klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

137
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa yang ada di dunia ini memiliki sifat atau ciri masing-masing disamping ciri yang dimiliki secara universal. Ciri-ciri yang universal berarti bahwa ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri yang sama merupakan unsur-unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain. Bahasa Jepang (disingkat BJ) secara umum memiliki beberapa karakteristik yang menjadi ciri pembeda dengan bahasa- bahasa yang lain. Adapun ciri-ciri tersebut adalah (1) bahasa Jepang menganut sistem MD. Dalam bahasa Jepang kata yang menerangkan terletak di depan kata yang diterangkan; (2) kata benda dalam bahasa jepang pada umumnya tidak mempunyai bentuk jamak. Kalau penutur menunjuk pada satu televisi (terebi) akan sama dengan menunjuk pada televisi yang lebih dari satu. Biasanya untuk membedakan televisi yang banyak penutur mengucapkan kalimat percakapan selanjutnya, seperti televisi yang mana atau televisi yang seperti apa; (3) terdapat perubahan bentuk dari verba, adjektiva maupun kopula. Adjektiva dalam bahasa Jepang dibagi menjadi dua, yaitu adjektiva „na‟ dan „i‟. Dalam waktu dan kondisi yang berbeda verba, kopula, adjektiva akan mengalami perubahan; (4) predikat terletak pada akhir kalimat; (5) dalam bahasa Jepang terdapat bentuk biasa dan bentuk sopan. Kedua bentuk tersebut berbeda penggunaannya, bentuk sopan dipakai ketika seseorang berbicara dengan

Upload: danghuong

Post on 11-Dec-2016

278 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap bahasa yang ada di dunia ini memiliki sifat atau ciri masing-masing

disamping ciri yang dimiliki secara universal. Ciri-ciri yang universal berarti bahwa

ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri

yang sama merupakan unsur-unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan

dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain. Bahasa Jepang (disingkat BJ) secara

umum memiliki beberapa karakteristik yang menjadi ciri pembeda dengan bahasa-

bahasa yang lain. Adapun ciri-ciri tersebut adalah (1) bahasa Jepang menganut sistem

MD. Dalam bahasa Jepang kata yang menerangkan terletak di depan kata yang

diterangkan; (2) kata benda dalam bahasa jepang pada umumnya tidak mempunyai

bentuk jamak. Kalau penutur menunjuk pada satu televisi (terebi) akan sama dengan

menunjuk pada televisi yang lebih dari satu. Biasanya untuk membedakan televisi

yang banyak penutur mengucapkan kalimat percakapan selanjutnya, seperti televisi

yang mana atau televisi yang seperti apa; (3) terdapat perubahan bentuk dari verba,

adjektiva maupun kopula. Adjektiva dalam bahasa Jepang dibagi menjadi dua, yaitu

adjektiva „na‟ dan „i‟. Dalam waktu dan kondisi yang berbeda verba, kopula,

adjektiva akan mengalami perubahan; (4) predikat terletak pada akhir kalimat; (5)

dalam bahasa Jepang terdapat bentuk biasa dan bentuk sopan. Kedua bentuk tersebut

berbeda penggunaannya, bentuk sopan dipakai ketika seseorang berbicara dengan

Page 2: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

2

atasan atau orang yang lebih dihormati, sedangkan bentuk biasa digunakan dalam

pembicaraan kepada teman atau kepada bawahan, dan (6) secara sintaktis bahasa

Jepang memiliki sistem pemarkah dan strukturnya berpola S-O-V dengan pemarkah

partikel, wa, ga, ni, e, wo, de yang menunjukkan hubungan dan fungsi gramatikal

dalam kalimat. Dalam membangun sebuah kalimat, verba sebagai inti proposisi

dengan kasus-kasus yang menyertainya, ditandai oleh pemarkah yang berupa partikel.

Partikel tidak memiliki makna leksikal, tetapi makna gramatikal.

Berkaitan dengan butir keenam di atas, kaum semantik generatif mengatakan

bahwa struktur semantik dan struktur sintaktis bersifat homogen dan untuk

menghubungkan kedua struktur itu cukup kaidah transformasi saja. Menurut kaum

semantik generatif, sudah seharusnya semantik dan sintaktis diselidiki bersama-sama

sekaligus karena keduanya adalah satu. Struktur semantik itu serupa dengan struktur

logika, yaitu berupa ikatan tidak berkala antara predikat dengan seperangkat argumen

dalam suatu proposisi (dikutip dari Chaer, 1994: 368--369; 2002: 18--19). Sintaktis

memiliki tataran bawahan yang disebut fungsi gramatikal, kategori gramatikal, dan

peran gramatikal. Fungsi gramatikal berupa ”kotak-kotak kosong” yang diberi nama

subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K), sebenarnya tidak ada

maksudnya sebab semuanya cuma kotak atau tempat yang kosong. Yang memiliki

makna adalah pengisi kotak-kotak itu yang disebut kategori gramatikal seperti

nomina, verba, atau ajektiva. Kategori-kategori ini yang sesungguhnya sudah

memiliki makna leksikal, dan sebagai pengisi kotak-kotak itu memiliki peran

gramatikal seperti peran agentif, pasien, objek, benefaktif, lokatif, instrumental, dan

Page 3: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

3

sebagainya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa secara sintaktis verba sebagai

predikat mempunyai peranan yang utama dalam membentuk sebuah struktur kalimat

yang berterima, sedangkan secara semantis verbalah yang menentukkan ciri-ciri

semantis dari setiap argumen yang diperlukannya. Begitu juga halnya dalam bahasa

Jepang, verba mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk sebuah

kalimat, karena keseluruhan makna kalimat tersebut melekat pada makna verbanya,

makna nomina ataupun segala sesuatu yang berperan sebagai argumen harus

bersesuaian dengan makna verbanya.

Verba BJ mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan

verba bahasa yang lain. Berdasarkan bentuknya, verba BJ dapat dibedakan menjadi

dua macam bentuk, yakni (1) verba dasar atau verba asal yaitu verba yang dapat

berdiri sendiri tanpa afiks, dalam BJ disebut 自立動詞 jiritsu doushi, dan biasanya

berbentuk monomorfemis. Verba semacam ini terutama berasal dari verba BJ asli 和

語動詞 wagodoushi misalnya, 見 miru „melihat‟, 寝る neru „tidur‟, 働くhataraku

„bekerja‟. Kemudian (2), verba turunan atau dalam BJ disebut 派生動詞 haseidoushi,

adalah verba yang dasarnya adalah dasar bebas atau terikat tetapi memerlukan afiks

supaya dapat berfungsi sebagai verba secara sintaksis dalam BJ. Misalnya, verba

dasar 食べる taberu „makan‟ jika dilekati sufiks ~saseru akan menjadi verba kausatif

yaitu 食べさせる tabesaseru, „membuat (seseorang/sesuatu) menjadi makan (O)‟,

verba dasar 進める susumeru dibubuhi prefiks 押しoshi menjadi 押し進める

oshisusumeru „mendorong‟, verba dasar 飲む nomu „minum‟ dibubuhi sufiks ~areru

Page 4: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

4

menjadi 飲まれる nomareru „diminum‟. (Muraki, 1996: 27 dan 41). Sedangkan

menurut Masuoka dan Takubo (1989: 15), verba dalam bahasa Jepang dapat

dibedakan berdasarkan fonem akhirnya ketika harus berkonjugasi ke dalam bentuk

lain. Berdasarkan pembagian tersebut verba bahasa Jepang dapat dikelompokkan atas

tiga kelompok, yaitu: pertama 子音動詞 shiin doushi (verba konsonan), adalah akar

verba yang memiliki fonem yang berakhiran konsonan /s/, /k/, /g/, /m/, /n/, /b/, /t/, /r/,

dan /w/ yang bersifat prakategorial dan bila dibubuhi /u/ akan menjadi verba pangkal

(Vp). Contohnya, [ akar Vp glos nom + /u/ nomu „minum‟, kak + /u/ kaku „tulis‟, sin

+ /u/ sinu „mati‟]. Verba jenis ini selanjutnya disebut verba golongan I (五段動詞

/godandoushi). Kedua, 母音動詞 boin doushi (verba vokal), yaitu akar verba yang

memiliki fonem yang berakhiran vokal /e/ misalnya tabe dan vokal /i/ misalnya oki,

yang bersifat prakategorial dan bila dibubuhi ~ru akan berubah menjadi verba

pangkal (Vp). Contohnya, [akar Vp glos [tabe + /ru/ taberu „makan‟ oki + /ru/ okiru

„bangun‟]. Verba jenis ini selanjutnya disebut verba golongan II ( 一段動詞

/ichidandoushi). Ketiga, selain verba golongan I dan II, ada pula verba golongan III

yang hanya terdiri dari dua verba yaitu, kuru „datang‟, dan suru ‟melakukan‟ yang

berkonjugasi tidak teratur tidak seperti verba golongan I (五段動詞/godandoushi),

dan golongan II (一段動詞/ichidandoushi), oleh karena itu disebut irregular verb (カ

変動詞/kahendoushi、サ変動詞/sahendoushi).

Page 5: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

5

Masuoka (1989: 13) dan Muraki (1996: 16) mengemukakan bahwa verba

dalam bahasa Jepang berfungsi utama sebagai predikat selain dapat juga berfungsi

lain, seperti contoh berikut ini:

1. 田中 が 手紙 を 書く。

Tanaka ga tegami wo kaku.

Tanaka Part surat Part menulis

„Tanaka menulis surat.‟

2. 手紙 を 書く 人 は 田中 です。

Tegami wo kaku hito wa Tanaka desu.

surat Part menulis orang Part Tanaka adalah

„Orang yang menulis surat itu (adalah) Tanaka‟.

3. 田中 は 太郎 が 書いた 手紙 を やぶれました。

Tanaka wa Taro ga kaita tegami wo yaburemashita.

Tanaka Part Taro Part menulis surat Part menyobek

„Tanaka menyobek surat yang ditulis Taro‟.

Verba 書く kaku „menulis‟ pada kalimat (1), berfungsi sebagai predikat,

karena verba tersebut berposisi di belakang argumen (objek/subjek), sedangkan verba

kaku „menulis‟ pada kalimat (2), dan verba kaita pada kalimat (3), tidak berfungsi

sebagai predikat melainkan sebagai pewatas nomina (PN) karena verba tersebut

berposisi di depan nomina. Fungsi ini berlaku untuk seluruh jenis verba dasar dalam

bahasa Jepang, termasuk verba dasar yang telah bergabung dengan sebuah konstruksi

kalimat seperti konstruksi kausatif (shieki), pasif (ukemi), dan sebagainya. Secara

fungsional, verba sebagai predikat berkaitan dengan kala dan aspek. Kala dan aspek

dalam bahasa Jepang merupakan hal yang sulit untuk dipilah-pilah, karena

Page 6: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

6

diekspresikan dengan ungkapan yang bentuknya sama. Kedua-duanya berhubungan

dengan perbuatan atau kejadian lampau atau selesai, sedang atau masih berlangsung,

dan akan atau belum dilakukan yang kebanyakan diekspresikan dengan verba bentuk

~TE IRU atau ~TA. Kala dan aspek dalam bahasa Jepang dinyatakan secara

gramatikal dengan perubahan bentuk verba dalam suatu kalimat. Untuk menyatakan

kala lampau-sekarang-mendatang「過去・現在・未来 ’kako-genzai-mirai‟」 ,

hanya digunakan dua bentuk verba saja, yaitu bentuk akan dan bentuk lampau. Verba

bentuk lampau di dalamnya mencakup bentuk halus, yakni bentuk ~MASHITA dan

~MASENDESHITA; verba bentuk biasa, yakni bentuk ~TA dan ~NAKATTA. Verba

bentuk akan di dalamnya mencakup bentuk kamus (~RU), ~NAI, dan bentuk halusnya

seperti bentuk ~MASU dan ~MASEN, bahkan bentuk ~TE IRU pun termasuk ke

dalam kategori ini. Jadi, berdasarkan pada bentuk verbanya, kala dalam bahasa

Jepang hanya ada dua macam, yaitu kala lampau 「過去‟kako‟」dan kala bukan

lampau 「非過去‟hikako‟」. Bentuk kala dalam verba bahasa Jepang, bisa ditemui

ketika verba tersebut digunakan sebagai predikat dalam induk kalimat atau dalam

kalimat tunggal 「主文‟shubun‟」dan dalam anak kalimat「従属節‟juuzokusetsu‟」.

Pada umumnya, verba bentuk ~MASU (~RU) digunakan untuk menyatakan kala

mendatang (akan), verba bentuk ~MASHITA (~TA) digunakan untuk menyatakan kala

lampau, dan verba bentuk ~TE IRU digunakan untuk menyatakan kala sedang (kini).

Selain dari segi bentuk dan fungsinya, verba bahasa Jepang pun dapat dipilah

berdasarkan makna aspektual inheren verba yang digabungkan dengan kontruksi て

Page 7: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

7

いる/でいる(te/deiru). Namun, pemilahan verba BJ berdasarkan kontruksi ている/

で い る (te/deiru) terkadang menghasilkan makna yang ambigu dalam

menginterpretasi makna verba tersebut, terutama dalam mengklasifikasikan apakah

verba tersebut menyatakan keadaan ataukah proses. Seperti yang tergambar pada

contoh kalimat berikut:

4. 田中先生 は 今学期 本 を 書いている。

Tanakasensei wa kongakki hon wo kaiteiru.

Pak Tanaka Part semester ini buku Part menulis

„Pak Tanaka sedang menulis buku di semester ini‟.

5. 田中先生 は もう 本 を 五冊 も 書いている。

Tanakasensei wa mou hon wo gosatsu mo kaiteiru.

Pak Tanaka Part telah buku Part lima buah Part menulis

„Pak Tanaka telah menulis lima buah buku‟.

Frasa Verba hon wo kaku „menulis buku‟ yang dalam kalimat tersebut dalam

konstruksi kaiteiru, itu sendiri dapat menghasilkan makna yang ambigu, antara

makna progressive dan perfectinterpretation. Pada kalimat (4) terdapat kata kongakki

yang bermakna „semester ini‟, sehingga makna kalimat tersebut dapat

diinterpretasikan menjadi suatu keadaan yang sedang terjadi atau dilakukan (on-going

event/progressive). Sementara kalimat (5) dapat diinterpretasikan menjadi suatu

keadaan yang telah terjadi (some event has already happened = perfect

interpretation). Perbedaan interpretasi ini diakibatkan karena konstruksi te/deiru

berinteraksi dengan unsur-unsur lain dalam frasa verba/verba phrase.

Page 8: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

8

Pengklasifikasian verba BJ berdasarkan kontruksi te/deiru menimbulkan

makna yang ambigu, seperti contoh kalimat (4-5) di atas. Untuk memperoleh

gambaran yang jelas dalam mengkalsifikasikan verba BJ tentu tidak cukup apabila

hanya memakai kontruksi te/deiru. Oleh karena itu, maka dalam penelitian ini

pengklasifikasian verba BJ dilakukan berdasrkan analisis te/deiru dan juga analisis

komponen semantis. Setelah verba BJ diklasifikasikan, selanjutnya dianalisis peran

semantis argumen-argumen yang diperlukannya dalam membangun sebuah proposisi

atau kalimat.

Verba bahasa Jepang sebagai inti proposisi secara semantis membutuhkan

nomina sebagai argumen yang diberi peran khusus dalam membangun klausa yang

berterima. Hubungan verba sebagai inti proposisi dengan argumen dapat dijelaskan,

seperti contoh kalimat berikut:

6. 洗濯物 が 乾きました。

Sentakumono ga kawakimashita.

cucian Part mengering

„Cucian itu mengering‟.

7.田中さん は 木村さん を なぐった。

Tanakas-an wa Kimura-san wo nagutta.

Tanaka Part Kimura Part memukul

„Tanaka memukul Kimura‟.

8. 富士山 が 聳えている。

Fujisan ga sobiete imasu.

gunung Puji Part menjulang tinggi

„Gunung Fuji itu menjulang tinggi‟.

Page 9: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

9

Verba kawakimashita „mengering‟ pada kalimat (6) secara semantis memiliki

satu argumen inti, yaitu sentakumono yang berperan sebagai entitas yang mengalami

perubahan dari suatu keadaan tertentu menjadi keadaan yang lain. sentakumono

„cucian‟ memiliki ciri benda, ciri basah, dan ciri kering. Verba kawakimashita pada

kalimat (6) di atas, memiliki ciri makna proses, yaitu dari sesuatu benda yang basah

menjadi sesuatu benda yang kering. Proses perubahan keadaan yang dialami nomina

secara implisit ada yang menjadi efektor yaitu, matahari dan angin, tetapi tidak

dinyatakan dalam struktur lahir. Verba kawakimashita pada kalimat (6) tersebut,

termasuk verba intransitif dalam bahasa Jepang. Verba intransitif dalam bahasa

Jepang selalu ditandai dengan kehadiran partikel ‟ga‟. Secara sintaktis partikel ‟ga‟

berfungsi sebagai pemarkah verba intransitif dalam struktur lahir klausa. Berdasarkan

ciri-ciri semantisnya, verba kawakimashita termasuk verba proses dengan ciri kasus

object (O).

Verba nagutta „memukul‟ pada kalimat (7) secara semantis memiliki dua

argumen inti, yaitu Tanaka yang berperan sebagai kasus agen (A) dan Kimura

berperan sebagai kasus objek (O), yang menjadi sasaran/terkena pengaruh dari suatu

tindakan pemukulan. Supaya bersesuaian dengan makna verba nagutta „memukul‟,

maka diperlukan dua argumen inti, yaitu Tanaka dan Kimura yang memiliki ciri

makna manusia, hal ini disebabkan karena verba nagutta „memukul‟ memerlukan

argumen yang berciri mahluk hidup dan bergerak yaitu manusia. Argumen Tanaka

berciri makna manusia yang memiliki peran sebagai pelaku/agen, sedangkan Kimura

berciri makna manusia yang berperan sebagai kasus objek atau yang terkena

Page 10: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

10

pengaruh dari suatu aksi/perbuatan. Kasus Agent pada kalimat di atas ditandai dengan

partikel „wa‟, sedangkan kasus Object ditandai dengan partikel „wo‟. Secara sintaktis

verba tindakan aktif selalu ditandai dengan partikel „wo‟ yang diletakkan sebelum

kasus Object. Berdasarkan ciri semantisnya, verba nagutta „memukul‟ pada kalimat

(7) termasuk verba aksi dengan ciri kasus Agent-Object (A, O).

Verba sobiete imasu pada kalimat (8) mengikat satu argumen inti, yaitu

Fujisan „gunung Fuji‟. Argumen Fujisan „gunung Fuji‟ mengisyaratkan makna

bahwa entitas berada dalam suatu keadaan atau kondisi yang dinyatakan oleh verba

Sobiete imasu ‟tinggi menjulang‟. Verba sobiete imasu pada kalimat (8) di atas adalah

verba keadaan, sedangkan Fujisan „gunung Fuji‟ adalah entitas yang berada dalam

kondisi atau keadaan itu. Keadaan yang terjadi berlangsung secara alamiah atau

keadaan yang ada disebabkan oleh faktor alam. Partikel „ga‟ berfungsi sebagai

penanda dari verba intransitif. Partikel disisipkan dalam struktur lahir klausa untuk

memenuhi konstruksi gramatikal. Verba sobiete imasu pada kalimat (8) adalah verba

statif dan memiliki ciri kasus objek-statif (Os).

Verba merupakan salah satu kelas leksikon utama dalam bahasa (Givon, 1984:

51; Frawley, 1992: 145). Lebih lanjut, Frawley (1992: 140,142) mengatakan bahwa

verba merupakan perwujudan dari kejadian/peristiwa atau dapat dikatakan bahwa

kategori verba dimotivasi secara semantis dari peristiwa. Sebagai peristiwa, verba

mengimplikasikan perubahan yang terjadi dalam waktu dan ruang. Pengklasifikasian

verba berdasarkan atas peristiwa dan ciri-ciri semantisnya dilakukan oleh beberapa

ahli, seperti, Chafe (1970), Comrie (1981), dan Frawely (1992). Frawley (1992: 140)

Page 11: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

11

mengklasifikasikan verba menjadi tindakan (action), keadaan (state), sebab (cause),

dan gerakan (motion). Comrie (1981: 13) mengklasifikasikan verba menjadi keadaan,

peristiwa, dan proses. Sementara itu, Chafe (1970: 98-100) mengklasifikasikan verba

menjadi empat, yaitu keadaan, proses, aksi, dan aksi-proses. Cook memodifikasi

pendapat Chafe tersebut dengan menghilangkan verba aksi-proses karena Cook

perpendapat bahwa tiap verba aksi memerlukan agen dan objek yang dikenai

pengaruh, dan entitas yang dikenai pengaruh aksi tersebut dengan sendirinya akan

mengalami suatu proses. Oleh karena itu, Cook mengklasifikasikan tipe semantis

verba menjadi tiga tipe, yaitu verba statif, verba proses, dan verba aksi.

Chafe (1970) mengatakan bahwa verba sebagai inti proposisi menentukan

nomina atau frasa nominal yang harus hadir menemani verba. Verba juga

menentukan peran semantis nomina/frasa nominal dan fitur-fitur semantis nomina

yang harus hadir menemani verba dalam membangun proposisi. Lebih lanjut, Chafe

menjelaskan bahwa struktur semantis didasarkan atas serangkaian hubungan antara

verba sebagai inti dan nomina yang diikatnya memiliki hubungan semantis khusus

dengan verba yang mengikatnya. Struktur semantis dapat dilihat melalui kerangka

kasus dalam Tata Bahasa Kasus, sedangkan kasus adalah peran semantis argumen

verba. Struktur semantis verba baru bisa dirumuskan apabila dipahami peran

semantisnya. Dalam menganalisis peran semantis yang perlu diperhatikan adalah ciri-

ciri verbanya dan hubungan semantis antara verba sebagai predikat dan argumen-

argumen yang diikat oleh verba tersebut.

Page 12: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

12

Suatu kata dalam konteks kalimat memiliki peran semantis tertentu, seperti

pada kalimat berikut.

9.森田さん は 岡さん を 待っています。

Moritasan wa okasan w o matte imasu.

Morita Part istri Part menunggu

„Morita menunggu istrinya‟.

10.泥簿 が 逃げます。

Dorobo ga nigemasu.

pencuri Part lari

„Pencuri itu lari‟.

11.強盗 が 死んだ。

Gôtô ga shinda.

perampok Part mati

„Perampok itu mati‟.

12.島村さん は 交通事故 を 見ました。

Shimamurasan wa koutsūjiko wo mimashita.

Shimamura Part kecelakaan lalu lintas Part melihat

„Shimamura melihat kecelakaan lalu lintas itu‟.

Dari segi peran semantisnya, Moritasan pada kalimat (9) adalah pelaku

(agent), yakni orang yang melakukan perbuatan menunggui, sedangkan istrinya

adalah sasaran (Object), yakni yang terkena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.

Pencuri pada kalimat (10) adalah pelaku yang melakukan perbuatan lari. Akan tetapi,

perampok pada kalimat (11) bukan sebagai pelaku karena mati bukanlah perbuatan

yang dilakukan, melainkan peristiwa yang terjadi padanya. Oleh karena itu, meskipun

wujud sintaktisnya mirip dengan kalimat (10), perampok itu pada kalimat (11) adalah

Page 13: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

13

sasaran (Object). Pada kalimat (12), Shimamurasan bukan sebagai pelaku (agent)

ataupun sasaran (object). Ada suatu peristiwa, yakni kecelakaan lalu lintas, dan

peristiwa itu menjadi rangsangan yang kemudian masuk ke benak Shimamura. Jadi,

secara psikologis Shimamura di sini mengalami peristiwa tersebut. Oleh karena itu,

peran semantis Shimamura adalah pengalami.

Dalam bahasa Jepang peran agen, pengalami, penerima, objek, dan lokatif

merupakan kasus bertanda (marked), masing-masing ditandai dengan partikel „ga‟,

„wo, dan „ni‟. Partikel „ga‟ (agen/verba intransitif), „wo‟ (pengalam/objek/verba

transitif), dan „wa‟ (agen/topik), „ni‟ (penerima/benefaktif, datif). Partikel digunakan

sebagai penanda kasus dan dibutuhkan untuk memenuhi fungsi gramatikal. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa partikel merupakan peran semantis gramatikal.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat dipahami

bahwa setiap verba memerikan suatu peristiwa, proses, aksi atau keadaan yang

melibatkan satu partisipan atau lebih, dengan peran semantis yang berbeda-beda

dalam sebuah proposisi. Partisipan itu dinyatakan dengan nomina atau frasa nominal

yang memiliki peran tertentu dalam membentuk makna untuk menjadi sebuah kalimat

yang berterima. Untuk mengungkapkan peran-peran tersebut, dibutuhkan suatu

penelitian ilmiah dengan konsep teoretis yang bersifat universal. Melalui konsep

teoretis Teori Tata Bahasa Kasus (TBK) yang dikembangkan oleh Cook (1979),

hubungan antara verba sebagai inti proposisi dengan partisipan-partisipan yang

diperlukan oleh verba untuk membangun sebuah proposisi dapat dijelaskan.

