komodifikasi - repositori.unud.ac.id file3 pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama...

12
1

Upload: hahanh

Post on 17-Aug-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

1

Page 2: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

2

KOMODIFIKASI BALE SAKARORAS: Studi Perubahan Arsitektur Tradisional Bali dalam Industri Pariwisata

Oleh

Dr. Ir. Tjok. Oka Artha Ardhana Sukawati, M.Si

A. Pendahuluan

Pariwisata yang menjadi tulang punggung perekonomian Bali, kerap

dipandang sebagai penyebab perubahan sosial-budaya yang cepat dan

massif. Komodifikasi menjadi implikasi yang sulit dihindari karena industri

pariwisata cenderung memosisikan subjek dan objek wisata sebagai

komoditas. Hal ini sejalan dengan pendapat Burns (1995:31) bahwa:

“The tourist has become a symbol, a form of postmodern commodity,

which passes between countries, encouraging international money to

flow in persuit of it. The ‘gaze’ may be seen from two different views.

The tourist may be seen as a ‘commodity’ by countries bringing

economic benefits, while the tourist may ‘gaze’ upon the destination,

as a form of commodity competing with other alternative purchases

for his/her discretionary income”.

(‘Wisatawan telah menjadi bentuk simbol komoditas posmodern

yang melewati batas negara, mendorong aliran keuangan

internasional secara bebas. Pariwisata dapat dipandang dari dua

sudut pandang yang berbeda. Wisatawan dipandang sebagai

komoditas oleh suatu daerah yang mendapatkan keuntungan dari

kehadirannya, sedangkan wisatawan memandang daerah tujuan

wisata sebagai komoditas dengan harga yang kompetitif sehingga

dapat dipilih untuk dikunjungi sesuai kemampuannya’).

Wisatawan merupakan subjek utama komodifikasi. Berbagai objek

wisata dikomodifikasi untuk kepentingan wisatawan, sebaliknya wisatawan

itu sendiri adalah komoditas bagi industri pariwisata. Hubungan timbal balik

inilah yang menyebabkan komodifikasi merambah semua aspek yang

bersangkut-paut dengan kepariwisataan, baik alam maupun budaya. Dalam

konteks ini, arsitektur bangunan tradisional Bali ternyata juga tidak lepas

dari terjadinya proses komodifikasi tersebut. Salah satunya adalah bangunan

bale sakaroras sebagai unsur penting struktur rumah tinggal tradisional

Bali. Komodifikasi bale sakaroras ini nyaris terjadi pada semua wilayah

destinasi utama wisata di Bali, seperti Ubud dan Kuta.

Page 3: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

3

Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam

struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi

di sebelah timur (kangin) atau selatan (kelod) dekat dengan dapur (paon).

Bentuk denah bangunan adalah bujur sangkar dengan ukuran sekitar 6 x 6

meter. Konstruksi atap limasan berpuncak satu (konstruksi payung), dengan

atap dari alang-alang. Jumlah tiang atau saka sebanyak 12 (dua belas) buah

yang berfungsi sebagai penerus beban atap ke tanah melalui jongkok asu

(sendi). Bale sakaroras mempunyai fungsi untuk sumanggen atau kegiatan

adat dan serba guna. Namun seiring terjadinya komodifikasi, bale sakaroras

pun mengalami perubahan bentuk, fungsi, dan maknanya. Atas dasar itulah,

komodifikasi bale sakaroras dibahas dalam artikel ini.

B. Pembahasan

1. Telaah Teoretik

Dalam Webster's New World Encyclopedia dijelaskan bahwa

komodifikasi berasal dari kosa kata Inggris, yakni 'commodification' dari

akar kata 'commodity', yang artinya something produced for sale (‘sesuatu

dibuat untuk dijual’). Pengertian ini berkembang pada seputaran abad XIX

seiring meluasnya pengaruh gagasan Marxis mengenai ekonomi kultural.

Dalam kerangka inilah, Lash (2004:54) merumuskan konsep komodifikasi

adalah proses sosial budaya yang menempatkan seluruh objek kultural

sebagai komoditas.

