koloid

35
2012 Disusun Oleh : Diah Tristiani Dyah Putri Ayu Dinastyar Liska Hartikasari M. Nur Miftahuddin

Upload: dyah-putri-ayu-dinastyar

Post on 07-Aug-2015

491 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

tentang koloid

TRANSCRIPT

Page 1: koloid

2012

Disusun Oleh :

Diah Tristiani

Dyah Putri Ayu Dinastyar

Liska Hartikasari

M. Nur Miftahuddin

Page 2: koloid

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ KOLOID ” ini.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak terlepas dari bantuan pihak lain. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih pada semua pihak yang telah menyumbangkan pikiran dan bantuan kepada penulis.

Kami menyadari bahwa hasil penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Akhirnya, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis, dan umumnya untuk para pembaca. Amiin.

Tangerang, 30 Desember 2012

Penulis

Page 3: koloid

Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan .................................................................................................... 1

1.1 Tujuan .................................................................................................... 1

BAB II Pembahasan .................................................................................................... 2

a. Sistem Terdispersi........................................................................................ 2

b. Ukuran dan Bentuk Partikel Koloid........................................................... 2

c. Sistem Terdispersi........................................................................................ 2

d. Tipe Sistem Koloid........................................................................................ 5

e. Sifat-sifat Optis Koloid................................................................................. 7

f. Sifat Kinetik Koloid...................................................................................... 9

g. Sifat-sifat Elektrolisis Koloid..................................................................... 11

h. Fenomena Elektrokinetik........................................................................... 12

i. Stabilitas Sistem Koloid............................................................................. 13

j. Sensitisasi dan Kerja Koloid Pelindung................................................... 16

k. Pelarutan ...................................................................................................16

l. Aplikasi Koloid dalam Bidang Farmasetika............................................ 19

Daftar Pustaka .................................................................................................. 20

Page 4: koloid

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN

1. Membedakan berbagai tipe koloid dan karakter utama sistem-sistem itu.

2. Memahami sifat optis utama koloid dan aplikasi sifat ini pada analisis koloid.

3. Mengetahui tipe-tipe utama sistem mikroskopik yang digunakan untuk analisis koloid.

4. Mengerti sifat kinetik utama koloid.

5. Memahami sifat elektris utama koloid dan aplikasi sifat tersebut pada stabilitas,

sensitisasi, dan kerja pelindung yang dimiliki koloid.

6. Mengenali manfaat pelarutan oleh koloid.

7. Memahami manfaat dan mengetahui tipe utama sistem penghantaran obat koloid

modern.

8. Memperlihatkan pengetahuan dasar tentang termodinamika miselisasi.

Page 5: koloid

BAB II

PEMBAHASAN

a. Sistem Terdispersi

Apoteker harus memahami teori dan teknologi sistem terdispersi. Meskipun aspek-

aspek kuantitatif dalam subjek ini belum berkembang sebaik perkembang sebaik

perkembangan kimia mikromolekul, teori dalam bidang kimia koloid cukup membantu

dalam menyelesaikan masalah memusingkan yang muncul dalam pembuatan dan pemberian

emulsi, suspensi, salep, serbuk, dan bentuk sediaan kempa. Pengetahuan tentang fenomena

antarmuka dan pengenalan yang baik tentang karakteristik koloid dan partikel kecil sangat

penting dalam memahami perilaku dispersi farmasetis. Dispersi molekuler bersifat homogen

dan membentuk larutan sejati.

b. Ukuran dan Bentuk Partikel Koloid

Partikel-partikel dalm kisaran ukuran koloid, memiliki luas permukaan yang sangat

besar bila dibandingkan dengan luas permukaan dari partikel-partikel lebih besar yang

memiliki volume yang sama. Jadi,suatu kubus yang memiliki sisi 1 cm dan Volume 1 cm3

memiliki luas permukaan total 6 cm2. Bila kubus yang sama dibagi menjadi kubus-kubus

yang lebih kecil yang masing-masing memiliki sisi 100 µm, volume total tetap sama, tetapi

luas permukaan total meningkat menjadi 600.000 cm2. Nilai ini menunjukan peningkatan luas

permukaan sebesar 105 kali lipat. Untuk membandingkan luas permukaan bahan-bahan yang

berbeda secara kuantitatif, digunakan istilah permukaan spesifik. Istilah ini didefinisikan

sebagai luas permukaan per satuan berat atau volume bahan.

c. Sistem Terdispersi

Sistem terdispersi terdiri atas bahan partikulat, yang dikenal sebagai fase terdispersi,

yang terdistribusi diselur medium kontinu atau medium dispersi. Bahan-bahan terdispersi

dapat berkisar dari partikel-partikel berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel

yang memiliki ukuran dalam satuan milimeter. Oleh sebab itu, cara yang paling mudah untuk

Page 6: koloid

menggolongkan sistem terdispersi adalah berdasarkan diameter partikel rerata bahan

terdispersi. Berdasarkan ukuran fase terdispersi, sistem terdispersi umumnya digolongkan

dalam tiga tipe, yakni (a) dispersi molekuler, (b) dispersi koloid, dan (c) dispersi kasar.

Tabel Penggolongan Sistem Terdispersi berdasarkan Ukuran Partikel

GolonganKisaran Ukuran

PartikelSifat Sistem Contoh

Dispersi Molekuler Kurang dari 1 nm

` Tidak terlihat dengan

mikroskop elektron

` Dapat melewati

ultrafilter dan membran

semifermiabel

` Mengalami difusi cepat

Molekul

oksigen, Ion-

ion biasa,

glukosa

Dispersi Koloid 1 nm sampai 0.5 µm

` Tidak dapat dianalisis

dengan mikroskop biasa

` Dapat telihat dengan

mikroskop elektron

` Dapat melewati kertas

saring

` Tidak dapat melewati

membran semipermiabel

` Difusi berlangsung

sangat lambat

Sol perak

koloid,

polimer alam

dan sintesis,

keju,

mentega, cat,

susu, krim

cukur, dll.

