kurikulum berbasis kompetensi-1

47
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) PEDOMAN PEMBELAJARAN TUNTAS (Mastery Learning) DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM 2003 - 2004

Upload: adittya-susanto

Post on 05-Dec-2015

282 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

KBK; kurikulum

TRANSCRIPT

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

 

PEDOMAN

PEMBELAJARAN TUNTAS

(Mastery Learning)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

2003 - 2004

Rev. Akhir

KATA PENGANTAR

 

            Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan pemerintah

Nomor 25 tahun 2000 tentang otonomi daerah telah mengatur pembagian

kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan, termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Sesuai dengan

kewenangan yang ada dan dalam rangka membantu keterlaksanaan KBK

(Kurikulum Berbasis Kompetensi), Direktorat Pendidikan Menengah Umum

(PMU) Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah perlu

menerbitkan buku tentang Pedoman Pembelajaran Tuntas. Pedoman

Pembelajaran Tuntas ini berisi tentang rambu-rambu untuk mengembangkan

pelaksanaan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di Sekolah Menengah

Umum (SMU). Penyusunan Pedoman ini termasuk langkah awal dalam

rangka pelaksanaan KBK yang Insya Allah akan diluncurkan secara nasional

pada tahun 2004.

            Pedoman ini telah divalidasi oleh guru dan pihak-pihak terkait di

sejumlah propinsi di Indonesia guna mengetahui tingkat keterbacaan dan

keterlaksanaan penggunaannya. Direktorat PMU menyadari bahwa pedoman

ini masih dalam taraf pengembangan. Karena itu sangat terbuka untuk

perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu kritik dan saran dari manapun

asalnya akan sangat diharapkan. Pedoman ini dapat terwujud berkat

kerjasama yang baik antara Direktorat pendidikan Menengah Umum dan

Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

            Akhirnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam

penyusunan pedoman ini disampaikan terima kasih yang tak terhingga.

 

Jakarta, Oktober 2003 

Penyusun

 

 

 

 

DAFTAR ISI 

HALAMAN JUDUL   .........................................................................................  

i

KATA PENGANTAR   ......................................................................................

ii

DAFTAR ISI   .....................................................................................................

iii

 

I.                     LATAR BELAKANG   .......................................................................... 1

 

II.                   BELAJAR DAN MENGAJAR   ........................................................... 3

            A. Belajar   ............................................................................................. 3

B. Mengajar   ......................................................................................... 6

 

III.                  PEMBELAJARAN DALAM KBK   ..................................................... 6

A. Pengertian Pembelajaran    ............................................................ 6

B. Prinsip-prinsip Umum Pembelajaran   ........................................... 7

C. Ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi   .......................................... 10

 

IV.               PEMBELAJARAN TUNTAS (MASTERY LEARNING) DALAM KBK   12  

A. Asumsi Dasar   ................................................................................. 12

B. Perbedaana antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional                14

C. Indikator Guru Melaksanakan Pembelajaran Tuntas   ................. 17

1. Metode Pembelajaran   ............................................................... 17

2. Peran Guru   .................................................................................. 18

3. Peran Siswa   ............................................................................... 19

4. Evaluasi   ....................................................................................... 19

 

V.                 PELAKSANAAN PROGRAM REMEDIAL, PENGAYAAN DAN PERCEPATAN                   20

A. Pelaksanaan Program Remedial   ................................................. 21

B. Pelaksanaan Program Pengayaan   .............................................. 22

C. Pelaksanaan Program Percepatan   ............................................. 22

 

VI. PENUTUP     ...............................................................................................

24

DAFTAR ACUAN    ......................................................................................... 25

I. LATAR BELAKANG

Salah satu di antara masalah besar dalam bidang pendidikan di

Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan

yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar, khususnya siswa

Sekolah Menengah Atas (SMA). Masalah lain dalam bidang pendidikan di

Indonesia yang juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan

dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru (teacher centered).

Guru lebih banyak menempatkan siswa sebagai objek dan bukan sebagai

subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan kepada siswa

dalam berbagai matapelajaran, untuk mengembangkan kemampuan berpikir

holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan

quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik dalam

pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara

individual.

Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita,

umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai anak menguasai materi

pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang

tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari

sekolah. Tidak heran pula kalau mutu pendidikan secara nasional masih

rendah. Sistem persekolahan yang tidak memberikan pembelajaran sampai

tuntas ini telah menyebabkan pemborosan anggaran pendidikan.

Ada beberapa alasan mengapa Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

menjadi pilihan dalam upaya perbaikan kondisi pendidikan di tanah air ini, di

antaranya: 

(1)   potensi siswa berbeda-beda, dan potensi tersebut akan 

berkembang jika stimulusnya tepat;

(2)   mutu hasil pendidikan yang masih rendah serta mengabaikan

aspek-aspek moral, akhlak, budi pekerti, seni & olah raga, serta

life skill;

(3)   persaingan global sehingga menyebabkan siswa/anak yang

mampu akan berhasil/eksis, dan yang kurang mampu akan gagal;

(4)   persaingan pada kemampuan SDM (Sumberdaya Manusia)

produk lembaga pendidikan, serta

(5) persaingan terjadi pada lembaga pendidikan, sehingga perlu

rumusan yang jelas mengenai standar kompetensi lulusan, yang

selanjutnya standar kompetensi matapelajaran perlu dijabarkan

menjadi sejumlah kompetensi dasar.

Upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan pengembangan kurikulum

menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK) meliputi: kewenangan

pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten, serta model

sosialisasi, yang lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi

serta era yang terjadi saat ini. Upaya perbaikan dan pengembangan

kurikulum tersebut berlangsung secara bertahap dan terus-menerus, yang

mengarah pada terwujudnya azas keluwesan dalam isi kurikulum dan

pengelolaan proses belajar mengajar dalam rangka pengembangan kegiatan

intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Pendekatan pembelajaran

dalam KBK diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan siswa

dalam mengelola perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan

kondisi masing-masing. Dengan demikian proses belajar lebih mengacu

kepada bagaimana siswa belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari.

Sesuai dengan cita-cita dan harapan dari tujuan pendidikan nasional,

guru perlu memiliki beberapa prinsip mengajar yang mengacu pada

peningkatan kemampuan internal siswa di dalam merangsang strategi

pembelajaran ataupun melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi

internal itu misalnya dengan menerapkan jenis-jenis strategi pembelajaran

yang memungkinkan siswa mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh

dan kontekstual. Karena itu bila kita berbicara tentang rendahnya daya serap

atau prestasi belajar, atau belum terwujudnya keterampilan proses dan

pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa, maka sebenarnya

inti persoalannya adalah pada masalah "ketuntasan belajar" yakni

pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap

kompetensi atau unit bahan ajaran secara perorangan.

Masalah ketuntasan dalam belajar merupakan masalah yang penting,

sebab menyangkut masa depan siswa, lebih-lebih bagi mereka yang

mengalami kesulitan belajar. Pendekatan pembelajaran tuntas adalah salah

satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi siswa

mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu. Dengan

menempatkan pembelajaran tuntas sebagai salah satu prinsip utama dalam

mendukung pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), maka

berarti pembelajaran tuntas ini merupakan sesuatu yang harus dipahami dan

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh warga sekolah. Pada

kenyataannya pembelajaran tuntas ini belum banyak dilaksanakan di sekolah,

dan masih banyak sekolah yang melaksanakan pembelajarannya secara

konvensional. Untuk itu perlu adanya pedoman yang memberikan arah serta

petunjuk bagi guru dan warga sekolah tentang bagaimana pembelajaran

tuntas (mastery learning) seharusnya dilaksanakan.

 

II. BELAJAR DAN MENGAJAR

A. Belajar

Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang mengharapkan

perubahan tingkah laku (behavioral change) pada individu yang belajar.

Perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena usaha individu yang

bersangkutan. Belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: bahan

yang dipelajari, faktor instrumental, lingkungan, dan kondisi individual si

pelajar. Faktor-faktor tersebut diatur sedemikian rupa, agar mempunyai

pengaruh yang membantu tercapainya kompetensi secara optimal.

Proses belajar yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan

pendidikan dan pembelajaran merupakan proses yang komplek dan

senantiasa berlangsung dalam berbagai situasi dan kondisi. Percival dan

Ellington (1984) menggambarkan model sistem pendidikan dalam proses

belajar yang berbentuk kotak hitam (black box). Masukan (input) untuk

sistem pendidikan atau sistem belajar terdiri dari orang, informasi, dan

sumber lainnya. Keluaran (output) terdiri dari orang/siswa dengan

penampilan yang lebih maju dalam berbagai aspek. Sedangkan di antara

masukan dan keluaran terdapat “black box"  yang berupa proses belajar

atau pendidikan.

Pada  dasarnya,  belajar merupakan masalah  bagi setiap  orang.

Dengan belajar  maka  pengetahuan,  keterampilan,  kebiasaan, nilai,

sikap, tingkah laku dan semua perbuatan manusia terbentuk, disesuaikan

dan dikembangkan. Dari berbagai pandangan para  ahli yang  mencoba

memberikan definisi belajar dapat diambil kesimpulan  bahwa belajar

selalu melibatkan  tiga  hal  pokok yaitu: adanya perubahan tingkah laku,

sifat perubahannya relatif  permanen serta perubahan tersebut disebabkan

oleh interaksi  dengan lingkungan, bukan  oleh  proses kedewasaan

ataupun perubahan-perubahan kondisi fisik yang temporer sifatnya. Oleh

karena itu pada prinsipnya belajar adalah  proses perubahan tingkah laku

sebagai akibat dari  interaksi  antara siswa dengan sumber-sumber atau

objek belajar, baik yang  secara sengaja dirancang (by design) maupun

yang tidak secara sengaja dirancang namun dimanfaatkan (by utilization).

Proses belajar tidak hanya  terjadi karena adanya interaksi antara siswa

dengan guru. Hasil  belajar yang maksimal dapat pula diperoleh lewat

interaksi  antara siswa dengan sumber-sumber belajar lainnya.

Perolehan belajar,  di  samping penguasaan materi pembelajaran

itu sendiri, dapat juga berupa kemampuan-kemampuan lain. Dari

pengalaman belajar  yang dialami, seseorang dapat belajar bagaimana

caranya belajar.

Aktivitas belajar sangat berkaitan dengan fungsi otak  manusia.

Sebagai organisme hidup, manusia merupakan suatu organisasi biologik

yang dalam ujud strukturalnya terjadi  secara genetik. Namun dalam

perkembangan dan  cara  berfungsinya, otak manusia sangat dipengaruhi

oleh hasil interaksinya dengan objek belajar atau lingkungan.