Menurut Marx, komoditas merupakan keberadaan yang memiliki

nilai tukar dan berarti mereka yang dijual ke pasar. Nilai merupakan faktor

yang ada bersama dalam hubungan pertukaran. Komodifikasi berasal dari

keinginan konsumen, tidak pada nilai guna yang konkret dan khusus dari

suatu produk, melainkan terhadap nilai tukarnya sehingga konsumen dapat

menentukan produk yang ingin dikonsumsinya karena kemampuannya

untuk membayar (Lash, 2004:55-59). Hal yang mencolok terjadi dalam

kecenderungan ini adalah tumbuhnya consumer culture di kota-kota yang

menjadi bagian dari proses ekspansi pasar. Konsumsi menjadi faktor penting

yang mengubah tatanan nilai dan tatanan simbolis (Abdullah, 2006:113).

Page 4: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

4

Komodifikasi merupakan proses sosial budaya yang dominan terjadi

pada masyarakat modern. Hal ini ditegaskan oleh dua postulat utama Marx

dan Engels tentang determinisme ekonomi dan mekanisme perubahan.

Pertama, Marx menyatakan bahwa faktor ekonomi merupakan penentu

fundamental bagi struktur dan perubahan masyarakat. Kedua, mekanisme

perubahan sosial harus dipahami dalam tiga tahap yang selalu tampak, yaitu

tesis (arfirmasi), antitesis (negasi), dan sintesis (rekonsiliasi). Dari ketiga

tahap tersebut, setiap sistem produksi dan ekonomi selalu mulai sebagai

suatu tesis, yaitu orde yang paling baik (Garna, 1992:43-44).

Singkatnya, Marx memandang bahwa bangunan dasar suatu

masyarakat dan segala perubahan sosial berpusat pada ekonomi. Dengan

demikian seluruh struktur sosial, baik itu superstruktur (ideologi, hukum,

agama, standar moral, estetika dan seni) maupun infrastruktur (standar

modal/kepemilikan dan standar industri/alat-alat produksi) seluruhnya

merupakan bangunan ekonomi kapitalis. Kapitalisme telah melahirkan

model ekonomi kultural secara meluas sehingga seluruh objek kultural

adalah komoditas. Komoditas merupakan keberadaan yang memiliki nilai

tukar, berarti bahwa mereka dijual di pasar (Lash, 2004:55).

Marx mengatakan bahwa sebelum kapitalisme objek-objek kultural

memiliki nilai guna, tetapi kapitalisme menekankan pada nilai tukarnya.

Nilai guna bersifat kualitatif, sedangkan nilai tukar bersifat kuantitatif.

Menurut Marx, komoditas memiliki empat ciri yang terdiri atas: dua ciri dari

“penawaran”, yaitu (a) nilai; dan (b) nilai guna, dan dua ciri dari

“permintaan”, yaitu (a) nilai tukar; dan (b) nilai guna bagi konsumen. Ciri

pertama menunjukkan nilai pada lingkup produksi, yaitu nilai dan nilai guna

dari keberadaan objek kultural itu sendiri. Ciri kedua bahwa objek kultural

ditempatkan pada lingkup konsumsi, yaitu nilai tukar dan nilai guna bagi

konsumen. Di sini, objek-objek kultural memiliki karakter ganda dalam

dirinya sendiri. Namun bagi Marx, ciri pokok komodifikasi adalah nilai

tukar yang direalisasikan dan berkuasa sehingga mengesampingkan ketiga

ciri yang lain (Lash, 2004:56).

Page 5: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

5

2. Industri Pariwisata dan Proses Komodifikasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005:431)

dijelaskan bahwa industri pariwisata adalah usaha di bidang pariwisata

seperti, hotel, restoran, biro perjalanan, dan toko seni (artshop). Industri,

pariwisata sengaja dikelola dan dikembangkan untuk tujuan meningkatkan

pendapatan daerah, maupun peningkatan perekonomian masyarakat. Konsep

ini menegaskan bahwa industri pariwisata memang berorientasi pada

perolehan keuntungan (profit oriented).

