kode/nama rumpun ilmu : 251/ilmu kedokteran hewan laporan

25
0 K ode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING POTENSI PENGEMBANGAN METODE DIAGNOSIS BERBASIS GLIKOPROTEIN VIRUS RABIES ISOLAT BALI SEBAGAI ANTIGEN Tim Peneliti Prof. Drh. Nyoman Mantik Astawa, Ph.D./ 000101048 Prof. Dr. Drh. GA Yuniati Kencana, MP/ 0005065911 Drh. Ida Bagus Kade Suardana, M.Kes / 0007106304 Fakultas Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

Upload: others

Post on 29-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

0

Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan

LAPORAN HASIL

PENELITIAN HIBAH BERSAING

POTENSI PENGEMBANGAN METODE DIAGNOSIS BERBASIS GLIKOPROTEIN

VIRUS RABIES ISOLAT BALI SEBAGAI ANTIGEN

Tim Peneliti

Prof. Drh. Nyoman Mantik Astawa, Ph.D./ 000101048

Prof. Dr. Drh. GA Yuniati Kencana, MP/0005065911

Drh. Ida Bagus Kade Suardana, M.Kes /0007106304

Fakultas Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Udayana

April 2015

Page 2: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

RINGKASAN 2

BAB I PENDAHULUAN 3

1.1. Latar belakang 3

1.2. Tujuan Khusus Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Penyakit rabies 5

2.2. Virus Rabies dan Protein Penyusunannya 5

2.3. Propagasi Virus rabies pada kultur sel dan hewan Coba 7

2.4. Antibodi Monoklonal terhadap virus rabies 8

2.5 Diagnosis Laboratorium Penyakit Rabies 9

BAB III METODE PENELITIAN 9

3.1. Alur kerja Penelitian 9

3.2 Imunisasi Mencit 10

3.3. Pembuatan dan Pemurnian AbMo anti-glikoprotein Virus rabies 10

3.4 Karakterisasi AbMo 11

3.5 Pelabelan AbMo dengan FITC 11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 12

4.1. Imunitas mencit terhadap antigen Rabies 12

4.2. Hasil Fusi Sel Mieloma dan Limfosit mencit kebal antigen rabies 12

4.3. Karakteristik AbMo 13

4.4. Pelacakan Virus Rabies pada otak anjing terinfeksi 15

BAB V RENCANA PENELTIAN PADA TAHUN KE II 17

5.1. Ttujuan peneltian 17

5.2. Metode penelitian 18

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 19

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAPORAN PENGGUNAAN ANGGARAN 24

Page 3: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

2

RINGKASAN

Rabies merupakan penyakit zoonosis tertua di dunia dan sampai sekarang belum

dapat diatasi secara tuntas. Salah satu faktor penting yang menghambat upaya

pembertantasan dan pengendalian rabies di Indonesia tersedianya metode diagnosis yang

akurat dan cepat untuk penyakit rabies. Metode diagnosis berbasis glikoprotein virus rabies

isolat Bali diharapkan mmampu meningkatkan spesifisitas dan sensitivitas diagosis rabies

pada hewan. Tujuan penelitian pada tahun pertama adalah membuat dan memurnikan AbMo

terhadap glikoprotein virus rabies serta melabel AbMo untuk melacak virus rabies pada

hewan yang terinfeksi. Pembuatan bMo terhadap glikoprotein virus rabies dilakukan dengan

memfusikan antara sel mieloma dan limfosit pengahsil antibodi antirabies. Sel hibridoma

yang menghailkan AbMo terhadap glikoprotein virus rabies kemudian diperbanyak dengan

pada kultur sel hibridoma. Pemurnian AbMo dilakukan dengan dimurnikan dengan protein

A-sepharose, dan AbMo yang telah dimurnikan kemudian dilabelkan ke sepharose 4B.

Sepharose , 2). Sepharose 4B yang telah dilabel dengan AbMo anti-glikoprotein dipakai

sebagai matriks dalam kromatografi affinitas untuk memurnikan gikoprotein virus rabies

isolat bali tersebut. AbMo yang telah dimurnikan juga dilabel dengan flourescein

isotyocyanate (FITC) dan dipakai sebagai konjugat untuk melacak virus rabies pada otak

anjing yang terinfeksi. Dari 3 kali Fusi sel mieloma dan dan limfosist mencit yang kebal anjing yang terinfeksi. Dari 3 kali Fusi sel mieloma dan dan limfosist mencit yang kebal

terhadap virus rabies telah dihasilkan 542 klon sel hibridima dan 10 klon (CH9, AE7, AG9,

BB5, EE9, DB8, AE11, AF6, DA2 dan EA12) di antaranya menghasilkan antibodi terhadap

virus rabies. Pada uji ELISA dan imunohistokimia, semua AbMo bereaksi dengan virus

rabies dan tidak bereaksi dengan jaringan normal. Pada uji imunohistokimia menh\ggunakan

dengan sepharose 4B-Protein A yang selanjutnya akandipakai untuk memurnikan

glikoprotein virus rabies yang dipropagasi pada mencit atau pada kutltur sel dan peneltian ini

akan dikerjakan pada tahun kedua. Peneltian yang belum dikerjakan pada tahun pertama

adalah pelabelan AbMo dengan FITC untuk dipakai melacak virus pada jaringan otak yang

adalah pelabelan AbMo dengan FITC untuk dipakai melacak virus pada jaringan otak yang

terinfeksi.

.

Kata Kunsi: glikoprotein, rabies, virus, antigen, diagnosis

Page 4: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

3

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang dan Keutamaan Penelitian

Rabies merupakan penyakit zoonosis tertua di dunia dan sampai sekarang belum

dapat diatasi secara tuntas. Menurut WHO, lebih dari 3 juta orang di dunia berisiko tertular

rabies. Diperkirakan bahwa penyakit ini membunuh sekitar 50 000 60 000 manusia di sekitar

85 negara yang masih endemik rabies (WHO, 2005). Berbagai upaya telah dilakukan untuk

membrantas penyakit rabies di Dunia, tetapi sampai sekarang penyakit ini belum dapat

diberantas secara tuntas. Upaya pemberantasan penyakit ini masih terus dilakukan seperti

dengan vaksinasi, pengendalian populasi hewan penular rabies, dan tindakan lainnya. Namun,

pada kenyataannya rabies masih tetap ada dan bahkan di beberapa Negara berkembang,

penyebarannya cenderung makin meluas.

Di Indonesia, penyakit rabies telah ada sejak tahun 1889 dan penyebarannya

cenderung meluas. Beberapa daerah yang dulunya bebas historis kini menjadi daerah tertular

seperti Flores sejak tahun 1997, Pulau Bali (2008), dan Pulau Nias (2010) yang kini menjadi

daerah endemis. Selain itu, pada akhir tahun 2011 rabies muncul di Kabupaten Morotai,

Provinsi Maluku Utara dan Pulau Babar, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku.