Konsekuensi dari berfungsinya organisasi biologik itu adalah  inteligensi

(kecerdasan) yang bersumber dari otak manusia. Meskipun  pada waktu

anak manusia dilahirkan ia tidak  memiliki  ide atau konsep,  namun

konstitusinya  memungkinkan untuk bereaksi terhadap lingkungan melalui

saluran  pengalaman yang  dibawa sejak lahir (uncoscious awareness)

(Conny  Semiawan,  1988). Pada tahap awal perkembangan otak siswa,

reaksi-reaksi berjalan secara refleks, namun selanjutnya akan menjadi

suatu organisasi mental yang semakin mantap dan terstruktur.

Belahan otak manusia terbagi menjadi dua, kiri dan kanan. Tugas,

fungsi dan ciri setiap belahan otak adalah khusus  dan membuat reaksi

secara  berbeda terhadap berbagai  jenis pengalaman belajar.

Keterlibatan otak sebelah kanan lebih tertuju  pada variabel keseluruhan,

holistik (utuh), imaginatif, sedangkan  belahan otak sebelah kiri lebih

berfungsi untuk mengembangkan berfikir rasional,  linear dan teratur.

Emosi, terletak  dalam  ke  dua belahan otak  dan memberi warna  tertentu

terhadap kejadian belajar yang dialami oleh seseorang. Bila

keseimbangan berfungsinya kondisi  otak terjaga, dengan melibatkan

emosi,  maka terjadilah belajar kreatif.

Untuk memberikan landasan akademik/filosofis terhadap

pelaksanaan pembelajaran khususnya pada jenjang SMU, maka perlu

dikemukakan sejumlah pandangan dari para ahli pendidikan serta

pembelajaran. Ada tiga pakar pendidikan yang teori serta pandangannya

bisa digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan dan

mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yaitu John

Dewey, Vygotsky, dan Ausubel. Menurut  Dewey (2001), tugas sekolah

adalah memberi  pengalaman belajar yang tepat bagi siswa. Selanjutnya

ditegaskan bahwa  tugas guru adalah membantu siswa menjalin

pengalaman belajar yang satu dengan yang lain, termasuk yang baru

dengan yang lama. Pengalaman belajar baru melalui pengalaman belajar

yang lama akan melekat pada struktur kognitif siswa dan menjadi

pengetahuan baru bagi siswa. 

Menurut Vygotsky  (2001), terdapat hubungan yang erat antara

pengalaman sehari-hari dengan konsep keilmuan (scientific), tetapi ada

perbedaan secara kualitatif antara berpikir kompleks dan berpikir

konseptual. Berpikir kompleks didasarkan atas kategorisasi objek

berdasarkan suatu situasi, sedangkan berpikir konseptual berbasis pada

pengertian yang lebih abstrak.  Ia menegaskan bahwa pengembangan

kemampuan menganalisis, membuat hipotesis, dan menguji pengalaman

sehari-hari pada dasarnya terpisah dari pengalaman sehari-hari.

Kemampuan ini tidak ditentukan oleh  pengalaman sehari-hari saja, tetapi

lebih tergantung pada tipe spesifik interaksi sosial. 

 Menurut Ausubel (1969), pengalaman belajar baru akan masuk ke

dalam memori jangka panjang dan akan menjadi pengetahuan baru

apabila memiliki makna. Pengalaman belajar adalah interakasi antara

subjek belajar dengan objek belajar, misalnya siswa mengerjakan tugas

membaca, melakukan pemecahan masalah, mengamati suatu gejala,

peristiwa,  percobaan, dan sejenisnya.   Agar pengalaman belajar yang

baru menjadi pengetahuan baru,  semua  konsep dalam matapelajaran

diusahakan memiliki nilai terapan di lapangan.

 

B. Mengajar

      Joyce, Weil & Showers (1992) menyatakan bahwa mengajar

(teaching) pada hakikatnya adalah membantu siswa memperoleh

informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk

mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Hasil

akhir atau hasil jangka panjang dari proses mengajar adalah kemampuan

siswa yang tinggi untuk dapat belajar dengan mudah dan efektif di masa

mendatang. Tujuan utama dari kegiatan mengajar adalah pada siswa yang

belajar. Dengan demikian hakikat mengajar adalah memfasilitasi siswa

agar mereka mendapatkan kemudahan dalam belajar

 

 

III. PEMBELAJARAN DALAM KBK

A. Pengertian Pembelajaran

Istilah  pembelajaran merupakan padanan dari  kata   dalam bahasa

Inggris instruction, yang berarti  proses  membuat orang  belajar.

Tujuannya ialah membantu orang  belajar,  atau memanipulasi

(merekayasa) lingkungan sehingga memberi kemudahan bagi  orang yang

belajar. Gagne dan Briggs (1979) mendefinisikan  pembelajaran sebagai

suatu rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi, dsb.) yang secara

sengaja dirancang untuk mempengaruhi siswa (pembelajar),  sehingga

proses  belajarnya  dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran

bukan hanya terbatas pada kejadian yang dilakukan oleh guru saja,

melainkan mencakup  semua  kejadian maupun kegiatan yang mungkin

mempunyai pengaruh langsung pada proses  belajar manusia.