Dispersi KasarLebih besar dari 0,5

µm

` Dapat terlihat dengan

mikroskop

` Tidak dapat melewati

kertas saring biasa

` Tidak berdialisis melalui

membran semipermeabel

` Tidak berdifusi

Butir-butir

pasir,

sebagian

besar emulsi

dan suspensi

farmasetis,

sel-sel darah

merah.

Page 7: koloid

Karena perbedaan ukuran, partikel-partikel koloid relatif mudah dipisahkan dari

partikel-partikel molekuler. Teknik pemisahan yang dikenal sebagai dialisis ini menggunakan

membran semifermiabel kolodion atau selofan. Ukuran pori membran akan mencegah

lewatnya partikel koloid, tetapi dapat melewatkan molekul kecil dan ion, seperti urea,

glukosa dan natrium klorida. Prinsip membran ini dapat diilustrasikan pada gambar dibawah

ini.

Keadaan awal Saat kesetimbangan

Sketsa yang menunjukan penghilangan elektrolit dari bahan koloid dengan cara difusi

melalui suatu membran semipermiabel. Kondisi pada kedua sisi membran (A dan B) pada

saat awal dan pada saat terjadi kesetimbangan ditunjukan pada gambar. Lingkaran kosong

adalah partikel-partikel koloid yang berukuran terlalu besar untuk melewati membran. Titik-

titik penuh adalah partikel-partikel elektrolit yang melewati pori-pori membran. Metode ini

filtrasi dilakukan dalam tekanan negatif (pengisapan) melalui suatu membran dialisis yang

diletakan dalam corong Buchener.

Dialisis juga dapat digunakan untuk memperoleh bahan subkoloid yang bebas dari

kontaminan koloid dalam hal ini, kita cukup mengumpulkan cairan buangannya. Ultrafiltrasi

juga telah digunakan untuk memisahkan dan memurnikan bahan koloid.

Ketika dialisis dan ultrafiltrasi dilakukan untuk menghilangkan pengotor bermuatan,

seperti kontaminan ionik, proses dapat dipercepat dengan menggunakan potensial listrik lintas

membran. Proses ini disebut elektrodialisis.

A B

A B

Page 8: koloid

Dialisis semakin banyak digunakan tahun-tahun belakangan ini untuk mengkaji ikatan

bahan-bahan yang penting dalam bidang farmasetis pada partikel-partikel koloid. Dialisis

terjadi secara invivo. Jadi, ion-ion dan molekul kecil dengan mudah berpindah dari darah,

melalui membran semipermiabel alami, ke cairan jaringan. Komponen koloid dalam darah

tetap tinggal di dalam sistem kapiler. Prinsip dialisis dimanfaatkan dalam sistem ginjal

buatan, yang menghilangkan pengotor-pengotor berbobotmolekul kecil dari tubuh dengan

melewatkannya melalui membran semipermeabel.

d. TIPE SISTEM KOLOID

1. Koloid Liofilik

Sistem yang mengandung partikel-partikel koloid yang banyak berinteraksi dengan

medium dispersi dikenal semua jenis fase terdispersi dapat membentuk koloid dalam segala

jenis media yang mungkin, kecuali untuk kombinasi gas-gas. Karena semua gas berampur

dengan merata pada tingkat molekuler, gas hanya membentuk larutan dengan sesama gas.

Tabel Dispersi Koloid

MEDIUM

DISPERSI

FASE

TERDISPERSI

TIPE

KOLOID

CONTOH

Padat Padat Sol Padat Mutiara,Opal

Padat Cair Emulsi padat Keju, mentega

Padat Gas Busa Padat Batu apung,

marshmallow

Cair Padat Gel Jelly, cat

Cair Cair Emulsi Susu, mayones

Cair Gas Busa Whipped cream,

krim cukur

Gas Padat Aerosol Padat Asap, debu

Page 9: koloid

Gas Cair Aerosol Cair Awan, haliun,

kabut

Sebagai koloid liofilik (suka pelarut). Karena afinitasnya pada medium dispersi,

bahan-bahan tersebut relatif mudah membentuk dispersi koloid, atau sol. Jadi, sol koloid

liofilik biasanya dapat diperoleh hanya dengan melarutkan bahan tersebut dalam pelarut yang

digunakan. Sebagai contoh, disolusi akasia atau gelatin dalam air atau seluloid dalam amil

astate akan membentuk sol.

Keberagaman sifat golongan koloid ini disebabkan oleh tarik-menarik antara fese

terdispersi dan medium dispersi, yang mengakibatkan solvasi, yaitu penempelan molekul-

molekul pelarut dengan molekul-molekul fase terdispersi. Untuk koloid hidrofilik, yang

menggunakan air sebagai medium dispersi, peristiwa solvasi ini disebut hidrasi. Sebagian

besar koloid liofilik merupakan molekul organik, misalnya, gelatin, akasia, insulin, albumin,

karet, dan polistiren.

2. Koloid Liofobik

Golongan koloid kedua ini terdiri atas bahan-bahan yang mempunyai tarik-

menarik kecil, itupun jika ada, terhadap medium dispersi. Golongan ini disebut koloid

liofobik (tidak suka pelarut)dan tentu dapat diduga, sifat golongan ini berbeda dari koloid

liofilik. Hal ini terutama karena tidak adanya selubung pelarut disekeliling partikel. Kolid

liofobik umumnya tersusun atas partikel-partikel anorganik yang terdispersi dalam air.

Contoh bahan semacam ini antara lain emas, perak, belerang, arsen (III) sulfida, dan perak

iodida.

Tidak seperti koloid liofilik, pembuatan koloid liofobik memerlukan metode khusus.

Metode-metode tersebut antara lain (a) metode dispersi, yaitu ukuran partikel-partikel kasar

diperkecil dan (b) metode kondensasi, yaitu bahan-bahan berukuran subkoloid diagregasi

menjadi partikel-partikel koloid.