Industri pariwisata menjadi primadona pembangunan perekonomian

Bali, bahkan sebagai tulang punggungnya. Bali mengembangkan konsep

pariwisata budaya (culture tourism) karena kebudayaan adalah modal dasar

Bali yang berfungsi secara normatif dan operasional. Secara normatif bahwa

peranan kebudayaan diharapkan mampu dan potensial dalam memberikan

identitas, pegangan dasar, pola pengendalian sehingga keseimbangan dan

ketahanan budaya dapat diwujudkan. Sementara itu, secara operasional

kebudayaan diharapkan mampu menjadi daya tarik utama bagi peningkatan

pariwisata (Mantra, 1994:35).

Industri pariwisata memang terbukti memberikan pengaruh yang

signifikan bagi perubahan masyarakat baik secara ekonomi, sosial maupun

budaya. Hal itu menuntut perhatian lebih dari para pengambil kebijakan di

sektor pariwisata untuk mempertimbangkan kembali pola pengembangan

kawasan wisata agar masyarakat sekitar lebih dapat merasakan manfaatnya.

Dengan kata lain, kawasan wisata harus mampu membuka peluang pelibatan

aktif masyarakat sebagai subjek dalam kegiatan industri pariwisata, bukan

sekedar objek. Sekaligus menjadi catatan bahwa faktor kemanusiaan dan

entitas budaya lokal tidak boleh diabaikan. Artinya kehidupan masyarakat

tidak boleh tercerabut dari akar budayanya hanya karena adanya penekanan

segi komersial dari tourism (Taufiq, 2007).

Walaupun demikian, industri pariwisata memang bersifat paradoks

dalam dirinya sendiri. Pada satu sisi. pariwisata yang dikembangkan dengan

mempertahankan entitas budaya lokal dapat memberikan nilai tambah bagi

masyarakat. Sebaliknya, kuatnya tarikan finansial menjadikan industri

Page 6: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

6

pariwisata begitu rentan dengan terjadinya komodifikasi. Tuntutan untuk

mendapatkan nilai tukar secara material menjadi orientasi utama industri

pariwisata sehingga unsur-unsur budaya dipandang semata-mata sebagai

komoditas yang layak dilempar ke pasar. Artinya, hubungan antara industri

pariwisata dan proses komodifikasi tidak lepas dari perubahan cara pandang

(perspective) dan sudut pandang (point of view) terhadap orientasi

pengembangan pariwisata itu sendiri. Apabila pariwisata semata-mata

dipahami sebagai komoditas, maka proses komodifikasi pasti berlangsung.

3. Komodifikasi Bale Sakaroras

(a) Sekilas Arsitektur Bangunan Tradisional Bali

Menurut Windhu (1984:12) bahwa rumah orang Bali berpegang

pada ajaran yang tercantum dalam berbagai lontar seperti asta kosala-kosali,

asta bumi, widhi tattwa, dan sebagainya. Bangunan-bangunan dibentuk

sesuai dengan fungsinya menurut petunjuk lontar-lontar tersebut. Semua

unsur, seperti tata letak dan tata ruang menjadi pertimbangan utama. Secara

tradisional, arsitektur bangunan tradisional Bali mewujudkan ajaran tri hita

karana sebagai berikut: (a) Sanggah/Merajan adalah tempat suci keluarga

(parhyangan); (b) rumah tempat tinggal merupakan tempat berinteraksi

antaranggota keluarga (pawongan), sedangkan (c) natah (halaman) dan teba

(pekarangan) adalah unsur palemahan.

Lebih lanjut, Windhu (1984:14) menjelaskan bahwa ajaran tri hita

karana diterapkan dalam bangunan tradisional dapat dilihat sebagai berikut:

Bangunan tradisional benar-benar dianggap dan diperlakukan sebagai

makhluk hidup, sehingga dianggap memiliki kepala, badan, dan kaki. Atap

dengan kerangkanya sebagai kepala; kerangka tiang dan tembok sebagai

badannya, dan pondasi serta lantai bawah sebagai kaki. Sebagai makhluk

hidup ia memiliki atma, jiwa dan tenaga, maka dari itu ia perlu dihidupkan

melalui proses pangurip-urip melalui ritual keagamaan. Setelah melalui

proses itu, bangunan dianggap sudah hidup seperti makhluk lainnya. Hal ini

sangat erat hubungannya dengan konsep tri hita karana yang mendasari

hidup para undagi dan masyarakat pada umumnya.