Page 14: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

14

Ada beberapa pertimbangan lain yang dijadikan dasar dalam kajian ini, yaitu

(1) bahasa Jepang banyak digunakan oleh orang Indonesia pada berbagai bidang

kehidupan, seperti di lembaga pendidikan, pariwisata, dan pemerintahan; (2) semakin

banyaknya wisatawan Jepang yang datang ke Indonesia, khususnya Bali, telah ikut

meningkatkan minat orang bali belajar bahasa Jepang sehingga Bahasa Jepang

dijadikan salah satu bahasa asing yang dimasukan dalam kurikulum inti sebagai mata

pelajaran untuk tingkat SMU, dan menjadi mata kuliah jurusan di tingkat Universitas

di Indonesia; (3) penelitian tentang verba bahasa Jepang masih kurang, sedangkan

kebutuhan terhadap sumber-sumber informasi keilmuan semakin meningkat; (4)

buku-buku, tulisan-tulisan atau sumber lain masih terbatas, kalaupun ada biasanya

hanya memberikan deskripsi secara sepintas sehingga diperlukan kajian yang lebih

mendalam; dan (5) penelitian tentang peran semantis verba bahasa Jepang tentu

banyak memberi manfaat dalam memahami makna-makna verba bahasa Jepang serta

pembuatan daftar kosakata verba dengan disertai klasifikasi berdasarkan cirri-ciri

semantiknya. Selain itu, penelitian ini sangat penting dilakukan untuk bahan masukan

dan bahan pelengkap dalam rangka penyususnan bahan ajar khususnya untuk jurusan

sastra Jepang.

Page 15: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

15

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Bagaimanakah klasifikasi verba dalam bahasa Jepang ditinjau dari ciri-ciri

semantisnya?

2) Peran semantis argumen apa sajakah yang terdapat pada verba bahasa Jepang?

3) Kasus-kasus argumen apa sajakah yang terdapat pada verba bahasa Jepang?

1. 3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini memiliki

dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang

positif terhadap ilmu linguistik, khususnya bagi yang ingin mendapatkan informasi

tentang makna-makna verba bahasa Jepang berdasarkan ciri-ciri semantisnya. Di

samping itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan

ilmiah terutama dalam bidang kajian semantik.

Page 16: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

16

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas,

maka tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) mendeskripsikan, mengklasifikasikan, dan menganalisis verba bahasa Jepang

berdasarkan ciri-ciri semantisnya;

2) menganalisis verba bahasa Jepang berdasarkan ciri-ciri dan peran semantis

argumenya;

3) mendeskripsikan, dan menganalisis kasus-kasus argumen yang terdapat pada verba

bahasa Jepang.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun

praktis. Kedua manfaat yang diharapkan tersebut diuraikan di bawah ini.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini bermanfaat untuk dijadikan salah satu

sumber informasi teoretis di bidang linguistik khususnya kajian semantik. Untuk

pengajar bahasa Jepang, hasil penelitian ini memberi manfaat berupa pengetahuan

teoretis dalam mempelajari makna-makna verba bahasa Jepang. Masih minimnya

buku-buku atau hasil penelitian yang mendeskripsikan secara rinci dan jelas tentang

makna-makna verba bahasa Jepang sehingga hasil penelitian ini diharapkan

bermanfaat untuk penyediaan bahan ajar dan masukan terutama bagi penulis dan

Page 17: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

17

pembelajar bahasa Jepang yang lain. Secara umum hasil penelitian ini juga

bermanfaat untuk dijadikan acuan teoretis untuk menganalisis makna-makna verba

suatu bahasa atau bahasa yang sedang dipelajari.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini akan memudahkan dalam memilih dan

menggunakan verba dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi dalam

sebuah kalimat. Dalam bahasa Jepang banyak terdapat verba yang memiliki makna

yang mirip sehingga orang asing yang mempelajari bahasa Jepang sangat sulit

menggunakan verba secara tepat dan benar apabila tidak memiliki pengetahuan yang

baik terhadap makna-makna verba tersebut. Hasil penelitian ini merupakan

dokumentasi ilmiah yang dapat dimanfaatkan oleh pengajar sebagai bahan ajar

tambahan dan dijadikan buku pelajaran bagi pelajar yang mempelajari bahasa Jepang.

Dalam penelitian ini dijelaskan secara rinci tentang klasifikasi dan peran semantis

argumen verba bahasa Jepang. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan membantu

serta meberi kemudahan para pengajar ataupun pembelajar bahasa Jepang dalam

memahami makna-makna setiap verba tersebut.

Page 18: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Pada sub-bab kajian pustaka ditinjau beberapa hasil penelitian yang terkait

dan dijadikan acuan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang dimaksud adalah

sebagai berikut.

Penelitian yang dilakukan oleh Budiasa (2002) adalah tentang struktur

semantis verba dengan makna „menyakiti‟ dalam bahasa Bali. Dalam tesisnya

Budiasa menjelaskan bahwa dari sudut pandang klasifikasi semantis, verba bahasa

Bali dapat dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu verba keadaan, verba proses, dan verba

tindakan. Klasifikasi ini didasarkan atas dua konsep, yakni (1) konsep verba bahasa

Bali sebagai peristiwa, dan (2) konsep kategori gramatikal yang terkait dengan

properti temporal. Atas dasar klasifikasi ini, verba yang bermakna „menyakiti‟ dalam

bahasa Bali tergolong ke dalam jenis verba tindakan.

Teori yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah teori Metabahasa

Semantik Alami (MSA) yang dikembangkan oleh Wierzbicka (1996). Teori ini

digunakan untuk menentukan makna asali dan struktur semantis verba menyakiti

dalam bahasa Bali. Untuk menentukan peran semantisnya digunakan teori Foley dan

Van Valin (1984). Berdasarkan analisis yang dilakukan ditemukan bahwa verba yang

bermakna „menyakiti‟ dalam bahasa Bali memiliki dua tipe makna asali, yaitu tipe

Page 19: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

19

Melakukan dan Mengatakan. Dalam struktur sintaktis MSA, tipe Melakukan berpola

“X melakukan sesuatu terhadap Y, dan sesuatu dirasakan oleh Y atau terjadi pada Y”.

Sementara itu, tipe Mengatakan memiliki pola sintaktis MSA “X mengatakan sesuatu

pada Y dan sesuatu dirasakan oleh Y”.

Peran semantis verba yang bermakna Menyakiti dalam bahasa Bali secara

umum adalah pelaku sebagai agen dan penderita sebagai pasien. Sementara itu, untuk

verba tipe Mengatakan memiliki peran semantis penderita yang sama dengan lokatif.

Objek kajian tesis Budiasa sangat terbatas, hanya terorfokus pada struktur dan

peran semantis verba dengan makna Menyakiti dengan menggunakan objek bahasa

dan kerangka teori yang berbeda dengan kajian ini. Walaupun penelitian yang

dilakukan oleh Budiasa secara khusus tidak terkait dengan penelitian ini, secara

umum penelitiannya dapat dimanfaatkan karena sama-sama membahas tentang peran

semantis verba.

Utami (2000) mengkaji tentang peran semantis verba bahasa Bali. Penelitian

yang dilakukan oleh Utami menunjukkan bahwa kedua belas tipe semantis verba

beserta kerangka kasus sesuai dengan teori TBK Cook (1979) dapat diterapkan dalam

bahasa Bali. Dari kedua belas tipe semantis itu, ditemukan peran kasus tak teraga

(covert) atau kasus non-inti dan peran kasus teraga (overt) atau kasus inti.

Verba statif bahasa Bali memiliki peran sebagai objek dengan kombinasi

verba tambahan, yaitu verba pengalam statif, verba benefaktif statif, dan verba lokatif

statif yang masing-masing berperan sebagai pengalami-objek, benefaktif-objek, dan

objek-lokatif. Peran semantis verba proses adalah sebagai objek dengan kombinasi

Page 20: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

20

verba tambahan, yaitu verba pengalam proses, verba benefaktif proses, dan verba

lokatif proses. Verba proses memiliki peran semantis pengalami-objek, benefaktif-

objek, dan objek-lokatif. Sementara itu, verba aksi memiliki peran agen-objek dengan

kombinasi verba tambahan, yaitu verba pengalam aksi, verba benefaktif aksi, dan

verba lokatif aksi. Verba aksi memiliki peran agen-pengalami-objek, agen-benefaktif-

objek, dan agen-objek-lokatif.

Dalam tesisnya Utami membahas struktur dan peran semantis verba bahasa

Bali, sedangkan penelitian ini terfokus untuk mengklasifikasi dan menganalisis peran

semantis argumen verba bahasa Jepang. Dalam menganalisis peran semantis dari

masing-masing verba, Utami hanya berpegangan pada kerangka kasus. Sementara itu,

dalam penelitian ini mengklasifikasikan verba bahasa Jepang berdasarkan komponen

semantisnya setah itu dianalisis peran semantisnya. Walaupun demikian, penelitian

Utami tersebut bermanfaat bagi penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai

perbandingan terutama dalam penerapan teori TBK.

Juli (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Peran Semantis Argumen

Verba Bahasa Sabu”. Teori yang digunakan adalah Teori Tata Bahasa Kasus, hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa: peran semantis verba BS dapat diklasifikasikan

menjadi tiga, yaitu 1) peran semantis argumen verba statif yang meliputi (a) peran

semantis argumen verba statif dasar, (b) peran semantis argumen verba statif

experiencer, (c) peran semantis argumen verba statif benefaktif, dan (d) peran

semantis argumen verba statif lokatif; 2) peran semantis argumen verba proses yang

meliputi (a) peran semantis argumen verba proses dasar, (b) peran semantis argumen

Page 21: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

21

verba proses experiencer, (c) peran semantis argumen verba proses benefaktif, dan (d)

peran semantis argumen verba proses lokatif; 3) peran semantis argumen verba

tindakan meliputi (a) peran semantis argumen verba tindakan dasar, (b) peran

semantis argumen verba tindakan experiencer, (c) peran semantis argumen verba

tindakan benefaktif, (d) peran semantis argumen verba tindakan lokatif. Selain itu

ditemukan juga kasus-kasus argumen dan ciri-ciri kasus-kasus argumen yang terdapat

dalam verba bahasa Sabu.

Hasil penelitian Juli sangat bermanfaat untuk penelitian yang penulis lakukan

karena sama-sama membahas masalah peran semantis argumen verba dengan

menggunakan teori Tata Bahasa Kasus. Sementara itu, perbedaan antara penelitian

Juli dengan penelitian yang penulis lakukan terletak pada pengklasifikasian tipe

semantis verbanya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Juli, pengklasifikasian tipe

semantis verba bahasa Sabu dilakukan hanya berdasarkan konsep teori Tata Bahasa

Kasus sedangkan dalam penelitian ini penulis mengklasifikasikan tipe semantis verba

bahasa Jepang berdasarkan parameter Hopper dan Thompson (1980) yang dikenal

dengan parameter ketransitifan dan dikaitkan dengan konsep te/de iru dalam bahasa

Jepang.

Mulyadi (1998), meneliti struktur semantis verba bahasa Indonesia. Teori

yang digunakan dalam penelitian Mulyadi adalah teori Makna Alamiah Metabahasa.

Aspek makna yang dikaji adalah klasifikasi, ketransitifan, peran, „makna asali‟, dan

struktur. Berdasarkan analisis yang dilakukannya, verba bahasa Indonesia dapat

digolongkan atas keadaan, proses, dan tindakan. Verba keadaan mempunyai kelas

Page 22: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

22

kognisi, pengetahuan, emosi, dan persepsi; verba proses mempunyai kelas kejadian,

proses badaniah, dan gerakan (bukan agentif); verba tindakan memiliki kelas gerakan

(agentif), ujaran, dan perpindahan. Berdasarkan analaisis peran semantisnya, verba

keadaan pada umumnya memiliki peran lokatif dan lokatif-tema. Pada verba proses,

penderita diderivasi menjadi menjadi pasien dan tema. Relasi semantis verba tindakan

ialah agen-lokatif, agen-tema, dan agen-pasien.

Walaupun penelitian Mulyadi menggunakan teori yang berbeda dengan

penelitian ini tetapi penelitian Mulyadi dapat dimanfaatkan terutama cara menentukan

keanggotaan setiap verba. Analisis yang dilakukan Mulyadi dalam menentukan

keanggotaan setiap verba cukup tajam dan jelas sehingga cara analisisnya bermanfaat

apabila dijadikan acuan dalam penelitian ini.

Masreng (2003) dalam tesisnya mengkaji tentang struktur dan peran semantis

verba dengan makna „emosi‟ dalam bahasa Kei. Teori yang digunakan untuk

mengungkapkan karakteristik semantik alamiah bahasa Key adalah teori Metabahasa

Semantik Alami (NSM) yang diperkenalkan oleh Wierzbicka (1996) dengan teknik

analisis parafrase. Teori lain yang digunakan adalah teori Peran Umum (Foley dan

Van Valin, 1984 dan La Pola, 1997), dan teori Peranti Emotif oleh Ullmann (1977).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masreng menunjukkan bahwa verba

emosi bahasa Key memiliki tiga ciri, yaitu yang berbentuk ilokusi, peranti leksikal,

dan idiomatik. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, verba dengan makna emosi

diklasifikasikan menjadi empat domain makna. Keempat domain makna tersebut,

yakni verba ilokusi oral, verba emosi rasa fisik, rasa psikis, dan rasa lainnya. Di

Page 23: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

23

samping itu, struktur semantis verba emosi memperhatikan kaidah makna bersistem.

Artinya, dari makna sederhana menuju ke makna kompleks. Misalnya, suk „suka‟,

mayun sangat suka‟, dan ahel „sangat suka/sangat menginginkan‟. Sistem ini berbeda

dengan peran semantis verba dengan makna emosi dalam konstruksi klausa. Verba-

verba tindak ilokusi oral bergeser dari peran agen ke lokatif dan dari pasien ke tema.

Di lain pihak, verba-verba keadaan yang bermakna emosi memiliki ciri peran

undergoer dalam struktur logisnya. Misalnya, babuax dalam Ya ya-babuax „saya

takut‟ [undergoer], dan I ni mashun „dia bersedih‟ [undergoer].

Kajian yang dilakukan oleh Masreng berfokus pada struktur dan peran

semantis verba dengan makna „emosi‟ saja, dan tidak membahas makna verba secara

keseluruhan. Oleh karena itu, kajian Masreng belum menggambarkan perilaku verba

secara keseluruhan, tetapi penelitiannya memberi kontribusi dalam proses analisis

data penelitian ini.

2.2 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun maksud

dijelaskannya konsep tersebut adalah untuk menyamakan persepsi terhadap kata-kata

kunci yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep-konsep tersebut adalah: (1)

klasifikasi semantis, (2) peran semantis, (3) argumen verba, (4) verba statif (5) verba

proses, (6) verba aksi, dan (7) proposisi.

Page 24: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

24

2.2.1 Klasifikasi Semantis

Klasifikasi semantis dalam penelitian ini adalah penggolongan/penjenisan;

pembagian verba berdasarkan ciri-ciri semantisnya, yaitu verba Statif, verba Proses,

dan verba Aksi.

2.2.2 Peran Semantis

Peran semantis adalah hubungan antara predikator dan sebuah nomina dalam

proposisi. Hubungan antara predikator dan nomina terjalin dalam hubungan yang

saling membutuhkan. Verba sebagai inti proposisi mengendalikan sejumlah argumen

dalam struktur logis. Argumen dibutuhkan untuk membangun kalimat atau klausa

yang berterima (Kridalaksana, 1983: 17). Peran argumen, seperti agen, pasien, dan

lain-lainnya sesungguhnya adalah peran semantis verba karena peran argumen

tersebut ditentukan oleh hubungan antara predikat (verba) dan argumen-argumennya

(Foley dan Van Valin, 1984: 27).

2.2.3 Argumen Verba

Argumen adalah partisipan/nomina yang dibutuhkan oleh predikat untuk

membentuk suatu proposisi yang menyatakan kejadian atau keadaan tertentu. Dengan

demikin, dapat dipahami bahwa verba di sini sama dengan predikat, sedangkan

nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Argumen sebenarnya

sama dengan Kasus hanya istilah Argumen dalam teori Tata Bahasa Kasus (TBK) ini

Page 25: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

25

diberi label Kasus. Oleh karena itu, untuk menyamakan persepsi maka pengertian

kasus dalam penelitian ini dimaknai sebagai Argumen.

2.2.4 Verba Statif

Verba Statif mempunyai ciri semantis keadaan. Verba statif menyatakan

suatu entitas yang berada dalam keadaan atau kondisis tertentu Cook (1979: 135).

Subjek dalam kalimat yang menggunakan verba statif berupa nomina umum yang

berada dalam keadaan atau kondisi yang dinyatakan oleh verba tersebut. Verba statif

mempunyai ciri semantik statif/stabil atau tidak dinamis [ - dinamis] karena peristiwa

yang diekspresikan pada umumnya tidak menerima bentuk progresif [ - progresif].

Tidak menerima bentuk progresif dalam arti bahwa peristiwa yang digambarkan

mengekspresikan keadaan yang sudah ada. Ciri yang lain adalah verba statif tidak

bisa digunakan dalam kalimat perintah [ - imperatif]. Verba statif mengharuskan

hadirnya satu kasus objek dalam struktur logisnya. Objek yang dimaksud adalah

entitas yang berada dalam suatu keadaan atau kondisi. Verba statif memiliki

komponen semantis [ - sengaja] dan [ - kinesis] karena peristiwa yang digambarkan

tidak disengaja oleh subjek. Atau dengan kata lain, subjeknya tidak membentuk atau

tidak mengendalikan situasi, tetapi dipengaruhi oleh verbanya. Untuk lebih jelasnya,

di bawah ini dijelaskan beberapa contoh kalimat dalam Bahasa Jepang.

Page 26: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

26

2.2.5 Verba Proses

Verba proses mempunyai ciri semantis proses. Verba proses mendeskripsikan

entitas yang mengalami proses perubahan keadaan atau kondisi (Cook, 1979: 135)

menyatakan bahwa verba proses menggambarkan perubahan entitas dari suatu

keadaan menjadi keadaan lain. Verba proses menunjukkan kedinamisan [ + dinamis]

dan mengijinkan dipakainya bentuk progresif [ + progresif]. Verba proses memiliki

komponen semantis [ - sengaja] dan [ - kinesis]. Verba proses memiliki makna bahwa

tidak ada kesengajaan atau tidak ada transfer tindakan dari partisipan yang satu ke

partisipan yang lainnya. Peristiwa yang terjadi tidak dipengaruhi atau dikontrol oleh

subjek, tetapi subjek yang terkena pengaruh dari peristiwa yang dinyatakan oleh

verba yang terdapat pada kalimat tersebut. Verba proses tidak dapat dipakai dalam

kalimat perintah [ - imperatif], tetapi dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan ”Apa

yang terjadi pada N”? (N adalah suatu entiti), Chafe (1970:100). Verba proses

mengharuskan hadirnya satu kasus objek dalam struktur semantisnya. Verba proses

menunjukkan perubahan kondisi objek, yaitu perubahan suatu entitas dari suatu

keadaan menjadi keadaan yang lain. Dalam struktur logisnya verba proses memiliki

minimal satu argumen inti dan maksimal memiliki dua argumen inti.

2.2.6 Verba Aksi

Verba aksi adalah verba yang mempunyai ciri semantis tindakan dan

perbuatan. Ciri-cirinya adalah verba aksi dapat dipakai dalam kalimat perintah [ +

imperatif] dan dapat digunakan dengan aspek progresif, Cook (1979: 135).

Page 27: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

27

Selanjutnya, Cook menyatakan bahwa verba aksi mengharuskan hadirnya kasus agen

dan kasus objek dalam struktur semantisnya. Kasus agen menunjukkan pelaku suatu

aksi dan kasus objek menunjukkan entitas yang terkena pengaruh suatu aksi atau

merupakan hasil dari suatu aksi. Kasus agen biasanya berwujud mahluk hidup,

sedangkan kasus objek yang dimaksud di sini adalah entitas yang terkena pengaruh

suatu aksi atau merupakan hasil dari suatu aksi. Verba aksi mempunyai komponen

semantik tindakan yang bersifat dinamis [ + dinamis]. Verba aksi juga memiliki

komponen semantik [ + sengaja] dan [-/+kinesis] dalam artian argumen agenlah yang

mengendalikan, membentuk, dan mempengaruhi situasi yang dinyatakan oleh

verbanya. Komponen semantis verba aksi juga menunjukkan adanya perubahan pada

suatu entitas yang berlangsung pada waktu tertentu; adanya transfer aksi/perbuatan

dari satu partisipan ke partisipan yang lain, tetapi tidak selalu, dan peristiwa yang

terjadi sengaja dilakukan oleh pelaku/agen.

2.2.7 Proposisi

Proposisi adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan hubungan struktur

semantik dengan struktur logika sebagai ikatan tidak berkala antara predikat dan

seperangkat argumen. Dengan kata lain, proposisi menjelaskan hubungan antara

verba dengan argumen yang dikehendaki oleh tipe verba yang bersangkutan (Lakoff,

dkk. dalam Chaer, 1994: 369).

Tampubolon (1987: 11) dan Margono (1981: 5) menjelaskan bahwa kasus

proposisi ada dua macam, yaitu (1) kasus proposisi inti, dan (2) kasus proposisi non-

Page 28: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

28

inti atau kasus modalitas. Kasus proposisi inti adalah kasus yang ditentukan oleh

verba atau terikat pada verba. Kasus proposisi inti meliputi: agen (pelaku), pengalami,

pemilik atau yang mengalami kehilangan, objek, lokatif. Kasus modalitas atau kasus

non-inti adalah kasus yang tidak ditentukan oleh verba. Kasus non-inti, meliputi:

waktu, cara, alat, sebab, maksud, akibat, pemilik luar, dan lokasi luar.

2.3 Landasan Teori

Teori yang dipakai sebagai landasan untuk memecahkan permasalahan

penelitian ini dapat dijelaskan di bawah ini.

2.3.1 Komponen Semantis (Ketransitifan)

Komponen semantis adalah perangkat makna yang terdapat dalam sebuah

butir leksikon. Konsep komponen semantis dipahami dalam pengertian yang sama

dengan properti semantis, fitur semantis, atau ciri semantis (Mulyadi, 1998: 25).

Setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-

sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut.

Hopper dan Thomson (1980: 252) memperkenalkan sepuluh komponen

semantis verba yang disebutnya parameter ketransitifan (parameter of transitivity).

Adapun sepuluh komponen verba tersebut adalah:

Tinggi Rendah

a. partisipan 2 atau lebih partisipan 1 partisipan A dan O

b. kinesis tindakan bukan tindakan

Page 29: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

29

c. aspek (aspect) telis tak telis

d. kepungtualan pungtual (punctual) tak pungtual

e. kesengajaan sengaja (volitional) tak sengaja

f. afirmasi afirmatif negatif

g. modus realis tak realis

h. keagenan A tinggi potensinya A rendah potensinya

i. keterpengaruhan O terpengaruh total O tidak terpengaruh

j. kekhususan O sangat khusus O tidak khusus

Verba dalam suatu bahasa dapat dianalisis berdasarkan komponen semantis

yang terdapat didalamnya. Dari komponen semantis ini dapat ditemukan makna-

makna dasar atau unsur-unsur yang membentuk verba tersebut. Parameter yang

diterapkan untuk menentukan klasifikasi verba bahasa Jepang dalam penelitian ini

mengacu pada konsep komponen semantis yang dikemukakan oleh Hopper dan

Thomson (1980: 252). Komponen yang terdapat dalam tiap parameter di atas tidak

semua diterapkan dalam penelitian ini tetapi hanya empat parameter yang diterapkan

yaitu, parameter partisipan, kinesis, aspek dan kesengajaan.

2.3.2 Verba dan Klasifikasi Semantisnya

Verba adalah istilah yang digunakan dalam klasifikasi gramatikal tentang kata,

menunjukkan suatu kelas yang secara tradisisonal didefinisikan sebagai kata yang

menunjukkan gerak atau perbuatan/aksi, proses, atau keadaan yang bukan sifat atau

kualitas. Secara umum, verba mengandung makna leksikal atau makna dasar

Page 30: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

30

perbuatan (aksi), proses atau keadaan yang bukan proses (Moeliono dkk., 1988: 76),

sedangkan secara gramatikal makna verba tersebut bergantung pada hubungannya

dengan unsur lain dalam satuan-satuan yang lebih besar.

Ciri semantis verba cenderung mengkode pengalaman, peristiwa, dan

tindakan. Verba dalam struktur semantis sebagai sentral dan nomina sebagai periferal

(Chafe, 1970: 96). Lebih lanjut, Chafe (1970: 101) mengemukakan bahwa ada empat

tipe verba dasar, yaitu verba statif, verba proses, verba aksi, dan verba aksi-proses.

Kemudian Cook memodifikasi pendapat Chafe tersebut dengan menghilangkan verba

aksi-proses karena Cook berpendapat bahwa tiap verba aksi dengan sendirinya

memerlukan agen dan objek yang dikenai pengaruh aksi dan entitas yang dikenai

pengaruh aksi tersebut mengalami proses. Oleh karena itu, Cook mengklasifikasikan

tipe semantis verba menjadi tiga, yaitu verba statif, verba proses, dan verba aksi.

Fillmore (1971: 37) mengemukakan pengertian verba pada prinsip struktur

logika. Ini berarti bahwa semua kata yang berfungsi sebagai predikat dalam kalimat

diangap verba dalam struktur semantiknya. Ini berarti bahwa verba yang dimaksud

bukan hanya mencakup pengertian verba yang dikenal dalam struktur luar secara

tradisional, seperti makan, tidur, dan lain-lain, tetapi juga kata-kata sifat dan kata-kata

benda. Dengan kata lain, verba juga dihasilakan oleh proses penurunan semantik.

Chafe (1970: 122—132) mengatakan bahwa banyak verba dalam suatu bahasa

merupakan bentuk turunan, bentuk yang diderivasi dari adjektiva ataupun nomina.

Adjektiva adalah kata yang menerangkan keadaan suatu nomina atau menyipati

nomina itu. Dalam bahasa Indonesia sangat sulit untuk membedakan verba keadaan

Page 31: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

31

dengan kategori adjektiva. Oleh karena itu banyak orang yang menyatukan kategori

ini dalam kelas yang sama. Tampubolon dalam Chaer (1989: 163) menyatakan bahwa

perbedaan yang hakiki antara verba keadaan dengan adjektiva adalah terletak pada

fungsinya dalam suatu konstruksi. Pada konstruksi predikatif adjektiva cenderung

berciri verba sedangkan pada konstruksi atributif berciri adjektiva. Misalnya

konstruksi meja baru dan meja itu baru. Pada konstruksi meja baru, leksem baru

adalah adjektiva sedangkan pada meja itu baru adalah konstruksi predikatif.