Kondisi yang dipersyaratkan untuk pembentukan koloid liofobik dengan cara

kondensasi atau agregasi adalah keadaan awal yang sangat lewat jenuh yang diikuti dengan

pembentukan dan pertumbuhan inti. Keadaan lewat jenuh dapat diperoleh dengan mengganti

pelarut atau mengurangi suhu. Sebagai contoh, jika belerang dilarutkan dalam alkohol,

kemudian larutan pekat ini ditungkan kedalam air berlebih, banyak inti kecil akan terbentuk

Page 10: koloid

dalam larutan lewat jenuh tersebut. Inti kecil ini akan tumbuh dengan dengan cepat

membentuk sol koid.

3. Koloid Gabungan: Misel dan Konsentrasi Misel Kritis

Koloid Gabungan atau amfifilik merupakan golongan ketiga dalam

penggolongan ini. amfifil atau bahan aktif permukaan dicirikan oleh adanya dua daerah yang

berbeda yang memiliki afinitas terhadap larutan yang berlawanan di dalam molekul atau ion

yang sama. Jika terdapat dalam suatu medium cair dengan konsentrasi rendah, amfifil berada

dalam keadaan terpisah-pisah dan berukuran subkoloid. Jika konsentrasi ditingkatkan, terjadi

agregasi pada suatu kisaran konsentrasi yang sempit. Agregat ini yang mungkin mengandung

50 monomer atau lebih disebut misel. Karena diameter tiap misel kurang lebih 50 Å, misel

berada dalam kisaran ukuran yang sebelumnya telah kita tetapkan sebagai koloid. Konsentrasi

monomer saat mulai membentuk misel disebut konsentrasi misel kritis (critical micelle

concentration, CMC) . jumlah monomer yang beragregasi membentuk suatu misel dikenal

sebagai bilangan agregasi misel.

Fenomena pembentukan misel dapat diterangkan sebagai beriku. Dibawah CMC,

konentrasi amfifil yang mengalami adsorbsi pada antarmuka udara-air meningkat apabila

konsentrasi total amfifil dinaikan. Kenaikan konsentrasi akhirnya mencapai satu titik ketika

antarmuka dan fase bulk jenuh oleh monomer. Titik inilah yang disebut CMC. Amfifil yang

terus ditambahkan melebihi konsentrasi ini akan beragregasi membentuk misel dalam fase

bulk, dan dengan cara ini, energi bebas sistem dikurangi.

Sebagaimana sol liofilik, pembentukan koloid gabungan terjadi secara spontan asalkan

konsentrasi amfifil dalam larutan melebihi CMC.

Amfifil dapat bersifat anionik, kationik, nonionik, atau amfolitik (zwiterionik). Sifat-

sifat ini memberikan cara mudah untuk menggolongkan koloid gabungan.

e. SIFAT-SIFAT OPTIS KOLOID

1. Efek Faraday-Tyndal

Page 11: koloid

Bila suatu berkas cahaya yang kuat melewati suatu sol kolid, suatu kerucut kasar

mata terbentuk sebagai akibat peristiwa penghamburan cahaya oleh partikel – partikel koloid.

inilah yang disebut efek Faraday-Tyndall.

Ultramikroskop, ciptaan Zsigmondy, memungkinkan seseorang untuk menentukan

titik-titik cahaya yang menyebabkan pembentukan kerucut Tyndall. Seberkas cahaya yang

kuat dilewatkan melalui sol dengan latar belakang gelap pada sudut kanan terhadap bidang

pengamatan, dan walaupaun partikel-partikel tersebut tidak dapat dilihat secara langsung,

bintik-bintik terang yang berkaitan dengan partikel dapat diamati dan dihitung.

2. Mikroskop Elektron

Penggunaan iltramikroskop telah berkurang tahun-tahun belakangan ini karena alat

ini sering kali tidak dapat memecahkan masalah koloid liofilik. Mikroskop elektron ii banyak

digunakan untuk mengamati ukuran, bentuk dan struktur partikel-partikel koloid. Mikroskop

elektron mampu menghasilkan gambar parikel yang sebenarnya, bahkan partikel-partikel

dengan ukuran yang mendekati ukuran molekul.

Keberhasilan mikroskop elektron disebabkan oleh daya resolusinya yang tinggi, yang

dapat didefinisikan dengan istilah d, yaitu jarak terkecil antara dua objek yang terpisah,

namun tetap dapat dibedakan. Makin kecil panjang gelombang radiasi yang digunakan, makin

kecil nilai d dan makin besar daya resolusi. Mikroskop optis menggunakan cahaya tampak

sebagai sumber radiasi dan hanya mampu meresolusi dua partikel yang terpisah sejauh kira-

kira 20 nm (200 Å). Sumber radiasi mikroskop elektron adalah seberkas elektron berenergi

tinggi yang mempunyai panjang gelombang dalam daerah 0,01 nm (0,1 Å). Instrumentasi

yang digunakan saat ini menghasilkan d kira-kira 0,5 nm (5 Å); ukuran ini memberikan daya

resolusi yang jauh lebih besar dibandingkan mikroskop optis.

3. Hamburan Cahaya

Sifat ini sangat bergantung pada efek Faraday-Tyndall dan banyak digunakan

untuk menentukan bobot molekul koloid. sifat ini juga dapat digunakan untuk memperoleh

informasi tentang bentuk dan ukuran partikel-pertikel ini. hamburan dapat digambarkan

dengan istilah turbiditas atau kekeruhan, ῖ, yakni penurunan intensitas secara fraksional akibat

penghamburan ketika cahaya masuk melewati 1 cm larutan. Istilah tersebut dapat dinyatakan

sebagai intensitas cahaya yang terhambur dalam segala arah, Is, dibagi dengan intensitas

cahaya masuk, I. Ketika fase terdispersi berada pada konsentrasi tertentu, kekeruhan

sebanding dengan bobot molekul koloid liofilik. Karena kekeruhan sebagian besar koloid

Page 12: koloid

liofilik yang rendah, lebih mudah mengukur cahaya yang terhambur (pada sudut tertentu

dibandingkan berkas masuk) dari pada cahaya yang terpancar.

Kekeruhan kemudian dapat dihitung dari intensitas cahaya yang terhambur, asalkan

ukuran partikel lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombang cahaya yang digunakan.