Pembelajaran mencakup pula kejadian-kejadian yang dimuat dalam bahan-

bahan cetak, gambar, program radio,  televisi, film,  slide,  maupun

kombinasi  dari  bahan-bahan  tersebut. Bahkan saat ini pemanfaatan

berbagai perangkat elektronik, yang berupa program-program komputer

untuk pembelajaran, atau dikenal dengan e-learning (electronic-learning)

seperti: CAI (Computer Assisted Instruction) atau CAL (Computer Assisted

Learning), belajar lewat internet, SIG (Sistem Informasi Geografis)

pendidikan, web-site sekolah, dll.,  sudah banyak digunakan dalam

pembelajaran. Dengan  demikian, sesuai dengan perkembangan di bidang

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), fungsi pembelajaran bukan

hanya  fungsi  guru, melainkan juga fungsi pemanfaatan sumber-sumber

belajar  lain yang digunakan oleh pembelajar untuk belajar sendiri.

Pada umumnya orang berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran

adalah penerapan prinsip serta teori belajar.  Oleh karena itu bila

seseorang telah tahu bagaimana sebenarnya orang belajar,  maka

pembelajaran akan berusaha merumuskan cara-cara yang terbaik

untuk membuat orang belajar.

 

B. Prinsip-Prinsip Umum Pembelajaran

       Teknologi pembelajaran dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang

diambil dari teori psikologi, terutama teori belajar dan hasil-hasil penelitian

dalam kegiatan pembelajaran. Atwi Suparman (1997) yang mengutip

pendapat Filbeck mengelompokkan prinsip-prinsip yang digunakan dalam

pembelajaran menjadi 12 macam, yaitu:

 

1. Prinsip: Respon yang berakibat menyenangkan pembelajar

Implikasi:

     Perlunya umpan balik positif dengan segera

     keharusan pembelajar untuk aktif membuat respons

     perlunya pemberian latihan (exercise) dan tes

 

2. Prinsip: Kondisi atau tanda untuk menciptakan perilaku tertentu

Implikasi:

     perlunya kejelasan mengenai standar kompetensi maupun

kompetensi dasar.

     penggunaan variasi metode dan media

 

3. Prinsip: Pemberian akibat yang menyenangkan

Implikasi:

     pemberian isi/materi pokok yang berguna

     imbalan dan penghargaan terhadap keberhasilan pembelajar

     seringnya pemberian latihan dan tes

 

4. Prinsip: Transfer pada situasi lain

Implikasi:

     pemberian kegiatan belajar yang mirip dengan kondisi dunia nyata

     pemberian contoh-contoh riil/nyata

     penggunaan variasi metode dan media

 

5. Prinsip: Generalisasi dan pembedaan sebagai dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks

Implikasi:

     perlunya keseimbangan dalam memberikan contoh (baik-buruk,

positif-negatif, ganjil-genap, konkrit-abstrak, dsb.)

 

6. Prinsip: Pengaruh status mental terhadap perhatian dan ketekunan

Implikasi:

     perlunya menarik/memusatkan perhatian pembelajar

 

7. Prinsip: Membagi kegiatan ke dalam langkah-langkah kecil

Implikasi:

      Penggunaan buku teks terprogram (programmed texts atau

programmed instructions)

       Pemenggalan kegiatan menjadi kecil-kecil, disertai latihan dan

umpan balik

 

8. Prinsip: Pemodelan bagi materi yang kompleks

Implikasi:

       penggunaan metode dan media yang dapat menggambarkan model

(simplifikasi) dari benda/kegiatan nyata.

 

9. Prinsip: Keterampilan tingkat tinggi terbentuk dari keterampilan-keterampilan dasar

Implikasi:

       Standar kompetensi maupun kompetensi dasar hendaknya

dirumuskan seoperasional mungkin dan diturunkan/dijabarkan

melalui analisis instruksional

 

10. Prinsip: Pemberian informasi tentang perkembangan kemampuan pembelajar

Implikasi:

       urutan pembelajaran dimulai dari yang sederhana bertahap menuju

ke yang makin kompleks (the widening horizons or expanding

community)

       kemajuan harus diinformasikan

 

11. Prinsip: Variasi dalam kecepatan belajar

Implikasi:

     pentingnya penguasaan materi prasyarat

     kesempatan untuk maju menurut kecepatan masing-masing

 

12. Prinsip: Persiapan/kesiapan

Implikasi:

       pemberian kebebasan kepada pembelajar untuk memilih waktu,

cara dan sumber belajar lain.

 

C. Ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi

Sebagai sebuah konsep, sekaligus sebagai sebuah program,

Kurikulum Berbasis Kompetensi menurut  Siskandar (2003) memiliki ciri-

ciri:

1.      menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara

individual maupun klasikal;

2.      berorientasi pada hasil dan keberagaman;

3.      penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan

metode yang bervariasi;

4.      sumber belajar bukan hanya guru tetapi  sumber belajar lainnya yang

memenuhi unsur edukatif;

5.      penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya

penguasaan suatu kompetensi.