Page 7: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

7

Sumbu orientasi bangunan tradisional Bali dibagi dua. Pertama,

menurut arah matahari terbit dan terbenam disebut sumbu kangin – kauh

(timur – barat) yang religius. Kedua, sumbu kaja – kelod (utara – selatan)

sebagai sumbu bumi, masing-masing dengan nilai utama untuk kaja dan

kangin, nilai madia di tengah dan nilai nista untuk arah kelod dan kauh.

Sumbu ke arah vertikal yaitu bhur loka (alam bawah), bhwah loka (alam

tengah) dan swah loka (alam atas) yang masing-masing dengan nilai utama,

madia, nista. Bila pembagian tiga zone ke arah kangin–kauh dan tiga zone

kearah kaja–kelod disilangkan, terjadi sembilan zone dengan nilainya

masing-masing (Windhu, 1984:18).

Ruangan dalam tembok batas pekarangan mempunyai fungsi untuk

tempat massa-massa bangunan dan di tengah-tengah untuk ruang kosong

disebut natah (halaman tengah). Fungsi natah adalah sebagai pusat orientasi

dan sirkulasi. Natah juga berfungsi untuk penempatan bangunan sementara

(sesalon) pada saat menyelenggarakan upacara agama. Ruangan di luar

tembok pekarangan berupa ruangan di depan pintu masuk pekarangan (kori)

yang disebut lebuh dan ruangan antara tembok pekarangan dengan jalan

yang disebut telajakan. Fungsi lebuh adalah sebagai ruang peralihan keluar

masuk pekarangan dan juga tempat memasang sarana upacara agama

seperti: sanggah cucuk, penjor dan sebagainya. Sedangkan telajakan

berfungsi untuk tempat tanaman hias (Windhu, 1984:19).

Bangunan arsitektur tradisional Bali umumnya memiliki ciri sebagai

berikut. (a) bangunan-bangunan arsitektur tradisional Bali terdiri dari gugus-

gugus kecil, sederhana, dan seimbang; (b) konstruksi kap (kepala bangunan)

berupa kerangka-kerangka yang terdiri dari unsur-unsur lambang, pemade,

pemucu, langit-langit, bentangan balok tarik (pamentang), menjadi satu

kesatuan yang sangat tahan terhadap goncangan. Kerangka kap diperkuat

dengan adanya usuk-usuk yang menyebar ke seluruh lambang, sineb

maupun kolong yang dijepit dengan apit-apit. Hubungan konstruksi tidak

mati (kaku/statis) sehingga dapat mengimbangi goncangan yang mungkin

terjadi. Sistem sambungan titik buhul menggunakan sistem purus dan lait

(pasak); (c) konstruksi badan bangunan terdiri dari bagian kerangka dan

Page 8: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

8

bagian dinding. Bagian kerangka berfungsi meneruskan beban atap ke

pondasi melalui tiang-tiang bangunan (saka). Sedangkan bagian dinding

berfungsi sebagai pembatas ruangan dan tidak ikut memikul beban atap.

Bangunan arsitektur tradisional Bali memakai ukuran yang sangat

spesifik, tidak memakai ukuran metrik, dengan mengambil ukuran dari

bagian-bagian tubuh manusia (biasanya diambil dari ukuran orang yang

membangun/pemilik bangunan). Macam-macam ukuran (dimensi)

tradisional Bali adalah (a) Dimensi tradisional untuk konstruksi bangunan :

nyari kacing, nyari lek, nyari lenjong, nyari tujuh, aguli madu, useran tujuh,

aguli, tri adnyana, pitung gana, catur agan kana, sigra pramana, panca

brahma sandi, sangga; (b) Dimensi tradisional untuk halaman: astha, musti,

sedema, cengkang (sakilan), lengkat, tapak, tapak ngandang; (c) Dimensi

tradisional untuk perumahan: depa alit, depa madia, depa agung, astha,

musti, tapak.; dan (d) Dimensi tradisional modul-modul dasar konstruksi :

rai, sirang, paduraksa, caping.