4. Hamburan Cahaya dan Bobot Molekul Misel

Setelah dilakukan modifikasi yang sesuai, persamaan dapat digunakan untuk

menghitung bobot molekul agregat koloidal dan misel. Apabila molekul-molekul amfifil

bergantung membentuk misel, kekeruhan dispersi misel berbeda dari t larutan molekul amfifil

karena, dalam keadaan ini, misel juga berada dalam keseimbangan dengan spesi-spesi

monomer. Di bawah nilai CMC, konsentrasi monomer meningkat secara linear sesuai dengan

konsentrasi total, c; di atas nilai CMC, konsentrasi monomer tetap mendekati konstan;yaitu

cmonomer≡CMC.

Apabila misel tidak berinteraksi baik di antara misel-misel itu sendiri maupun dengan

molekul-molekul medium, kemiringan plot persamaan adalah nol; yakni koefisien virial

kedua,B, adalah nol dan garis sejajar dengan sumbu horizontal. Sifat ini merupakan sifat khas

sistem misel nonionik dan zwiterionik yang memiliki distribusi ukuran yang sempit. Akan

tetapai, dengan meningkatnya konsentrasi misel, interaksi antar misel menghasilkan nilai B

positif, kemiringan garis bernilai positif. Untuk misel ionik, plot berupa garis lurus dengan

kemiringan positif. Hal ini disebabkan oleh interaksi saling tolak antar misel yang

menghasilkan koefisien interaksi,B, bernlai positif. Koefisien virial kedua negatif biasanya

merupakan indikasi bahwa sistem misel merupakan indikasi bahwa sistem misel merupakan

polidispersi.

e. SIFAT KINETIK KOLOID

Dalam bagian ini dikelompokan beberapa sifat sistem koloid yang berhubungan

dengan gerakan partikel berkenaan dengan medium dispersi. Gerakan ini dapat dipicu oleh

panas (gerak brown, difusi, osmosis), dipicu oleh gravitasi (sedimentasi), atau diberikan

secara eksternal (viskositas).

1. Gerakan Brown

Lama sebelum Zsigmondy menguraikan gerakan acak partikel –partikel koloid dalam

bidang mikroskopik, Robert Brown (1827) telah meneliti fenomena ini. Gerakan tidak

Page 13: koloid

beraturan Yang dapat diamati pada partikel-partikel sebesar kira-kira 5 µm selanjutnya

dijelaskan sebagai hasil pemboman partikel-partikel oleh malekul-molekul medium dispersi.

Gerakan molekul tentu saja tidak dapat diamati karena molekul-molekul tersebut terlalu kecil

sehingga sulit dilihat. Kecepatan partikel meningkat dengan semakin kecilnya ukuran

partikel. Peningkatan viskositas medium, yang dapat diperoleh dengan menambahkan

glisesrin atau senyaw serupa, menurunkan dan akhirnya menghentikan gerak Brown.

2. Difusi

Partikel-partikel berdifusi secara spontan dari daerah berkonsentrasi lebih tinggi

kedaerah dengan konsentrasi lebih rendah sampai konsentrasi keseluruhan sistem itu seragam.

Difusi adalah hasil dari gerak Brown.

Berdasarkan hukum Fick pertama jumlah zat, dq, yang berdifusi dalam waktu, dt,

melalui bidang seluas S berbanding lurus dengan perubahan konsentrasi, dc, sesuai dengan

jarak yang ditempuh., dx.

1. Viskositas

Viskositas menyatakan tahanan suatu sistem untuk mengalir pada suatu tekanan

yang diberikan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang diperlukan untuk

membuat cairan tersebut dapat mengalir dengan laju tertentu. Prinsip dan penerapan dasar

viskositas dibahas secara terperinci pada Bab 20. Bagian ini membahas sifat-sifat aliran

sistem koloid encer dan cara menggunakan data viskositas untuk memperoleh bobot

molekul bahan yang menyusun fase dispersi. Kajian viskositas juga memberikan

informasi tentang bentuk partikel dalam larutan.

Einstein mengembangkan suatu persamaan aliran yang berlaku pada dispersi

koloid encer dari partikel-partikel berbentuk bola, yakni :

η=η0 (1+2,5ø )

Dalam persamaan diatas, yang didasarkan pada teori hidrodinamik, η0 adalah

viskositas medium dispersi dan η adalah viskositas dispersi ketika fraksi volume partikel-

partikel koloid yang ada adalah ø. Fraksi volume didefinisikan sebagai volume partikel-

partikel dibagi dengan volume total dispersi; Karena itu, fraksi volume ekuivalen dengan

konsentrasi. Baik η0 maupun η dapat ditentukan dengan menggunakan viskometer kapiler.

Viskositas dispersi koloid dipengaruhi oleh bentuk partikel fase dispersi. Koloid

bulat (spherocolloid) membentuk dispersi yang memiliki viskositas relative rendah,

Page 14: koloid

sedangkan sistem yang mengandung paritkel-partikel linear bersifat lebih kental. Seperti

kita lihat pada bagian sebelumnya, hubungan antara bentuk dan viskositas mencerminkan

tingkat solvasi partikel. Jika suatu koloid linear ditempatkan dalam suatu pelarut yang

mempunyai afinitas rendah bagi koloid tersebut, koloid tersebut cenderung “membulat”

yaitu mulai mengambil bentuk bulat, dan viskositas menurun. Proses ini memberikan

suatu cara untuk mendeteksi perubahan bentuk partikel dan makromolekul kolid yang

fleksibel.

Karakteristik polimer yang digunakan sebagai pengganti plasma darah

(pengembang plasma) sebagian bergantung pada bobot molekul bahan. Karakteristik

tersebut meliputi ukuran dan bentuk makromolekul serta kemampuan polimer untuk

memberikan viskositas dan tekanan osmotik yang sesuai pada darah. Metode yang

diuraikan dalam bab ini digunakan untuk menentukan bobot molekul rata-rata amilum

hidroksietil, dekstran, dan sediaan-sediaan gelatin yang digunakan sebagai pengembang

plasma. Ultrasentrifugasi, hamburan cahaya, analisis sinar-X (hamburan sinar-X sudut

kecil), dan alat-alat analitik lain digunakan oleh paradies untuk menentukan sifat-sifat

structural tirotrisin, suatu campuran antibiotik peptide, yaitu gramisidin dan tirosidin B.