Dalam bahasa Jepang tidak sulit untuk membedakan antara verba dengan

adjektiva karena sangat jelas perbedaanya. Untuk membedakan kedua kelas kata

tersebut cukup dengan cara mengidentifikasi bentuk akhirannya saja. Ciri-ciri verba

bahasa Jepang berdasarkan bentuk akhirannya dapat dibagi menjadi tiga kelompok,

yaitu verba grup I/godan-doushi, grup II/ichidan-doushi, dan grup III/henkaku-doushi.

Verba grup I/godan-doushi disebut godan doushi karena mengalami perubahan pada

lima deretan bunyi. Cirinya yaitu verba yang berakhiran„u-tsu-ru-ku-gu-mu-nu-bu-su’,

misalnya: ka-u „membeli‟, ta-tsu „berdiri‟, u-ru „menjual‟, ka-ku „menulis‟, oyo-gu

„berenang‟, yo-mu „membaca‟, shi-nu „mati‟, aso-bu „bermain‟, hana-su „berbicara‟.

Verba grup II/ichidan-doushi disebut ichidan-doushi karena perubahannya terjadi

pada satu deretan bunyi saja. Ciri utama dari verba ini, yaitu yang berakhiran „eru dan

iru‟, misalnya: mi-ru „melihat‟, oki-ru „bangun‟, ne-ru „tidur‟, tabe-ru „makan‟, dll.

Verba grup III/henkaku-doushi disebut henkaku-doushi karena perubahannya tidak

beraturan. Verba grup III hanya ada dua, yaitu suru „melakukan‟ dan kuru „datang‟.

Sedangkan adjektiva dalam bahasa Jepang hanya ada dua macam, yaitu I-keiyoushi

Page 32: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

32

/adjektiva yang berakhiran (i) dan Na-keiyoushi/ adjektiva yang berakhiran (na)

adjektiva yang berakhiran (na). I-keiyoushi semuanya berakhiran dengan -i (setelah

bunyi ai, ii, ui dan oi), seperti: chiisai „kecil‟, atsui „panas‟, ookii „besar‟, omoi

„berat‟, dll. Sedangkan Na-keyoushi pada umumnya tidak diakhiri dengan bunyi (ai, ii,

ui dan oi), seperti: shinsetsu „ramah‟, shizuka „sepi‟, kirei „cantik‟, yuumei „terkenal‟.

Khusus untuk kata kirai „benci‟ dan kichigai „sinting‟ walaupun bentuknya adalah I-

keiyoushi tetapi kata ini masuk ke dalam kelompok Na-keiyoushi.

Cook (1979: 138) mengatakan bahwa verba keadaan tergolong verba ”paling

dasar” dibandingkan dengan verba proses dan verba aksi. Verba proses diderivasi dari

verba keadaan dengan derivasi inkoatif melalui operator (adds COME

ABOUT ) ”menjadi”, dan verba tindakan diderivasi dari verba proses dengan derivasi

kausatif melalui konektif (adds CAUSE) ”menyebabkan”. Struktur batin mendasar

dari entri leksikal ketiga tipe verba ini dapat dideskripsikan dalam predikat sederhana

seperti BE, COME ABOUT (c.a.), CAUSE.

State Process Action

be Adj Os c.a be Adj O cause c.a be Adj A O

(Cook, 1979: 138)

Makna kontras dari predikat ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

a. The window is broken. broken (adj) = BE broken (O)

O

b. The window broke. break (Vint) = COME ABOUT (BE broken (O))

O

Page 33: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

33

c. Max broke the window. break (Vtr) = Cause (A, (COME ABOUT (BE broken

(O))).

Lebih jauh, Tampubolon (1979: 12) mengatakan penurunan semantik adalah

suatu proses semantik yang mengubah tipe kata kerja atau kata benda dasar tertentu

menjadi tipe lain. Dalam proses ini ciri atau ciri semantik tertentu ditambahkan pada

kata kerja atau kata benda dasar bersangkutan. Adapun proses penurunan semantik

yang dimaksud adalah: (1) verba keadaan dapat diubah menjadi verba proses dengan

menambahkan ciri [inkhoatif]; (2) verba proses dapat diubah menjadi verba aksi

dengan menambahkan ciri [kausatif]; (3) verba aksi dapat diubah menjadi verba

proses dengan menambah ciri [deaktivatif]; (4) verba proses dapat diubah menjadi

verba keadaan dengan menambahkan ciri [resulatif]. Urutan-urutan proses tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut:

inkhoatif kausatif

KK Keadaan KK Proses KK Aksi

resulatif deaktivatif

Penurunan semantik seperti ini juga terjadi dalam bahasa Jepang. Seperti yang terlihat

di bawah ini.

Bahasa Jepang Bahasa Indonesia

(1) Verba Keadaan : Ookii Besar

Verba Proses : Ooki + ku + naru (Ookikunaru) Menjadi besar

Verba Aksi : Ooki + ku + suru (Ookikusuru) Membesarkan

Page 34: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

34

(2) Verba Keadaan : Ware Pecahan/Belahan

Verba Proses : Wareru Pecah/Belah

Verba Aksi : Waru Memecah/Membelah

Penurunan semantik dalam bahasa Jepang dapat dilakukan melalui proses

seperti inkhoatif, kausatif, deaktivatif, atau resulatif. Verba keadaan dapat diubah

menjadi verba proses dengan menambah ciri inkhoatif, verba proses dapat diubah

menjadi verba aksi dengan menambah ciri kausatif, verba aksi dapat diubah menjadi

verba proses dengan proses diaktivatif, dan verba proses dapat diubah menjadi verba

keadaan dengan menambah ciri resulatif.

2.3.3 Verba dalam Bahasa Jepang

Dooshi (verba) adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama

dengan adjektiva-i dan adjektiva-na menjadi salah satu jenis yoogen „predikat‟. Kelas

kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu.

Dooshi dapat mengalami perubahan dan dengan sendirinya dapat menjadi predikat

(Nomura, 1992: 158). Seperti contoh kalimat berikut (1) Amirusan wa Nihon e iku.

„Amir (akan) pergi ke Jepang‟, (2) Tsukue no ue ni rajio ga aru. „Di atas meja ada

radio‟, (3) Indonesia wa shigen ni tondeiru. „Indonesia kaya akan sumber alam‟. Kata

iku, aru, dan tomu (=tondeiru) pada kalimat di atas termasuk dooshi. Kata iku pada

kalimat (1) menyatakan aktivitas Amir yang akan pergi ke Jepang, kata aru pada

kalimat (2) menyatakan keberadaan (eksistensi) radio di atas meja, sedangkan kata

tomu (=tondeiru) pada kalimat (3) menyatakan keadaan negara Indonesia yang kaya

Page 35: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

35

akan sumber alam. Kata-kata seperti itu dapat mengalami perubahan tergantung pada

konteks kalimatnya. Dooshi termasuk jiritsugo, dapat membentuk sebuah bunsetsu

walau tanpa bantuan kelas kata yang lain, dan dapat menjadi predikat bahkan dengan

sendirinya memiliki potensi untuk menjadi sebuah kalimat. Selain itu, verba juga

dapat menjadi keterangan bagi kelas kata lainnya pada sebuah kalimat, dalam bentuk

kamus selalu diakhiri vokal /u/, dan memiliki bentuk perintah.

Shimizu (2000: 45), mengemukakan tiga jenis dooshi, sebagai berikut (1)

Jidooshi (iku „pergi‟, kuru „datang‟, okiru „bangun‟, neru „tidur‟, shimaru „tertutup‟,

deru „keluar‟ nagareru „mengalir‟, dan sebagainya). Kata-kata ini menunjukkan

kelompok dooshi yang tidak berarti mepengaruhi pihak lain. (2) Tadooshi (okosu

„membangunkan‟, nekasu „menidurkan‟, shimeru „menutup‟, dasu „mengeluarkan‟,

nagasu „mengalirkan‟, dan sebagainya). Kata-kata ini menunjukkan kelompok dooshi

yang menyatakan arti mempengaruhi pihak lain. (3) Shodooshi (mieru „terlihat‟,

kikoeru „terdengar‟, iru „perlu‟, niau „sesuai‟, ikeru „dapat pergi‟, kikeru, dan

sebagainya). Dooshi ini merupakan kelompok dooshi yang memasukkan

pertimbangan pembicara, maka tidak dapat diubah ke dalam bentuk pasif dan kausatif.

Selain itu, tidak memiliki bentuk perintah dan ungkapan kemauan (ishi hyoogen). Di

antara kata-kata yang termasuk kelompok ini, kelompok dooshi yang memiliki makna

potensial seperti ikeru dan kikeru disebut kanoo dooshi „verba potensial‟.

Page 36: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

36

Muraki (1996:16) mengemukakan mengenai fungsi verba sebagai berikut:

日本語の動詞は、文の中で、文の末尾におかれて述語として文をしめ

くくったり(終止用法)、文の途中で述語としてのはたらきを演じると同時

に、さらに他の述語につながっていったり(中止あるいは連用用法)、後続

の名詞を修飾限定したり「連体用法」という多機能をあらわしわけるために、

また、肯定か否定か、断定か推量か、過去か現在・未来かといったさまざま

な述べ方をあらわしわけるために、複雑な形を発達させているわけである。

Nihongo no joshi wa, bun no nakade, bun no matsubi ni okarete jutsugo to

shite bun wo shimekukuttari (shuushoohoo), bun no tochuu de jutsugo to shite no

hataraki wo enjiru to douji ni, sara ni ta no jutsugo ni tsunagatte ittari (chuushi arui

wa renyouyoohoo), kouzoku no namae wo shuushoku gentei shitari “rentaiyoohoo” to

iu takinou wo arawashi wakeru tame ni, mata, koutei ka, hitei ka, dantei ka, suiryou

ka, kako ka, genzai/mirai ka to itta samazama na nobete kata wo arawashi wakeru

tame ni, fukuzatsu na katachi wo hattatsu sasete iru wake de aru.

Verba dalam bahasa Jepang di dalam kalimat diletakkan di akhir kalimat,

dapat berfungsi sebagai predikat di akhir kalimat, atau sebagai predikat di tengah

kalimat yang berhubungan dengan predikat lain di akhir kalimat, dan juga sebagai

pewatas nomina. Selain sebagai predikat, verba bahasa Jepang juga digunakan dalam

menyatakan, negasi, penegasan, dugaan, dan menyatakan kala, yaitu masa lampau,

masa kini, atau masa yang akan datang.

2.3.4 Teori Tata Bahasa Kasus

Teori Tata Bahasa Kasus (TBK) Cook (1979) ditulis dalam buku yang

berjudul Case Grammar: Development of the Matrix Model (1970-1978). TBK

pertama kali diperkenalkan oleh Fillmore (1968) dalam karangannya yang berjudul

The Case for Case yang dimuat dalam suntingan Bach dan Harms dengan judul

Universal in Linguistic Theory. Teori ini kemudian direvisi oleh Chafe (1970). Teori

kasus Cook (1979) merupakan perpaduan dan pengembangan dari TBK oleh Fillmore

(1966, 1968, 1970, 1971), dan TBK Chafe (1970).

Page 37: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

37

2.3.4.1 Teori Tata Bahasa Kasus (TBK) Fillmore

Kasus proposisi adalah bagian dari kerangka kasus verba. Kasus yang terikat

oleh verba sentral dibagi menjadi dua kasus: yang penting untuk kerangka kasus dan

yang tidak penting. Kasus yang berhubungan secara langsung dengan kerangka kasus

disebut kasus proposisi. Kasus yang bukan bagian dari kerangka kasus disebut kasus

modal. Kasus modal selalu opsional terhadap struktur, sedangkan kasus proposisional

bersifat wajib atau opsional terhadap kerangka kasus. Fillmore (1969a: 366) membagi

kalimat menjadi dua unsur, yaitu unsur modalitas dan unsur proposisi. Unsur

modalitas meliputi: negasi, kala, modus, dan aspek. Sementara itu, unsur proposisi

terdiri dari sebuah verba sebagai inti proposisi yang disertai sejumlah nomina yang

berperan sebagai kasus Agent (A), Experiencer (E), Benefaktive (B), Object (O), dan

Locative (L). Hubungan antara verba dan argumen yang menyertainya merupakan

hubungan yang terjalin secara semantis, sedangkan hubungan antara verba dan unsur

modalitas terjalin secara gramatikal. Modalitas tidak mempengaruhi makna verba

sebagai inti proposisi, tetapi mempengaruhi makna verba secara gramatikal.

Dalam karangannya yang terbit tahun 1968 Fillmore membagi kalimat atas (1)

modalitas, yang bisa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi

yang terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus. Hal tersebut dapat

dilihat pada diagram 2.1 di bawah ini (dikutip dari Chaer: 1994: 371).

Page 38: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

38

Kalimat

modalitas proposisi

negasi

kala verba argumen¹ argumen² argumen³

modus

aspek

Diagram 2.1: Model struktur logis kalimat

Diagram di atas menunjukkan posisi modalitas dan proposisi dalam sebuah

kalimat. Bagan pada bagian sebelah kanan menunjukkan hubungan antara verba

sebagai pusat dengan kasus atau argumen yang diperlukan untuk membangun

proposisi. Sementara itu, pada bagian sebelah kiri diagram 2.2 menunjukkan unsur

modalitas yang bukan merupakan valensi verba.

Kalimat

modalitas proposisi

kala verba pelaku objek instrumen

lampau break John window hammer

Diagram 2.2: Model struktur dalam (deep structure) kalimat

Page 39: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

39

Model struktur dalam (deep structure) kalimat direalisaikan dalam struktur

lahir (surface structure) kalimat. Sebagai contoh, “John broke the window with a

hammer” argumen John adalah kasus pelaku, argumen window adalah kasus objek,

dan argumen hammer adalah kasus instrumen (alat). Kalimat “John broke the window

with a hammer” merupakan realisasi dari perpaduan antara unsur modaliatas dan

proposisi. Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba

dan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan

argumen dalam teori semantik generatif. Hanya saja argumen dalam teori ini diberi

label kasus.

2.3.4.2 Teori Tata Bahasa Kasus (TBK) Chafe

Dalam bukunya Chafe menjelaskan bahwa struktur semantis didasarkan atas

serangkaian hubungan antara verba sebagai inti (predikat) dan nomina yang diikatnya

memiliki hubungan semantis khusus dengan verba yang mengikatnya. Struktur

semantis dapat dilihat melalui kerangka kasus dalam Tata Bahasa Kasus, sedangkan

kasus adalah peran semantis argumen verba. Struktur semantis verba baru bisa

dirumuskan apabila dipahami peran semantisnya. Dalam menganalisis peran semantis

yang perlu diperhatikan adalah ciri-ciri verbanya dan hubungan semantis antara verba

sebagai predikat dan argumen-argumen yang diikat oleh verba tersebut. Chafe (1970:

163) mengemukakan adanya tujuh buah kasus, yakni Agent, Experiencer, Benefactive,

Patient, Complement, Locative, dan Instrument.

Page 40: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

40

2.3.4.3 Teori Tata Bahasa Kasus (TBK) Cook

Dalam penelitian ini digunakan TBK Cook (1979), karena teori ini merupakan

perpaduan dan modifikasi dari TBK oleh Fillmore (1968), dan TBK oleh Chafe

(1970). Dari modifikasi yang dilakukan Cook hanya menggunakan lima kasus, yaitu

(1) Agent (A); (2) Experiencer (E); (3) Benefactive (B); (4) Object (O); dan (5)

Locative (L) (Cook 1979: 124-125).

Dalam sistem verba sebagai pusat dalam proposisi, kasus-kasus sebelumnya

ditentukan oleh fitur-fitur yang terdapat di dalam verba. Pengertian kasus dalam hal

ini tidak mutlak di dalam penggunaannya, tetapi dalam hubungannya dengan fitur-

fitur tersebut. Kerangka kasus proposisi dalam kerangka teori ini dapat ditentukan

sebagai berikut:

Agent: kasus yang diperlukan oleh verba aksi yang menunjukkan pelaku dari

aksi tersebut, dan kasus ini biasanya digunakan untuk makhluk hidup

(animate) tetapi tidak selalu.

Experiencer: kasus yang diperlukan oleh verba pengalam yang menunjuk pada

makhluk hidup yang mengalami gejala psikologis atau yang berkaitan

dengan perasaan, emosi, kognisi.

Benefactive: kasus yang menyatakan kepemilikan, mendapat atau menyatakan

kehilangan yang mengacu pada suatu objek.

Object: hal-hal yang menyatakan:

(a) kasus yang diperlukan oleh verba yang menyatakan keadaan objek

yang terdapat dalam suatu keadaan; atau

Page 41: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

41

(b) kasus yang diperlukan oleh verba proses yang menyebabkan objek

pengalam akan mengubah keadaan;

(c) kasus yang diperlukan merupakan objek sebagai suatu pengalaman,

dan merupakan stimulus yang menyebabkan suatu keadaan;

(d) objek merupakan kasus yang menyatakan kepemilikan benda atau

benda yang telah ditransfer.

Locative: kasus yang diperlukan oleh verba lokatif yang menyatakan lokasi

dari suatu objek atau perubahan dari lokasi suatu objek (Cook,

1979: 52).

Cook menjelaskan bahwa predikat adalah verba dalam pengertian umum dan

argumen verba sangat diperlukan untuk menentukan kasus. Model ini disebut Model

Matriks Tata Bahasa Kasus. Selanjutnya, Cook mengatakan bahwa dalam

menganalisis kasus dalam bahasa harus berpedoman pada persyaratan berikut.

(a) Satuan informasi dalam wacana adalah klausa atau kalimat sederhana; dalam

satuan informasi ini verba adalah elemen yang sentral. Makna inti dari kalimat

tercantum pada makna verba.

(b) Yang terkait dalam verba adalah serangkaian peranan kasus, yang argumennya

dalam proposisi dicantumkan dalam predikat sentral. Peranan proposisi

berbeda dari peranan modal, yang tidak berhubungan dengan verba.

(c) Hasil dari konfigurasi kasus disusun dalam dua belas matrix sel. Setiap

konfigurasi semantik mempunyai sekurang-kurangnya satu peranan yang

Page 42: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

42

dihubungkan dengan verba dan tidak ada konfigurasi lebih dari tiga yang

dihubungkan dengan peranan kasus (Cook, 1979: 124-125).

Cook menyatakan bahwa dari lima kasus proposisional (AEBOL) tersebut,

kemudian dapat disusun menjadi dua belas konfigurasi kerangka kasus dalam formasi

semantis yang ditampilkan dalam bentuk matriks, seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1: tipe verba menurut model matriks TBK (Cook, 1979: 135).

Tipe Verba Verba Dasar Experiencer Benefactive Locative

1. Statif Os E-Os B-Os Os-L

2. Proses O E-O B-O O-L

3. Aksi A-O A-E-O A-B-O A-O-L

Dalam tabel 2.1 di atas, Cook membagi verba menjadi tiga tipe utama verba

dasar, yaitu verba statif, verba proses, dan verba aksi. Selanjutnya hanya ada tiga tipe

tambahan verba dasar, yaitu verba Pengalami (experiencer), verba Benefaktif

(benefactive), dan verba Lokatif (locative). Jika dianggap bahwa setiap verba dasar

utama tersebut dapat bergabung dengan ketiga verba dasar tambahan karena kasus-

kasus yang bersangkutan harus hadir, maka akan terdapatlah dua belas tipe verba

secara keseluruhan. Adapun ciri-ciri kasus dari kedua belas tipe verba hasil dari

proses kombinasi tersebut, dapat dilihat dalam kalimat di bawah ini.

Page 43: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

43

1. Verba Statif

Verba Statif memiliki ciri kasus sebagai berikut:

1) The lounge bar was empty [Os].

Os

2) She likes the frenchman [E-Os].

E Os

3) I have a bunch of pennies [B-Os].

B Os

4) Her money was in the drawer [Os-L].

Os L

2. Verba proses

Verba Proses memiliki ciri kasus sebagai berikut:

1) Her baby died [O].

O

2) I heard about it [E-O].

E O

3) Katharine received her ticket [B-O].

B O

4) The car drove to down town [O-L].

O L

3. Verba Aksi

Verba aksi memiliki ciri kasus sebagai berikut:

1) His partner shook his head [A-O]

A O

2) The old man told the boy a story [A-E-O].

A E O

3) Captain Alfurd gave her a ring [A-B-O].

A B O

4) Claud put one big foot on the porch step [A-O-L].

A O L

Page 44: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

44

Model analisis kerangka kasus ditulis dalam bentuk “+ [___ x-y-z]”, tempat

yang kosong menunjukkan posisi dari verba dalam struktur dasar, dan x-y-z adalah

argumen-argumen yang dihubungkan dengan verba sebagai sentral. Model analisis

dalam kerangka kasus dapat dilihat dalam contoh kalimat berikut:

John gave the book to Mary.

A O B

GIVE, + [ ____ A-O-B]

Predikat “give” adalah bentuk abstrak dari kalimat tersebut dan terdaftar di

dalam argumen-argumen yang diberi nama sebagai Agent (A), Benefaktive (B), dan

Object (O) Lokative (L) (Cook, 1979: 149).

Tanda ( __ ) dalam kerangka kasus tersebut menandakan bahwa ada kata kerja

tertentu yang dapat dimasukkan dalam kerangka kasus bersangkutan. Tanda ( + )

menyatakan fitur semantik.

2.4 Model Penelitian

Penelitian ini mengkaji “klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa

Jepang”. Sesuai dengan tahapan kerja dan strateginya, maka penelitian ini dimulai

dari tahap observasi data dari sumber-sumber tertulis yang telah ditentukan. Setelah

itu, data dikumpulkan dan diproses berdasarkan metode deskriptif kualitatif. Data

yang dimaksud adalah kalimat sederhana atau struktur proposisional. Dengan

demikian, kalimat-kalimat kompleks dipecah dan disederhanakan atas proposisi-

proposisi. Tahap selanjutnya adalah analisis data, teori yang digunakan sebagai

Page 45: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

45

tuntunan untuk memecahkan permasalahan dan menganalisis data adalah TBK Cook

(1979). Adapun hal-hal yang dianalisis dalam penelitian ini adalah (1) klasifikasi

semantis verba bahasa Jepang; (2) peran semantis argumen verba bahasa Jepang; (3)

kasus-kasus argumen yang terdapat pada verba bahasa Jepang. Selanjutnya, disajikan

temuan sesuai dengan hasil analisis yang didapat. Bagian akhir penelitian ini adalah

simpulan, isi dari simpulan tersebut adalah jawaban terhadap permasalahan yang

dibahas dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, maka

model penelitian ini diabstraksikan dalam bentuk diagram yang ditampilakan pada

halaman berikutnya.

Page 46: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

46

……………….………………………………………………….

Diagram 2.3: Model Penelitian

Bahasa Jepang

Verba Bahasa Jepang

Konsep

Data

Analisis Teori Tata Bahasa Kasus

Landasan Teori Metode

Metode Deskriptif

Kualitatif

Klasifikasi Semantis

Verba Bahasa Jepang

Peran Semantis Argumen

Verba Bahasa Jepang

Temuan

Simpulan

&

Saran

Kasus Modal

&

Kasus Tak Teraga

Page 47: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

47

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif

merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis maupun

lisan dalam sebuah bahasa. Metode deskriptif ini bertujuan membuat deskripsi

mengenai sifat-sifat, keadaan serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti,

sehingga didapat gambaran data yang ilmiah, Djajasudarma (1993--8,10). Selanjutnya,

dalam upaya memecahkan masalah, ada tiga tahap strategis yang berurutan:

penyediaan data, penganalisisan data yang telah disediakan itu, dan penyajian hasil

analisis data yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 5).

3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data

kualitatif, yaitu berupa data tulisan karena tujuannya ialah mengklasifikasikan dan

menentukan peran semantis yang dimainkan oleh setiap argumen yang terdapat pada

data tersebut. Pemilihan data tulisan sebagai sumber data didasarkan atas

pertimbangan bahwa aneka bentuk verba bahasa Jepang mudah ditemukan dari

sumber data tersebut, dan bahasanya telah mencerminkan pemakaian bahasa Jepang

dalam berbagai situasi. Sumber data tulisan ini juga dipilih karena telah

Page 48: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

48

mempresentasikan penggunaan bahasa Jepang yang alamiah dalam berbagai aspek

kehidupan sehingga memungkinkan mendapatkan data yang bervariasi.

Data tulisan merupakan jenis data primer yang diperoleh dari novel Totto-

Chan, dan buku Minna no Nihongo I, II, sebagai sumber data utama. Sementara itu,

data penunjang diperoleh dari buku-buku linguistik dan buku-buku pelajaran, yaitu

buku Nihongo Hand Book, Jurnal bahasa Jepang Nihongo Shimbun, Buku Gramatika

Bahasa Jepang Modern, dan buku Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Data yang

dipilih berupa kalimat-kalimat kompleks dipecah menjadi kalimat sederhana yang

memenuhi struktur proposisi.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perpustakaan

Program S2 Linguistik dan di ruang Jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra

Universitas Udayana, yang berlokasi di jalan pulau Nias nomer 13 Sanglah, Denpasar.

Kedua tempat tersebut menyediakan banyak buku-buku bacaan yang dapat dijadikan

referensi dalam penelitian ini. Disamping itu, karena penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif sehingga untuk memperoleh pengetahuan dan data peneliti

mengobservasi data dalam bentuk membaca informasi dari dokumentasi seperti,

buku-buku yang membahas tentang teori linguistik secara umum, buku-buku

pelajaran linguistik khususnya semantik, buku-buku yang membahas masalah verba,

dan berbagai hasil karya tulis ilmiah (tesis). Semua sumber-sumber data tersebut

tersedia di perpustakaan Program S2 Linguistik Fakultas Sastra Universits Udayana.