 

Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang berbasis

kompetensi adalah menempatkan siswa sebagai subjek didik, yakni lebih

banyak mengikutsertakan siswa dalam proses pembelajaran. Pendekatan

ini bertolak dari anggapan bahwa siswa memiliki potensi untuk berpikir

sendiri, dan potensi tersebut hanya dapat diwujudkan apabila mereka

diberi banyak kesempatan untuk berpikir sendiri.  Oleh karena itu maka

guru tidak boleh lagi dipandang sebagai "orang yang paling tahu

segalanya”, melainkan lebih berperan sebagai fasilitator terjadinya proses

belajar pada individu siswa, dan siswa tentunya juga harus secara terus

menerus berusaha menyempurnakan diri sehingga dari waktu ke waktu

makin meningkat kemampuannya. Oleh karena itu pemilihan metode

pembelajaran yang memberi peluang kepada peserta didik untuk aktif dan

kreatif di dalam kegiatan pembelajaran, merupakan langkah awal yang

utama menuju keberhasilan mencapai kompetensi yang telah ditentukan.

Di samping itu mengingat bahwa penilaian dalam KBK menekankan baik

proses maupun hasil belajar, maka keterampilan proses perlu betul-betul

digiatkan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.

Kemampuan-kemampuan         atau keterampilan-keterampilan

proses yang mendasar untuk pembelajaran dalam  KBK ini antara lain

adalah kemampuan atau keterampilan dalam:

1.      mengobservasi/mengadakan pengamatan

2.      menghitung

3.      mengukur

4.      mengklasifikasi

5.      mencari hubungan ruang/waktu

6.      membuat hipotesis

7.      merencanakan penelitian/eksperimen

8.      mengendalikan variabel

9.      menginterpretasi atau menafsirkan data

10. menyusun kesimpulan sementara (inferensi)

11. meramalkan (memprediksi)

12. menerapkan (mengaplikasi)

13. mengkomunikasikan

 

Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses

perolehan, anak akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri

fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan

nilai yang dituju. Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam pembelajaran

seperti ini akan menciptakan kondisi belajar yang mampu mengaktifkan

siswa secara optimal.

      Berdasarkan uraian di atas maka pendekatan dalam pengembangan

KBK harus dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut:

a.     Orientasi pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome

oriented)

b.     Bertolak dari Kompetensi Tamatan/Lulusan

c.      Berbasis pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

d.     Pengembangan kurikulum yang menghargai perbedeaan-

perbedaan (berdiferensiasi)

e.     Utuh dan menyeluruh (holistik)

f.        Menerapkan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning)

 

 

IV. PEMBELAJARAN TUNTAS (MASTERY-LEARNING) DALAM

KBK

A. Asumsi Dasar

Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah anak didik

mencapai kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (yakni dalam

pemilihan metode mengajar) maupun bagi siswa (dalam memilih strategi

belajar). Dengan demikian makin baik metode, akan makin efektif pula

pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982).  Metode

pembelajaran merupakan penjabaran dari pendekatan, dan

diimplementasikan oleh teknik pembelajaran. Langkah metode 

pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama, yang berakhir pada

semakin meningkatnya prestasi belajar siswa. Pembelajaran tuntas

(mastery learning) dalam KBK dimaksudkan adalah pendekatan dalam

pembelajaran yang mempersyaratkan  siswa menguasai secara tuntas

seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar matapelajaran

tertentu.

Dalam model yang paling sederhana, Carroll mengemukakan

bahwa jika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan

untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan

waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai

tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika siswa tidak diberi cukup waktu

atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh,

maka tingkat penguasaan kompetensi siswa tersebut oleh Block (1971)

dapat dinyatakan sebagai berikut :

 

                                            time actually spent

Degree of learning = f    -----------------------

 time needed

 

Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi

(degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-

benar digunakan (time actually spent) untuk belajar dibagi dengan waktu

yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.

Dalam pembelajaran konvensional, di mana bakat (aptitude) siswa

tersebar secara normal, dan kepada mereka diberikan pembelajaran yang

sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar,

maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam

hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat

penguasaan adalah tinggi. Secara skematis konsep tentang prestasi

belajar sebagai dampak pembelajaran dengan pendekatan konvensional

dapat digambarkan sebagai berikut :

 

Pembelajaran Konvensional

 

 

normal                                                          normal

        ----------------------------------                           ----------------------------------

   bakat                                                           prestasi

 

Sebaliknya apabila siswa-siswa sehubungan dengan bakatnya

tersebar secara normal, dan kepada mereka diberi kesempatan belajar

yang sama untuk setiap siswa, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda

dalam kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa siswa

yang dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini

hubungan antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.

Secara skematis konsep prestasi belajar sebagai dampak pembelajaran

dengan pendekatan pembelajaran tuntas, dapat digambarkan sebagai

berikut :

Pembelajaran Tuntas

 

                            normal                                                        condong

          -----------------------------------                        -------------------------------

    bakat                                                        prestasi

 

Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan

dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas tidak lain

adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan

memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta

perhatian khusus bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai standar

kompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, maka dapat

dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran tuntas adalah :

1.     Kompetensi yang harus dicapai siswa dirumuskan dengan urutan

yang hierarkhis,

2.     Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan

setiap kompetensi harus diberikan feedback,

3.     Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan di mana

diperlukan,

4.     Pemberian program pengayaan bagi siswa yang mencapai

ketuntasan belajar lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003)

 

 

B.  Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

 

      Pembelajaran tuntas yang dimaksudkan dalam pelaksanaan KBK

adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara

individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk

mengurangi kegagalan siswa dalam belajar, strategi belajar tuntas

menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar

ditujukan kepada sekelompok siswa (kelas), tetapi mengakui dan melayani

perbedaan-perbedaan perorangan siswa sedemikiah rupa, sehingga

dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya

potensi masing-masing siswa secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar

tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap

perbedaan individual masing-masing siswa.

Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap

perbedaan individu, maka pembelajaran harus menggunakan strategi

pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress).

Untuk itu pendekatan sistem, yang merupakan salah satu prinsip dasar

dalam teknologi pembelajaran, harus benar-benar dapat

diimplementasikan. Salah satu caranya adalah, standar kompetensi dan

kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran

dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units), di mana siswa

belajar selangkah demi selangkah dan baru boleh beranjak mempelajari

kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai suatu/sejumlah

kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini

ditentukan bahwa seorang siswa yang mempelajari unit satuan

pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran

berikutnya jika siswa  yang bersangkutan misalnya telah menguasai

sekurang-kurangnya 75 % dari kompetensi dasar yang  ditetapkan.

Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan

sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa

dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang

memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).

Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa

perbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran

konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui azas-

azas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada

umumnya tidak/kurang  memperhatikan ketuntasan belajar khususnya

ketuntasan siswa secara individual.

Secara kualitatif perbandingan ke dua pola tersebut dapat dicermati

pada Tabel  di halaman berikut:

 

 

Perbandingan Kualitatif Antara Pembelajaran Tuntas Dengan Pembelajaran Konvensional

 

Langkah Aspek Pembeda Pembelajaran TuntasPembelajaran Konvensional

 A. Persiapan

 1. Tingkat ketuntasan

 Diukur dari performance siswa dalam setiap unit (satuan kompetensi atau kemampuan dasar. Setiap siswa harus mencapai nilai 75

 Diukur dari performance siswa yang dilakukan secara acak

2. Satuan  Acara Pembelajaran

Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan kepada siswa

Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan hanya dipakai sebagai pedoman guru

3. Pandangan terhadap kemampuan siswa saat memasuki satuan pembelajaran tertentu

 

Kemampuan hampir sama, namun tetap ada variasi

Kemampuan siswa dianggap sama

 B. Pelaksanaan

pembelajaran

 

4. Bentuk pembelajaran dalam satu unit kompetensi atau kemampuan dasar

 

 Dilaksanakan melalui pendekatan klasikal, kelompok dan individual

 Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal

5. Cara pembelajaran dalam setiap standar kompetensi atau kompetensi dasar

Pembelajaran dilakukan melalui penjelasan guru (lecture), membaca secara mandiri dan terkontrol, berdiskusi, dan belajar secara individual 

Dilakukan melalui mendengarkan (lecture), tanya jawab, dan membaca (tidak terkontrol)

Langkah Aspek Pembeda Pembelajaran TuntasPembelajaran Konvensional

   6. Orientasi

pembelajaran

 Pada terminal performance siswa (kompetensi atau kemampuan dasar) secara individual

 Pada bahan pembelajaran

7. Peranan guru Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa secara individual

Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh siswa dalam kelas

8. Fokus kegiatan pembelajaran

Ditujukan kepada masing-masing siswa secara individual

Ditujukan kepada siswa dengan kemampuan menengah

9. Penentuan keputusan mengenai satuan pembelajaran

 

Ditentukan oleh siswa dengan bantuan guru

Ditentukan sepenuhnya oleh guru

 C. Umpan Balik

 10. Instrumen umpan

balik

 Menggunakan berbagai jenis serta bentuk tagihan secara berkelanjutan

 Lebih mengandalkan pada penggunaan tes objektif untuk penggalan waktu tertentu

11. Cara membantu siswa

Menggunakan sistem tutor dalam diskusi kelompok (small-group learning activities) dan tutor yang dilakukan secara individual  

Dilakukan oleh guru dalam bentuk tanya jawab secara klasikal

 

 

C. Indikator guru melaksanakan Pembelajaran Tuntas

 

1. Metode Pembelajaran

Pembelajaran tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik/

preskriptif. Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut

pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan

kepada sekelompok siswa (kelas), tetapi juga mengakui dan memberikan

layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual siswa sedemikian

rupa, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi

masing-masing siswa secara optimal.

Adapun langkah-langkah besarnya adalah :

a.     mengidentifikasi prasarat (prerequisit), 

b.     membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian

kompetensi,

c.      mengukur pencapaian kompetensi siswa

Metode pembelajaran yang sangat ditekankan dalam pembelajaran

tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau

sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai

jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas

atau kelompok. Pendekatan-pendekatan alternatif tambahan harus

digunakan untuk mengakomodasi perbedaan gaya belajar siswa.

            Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan

tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang,

pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran

berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)

 

2. Peran Guru

Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung

jawab guru dalam mendorong keberhasilan siswa secara individual.

Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of

Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih

menekankan pada interaksi antara siswa dengan materi/objek belajar.

Peran guru harus intensif dalan hal-hal berikut:

a.      Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-

satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan

pengetahuan prasyaratnya.

b.          Menata indikator berdasarkan cakupan serta urutan unit

c.          Menyajikan materi dalam bentuk yang bervariasi

d.          Memonitor seluruh pekerjaan siswa

e.          Menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi

(kognitif, psikomotor, dan afektif)

f.            Menggunakan teknik diagnostik

g.          Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa

yang mengalami kesulitan

 

 

3. Peran Siswa

KBK sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran siswa sebagai

subjek didik. Fokus program sekolah bukan pada `Guru dan yang akan

dikerjakannya’ melainkan pada `Siswa dan yang akan dikerjakannya’.