Dengan demikian, wilayah Indonesia yang masih bebas rabies secara historis tinggal 5 daerah Dengan demikian, wilayah Indonesia yang masih bebas rabies secara historis tinggal 5 daerah

yaitu, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka

Belitung. Di beberapa daerah rabies berhasil diberantas seperti Jawa Timur, Jawa Tengah

dan DI Yogyakarta pada tahun 1997 serta DKI Jakarta yang dibebaskan pada tahun 2004,

sehingga saat ini tercatat ada 9 (sembilan) provinsi di Indonesia yang berstatus bebas rabies

(Anonim, 2012)

Penyakit rabies disebabkan oleh lyssavirus dari familia Rhabdoviridae dan

menyerang hewan berdarah panas (Balaul dan Lafon, 2003). Di Indonesia, penyakit ini

ditularkan melalui gigitan hewan tertular seperti anjing, kucing, dan kera. Namun, anjing

merupakan hewan penular rabies yang paling penting karena lebih dari 90% kasus rabies

pada manusia di Indonesia ditularkan melalui gigitan anjing. Keberadaan anjing liar yang

pada manusia di Indonesia ditularkan melalui gigitan anjing. Keberadaan anjing liar yang

tidak ada pemiliknya merupakan masalah besar dalam upaya pemberantasan penyakit rabies

di Indonesia. Ketersediaan metode diagnostik yang cepat, akurat, murah, dan sesuai dengan

konsdisi rabies di Indonesia sangat penting dalam upaya pencegahan dan pembrantasan

rabies di Indonesia. Metode diagnosis yang diperlukan meliputi, 1). penentuan status

kekebalan hewan pascavaksinasi yang dapat dipakai untuk membedakan hewan yang telah

kebal dan belum kebal setelah dilakukan vaksinasi, dan 2). Penentuan adanya virus rabies

Page 5: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

4

pada hewan terinfeksi sehingga tindakan yang perlu dilakukan dapat diputuskan dengan

cepat.

Sampai saat ini diagnosis rabies di Indonesia, kebanyakan masih mengandalkan

produk luar negeri. Misalnya, kit untuk melacak virus rabies pada hewan terinfeksi masih

menggunakan produk luar negeri, yaitu : berupa konjugat antibodi yang dilabel dengan

Flourescein isotyocyanate (FITC). Selain mahal penggunaan kit semacam ini juga tidak

sepenuhnya sesuai dengan virus rabies yang ada di Indonesia karena konjugat tersebut dibuat sepenuhnya sesuai dengan virus rabies yang ada di Indonesia karena konjugat tersebut dibuat

menggunakan isolat bukan asli Indonesia. Jika konjugate seperti itu dapat dibuat di Indonesia

dan menggunakan virus rabies isolat lokal, maka akan tersedia metode pelacakan yang lebih

murah dan lebih sesuai dengan virus rabies yang ada di indonesia.

Sementara itu, kit untuk melacak status kekebalan (antibodi) hewan pascavaksinasi,

meskipun ada yang mengembangkan, kit tersebut masih menggunakan virus utuh sebagai

antigen, serta berupa isolat virus rabies yang bukan asli Indonesia. Penggunaan antigen utuh

dalam kit untuk melacak antibodi mempunyai kelemahan karena melacak antibodi terhadap

semua protein yang menyusun virus rabies. Sementara itu, protein virus rabies yang paling

penting dalam infeksi adalah glikoprotein karena protein inilah yang menginisiasi infeksi

virus ke dalam sel inang. Karena itu, hanya antibodi terhadap protein inilah yang dapat virus ke dalam sel inang. Karena itu, hanya antibodi terhadap protein inilah yang dapat

mencegah infeksi karena mampu menetralisir virus. Jika glikoprotein virus rabies dipakai

sebagai antigen untuk melacak antibodi, maka antibodi yang dilacak hanya antibodi yang

menetrlisasi virus (Zhang et al, 2011). Dengan begitu, hasilnya langsung mencerminkan

tingkat kekebalan hewan terhadap virus rabies..

Oleh karena itu perlu dikembangkan metode diagnosis berbasis glikoprotein dan

menggunakan virus rabies isolat lokal Bali. Metode diagnosis yang dapat dikembangkan

meliputi 1). Uji enzim linked immunosorbant assay (ELISA) dan Uji Agglutinasi latex

menggunakan glikoprotein virus rabies isolat Bali untuk melacak antibodi (status kekebalan)

pada hewan pasca vaksinasi dan 2) Uji Capture ELISA dan monoklonal antibodi-FITC

berbasis glikoprotein glikoprotein virus rabies isolat lokal bali untuk melacak virus rabies

berbasis glikoprotein glikoprotein virus rabies isolat lokal bali untuk melacak virus rabies

pada hewan terinfeksi.

Dengan demikian luaran yang diharapkan adalah tersedianya kit diagnosis rabies yang

murah, akurat, cepat dan berbasis glikoprotein virus rabies isolat lokal Bali. Selain itu,

temuan ini juga dapat dipublikasikan dalam jurnal nasional/internasional. Produk yang

diperoleh dari hasil penelitian ini juga berpotensi untuk mendapatkan HAKI

Page 6: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

5

1.2.Tujuan khusus penelitian

Tujuan khusus penelitian ini meliputi

Tahun I :

1. Untuk memproduksi antibodi monoklonal terhadap glikoprotein virus rabies isolat

lokal yang selanjutnya dapat dilabel dengan flourescein (FITC) dan dapat dipakai

melacak virus rabies pada hewan terinfeksi.

2. Memproduksi dan memurnikan antibodi monoklonal anti-glikoprotein yang dapat

dipakai untuk memurnikan glikoprotein virus rabies isolat Bali dengan cara

melabelkannya ke matriks sepharose 4B

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1.1.Penyakit Rabies

Rabies merupakan penyakit menular yang akut dan menyerang jaringan syaraf. Bahaya

rabies bagi manusia berupa kematian dan gangguan ketenteraman hidup masyarakat. Hewan

seperti anjing, kucing dan kera yang menderita rabies akan menjadi ganas dan biasanya

cenderung menyerang atau menggigit manusia. Penderita rabies dapat menunjukkan gejala

syaraf yang mengerikan dan biasanya diakhiri dengan kematian. Karena itu, di daerah syaraf yang mengerikan dan biasanya diakhiri dengan kematian. Karena itu, di daerah

tertular, rabies menimbulkan rasa cemas dan ketakutan, baik bagi orang yang digigit hewan

terinfeksi rabies maupun bagi masyarakat pada umumnya. Pada hewan yang menderita

penyakit ini biasanya ditemukan virus dengan konsentrasi tinggi pada air ludahnya, oleh

karena itu penularan umumnya terjadi melalui melalui suatu luka gigitan. Infeksi rabies pada

hewan ditandai dengan mencari tempat yang dingin diikuti dengan sikap curiga dan

menyerang apa saja yang ada disekitarnya, hipersalivasi, paralisa dan mati. Gejala rabies

pada manusia yang menyolok berupa rasa takut air (hydrophobia) dan gejala-gejala

encephalitis.

1.2.Virus rabies dan protein penysusunnya

Virus penyebab penyakit rabies adalah lyssavirus dari familia Rhabdoviridae. Virus

ini berbentuk peluru dan mempunyai genom RNA berserat tunggal (Consales 2008). Virus ini

mempunyai amplop. Partikel virus rabies tersusun atas beberapa protein seperti protein

nucleocapsid (N), phosphoprotein (P) dan Matriks (M), glikoprotein (G) dan large (L).

Kelima protein itu disandi oleh lima mRNA yang ditranskripsi dari genom virus (Bradame

dan Tordo, 2001). Protein G membentuk spike pada permukaan virus dan berperan dalam

Page 7: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

6

perlekatan vrrus pada sel inang. Antibodi terhadap protein ini mampu menetralkan virus dan

merupakan protein virus yang dipakai dalam pembuatan vaksin rabies atau serum anti-rabies

(Consales, 2008).