Sedangkan untuk sumber-sumber data dalam bahasa Jepang tersedia di ruang jurusan

satra Jepang Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Page 49: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

49

3.3 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, oleh karena itu peneliti

sendiri berperan sebagai instrumen utama dalam penelitian ini. Instrumen sangat

penting karena segala sesuatu yang berhubungan dengan objek penelitian dapat

tersimpan dan dapat direplikan kembali sesuai dengan kebutuhan. Instrumen dalam

penelitian ini adalah peneliti, sehingga instrumenya adalah orang atau manusia

(human instrument) (Sugiyono, 2009: 2). Data penelitian ini juga dikumpulkan

dengan menggunakan instrumen tambahan, yaitu berupa buku-buku catatan dan

laptop/komputer. Data tulisan dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, yaitu

data dalam bentuk kalimat-kalimat sederhana yang telah memenuhi struktur proposisi.

Data dipilah dengan cara menandai setiap verba yang terdapat dalam kalimat-kalimat

dalam sumber data tersebut. Data yang dipilih dicatat dalam buku-buku catatan

kemudian diketik dan diolah dalam komputer dan dicetak untuk disusun sehingga

menjadi tesis ini.

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode simak dan

teknik catat. Metode simak dalam penelitian ini dimaknai sebagai metode

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa secara

tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar, yaitu teknik sadap. Dalam kaitannya

dengan penelitian ini, maka teknik sadap yang dimaksud adalah pengumpulan data

dengan cara membaca naskah-naskah tertulis, seperti novel dan data-data tulisan

Page 50: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

50

lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Teknik catat adalah teknik lanjutan dari

teknik sadap, mencatat dalam hal ini berarti peneliti mencatat penggunaan bahasa

dalam bentuk tulisan dari sumber-sumber data tersebut. Setiap kalimat dari sumber-

sumber tulisan tersebut dicatat dan verba dalam setiap kalimat ditandai. Kalimat yang

dimaksud adalah struktur proposisi. Dengan demikian, kalimat-kalimat kompleks

dipecah atas proposisi-proposisi, kalimat-kalimat tanya, negatif, dan perintah

dipandang dalam bentuk proposisinya. Data-data yang dipilih diketik dalam komputer

kemudian ditandai dengan cara menggarisbawahi setiap unsur kalimat sehingga dapat

memperjelas proposisi dan argumen-argumen yang membentuk kalimat tersebut.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan. Metode

padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian

dalam bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13-15). Metode padan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan referent (penentunya adalah

kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa), dan metode padan translasional (menggunakan

bahasa lain) yang alat penentunya adalah langue lain dalam hal ini adalah bahasa

Indonesia. Metode padan referensial dengan alat penentu referen diterapkan untuk

menentukan ciri-ciri semantis verba bahasa Jepang. Misalnya, (1) naguru „memukul‟

ialah kata yang menyatakan tindakan; (2) kawaku „mengering‟ ialah kata yang

menyatakan makna proses; (3) kowareru „rusak, pecah‟ ialah kata yang menyatakan

Page 51: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

51

makna keadaan. Ketiga kata tersebut merupakan jenis verba, tetapi makna dari ketiga

verba tersebut memiliki referen yang berbeda.

Selanjutnya, metode padan referensial dengan penentu referen dan metode

padan translasional dengan penentu langue lain, secara bersamaan digunakan untuk

menentukan peran semantis yang dimainkan oleh nomina-nomina yang diikat oleh

verba dalam suatu proposisi. Metode padan referensial digunakan untuk menentukan

(sebagai penentu) peran semantis kasus-kasus yang terdapat pada verba, apakah

perannya sebagai Agent (A), Experincer (E), Benefaktive (B), Object (O), Locative

(L). Metode padan translasional digunakan untuk memahami arti dari data, yang

berupa data dalam bahasa Jepang yang dipadankan ke dalam bahasa Indonesia.

Satuan lingual yang bersangkutan benar-benar disesuaikan, diselaraskan, atau

dipadankan dengan identitas atau kejatian unsur penentunya. Dengan demikian, akan

dapat ditentukan antara unsur penentu dengan unsur yang ditentukan.

Contoh: 1. 私 は リーさん に 時計 を 上げます。

Watashi wa Ri-san ni tokei wo agemasu.

Agent (A) Benefactive (B) Object (O) \ \ \ \ \ \ \

saya Part Lee Part jam Part memberi

Arg1 Arg2 Arg3 Verb

„Saya memberi saudara Lee jam‟.

Page 52: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

52

2. 菜穂さん は 韓 国 語 が 分かる。

Naho san wa kankoku go ga wakaru.

Experiencer (E) Object (O) \ \ \ \ \

Naho Part Korea Bahasa Part mengerti

Arg1 Arg2 Verb

„Naho mengerti bahasa Korea‟.

Teknik analisis yang diterapkan dalam penelitian ini adalah teknik pilah unsur

penentu. Sudaryanto (1993: 23) mengatakan bahwa referen kalimat pada umumnya

adalah peristiwa atau kejadian; padahal, setiap peristiwa atau kejadian melibatkan

berbagai unsur (tokoh) yang memiliki peran penting di dalamnya; tanpa unsur (tokoh)

yang dimaksud tidak mungkin peristiwa itu akan terjadi sebagaimana adanya.

Dengan adanya pemilahan dari usur atau peran yang dimainkan oleh setiap

kata dalam kalimat, dapat diketahui bahwa ada pelaku (agent), pengalami

(experiencer), benefaktif, objek, dan juga lokatif. Berdasarkan jumlah dan jenis unsur

yang terlibat dalam suatu proposisi maka peran semantis argumen verba dapat

dibedakan antara verba satu dengan verba yang lainnya.

Contoh: 3 父 は 金 が あります。

Chichi wa kane ga arimasu.

Benefactive (B) Object (O)

\ \ \ \ \ ayah Part uang Part punya/ada

Arg1 Arg2 Verb

„Ayah punya uang‟.

Page 53: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

53

4. 私 は 木村 さん に 傘 を 貸して あげました。

Watashi wa Kimura san ni kasa wo kashite agemashita.

Agent (A) Benefactive (B) Object (O) \ \ \ \ \ \ \

saya Part Kimura Part payung Part meminjamkan

Arg1 Arg2 Arg3 Verb

„Saya meminjamkan payung kepada saudara Kimura‟.

Dengan teknik pemilahan unsur maka kalimat (3) di atas dapat dianalisis

sebagai berikut. Chichi „ayah‟ adalah nomina persona yang berperan sebagai kasus

benefaktif (B), dan partikel ga sebagai penanda verba statif yang menyatakan makna

keadaan. Sementara itu, kane „uang‟ adalah nomina tak bernyawa berperan sebagai

kasus objek yang dalam keadaan dimiliki oleh nomina persona chichi „ayah‟ partikel

wa digunakan sebagi penanda persona. Klausa (3) di atas memiliki dua argumen inti,

yaitu kasus chichi adalah kasus benefaktif (kepemilikan), dan kasus kane adalah

kasus objek yang dalam keadaan dimilki. Berdasarkan ciri-ciri kasusnya maka peran

semantis argumen verba (3) di atas adalah peran semantis argumen verba benefaktif-

objek.

Demikian juga dengan kalimat (4) kasus-kasus yang diikat oleh verba sebagai

inti proposisi dapat diketahui melalui teknik pilah unsur, yaitu watashi „saya‟

memiliki peran kasus agentif-aktif (A), Kimura-san „Kimura‟ memiliki peran kasus

benefaktif (B) (pemanfaat) karena menerima pemberian dari agen, dan kasa „payung‟

memiliki peran objek (O). Peran semantis argumen yang terdapat pada kalimat di atas

adalah peran semantis verba aksi-benefaktif-objek.

Page 54: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

54

Dalam kaitannya dengan langue lain, teknik pilah unsur dapat digunakan

untuk mengetahui sifat dan watak bahasa yang berbeda. Bahasa Jepang memiliki

sistem yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Sebagai contoh, bahasa Jepang

memiliki sistem kebermarkahan, perubahan verba tetapi dalam bahasa Indonesia

tidak. Dengan menggunakan metode pilah unsur dan dibantu dengan pemahaman

peneliti terhadap kaidah yang berlaku dalam bahasa Jepang, unsur bahasa yang ada

dalam bahasa yang berbeda dapat diketahui. Misalnya, dalam bahasa Jepang argumen

objek ditandai oleh partikel „wo‟, datif ditandai oleh partikel „ni‟, argumen agen

(pelaku) ditandai oleh partikel „ga‟/„wa‟.

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Metode penyajian analisis data ada dua, yaitu metode formal dan informal

Sudaryanto (1993: 144-145). Metode penyajian dalam penelitian ini menggunakan

analisis data formal dan informal. Metode formal merupakan analisis data dengan

menggunakan tanda-tanda atau lambang linguistik. Tanda-tanda yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah: tanda {}; tanda *. Metode informal merupakan metode

analisis dengan menggunakan serangkaian kalimat atau kata-kata yang disusun

menjadi beberapa paragraf sebagai penjelasasan dari hasil analisis data. Hasil yang

telah ditemukan kemudian dirumuskan secara sistematis, jelas, dan mudah dipahami.

Page 55: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

55

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Klasifikasi Semantis Verba Bahasa Jepang

Verba dalam setiap bahasa di dunia merupakan unsur yang sangat penting

dalam membentuk suatu kalimat. Dikatakan penting karena keseluruhan makna

kalimat tersebut melekat pada makna verbanya. Begitu pun dalam bahasa Jepang,

verba merupakan unsur yang tidak dapat dihilangkan dalam pembentukan sebuah

kalimat, untuk menunjukkan suatu aktivitas, proses ataukah keadaan yang

ditunjukkan oleh verba dalam kalimat tersebut. Sesuai dengan landasan teori dan

konsep-konsep yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dan berdasarkan data-

data yang diperoleh, verba bahasa Jepang dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu

verba statif, verba proses, dan verba aksi.

4.1.1 Verba Statif Bahasa Jepang

Verba statif bahasa Jepang menyatakan suatu entitas yang berada dalam

keadaan atau kondisis tertentu. Verba ini mempunyai ciri semantis statif/stabil atau

tidak dinamis karena peristiwa yang diekspresikan pada umumnya tidak menerima

bentuk progresif dan tidak ada transfer tindakan dari partisipan yang satu ke

partisipan yang lainnya. Tidak dapat dipakai dalam kalimat perintah, mengharuskan

hadirnya satu kasus objek dalam struktur logisnya. Objek yang dimaksud adalah

entitas yang berada dalam suatu keadaan atau kondisi yang dinyatakan verbanya.

Page 56: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

56

Verba statif bahasa Jepang tidak memiliki ciri semantis kesengajaan karena peristiwa

yang digambarkan tidak disengaja oleh subjek. Dengan kata lain, subjek tidak

membentuk atau tidak mengendalikan situasi, tetapi terkena pengaruh dari partisipan

lain/subjek dipengaruhi oleh peristiwa yang dinyatakan oleh verbanya, seperti contoh

kalimat di bawah ini.

1. 富士山 が 聳える

Kumo ga sobieru .

awan Part menjulang gunung-gunung

„Gunung Fuji tegak menjulang‟.

2. 川 が 低地 を 流れる。

Kawa ga teichi wo nagareru.

sungai Part dataran rendah Part mengalir

„Sungai mengalir di dataran rendah‟.

Verba sobieru „menjulang tinggi‟, nagareru „mengalir‟ menyatakan entitas

yang berada dalam suatu keadaan atau kondisi tertentu. Keadaan yang digambarkan

belum selesai atau tidak memiliki batas akhir. Verba sobieru „menjulang tinggi‟,

nagareru „mengalir‟ juga mengekspresikan dimana suatu keadaan bertahan dalam

kurun waktu yang lama dan tak terbatas. Verba sobieru „menjulang tinggi‟ dan

nagareru „mengalir‟ menggambarkan bahwa keadaan yang terjadi secara alami.

3. a. ここ に 本 が ある。

Koko ni hon ga aru.

sini Part buku Part ada

‟Di sini ada buku‟.

Page 57: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

57

b.* ここ に 本 が あっている。

Koko ni hon ga atteiru (*atteiru =bentuk teiru dari aru).

sini Part buku Part ada

„Di sini ada buku‟.

4. a. 私 は 日本語 が できる。

Watashi wa nihongo ga dekiru.

saya Part bahasa Jepang Part mampu

„Saya mampu berbahasa Jepang‟.

b. *私 は 日本語 が できている。

Watashi wa nihongo ga dekiteiru (*dekiteiru=bentuk teiru dari dekiru).

saya Part bhs Jepang Part mampu

„Saya (sedang) mampu berbahasa Jepang‟.

5. a. 仕事 が 終わる

shigoto ga owaru.

pekerjaan Part selesai

„Pekerjaan selesai‟.

b. * 仕事 が 終わっている。

Shigoto ga owatteiru. (*owatteiru=bentuk te iru dari owaru).

pekerjaan Part selesai

„Pekerjaan (sedang) selesai‟.

Tanda (*) yang terdapat dalam contoh kalimat di atas menunjukkan bahwa

verba statif dalam Bahasa Jepang mempunyai ciri semantis statif/stabil atau tidak

dinamis karena peristiwa yang diekspresikan pada umumnya tidak menerima bentuk

progresif. Verba aru „ada‟ dan verba owaru „selesai„ tidak berterima secara

gramatikal jika diubah menjadi bentuk (て/でいる te/deiru). Kalimat (3--5 b) tidak

berterima secara gramatikal karena akan terasa jangal jika dikatakan seperti itu. Akan

Page 58: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

58

tetapi, ada beberapa verba statif dalam bahasa Jepang yang selalu dinyatakan dengan

bentuk sedang (te/deiru), seperti yang terlihat dalam kalimat berikut ini.

6. a. 田中 さん の カメラ は もっと 優れている。

Tanaka san no kamera wa motto sugureteiru.

Tanaka Part kamera Part unggul

„Kamera Tanaka lebih unggul‟.

b. 真由美さん は お母さんに 似ているが、妹さん は お父さん に 似ている。

Mayumisan wa okaasan ni niteiru ga, imoutoosan wa otousan ni niteiru.

Mayumi Part ibu Part mirip Part adik perempuan Part ayah Part mirip

„Mayumi mirip ibunya, tetapi adik perempuannya mirip bapaknya‟.

c. この 道 が 曲がっている。

Kono michi ga magatteiru.

ini jalan Part membelok

„Jalan ini membelok‟.

Verba sugureteiru „unggul‟, niteiru „mirip‟, magatteiru „berbelok‟ pada

kalimat (6a-c) di atas, menyatakan keadaan sesuatu secara khusus, dan selalu

dinyatakan dengan bentuk sedang (te/deiru). Bentuk sedang dalam hal ini berarti

sesuatu yang sedang dalam suatu keadaan yang stabil/tetap, bukan suatu keadaan

yang sedang berlangsung. Jadi verba ini menggambarkan kondisi yang stabil atau

tidak akan terjadi perubahan, karena memang sudah menjadi suatu kondisi yang tetap,

seperti contoh kalimat di bawah ini.

7. 私 の 時計 が なくなった。

Watashi no tokei ga nakunatta.

saya Part jam Part hilang

„Arloji saya hilang‟

Page 59: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

59

8. 彼 は 病気 が 治った。

Kare wa byouki ga naotta.

dia Part sakit Part sembuh

‟Dia sakinya sudah sembuh‟.

9. 私 は はら が 空いた。

Watashi wa hara ga suita.

saya Part perut Part lapar

‟Perut saya lapar.‟

10. 彼 は インドネシア 語 が 分かる。

Kare wa Indonesia go ga wakaru.

dia Part Indonesia bahasa Part mengerti

„Ia mengerti bahasa Indonesia‟.

11. 森本 さん は 交通事故 で 死んでいる。

Morimoto san wa koutsuujiko de shinde iru.

Morimoto Part kecelakaan Part meninggal

„Morimoto meninggal akibat kecelakaan lalu-lintas‟.

12. 私 は その 報道 に 驚いた。

Watashi wa sono houdou ni odoroita.

saya Part itu berita Part terkejut

„Saya menerima berita itu dengan rasa terkejut‟.

Verba nakunatta „hilang‟, naotta „sembuh‟, wakaru „mengerti‟, shinde iru

„meninggal‟, odoroita „terkejut‟. Keenam verba di atas adalah verba keadaan karena

subjeknya tidak mengendalikan situasi, tetapi dipengaruhi oleh peristiwa yang

dinyatakan oleh makna verbanya.

Page 60: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

60

4.1.2 Verba Proses Bahasa Jepang

Verba proses bahasa Jepang mempunyai ciri semantis [proses]. Verba ini

mendeskripsikan entitas yang mengalami proses perubahan entitas dari suatu keadaan

atau kondisi menjadi keadaan lain. Verba proses bahasa Jepang juga menunjukkan

perubahan atau kedinamisan, mengijinkan dipakainya bentuk progresif dan tidak

dapat dipakai untuk membuat kalimat perintah [ - imperatif]. Memiliki ciri-ciri

semantis [ - sengaja] dan [ - kinesis]. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.

13. 花 が きれい に 咲いている。

Hana ga kirei ni saiteiru.

bunga Part cantik Part berkembang

„Bunga tengah berkembang dengan cantik‟.

14. 湯 が 沸いている。

Yu ga waiteiru

air Part mendidih

„Air sudah mendidih‟.

15. 雨 が 降っている。

Ame ga futteiru.

Hujan Part turun

„Hujan (sedang) turun.

16. 学生 の 数 が 高まっている。

Gakusei no kazu ga takamatteiru.

siswa Part jumlah Part bertambah

„Jumlah siswa bertambah‟.

Page 61: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

61

Verba saiteiru „sedang mekar/berkembang‟, verba waiteiru „mendidih‟, verba

futteiru „(sedang) turun‟, takamatteiru „bertambah‟ mengekspresikan adanya suatu

perubahan yang sedang berlangsung. Verba bentuk (te/deiru) pada keempat kalimat

di atas menunjukkan proses progresif atau ciri kedinamisan yang terjadi pada objek

keempat verba tersebut.

17. 彼 の 声 は 次第 に 高くなってきた。

Kare no koe wa shidai ni takakunattekita.

dia Part suara Part makin Part meninggi

„Suaranya makin meninggi‟.

18. 値段 が 高くなる。

Nedan ga takakunaru.

harga Part jadi mahal

„Harga jadi mahal‟.

19. テレビ の 音 が おきくなる。

Terebi no oto ga okikunaru.

televisi Part suara Part jadi besar

„Suara televisi jadi besar‟.

20. 彼 の 髪 は 白くなった。

Kare no kami wa shirokunatta.

dia Part rambut Part putih

„Rambutnya sudah memutih‟.

Verba takakunattekita „meninggi‟, takakunaru „jadi mahal‟, okikunaru „jadi

besar‟, dan verba shirokunatta „memutih‟ tergolong verba proses. Verba proses di

atas dibentuk melalui proses derivasi dari kelas kata adjektiva menjadi kelas kata

verba. Proses derivasi ini dilakukan dengan cara menghilangkan akhiran yang

Page 62: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

62

terdapat pada adjektiva. Misalnya, takai „tinggi‟ dihilangkan akhiran (i) sehingga

menjadi taka kemudian ditambahkan dengan morfem ku + -naru menjadi takaku naru

„jadi tinggi‟. Setiap kelas kata adjektiva (i) yang diderivasi menjadi kelas kata verba

dilakukan dengan cara menghilangkan akhiran yang terdapat pada adjektiva masing-

masing. Pada umumnya adjektiva Bahasa Jepang yang dapat diderivasi menjadi verba

biasanya berakhiran (~ai, ~oi, ~ui, ~ii) oleh karena itu kata sifat ini disebut kata sifat

(i). Sementara itu, akhiran ~te kita yang terdapat dalam kalimat no 17 dan akhiran

~natta pada kalimat no 20 di atas merupakan fungsi gramatikal yang menunjukkan

aspek progresif dan kala lampau.

4.1.3 Verba Aksi Bahasa Jepang

Verba aksi bahasa Jepang adalah verba yang mempunyai ciri semantis

tindakan dan perbuatan, yaitu menyatakan aksi gerakan, ujaran, dan perpindahan.

Subjek verba ini adalah nomina yang memiliki ciri semantik [ + bernyawa] yang

berperan sebagai pelaku dari suatu aksi/perbuatan. Memiliki komponen semantis [ +

dinamis], [ + sengaja], [-/+kinesis], [ + imperatif/perintah ]. Verba aksi bahasa Jepang

mengharuskan kehadiran argumen agen sebagai pelaku suatu aksi dan argumen objek

yang terkena pengaruh suatu aksi atau merupakan hasil dari suatu aksi .

21. 私 は 仕事 を 探す。

Watashi wa shigoto w o sagasu.

saya Part pekerjaan Part mencari

„Saya mencari pekerjaan‟.

Page 63: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

63

22. あなた は 何 を 飲みます か。

Anata wa nani wo nomimasu ka.

anda Part apa Part minum Part

„Anda mau minum apa?‟

Verba sagasu „mencari‟, nomimasu „minum‟ pada kalimat di atas memiliki

dua argumen yaitu argumen agen dan argumen objek. Argumen agen pada kalimat

(21) diperankan oleh kata watashi „saya‟, dan kata shigoto „pekerjaan‟ sebagai

objeknya. Sementara itu, pada kalimat (22) argumen agen diperankan oleh kata anata

„anda‟ dan kata nani „apa‟ sebagai kata ganti objek yang akan dikenai suatu perbuatan.

23. 仕事 を 探してください。

Shigoto wo sagashitekudasai.

pekerjaan Part carilah

„Carilah pekerjaan!

24. ジュース を 飲んでください。

Juusu wo nondekudasai.

Jus Part minumlah

„Minumlah jus itu!

25. 御飯 を 食べてください。

Gohan wo tabetekudasai.

nasi Part makanlah

„Makanlah!

Verba aksi bahasa Jepang dapat digunakan untuk membentuk kalimat perintah.

Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan contoh kalimat (23-25) di atas. Bentuk ~te

Page 64: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

64

kudasai/~nde kudasai adalah salah satu bentuk yang digunakan untuk membuat

kalimat perintah.

26. a. 飛行機 を 見る。

Hikouki wo miru.

pesawat Part melihat

„Melihat pesawat‟.

b. 飛行機 が 見える。

Hikouki ga mieru.

pesawat Part terlihat

„Terlihat pesawat‟.

27. a. 友達 の 家 で ラジオ を 聞く。

Tomodachi no uchi de rajio wo kiku.

teman Part rumah Part radio Part mendengarkan

„Mendengarkan radio di rumah teman‟.

b. その 言葉 は 彼 の 耳 に 美しく 聞こえた。

Sono kotoba wa kare no mimi ni utsukushiku kikoeta.

itu ucapan Part dia Part telinga Part merdu terdengar

„Ucapan itu terdengar merdu di telinganya‟.

Verba aksi bahasa Jepang juga memiliki ciri semantis [ + sengaja]. Hal ini

dapat dibuktikan dengan kalimat (26a), (27a) bahwa argumen agen yang

mengendalikan, membentuk, dan mempengaruhi situasi yang dipengaruhi oleh

predikatnya. Seperti kalimat di atas, verba miru „melihat‟, kiku „mendengarkan‟

mengindikasikan bahwa pelaku dengan sengaja melakukan aktivitas melihat pesawat

dan mendengarkan radio. Berbeda dengan kalimat (26b), (27b) [ - sengaja], pelaku

tidak mengendalikan situasi tetapi sebaliknya pelaku dikendalikan atau dipengaruhi

Page 65: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

65

oleh makna verbanya. Dengan demikian, verba yang terdapat pada kalimat (26b) dan

(27b) tidak termasuk verba aksi. Berdasarkan ciri semantisnya verba (26b) dan (27b)

tergolong verba proses.

28. テレビ の 音 を 小さくする。

Terebi no oto wo chisakusuru.

televisi Part suara Part mengecilkan

„Mengecilkan suara radio‟.

29. 値段 を 高くする。

Nedan wo takakusuru.

harga Part menaikkan

„Menaikkan harga‟.

30. 髪 を 黒くする。

Kami w o kurokusuru.

rambut Part menghitamkan

„Menghitamkan rambut‟.

Verba aksi dalam bahasa Jepang bisa juga diturunkan dari kelas adjektiva (i)

menjadi verba. Proses penurunan semantik ini dilakukan dengan cara menghilangkan

sufiks (i) yang terdapat dalam masing-masing adjektiva-i kemudian ditambahkan ~ku

suru. Verba chisakusuru ‟mengecilkan‟, takakusuru ‟menaikkan‟, dan

kurokusuru ‟menghitamkan‟ pada kalimat (28--30) di atas merupakan hasil proses

derivasi dari adjektiva-i menjadi verba aksi.

Page 66: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

66

TABEL 4.1 KLASIFIKASI SEMANTIS VERBA BAHASA JEPANG

TIPE SEMANTIS

CIRI SEMANTIS

STATIF PROSES AKSI

STATIF/STABIL + - -

DINAMIS - + +

SENGAJA - - +

KINESIS - - +

[-/+ ~TE IRU/ ~DE IRU -/+ + +

Page 67: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

67

4.2 Peran Semantis Verba Bahasa Jepang

Kategori kasus (cases) dalam Teori Tata Bahasa Kasus terbagi atas dua bagian,

yaitu (1) kasus proposisi, dan (2) kasus modal (modal cases). Kasus proposisi ialah

kasus yang merupakan valensi verba atau kasus yang diimplikasikan oleh verba.