Oleh karena itu dalam KBK yang menganut pendekatan pembelajaran

tuntas, siswa lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang

diperlukan. Artinya siswa diberikan kebebasan dalam menetapkan 

kecepatan pencapaian kompetensi. Kemajuan siswa sangat tertumpu

pada usaha serta ketekunan siswa secara individual.

 

4. Evaluasi

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KBK ditetapkan

dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced) pada setiap

kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm

referenced). Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleg

guru, misalnya apakah siswa harus mencapai nilai 75, 65, 55, atau sampai

nilai berapa seseorang siswa dinyatakatan mencapai ketuntasan dalam

belajar.

Asumsi dasarnya adalah:

a.     bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang

diperlukan berbeda,

b.     standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi tersebut

adalah lulus dan tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003)

Sedangkan sistem evaluasinya menggunakan ujian berkelanjutan,

yang ciri-cirinya adalah:

a.     Ujian dengan sistem blok (kesatuan KD)

b.     Tiap blok terdiri dari satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)

c.      Hasil ujian dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial,

program pengayaan, dan program percepatan.

d.     Ujian mencakup aspek kognitif dan psikomotor

e.     Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti:

pengamatan, kuesioner, dsb.

 

Sistem penilaian dalam KBK mencakup: jenis tagihan serta bentuk

instrumen / soal. Dalam pembelajaran tuntas tes-tes diusahakan disusun

dalam sub-sub KD sebagai alat diagnosis terhadap program

pembelajaran. Dengan menggunakan tes-tes diagnostik yang dirancang

secara baik, siswa dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tes-nya,

termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera.

Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar, meskipun

umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75-persen) namun batas

ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh

sekolah atau daerah, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam

penentuan batas ketuntasan untuk setiap KD maupun pada setiap sekolah

maupun daerah.

 

 

V.   PELAKSANAAN PROGRAM REMEDIAL, PENGAYAAN DAN PERCEPATAN

 

Apabila KBK ini sudah dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan

konsepnya, maka masing-masing siswa akan berpacu atau berkompetisi

dalam menyelesaikan kompetensi-kompetensi dasar yang ada menurut

kecepatan masing-masing secara alami. Mengingat kecepatan tiap-tiap

siswa dalam pencapaian KD mungkin saja tidak sama, maka dalam 

pembelajaran, mungkin sekali terjadi perbedaan kecepatan belajar antara

siswa yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam

pencapaian kompetensi. Sementara itu KBK mengharuskan pencapaian

ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi

dasar secara perorangan. Dengan kata lain, KBK harus menerapkan

prinsip ketuntasan belajar. Implikasi dari prinsip tersebut adalah bahwa

dalam KBK juga mengharuskan dilaksanakannya program-program

remedial, pengayaan dan percepatan sebagai bagian tak terpisahkan dari

penerapan sistem pembelajaran tuntas.

 

 

A.     Pelaksanaan Program Remedial

1. Cara yang dapat ditempuh

Masalah pertama yang akan selalu timbul dalam pelaksanaan

pembelajaran tuntas adalah “bagaimana guru menangani siswa-siswa

yang lamban atau mengalami kesulitan dalam menguasai KD tertentu”.

Ada 2 cara yang dapat ditempuh yaitu:

a.      Pemberian bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa

yang belum atau mengalami kesulitan dalam penguasaan KD

tertentu. Cara ini merupakan cara yang mudah dan sederhana

untuk dilakukan karena merupakan implikasi dari peran guru

sebagai “tutor”

b.      Pemberian tugas-tugas atau perlakuan (treatment) secara khusus,

yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran

regular.

Adapun bentuk penyedernahaan itu dapat dilakukan guru antara

lain melalui:

1). Penyederhanaan isi/materi pembelajaran untuk KD tertentu

2). Penyederhanaan cara penyajian (misalnya: menggunakan

gambar, model, skema, grafik, memberikan rangkuman yang

sederhana, dll.)

3). Penyederhanaan soal/pertanyaan yang diberikan.

 

2. Materi dan waktu pelaksanaan program remedial:

a.      Program remedial diberikan hanya pada KD-KD yang belum

dikuasai

b.      Program remedial dilaksanakan pada:

1). Setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu

2). Setelah mengikuti tes/ujian Blok atau sejumlah KD dalam satu

kesatuan

3). Setelah mengikuti tes/ujian KD atau blok terakhir. Khusus untuk

remedi terakhir ini hanya diberlakukan untuk KD atau blok

terakhir dari KD atau blok-blok yang ada pada semester

tertentu.

 

 

 

B.     Pelaksanaan Program Pengayaan

1. Cara yang ditempuh

Kondisi yang sebaliknya dari program remedial, dalam kelas yang

menerapkan pembelajaran tuntas adalah akan selalu ada siswa-siswa

yang lebih cepat menguasai kompetensi yang ditetapkan. Siswa-siswa

inipun tidak boleh diterlantarkan. Mereka perlu mendapatkan tambahan

pengetahuan maupun keterampilan sesuai dengan kapasitasnya,

melalui program pengayaan.

Adapun cara yang dapat ditempuh di antaranya adalah:

a.     Pemberian bacaan tambahan atau berdiskusi yang bertujuan

memperluas wawasan bagi KD tertentu

b.     Pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model,

grafik, bacaan/paragraf, dll.

c.      Memberikan soal-soal latihan tambahan yang bersifat

pengayaan

d.     Membantu guru membimbing teman-temannya yang belum

mencapai ketuntasan.

