klasifikasi perawat menurut depkes ri

3
Klasifikasi perawat menurut Depkes RI (2004) terdiri dari perawat pengelola dan perawat pelaksana. Perawat pelaksana dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam pelayanan di rumah sakit meliputi pelaksanaan asuhan keperawatan serta kegiatan yang mendukung pelayanan keperawatan di rumah sakit. Khusus untuk pelayanan kegawatdaruratan, seorang perawat pelaksana seharusnya yang telah pernah mengikuti pelatihan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS). Dalam konteks pelayanan kegawatdaruratan, aspek asuhan keperawatan pada tahap pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan, karena dalam tahap pelaksanaan/implementasi ini harus mengacu kepada doktrin dasar pelayanan gawat darurat yaitu: time saving is life saving (waktu adalah nyawa), dengan ukuran keberhasilan adalah respons time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008). Lingkup pelayanan kegawatdaruratan adalah melakukan primary survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey Universitas Sumatera Utara menggunakan tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C : Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008). Salah satu indikator yang menunjukkan kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan adalah tingkat kematian yang terjadi di instalasi gawat darurat. Menurut Indikator Kinerja Rumah Sakit (Depkes RI, 2005), persentase keselamatan pasien di rumah sakit adalah 100%. Dengan demikian kematian pasien di instalasi gawat darurat rumah sakit menunjukkan tingkat kinerja tenaga keperawatan yang bekerja di unit pelayanan tersebut. Angka kematian yang tinggi menunjukkan pelayanan keperawatan kegawatdaruratan yang rendah. Pada dasarnya kinerja perawat dalam pelayanan di rumah sakit menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come), apa yang dilakukan dalam suatu asuhan keperawatan kegawatdaruratan merupakan suatu proses penanganan pasien dengan konsep penyelamatan jiwa pasien tersebut. Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktivitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, berdasarkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan (Nursalam, 2007). Fungsi igd adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah. Agar hubungan kolaborasi dapat optimal, semua anggota profesi harus mempunyai keinginan untuk bekerjasama. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagai nilai- nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat. Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam tim inter disiplin. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Dokter

Upload: aditya-henri

Post on 19-Dec-2015

122 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

,,.

TRANSCRIPT

Page 1: Klasifikasi Perawat Menurut Depkes RI

Klasifikasi perawat menurut Depkes RI (2004) terdiri dari perawat pengelola dan perawat pelaksana. Perawat pelaksana dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam pelayanan di rumah sakit meliputi pelaksanaan asuhan keperawatan serta kegiatan yang mendukung pelayanan keperawatan di rumah sakit. Khusus untuk pelayanan kegawatdaruratan, seorang perawat pelaksana seharusnya yang telah pernah mengikuti pelatihan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS).

Dalam konteks pelayanan kegawatdaruratan, aspek asuhan keperawatan pada tahap pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan, karena dalam tahap pelaksanaan/implementasi ini harus mengacu kepada doktrin dasar pelayanan gawat darurat yaitu: time saving is life saving (waktu adalah nyawa), dengan ukuran keberhasilan adalah respons time (waktu tanggap) selama 5 menit dan waktu definitif ≤ 2 jam (Basoeki dkk, 2008).

Lingkup pelayanan kegawatdaruratan adalah melakukan primary survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary survey Universitas Sumatera Utara menggunakan tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B : Breathing management; C : Circulation management; D : Drug Defibrilator Disability (Basoeki dkk, 2008).

Salah satu indikator yang menunjukkan kinerja perawat dalam pelayanan kegawatdaruratan adalah tingkat kematian yang terjadi di instalasi gawat darurat. Menurut Indikator Kinerja Rumah Sakit (Depkes RI, 2005), persentase keselamatan pasien di rumah sakit adalah 100%. Dengan demikian kematian pasien di instalasi gawat darurat rumah sakit menunjukkan tingkat kinerja tenaga keperawatan yang bekerja di unit pelayanan tersebut. Angka kematian yang tinggi menunjukkan pelayanan keperawatan kegawatdaruratan yang rendah.

Pada dasarnya kinerja perawat dalam pelayanan di rumah sakit menekankan apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa yang keluar (out-come), apa yang dilakukan dalam suatu asuhan keperawatan kegawatdaruratan merupakan suatu proses penanganan pasien dengan konsep penyelamatan jiwa pasien tersebut. Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktivitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, berdasarkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan (Nursalam, 2007).

Fungsi igd adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak

gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah.