Asam nukleat virus rabies adalah RNA serat tunggal polarisasi negatif. Panjang basa

asam nukleatnya adalah sekitar 12 kb yang mengandung sandi genetik untuk berbagai protein

yang menyusun virus rabies. Panjang masing-masing gen untuk setiap protein adalah N

(1424 basa), P (991 basa), M (805 basa), G (1075 basa) dan L (6475 basa). Semua gen (1424 basa), P (991 basa), M (805 basa), G (1075 basa) dan L (6475 basa). Semua gen

tersebut menyandi protein yang berperan penting dalam infeksi.

Glikoprotein (G) yang merupakan protein perlekatan (attachment) berfungsi

menginisiasi infeksi dengan cara melekatkan virus pada permukaan sel target. Jika

glikoprotein virus rabies ini melekat pada permukaan sel target (umumnya sel syaraf), maka

virus dapat menginfeksi sel tersebut (Kuzmina et al, 2013, Mori dan Marimoto, 2014).

Keberadaan antibodi yang mengikat protein G (antibodi anti-glikoprotein virus rabies) dapat

mencegah perlekatan virus pada permukaan sel target sehingga dapat mencegah infeksi

(mentralisasi virus). Karena itu, protein inilah yang mengandung antigen pemicu antibodi

netralisasi virus yang dapat melindungi tubuh dari infeksi virus rabies. Banyak vaksin rabies

yang dibuat hanya dengan hanya menggunakan protein G virus rabies. yang dibuat hanya dengan hanya menggunakan protein G virus rabies.

Secara molekul, glikoprotein virus rabies terbagai menjadi 3 bagian, yaitu bagian

yang berada di luar permukaan envelope virus (ektodomain), bagian yang ada pada amplop

(transmembrane domain), dan bagian yang berada di sebelah dalam amplop

(intracytoplasmic domain). Bagian yang mampu menginduksi kekebalan yang protektif

adalah bagian ektodomain . Bagian ini yang merupakan bagian yang paling konservatif

(tingkat kesamaan sekuen asam amino) tinggi di antara berbagai isolat virus rabies dan

bahkan di antara genotipe dari Lyssavirus (Badrane dan Tordo, 2001; Soesetyo, 2008). Dua

Lyssaviruses akan mentralisasi silang bila mempunyai tingkat kesamaan sekuen asam amino

lebih dari 72% pada daerah ektodomain (Badrane et al., 2001). Karena itu protein G

tertutama daerah ektodomain yang konservatif menentukan kekerabatan imunlogis di antara

tertutama daerah ektodomain yang konservatif menentukan kekerabatan imunlogis di antara

berbagai lyssavirus dan di antara berbagai isolat virus rabies. Tingkat kesamaan sekuen asam

amino di daerah tersebut selanjutnya dapat dipakai untuk menentukan efektivitas suatu

vaksin. Misalnya, di antara virus rabies di Asia, seperti Thailand, Jepang, China dan

Indonesia, tingkat kesamaan sekuen asam amino daerah ektodomain tersebut adalah 92-93%

(Susetya et al, 2005) yang menunjukkan bahwa vaksin yang dibuat nenggunakan virus rabies

Page 8: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

7

isolat Jepang (isolate Jepang) masih efektif untuk mengatasi rabies di Indonesia, Thailand

dan China. Vaksin rabies yang dibuat menggunakan virus rabies strain PV, SAD B19, ERA

dan HEP Flury, juga efektif mengatasi rabies di Thailand dan Indonesia karena tingkat

keidetikan sekuen asam amino di daerah ektodomain protein G adalah sebesar 94-96%

Susetya et al, 2005, Susetyo et al, 2006).

Di luar daerah ektodomain, protein G mempunyai tingkat keragaman yang tinggi..

Karena itu, sekuen gen G di luar daerah ektodomain dapat digunakan untuk menentukan Karena itu, sekuen gen G di luar daerah ektodomain dapat digunakan untuk menentukan

tingkat kekerabatan genetik virus rabies di berbagai Negara. Bersama dengan gen N dan

mungkin juga penyandi protein lainnya, gen G dapat dipakai untuk menganalisis asal muasal

dan kekerabatan virus rabies di berbagai kawasan di dunia dan di berbagai daerah dalam

suatu negara negara. Dengan menganalisis tingkat homologi sekuen gen G virus lapangan

(street virus), virus rabies di Asia Tenggara (Malaysia, Thailand dan Indonesia) dan China

tampak membentuk 1 cluster genetic. Bahkan, salah satu isolat virus rabies asal Sumatera

juga tampak berkerabat lebih dekat dengan virus rabies strain CNX8601 dari Ningxia di

bagian Barat laut China (Tang et al., 2000) dibanding virus rabies dari Malaysia yang secara

geografis sebenarnya lebih dekat dengan Indonesia. Karena itu, virus rabies yang ada di

Sumatera diduga beasal dari China bukan dari Malaysia. Sumatera diduga beasal dari China bukan dari Malaysia.

1.3. Propagasi Virus rabies pada hewan coba dan Kultur Sel

Virus rabies umumnya menyerang jarigan otak atau kultur sel syaraf. Karena itu,

untuk memperbanyak virus, baik untuk kepentingan studi biologis maupun kepentingan

praktis seperti pembuatan vaksin dan kit diagnosis, virus rabies biasanya diperbanyak pada

otak hewan coba seperti kelinci dan mencit. Mencit paling sering dipakai sebagai hewan

coba di laboratorium karena hampir semua virus rabies dapat tumbuh dengan baik bila

disuntikan pada jaringan otak mencit terutama mencit muda yang belum disapih. Virus rabies

isolat Bali yang diisolasi dari otak anjing terinfeksi hampir semuanya tubuh dengan baik bila

disuntikan pada mencit muda belum disapih dan disuntikan secara intraserbral. Kematian

biasnya terjadi pada hari ke-9-21 pasca inokulasi dengan gajala yang khas penyakit rabies

biasnya terjadi pada hari ke-9-21 pasca inokulasi dengan gajala yang khas penyakit rabies

seperti exitasi, paralisis (lumpuh) dan kematian (data belum dipublikasikan).

Sementara itu, pada kultur sel, virus rabies umumnya tumbuh baik pada kultur sel asal

otak seperti sel neuroblastoma asal mencit (Yamada et al, 2012). Selain pada kultur sel asal

otak, virus rabies juga umumnya dapat diperbanyak pada kultur sel lestari asal ginjal seperti

Baby hanster kidney (BHK)-21 asal ginjal bayi hamster (Kalel et al, 2002) dan sel Vero asal

Page 9: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

8

ginjal kera hijau Afrika. Virus rabies yang tumbuh pada kultur sel tersebut biasanya tidak

menimbulkan kerusakan sel. Namun, penggunaan kultur sel yang bukan berasal dari sel otak

biasanya menghasilkan virus lebih banyak yang pada gilirannya dapat dipakai sebagai

sumber antigen untuk pembuatan vaksin maupun kit diagnosis. Virus rabies isolat bali dapat

tumbuh dengan baik pada kultur sel neurobalstoma mencit. Selain itu, secara terbatas virus

rabies isolat bali juga dapat tumbuh pada kultur sel BHK-21, meskipun masih perlu adaptasi

yang lebih lama agar diperoleh virus yang lebih banyak (data belum dipublikasikan).