Rumah tempat tinggal merupakan unit-unit perumahan yang diatur

dalam kelompok-kelompok banjar sebagai unit sub lingkungan dalam

sebuah desa. Tingkatan-tingkatan kasta, status sosial serta peranannya di

masyarakat merupakan faktor yang menentukan perwujudan rumah tempat

tinggal yaitu utama, madya, nista (sederhana). Pengelompokan rumah-

rumah tempat tinggal ke dalam tingkatan utama ditinjau dari luas

pekarangan, susunan ruang, bentuk bangunan, bahan dan penyelesaiannya

(Mayun, 1985:35).

Nama rumah tempat tinggal ditentukan oleh kasta penghuninya,

sedangkan nama bangunannya ditentukan oleh fungsi dan tipenya. Geria

adalah rumah tempat tinggal untuk kasta brahmana, puri adalah rumah

tempat tinggal untuk kasta ksatria yang memegang pemerintahan, jero,

yaitu rumah tempat tinggal untuk kasta ksatria yang tidak memegang

pemerintahan secara langsung, umah, yaitu rumah tempat tinggal untuk

kasta wesia, atau untuk mereka yang bukan dari kasta brahmana atau

ksatria, sedangkan kubu, adalah rumah tempat tinggal di luar pusat

permukiman (Mayun, 1985:36-39).

Page 9: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

9

Tipe rumah tinggal yang terkecil bertiang empat dengan luas sekitar

3 x 2,5 m, disebut sakapat, berkembang menjadi bertiang enam (6 x 2 m)

disebut sakanem, bertiang delapan (5 x 2,5 m) disebut sakutus, bertiang

delapan dengan empat tiang diikat dengan balai-balai, dan empat tiang

lainnya diikat dengan sanggahwang sebagai stabilitas (4 x 5 m) disebut

astasari, bertiang sembilan disebut tiangsanga, dan bertiang dua belas (6 x

6 m) disebut sakaroras.

Bangunan sakaroras merupakan bangunan utama untuk perumahan

utama. Bentuk denah bangunan bujur sangkar. Konstruksi atap limasan

berpuncak satu. Dua balai-balai masing-masing mengikat empat tiang. Dua

tiang yang di tengah dari deretan tengah pada ujungnya berisi kencut

sebagai kepala tiang. Bangunan tertutup tembok di dua sisi dan terbuka

kearah natah. Letak bangunan di bagian Timur atau Selatan. Fungsi

bangunan sakaroras untuk sumanggen atau kegiatan adat dan serba guna.

Bangunan sakaroras juga disebut Bale Murdha bila hanya satu balai-balai

mengikat empat tiang di tengah-tengah. Disebut

Pintu masuk pekarangan disebut kori atau kori agung untuk tempat-

tempat yang diagungkan. Fungsinya untuk keluar masuk, sehingga disebut

pemesuan untuk bentuk yang sederhana, atau pemedalan untuk perumahan

dari penghuni yang berkasta. Penyengker karang adalah batas pekarangan

pada keempat sisi pekarangan. Penyengker bangunan pemujaan (tempat

suci) bentuknya memanjang ke arah Timur – Barat. Sedangkan untuk

tembok penyengker perumahan memanjang kearah Utara – Selatan. Selisih

panjang tembok antara tembok ke arah panjang dan ke arah lebar adalah

satu atau dua depa ditambah pengurip. Tinggi tembok batas pekarangan

rata-rata apengadeg untuk rakyat biasa, sedangkan untuk puri apanyuhjuh.