Agar hubungan kolaborasi dapat optimal, semua anggota profesi harus mempunyai keinginan untuk bekerjasama. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagai nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik dalam tim inter disiplin. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lain sebagai membuat relevan pemberian pengobatan

Dasar-dasar Komperensi Kolaborasi a. Komunikasi

Komunikasi sangat dibutuhkan dalam berkolaborasi, karena kolaborasi membutuhkan pemecahan masalah yang lebih komplek, dibutuhkan komunikasi efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota tim. b. Respek dan kepercayaan

Respek dan kepercayaan dapat disampaikan secara verbal maupun non verbal serta dapat dilihat dan dirasakan dalam penerapannya sehari-hari. c. Memberikan dan menerima feed back

Feed back dipengaruhi oleh persepsi seseorang, pola hubungan, harga diri, kepercayaan diri, emosi, lingkungan serta waktu, feed back juga dapat bersifat negative maupun positif. d. Pengambilan keputusan

Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif guna menyatukan data kesehatan pasien secara komperensip sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota tm. e. Manajemen konflik

Untuk menurunkan komplik maka masing-masing anggota harus memahami peran dan fungsinya, melakukan klarifikasi persepsi dan harapan, mengidentifikasi kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih peran serta melakukan negosiasi peran dan tanggung jawabnya.

Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kriteria, yaitu: (1) adanya saling percaya dan menghormati, (2) saling memahami dan menerima

Universitas Sumatera Utara keilmuan masing-masing, (3) memiliki citra diri

positif, (4) memiliki kematangan professional yang setara

Page 2: Klasifikasi Perawat Menurut Depkes RI

(yang timbul dari pendidikan dan pengalaman), (5) mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, dan (6) keinginan untuk bernegoisasi. Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan saling ketergantungan (interdefensasi) untuk kerjasama dan bekerjasama. Bekerjasama dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan atau target yang telah ditentukan dapat tercapai. Selain itu menggunakan catatan klien terintegrasi dapat merupakan suatu alat untuk berkomunikasi antara profesi secara formal tentang asuhan klien. Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika : 1) semua profesi memiliki visi dan misi yang sama, 2) masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerkaannya, 3) anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik, 4) masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang bergabung dalam tim.

Peran Perawat Dalam Pelayanan Ke gawat Daruratan .Misi UGD : Secara pasti memberikan perawatan yang berkualitas terhadap pasien dengan cara penggunaan sistem yang efektif serta menyeluruh dan terkoordinasi dalam :a. Perawatan pasien gawat darurat.b. Pencegahan cedera.c. Kesiagaan menghadapi bencana.Menanggulangi pasien dengan cara aman dan terpercaya :a. Evaluasi pasien secara cepat dan tepat.b. Resusitasi dan stabilisasi sesuai prioritas.c. Menentukan apakah kebutuhan penderita melebihi kemampuan fasilitas.d. Mengatur sebaik mungkin rujukan antar RS (apa, siapa, kapan, bagaimana).e. Menjamin penanggulangan maksimum sudah diberikan sesuai kebutuhan pasien.

Petugas medis harus mengetahui :a. Konsep dan prinsip penilaian awal serta penilaian setelah resusitasi.b. Menentukan prioritas pengelolaan penderita.c. Memulai tindakan dalam periode emas.d. Pengelolaan ABCDE.

menurut Kramer &Schmalenberg (2003) ; Weiss & Davis (1985) ; Bagss(1994) elemenpenting untuk mencapai kolaborasi yang efektifa. Kerjasama .Adalah menghargai pendapat orang lain, bersedia untuk memeriksabeberapa alternatif pendapat dan bersedia merubah kepercayaan.b. Asertifitas .Adalah kemauan anggota tim kolaborasi untuk menawarkan informasi,menghargai pendekatan masing masing disiplin ilmu dan pengalamanindividu,individu dalam tim mendukung pendapat yang lain, menjaminbahwa pendapat masing – masing individu benar-benar didengar danadanya konsensus bersama yang ingin dicapai.c. Tanggung jawab.

Tanggung jawab disini berarti masing – masing individu harusmendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensusbersama dan harus terlibat dalam pelaksanaannya,mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakan yang telah dibuat,baik tanggung jawab masing – masing individu sebagai profesi, maupun tanggungjawab bersama sebagai satu tim dalam pengelolaand. Komunikasi.Artinya bahwa setiap anggota harus untuk membagi informasi pentingmengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk membuatkeputusan klinis, secara terbuka mampu untuk mengemukakan ide idedalam pengambilan keputusan pengelolaan pasien.e. Otonomi.Mencakup kemandirian (independent) anggota tim dalam bataskompetensinya. Otonomi bukan berarti berlawanan dari makna kolaborasi. Justru dengan otonomi masing masing profesi mempunyaikebebasan mempraktekkan ilmu dan mengelola pasien sesuai kompetensi .f. Kordinasi.Koordinasi diperlukan untuk efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalamperawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.g. Tujuan umum .Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung jawab.h. Mutual respect and trust. Norsen (1995) menyarankan konsep ini dimana dia mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota. Kepercayaanadalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung jawab, terganggunya komunikasi, otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan terjadi

Eugenia, L.Siegle.,Fay W Whitney., Kolaborasi Perawat Dokter ,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1996.

Page 3: Klasifikasi Perawat Menurut Depkes RI

Werdati S, Kolaborasi dan Kemitraan, Magister Managemen Rumah

Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ,2005.Sri Astutik, Evaluasi Praktek Kolaborasi Perawat dengan Dokter di ruang

VIP RSUD Pare, Kediri, 2003