Dengan kata lain, kehadirannya dalam struktur semantis ditentukan oleh verba. Kasus

proposisi ada yang bersifat wajib (wajib hadir) dan ada yang bersifat opsional/pilihan

dalam struktur lahir. Kasus proposisi yang kehadirannya bersifat wajib disebut peran

proposisi teraga (overt: kasus proposisi yang diimplikasikan oleh verba dan wajib

hadir dalam struktur lahir), sedangkan kasus proposisi yang kehadirannya bersifat

opsional/pilihan disebut peran proposisi tak teraga (covert: kasus proposisi yang

diimplikasikan oleh verba tetapi opsional dalam struktur lahir dan hadir dalam

struktur batin atau struktur logika). Cook mengklasifikasikan kasus tak teraga

(covert) itu menjadi tiga bagian, yaitu (1) kasus koreferensial, (2) kasus terkandung,

dan (3) kasus leksikalisasi. Kasus koreferensial adalah kasus yang menunjuk dua nosi

yang mempunyai acuan semantis yang sama. Kasus terkandung (build in) adalah

kasus yang tidak muncul pada struktur luar tapi secara intuisi hadir pada struktur

logika atau batin. Kasus leksikalisasi adalah kasus yang tidak hadir pada struktur lahir

karena kasus itu dileksikalisasi dalam verba. Kasus modal (modal cases: kasus yang

tidak diimplikasikan oleh verba dan selalu opsional dalam struktur lahir) ialah kasus

yang tidak merupakan valensi verba. Kehadirannya dalam struktur semantis tidak

bergantung pada verba (Cook, 1979: 82). Realisasi kasus modal pada struktur luar

Page 68: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

68

hanya bersifat opsional (tidak harus), hal ini terjadi untuk memenuhi fungsi

gramatikal suatu bahasa.

Ada lima kasus proposisi, yaitu Agent (Agen), Experiencer (Pengalami),

Benefactive (Benefaktif), Object (Objek), dan Locative (Lokatif). Sementara itu,

kasus-kasus modal adalah Time (waktu), Manner (cara), Instrument (Instrumen),

Cause (Sebab), Purpose (Maksud). Result (Akibat), Outer Benefactive (Benefaktif

luar), dan Outer Locative (Lokatif luar). Yang dimaksud Outer Benefactive

(Benefaktif luar) ialah kasus Benefaktif yang tidak bergantung pada verba dalam

suatu struktur proposisi. Demikian juga Outer Locative ialah kasus Lokatif yang tidak

bergantung pada verba dalam suatu struktur proposisi (Cook 1973:57; 1974:8;

1978:82).

Dengan mengunakan landasan teori yang telah dibicarakan dalam bab

sebelumnya, maka di bawah ini dijelaskan kasus-kasus proposisi dan kasus modal

yang terdapat dalam kalimat bahasa Jepang dengan menampilkan data-data sebagi

ilustrasi. Kalimat-kalimat data yang ditampilkan adalah kalimat-kalimat sederhana

yang sudah memenuhi struktur proposisi.

Pada bab ini membahas peran semantis argumen verba bahasa Jepang, yaitu

verba dasar yang terdiri atas verba statif, verba proses, dan verba aksi. Pembahasan

dilakukan untuk mengidentifikasi peran semantis argumen verba statif, verba proses,

dan verba aksi yang dikombinasikan dengan verba tambahan, yakni verba Pengalami,

verba Benefaktif, dan verba Lokatif.

Page 69: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

69

4.2.1 Peran Semantis Verba Statif Bahasa Jepang

Verba Statif bahasa Jepang mempunyai ciri semantis [keadaan]. Verba statif

menyatakan suatu entitas yang berada dalam keadaan atau kondisis tertentu Cook

(1979: 135). Subjek dalam kalimat yang menggunakan verba statif bahasa Jepang

berupa nomina umum yang berada dalam keadaan atau kondisi yang dinyatakan oleh

verba tersebut. Verba ini memiliki minimal satu argumen inti dan maksimal memiliki

dua argumen inti.

4.2.1.1 Peran Semantis Verba Statif Dasar Bahasa Jepang

Verba statif dasar mengharuskan hadirnya satu kasus Objek dalam struktur

semantisnya. Objek ini menyatakan entitas yang berada dalam suatu keadaan atau

kondisi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dijelaskan beberapa contoh kalimat yang

menggunakan verba statif dalam Bahasa Jepang.

(1)ともえ が 焼けた。

Tomoe ga yaketa.

Os

Tomoe Part telah terbakar

„Tomoe telah terbakar‟.

(トットちゃん: 264--265)

(Tottochan: 173--174)

(2)や 腕 が、 がっちりしていて。

ya ude ga gakkarishiteite.

Os

bahu dan lengan Part kekar

“Meskipun tingginya tidak seberapa, bahu dan lengannya kekar”.

Page 70: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

70

(トットちゃん:264--265)

(Tottochan: 264--265)

(3)この 時計 は 壊れています。

Kono tokei wa kowarete imasu.

Os

ini jam Part rusak

„Jam ini sudah rusak‟.

(4) 私 は はら が 空いた。

watashi wa hara ga suita.

Os

dia Part perut Part lapar

„Perut saya lapar.‟

(5) 彼 は 病気 が 治った。

kare wa byouki ga naotta.

Os

Dia part sakit part sembuh

„Dia sakitnya sudah sembuh‟.

Verba 焼けた/yaketa „terbakar‟, がっちりしていて/gacchiri shite ite „kekar‟,

壊れています /kowarete imasu „rusak‟, 空いた /suita „lapar‟, 治った /naotta

„sembuh‟. Ketiga verba statif yang terdapat dalam contoh kalimat di atas memiliki

satu argumen inti. (1) Argumen verba yaketa „terbakar‟ adalah nomina persona

„Tomoe‟ yang kondisinya dalam keadaan terbakar; (2) Argumen verba gacchiri shite

Page 71: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

71

ite „kekar‟ adalah nomina ude ‟lengan‟ yang dinyatakan oleh verba bahwa dalam

keadaan „kekar‟ (3) Argumen dari verba kowarete imasu adalah nomina yaitu ‟jam

ini‟ yang menyatakan bahwa sebuah jam yang dalam keadaan sudah rusak. (4) Peran

semantis argumen dari verba suita adalah nomina persona yaitu „saya‟ yang

menyatakan bahwa perutnya dalam keadaan lapar. (5) Peran semantis dari verba

naotta adalah frase nomina persona yaitu „dia sakitnya‟ dinyatakan bahwa sudah

dalam keadaan sembuh. Dalam struktur lahirnya ketiga contoh kalimat di atas

direalisasikan dengan penanda partikel, yaitu partikel wa, dan ga. Partikel wa

berfungsi sebagai penanda subjek/topik, sedangkan partikel ga berfungsi sebagai

penanda verba statif.

4.2.1.2 Peran Semantis Verba Statif Pengalam Bahasa Jepang

Verba statif pengalam bahasa Jepang mempunyai ciri-ciri semantis

[keadaan/pengalaman] mengharuskan hadirnya satu kasus Pengalami dan satu kasus

Objek dalam struktur semantisnya. Subjek dalam kalimat yang menggunakan verba

statif pengalam adalah sebuah nomina yang berada dalam keadaan. Pengalami yang

dimaksud adalah keadaan kognisi, emosi, sensasi, atau secara psikologis.

Contoh:

(6) 彼女 は 地震 を 怖がっている。 (Minna: 64)

Kanojo wa jishin wo kowagatte iru.

E Os

dia Part gempa Part takut

„Dia (perempuan) merasa takut akan gempa‟.

Page 72: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

72

(7) わたし は ともだち が 欲しいです。 (Minna: 88)

Watashi wa tomodachi ga hoshii desu.

E Os

Saya Part teman Part ingin punya

‟Saya mau teman‟.

(8) トットちゃん は つて こと だけ じゃなくて、

Tottochan wa Tsute koto dake jyanakute,

E

Koneksi sesuatu hanya tidak

言葉 を たくさん 知らない から

kotoba wo takusan shiranai kara Os kata-kata Part banyak tidak tahu karena

“ karena tidak hanya belum bisa berkomunikasi, Tottochan juga belum

tahu banyak kata-kata”.

(トットちゃん :68)

(Totto chan: 46)

(9) 私は毎日、 鉛筆 を けずって あげる くらい 好き を ひ

と を、なんで、おすもう の 時間 に、

Watashi wa mainichi enpitsu o kezutte ageru kurai suki

E

wo hito wo nande osumou no jikan ni

Os

Setiap hari pensil part runcingkan beri kirakira suka part orang part

walaupun sumo part waktu part

すっかり 忘れている。

Page 73: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

73

sukari wasureteiru

sama sekali lupa.

“tetapi semuanya sudah terlambat. Mengapa aku lupa kalau aku suka

dia. Sampai-sampai melemparkannya pada saat bermain sumo”.

(トットちゃん: 201--202)

(Tottochan: 132--133 )

(10)トットちゃん は、 信じらない 気 が した。

Tottochan wa shinjiranai ki ga shita.

E

Tottochan Part tidak percaya perasaan Part

“ Tottochan merasa tidak percaya”.

(トットちゃん: 32--34)

(Tottochan: 22--23)

Verba statif pengalam 怖がっている/kowagatte iru, ほしい/hoshii, 知らな

い/shiranai, 忘れている/ wasurete iru, pada kalimat di atas adalah verba Keadaan-

Pengalaman. Verba yang menyatakan keadaan kognisi pikiran, menyatakan keadaan

emosi, atau perasaan (sensasi). Subjek „kanojo, watashi, dan Tottochan‟ yang

terdapat pada kalimat (6--10) di atas, mengalami keadaan yang dinyatakan oleh verba

kowagatte iru, hoshii, shiranai, wasurete iru, dan ki ga shita. Pada kalimat

(6) ‟kanojo‟ adalah subjek yang mengalami keadaan kowagatte iru ‟takut‟,

(7) ‟watashi‟ adalah subjek yang mengalami keadaan hoshii „mau/ingin‟, (8)

„Tottochan‟ adalah subjek yang mengalami keadaan shiranai ‟belum tahu‟,

Page 74: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

74

(9) ‟watashi‟ adalah subjek yang mengalami keadaan wasurete iru „lupa‟, dan (10)

„Tottochan‟ adalah subjek yang mengalami keadaan ki ga shita „merasakan‟. Dalam

struktur lahir kalimat ditandai oleh partikel wo, wa, ga, ni. Partikel „wo‟ dipakai

sebagai penanda objek keadaan, partikel „wa‟ hadir sebagai penanda topik/subjek,

partikel „ga‟ sebagai penanda verba statif (sesuatu yang dalam keadaan), partikel „ni ‟

menyatakan suatu keberadaan.

4.2.1.3 Peran Semantis Verba Statif Benefaktif Bahasa Jepang

Verba statif benefaktif bahasa Jepang mempunyai ciri-ciri semantis [keadaan-

benefaktif], verba ini mengharuskan hadirnya satu kasus benefaktif dan satu objek

dalam struktur semantisnya. Subjek verba statif benefaktif menyatakan nomina atau

entiti yang memiliki, memperoleh (mendapat), atau kehilangan sesuatu. Entitas yang

dimaksud pada dasarnya harus manusia (enimat).

Contoh:

(11) わたし は カメラ が あります。 (Minna: 74)

Watashi wa kamera ga arimasu.

B Os

Saya Part kamera Part ada/ punya

„Saya punya (ada) kamera‟

(12) サントスさん は パソコン を 持っています。(Minna: 98)

Santosu-san wa pasokon wo motte imasu.

B Os

Santosu (sdr) Part Personal komputer Part mempunyai

„Sodara Santos mempunyai personal komputer‟.

Page 75: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

75

(13) 彼 は 今 や、 それぞれ の 道 で 成功しています。

Kare wa ima ya, sorezore no michi de seikou shite imasu.

B Os

Mereka Part kini Part, masing2 Part bidangnya Part kesuksesan

‟Mereka kini mengalami kesuksesan dalam bidangnya masing-masing‟.

(14) リトミックを教えに来ている先生がいて、学校のすぐそばに、

Ritomikku o oshie ni kite iru sensei ga ite, gakkou no sugu soba ni,

B

ダンスのスタジオ を 持っている、

dansu no stujio wo motte iru.

Os

studio dansa Part mempunyai

„Sensei itu mengajarkan senam irama, guru itu mempunyai studio

dansa di dekat sekolah‟.

(トットちゃん:183--186)

(Tottochan: 121-123)

(15) パパ と パパ が それ を 信用して 「徹」 と 決めた。

Papa to mama ga sore wo shinyoushite (tooru) to kimeta.

B

Papa Part Mama Part hal itu Part mempercayai Tooru part memutuskan

いつ ため の だから 初めて 子供 を 持つ、

itsu tame no dakara hajimete kodomo wo motsu,

Os

kapan untuk Part karena pertama anak Part memiliki

„Papa dan Mama yang menanti memiliki anak pertama begitu

mempercayainya lalu memutuskan akan memberi anaknya nama “Tooru”.

Page 76: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

76

(トットちゃん:67)

(Tottochan: 45)

Verba arimasu „punya‟, motte imasu „mempunyai‟, seikou shite imasu

„mengalami kesuksesan‟, motte iru „mempunyai‟, dan motsu „memiliki‟ pada kalimat

di atas merupakan verba statif benefaktif. Subjek yang terdapat pada (11--15]、わた

し„saya‟、サントス„Santosu‟、彼 „mereka„ 先生„guru‟ パパとママ„papa dan

mama‟ adalah nomina persona (subjek) sebagai kasus benefaktif yang dalam keadaan

mendapatkan, memiliki sesuatu. Sementara itu, カメラ „kamera‟、パソコンpersonal

„komputer‟, 道„bidangnya‟, ダンスのスタジオ„studio dansa‟, 子供‟ anak berperan

sebagai kasus objek yang dalam keadaan dimiliki/didapatkan oleh subjek. Dalam

struktur lahir kalimat direalisasikan dengan penanda partikel, „wa, ga, wo, no‟ secara

sintaktis partikel tersebut berfungsi sebagai pewatas antara argumen satu dengan yang

lainnya. Partikel „wa‟ berfungsi sebagai penanda topik, partikel „ga‟ berfungsi

sebagai penanda verba statif, partikel „wo‟ berfungsi sebagai penanda kasus objek,

dan partikel „no‟ berfungsi untuk menyatakan „kepemilikin‟ dan memiliki fungsi

gramatikal sebagai „nominalisator‟.

4.2.1.4 Peran Semantis Verba Statif Lokatif Bahasa Jepang

Verba Statif Lokatif bahasa Jepang mempunyai ciri semantis [keadaan-

lokatif]. Verba ini mengharuskan satu kasus objek dan kasus lokatif dalam struktur

Page 77: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

77

semantiknya. Subjek dari kalimat statif lokatif adalah nomina yang dalam keadaan

berada disuatu tempat atau lokasi.

Contoh:

(16) 家族 は ニュ-ヨ-ク に います。 (Minna: 68)

Kazoku wa Nyu-yo-ku ni imasu.

Os L

keluarga (saya) Part New York Part ada

‟Keluarga saya ada di New York‟.

(17) 聖徳太子 は 574 年 に 奈良 で 生まれました。 (Minna: 197)

Shoutokutaishi wa 574 nen ni Nara de umaremashita.

Os L

shoutokutaishi Part 574 tahun Part Nara Part lahir

„Shoutokutaishi lahir pada tahun 574 di Nara‟.

(18) かれ は 長いあいだ 東京 に 住んでいます。

Kare wa nagai aida Toukyou ni sunde imasu.

Os L

Ia Part (telah) lama Toukyou Part bermukim

„Ia telah lama bermukim di Toukyou‟.

(19) わたし は 日本 に 一年 います。 (Minna: 74)

Watashi wa nihon ni ichinen imasu.

Os L

Saya Part Jepang Part satu tahun tinggal

„Saya tinggal di Jepang selama satu tahun‟.

Page 78: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

78

(20) 校長先生 は、お百姓さん先生 の 隣り に 並ぶ と、いっ た。

Kouchou sensei wa ohyakusan sensei no tonari ni narabu to, itta.

Os L

Kepala sekolah Part petani guru Part sebelah Part berdiri, berkata

„Kepala sekolah berdiri di sebelah guru petani itu dan berkata‟.

(トットちゃん:188)

(Tottochan : 124)

Verba „ い ます /imasu „ada‟ pada kalimat (16-19) 、生 まれ ま した

/umaremashita „lahir‟, 住んでいます /sunde imasu „ada/tinggal‟ 並ぶ /narabu

„berjejer/berdiri‟ yang terdapat dalam contoh kalimat di atas adalah verba statif

lokatif karena semua verba tersebut memerlukan argumen yang berciri tempat atau

yang menyatakan tempat. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan argumen lokatif yang

diperlukan oleh masing-masing verba tersebut. Verba imasu „ada‟ pada contoh

kalimat (1-4) memerlukan argumen lokatif „Nyu-yo-ku‟, Nihon (2) verba

umaremashita ‟lahir‟ memerlukan argumen lokatif ‟Nara‟, dan (3) verba sunde

imasu ‟bermukim‟ memerlukan argumen lokatif ‟Toukyou‟ untuk menyatakan lokasi

dari suatu keadaan (keberadaan) sesuatu, verba narabu ‟berjejer/berdiri‟ yang

terdapat pada kalimat (20) memerlukan argumen lokatif yang berupa keterangan

penunjuk tempat yaitu kata tonari ‟sebelah‟. Realisasi struktur lahir kalimat di atas

ditandai dengan partikel wa, ni, de. Partikel ‟wa‟ yang terdapat dalam kalimat di atas

berfungsi sebagai penanda topik, partikel ‟ni‟ berfungsi sebagai penunjuk tempat,

partikel ‟de‟ juga berfungsi sebagai penanda tempat atau objek lokatif.

Page 79: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

79

4.2.2. Peran Semantis Verba Proses Bahasa Jepang

Verba proses bahasa Jepang mempunyai ciri semantis [proses]. Verba proses

mendeskripsikan entitas yang mengalami proses perubahan keadaan atau kondisi.

Cook (1979: 35) menyatakan bahwa verba proses menggambarkan perubahan entitas

dari suatu keadaan menjadi keadaan lain. Verba proses bahasa Jepang memiliki

minimal satu argumen inti dan maksimal memiliki dua argumen inti.

4.2.2.1 Peran Semantis Verba Proses Dasar Bahasa Jepang

Verba proses dasar bahasa Jepang menunjukkan perubahan kondisi objek,

yaitu perubahan suatu entitas dari suatu keadaan menjadi keadaan yang lain. Untuk

lebih jelasnya, di bawah ini dijelaskan beberapa contoh kalimat yang menggunakan

verba proses dasar dalam Bahasa Jepang.

(21)留学生 が 十 人 に 増えている。 (Mina: 104)

Ryuugakusei ga juu nin ni fuete iru.

O

mahasiswa asing Part sepuluh orang Part bertambah

„Mahasiswa asing bertambah sepuluh orang‟

(22)これから、だんだん 天気 が 暑くなります。(Minna: 122)

Korekara dandan tenki atsuku narimasu.

O

mulai sekarang udara Part menjadi panas

„Mulai sekarang, lama kelamaan udara menjadi panas‟.

Page 80: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

80

(23)今、 雨 が 降っていますか。 (Minna: 95)

Ima, ame ga futte imasuka.

O

sekarang hujan Part sedang turun?

„Apakah sekarang hujan sedang turun‟?

(24)トモエ の みんな は、宮崎君 と すぐ親しくなった。

Tomoe no Minna wa miyazaki kun to sugu shitashiku natta.

O

Tomoe Part murid-murid Part, miyazaki Part kemudian menjadi akrab.

„Murid-murid di tomoe segera menjadi akrab dengan miyazaki‟.

(トットちゃん: 226)

(Tottochan: 148)

(25)その人 は、 頭 の 毛 が 薄くなっていって、

Sonohito wa atama no 。。。ga usukunatteitte,

O

itu orang Part kepala Part Part menipis

前 の ほう の 歯 が 。。。顔

Mae no hou no ha ga atama

depan Part Part gigi Part kepala

„Orang itu rambutnya sudah menipis, gigi depannya sudah ompong tetapi raut

mukanya ramah‟.

(トットちゃん: 264--265)

(Tottochan: 173--174)

Page 81: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

81

Verba pada contoh kalimat (21--25) di atas, adalah verba proses. Verba fuete

iru ‟bertambah‟ pada kalimat (21) memiliki makna proses yaitu ditunjukkan oleh kata

keterangan 十 人 /juu nin „sepuluh orang‟ menyatakan jumlah yang sedang

bertambah, berarti ada proses peningkatan yang terjadi pada objek yaitu 留学生

/ryuugakusei „mahasiswa asing‟. Verba proses yang terdapat pada kalimat (22) dapat

diidentifikasi dari bentuk verbanya yaitu verba yang terbentuk karena proses derivasi

yaitu dari kata sifat atsui „panas‟, kemudian dihilangkan akhiran (i) dan ditambahkan

morfem (-ku) dan ditambahkan (suru). Verba „menjadi panas‟ memiliki makna dari

kondisi yang dingin/belum panas berubah menjadi panas. Hal ini juga diperkuat

dengan adanya kata keterangan „dandan‟ (berangsur-angsur/lama-kelamaan) yang

menyatakan adanya perubahan suatu kondisi menjadi kondisi yang lain. Verba proses

yang terdapat pada kalimat (23) direalisasikan dalam kalimat pertanyaan hal ini

terbukti bersesuaian dengan pendapat yang diungkapkan oleh Chafe (1970:100), yang

bahwa verba proses adalah verba yang dapat menjadi jawaban untuk pertanyaan ”Apa

yang terjadi pada N”? (N adalah suatu entiti). Sehingga pertanyaan yang terdapat

pada kalimat (23) di atas dapat dijawab “…はい、降っています/ Hai, (ame ga)

futte imasu”‟...Ya, hujan sedang turun‟ (Minna: 95).

Verba proses yang terdapat dalam kalimat (24) subjeknya, yaitu „Tomoe‟

menjadi akrab dengan „Miyazaki‟ dinyatakan bahwa dari tidak akrab menjadi akrab

berarti telah terjadi perubahan kondisi. Ciri proses dalam kalimat ini juga dapat

diidentifikasi secara gramatikal yaitu pemakaian kata keterangan –shitashhiku naru,

Page 82: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

82

di mana verba ini merupakan verba yang diderivasi dari adjektiva (i) menjadi verba

yang bermakna proses karena penambahan verba bantu bentuk –ku+natta (menjadi).

Verba proses yang terdapat dalam kalimat (25) ditunjukkan oleh frase „rambutnya

sudah menipis‟ berarti di sini telah terjadi perubahan kondisi subjek dari tebal

berproses menjadi tipis. Hal tersebut juga lebih diperkuat oleh pemakaian bentuk –

uttsu ku natte ite yang sama maknanya dengan bentuk –ku+natta yang terdapat pada

kalimat (24) di atas.

4.2.2.2 Peran Semantis Verba Proses Pengalam Bahasa Jepang

Verba Proses Pengalam bahasa Jepang mempunyai ciri semantis [proses-

pengalam]. Kasus yang diperlukan oleh verba ini adalah mahluk hidup yang

mengalami perubahan gejala psikologis, yakni hal yang berkaitan dengan perasaan

emosi, kognisi sehubungan dengan stimulus dari pengalaman yang dinyatakan oleh

kasus objek. Argumen verba proses adalah nomina animat (mahluk hidup) yang

mengalami/merasakan sesuatu secara fisik atau psikologis.

Contoh:

(26)私 は 毎日、 漢字 を 六つ 覚えます。 (Minna: 141)

Watashi wa mainichi kanji wo muttsu oboemasu.

E O

saya Part setiap hari huruf kanji Part enam buah menghafal

„Setiap hari saya menghafal tujuh buah kanji‟.

Page 83: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

83

(27)あなた は 心配しないで、 私 は 元気ですから。(Minna: 112)

Anata wa shinpaishinaide, watashi wa genki desukara.

E O

saya Part sehat karena khawatir tolong jangan

„Kamu tidak usah khawatir, saya sehat-sehat saja‟.

(28)きのう私はは山 が見ましたが、きょう は 見ません。(Minna: II/15)

Kinou watashi wa yama ga mimashita ga, kyou wa mimasen.

E O

kemarin saya Part gunung Part melihat Part sekarang Part tidak melihat

„Kemarin saya melihat gunung, tetapi hari ini tidak ‟.

(29)気に帰っても、トットちゃん は、ずっと、このことを考え、感動

していた。

Ki ni kaettemo, Tottochan wa, zutto,kono koto o kangae, kandou shite ita.

E O

walaupun sudah dirumah, Tottochan Part terus-menerus memikirkannya

„Setelah pulang kerumah Totto teringat terus‟.

(トットちゃん:183-186)

( Tottochan: 121-123)

(30)そしたら、女 の 子 だった の で 少し は 彼 は 困ったけど、

Soshitara, onna no ko datta node sukoshi wa kare wa komattakedo,

E

Tetapi, perempuan Part anak adalah Part sedikit Part agak

bingung,

„Tetapi setelah lahir anaknya adalah perempuan, mereka menjadi agak

bingung juga‟.

Page 84: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

84

(トットちゃん:67)

(Totto chan: 45)

Verba yang terdapat pada contoh kalimat (26--30) di atas, adalah verba proses

pengalam. Verba 覚えます/oboemasu „mengingat/menghafal‟ berhubungan dengan

kognisi, verba 心配しないで下さい /shinpai shinaide kudasai „tolong jangan

khawatir‟ berhubungan dengan emosi, verba 見えました /miemashita „terlihat‟

berhubungan dengan sensasi, verba 感 動 し て い た /kandou shite ita

„memikirkan/ingat‟ berhubungan dengan kognisi, verba 困った/komatta „bingung‟

berhubungan dengan emosi. Sedangkan „watashi/saya, Totto, mereka‟ adalah nomina

(subjek) yang mengalami proses itu. Pada kalimat (29-30) verba pengalam proses

ditandai secara leksikal oleh kata keterangan 少し/sukoshi „sedikit/agak‟, ずっと

/zutto „terus-menerus‟. Kata keterangan sukoshi memiliki ciri makna [ + gradasi],

sedangkan kata keterangan zutto memiliki makna [ + progresif], jadi kedua kata

keterangan tersebut memiliki ciri makna perubahan sesuatu.