Tembok penyengker dibangun dengan pondasi sebagai kaki, badan tembok

dan atap sebagai kepala tembok. Pada sudut-sudut tembok penyengker

dibangun pilar yang disebut paduraksa, dengan nama masing-masing yaitu

di sudut Timur Laut (kaja kangin) disebut Sariraksa, di sudut Tenggara

(kelod kangin) Ajiraksa, di sudut Barat Daya (kelod kauh) Rudraraksa dan

di sudut Barat Laut (kaja kauh) disebut Kalaraksa (Mayun, 1985:62).

Page 10: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

10

(b) Bale Sakaroras

Bale sakaroras adalah bangunan utama untuk perumahan utama.

Bahan bangunan, konstruksi dan penyelesaiannya sesuai dengan fungsinya.

Bentuk bangunan, denah bujur sangkar dengan konstruksi atap limasan

berpuncak satu. Luas bangunan sekitar 6,00 m x 6,00 m. Jumlah tiang 12

buah. Posisi penempatan tiang adalah empat-empat tiga deret dari luan ke

teben. Fungsi tiang adalah sebagai pemikul beban atap dan meneruskannya

ke tanah lewat pondasi tiang. Dinding/tembok bangunan hanya berfungsi

sebagai dinding pembatas ruangan, tidak turut berfungsi sebagai pemikul

beban atap. Bangunan tertutup dua sisi, terbuka ke arah natah. Letak bale

sakaroras di bagian kangin atau kelod dari pekarangan.

Ukuran-ukuran yang dipakai adalah ukuran menurut Hasta Kosali

(depa, hasta, tapak, lengkat, nyari, rai dan sebagainya. Ukuran diambil dari

ukuran pemilik bangunan. Warna bahan bangunan/material sifatnya natural

sesuai dengan warna asli dari bahan tersebut seperti warna coklat, abu-abu,

kuning, hijau, hitam, dan merah. Bahan-bahan adalah bahan-bahan yang

mudah didapat di sekitarnya, murah dan mudah dikerjakan.

Fungsi bale sakaroras adalah untuk sumanggen atau kegiatan adat

dan serba guna. Dalam fungsinya sebagai sumanggen atau kegiatan adat,

bale sakaroras dipergunakan untuk tempat mempersiapkan dan / atau

tempat melaksanakan upakara-upacara yajña (Panca Yajña). Sedangkan

dalam fungsinya sebagai serba guna, bale sakaroras berfungsi untuk tempat

menerima tamu, tempat belajar anak-anak, dan sebagainya.

Secara niskala, bale sakaroras sebagai bhuwana agung memberi

makna ketenangan bathin karena ia adalah merupakan satu kesatuan yang

harmonis dengan manusia pemilik bangunan sebagai bhuwana alit, dimana

semua ukuran yang dipakai dalam pembuatan bale sakaroras, diambil dari

unsur-unsur badan manusia (pemilik bangunan) dan selalu diikuti upacara

yajña sejak persiapan sampai bangunan selesai, serta berfungsi untuk

sumanggen atau kegiatan adat/agama. Sedangkan secara sekala, bale

sakaroras memberikan makna kenyamanan yaitu tempat berlindung

pemiliknya dari gangguan alam seperti hujan, angin, panas dan sebagainya.

Page 11: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

11

(b) Bentuk Komodifikasi

Penggolongan arsitektur tradisional Bali secara sederhana diluar

terminologi yang lazim dalam ilmu arsitektur (Sularto, 1971:11. Arsitektur

tradisional murni adalah arsitektur yang masih mengikuti pola, ukuran,

proses, material dan lain-lain yang ditentukan dalam aturan-aturan bangunan

tradisional (umpamanya hasta bhumi, dan hasta kosala kosali). Arsitektur

tradisional, adalah pola arsitektur yang masih mengikuti pola arsitektur

tradisional murni, dengan mengikuti aturan-aturan mengenai ukuran, proses,

material dan lain-lain, tetapi sudah ditafsirkan atau diperkirakan dari

pengertian yang didapat secukupnya mengenai arsitektur tradisional.