Agregat antibiotik ini memiliki bobot molekul 28600 dalton dan diketahui berbentuk

batang dengan panjang 170 Å dan diameter 30 Å.

f. SIFAT-SIFAT ELEKTROLISIS KOLOID

Sifat-sifat koloid yang bergantung pada, atau yang dipengaruhi oleh adanya muatan

pada permukaan partikel akan dibicarakan dalam bagian ini. Berbagai cara bagaimana

permukaan partikel-partikel yang terdispersi dalam medium cair mendapatkan muatan telah

diuraikan dalam Bab 16, yang membicarakan tentang fenomena antarmuka. Selain itu, telah

disingggung mengenai potensial zeta (elektrokinetik) dan bagaimana keterkaitan potensial ini

dengan potensial Nernst (elektrodinamik). Diagram potensial versus jarak untuk suatu

partikel koloid sferis, sebagai contoh : sistem semacam itu dapat dibentuk apabila larutan

encer kalium iodida ditambahkan pada larutan perak nitrat yang ekuimolar. Akibatnya,

terbentuk endapan koloid partikel-partikel perak iodida, dank arena ion-ion perak berada

dalam keadaan berlebih serta diadsorpsi, suatu partikel bermuatan positif dihasilkan. Jika

dilakukan prosedur sebaliknya, yakni perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium iodida,

Page 15: koloid

ion-ion iodida diadsorpsi pada partikel-partikel sebagai ion penentu potensial dan

menghasilkan pembentukan sol bermuatan negative.

g. FENOMENA ELEKTROKINETIK

Pergerakan suatu permukaan bermuatan sehubungan dengan fase cair yang berdekatan

merupakan prinsip utama yang mendasari empat fenomena elektrokinetik : elektroforesis,

elektroosmosis, potensial sedimentasi, dan potensial beraliran.

Elektroforesis meliputi pergerakan partikel bermuatan dalam suatu cairan yang

dipengaruhi oleh beda potensial yang digunakan. Suatu sel elektroforesis yang memiliki dua

elektroda berisi dispersi. Jika suatu potensial diaplikasikan pada elektroda, partikel-partikel

berpindah ke elektroda yang memilki muatan berlawanan.

Prinsip elektroosmosis pada dasarnya berlawanan dengan elektroforesis. Penggunaan

suatu potensial pada elektroforesis menyebabkan suatu partikel yang bermuatan bergerak

relative menuju cairan yang tidak bergerak . Akan tetapi, jika zat padat dibuat tidak bergerak

(misalnya, dengan membentuk suatu kapiler atau membuat partikel-partikel menjadi suatu

sumbat berpori), cairanlah yang akan bergerak relative menuju permukaan yang bermuatan.

Inilah yang disebut elektroosmosis; disebut demikian karena cairan bergerak melalui sumbat

atau membrane yang diseberangnya diberikan potensial. Elektroosmosis memberikan metode

lain untuk mendapatkan potensialzeta, yaitu dengan menentukan laju aliran cairan melalui

sumbat pada kondisi standar.

Potensial sedimentasi, kebalikan dari elektroforesis adalah pembentukan potensial saat

partikel-paritikel mengalami sedimentasi. Potensial beraliran berbeda dari elektroosmosis

dalam hal potensial berbentuk dengan mendesak cairan unutuk mengalir melalui suatu

sumbatatau lapisan partikel.

Schoot meneliti sifat elektrokinetik suspense magnesium hidroksida yang digunakan

sebagai antasida dan laksatif.

Takenaka dkk, mengkaji sifat elektroforetik mikrokapsul sulfametoksazol dalam suatu

droplet koaservat gelatin-akasia sebagai bagian dari penelitian untuk menstabilkan obat-obat

semacam itu dalam mikrokapsul.

Crommelin menentukan efek penambahan senyawa penginduksi muatan, seperti

stearilamin atau fostatidilserin, pada potensial zeta liposom fostatidilkolin dan kolesterol

dalam medium cair. Stabilitas fisik liposom tersebut diprediksikan berdasarkan teori

Derjaguin-Landau-Verwey-Overbeek (DLVO). Akan tetapi, stabilitas fisik yang

Page 16: koloid

diprediksikan dari teori tersebut tidak sesuai dengan stabilitas yang diperoleh berdasarkan

percobaan.

Schoot dan Young mementukan mobilitas elektroforetik bakteri gram-positif

Streptococus faecalis dan bakteri gram-negatif Escherichia coli sebagai fungsi kekuatan ion

dan pH. Peningkatan konsentrasi elektrolit dapar (peningkatan kekuatan ion) menurunkan

mobilitas (v/E) S.faecalis. Baik E.coli maupun S.faecalis bermuatan negative pada rentang pH

penelitian. Gugus kimia yang bertanggung jawab atas muatan pada permukaan kedua bakteri

tersebut agaknya adalah gugus karboksil.

Besar dan tanda muatan listrik obat-obat amfolitik pada pH fisiologik mempengaruhi

absorpsi obat-obat itu dari saluran gastrointestinal dan perlintasan obat menembus membrane

bakteri. Schoot dan Astigarrabia menentuka titik isoelektrik, empat sulfonamide yang sangat

sukar larut dengan menggunakan elektroforesis suspensi keempat zat itu sebagai fungsi pH.

Titik isoelektrik keempat sulfonamide itu berada antara 3,5 dan 4,6; ini menunjukan bahwa

pada pH fisiologik normal 7,4. Sulfonamida adalah asam lemah dan bukan ion zwiter.

h. STABILITAS SISTEM KOLOID

Ada atau tidaknya, serta besarnya suatu muatan pada partikel kolid merupakan factor

yang menentukan stabilitas sistem koloid. Stabilitas pada dasarnya dapat diperoleh dengan

dua cara : memberikan muatan listrik pada partikel-partikel terdispersi dan melapisi tiap

partikel dengan suatu selubung pelarut pelindung yang mencegah saling melekatnya partikel

ketika partikel-partikel tersebut saling bertabrakan karena gerak Brown. Efek yang kedua

hanya signifikan untuk sol liofilik.