4.2.2.3 Peran Semantis Verba Proses Benefaktif Bahasa Jepang

Verba Proses Benefaktif bahasa Jepang mempunyai ciri semantis [proses-

benefaktif]. Verba benefaktif mengharuskan kehadiran satu kasus benefaktif dan

kasus objek dalam struktur semantiknya. Subjek dari kalimat yang menggunakan

Page 85: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

85

verba proses benefaktif adalah nomina yang mengalami suatu proses atau kejadian

memperoleh atau kehilangan (kerugian).

Contoh:

(31)ミラさん は 漢字 を 読むこと が できます。(Minna: 116)

Mira-san wa kanji wo yomu koto ga dekimasu.

B O

Sdr .Miller Part huruf kanji Part membaca Part dapat

„Miller dapat membaca kanji‟.

(32)田中さんたち は 成功 を 収めます。

Tanaka-san tachi wa seikou wo osamemasu.

B O

Tanaka keluarga Part kesuksesan Part mencapai

„Keluarga Tanaka mencapai (dapat) kesuksesan‟.

(33)きのう の試合は中国と日本とどちらが勝ちましたか。 (Minna: 175)

Kinou no shiai wa Chuugoku to nihon to dochira ga kachimashitaka.

Kemarin Part pertandingan Part China Part Jepang yangmana menang.

中国 は 試合 が 勝ちました。

Chuugoku wa shiai ga kachimashita.

B O China Part pertandingan Part menang

„Pertandingan kemarin apakah China atau Jepang yang menang‟?

„China yang menang dalam pertandingan itu‟.

(34)でも、 トットチャン とうとう、話 が 無くなかった。

demo, Tottochan toutou hanashi ga nakunakatta.

B O

Tetapi Tottochan akhirnya bicara Part kehabisan.

„Tetapi akhirnya Tottochan kehabisan cerita‟.

Page 86: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

86

(トットちゃん: 264--265)

(Tottochan: 173--174)

Verba 出来ます/dekimasu „dapat‟, 収めます/osamemasu „mencapai‟, 勝ち

ました/kachimashita ‟menang‟ 無くなった/nakunatta „habis/hilang adalah verba

proses benefaktif. ミラさん/Mira-san „Miller‟, 田中さんたち/Tanaka-san tachi

„keluarga Tanaka‟, 中国/Chugoku ‟China‟, dan トットチャン /Tottochan adalah

nomina yang mengalami peristiwa yang dinyatakan oleh verba tersebut, yaitu proses

benefaktif (memperoleh, mendapatkan, memiliki, dan kehilangan atau kehabisan

sesuatu).

4.2.2.4 Peran Semantis Verba Proses Lokatif Bahasa Jepang

Verba Proses Lokatif bahasa Jepang mempunyai ciri semantis [proses-lokatif],

verba proses lokatif mengharuskan kehadiran satu kasus objek dan satu kasus lokatif

dalam struktur semantisnya. Subjek dari kalimat yang menggunakan verba proses

lokatif berupa nomina yang mengalami suatu proses perubahan tempat (lokasi asal,

lokasi lintas atau lokasi tujuan), dan kasus lokatif menyatakan tempat di mana

terjadinya proses tersebut (Cook, 1979: 52).

Page 87: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

87

Contoh:

(35)わたし は 家族 と 日本 へ 来ました。 (Minna: 38)

Watashi wa kazoku to Nihon e kimashita.

O L

saya Part keluarga Part Jepang Part datang

„Saya datang ke Jepang bersama dengan keluarga saya‟.

(36)JL107 便 は 何 時 に 到着するか、 調べてください。 (Minna: II/90)

JL 107 bin wa nan ji ni touchaku suru ka, shirabete kudasai.

O

JL 107 pesawat Part berapa jam Part tiba akan, tolong cek

„Tolong cek jam berapa pesawat JL 107 akan tiba‟.

(37)この バス は 大阪所 に 出かけます。

Kono basu wa Oosakajo ni dekakemasu.

O L

itu bus Part Oosaka terminal Part berangkat

„Bus itu berangkat ke terminal Oosaka‟.

(38)みんな、九品仏 の お寺 に 散歩 に いくとき、家 の そば を

Minna, kuhonbutsu no otera ni sanpo ni iku toki, ie no soba wo

O L

Kalian, kuhonbutsu Part kuil Part jalan Part pergi ketika, rumah Part

痛るしゃねえ の?

tooru janee no.

sebelah

„Kalian kan selalu lewat samping rumahku kalau jalan-jalan ke Kuhonbutsu‟.

(トットちゃん:187)

(Tottochan: 123)

Page 88: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

88

(39)B29 の 飛行機 から、 爆弾 は、 いくつも、いくつも、

B29 no hikouki kara, bakudan wa, ikutsumo, ikutsumo,

O

B29 PART pesawat dari bom PART banyak, banyak,

トモエ の、 電車 の 上 に

Tomoe no, densha no ue ni

L

Tomoe Part kereta listrik part GA Part atas Part

落ちた。 ochita.

jatuh.

„Dari pesawat-pesawat pembom B29, bom-bom pembakar yang tak terhitung

banyaknya jatuh di atas kereta listrik yang dijadikan sekolah Tomoe‟.

(トットちゃん: 264--265) (Tottochan: 173--174)

Verba 来ました/kimashita „datang‟, 到着する/touchaku suru „tiba‟, 出かけ

ます/dekakemasu „berangkat‟, 通る/tooru „lewat‟ 落ちた/ochita „jatuh‟ adalah verba

proses-lokatif. Sedangkan わたし/watashi „saya‟, 便/bin „pesawat‟, バスみんな

/minna „kalian‟, 爆弾/bakudan „bom‟ adalah nomina yang mengalami perubahan

lokasi. Kelima verba ini menyatakan adanya proses perpindahan objek dari suatu

tempat ke tempat yang lain. Pada kalimat (35) kasus objek diperankan oleh nomina

persona watashi „saya‟ sedangkan untuk kasus lokatif diperankan oleh nomina Nihon

„negara Jepang. Pada kalimat (36) kasus objek diperankan oleh nomina bin „pesawat‟

sedangkan kasus lokatif tidak direalisasikan dalam struktur lahir kalimat, tetapi

Page 89: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

89

sebenarnya dalam struktur logisnya peran lokatif bisa diperankan oleh nomina

hikoukijo „airport‟. Pada kalimat (37) kasus objek diperankan oleh nomina basu „bus‟

sedangkan untuk kasus lokatifnya diperankan oleh frase Oosakajo „terminal Oosaka‟.

Kalimat (38) kasus objek diperankan oleh nomina persona minna „kalian‟ sedangkan

untuk kasus lokatifnya diperankan oleh diperankan oleh frase nomina uchi no soba

„samping rumah‟, kalimat (39) kasus objek diperankan oleh nomina bakudan „bom‟,

sedangkan kasus lokatif diperankan oleh nomina densha „kereta listrik‟. Realisasi

struktur lahir ketiga kalimat di atas menggunakan partikel (pemarkah) wa, to, e, ni,

partikel „wa‟ berfungsi sebagai penanda topik, partikel „to‟ berfungsi sebagai penanda

keterangan penyerta, partikel „e‟ menyatakan tujuan/arah suatu gerakan atau

perpindahan, dan partikel „ni‟ berfungsi untuk menyatakan tempat tujuan/lokasi dari

suatu pergerakan atau perpindahan.

4.2.3 Peran Semantis Verba Aksi Bahasa Jepang

Verba aksi bahasa Jepang mempunyai ciri semantis tindakan dan perbuatan,

yaitu menyatakan aksi gerakan, ujaran, dan perpindahan. Verba aksi bahasa Jepang

mengharuskan kehadiran argumen agen sebagai pelaku suatu aksi dan argumen objek

yang kena pengaruh suatu aksi atau merupakan hasil dari suatu aksi. Verba ini

memiliki minimal dua argumen inti dan maksimal memiliki tiga argumen inti.

Page 90: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

90

4.2.3.1 Peran Semantis Verba Aksi Dasar Bahasa Jepang

Verba Aksi Dasar bahasa Jepang memiliki dua argumen inti. Argumen

pertama berperan sebagai kasus agen, sedangkan argumen kedua berperan sebagai

kasus objek yang mengalami efek atau pengaruh dari suatu aksi. Verba aksi adalah

verba yang membutuhkan argumen berupa sebuah nomina yang berciri makna [ +

bernyawa]; dan bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebutkan oleh verba

tersebut. Verba ini mengharuskan hadirnya kasus agen dan kasus objek dalam

struktur semantisnya. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dijelaskan beberapa contoh

kalimat yang menggunakan verba aksi dalam Bahasa Jepang.

(40)今朝、 父 は 新聞 を 読みました。 (Minna: 32)

Kesa, chichi wa shimbun wo yomimashita.

A O

tadi pagi, ayah Part koran Part membaca

„Tadi pagi ayah sudah baca koran‟.

(41)毎日 日記 を 書くよう に しています。 (Minna: II/66)

Mainichi nikki wo kaku you ni shite imasu.

O

setiap hari catatan harian Part menulis supaya bisa

„Saya berusaha menulis catatan harian‟.

(42)レポ-ト は 出さ なくてもいいです。 (Minna: 110)

Repo-to wa dasa nakute mo ii desu.

O

laporan Part menyerahkan tidak perlu

„Anda sekalian tidak perlu menyerahkan laporan‟.

Page 91: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

91

(43)子供 は 窓 を 開けます。

Kodomo wa mado wo akemasu.

A O

Seorang anak Part jendela Part membuka

„Seorang anak membuka jendela‟.

(44)しかも、話しながら、 手 は 休むことなく雑草を、ひきぬいた。

Shikamo, hanashinagara, te wa yasumu koto naku zoukusa wo hikinuita.

A O

Herannya, waktu berbicara, tangan Part istirahat rumput liar mencabut

„Herannya, waktu berbicara, tangannya tak henti-henti mencabut rumput liar‟.

(トットちゃん:188)

(Tottochan: 124)

Verba yang terdapat pada contoh kalimat (40--44)di atas, merupakan verba

aksi. Kalimat (40) verba 読みました/yomimashita „baca‟ mengikat dua argumen inti

yaitu chichi „ayah‟ sebagai peran agen, dan shimbun „koran‟ yang berperan sebagai

kasus objek. Kalimat (41) verba 書く/kaku „menulis‟ mengikat dua argumen inti

yaitu watashi „saya‟ sebagai agen dan kasus objek diperankan oleh nomina nikki

„buku catatan harian‟; kalimat (42) verba 出す/dasu „menyerahkan‟ mengikat dua

argumen inti yaitu agen dan objek, tetapi kasus agen tidak direalisasikan di dalam

struktur lahir kalimat. Pelesapan satu unsur subjek dalam sebuah kalimat memang

biasa dilakukan dalam kalimat bahasa Jepang. Pada kalimat (43) verba 開けます

/akemasu „membuka‟ mengikat dua argumen inti yaitu kodomo „seorang anak‟

Page 92: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

92

sebagai agen, dan mado „jendela‟ sebagai kasus objek. Pada kalimat (44) verba ひき

ぬいた/hikinuita „mencabut‟ mengikat dua argumen inti yaitu te ‟tangan‟ sebagai

kasus agen, dan zoukusa „rumput‟ sebagai kasus objek. Kelima kalimat di atas

dalam struktur lahirnya, direalisasikan dengan partikel „wa‟ dan partikel „wo‟,

partikel „wa‟ secara sintaktis berfungsi sebagai penanda topik/subjek sedangkan

secara semantis sebagai penanda kasus agen. Sementara itu, partikel „wo‟ secara

sintaktis berfungsi sebagai penanda objek dari kata kerja transitif sedangkan secara

semantis sebagai penanda kasus objek yang terkena efek dari suatu aktivitas atau

perbuatan. Verba ini memiliki ciri makna [ + transitif].

4.2.3.2 Peran Semantis Verba Aksi Pengalam Bahasa Jepang

Verba Aksi Pengalam bahasa Jepang mempunyai ciri semantis [aksi-

pengalam], pelaku dari verba ini adalah nomina berciri makna [ + bernyawa], dan

bertindak sebagai pelaku tindakan yang disebutkan oleh verba tersebut serta sekaligus

dapat pula sebagai pengalami secara kognisi, emosi, atau sensasi dari tindakan yang

dinyatakan oleh verba tersebut. Verba ini mengharuskan kehadiran kasus Agen, kasus

Pengalami, dan kasus Objek dalam struktur semantisnya. Verba Pengalam Aksi

menyatakan aktivitas berkenaan dengan aspek psikologis pengalam, kognisi, emosi

atau sensasi. Kasus Agen menyatakan entitas yaitu mahluk hidup (animat) yang

menjadi pelaku suatu aksi/perbuatan. Kasus Pengalami menyatakan mahluk hidup

Page 93: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

93

yang mengalami pengalaman psikologis, yaitu kognisi, emosi, atau sensasi. Kasus

Objek menyatakan entitas yang merupakan isi dari atau stimulus bagi pengalami.

Contoh:

(45)トットチちゃん は つくずくと その 先生 を 観察した。

Tottochan wa tsukuzukuto sono sensei wo kansatsu shita.

A=E A=E

Tottochan Part cermat guru itu Part mengamati

„Dengan cermat Tottochan mengamati guru itu‟.

(トットちゃん:187)

(Tottochan : 123)

(46)と 聞く と 必ず、 「トットちゃん!」 と 答えた。

to kiku to hatarazu, ( Totto chan!) to kotaeta

O

Part dengar Part (Totto chan!) Part menjawab

“Ketika mendengar itu, ia selelalu menjawab Totto chan !”

(トットちゃん:68)

(Tottochan: 46)

(47)ニュ-ス を 聞いて、 吃驚しました。 (Minna: 110)

Nyu-su wo kiite bikkuri shimashita.

O

berita Part mendengar terkejut

„Saya terkejut mendengar berita itu‟.

Page 94: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

94

(48)わたし は 家族 を 思い出しました。 (Minna: 98)

Watashi wa kazoku wo omoidashi mashita.

A=E O

saya Part keluarga Part teringat

„Saya teringat keluarga saya‟.

(49)ミラ-さんは来週 大阪 へ出張すると言っていました。(Minna/II: 48)

Mira-san wa raishuu Oosaka e shutchou suru to itte imashita.

A O

Sdr. Miler Part minggu depan Oosaka Part dinas Part berkata

„Miler berkata kepada saya bahwa dia akan dinas ke Oosaka minggu depan‟.

(50)昔、電話がない人は他の人に電報で急ぐ用事を伝えました。

Mukashi, denwa ga nai hito wa hoka no hito ni denpou de isogu youji wo

A O

dahulu, telepon Part tidak ada orang Part orang lain Part telegram Part

tsutaemashita.

segera urusan Part menyampaikan

„Dahulu karena tidak ada telepon orang memyampaikan keperluannya ke pada

orang lain lewat telegram‟.

(Minna/II: 66)

Verba 観察した/kansatsu shita „mengamati‟, 答えた/kotaeta „menjawab‟,

聞いて/kiite „mendengar‟, 思い出しました omoidashimashita „teringat‟, 言ってい

ました itte imashita „berkata‟, dan 伝えました tsutaemashita „menyammpaikan‟

merupakan verba aksi pengalami. Verba kansatsu shita „mengamati‟, pada kalimat

Page 95: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

95

(45) mengikat kasus agen, yaitu Tottochan yang berperan sebagai agen (orang yang

melakukan tindakan) sekaligus sebagai pengalami (orang yang mengalaminya), kasus

objek diperankan oleh nomina sensei „guru‟. Kalimat (46), verba kotaeta „menjawab‟

mengikat kasus agen yaitu nomina „ia‟ sebagai agen sekaligus sebagai pengalami,

sedangkan kata „Tottochan‟ berperan sebagai kasus objek. Pada kalimat (47) Verba

kiite „mendengar‟ mengikat kasus agen yaitu watashi „saya‟ yang berperan sebagai

kasus agen sekaligus sebagai kasus pengalami, sedangkan kasus objek diperankan

oleh frase nyu-su „berita‟. Pada kalimat (48) subjek pada kalimat bahasa Jepang tidak

direalisasikan dalam struktur lahir kalimat, hal itu memang sering dilakukan dalam

bahasa Jepang. Verba omoidashimashita „teringat‟ pada kalimat (48) mengikat kasus

agen yang diperankan oleh nomina persona watashi „saya‟ nomina watashi sekaligus

juga berperan sebagai kasus pengalami, sedangkan kasus objek diperankan oleh frase

kazoku „keluarga saya‟. Verba itte imashita „berkata‟ yang terdapat pada kalimat (49)

peran kasus agen diisi oleh nomina persona, yaitu Miller, kasus pengalami

diperankan oleh nomina persona watashi „saya‟, dan kasus objek diperankan oleh

frase Oosaka e shutchou suru ‟dinas ke Oosaka‟. Verba tsutaemashita

„menyampaikan‟ pada kalimat (50) kasus agen diperankan oleh nomina hito „orang‟,

kasus pengalami diperankan oleh frase nomina hoka no hito „orang lain‟, dan kasus

objek diperankan oleh nomina youji „keperluan‟.

Page 96: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

96

4.2.3.3 Peran Semantis Verba Aksi Benefaktif Bahasa Jepang

Verba Aksi Benefaktif bahasa Jepang mempunyai ciri semantis [aksi-

benefaktif], verba aksi benefaktif adalah verba yang menyatakan tindakan dan

pemilikan, mendapatkan keuntungan atau kehilangan. Pelaku verba ini adalah berupa

nomina [ + bernyawa] yang bertindak sebagai pelaku tindakan. Pelaku bisa juga

berperan sekaligus sebagai pemilik atau yang kehilangan. Verba aksi benefaktif

bahasa Jepang mengharuskan kehadiran kasus agen, kasus benefaktif, dan kasus

objek dalam struktur semantisnya. Kasus agen adalah entitas yang menyebabkan

pemerolehan atau kehilangan sesuatu. Kasus benefaktif adalah entitas yang

mendapatkan atau kehilangan sesuatu. Kasus objek adalah entitas yang didapatkan

atau yang dihilangkan.

Contoh:

(51)宮崎君 も毎日いろんな 本 を 学校 に持って来てはお昼休みに読んで

くれた。

Miyazaki kun mo mainichi iron na hon wo gakkou ni motte kite wa,

A O

Miyazaki Part setiap hari macam-macam buku Part sekolah Part

ohiru yasumi ni yonde kureta.

membawa Part siang istirahat Part membacakan.

„Setiap hari miyazaki membawa berbagai buku ke sekolah dan

membacakannya untuk teman-teman waktu istirahat‟.

(トットちゃん:226)

(Tottochan: 148)

Page 97: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

97

(52)わたし は 息子 に お菓子 を やりました。(Minna/II: 98)

Watashi wa musuko ni okashi wo yarimashita.

A B O

Saya Part anak Part kue Part memberi

„Saya memberi kue kepada anak saya‟.

(53)部長 の 奥さん は [わたし に]お茶 を 教えてくださいました。

Buchou no okusan wa [watashi ni] ocha wo oshiete kudasaimashita.

A B O

Kepala bagian Part (saya) Part teh Part mengajari

„Istri kepala bagian mengajar saya tatacara minum teh‟. (Minna/II: 99)

(54)わたし は ワット 先生 に 本 を いただきました。(Minna/II: 96)

Watashi wa Watto sensei ni hon wo itadakimashita.

B A O

saya Part Watto pak part buku Part menerima

„Saya menerimabuku dari pak Watt‟.

(55)引っ越し の ため に、 [私は] 車 を 借ります。 (Minna/II: 104)

Hikkoshi no tame ni, (watashi wa) kuruma wo karimasu.

A=B O

pindah Part untuk Part, (saya Part) mobil Part meminjam

„Untuk pindah, saya meminjam mobil‟.

Verba 読 んでく れ た /yonde kureta „membacakan‟, やりまし た

/yarimashita „memberi‟, 教 え て く だ さ い ま し た /oshiete kudasai mashita

„mengajari‟, いただきました /itadakimashita „menerima‟, 借ります /karimasu

Page 98: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

98

„meminjam‟ secara semantis termasuk verba aksi benefaktif. Kasus benefaktif yang

terdapat pada kalimat (51--55) di atas, semuanya „mendapat‟ atau „memperoleh‟

sesuatu, hal tersebut dapat dilihat dari peran kasus yang muncul dari masing-masing

kalimat. Nomina persona yang berperan sebagai kasus agen (pemengaruh) dan

nomina persona yang berperan sebagai kasus benefaktif (pemanfaat) tergambar

dengan jelas.

Untuk kalimat (54) nomina persona watashi „saya‟ memiliki dua peran,

yaitu sebagai kasus Agen sekaligus berperan sebagai kasus Benefaktif. Struktur lahir

keempat verba benefaktif yang terdapat pada kalimat di atas, dimarkahi oleh partikel

wa, ni, wo, no partikel „wa‟ secara sintaktis berfungsi sebagai pemarkah topik,

sedangkan secara semantis sebagai penanda kasus Agen, partikel „ni‟ secara sintaktis

berfungsi sebagai pemarkah datif, sedangkan secara semantis berfungsi sebagai

penanda arah suatu aktivitas (perbuatan) „memberi-menerima‟ dan kepada siapa

aktivitas „memberi-menerima‟ itu ditujukan. Partikel „wo‟ secara sintaktis berfungsi

sebagai pemarkah objek, sedangkan secara semantis berfungsi sebbagai penanda

kasus Objek. Partikel „no‟ secara sintaktis berfungsi sebagai pemarkah nominalisator,

sedangkan secara semantis tidak memiliki peran apapun karena partikel „no‟ hanya

dipakai untuk menghubungkan nomina satu dengan nomina yang lain dalam suatu

konteks tertentu.

Page 99: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

99

4.2.3.4 Peran Semantis Verba Aksi Lokatif Bahasa Jepang

Verba Aksi Lokatif bahasa Jepang mempunyai ciri semantis [aksi-lokatif],

verba aksi lokatif memerlukan kasus agen, kasus objek, dan kasus lokatif. Kasus agen

berperan sebagai pelaku suatu aksi, kasus objek berperan sebagai entitas yang

mengalami perubahan lokasi (lokasi asal, tempat berada atau tempat tujuan). Kasus

lokatif berperan sebagai lokasi dari suatu perbuatan atau aksi biasanya berupa nama

tempat ataupun frasa yang menyatakan tempat atau lokasi. Pelaku tindakan atau

perbuatan berciri makna [ + bernyawa] yang dapat mengalami tindakan itu sendiri

maupun tidak.

Contoh:

(56)お昼 休み に、 宮崎君 が、校長 先生 の 家 の ほう に 行く。

Ohiru yasumi ni miyazaki kun ga kouchou sensei no uchi no hou ni iku.

A=O L

siang istirahat Part Miyazaki Part kepala sekolah guru Part rumah

Part maksud part pergi

„Pada waktu istirahat siang miyazaki pergi ke rumah kepala sekolah‟.

(トットちゃん:226)

(Tottochan: 148)

(57)コ-ヒ- は 佐藤 を 入れないで 飲みます。 (Minna/II: 54)

Ko-hi- wa satou wo hairenai de nomimasu.

O

kopi Part gula Part memasukkan tanpa minum

„Saya minum kopi tanpa memasukkan gula‟.

Page 100: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

100

(58)あの 人 が 階段 を 下ります。 (Nihon gogaku no kiso: 127)

Ano hito ga kaidan wo orimasu.

A=O L

itu orang Part tangga Part turun

„Orang itu menuruni tangga‟.

(59)去年 [私 は] 北海道 で 馬 に 乗りました。 (Minna: 124)

Kyonen [watashi wa] Hokkaidou de uma ni norimashita.

A L O

tahun lalu [saya Part] Hokkaidou Part kuda Part naik

„Tahun lalu saya naik kuda di Hokkaidou‟.

(60)彼 は 辞書 を 机 の 上 に 置きました。

Kare wa jisho wo tsukue no ue ni okimashita.

A O L

ia Part kamus Part meja Part atas Part meletakkan

„Ia meletakkan kamusnya di atas meja‟.

Verba 行く/iku „pergi‟, 入れないで/hairenai „memasukkan‟, 降ります

orimasu „turun‟, 乗りました norimashita „naik‟, dan 置きました okimashita

„menaruh termasuk verba Aksi Lokatif. Pada kalimat (56) nomina persona „Miyazaki‟

berperan sebagai pelaku sekaligus sebagai orang yang mengalami tindakan „pergi‟,

sedangkan kasus lokatif diperankan oleh frase nomina kochou sensei no uchi „rumah

kepala sekolah‟. Pada kalimat (57) nomina persona watashi „saya‟ berperan sebagai

kasus Agen sekaligus juga berperan sebagai kasus Lokatif, sedangkan untuk kasus

Objek diperankan oleh nmina ko-hi- „kopi‟, pada kalimat (58) nomina hito „orang‟

Page 101: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

101

berperan sebagai kasus Agen sekaligus sebagai kasus Objek, sedangkan kasus Lokatif

diperankan nomina kaidan „tangga‟. Pada kalimat (59) kasus Agen diperankan oleh

nomina persona watashi „saya‟, kasus Objek diperankan oleh nomina uma „kuda‟,

kasus Lokatif diperankan oleh keterangan tempat, yaitu Hokkaido. Kalimat (60) kasus

Agen diisi oleh nomina persona kare „ia‟, kasus Objek diisi oleh nomina jisho

„kamus‟, dan kasus Lokatif diisi oleh nomina tsukue „meja‟.

4.3 Kasus Non-Inti (Modal Cases)

Kasus Non-Inti (Modal Cases) ialah kasus yang tidak merupakan valensi

verba. Kehadirannya dalam struktur semantik tidak bergantung pada verba. Realisasi

kasus Modal pada struktur luar hanya bersifat opsional (tidak harus), hal ini terjadi

untuk memenuhi fungsi gramatikal suatu bahasa. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa kasus Non-Inti dikategorikan sebagai kasus Modal yang artinya kasus ini

berfungsi dalam membangun struktur klausa yang berterima dalam struktur lahir

(gramatikal) atau untuk memenuhi fungsi sintaktis suatu bahasa.