1.4.Antibodi monoklonal terhadap virus rabies

Teknologi antibodi monoklonal merupakan salah satu teknologi yang sangat

berpotensi untuk dipakai dalam pengembangan metode diagnosis rabies yang akurat, cepat

dan murah. Hal ini dimungkinkan karena antibodi monoklonal mempunyai beberapa

keungulan. AbMo hanya bereaksi dengan satu jenis epitop sehingga dapat melacak virus

rabies pada inang dengan tingkat keakuratan yang tinggi (Ohnishi et al,2005). Selain itu,

teknologi juga telah memungkinkan untuk memproduksi AbMo dalam jumlah yang besar

secara in vitro bahkan dalam jumlah yang tidak terbatas karena sel penghasil AbMo dapat

ditumbuhkan secara in vitro dan dapat disimpan sebagai sel penghasil antibodi. Penggunaan

AbMo untuk melacak antigen dari berbagai jenis patogen telah banyak dilaporkan (Astawa et AbMo untuk melacak antigen dari berbagai jenis patogen telah banyak dilaporkan (Astawa et

al 2006; Astawa et al, 2012). Selain untuk diagnosis, AbMo juga sangat berpotensi untuk

dikembangkan untuk imunterapi rabies pada hewan dan manusia. Karena itu, jika antibdi

monokonal antivrus rabies dapat diproduksi di Indonesia, maka tidak saja bermanfaat untuk

pengembangan metode diagnosis, tetapi juga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai

reagensia imunoterapi untuk mengatasi rabies di Indonesia.

Berbagai konjugat untuk melacak virus rabies pada jaringan/organ (terutama otak)

juga dibuat menggunakan antibodi monoklonal terhadap virus rabies. Namun kebanyakan

konjugat tersebut dibuat menggunakan virus rabies standar yang bukan asli Indonesia seperti

antibodi monoklonal menggunakan virus vaksin rabies yang bukan isolat Indonesia, dan telah

antibodi monoklonal menggunakan virus vaksin rabies yang bukan isolat Indonesia, dan telah

dapat digunakan sebagai antibodi untuk melacak virus rabies pada otak anjing dengan uji

immunoflourescein dan imunoperoksidase (Astawa et al, 2010). Namun, pemnggunaan

antibodi monoklonal anti-glikoprotein (yang dibuat menggunakan virus rabies isolat lokal

bali) untuk melacak virus rabies pada hewan terinfeksi, dan untuk mermurnikan glikoprotein

yang digunakan sebagai antigen dalam uji (ELISA dan agglutinasi latex) juga belum dikaji.

Page 10: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

9

2.5. Diagnosis Rabies di Laboratorium

Diagnosis rabies dengan cepat pada hewan sangat diperlukan dalam upaya

penanganan hewan terangka atau manusia yang digigit oleh hewan tersebut (Hemachuda et

al, 1988). Di negara negara maju metode diagnosis telah dikembangkan dengan baik

sehingga sangat membantu upaya penanggulangan dan pencegahan rabies di negara tersebut.

Namun, di negara-negara berkembang pengembangan metode diagnosis masih dihadapkan

pada berbagai kendala seperti terbatasnya fasilitas dan sumber daya yang ada.

Uji cepat rabies biasanya dilakukan dengan mebuat sediaan ulas otak dari hewan

terangka di atas gelas obyek dan pewarnaan seller untuk menemukan negri bodies. Untuk

melacak antigen virus rabies dalam jaringan terinfeksi dapat dilakukan uji imunoflouresen

(FAT) pada sediaan sentuh otak hewan yang tersangka rabies. Uji ini merupakan uji klasik

yang telah dipakai sejak lama (Lima et al, 2005). Selain itu untuk lebih memastikan

diagnosis, dapat dilakukan isolasi virus, baik menggunakan kultur sel neuroblas maupun

menggunakan mencit baru lahir. Semntara itu, uji berbesis genetik molekuler seperti PCR dan

uji genetik lainnya tidak dianjurkan (WHO, 2004).

BAB. III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alur Kerja Penelitian Tahun Pertama

Pembuatan AbMo anti-

glikoprotein virus rabies

isolate Bali

Labelling AbMo dengan-

Purifikasasi AbMo dengan

sepharose 4B-Protein A

Labelling AbMo dengan-

Flourescein

isotyocyanate (FITC)

Konjugat AbMo-

anti-glikoprotein -

FITC

Labelling CnBr activated

sepharose 4B dengan AbMo

antiglikoprotein virus rabies

Page 11: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

10

3.2. Imunisasi mencit dengan antigen rabies

AbMo anti gkoprotein virus rabies dibuat dengan mengimunisasi mencit Balb/c

dengan vaksin rabies yang tersedia secara komersial dan virus rabies isolate bali. Skema

imunisasi dilakukan sesuai dengan prosedur yang dijabarkan oleh Astawa et al, 2012. Dalam

hal ini, mencit diimunisasi 4 kali dengan interval waktu 10 hari. Satu minggu setelah

imunisasi teakhir, mencit diimunisai setiap hari selama 3 hari secara berturut-turut. Mencit imunisasi teakhir, mencit diimunisai setiap hari selama 3 hari secara berturut-turut. Mencit

kemudian siap dipakai untuk pembuatan sel hibridoma.

3.3.Pembuatan dan pemurnian AbMO anti-glikoprotein virus rabies

Hibridoma dibuat dengan cara mefusikan sel myeloma dengan limfosit asal limpa

mencit yang telah kebal terhadap virus rabies. Sebanyak 108 sel limfosit asal mencit yang

kebal (menghasilkan antibodi) terhadap virus rabies diusikan dengan 2 x 107 sel mieloma

(NS1) menggunakan polyethylene glycol (PEG) 45 %. Sel hasil fusi kemudian disuspensikan

dengan medium selektif DMEM-HAT (dulbeco modified essential medium-hypxanthine

amainopterin thymine) yang mengandung 106

dibiakan dalam plat mikro biakan sel 96 sumuran pada suhu 37oC. Media selektif akan dibiakan dalam plat mikro biakan sel 96 sumuran pada suhu 37 C. Media selektif akan

membunuh sel mieloma, tetapi tidak membunuh sel mieloma yang berfusi dengan limfosit.

Sel yang berfusi ini menghasilkan sel hybrid yang disebut sel hibridoma. Tujuh hari setelah

fusi, sel hibridoma dibiakan dalam media HT sampai muncul klon hibridoma yang

menghasilkan antibodi terhadap antigen virus rabies.

Skrining klon hibridoma yang menghasilkan AbMo terhadap glikoprotein virus rabies

dilakukan dengan uji ELISA menggunakan glikoprotein virus rabies sebagai antigen.

Hibridoma yang terbukti menghasilkan AbMo terhadap glikprotein kemudian diisolasi dan

dipakai untuk menyiapkan AbMo dalam jumlah besar. AbMo stok ini dibuat dengan cara

menumbuhkan hibridoma dalam media HT sampai terlihat tanda-tanda kematian sel. Cairan

supernatannya kemudian ditampung, disimpan dalam -20oC dan dipakai sebagai AbMo stok.

supernatannya kemudian ditampung, disimpan dalam -20oC dan dipakai sebagai AbMo stok.

Selain itu, AbMo stok juga dibuat dengan penyuntikan sel hibridoma pada mencit

Balb/c. Pertama, mencit jantan dewasa disuntik dengan dengan 0,5 ml pristane. Dua minggu

setelah penyuntikan pristane, sebanyak 1 juta sel hibridoma penghasil antibodi disuntikkan ke

dalam rongga abdomen mencit. Cairan ascites dipanen setelah perut mencit mengalami

pembengkakan.