Sol liofobik tidak stabil secara termodinamik. Partikel-partikel dalam sol semacam ini

distabilkan hanya dengan adanya muatan listrik pada permukaanya. Muatan yang sama

menyebabkan tolak-menolak sehingga mencegah koagulasi partikel. Jika sedikit ion terakhir

dihilangkan dari sistem dengan cara dialisis, partikel-partikel dapat menggumpal (aglomerasi)

dan mengurangi luas permukaan total; karena pertambahan ukuran, partikel-partikel suspensi

kemungkinan mengendap dengan cepat. Oleh sebab itu, penambahan sejumlah kecil elektrolit

pada sol liofobik cenderung menstabilkan sisitem dengan memberikan muatan pada partikel.

Akan tetapi, penambahan elektrolit melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk adsorpsi

maksimum oleh partikel kadang–kadang mengakibatkan akumulasi ion-ion yang berlawanan

dan mengurangi potensial zeta hingga dibawah nilai kritis. Potensial kritis untuk tetesan

minyak yang terdispersi halus dalam air (hydrosol minyak) kira-kira 40 milivolt; nilai yang

tinggi ini menandakan ketidakstabilan yang relative besar. Sebaliknya, potensial zeta kritis sol

Page 17: koloid

emas mendekati nol; hal ini menunjukan bahwa partikel-partikel hanya membutuhkan sedikit

muatan untuk stabilisasi. Jadi, partikel-partikel tersebut menunjukan stabilitas yang nyata

terhadap elektrolit yang ditambahkan. Valensi ion-ion yang mempunyai muatan berlawanan

dengan muatan partikel tampaknya menentukan keefektifan elektrolit dalam mengkoagulasi

koloid. Kekuatan pengendapan meningkat dengan cepat seiring bertambahnya valensi atau

muatan ion. Pernyataan ini dikenal sebagai kaidah Schulze-Hardy.

Pengamatan ini menyebabkan Verwey dan Overbeek serta Derjaguin dan Landau

secara terpisah dapat mengembangkan suatu teori yang menjelaskan stabilitas koloid liofobik.

Berdasarkan pendekatan yang dikenal sebagai teori DLVO ini, gaya pada partikel koloid

dalam suatu dispersi disebabkan oleh tolak-menolak elektrostatik dan tarik-menarik van der

Walls tipe London. Gaya-gaya tersebut menghasilkan energy potensial tolak-menolak, VR, dan

tarik-menarik, VA, antar partikel.

Kurva lekuk (lembah) tarik-menarik sekunder yang dangkal (atau minimum) kadang-

kadang teramati pada jarak pisah antar partikel yang lebih jauh. Keberadaan minimum

sekunder penting untuk flokulasi dispersi kasar terkendali. Berdasarkan prinsip ini, seseorang

dapat menentukan dengan cukup kuantitatif jumlah elektrolit bertipe valensi tertentu yang

dibutuhkan untuk mengendapkan suatu koloid.

Memang bukan hanya elektrolit yang menyebabkan koagulasi partikel-partikel koloid,

tetapi pencampuran koloid yang memiliki muatan berlawanan juga dapat mengakibatkan

penggumpalan bersama.

Koloid liofilik dan koloid gabungan bersifat stabil secara termodinamik dan berada

dalam bentuk larutan sejati sehingga sistem tersebut merupakan fase tunggal.Penambahan

elektrolit pada koloid liofilik dalam jumlah sedang tidak mengakibatkan koagulasi, seperti

yang terjadi pada koloid liofobik. Akan tetapi, apabila garam secukupnya ditambahkan,

penggumpalan dan pengendapan partikel dapat terjadi. Fenomena yang dikenal

sebagai”pengusiran garam (salting out)” ini telah dibicarakan dalam bab tentang kelarutan.

Sebagaimana kaidah Schulze-Hardy mengatur susunan ion berdasarkan urutan

kapasitas mengkoagulasi koloid hidrofobik, deret Hofmeister atau deret liotropik membuat

peringkat kation dan anion berdasarkan urutan koagulasi sol hidrofilik. Beberapa anion dalam

deret Hofmeister yang diurutkan berdasarkan penurunan kemampuan mengendapkan adalah

sitrat, tartrat, sulfat, asetat, klorida, nitrat, bromide, dan iodide. Kemampuan mengendapkan

berhubungan langsung dengan hidrasi ion; dengan demikian, berhubungan juga dengan

kemampuan memisahkan molekul-molekul air dari partikel-partikel koloid.

Page 18: koloid

Alkohol dan aseton juga dapat menurunkan kelarutan koloid hidrofilik sedemikian

rupa sehingga penambahan sejumlah kecil elektrolit dapat menyebabkan koagulasi.

Penambahan pelarut yang kurang polar menyebabkan campuran pelarut menjadi tidak baik

untuk koloid, dan elektrolit kemudian dapat mengusir koloid dengan relative mudah. Jadi, kita

dapat menganggap flokulasi pada penambahan alcohol, yang diikuti dengan penambahan

garam, sebagai perubahan bentuk bertahap dari sol yang bersifat liofilik menjadi sol yang

bersifat cenderung liofobik.

Bila koloid hidrofilik yang bermuatan negative dan positif dicampur, partikel-partikel

kemungkinan memisah dari dispersi membentuk suatu lapisan yang kaya akan agregat koloid.

Lapisan yang banyak mengandung koloid tersebut dikenal sebagai koaservat. Fenomena

pemisahan larutan makromolekuler menjadi dua lapisan cairan disebut sebagai koaservasi.

Sebagai contoh, bayangkan pencampuran gelatin dan akasia. Gelatin pada pH dibawah 4,7

(titik isoelektrik gelatin) bermuatan positif; akasia memiliki muatan negative yang relative

tidak terpengaruh oleh pH dalam kisaran asam. Bila larutan koloid-koloid ini dicampur

dengan perbandingan tertentu, terjadi koaservasi. Viskositas lapisan atas, yang kini

mengandung sangat sedikit koloid, sangat berkurang jauh dibawah viskositas koaservat, dan

dalam bidang farmasi, keadaan seperti ini dianggap menunjukkan ketaktercampuran fisik.