 

2. Materi dan waktu pelaksanaan program pengayaan

a.    Program pengayaan diberikan sesuai dengan KD-KD yang

dipelajari

b.    Waktu pelaksanaan program pengayaan adalah:

1). Setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu

2). Setelah mengikuti tes/ujian blok atau kesatuan KD tertentu

3). Setelah mengikuti tes/ujian KD atau blok terakhir pada semester

tertentu. Khusus untuk program pengayaan yang dilaksanakan

pada akhir semester ini materinya juga hanya yang berkaitan

dengan KD-KD yang terkait dengan blok terakhir dari blok-blok

yang ada pada semester tertentu.

 

C.    Pelaksanaan Program Percepatan

Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran tuntas juga

memungkinkan adanya siswa-siswa yang luar biasa cerdas dan mampu

menyelesaikan KD-KD jauh lebih cepat dengan nilai yang amat baik pula

(>85). Siswa-siswa dengan kecerdasan luar biasa ini memiliki karakteristik

khusus yaitu tidak banyak memerlukan bantuan berupa program-program

remedial maupun pengayaan, sebab mungkin justru akan mengganggu

optimalisasi belajarnya. Bentuk layanan terbaik yang seharusnya diberikan

adalah berupa program percepatan (akselerasi) secara alami dan bukan

dalam bentuk kelas akselerasi. Siswa-siswa yang dapat menguasai

kompetensi dasar tertentu atau mencapai ketuntasan secara cepat

dengan nilai >85 sebaiknya tidak perlu diberikan pengayaan, tetapi

langsung dipersilahkan untuk mempelajari KD berikutnya. Dengan cara

seperti itu mereka mungkin akan menyelesaikan belajarnya lebih cepat

dari teman-temannya. Agar supaya program percepatan secara alami

dapat terlaksana dengan baik, maka program-program pembelajaran perlu

dikemas dalam satuan-satuan, dan disiapkan dengan cermat serta rinci,

dalam bentuk modul-modul atau paket-paket pembelajaran. Tanpa modul

atau paket-paket pembelajaran yang terprogram dengan baik, program

percepatan tentu sulit untuk dilakukan.

      Secara skematis ke tiga bentuk layanan tersebut (remedial,

pengayaan dan percepatan) dapat digambarkan sebagai berikut:

 

 

KD1

Tes KD1

Mencapai Ketuntasan

Belum Mencapai Ketuntasan

75-85

Pengayaan

>85

Remedi

KD2

KD3

Mencapai Ketuntasan

Dst

Percepatan

 

 

 

VI.    PENUTUP

 

Secara alami manusia memang diciptakan dalam keberagaman

(variabilitas). Masing-masing siswa memiliki keterbatasan-keterbatasan

sehubungan dengan kemampuan yang dimiliki, termasuk kemampuan

akademik maupun minatnya. Guru hendaknya memahami bahwa perbedaan

dalam kemampuan tersebut memerlukan bentuk-bentuk perlakuan yanag

berbeda dalam belajar, di samping perlakuan-perlakuan yang kolektif sifatnya.

Jika guru menginginkan pembelajarannya berhasil membawa siswa-siswanya

menuju ketuntasan pencapaian kompetensi secara optimal, maka kiranya

upaya-upaya memfasilitasi siswa dengan aneka ragam cara baik remedi,

pengayaan maupun percepatan mutlak harus dilakukan.

Memang berat rasanya tugas guru untuk dapat melaksanakan

pembelajaran tuntas ini dengan sempurna. Namun dengan menyadari bahwa

tugas seorang guru adalah tugas nan mulia, Insya Allah semua dapat

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Awal dari sebuah pembaharuan

memang terasa sulit, namun harus dimulai. Dan pada saatnya jika tugas yang

dirasa berat itu sudah biasa dilakukan, tentu akan terasa ringan.

DAFTAR ACUAN

 

Atwi Suparman (2001). Desain instruksional: Program pengembangan ketrampilan dasar teknik instruksional (PEKERTI) untuk dosen muda. Jakarta: UT, PPAI-PAU.

 

Block, James H. (1971) Mastery learning : Theory and practice. New York : Holt, Rinehart and Winston, Inc.

 

Conny Semiawan . dkk. (1985). Pendekatan keterampilan proses, Jakarta:PT Gramedia

 

Gagne, Robert M. and Leslie J. Briggs. (1979). Principles of instructional design. New York : Rinehart and' Winston

 

Gentile, J.Ronald & James P. Lalley (2003). Standard and mastery learning. Thousand Oaks, California: Corwin Press, Inc.

 

Joyce, Bruce, Marsha Weil, and Beverly Showers (1992). Models of teaching. Boston: Allyn and Bacon

 

Kindsvatter, Richard, William Wilen & Margaret Ishler (1996). Dynamics of effective teaching. New York: Longman Publishers USA

 

Siskandar (2003). Teknologi pembelajaran dalam kurikulum berbasis kompetensi. Makalah disajikan pada seminar nasional teknologi pembelajaran pada tanggal 22 – 23 Agustus 2003, di Yogyakarta.

 

Winarno Surakhmad. (1982). Pengantar interaksi mengajar belajar: dasar dan teknik metodologi pengajaran,  Bandung : Penerbit Tarsito