Page 12: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

11

3.4. Karakterisasi AbMo

Protein khas virus rabies yang bereaksi dengan AbMo ditentukan dengan metode

western blotting. Pertama, protein virus rabies diencerkan dalam sample reducing buffer

(SDS 2,3 %, mercaptoethanol 5%, Tris-HCl 0,0625 M. pH. 6,0, gliserol 10%, bromophenol

blue 0,001%) dan dianalisis dengan SDS-PAGE (sodium dedocylsulphate- polyacrylamide

gel electropjoresis). Protein virus rabies yang telah dipisahkan dalam gel kemudian ditransfer

ke membran nitroselulosa. Membran nitroselulosa dipotong kecil-kecil dan direaksikan ke membran nitroselulosa. Membran nitroselulosa dipotong kecil-kecil dan direaksikan

dengan AbMo. Adanya ikatan antara AbMo dengan protein virus AI divisualisasikan dengan

penambahan anti-mouse IgG-alkaline phosphatase dan substrat BCIP/NBT.

Penentuan epitop AbMo dilakukan dengan teknik ELISA kompetitif. Pertama , AbMo

dimurnikan dengan affinity chromatography menggunakan sepharose 4B- protein A. AbMo

murni tersebut kemudian sebagian dilabel dengan biotin dan sebagian lagi tidak dilabel.

ELISA kompetitif dilakukan dengan cara berikut. Ke dalam plat mikro ELISA yang telah

dilapisi dengan antigen virus rabies ditambahkan AbMo yang tidak dilabel. Setelah

diinkubasikan selama 30 menit pada suhu 37o C, ke dalamnya kemudian ditambahkan AbMo

yang sama atau yang berberda tetapi telah dilabel dengan biotin. Banyaknya AbMo yang

masih mampu berikatan dengan protein ditentukan dengan cara menambahkan streptavidin-masih mampu berikatan dengan protein ditentukan dengan cara menambahkan streptavidin-

HRP dan subsatrat TMB. Jika 2 AbMo mengenali epitop yang sama, maka AbMo yang

ditambahkan berikutnya tidak akan berikatan sehingga reaksinya menjadi negatif atau positif

lemah. Namun, jika 2 AbMo menganali epitop yang berbeda, maka AbMo yang ditambahkan

berikutnya akan berikatan dengan antigen sehingga memberikan reaksi positip.

3.5. Pemurnian dan pelabelan AbMo dengan FITC

AbMo pertama dimurnikan dengan affinity chromatography menggunakan sepharose

4B yang dilabel dengan protein A/protein G. Abmo yang telah dimurnikan didialisis dalam

larutan karbonat pH 8,6 selama 1 malam pada suhu 4oC. FITC kemudian ditambahkan ke

dalam antibodi yang telah dimurnikan. AbMo yang telah berlabelFITC kemudian dipisahkan

dalam antibodi yang telah dimurnikan. AbMo yang telah berlabelFITC kemudian dipisahkan

dengan molekul bitotin atau FITC yang tidak terkonjugasi menggunakan kromoatografi

kolom. Pelebelan dilakukan dengan coupling buffer (0.1 M NaHCO3, 0.5 M NaCl pH.

9,0) pada suhu kamar selama 2 jam sambil digoyang). FITC kemudian ditambahkan ke

dalam antibodi yang telah dimurnikan. AbMo yang telah berlabel biotin/FITC kemudian

dipisahkan dengan molekul bitotin atau FITC yang tidak terkonjugasimenggunakan

kromoatografi kolom.

Page 13: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

12

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Imunitas mencit terhadap antigen Virus rabies

Dalam penelitian ini, 4 ekor mencit betina umur 7-8 minggu diimunisasi dengan

antigen virus rabies. Antigen virus rabies yang dipakai berasal dari vaksin rabies yang

diperoleh dari dinas peternakan propinsi bali. Imunisasi dilakukan dilakukan 4 kali

masing masing dengan antigen dosis 0.2 ml per mencit dengan interval waktu 10 hari.

Seminggu setelah imunisasi terakhir titer antibodi terhadap virus rabies diukur dengan ada Seminggu setelah imunisasi terakhir titer antibodi terhadap virus rabies diukur dengan ada

uji ELISA. Hasil menunjukkan bahwa titer antibodi anti- virus rabies dalam serum

mencit berkisar antara 216 -217 OD50 (Tabel 1).

Tabel 1. Titer antibodi antivirusrabies isolat Bali dalam serum mencit yang diimunisasi

No Mencit Titer antibodi anti virus rabies

1 Mencit 1 215

2 Mencit 2 217

3 Mencit 3 216

4 Mencit 4 218

4.2. Hasil Fusi sel mieloma dengan limfosit mencit yang diimunisasi dengan antigen

virus rabies isolat Bali

Dari 3 kali percobaan fusi diperoleh 563 klon sel hibridoma dengan rincian 51 klon dari

fusi pertama, 203 klon dari fusi 2 dan 238 dari fusi ke tiga. Skrining dengan uji Uji ELISA

menunjukkan bahwa 1 klon sel hibridoma dari fusi pertama (klon CH9), 5 klon hibridoma

dari fusi ke-2 (AE7, BB5, DB8, EE9 dan AG9) dan 4 klon AE11, AF6, DA2 dan EA9)

dari fusi ke-3 yang menghasilkan antibdi terhadap antigen virus rabies isolat Bali (Tabel

2). Contoh sel hibridoma yang menghasilkan AbMo terhadap virus rabies disajikan pada

Gambar 1

Gambar 1

Page 14: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

13

.

Gambar 1. Contoh sel hibridima pengahsil antibodi terhadap virus rabies

Tabel 2. Fusi sel myleoma dengan sel limfosit asal mencit yang kebal terhadap virus

rabies Fusi

Fusi ke- Jumlah hibroma ELISA

Antigen

rabies

Antigen jaringan normal

I 51 1 0

II 203 5 0

III 238 4 0 III 238 4 0

Jumlah 542 10 0

4.3. Karakteristik AbMo antivirus rabies hasil Fusi

Dari 10 AbMo anti- virus rabies yang diproduksi oleh sel hibridoma, semuanya

bereaksi hanya dengan virus rabies pada uji ELISA. Semua AbMo yang telah diproduksi

masih harus dikarakterisasi lebih lanjut seperti penentuan berat molekul protein virus rabies

yang berekasi dengan AbMo, isotypenya dan lainnya. Contoh hasil uji ELISA terhadap media

penumbuh sel hibridoma ditampilkan pada tabel 3 dan Gambar 2). Sementara untuk fusi

lainnya di tampilkan pada Lampiran. Karakterisasi AbMo yang dihasilkan oleh sel hibridoma

lainnya di tampilkan pada Lampiran. Karakterisasi AbMo yang dihasilkan oleh sel hibridoma

yang telah dilakukan meliputi pengujian dengan uji ELISA secara berulang untuk mengetahui

stabilitas sel hibridoma dalam menghasilkan AbMo dan uji imunohistokimia. Sementara itu

karakterisasi yang masih harus dilakukan meliputi penentuan isotipe Imunoglobulin dan

penetuan protein yang bereaksi dengan AbMo (Tabel 4).