Kasus-kasus Non-Inti (modal cases) adalah (1) Kasus Non-Inti Time (Waktu);

(2) Kasus Non-Inti Manner (Cara); (3) Kasus Non-Inti Instrument (alat); (4) Kasus

Non-Inti Cause (Sebab); (5) Kasus Non-Inti Purpose (Maksud); (6) Kasus Non-Inti

Result (Akibat); (7) Kasus Non-Inti Outer Benefaktive (Benefaktif Luar); (8) Kasus

Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar).

Dengan mempergunakan kerangka teori yang telah dibicarakan pada subbab

sebelumnya, maka di bawah ini dijelaskan kasus Modal (Modal Cases), yang terdapat

Page 102: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

102

dalam kalimat bahasa Jepang dengan menghidangkan data-data berupa kalimat dalam

bahasa Jepang sebagi ilustrasi.

4.3.1 Kasus Non-Inti Verba Statif Bahasa Jepang

Kasus Non-Inti Verba Statif ialah peran yang yang hadir dalam struktur luar

kalimat di mana peran (argumen) tersebut kehadirannya tidak dibutuhkan secara

semantis, melainkan secara gramatikal dalam suatu kalimat dengan predikat Verba

Statif. Adapun kasus-kasus Non-Inti Verba Statif yang dimaksud adalah: (1) Kasus

Non-Inti Time (Waktu) Verba Statif; (2) Kasus Non-Inti Manner (Cara) Verba Statif;

(3) Kasus Non-Inti Instrument (alat) Verba Statif; (4) Kasus Non-Inti Cause (Sebab)

Verba Statif; (5) Kasus Non-Inti Purpose (Maksud) Verba Statif; (6) Kasus Non-Inti

Result (Akibat) Verba Statif; (7) Kasus Non-Inti Outer Benefaktive (Benefaktif Luar)

Verba Statif; (8) Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar) Verba Statif.

4.3.1.1 Kasus Non-Inti Time (Waktu) Verba Statif Bahasa Jepang

(1)今日 は 空 が 晴れて いる。

Kyou wa sora ga harete iru.

Non-Inti W Os hari ini Part langit Part cerah

„Hari ini langit cerah‟.

Verba Statif 晴れて いる/harete iru „cerah‟ yang terdapat dalam kalimat di

atas memiliki satu argumen inti yaitu 空 /sora „langit‟. Argumen sora „langit‟

Page 103: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

103

berperan sebagai objek yang berada dalam suatu keadaan yang dinyatakan oleh verba

harete iru. Sedangkan Kasus Non-Inti Waktu diperankan oleh kata keterangan waktu,

yaitu kyou „hari ini‟, kata keterangan waktu kyou „hari ini‟ bukan merupakan valensi

verba, tetapi kehadirannya berfungsi untuk memberikan keterangan waktu sehinga

kasus ini dikategorikan sebagai kasus Non-Inti di mana kehadirannya hanya bersifat

opsional (tidak harus) karena tuntutan fungsi gramatikal. Kasus Non-Inti Waktu tidak

terikat secara semantis pada verba statif sebagai inti kalimat (proposisi) tetapi terikat

secara gramatikal.

4.3.1.2 Kasus Non-Inti Instrument (Alat)Verba Statif Bahasa Jepang

(2)雪さん の 手 は ナイフ で けが を している。

Yukisan no te wa naifu de kega wo shite iru.

Os Non-Inti Alt Yuki Part tangan Part pisau Part terluka

„Yuki tangannya terluka karena pisau‟.

Kalimat di atas memiliki satu argumen inti, yaitu 雪さんの手 „tangannya

Yuki‟ yang harus hadir sebagai argumen verba statif けがをしている/kega wo shite

iru „terluka‟. Sedangkan argumen Non-Inti, yaitu ナイフ „pisau‟ hadir untuk

memberikan keterangan tambahan atau keterangan alat yang menjadi penyebab

terjadinya keaadaan yaitu terluka. Dalam struktur semantisnya verba statif けがをし

ている /kega wo shite iru „terluka‟ hanya membutuhkan satu argumen untuk

Page 104: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

104

memenuhi unsur proposisi kehadiran argumen Non-Inti alat disebabkan karena

kebutuhan struktur lahir kalimat atau berfungsi untuk memberikan penjelasan tentang

alat (yang dalam hal ini adalah pisau yang menyebabkan tangan Yuki terluka).

4.3.1.3 Kasus Non-Inti Result (Akibat) Verba Statif Bahasa Jepang

(3)家 は メチャクチャ に 壊れた。

Uchi wa mechakucha ni kowareta.

Os Non-Inti R

rumah Part berantakan Part hancur

„Rumah hancur berantakan‟.

(4)木村さん は 交通事故 で 死んだ。

Kimura san wa koutsuujiko de shinda.

Os Non-Inti R Kimura Part kecelakaan Part meningal

„Kimura meningal akibat kecelakaan lalu-lintas‟.

Dalam struktur logisnya Verba Statif 壊れた /kowareta „hancur‟, 死んだ

/sinda „meningal‟ yang terdapat pada kalimat di atas membutuhkan satu argumen inti,

yaitu 家/uchi ‟rumah‟ 木村さん/Kimura san „Kimura‟. Sedangkan dalam struktur

lahir kedua verba dalam kalimat di atas disertai dengan kasus Non-Inti Akibat, yaitu

yang dinyatakan oleh kata keterangan メチャクチャ/mechakucha „berantakan‟, 交

通事故/koutsuujiko „kecelakaan‟ kedua kata keterangan ini bukan merupakan valensi

verba kowareta dan verba shinda, tetapi kehadirannya hanya sebagai pelengkap

Page 105: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

105

keterangan mengenai keadaan suatu objek yang dinyatakan oleh predikat verba

sebagai inti proposisi dan diperlukan karena peran gramatikal.

4.3.1.4 Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar)Verba Statif Bahasa Jepang

(5)この 道 が 右 へ 曲がっている。

Kono michi ga migi e magatte iru.

Os Non-Inti OL ini jalan Part kanan Part belok

„Jalan ini belok ke kanan‟.

(6)富士山 が 天 に 聳え立っている。

Fujisan ga ten ni sobietate iru.

Os Non-Inti OL gunung Fuji Part udara Part menjulang

„Gunung Fuji tegak menjulang ke udara‟.

Verba 曲がっている/magatte iru „belok‟, 聳え立っている/sobiete iru

„menjulang‟ mengharuskan kehadiran satu kasus objek dalam struktur semantiknya.

Kasus objek menyatakan entitas yang berada dalam suatu keadaan. Keadaan yang

dimaksud adalah keadaan karena kondisi alami atau keadaan yang terjadi secara

alami, yaitu keadaan 道/michi „jalan‟ yang „berbelok‟ dan keadaan 富士山/Fujisan

„gunung Fuji‟ yang ‟menjulang‟. Kasus Non-Inti outer Locative yang terdapat dalam

kalimat di atas, secara gramatikal berfungsi untuk memberikan keterangan lokasi atau

arah berkaitan dengan keberadaan argumen Inti.

Page 106: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

106

4.3.2 Kasus Non-Inti Verba Proses

Kasus Non-Inti (modal cases) Verba Proses ialah kasus yang muncul dalam

kalimat dengan predikat verba proses, di mana kasus tersebut bukan merupakan

valensi verba proses dan realisasi dalam struktur luar hanya bersifat opsional (tidak

harus). Adapun kasus-kasus Non-Inti Verba Proses yang dimaksud adalah: (1) Kasus

Non-Inti Time (Waktu) Verba Proses; (2) Kasus Non-Inti Manner (Cara) Verba

Proses; (3) Kasus Non-Inti Instrument (alat) Verba Proses; (4) Kasus Non-Inti Cause

(Sebab) Verba Proses; (5) Kasus Non-Inti Purpose (Maksud) Verba Proses; (6) Kasus

Non-Inti Result (Akibat) Verba Proses; (7) Kasus Non-Inti Outer Benefaktive

(Benefaktif Luar) Verba Proses ; (8) Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar)

Verba Proses.

4.3.2.1 Kasus Non-Inti Time (Waktu) Verba Proses Bahasa Jepang

(7)去年 から、 食品 の 値段 が 高まっている。

Kyounen kara shokuhin no nedan ga takamatte iru.

Non-Inti W O tahun lalu Part bahan makanan Part harga Part meningkat

„Harga bahan makanan meningkat sejak setahun yang lalu‟.

(8)わたし は 日本 に 一年 います。 (Minna: 74)

Watashi wa Nihon ni ichinen imasu.

O L Non-Inti W saya Part Jepang Part satu tahun tinggal

„Saya tinggal di Jepang selama satu tahun‟.

Page 107: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

107

(9)そこで、 小林 先生 は、 パリ の こと ダルクローズ の

Soko de, Kobayashi sensei wa, Pari no koto Dorukurozu no

O L

Sampai disini, Kobayashi guru Part Paris Part hal Dalcroze Part

学校 に 一年 以上 も 滞在して、

gakko ni 1 nen ijo mo taizai shite,

Non-Inti W

sekolah Part 1 tahun lebih Part tinggal,

リトミック を 身につけた。

ritomikku wo mi ni tsuketa

ritmik Part mempelajari.

„Sampai disini, guru Kobayashi tinggal di Paris selama kurang lebih 1tahun

dan mempelajari tentang ritmik di sekoah Dalcroze‟.

(Tottochan)

(10)昨日 の 晩 から 父 の 病気 は ますます重くなっていた。

Kinou no ban kara chichi no byouki wa masumasu omoku natte ita.

Non-Inti W O

kemarin Part malam dari ayah Part sakit Part semakin berat

„Dari kemarin penyakit ayah menjadi semakin berat‟.

Kalimat (7--10) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti

Waktu (Time) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses. Kehadiran

kasus Non-Inti Waktu yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak bergantung pada

verbanya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur

Page 108: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

108

semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Waktu memiliki

fungsi gramatikal (peran sintaktis) untuk keterangan waktu.

4.3.2.2 Kasus Non-Inti Manner (Cara) Verba Proses Bahasa Jepang

(11)その 言葉 は 彼 の 耳 に 美しく 聞こえた。

Sono kotoba wa kare no mimi ni utsukushiku kikoeta.

O Non-Inti C itu ucapan Part dia Part telinga Part merdu beralun

„Ucapan itu beralun dengan merdu di telinganya‟.

(12)大人 の 人 みたい だったし

Otona no hito mitai dattashi

Non-Inti C O orang dewasa Part orang terlihat

„Terlihat berpakaian seperti orang dewasa‟.

(トットちゃん: 226)

(Tottochan: 147)

(13)トットちゃん が 近つく と 高橋君 は 人

Tottochan ga chikatsuku to Takahashikun wa hito

O Totto Part dekat Part Takahashi Part orang

なつっこそう に 笑った だから トットちゃん達

nattsukkosou ni waratta dakara Tottochantachi

Non-Inti C ramah Part tertawa karena itu Totto dan teman

も すぐ 笑った。

mo sugu waratta.

Part selanjutnya tertawa.

Page 109: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

109

„Waktu didekati, Takahashi tersenyum ramah seakan dapat menarik hati

sahabat.Totto dan kawan-kawan segera ikut tersenyum‟.

(高橋君: 122)

(Takahashikun: 82-83)

(14)私 は 歩いて 町 を 回っている。

Watashi wa aruite machi wo mawatte iru.

O Non-Inti C saya Part berjalan kaki kota Part berputar

„Saya keliling kota dengan berjalan kaki‟.

(15)なに も かも が なつかしかった。

Nani mo kamo mo ga natsukashikatta.

O Non-Inti C apapun Part rindu

„Segala sesuatu dikenangnya dengan rasa rindu‟.

(16)オルガン が 静か に 賛美歌 を 歌っていた。 Orugan ga shizuka ni sanbika wo utatteita.

Non-Inti C O organ Part tenang Part kidung Part menyanyikan.

„Organ mengalunkan lagu-lagu gereja dengan hikmad‟.

(17)そして、最後に、やっとのことで、二人 で 仲良く踊った

Soshite, saigo ni, zatto no koto de, futari nakaryouku odotta.

O Non-Inti C kemudian, yang terakhir Part, keduanya menari bersama dengan mesra

„Mereka berdua menari bersama dengan mesra‟.

(トットちゃん:183-186)

(Tottochan: 121-123)

Page 110: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

110

Kalimat (11--17) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti

Cara (Manner) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses. Kehadiran

kasus Non-Inti Cara yang terdapat pada kalimat (1--7) di atas tidak bergantung pada

verbanya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut, struktur semantik

kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Cara memiliki fungsi

gramatikal (peran sintaktis) untuk menjelaskan keterangan (cara). Cara (Manner)

yang dimaksud di sini berhubungan dengan cara, gaya, sikap seseorang dalam

mengekspresikan/melakukan sesuatu.

4.3.2.3 Kasus Non-Inti Instrument (Alat)Verba Proses Bahasa Jepang

(18)列車 で、 6時 ごろ 家 に 着いた。

Ressha de 6 ji goro ie ni tsuita.

Non-Inti Alt L kereta api Part 6 jam kira-kira rumah Part tiba

„Jam 6 saya samapai di rumah dengan kereta api‟.

(19)赤 や 黄色 や ピンク の リリアン に ぶち下かった ハッカ パイプ。

Aka ya kiiro ya pinku no ririan ni buchi shita katta hakka paipu.

Non-Inti Alt O

merah Part kuning Part pink Part tali rajutan Part hisap permen pipa.

„Ada pipa hisap berisi permen pedas yang digantung dengan tali rajutan

berwarna merah, kuning dan pink‟.

Page 111: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

111

Kalimat (18-19) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti

Instrument (alat) dalam kalimat yang berpredikat Verba Proses. Kehadiran kasus

Non-Inti Alat yang terdapat pada kalimat (18-19) di atas, tidak bergantung pada

verbanya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur

semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Alat memiliki fungsi

gramatikal (peran sintaktis) untuk menunjukkan keterangan alat. Keterangan alat

yang dimaksud adalah 列車/ressha „kereta api‟, ピンク の リリアン/pinku no ririan

„tali rajutan berwarna merah’ kedua nomina tersebut menyatakan alat. Hal ini juga

diperkuat dengan digunakannya partikel で/de, に/ni sebagai pemarkah keterangan

alat dalam sintaktis bahasa Jepang.

4.3.2.4 Kasus Non-Inti Cause (Sebab) Verba Proses Bahasa Jepang

(20)彼女 の 声 は 感動 で 震えていた。

Kanojo no koe wa kandou de furuete ita.

O=E Non-Inti S

perempuan Part suara Part haru Part gemetar

„Suaranya gemetar karena haru‟.

(21)地震 で ビル が 倒れました。 (Minna: II/87)

Jishin de biru ga taoremashita.

Non-Inti S O gempa Part gedung Part roboh

„Karena gempa bumi, gedung besar itu roboh‟.

Page 112: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

112

(22)病気 で 会社 を 休みました。 (Minna: II/87)

Byouki de kaisha wo yasumimashita.

Non-Inti S Sakit Part kantor Part libur

„Karena sakit, saya tidak masuk kantor‟.

(23)トットちゃん の ママ は、パパ 仕事 が ある ので、

Tottochan no mama wa, papa shigoto ga aru node, papa to Tokyo data.

Non-Inti S Totto chan part mama part, papa pekerjaan part ada part

パパ と 東京 だった

papa to Tokyo

L papa Part Tokyo

„Sehubungan dengan pekerjaan papa, mama tinggal di Tokyo‟.

(とっとちゃん:225 )

(Tottochan: 167)

Kalimat (20--23) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti

Sebab (Cause) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses. Kehadiran

kasus Non-Inti Sebab yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak bergantung pada

verbanya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur

semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Sebab memiliki

fungsi gramatikal, yaitu membantu memberikan keterangan tambahan pada kalimat.

Keterangan „penyebab‟ direalisasikan dalam struktur lahir kalimat dengan

digunakannya partikel „de‟ pada kalimat (20--22), sementara itu pada kalimat (23)

Page 113: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

113

digunakan partikel „node‟ yang berfungsi untuk menyatakan ‟hubungan sebab akibat‟

dalam bahasa Jepang.

4.3.2.5 Kasus Non-Inti Purpose (Maksud) Verba Proses Bahasa Jepang

(24)私 は 早く 泳げるように、毎日 練習しています。 (Minna: II/68)

Watashi wa hayaku oyogeruyouni, mainichi renshuu shite imasu.

E Non-inti M saya Part hayaku berenang dapat, setiap hari berlatih

„Supaya dapat berenang dengan cepat, setiap hari saya berlatih‟.

(25)体 が 高くなるよう に、 よく 運動しています。

Karada ga takaku naru you ni, yoku undou shite imasu.

E=O Non-inti M Badan Part tinggi menjadi, sering berolahraga

„Saya sering berolahraga agar badan saya menjadi tinggi‟.

Kalimat (24-25) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti

Maksud (Purpose) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses.

Kehadiran kasus Non-Inti Maksud yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak

bergantung pada verbanya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut

pun, struktur semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna. Penambahan kata

bantu ように /you ni pada verba泳げる /oyogeru „bisa berenang‟ menyebabkan

terjadinya penambahan keterangan secara semantis, yaitu menerangkan „maksud‟.

Pada kalimat (25) kata bantu ように/you ni ditambahkan pada verba 高くなる

Page 114: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

114

/takaku naru „menjadi tinggi‟ memberikan keterangan tambahan dari verba sebagai

inti proposisi. Fungsi kata bantu ように /you ni adalah memberikan keterangn

„maksud‟ terhadap proses yang terjadi pada objek yang dinyatakan oleh verba sebagai

inti proposisi.

4.3.2.6 Kasus Non-Inti Result (Akibat) Verba Proses Bahasa Jepang

(26)朝寝坊ですから、 私 は 学校 に 遅れました。

Asanebou desukara, watashi wa gakkou ni okuremashita.

Non-inti Akbt O L bangun kesiangan karena, saya Part sekolah Part terlambat

„Karena bangun kesiangan, saya terlambat sampai di sekolah‟.

(27)顔色 は 陽焼けして、 真黒 だった。

Kaoiro wa hiyakeshite, shinkoku data.

E=O Non-inti Akbt Warna wajah Part terbakar matahari hitam legam

„Wajahnya hitam legam karena terbakar matahari‟.

Kalimat di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti Akibat

(Result) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses. Kehadiran kasus

Non-Inti Akibat yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak bergantung pada

verbanya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur

semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna.

Page 115: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

115

4.3.2.7 Kasus Non-Inti Outer Benefaktive (Benefaktif Luar) Verba Proses Bahasa

Jepang

(28)田中さん が 結婚 の 祝い に この お皿 を 持ってきました。

Tanakasan ga kekkon no iwai ni kono ozara wo motte kimashita.

Non-Inti BL O Tanaka Part nikah Part hadiah Part ini piring Part membawa

„Tanaka membawa piring ini untuk hadiah pernikahan saya‟.

Kalimat di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti Benefaktif

Luar (outer Benefactive) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Proses.

Kasus ini tidak bergantung pada verba benefaktif proses sebagai inti proposisi. Frase

結婚 の 祝い/kekkon no iwai „hadiah pernikahan‟ adalah realisasi kasus Non-Inti

Benefaktif luar. Kasus ini dikategorikan sebagai kasus Non-Inti karena kehadirannya

hanya bersifat opsional karena kehadiran frase 結婚 の 祝い/kekkon no iwai „hadiah

pernikahan‟ yang terdapat dalam struktur kalimat di atas tidak bergantung pada verba

持ってきました/motte kimashita „membawa‟. Dengan kata lain, tanpa kehadiran

kasus tersebut pun kalimat di atas sudah sempurna.

4.3.2.8 Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar) Verba Proses Bahasa

Jepang

(29)部屋 に ある 電気 が 明るくなりました。

Heya ni aru denki ga akaruku narimashita.

Non-Inti LL O kamar Part ada listrik Part menjadi terang

„Lampu listrik yang ada di kamar menjadi terang‟.

Page 116: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

116

Frase 部屋にある /heya ni aru „yang ada di kamar‟ yang terdapat pada

kalimat di atas merupakan realisasi kasus Lokatif Luar. Kehadiran kasus ini tidak

bergantung pada verba明るくなりました /akaruku narimashita „menjadi lebih

terang‟ dikatakan demikian karena tanpa kehadiran kasus tersebut pun, kalimat di atas

sudah sempurna. Kasus tersebut hadir hanya bersifat opsional dan berfungsi untuk

memberikan keterangan tambahan.

4.3.3 Kasus Non-Inti Verba Aksi

Kasus Non-Inti (modal cases) Verba Aksi ialah kasus yang muncul dalam

kalimat dengan predikat verba Aksi, di mana kasus tersebut bukan merupakan valensi

verba proses dan realisasi dalam struktur luar hanya bersifat opsional (tidak harus).

Adapun kasus-kasus Non-Inti Verba Aksi yang dimaksud adalah: (1) Kasus Non-Inti

Time (Waktu) Verba Aksi ; (2) Kasus Non-Inti Manner (Cara) Verba Aksi; (3) Kasus

Non-Inti Instrument (alat) Verba Aksi; (4) Kasus Non-Inti Cause (Sebab) Verba

Aksi ; (5) Kasus Non-Inti Purpose (Maksud) Verba Aksi; (6) Kasus Non-Inti Result

(Akibat) Verba Aksi; (7) Kasus Non-Inti Outer Benefaktive (Benefaktif Luar) Verba

Aksi ; (8) Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar) Verba Aksi .

Page 117: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

117

4.3.3.1 Kasus Non-Inti Time (Waktu) Verba Aksi Bahasa Jepang

(30)あした 私 は 友達 と お花見 を します。(Minna: 44)

Ashita watashi wa tomodachi to ohanami wo shimasu.

Non-Inti W A O Besok saya Part teman Part bunga Part melihat

„Besok saya akan melihat bunga sakura dengan teman‟.

(31)校長 先生 は 朝 校庭 で みんな に

Kouchou sensei wa asa koutei de Minna ni

A Non-Inti W kepala sekolah guru Part pagi halaman Part murid-murid Part

この 新しい 生徒 を こう紹介した。

kono atarashii seito wo koushoukaishita.

O

ini baru murid Part memperkenalkan

„Tadi pagi, di halaman sekolah, kepala sekolah memperkenalkan murid baru‟.

(とっとちゃん:226)

(Tottochan: 147)

Kalimat (30&31) di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti

Waktu (Time) dalam kalimat yang berpredikat Verba Aksi. Kata keterangan waktu あ

した/ashita „besok‟, 朝/asa „tadi pagi‟ adalah realisasi kasus Non-Inti Waktu yang

hadir bersama kasus Proposisi Inti dalam struktur lahir kalimat. Kasus Non-Inti

Waktu pada kalimat di atas secara sintaktis berfungsi untuk menerangkan waktu

terjadinya suatu aksi atau aktifitas yang dinyatakan oleh verba kalimat tersebut.

Kehadiran kasus Non-Inti Waktu pada kalimat di atas hanya bersifat opsional.

Page 118: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

118

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kehadiran kasus Non-Inti Waktu pada

kalimat di atas hanya sebagai pelengkap supaya kalimat tersebut berterima secara

gramatikal.

4.3.3.2 Kasus Non-Inti Manner (Cara) Verba Aksi Bahasa Jepang

(32)トットちゃん は、いそいで、おじぎ をしてから、元気よく聞いた。

Tottochan wa isoide ojigi wo shitekara, genki yoku kiita.

A O Non-Inti C Totto Part segera memberi hormat Part setelah riang bertanya

„Totto segera menyalami nya dan dengan riang bertanya‟.

(トットちゃん: 26)

( Tottochan: 19 )

(33)校長 先生 は 。。。の上 に まるくなって 座るように 場所

Kochou sensei wa. . . no ue ni maruku natte sawaru you ni basho

A Non-Inti C

を 作ろう と いった。

wo tsukurou to itta.

„Pak kepala sekolah memerintahkan semuanya duduk melingkar di atas

rumput‟.

(とっとちゃん:196)

(Tottochan: 129)

Kalimat (32-33) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti

Cara (Manner) dalam kalimat yang berpredikat Verba Aksi. Kehadiran kasus Non-

Page 119: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

119

Inti Cara yang terdapat pada kalimat (32-33) di atas, tidak bergantung pada verbanya

karena kehaadirannya hanya bersifat opsional. Dengan kata lain, tanpa kehadiran

kasus-kasus tersebut pun, struktur semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna.

Kasus Non-Inti Cara dalam kalimat di atas berfungsi untuk memberi penjelasan

tentang „cara‟ (manner) ketika suatu aksi atau perbuatan diekspresikan. Hal ini

berkaitan dengan cara, gaya, sikap seseorang dalam mengekspresikan/melakukan aksi

atau perbuatannya.

4.3.3.3 Kasus Non-Inti Instrument (Alat) Verba Aksi Bahasa Jepang

(34)私 は ワ-プロ で 手紙 を 書きます。(Minna: 50)

Watashi wa wa-puro de tegami wo kakimasu.

A Non-inti Alt O saya Part mesin tik Part surat Part menulis

„Saya menulis surat dengan menggunakan mesin tik‟.

(35)泥簿 は 彼 の 腹 を 竹槍 で 突かれた。

Dorobo wa kare no hara wo take-yari de tsukareta.

A O Non-inti Alt rampok Part dia Part perut Part bambu runcing Part menusuk

„Rampok menusuk perutnya dengan bambu runcing‟.

Kalimat (34&35) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti

Instrument (alat) dalam kalimat yang berpredikat Verba Aksi. Kehadiran kasus Non-

Inti Alat yang terdapat pada kalimat (34-35) di atas, tidak bergantung pada verbanya.