Arsitektur tradisional semu adalah pola arsitektur tradisional dengan

mengadakan pembaharuan-pembaharuan di bidang ukuran, proses, material

secara sebagian atau seluruhnya yang tidak adequate (memadai) dengan

arsitektur tradisional murni.

Salah satu di antara massa arsitektur bangunan tradisional Bali

adalah bale sakaroras. Pada zaman dahulu, bangunan sakaroras merupakan

bangunan utama untuk perumahan utama. Bahan bangunan, konstruksi dan

penyelesaiannya sesuai dengan peranannya. Bale sakaroras menempati

posisi di sebelah Timur (kangin) atau Selatan (kelod) dekat dengan dapur

(paon). Bentuk denah bangunan adalah bujur sangkar dengan ukuran sekitar

6 x 6 meter. Bale sakaroras mempunyai fungsi untuk sumanggen atau

kegiatan adat dan serba guna.

Dari segi sosial, bangunan sakaroras adalah merupakan bangunan

arsitektur Tradisional Bali yang mempunyai fungsi sebagai bangunan serba

guna. Dari segi agama, bangunan sakaroras merupakan unsur penting

bangunan perumahan arsitektur tradisional Bali yang paling dominan

dipergunakan sebagai tempat kegiatan upacara-upakara keagamaan sehingga

disebut juga dengan nama balai adat atau sumanggen. Bale sakaroras,

merupakan salah satu unsur bangunan perumahan arsitektur tradisional Bali

sangat rentan terhadap berbagai pengaruh, baik pengaruh dari dalam

maupun pengaruh dari luar yang berdampak terjadinya komodifikasi pada

bale sakaroras tersebut.

Page 12: KOMODIFIKASI - repositori.unud.ac.id file3 Pada masa lalu, bale sakaroras merupakan bangunan utama dalam struktur rumah tempat tinggal orang bali. Bale sakaroras menempati posisi di

12

C. Penutup (Rekomendasi)

(a) Perkembangan arsitektur tradisional Bali dalam satu atau dua

generasi mendatang akan sulit ditemui lagi dengan adanya berbagai

faktor yang mempengaruhinya dan akan menimbulkan masalah pula,

kemana arsitektur tradisional tersebut akan dibawa, terbawa, dan

membawa diri selanjutnya.

(b) Terjadi perubahan dan perkembangan sudut pandang serta pola

hidup masyarakat Bali sejalan dengan kemajuan zaman dan laju

perkembangan IPTEK, dan industri pariwisata.

(c) Akomodasi pariwisata rentan berpengaruh terhadap kemungkinan

terjadinya komodifikasi pada bangunan arsitektur tradisional Bali.

(d) Pertambahan jumlah anggota keluarga di masing-masing rumah

tangga di satu sisi, dan terbatasnya persediaan lahan perumahan di

sisi lainnya, dapat memberikan pengaruh terhadap komodifikasi

pada bangunan arsitektur tradisional Bali.

D. Daftar Pustaka

Adhimastra, I Nyoman. 2004. “Penerapan Sistem Metrik dalam Satuan

Gegulak untuk Ukuran Bangunan Rumah Tinggal Tradisional Bali”.

Program Magister (S2) Ergonomi Universitas Udayana Denpasar.

Burns. L. 1995. Tourism A New Perspective. London Inc.

Gantini, Ni Wayan. 1994. “Kajian Proporsi Bangunan Tradisional Bali.

Studi Kasus Naskah Hasta Kosali asal Gria Lodrurung Riang Gede

Tabanan – Bali”. Tesis. Program Pascasajana (S2) Arsitektur di

Institut Teknologi Bandung,

Lash, Scott. 2004. Sosiologi Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius.

Mayun, I.G.P. 1985. Arsitektur Tradisional Daerah Bali.

Sujadnja, I Putu. 1998. “Kenyamanan Bale Meten serta Faktor yang

Mempengaruhinya di Desa Gianyar”. Tesis. Program Magister (S2)

Ergonomi Universitas Udayana Denpasar.

Sularto. 1971. Arsitektur & Pariwisata Budaya.

Windhu, Ida Bagus. 1984. Bangunan Tradisional Bali Serta Fungsinya.