Page 15: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

14

Tabel 3. Uji ELISA terhadap hididoma pada Fusi ke-2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A 0.149 0.227 0.144 0.126 0.146 0.177 0.157 0.416 0.182 0.041 0.042 0.043

B 0.133 0.859 0.135 0.111 0.121 0.124 0.125 0.126 0.156 0.042 0.041 0.04

C 0.136 0.144 0.129 0.129 0.124 0.141 0.138 0.132 0.825 0.041 0.041 0.041

D 0.134 0.206 0.145 0.141 0.154 0.132 0.13 0.146 2.55 0.041 0.04 0.04

E 0.129 0.129 3.393 0.138 0.158 0.64 0.157 0.142 0.172 0.049 0.041 0.042

F 0.145 0.129 0.144 0.393 0.114 0.111 0.131 0.119 0.513 0.041 0.041 0.041 F 0.145 0.129 0.144 0.393 0.114 0.111 0.131 0.119 0.513 0.041 0.041 0.041

G 0.137 0.144 0.139 0.134 0.131 0.177 0.128 0.12 0.429 0.042 0.04 0.04

H 0.128 0.065 0.105 0.096 0.089 0.093 0.102 0.241 0.306 0.042 0.041 0.042

Gambar 1 Uji ELISA terhadap hididoma pada Fusi ke-2

Page 16: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

15

Tabel 4. Karakteristik AbMo anti-virus rabies hasil fusi

AbMo Isotipe Protein bereaksi IHK

CH9 Belum dites Belum ditentukan +++

AE7 Belum dites Belum ditentukan +++

AG9 Belum dites Belum ditentukan +++ AG9 Belum dites Belum ditentukan +++

BB5 Belum dites Belum ditentukan +++

DB8 Belum dites Belum ditentukan ++

EE9 Belum dites Belum ditentukan +++

AE11 Belum dites Belum ditentukan +++

AF6 Belum dites Belum ditentukan +++

DA2 Belum dites Belum ditentukan ++

EA12 Belum dites Belum ditentukan +++

4.4. Pelacakan virus rabies pada jaringan otak anjing terinfeksi rabies

Salah cara untuk mengetahui apakah AbMo yang dihasilkan oleh sel hibridoma

berekasi secara khas dengan virus rabies adalah dengan melacak virus tersebut pada jaringan

otak anjing yang terinfeksi virus rabies. Ke-sepuluh AbMo yang dihasilkan dalam penelitian

ini telah diuji dengan uji imunohitokimia. Semuanya bereaksi dengan virus rabies yang

ditanadai dengan adanya warna coklat pada sitoplasma dari sebagian kecil sel otak.

merupakan ciri dari infeksi virus rabies pada sel terinfeksi (Gambar3).

Page 17: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

16

Gambar 3. Contoh hasil uji Imunohistokimia menggunakan AbMo BB5. Tampak bahwa sel

terinfeksi virus rabies tercat dengan adanya negri bodi (tanda panah)

Sebanyak 10 antibodi monoklonal terhadap virus rabies telah dapat dibuat dengan

memfusikan sel mieloma mencit dengan limfosit mencit yang telah dikebalkan dengan

antigen virus rabies . AbMo yang telah berhasil masih harus dites untuk menentukan protein

yang bereaksi. Dalam penelnelitian ini AbMo yang dicari adalah AbMo yang bereaksi

dengan glikoprotein virus rabies. Satu AbMo (BB5) telah diproduksi dalam cairan ascites

mencit dan telah dimurnikan dengan afinity chromatography yang nantinya akan dipakai

untuk memurnikan glikoprotein virus rabies.

Partikel virus rabies tersusun atas beberapa jenis protein yang semuanya berperan

dalam aktivitasnya dalam sel terinfeksi. Sekurantg-kurangnya 5 protein telah diketahui yang

teridir atas nucleocapsid (N), phosphoprotein (P) dan Matriks (M), glikoprotein (G) dan large

(L). Gen yang menyandi kelima protein tersebut memiliki panjang basa sekitar 12 Kb yang

teridiri atas gen N (1424 basa), P (991 basa), M (805 basa), G (1075 basa) dan L (6475

basa) (Gonsales, 2008).

Abmo yang dicari dalam penelitian ini adalah yang berekasi dengan glikoprotein (G)

yang merupakan protein perlekatan (attachment) dari virus rabies (Kuzmina et al, 2013,

yang merupakan protein perlekatan (attachment) dari virus rabies (Kuzmina et al, 2013,

Mori dan Marimoto, 2014). AbMo yang mengikat protein G telah dimunrnikan dan

selanjutnya dapa dipakai untuk memurnikan protein G virus rabies yang dipropagasi pada

kultur sel atau jaringan otak mencit. Penggunaan protein G sebaga atigen untuk melacak

antibody pascavaksinasi diharapkan memeilki tingkat akurasi yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan kit ELISA yang tersedia yang umumnya menggunakan virus utuh

sebagai antigen (antibodi anti-glikoprotein virus rabies) dapat mencegah perlekatan virus

Page 18: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

17

pada permukaan sel target sehingga dapat mencegah infeksi (mentralisasi virus). Karena itu,

protein inilah yang mengandung antigen pemicu antibodi netralisasi virus yang dapat

melindungi tubuh dari infeksi virus rabies. Banyak vaksin rabies yang dibuat hanya dengan

hanya menggunakan protein G virus rabies.

Dalam penelitian ini sebanyak 10 klon (1,8%) dari 542 klon sel hibridoma

menghasilkan AbMo terhadap virus rabies. Selain 10 klon hibridoma tersebut, ada bebarapa

klon dengan nilai OD-nya di atas rata-rata nilai negatif , tetapi lebih rendah dibanding klon dengan nilai OD-nya di atas rata-rata nilai negatif , tetapi lebih rendah dibanding

dengan yang menghasilkan AbMo terhdap virus rabies. Sel tersebut tampaknya bereaksi

dengan antigen asal sel sehingga propagasinya tidak dilanjutkan. Dalam pembuatan AbMo,

beberapa faktor penting yang menentukan keberhasilannya. Pemilihan antigen yang dipakai

untuk imunisasi mencit, metode skrining yang dipakai untuk melacak sel hibridoma yang

menghasilkan antibodi terhadap antigen virus rabies sangat berperan dalam produksi AbMo.

Sampai saat ini sebagai besar (805) penelitian pada tahun pertama telah selesai.

Pekerjaan yang terbesar pada tahun pertama adalah pembuatan AbMo itu sendiri yang

memakan waktu lama dan tingkat kesulitan yang tinggi karena melibatkan teknik kultur sel

yang selain rumit juga memerlukan perhatian yang tinggi. Beberapa pekerjaan yang masih

harus dikerjakan pada tahun pertama adalah pelebelan AbMo dengan FITC dan penentuan

protein yang bereaksi dengan AbMo masih berlangsung dan dharapkan akan selesai pada

waktunya. Beberapa reagen kimia masih dipesan untuk menuntaskan penelitian ini

BAB V. RENCANA PENELITIAN TAHUUN KEDUA

5.1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mempropagasi virus rabies isolat lokal bali pada kultur sel BHK-21 atau

hewan coba mencit sebagai sumber glikoprotein yang dapat dikembangkan sebagai

antigen dalam uji ELISA dan uji aglutinasi latex untuk melacak antibodi terhadap

virus rabies pada hewan pascavaksinasi.

2. Untuk memurnikan antibodi monoklonal anti-glikoprotein yang dilabelkan ke

2. Untuk memurnikan antibodi monoklonal anti-glikoprotein yang dilabelkan ke

sepharose-4B yang selanjutnya dapat dipakai sebagai matriks untuk memurnikan

glikoprotein virus rabies isolat bali.

3. Glikoprotein virus rabies isolat Bali dipakai sebagai antitgen untuk melacak status

kekebalan hewan pasca vaksinasi

Page 19: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

18

5.2. Metode Penelitian

Propagasi virus rabies isolat Bali pada otak mencit /kultur sel BHK-21

Propagasi virus rabies isolat bali dilakukan dengan menyuntikan virus rabies asal otak

anjing yang telah terbukti positif rabies dengan uji FAT komersial. Otak anjing

dihomogenisasi dengan mortar dan kemudian dibuat suspensi 10% disuspesnsikan dalam

PBS. Sebanyak 0.1 ml suspensi jaringan otak tersebut kemudian disuntukan secara

intraserebral ke dalam otak mencit yang belum disapih. Gejala klinis rabies biasanya muncul

9-21 pasca inokulasi dengan gejala eksitasi, paralisis dan kematian. Mencit yang

menunjukkan gejala klinis rabies kemudian diperiksa dengan uji FAT

Propagasi pada kultur sel dilakukan dengan menumbuhkan sel BHK-21 pada media

DMEM yang mengandung 10 serum fetus sapi sampai pertumbuhan sel mencapai konfluen.