Page 120: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

120

Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur semantik

kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Alat memiliki fungsi

gramatikal (peran sintaktis) untuk menunjukkan keterangan alat. Alat yang dimaksud

adalah media atau sarana yang dipakai oleh agen dalam melaksanakan

aksi/perbuatannya. Kasus Non-Inti Alat yang terdapat dalam kalimat di atas

direalisasikan dengan pemakaian partikel で „de‟, partikel で „de‟ secara sintaktis

berfungsi sebagai penanda keterangan alat yang dipakai oleh pelaku/agen dalam

melakukan aksi/perbuatan. Partikel で ‟de‟ memiliki makna gramatikal „alat‟ dalam

kalimat yang berpredikat verba aksi.

4.3.3.4 Kasus Non-Inti Cause (Sebab) Verba Aksi Bahasa Jepang

(36)今日 は 妻 の 誕生日な ので、花を買って帰ります。(Minna:II/114)

Kyou wa tsuma no tanjoubi na node, hana wo katte kaerimasu.

Non-inti S O hari ini Part istri Part ulang tahun Part, bunga Part membeli pulang

„Karena hari ini ulang tahun istri, saya akan pulang membelikan istri saya

bunga‟.

(37)明日 試験 が あります から テレビ を 見ません

Ashita shiken ga arimasu kara terebi wo mimasen.

Non-inti S O besok ujian Part ada Part televisi Part tidak menonton

„Saya tidak menonton televisi karena besok ada ujian‟.

Kalimat (36-37) di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti

Sebab (Cause) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Aksi. Kehadiran

Page 121: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

121

kasus Non-Inti Sebab yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak bergantung pada

verbanya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut, struktur semantik

kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kasus Non-Inti Sebab pada kalimat (36-37) di

atas memiliki fungsi gramatikal, yaitu membantu memberikan keterangan tambahan

mengenai „penyebab‟ dilakukannya aksi/perbuatan oleh pelaku/agen. Partikel ので

„node‟, から„kara‟ secara sintaktis berfungsi sebagai kata bantu untuk menunjukkan

sebab dilakukannya suatu perbuatan/aksi oleh pelaku/agen.

4.3.3.5 Kasus Non-Inti Purpose (Maksud) Verba Aksi Bahasa Jepang

(38)歯 に 悪い です から、甘い もの を 食べないようにしています。

Ha ni warui desu kara, amai mono wo tabenai you ni shite imasu.

Non-inti M O gigi Part tidak bagus Part, manis makanan Part tidak makan

„Karena tidak baik bagi kesehatan gigi, saya berusaha untuk tidak makan

makanan yang manis‟.

(39)来月 くるま を 買う つもり です。 (Minna: II/32)

Raigetsu kuruma wo kau tsumori desu.

O Non-inti M Bulan depan mobil Part membeli Part

„Saya bermaksud akan membeli mobil bulan depan‟.

(40)トットちゃん は、校長先生 に 。。。みんな が お弁当

Tottochan wa kouchou sensei ni Minna ga obentou

A O

Totto Part kepala sekolah Part semua Part makan

Page 122: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

122

を 食べる こところ を 見に行く こと に なった。

wo taberu koto koro o mi ni iku koto ni natta.

Non-Inti M Part makan Part melihat-lihat hal Part

„Kemudian Totto mengantar kepala sekolah untuk melihat-lihat suasana

murid-murid bersantap bekal makan siang masing-masing‟.

(トットちゃん: 32 )

( Tottochan: 22 )

Kalimat (38--40) di atas, adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti

Maksud (Purpose) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Aksi.

Kehadiran kasus Non-Inti Maksud yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak

bergantung pada verbanya. Partikel ように„you ni‟ , つもり„tsumori‟, dan 見に „mi‟

„ni‟ adalah kata bantu yang memiliki fungsi gramatikal yang menyatakan

maksud/tujuan dari pelaku/agen dalam suatu aksi/perbuatan. Kasus Non-Inti Maksud

yang terdapat pada tiga kalimat di atas memiliki peran gramatikal, yaitu memberikan

keterangan maksud terhadap argumen inti yang dinyatakan oleh verbanya sebagai inti

proposisi. Kasus-kasus ini dikategorikan sebagai kasus Non-Inti karena sifatnya

hanya opsional dalam tiga kalimat di atas.

Page 123: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

123

4.3.3.6 Kasus Non-Inti Result (Akibat) Verba Aksi Bahasa Jepang

(41)授業 に 遅れて、 先生 は 私 を 叱りました。

Jugyou ni okurete, sensei wa watashi wo shikarimashita.

Non-inti Akbt A O kuliah Part terlambat, guru Part saya Part memarahi

„Guru memarahi saya karena terlambat kuliah‟.

(42)太郎は授業によく出席できないから、試験を受けることが

できません。

Taro wa jugyou ni yoku shusseki dekinai kara, shiken wo ukeru koto ga

A Non-inti Akbt O Taro Part kuliah Part sering tidak hadir Part, ujian Part mengikuti

dekimasen.

tidak bisa

„Taro tidak bisa mengikuti ujian karena sering tidak ikut kuliah‟.

Kalimat di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti Akibat

(Result) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Aksi. Kehadiran kasus

Non-Inti Akibat yang terdapat pada setiap kalimat di atas tidak bergantung pada

verbanya. Dengan kata lain, tanpa kehadiran kasus-kasus tersebut pun, struktur

semantik kalimat bersangkutan sudah sempurna. Kehadiran kasus Non-Inti Akibat

dalam kalimat (41) dimarkahi oleh partikel て„te‟ yang memiliki dua fungsi, yaitu

sebagai kata sambung sekaligus sebagai kata bantu untuk menyatakan akibat dari

suatu perbuatan/aksi. Sementara itu, kehadiran kasus Non-Inti Akibat pada kalimat

(42) dimarkahi oleh partikel から„kara‟ partikel ‟kara‟ juga berfungsi sebagai kata

bantu penghubung antara klausa pertama dengan klausa kedua. Partikel „te‟ dan „de‟

Page 124: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

124

pada kalimat di atas berfungsi sebagai kata bantu yang menyatakan akibat/hasil dari

suatu perbuatan/aksi.

4.3.3.7 Kasus Non-Inti Outer Benefactive (Benefaktif Luar) Verba Aksi Bahasa

Jepang

(43)私 は 息子 に 紙飛行機 を 作りました。 (Minna: II/98)

Watashi wa musuko ni kamihikouki wo tsukurimashita.

A Non-Inti BL O saya Part anak Part pesawat kertas Part membuat

„Saya membuat mainan pesawat terbang dari kertas untuk anak laki-laki saya‟.

(44)友達 は お父さん に 新しい 服 を 買いました。

Tomodachi wa otou-san ni atarashii fuku wo kaimashita.

A Non-Inti BL O teman Part ayah Part baru pakaian Part membeli

„Teman saya membeli baju baru untuk ayahnya‟.

Kalimat di atas adalah kalimat yang menggunakan kasus Non-Inti Benefaktif

Luar (outer Benefactive) dalam kalimat yang menggunakan predikat Verba Aksi.

Kasus ini tidak bergantung pada verba benefaktif aksi sebagai inti proposisi. Dengan

kata lain, tanpa kehadiran kasus tersebut pun kalimat di atas sudah sempurna. Kata 息

子/musuko „anak laki-laki‟ pada kalimat (43) di atas, adalah realisasi kasus Non-Inti

benefaktif Luar. Pada kalimat (44) kasus Non-Inti benefaktif Luar dinyatakan oleh

kata お父さん/otousan „ayahnya‟. Kehadiran kedua kasus pada kalimat di atas hanya

Page 125: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

125

bersifat opsional karena tanpa kehadiran kasus tersebut pun, struktur semantik kedua

kalimat di atas sudah sempurna.

4.3.3.8 Kasus Non-Inti Outer Locative (Lokatif Luar) Verba Aksi Bahasa Jepang

(45)わたし は 駅 で 新聞 を 買います。 (Minna: 44)

Watashi wa eki de shimbun wo kaimasu.

A Non-Inti LL O saya Part stasiun Part surat kabar Part membeli

„Saya membeli surat kabar di stasiun‟.

(46)ランドセルを、 網棚 に 投げこんだ。

Randoseru wo amidana ni nagekonda.

O Non-Inti LL ransel Part rak barang Part melempar.

„Anak itu melempar ranselnya Part pintu seperti bola basket‟.

(トットちゃん:39)

(Tottochan : 27)

Kasus Non-Inti Lokatif Luar yang terdapat pada kalimat (45-46) di atas

dinyatakan oleh kata 駅/eki „stasiun‟ 網棚/amidana „rak barang‟ kedua kata ini

menunjukkan keterangan tempat/lokasi dilakukannya suatu perbuatan/aksi. Kehadiran

keterangan lokasi tersebut bersifat opsional karena tidak bergantung pada verba

sebagai inti proposisi sehingga kasus lokatif pada kedua kalimat di atas,

dikategorikan sebagai kasus Non-Inti. Realisasi kasus Non-Inti Loktif Luar juga

Page 126: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

126

dimarkahi oleh partikel で„de‟ に„ni‟, secara sintaktis kedua partikel ini berfungsi

sebagai kata bantu untuk menerangkan tempat/lokasi.

4.4 Kasus Tak Teraga (COVERT)

Seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumya bahwa kasus proposisi

ada yang bersifat wajib (wajib hadir) dan ada yang bersifat opsional/pilihan dalam

struktur lahir. Kasus proposisi yang kehadirannya bersifat wajib disebut peran

proposisi teraga (overt: kasus proposisi yang diimplikasikan oleh verba dan wajib

hadir dalam struktur lahir), sedangkan kasus proposisi yang kehadirannya bersifat

opsional/pilihan disebut peran proposisi tak teraga (covert: kasus proposisi yang

diimplikasikan oleh verba tetapi opsional dalam struktur lahir dan hadir dalam

struktur batin atau struktur logika). Kasus proposisi Teraga (overt) telah dijelaskan

dan dibahas pada subbab sebelumnya dan pada bab ini dibahas kasus Tak Teraga

(covert), yang meliputi (1) kasus koreferensial, (2) kasus terkandung, dan (3) kasus

leksikalisasi.

4.4.1 Kasus Koreferensial

Kasus koreferensial adalah kasus yang menunjuk dua nosi yang mempunyai

acuan semantis yang sama. Kasus koreferensial dalam kerangka kasus (cases frame)

harus ditulis dengan tanda bintang ( * asterik). Berikut di bawah ini, contoh kalimat

dengan kasus koreferensial dalam bahasa Jepang.

Page 127: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

127

(1)彼 は 歌 を 聞いている。

Kare wa uta wo kiite iru.

A=E O Dia Part lagu Part mendengarkan

„Dia sedang mendengarkan musik‟. + [ ___ A, *E,O] / A=E

(2)トットちゃん は、泰明ちゃん の 事 を、想いだしていた。

Tottochan wa Yasuakichan no koto wo omoidashita.

A=E O

Tottochan Part Yasuakichan Part hal Part mengingat.

„Tottochan mengingat-ingat kembali semua hal tentang Yasuakichan‟.

+ [ ___ A, *P,O] / A=E

(とっとちゃん: 237)

(3)そして、 自分 でも いい 子 だ と おもっていた。

Soshite, Jibun demo ii ko da to omotteita.

A=E O Kemudian, diri Part bagus anak mengangap.

„Dan ia sendiri pun menganggap dirinya anak yang baik‟.

+ [ ___ A, *E,O] / A=E

(とっとちゃん:198)

(Tottochan: 130)

Page 128: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

128

(4)小林 は お父さん に お金 を 貰いました。

Kobayashi san wa otousan ni okane wo moraimashita.

A=B O

Kobayashi Part ayah Part uang Part menerima

„Kobayashi menerima uang dari ayahnya‟ + [ ___ A, *B,O] / A=B

Pada kaliamt (1--3) di atas, kasus Agen berkoreferensial dengan kasus

Pengalami atau argumen Agen mempunyai acuan yang sama dengan argumen

Pengalami. Agen atau orang yang melakukan perbuatan/aksi sekaligus berperan

menjadi orang yang kena pengaruh oleh perbuatan/aksi tersebut. Sedangkan pada

kalimat (4) kasus Agen berkoreferensial dengan kasus Benefaktif atau argumen

Agen mempunyai acuan yang sama dengan argumen Benefaktif/Pemanfaat. Nomina

persona 小 林 „Kobayashi‟ berperan sebagai agen/pelaku yang melakukan

perbuatan/aksi menerima お金/okane „uang‟ dan dia juga yang memanfaatkan お金

/okane „uang‟ tersebut.

4.4.2 Kasus Terkandung (build in)

Kasus Terkandung (build in), ialah kasus yang tidak muncul pada struktur luar

tapi secara intuisi hadir pada struktur logika atau batin. Kasus Terkandung dalam

kerangka kasus (cases frame) harus ditulis dengan tanda bintang ( * asterik). Berikut

di bawah ini, contoh kalimat dengan kasus terkandung dalam bahasa Jepang.

Page 129: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

129

(5)アメリカ で 生まれて、育った から日本語 は あまり 上手じゃない

Amerika de umarete, sodatta kara Nihongo wa amari jozu janai.

L

Amerika Part lahir, dibesarkan Bahasa Jepang Part tidak terlalu tidak pintar

„Karena lahir dan dibesarkan di amerika jadi kurang pandai berbahasa Jepang‟.

+ [ ___ *O, L] O = kasus terkandung

(トットちゃん: 226)

( Tottochan: 147)

(6)駅 で 新聞 を 買います。 (Minna: 47)

Eki de shimbun wo kaimasu.

L O

stasiun Part surat kabar Part membeli

„Membeli surat kabar di stasiun‟. + [ ___ *A, O,L] A = kasus terkandung

(7)わたし は きのう 勉強しました。 (Minna: 32)

Watashi wa kinou benkyou shimashita.

A

saya part kemarin belajar

‟Kemarin saya belajar‟. + [ ___ A, *O] O = kasus terkandung

Kasus terkandung yang terdapat pada kalimat (5) di atas ialah kasus Objek

karena kasus ini tidak muncul dalam struktur lahir. Verba 生まれて/umarete „lahir‟

membutuhkan satu kasus Objek dalam struktur logisnya tetapi dalam struktur lahir

kalimat tidak hadir, hal ini disebabkan karena adanya kasus terselubung, yaitu kasus

Objek. Pada kalimat (6) verba 買います /kaimasu „membeli‟ secara semantis

Page 130: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

130

membutuhkan kasus Agen dan kasus Objek dalam struktur logisnya tetapi pada

kalimat (6) di atas tidak hadir kasus Agen dalam struktur lahir kalimat, hal ini

disebabkan adanya kasus terselubung, yaitu kasus Agen atau terjadi pelesapan

subjek. Pelesapan fungsi subjek dalam kalimat bahasa Jepang memang biasa terjadi

mungkin hal ini terjadi karena budaya bahasa jepang itu sendiri. Pada kalimat (7)

verba 勉強しました/benkyou shimashita ‟belajar‟ secara semantis membutuhkan

satu argumen Agen dan satu argumen Objek tetapi pada kalimat (7) di atas kasus

Objek tidak hadir, hal ini disebabkan karena adanya pelesapan fungsi Objek. Dalam

kalimat (7) berarti terjadi kasus terkandung, yaitu kasus Objek.

4.4.3 Kasus Leksikalisasi

Kasus leksikalisasi adalah kasus yang tidak hadir pada struktur lahir karena

kasus itu dileksikalisasi dalam verba. Kasus dileksikalisasi dalam kerangka kasus

(cases frame) harus ditulis dengan tanda bintang ( * asterik). Berikut di bawah ini,

contoh kalimat dengan kasus leksikalisasi dalam bahasa Jepang.

(8) 彼 は 一日 中 声 が 出なく 足り。

Kare wa ichi nichi juu koe ga denaku tari.

A

ia Part sepanjang hari suara Part tidak bersuara

„Lalu sepanjang hari ia tidak bisa bersuara. + [ ___ A,*O] O = dileksikalisasi

(とっとちゃん:199)

(Tottochan: 131)

Page 131: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

131

(9)さかな が 水中 を 泳ぎ回っている。

Sakana ga suichuu wo oyogi mawatte iru.

A

ikan Part dalam air Part berenang-renang

„Ikan sedang berenang-renang di dalam air‟. + [ ___ A, *O]O = dileksikalisasi

(10)太郎さん は 毎日 学校 へ 歩きます。

Tarou san wa mainichi gakkou e arukimasu.

A

Tarou Part tiap hari sekolah Part jalan kaki

„Tiap hari Tarou jalan kaki ke sekolah‟. + [ ___ A, *O] O = dileksikalisasi

(11)寺田さん は 名古屋 に 引っ越しました。

Terada san wa Nagoya ni hikkoshimashita.

A

Terada Part Nagoya Part pindah rumah

„Terada pindah rumah ke Nagoya‟. + [ ___ A, *O] O = dileksikalisasi

Pada kalimat (8--11) di atas, kasus Objek dileksikalisasi ke dalam verba

sehingga kasus Objek tidak nampak dalam struktur lahir kalimat. Verba 出なく

/denaku „tidak keluar‟, 泳ぎ回っている/oyogi mawatte iru „berenang-renang‟, 歩き

ます /arukimasu „jalan kaki‟ 引っ越しました /hikkoshimashita „pindah rumah‟.

Kasus Objek yang dinyatakan oleh keempat verba ini sudah menjadi satu antara kasus

Objek dengan verbanya. Secara semantis kasus Objek terkandung dalam verba

sebagai inti proposisi.

Page 132: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

132

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan, dan analisis data yang telah

diuraikan pada subbab sebelumnya, maka pada bab ini disimpulkan hasil analisis data.

Hasil analisis data menunjukkan: pertama, berdasarkan ciri-ciri semantisnya verba

bahasa Jepang dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe verba dasar, yaitu (1) verba

statif, (2) verba proses, dan (3) verba aksi. Kedua, terdapat tiga tipe verba tambahan,

yaitu (1) verba pengalam (experiencer), (2) verba benefaktif (benefactive), dan (3)

verba lokatif (locative). Ketiga, tiga tipe verba dasar bahasa Jepang dapat

dikombinasikan dengan tiga tipe verba tambahan sesuai dengan kasus-kasus yang

diperlukan oleh verba yang bersangkutan. Dari kombinasi tersebut, maka ditemukan

dua belas tipe semantis verba bahasa Jepang secara keseluruhan. Adapun kedua belas

tipe semantis verba bahasa Jepang yang dimaksud adalah (1) Peran Semantis Verba

Statif Bahasa Jepang, yaitu (a) Peran Semantis Verba Statif Dasar Bahasa Jepang, (b)

Peran Semantis verba Statif Pengalam Bahasa Jepang, (c) Peran Semantis Verba

Statif Benefaktif Bahasa Jepang, (d) Peran Semantis Verba Statif Lokatif Bahasa

Jepang; (2) Peran Semantis Verba Proses Bahasa Jepang, yaitu (a) Peran Semantis

Verba Proses Dasar Bahasa Jepang (b) Peran Semantis Verba Proses Pengalam

Bahasa Jepang, (c) Peran Semantis Verba Proses Benefaktif Bahasa Jepang, (d) Peran

Semantis Verba Proses Lokatif Bahasa Jepang; (3) Peran Semantis Verba Aksi

Page 133: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

133

Bahasa Jepang, yaitu (a) Peran Semantis Verba Aksi Dasar Bahasa Jepang (b) Peran

Semantis Verba Aksi Pengalam Bahasa Jepang, (c) Peran Semantis Verba Aksi

Benefaktif Bahasa Jepang, (d) Peran Semantis Verba Aksi Lokatif Bahasa Jepang .

Selain kedua belas tipe semantis verba bahasa Jepang yang telah disebutkan di

atas, ditemukan juga Peran Kasus Modal (modal cases roles), dan Peran Kasus Tak

Teraga (covert cases roles). Peran Kasus Tak Teraga (covert cases roles) meliputi:

(1) Kasus Koreferensial, (2) Kasus Terkandung (build in), dan (3) Kasus

Leksikalisasi. Sementara itu, Peran Kasus Modal (modal cases roles) meliputi: (1)

Kasus Non-Inti Time (Waktu) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (2) Kasus

Non-Inti Manner (Cara ) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (3) Kasus Non-Inti

Instrument (alat) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (4) Kasus Non-Inti Cause

(Sebab) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (5) Kasus Non-Inti Purpose

(Maksud) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (6) Kasus Non-Inti Result (Akibat)

Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (7) Kasus Non-Inti Outer Benefaktive

(Benefaktif Luar) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi; (8) Kasus Non-Inti Outer

Locative (Lokatif Luar) Verba Statif, Verba Proses, Verba Aksi.

5.2 Saran

Kajian peran semantis verba bahasa Jepang dalam penelitian ini hanya

mendeskripsikan dan mengklasifikasikan verba bahasa Jepang berdasarkan ciri-ciri

semantis, peran semantis argumen, dan kasus-kasus argumen yang terdapat pada

verba bahasa Jepang, belum dibahas masalah struktur semantisnya. Untuk

Page 134: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

134

mendapatkan hasil yang maksimal, perlu dilakukan kajian yang lebih luas dan

mendalam terutama masalah struktur semantis verba bahasa Jepang serta implikasi-

implikasi semantis verba yang muncul karena aspek-aspek sintaktis maupun aspek-

aspek morfologis. Penelitian yang berkaitan dengan verba bahasa Jepang dan segala

persoalan yang terdapat di dalamnya tidaklah selesai sampai di sini karena hasil

penelitian ini hanya menunjukkan bagian kecil dari besarnya masalah yang masih

sangat perlu diteliti. Oleh karena itu, penelitian lanjutan sangat penting dilakukan

karena masih banyak masalah yang belum dapat diselesaikan atau dijelaskan secara

sistematis dan ilmiah.

Page 135: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

135

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Ch. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora

Utama Press (HUP).

Alwi, H. dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Budi Utami, L.G. 2000. “Peran Semantis Verba Bahasa Bali” (tesis). Denpasar:

Program Magister (S2) Linguistik, Universitas Udayana.

Budiasa, I.N. 1995/1996. “Tipe-Tipe Semantik Verba Bahasa Bali”. Denpasar:

Balai Penelitian, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Chafe, W.L. 1970. Meaning and the Structure of Language. Chicago and London:

The University of Chicago Press.

Chaer, A. 2003. Linguistik Umum.Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, A. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta

Cook, Walker A. 1969. Introduction of Tagmemic Analysis. Translantic series in

Linguistics. New York: Halt, Rinehart&Winsto,Inc.

Cook, W. A. 1979. Case Grammer: Development of the Matrix Model

Washington, DC: Georgetown University Press.

Comrie. B. 1981. Aspect: An Introduction to the Study of Verbal Aspect and Related

Problems. Cambridge University Press.

Djajasudarma, T.F. 1993a. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan

Kajian. Bandung: Eresco.

Fillmore, Ch. 1968. “The case for case”. Dalam: Bach, E. dan R.T. Harms (ed.)

Universal in Linguistic Theory. New York: Holt, Rinehart Winston, 1-88.

Foley, W.A. dan R.D. Van Valin Jr. 1984. Functional Syntax and Universal

Grammar. Cambrige: Cambrige University Press.

Frawley, W. 1992. Linguistic Semantics. New Jersey: Lawrence Erlbaum

Associates.

Page 136: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

136

Givon, T. 1984. Syntax: A Functional-Typological Introduction. Vol. 1.

Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins.

Juli, L. 2004. “Peran Semantis Argumen Verba Bahasa Sabu” (tesis). Denpasar:

Program Studi Magister S2 Linguistik Program Pasca Sarjana Universitas

Udayana.

Kridalaksana, H. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Kuno, S. 1973. The Structure of the Japanese Language. Cambridge: The MIT Press.

Kuroyanagi, T. 1981. Madogiwa no Totto-chan. Japan: Kodansha.

Rahmat, Latiefah H, dan Rahmat, N. 1998. Si Gadis Kecil di Tepi Jendela. Jakarta:

Penerbit PT. Pantja Simpati.

Masreng, R. 2003. “Struktur dan Peran Semantis Verba dengan Makna „Emosi‟

dalam Bahasa Kei” (tesis). Denpasar: Program Studi Magister (S2) Linguistik

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Mashun, 2007. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Masuoka, T. dan Takubo, Y. 1989 Kiso Nihongo Bunpo. Tokyo: Kuroshio.

Mulyadi. 1998. “Struktur Semantis Verba Bahasa Indonesia” (tesis). Denpasar:

Program Studi Magister (S2) Linguistik Program Pasca Sarjana Universitas

Udayana.

Muraki, S. 1994 Nihongo Doushi no Shosou. Tokyo: Hitsuji Shobou.

Ogawa, I. 1998. Mninna no Nihongo. Surabaya: PT. Pustaka Lintas Budaya.

Satyawati, S. Made. 1999. “Subjek Akusatif Bahasa Bali” (tesis). Bandung: Program

Studi Magister Humaniora Program Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran.

Sudjianto dan Dahidi, A. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.

Jakarta: Kesaint Blanc.

Sudaryanto. 1993. Metede Dan teknik Analisis Bahasa, Pengantar Penelitian

Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit CV Alfabeta.

Page 137: klasifikasi dan peran semantis argumen verba bahasa jepang

137

Sunagawa, Y. dkk. 1998. Nihon go Bunkei Jiten. Tokyo; Kuroshi Shuppan.

Sutedi, D. 2003. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung; Humaniora.

Takayuki, T. 1993. Bunpou no Kiso Chishiki to Sono Kangaekata: Bonjinsha.

Tampubolon, A.D. 1979. Tipe-Tipe Semantik Kata Kerja Bahasa Indonesia

Kontemporer. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta.

Tsujimura, N.1997. An Introduction to Japanese Linguistic. Oxford: Blackwell

Publishers.

Verhaar, J.W.M. 2002 Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Yoshida, Y. 1996. Japanese for Today (Bahasa Jepang Sehari-Hari). Jakarta:

PT Gramedia Widiasarana Indonesia.