervensi primer dianjurkan tidak menggunakan Manuver Valsalva. Ketika menggunakan manuver ini, klien menahan napas yang meningkatkan tekanan intratorakal, penurunan aliran balik vena dan curaj jantung. Hal ini meningkatkan beban kerja jantung.

Mencegah Pembentukan Trombus Perawat harus mengkaji klien terus-menerus terhadap tanda-tanda

pendarahan, seperti peningkatan luka memar, test guaiac positif pada feses, dan pendarahan gusi. Berikan Heparin untuk menekan pembentukan darah beku. Karena Heparin merupakan obat anti koagulan.

d. Sistem MuskuloskeletalKlien imobilisasi harus mendapatkan latihan untuk mencegah atrofi dan

kontraktur sendi. Pada latihan gerak, lakukan latihan untuk semua sendi yang imobilisasi ketika memandikan klien minimal dua atau tiga kali sehari. Sebelum memulai program, lakukan latihan pemanasan terlebih dahulu kecuali pada mereka yang kontraindikasi.

e. Sistem Integumen

Risiko utama pada kulit akibat keterbatasan mobilisasi adalah dekubitus. Oleh karena itu, lakukan intervensi keperawatan untuk mencegah pelukaan dikubitus dengan mengubah posisi pasien secara rutin atau dengan intervensi lain.

f. Sistem EliminasiIntervensi diberikan bertujuan untuk mempertahankan fungsi optimal

pada perkemihan, menjaga hidrasi klien dengan baik tanpa menyebabkan distensi kandung kemih dan mencegah stasis urine, terbentuk batu, dan infeksi.

Hidrasi yang adekuat (2000 – 3000 ml cairan perhari) mencegah pembentukan batu ginjal dan infeksi saluran kemih. Sedangkan, untuk mencegah distensi kandung kemih, perawat mengkaji frekuensi dan jumlah keluaran urin.jika klien tidak bisa mengontrol eliminasi urin secara sadar, maka perawat harus memasukkan kateter sementara atau menetap untuk mencegah distensi.

g. Perubahan PsikososialOrang yang cenderung depresi atau suasana hati yang tidak menentu

berisiko tinggi mengalami efek psikososial selama imobilisasi. Perawat harus mengantisipasi perubahan status psikososial klien. Perawat bisa bersosialisasi secara informal, sehingga klien dapat berbicara dan berinteraksi dengan perawat. Jika memungkinkan, klien dapat ditempatkan di ruangan yang terdapat orang lain yang dapat mobilisasi dan berinteraksi.

h. Perubahan PerkembanganAsuhan keperawatan harus mendukung stimulasi mental dan fisik. Pada

anak-anak, aktivitas bermain dapat dimasukkan ke dalam rencana keperawatan. Perawat juga dapat meminta partisipasi anak dalam melakukan aktivitas keperawatan agar mereka dapat berinteraksi.

Sedangkan pada lansia tidak aktif, lebih besar risiko bingung, depresi, dan disorientasi akibat dari imobilisasi. Asuhan keperawatan harus meningkatkan aktivitas klien lansia, dapat dengan ROM atau dengan melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengganti baju secara mandiri.

2. Keseimbangan TubuhKesejajaran tubuh menunjang keseimbangan tubuh. keseimbangan

diperlukan untuk mempertahankan posisi, memperoleh kestabilan selama bergerak dari satu posisi ke posisi lainnya, dan bergerak bebas di komunitas.

3. Koordinasi Gerakan TubuhFriksi adalah gaya yang muncul dengan arah gerakan yang berlawanan

dengan gerakan benda. Jika perawat bergerak, berpindah atau menggerakan klien di atas tempat tidur maka akan terjadi friksi. Klien pasif akan menghasilkan friksi yang lebih besar untuk bergerak. Bila memungkinkan, perawat menggunakan kekuatan dan gerakan klien saat mengangkat, memindahkan, atau mengerakkan klien di atas tempat tidur.

Friksi dapat juga dikurangi dengan mengangkat bukan mendorong klien. Mengangkat merupakan komponen gerakan ke atas dan mengurangi tekanan antara klien dan tempat tidur atau kursi. Pemakaian kain seprai yang dapat ditarik mampu mengurangi friksi.