Setelah sel BHK tumbuh secara konfluen, media diatasnya dibuang dan diinokulasi dengan

suspensi otak anjing 10% (sama seperti di atas) yang sebelumnya telah disaring dengan filter

0.45 um. Sel BHK-21 dengan inokulum kemudian dibiarkan pada suhu 37derajat selama 1

jam. Inokulum kemudian dibuang dan diganti dengan media DMEM yang mengandung 3%

serum fetus sapi. Sel diikubasi pada suhu 37oC selama 4-6 hari. Adanya infeksi virus

kemudian dilacak dengan uji FAT. kemudian dilacak dengan uji FAT.

Penyiapan Matriks Sepharose-4B-anti-glikoprotein AbMo untuk memurnikan

glikoprotein virus Rabies isolat bali

Antibodi monoclonal terhadap glkoprotein virus rabies dilabel ke sepahrose 4B

dengan cara berikut. Sepharose 4B dimasukkan ke dalam larutan 1 mM HCl selama 15

menit sampai butiran gel mengembang. Gel kemudian dicuci dengan 200 ml of 1 mM HCl

dan kemudian dengan coupling buffer (0.1 M NaHCO3, 0.5 M NaCl pH. 9,0). Gel

sepharose kemudian dimasukan ke dalam cairan yang mengandung antibody dengan

perbandingan (4 mg antibody/0.286 g gel). Biarkan pada suhu kamar selama 2 jam sambil

digoyang). Sentrifugasi gel pada kecepatan 2000 rpm selama 1 menit dan cuci 3 kali

dengan coupling buffer dan inkubasikan dalam blocking buffer (1 M ethanolamine dalam

dengan coupling buffer dan inkubasikan dalam blocking buffer (1 M ethanolamine dalam

coupling buffer) selama 2 jam pada suhu kamar. Cuci 4 kali silih berganti dengan low pH

wash buffer (4x), coupling buffer (2x low pH) dan 2x coupling buffer (normal). Tuangkan

gel ke dalam kolum dan cuci dengan sterile-filtered PBS-azide dan simpan dalam Store

column in sterile-filtered PBS-azide

Pemurnian dan pengunnaan glikoprotein virus rabies untuk indirek ELISA.

Page 20: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

19

Glikoprotein virus rabies asal otak mencit atau kultur sel BHK-21 dimurnikan dengan

matriks sepharose-4B yang dilabel dengan monoklonal antibodi anti glikoprotein virus rabies

mengkuti metode Qu et al 2011 yang dimodifikasi. Pertama, virus rabies asal otak mencit

atau kultur sel BHK-21 diekstrak dengan penambahan larutan triton X 100 1% selama 30

menit pada suhu 4oC untuk memecah virus dan melepaskan glikoproteinnya dari partikel

virus. Exstrak sel yang mengandung virus rabies kemudian dibersihkan dengan cara

sentrifugasi. Virus rabies dalam cairan supernatan kemudian dinaktifkan dengan beta-

propiolaction 0.01 % selama 18 jam pada suhu 37oC. Kedua, sebanyak 2 ml matriks

sepharose 4B-AbMo dituangkan ke dalam kolom dan dicuci dengan 10 ml binding buffer

(0.1 M NaHPO4). Kedalam kolom kemudian dituangkan cairan supernatan yang

mengandung virus rabies dan glikoprotein yang telah lepas dari partikel virus rabies.

Glikoprotein akan berikatan dengan antibodi monklonal yang telah dilabelkan dalam matiks.

Matriks kemudian dicuci 15 ml washing buffer hingga yang tersisa dalam matiks hanya

glikoprotein. Glikoprotein kemudian dielusi dengan elution buffer (larutan HCl 0,01 M) dan

protein dalam larutan 0,01% Hcl segara dengan menambahkan NaOH sehingga pHnya

kembali mencapai 7,2. Kemurnian protein kemudian diuji dengan uji Western blot.

Glikoprotein virus rabies yang murni kemudian disimpan pada suhu -20oC

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

Sebanyak 10 AbMo telah dihasilkan dalam peneltian ini dan semuanya tampaknya

berekasi dengan virus rabies baik pada uji ELISA maupun uji Imunohistokimia untuk

melacak virus rabies pada jaringan/organ hewan terinfeksi rabies. Dengan AbMo tersebut,

protein khas virus rabies diharapkan dapat diisolasi yang nantinya diharapakn dapat dipakai

sebagai antigen untuk pengembangan kit diagnosis rabies terutama untuk melacak respons

antibodi pascavaksinasi rabies pada anjing. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat

sampai saat ini rabies masih belum dapat diberantas dari Indonesia terutama di Bali.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Rakornas Rabies. Arahan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pertemuan Koordinasi Pengendalian Rabies Nasional Bali, 28 Maret 2012

Astawa NM, Suardana, IBK, Kencana GAY. (2012). Production and use of monoclonal antibodies for detection of avian influenza virus infection in duck. Jurnal Veteriner 13 : 284-292

Baloul L, Lafon M. 2003. Apoptosis and rabies virus neuroinvasion. Biochem 85: 777-788.

Page 21: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

20

Bradame H., Tordo N. 2001. Host switching in Lyssavirus history from the chiroptera to the carnivora orders. J. Virol. 75: 8096-8104.

Consales CA, Bolzan VL 2008. Rabies review: immunopathology, clinical aspects and treatment. J. Venom. Anim. Toxins incl. Trop. Dis., 2007, 13, 1, p. 33

Fishbein DE., Robinson LE. 1994.Rabies. Brit. Med. J., , 330, 1088-9.

Hemachudha T, Laothamatas J, Rupprecht CE. 2002 Human rabies: a disease of complex neuropathogenic mechanism and diagnostic challenges. Lancet Neurol., 2002, 1:101-109.

Hemachudha T., Phanuphak P., Sriwanthana B. 1988. Immunologic study of human encephalitic and paralytic rabies: preliminary report of 16 patients. Am J Med 84: 673-7

Hemachudha T., Wacharapluersadee S. 2004. Antemortem diagnosis of human rabies. Clin Infect Dis 39: 1085-1086.

Kuzmina NA, Kuzmin IV, Ellison JA, Rupprecht CE, 2013. Coservation of Binding Epitopes for Monoclonal Antibodies on the Rabies Virus Glycoprotein. J Antivir Antiretrovir 5:2 037-043

Kallel H, Rourou S, Majoul S, Loukil H. 2003, A novel process for the production of a veterinary rabies vaccine in BHK-21 cells grown on microcarriers in a 20-l bioreactor Appl Microbiol Biotechnol 61:441 446

Lang J, Gravenstein S, Briggs D, et al 1998. Evaluation of the safety and immunogenicity of a new, heat-treated human rabies immune globulinusing a sham, postexposure prophylaxis of rabies. Biologicals 26: 7 15. prophylaxis of rabies. Biologicals 26: 7 15.

Lima Er., Riet-Correa F., Castro RS., Gomes AAB, Lima FS. 2005. Sinais clínicos, distribuição das lesões no sistema nervoso e epidemiologia da raiva em herbívoros na região Nordeste do Brasil. Braz J Vet Res 25: 250-264.