Koaservasi tidak selalu melibatkan interaksi antar partikel yang bermuatan; koaservasi gelatin

dapat juga disebabkan oleh penambahan alcohol, natrium sulfat, atau zat makromolekul

seperti pati.

Takenaka dkk. membuat sediaan sulfametoksazol mikrokapsul dalam koaservat

gelatin-akasia dan melaporkan tentang ukuran partikel, ketebalan dinding, dan porositas

mikrokapsul.

Badawi dan El-Sayed meneliti kelarutan dan laju disolusi dalam keadaan setimbang

dari suatu koaservat sulfatiazol yang dikompleks dengan povidon. Para peneliti ini mengamati

adanya peningkatan laju disolusi karena koaservasi. Dalam membentuk koaservat, endapan

amorf terbentuk ketika sulfonamide direaksikan dengan asam atau basa dalam larutan berair

atau ketika larutan obat dalam alcohol diencerkan dengan air. Dengan adanya povidon, suatu

kompleks terbentuk dengan sulfatiazol yang mengendap sebagian, menghasilkan suatu

koaservat. Penambahan resorsinol (suatu senyawa pembentuk koaservat untuk povidon) pada

campuran natrium sulfatiazol dan povidon dalam air juga akan menyebabkan koaservasi.

Page 19: koloid

i. SENSITISASI DAN KERJA KOLOID PELINDUNG

Penambahan sejumlah kecil koloid hidrofilik atau hidrofobik pada suatu koloid

hidrofobik yang memiliki muatan berlawanan cenderung mensensitisasi atau bahkan

mengkoagulasi partikel-partikel. Beberapa peneliti menganggap hal ini disebabkan oleh

penurunan potensial zeta sampai dibawah nilai kritis (biasanya sekitar 20-50 milivolt).

Peneliti lain menyatakan bahwa ketidakstabilan partikel-partikel hidrofobik berkaitan dengan

pengurangan ketebalan lapisan ion yang mengelilingi partikel serta penurunan tolak-menolak

coulomb antar partikel. Akan tetapi, penambahan sejumlah besar hidrofil (koloid hidrofilik)

menstabilkan sistem tersebut; hidrofil teradsorpsi pada partikel-partikel hidrofobik. Fenomena

ini dikenal sebagai perlindungan, dan sol hidrofilik yang ditambahkan dikenal sebagai koloid

pelindung. Beberapa metode untuk mendapatkan stabilisasi koloid hidrofilik (yaitu kerja

pelindung) telah dikaji oleh Schott.

Sifat pelindung biasanya dinyatakan sebagai bilangan emas. Bilangan emas adalah

berat minimum koloid pelindung dalam milligram (berat kering fase terdispersi) yang

dibutuhkan untuk mencegah perubahan warna dari merah menjadi lembayung dalam 10 ml

sol emas pada penambahan 1 ml larutan natrium klorida 10%.

Contoh sensitisasi dan kerja pelindung dalam bidang kefarmasian dapat dilihat ketika

bismut subnitrat disuspensikan dalam dispersi tragakan; campuran ini membentuk gel yang

mengeras menjadi massa keras didasar wadah. Bismut subkarbonat dapat bercampur dengan

tragakan karena merupakan senyawa yang tidak berdisosiasi dengan memadai untuk

membebaskan ion bismut.

Fenomena ini kemungkinan melibatkan sensitisasi dan koagulasi gom oleh ion Bi3+.

Gom yang terflokulasi kemudian beragregasi dengan paritkel-partikel bismut subnitrat

membentuk gel atau gumpalan keras (hard cake). Jika ditambahkan fosfat, sitrat, atau tartrat,

ion-ion tersebut akan melindungi gom dari pengaruh koagulasi oleh ion-ion Bi3+, dan tanpa

diragukan, dengan mengurangi potensial zeta pada partikel-partikel bismuth, ion tersebut akan

memflokulasi sebagian bahan yang tidak larut. Kecenderungan pembentukan gumpalan oleh

sistem yang terflokulasi sebagian ini jauh lebih kecil dibandingkan oleh sistem yang

terdeflokulasi. Efek ini penting dalam formulasi suspensi.

j. PELARUTAN

Suatu sifat penting koloid gabungan dalam larutan yaitu kemampuan misel-misel

untuk meningkatkan kelarutan bahan yang biasanya tidak larut, atau sangat sukar larut, dalam

medium dispersi yang digunakan. Fenomena yang dikenal sebagai pelarutan (solubilisasi) ini

Page 20: koloid

telah dikaji oleh banyak penulis, antara lain Mulley, Nakagawa, Elworthy dkk., Serta Attwood

dan Florence. Pelarutan telah dimanfaatkan dibidang farmasi selama bertahun-tahun; pada

tahun 1892, Engler dan Dieckhoff meningkatkan kelarutan sejumlah senyawa dalam larutan

sabun.

Lokasi, distribusi, dan orientasi obat terlarut dalam misel penting untuk diketahui guna

memahami aspek kinetic proses pelarutan dan interaksi obat dengan berbagai unsure berbeda

membentuk misel. Factor ini dapat mempengaruhi stabilitas dan bioavaibilitas obat serta

berhubungan juga dengan keseimbangan antara sifat polar dan nonpolar dari molekul tersebut.

Molekul nonpolar dalam system verair yang menganadung zat akti permukaan ionic akan

berbeda pada inti hidrokarbon dari misel, sedangkan zat terlarut polar akan cenderung

teradsorpsi pada permukaan misel. Distribusi anisotropic molekul-molekul air dalam jaket

polar menguntungkan inklusi ( pelarutan ) berbagai macam molekul. Oleh sebab itu, pelarutan

dapat terjadi baik pada inti maupun pada jaket, yang disebut juga lapisan palisade. Jadi

senyawa-senyawa tertentu akan tertahan diantara rantai-rantai polioksietilen. Pada kondisi ini,

senyawa dapat dianggap mengalami inklusi di dalam polioksietilen yang merupakan bagian

terluar misel dan bukan diadsorpsi pada permukaan misel.

Resonansi magnet inti ( NMR ) dan teknik pencitraan spektroskopik yang menggunakan

daerah spectrum cahaya tampak dan ultraviolet digunakan untuk menetapkan lokasi pelarutan.

Beberapa karateristik spektroskopik ultraviolet sensitive terhadap polaritas medium. Dimana

geseran spectrum senyawa yang terlarut dalam misel digunakan untuk menetapkan polaritas

lingkungan mikro dari lokasi pelarutannya.

Fraksi oabat yang berada pada permukaan misel dalam keadaan teradsorpsi

berhubungan dengan aktivitas permukaan yang dimiliki obat. Pada konsentrasi yang

digunakan, bahan aktif permukaan tidak boleh toksik jika digunakan untuk obat dalam, harus

dapat bercampur dengan pelarut ( biasanya air), bercampur dengan bahan yang akan

dilarutkan, bebas dari bau dan rasa yang tidak enak, dan relative tidak menguap. Toksisitas

merupaka factor penting yang perlu diperhatikan. Oleh sebab itu, kebanyakan system terlarut

menggunakan surfaktan nonionic. Jumlah surfaktan yang digunakan juga penting untuk

diperhatikan, karena pada penggunaan yang berlebih dapat menyebabkan toksik dan

penurunan daya adsorpsi dan aktivitasnya. Dan apabila kekurangan akan mengakibatkan

pengendapan zat yang akan dilarutkan.

A) Factor yang Mempengaruhi Pelarutan

Naik turunnya suatu kelrutan surfaktan obat sangat bervariasi tergantung pada

sifat kimia surfaktan dan lokasi obat dalam misel. Missal, apabila suatu obat

Page 21: koloid

hidrofobik dilarutakan dalam inti misel, peningkatan rantai alkil lipofilik pada

surfaktan akan meningkatkan pelarutan. Pada saat yang bersamaan, pemanjangan

jari-jari misel karena meningkatnya panjang rantai alkil mengurangi tekanan laplace

sehingga mempermudah masuknya molekul obat kedalam misel. Untuk misel yang

mengandung surfaktan ionic, pemanjangan jari-jari inti hidrokarbon merupakan

metode utama peningkatan pelarutan, sedangkan pada misel yang mengandung

surfaktan nonionic, efeknya belum teruji.

B) Temodinamika Pelarutan

Pelarutan dapat dipandang sebagai partisi suatu obat di antara fase misel dan

lingkungan berair. Jadi energy bebas standar pelarutan dapat dihitung dari koefisien

pastisi misel / medium air. Pelarutan suatu hidrokarbon dalam inti hidrofobik sama

dengan transfer hidrokarbon dari air ke medium organic. Dimana fungsi dari

termodinamika adalah untuk transfer berbagai zat terlarut yang memiliki polaritas

berbeda dari air ke larutan misel dank e pelarut organic pada suhu 250C.

C) Titik Krafft dan Titik Kabut

Sifat lain dari surfaktan ialah peningkatan kelarutan dengan cepat di atas suhu

tertentu, yang dikenal sebaga Titik Krafft. Titik Krafft merupakan suatu suhu

tertentu ketika surfaktan sama dengan CMC. Jika suatu surfaktan memiliki titik

krafft dibawah normal, maka tidak akan terjadi miselisasi atau akan terbentuknya

endapan bukan misel. Dengan kenaikan suhu, maka kelarutan akan meningkat

perlahan-lahan. Disebabkan karena konsentrasi misel kritis, maka kristal-kristal

surfaktan melebur dengan bergabung menjadi misel-misel yang mudah larut.

D) Koaservasi dan Fenomena Titik Kabut

Pelarutan dapat mengubah sifat misel tertentu seperti umumnya titik kabut dan

ukuran misel. Solubilizat organic umumnya menurunkan titik kabut surfaktan

nonionic. Hidrokarbon alifatik cenderung meningkatkan titik kabut, sedangkan

hirokarbon aromatic senderung menurunkan atau meningkatkan titik kabut dimana

bergantung terhadapa konsentrasinya. Peningkatan ukuran misel menunjukkan

terjadinya restrukturisasi misel, dimana menghasilkan misel yang lebih simetris

dengan hidrasi yang lebih besar. Koaservasi disini merupakan suatu bentuk

peralihan dari larutan yang mengandung misel mirip batang dalam keadaan gas

Page 22: koloid

menjadi dua larutan, yaitu salah satu larutan dalam bentuk yang lebih kental dan

larutan yang lainnya dalam keadaan yang lebih encer. Agregat misel yang kental ini

ternyata masih dapat menampung hidrokarbon yang dimana dapat merubah bentuk

dari batang menjadi globul. Globul-globul ini terjadi akibat adanya gaya tarik

menarik antara globul kecil, lemah dan system tidak dapat berada dalam keadaan

mengental dan keadaan gas secara bersamaan. Dalam system ini terjadi fenomena

unik yaitu, system surfaktan biner ( dua fasa ) dimana suatu koaservat dapat diubah

menjadi larutan fase tunggal oleh pelarutan hidrokarbon di dalam misel, pelarutan

ini terjadi akibat aadanya kenaikan titik kabut pada misel tersebut yang membuat si

hidrokarbon bereaksi.

k. Aplikasi Koloid dalam Bidang Farmasetika

Koloid digunakan secara luas untuk memodifikasi obat. Sifat yang paling sering

dipengaruhi adalah kelarutan suatu obat. Akan tetapi, bentuk kolid banyak obat

memperlihatkan sifat yang sangat berbeda bila dibandingkan dengan bentuk biasa dari obat

tersebut penting lain dari koloid dalam bidang farmasetika adalah penggunaan koloid sebagai

system penghantar obat. System penghantar obat yang paling sering digunakan mencakup

hidrogel, mikrosfer, mikroemulsi, liposom, miselm nanopartikel, dan nanokristal.

Page 23: koloid

Daftar Pustaka