Lodish H, Berk A, Zipursky LS, Matsudaira P, Baltimore D, Darnell J, 2000 Molecular Cell Biology 4th Ed . Madisohn Avenue, New York, New York 10010 and Houndsmills, online E-book available at http://www.1cro.com/mcb/

bv.fcgi@call=bv.view..showsection&rid=mcb. iggrp.d1e21167.htm

Mori T, Morimoto K, 2004. Rabies virus glycoprotein variants display different patterns in rabies monosynaptic tracing Frontiers in Neuroanatomy 47 :1-12

Qu J, Lin Y, Ma R, Wang H. 2011. Immunoaffinity purification of polyepitope proteins against Plasmodium falciparum with chicken IgY specific to their C-terminal epitope

against Plasmodium falciparum with chicken IgY specific to their C-terminal epitope tag. Protein Expression and Purification, 75, 225-229

Susetya H, Sugiyama M, Inagaki A, Ito N, Mudiarto, MinamotoN. 2008. Molecular epidemiology of rabies in Indonesia. Virus Research 135:144-149

Susetya H, Sugiyama M, Inagaki A, Ito N, Oraveerakul K, Traiwanatham N, et al. Genetic characterization of rabies field isolates from Thailand. Microbiol Immunol 2003;47:653 9.

Page 22: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

21

Wong HB, Lim GH, 2011, Measures of Diagnostic Accuracy: Sensitivity, Specificity, PPV and NPVProceedings of Singapore Healthcare 20 : 316-318

World Health Organization (WHO). 2002. Current WHO GUIDE for rabies pre and post-exposure treatment in humans. WHO Department of Communicable Surveillance and Response, 23p.

World Health Organization (WHO), 2004 Expert Consultation on Rabies. 1. Report. Geneva: WHO Tech. Rep. Series, 931. 121p.

World Health Organization (WHO). 2005. Current WHO GUIDE for rabies pre and post-exposure treatment in humans. WHO Department of Communicable Surveillance and Response, 23p.

World Health Organization (WHO) 2004. Expert Consultation on Rabies. 1. Report. Geneva: WHO Tech. Rep. Series, 931. 121p.

Zhang K, Guo J, Xu Z, Xiang M, Wu B, Chen H (2011) 2Diagnosis and molecular characterization of rabies virus from a buffalo in China: a case report, . Virology Journal 11, 8:101

LAMPIRAN- LAMPIRAN

Lampiran 1. Titrasi antibodi rabies pada mencit pascaimunisasi

1 2 3 4 5 6 A 1.772 2.452 1.756 1.847 1/210

B 1.547 1.629 1.621 1.636 1/211 B 1.547 1.629 1.621 1.636 1/2

C 1.644 1.629 1.628 1.644 1/212

D 1.813 1.784 1.726 1.636 1/213

E 2.073 1.835 1.858 1.631 1/214

F 1.71 1.736 1.572 1.641 1/215

G 1.616 1.673 1.502 1.525 1/216

H 0.824 0.946 1.042 1.337 1/217

Lampiran 2. Beberapa hasil skrining sel hibridoma yang menghasilkan antibodi terhadap

virus rabies

1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A 0.19 1.593

1 9 17 25 33 41 49 57 65 73 81 89

B

2 10 18 26 34 42 50 58 66 74 82 90

C 35 0.467

C 35 0.467

3 11 19 27 0.259 43 51 59 67 75 83 91

D 36 0.168

4 12 20 28 44 52 60 68 76 84 92

E 37

5 13 21 29 45 53 61 69 77 85 93

F 38 6 14 22 30 46 54 62 70 78 86 94

G 39

7 15 23 31 1.094 47 55 63 71 79 87 95

H

Page 23: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

22

8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 88 96

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A 0.19 0.068 0.088 0.095 0.095 0.097 0.078 1.593 0.081 0.081 0.074 0.087

B 0.091 0.082 0.084 0.077 0.079 0.095 0.072 0.09 0.121 0.096 0.073

C 0.077 0.076 0.08 0.076 0.108 0.084 0.084 0.074 0.076 0.077 0.085 0.467

D 0.097 0.082 0.071 0.078 0.259 0.075 0.074 0.083 0.168 0.075 0.08 0.112

E 0.077 0.076 0.069 0.069 0.079 0.075 0.072 0.085 0.101 0.094 0.134 0.117

F 0.071 0.086 0.101 0.074 0.177 0.08 0.059 0.081 0.077 0.081 0.083 0.095

G 0.087 0.075 0.082 0.074 1.094 0.082 0.072 0.071 0.223 0.081 0.084 0.098 G 0.087 0.075 0.082 0.074 1.094 0.082 0.072 0.071 0.223 0.081 0.084 0.098

H 0.085 0.104 0.085 0.081 0.1 0.081 0.099 0.096 0.091 0.088 0.088 0.1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A 1 9 17 25 33 41 49 57 65 73 81

B 2 10 18 26 34 42 50 58 66 74 82

C 3 11 19 27 35 43 51 59 67 75 83

D 4 12 20 28 36 44 52 60 68 76 84

E 5 13 21 29 37 45 53 61 69 77 85

F 6 14 22 30 38 46 54 62 70 78 86

G 7 15 23 31 39 47 55 63 71 79 87

H 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 88

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

A 0.069 0.101 0.082 0.076 0.069 0.141 0.075 0.07 0.073 0.066 0.064 3.076 A 0.069 0.101 0.082 0.076 0.069 0.141 0.075 0.07 0.073 0.066 0.064 3.076

B 0.061 0.065 0.078 0.067 0.07 0.067 0.069 0.095 0.061 0.061 0.064 3.271

C 0.064 0.063 0.073 0.146 0.065 0.063 0.067 0.07 0.068 0.121 0.06 2.904

D 0.067 0.064 0.072 0.066 0.588 0.067 0.072 0.071 0.063 0.065 0.064 2.562

E 0.068 0.103 0.066 0.066 0.697 0.069 0.068 0.065 0.063 0.064 0.071 3.122

F 0.062 0.063 0.067 0.07 0.064 0.076 0.068 0.067 0.07 0.065 0.56 3.031

G 2.067 0.067 0.065 0.067 0.067 0.078 0.097 0.068 0.067 0.064 0.086 2.942

H 1.933 0.071 0.079 0.072 0.074 0.091 0.073 0.079 0.077 0.067 0.064 2.471

Lampiran 3. Contoh beberapa gambar uji ELISA hasil skrining sel hibridoma penghasil

antibodi monoklonal.

Page 24: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

23

Lampiran 4. Contoh klon sel hibridoma penghasil antibodi virus rabies yang sedang tumbuh

Page 25: Kode/Nama Rumpun Ilmu : 251/Ilmu Kedokteran Hewan LAPORAN

24

Laporan Penggunaan Anggaran

. Pembelian barang Habis Pakai

1. Foetal Bovine Serum (Sigma) Rp. 9.072.000

2. HAT media dan PEG/DMSO Rp. 4.648.00

3. TMB Substrate dan Streptavidin HRP Rp. 6.574.000

4. DMEM 10x1L (Sigma) Rp. 2.100.000

5. Parablot NCL Rp. 7.336.000

6. Aquades 10 L Rp.400.000

7. Spite 10 ml 5 box Rp.450.000

8. Spuit 5 ml 5 box Rp.300.000

9. Methanol 2,5 L Rp. 450.000

10. Alkohol 5 l Rp.150.000

11. Yellow dan blue tips Rp. 550.000

12. Centrifuge tubes Rp. 250.000

13. Lab pipet Rp. 850.000

Total. Rp.33.150.000