kiprah dakwah firdaus tamin, ba melalui perguruan …
TRANSCRIPT
KIPRAH DAKWAH FIRDAUS TAMIN, BA MELALUI PERGURUAN THAWALIB PADANG PANJANG SUMATERA
BARAT Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh:
FAUZHAN NIM: 105051001929
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2011 M / 1432 H
KIPRAH DAKWAH FIRDAUS TAMIN, BA MELALUI PERGURUAN THAWALIB PADANG PANJANG
SUMATERA BARAT
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh:
FAUZHAN NIM: 105051001929
Di Bawah bimbingan :
Drs. Masran MA 150275384
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIFF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2011 M / 1432 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Juni 2010
FAUZHAN
i
ABSTRAK
Fauzhan
105051001929
Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Perguruan Thawalib Padang
Panjang Sematra Barat.
Firdaus Tamin, BA tidak membatasi dirinya pada pengajaran yang di
khususkan bagi murid pada Perguruan Thawalib saja, ia juga senantiasa
mengundang masyarakat sekitar Perguruan Thawalib untuk hadir dalam pengajian
yang diselenggarakan. Antusiasme masyarakat tersebut membuat penulis merasa
tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih dalam mengenai sosok Firdaus Tamin,
BA. Adapun rumusan-rumusan masalah dalam penelitian ini, secara umum adalah Bagaimana
Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Perguruan Thawalib Padang Panjang
Sumatera Barat?. Dari masalah umum ini dapat dirinci kedalam sub-sub masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA melalui kegiatan belajar mengajar di
Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat?
2. Bagaiman Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA melalui ceramah agama dalam
Peringatan Hari Besar Islam di Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat?
3. Bagaiman Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA melalui bakti sosial di Perguruan
Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat?
4. Faktor yang mendukung dan menghambatnya Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA.
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena
beberapa pertimbangan yaitu, bersifat luwes, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep,
serta memberikan kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala fakta yang lebih
mendasar, menarik, dan unik di lapangan di dukung oleh tehnik analisis data berupa
observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Setelah penelitian ini dilakukan penulis mengambil kesimpulan bahwa kiprah
dakwah Firdaus Tamin, BA dilaksanakan dalam tiga bentuk diantaranya: Kegiatan
Belajar Mengajar di Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat. Metode yang
digunakan oleh Firdaus Tamin, BA di Perguruan Thawalib adalah metode salafi,
yaitu pendidikan agama islam tradisional yang mempelajari kitab-kitab kuning.
Kemudian kegiatan ceramah agama dalam peringatan Hari Besar Islam di
Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat.
Kemudian dalam kegiatan bakti sosial di Perguruan Thawalib Padang
Panjang Sumatera Barat. Sedangkan faktor yang mendukung Kiprah Dakwah
Firdaus Tamin, BA ialah, terbentuknya 2 organisasi di Perguruan Thawalib
tersebut diantaranya PETAS (Pelajar Thawalib Sepakat) dan IPASTHA (Ikaktan
Penghuni Asrama Thawalib) yang setiap tahun diadakannya pergantian pengurus.
Sedangkan faktor penghambatnya bagi Firdaus Tamin, BA yang harus
dihadapi dari berbagai pihak diantaranya para ustadz yang mendidik para santrinya
dengan kekerasan yang selama ini masih menjamur di Perguruan Thawalib.
ii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah wa Syukurillah puji syukur penulis panjatkan atas semua
nikmat dan karunia yang Allah berikan selama ini, yang tak henti-hentinya
memberikan kekuatan yang luar biasa disaat penulis merasakan lelah dan jenuh
menghadapi semua kesulitan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi yang
berjudul Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Pondok Pesantren Thawalib
Padang Panjang Sumatera Barat telah disusun.
Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Rasulullah Nabi
Nesar Muhammad SAW yang dengan limpahan syafa’atnya menuntun umatnya
kejalan kebaikan, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah semata
karena sesungguhnya tanpa kehendak-nya segala sesuatu tidak mungkin terjadi.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Betapa pun hebatnya manusia, tak ada yang bisa melakukan segala sesuatunya
sendiri tanpa bantuan orang lain. untuk itu perkenankanlah penulis secara khusus
dengan hormat dan bangga menyampaikan ucapan terima kasih yang mendalam
kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
iii
2. Pembantu Dekan Bidang Akademik, Pembantu Dekan Bidang Administrasi
Umum dan Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi.
3. Bapak Drs. Jumroni, MSi, selaku Kepala Jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam.
4. Ibu Umi Musyarofah MA, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan
ini. terutama dalam pengurusan nilai-nilai kuliah.
5. Bapak Drs. Masran A Muin MA, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak henti-
hentinya meluangkan waktu, fikiran dan tenaga dalam memberikan arahan dan
bimbingan disela-sela kesibukan beliau.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan ilmu, pengalaman dan wawasan serta kontribusi yang tak ternilai
harganya. Semoga menjadi amal ibadah yang tak akan terputus. dan tidak lupa
pula kepada seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga
para staff perpustakaan Fakultas maupun Universitas yang telah memberikan
pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di kampus.
7. Seluruh Pengurus Perguruan Pondok Pesantren Thawalib Padang Panjang
Provinsi Sumatra Barat, khususnya kepada Bapak Firdaus Tamin, BA selaku
Pimpinan Pondok Pesantren Thawalib yang telah banyak membantu dan
mempermudah jalan penulis untuk melakukan penelitian di Pondok Pesantren
iv
Thawalib Padang Panjang Sumatra Barat ini, sehingga penulis mampu
menyelesaikannya dengan baik.
8. Seluruh keluarga besar sofyan tayib (Alm), Ayah serta Ibu tercinta yang
dengan kasih sayangnya tak pernah kenal lelah dalam mendidik dan
membesarkan anak-anaknya dan selalu memberikan motivasi, doa dan seluruh
pengorbanannya baik moril maupun materil. Sehingga penulis bisa seperti
sekarang ini. Jasa kalian tidak dapat terbayar oleh apapun. Bahkan Goresan
tinta tidak akan mampu mewakili besarnya perjuangan kalian...
Terima kasih ayah, ibu…
9. Untuk semua saudara-saudaraku, kakak dan adik-adikku, Gadis, dan adik
bontot ku Mukhlis. Terima kasih atas semua dukungan kalian selama ini.
Semoga hal baik yang ada dalam diri penulis, bisa menjadi contoh yang baik
pula untuk kalian, khususnya untuk adik-adikku yang masih studi, semangat
terus untuk jadi yang sukses dunia akhirat. Amin...
10. Teman-teman seperjuangan Komunikasi Penyiaran Islam angkatan 2005,
terima kasih banyak selama ini telah memberikan dukungan, doa, dan
motivasi selama kita menjalani studi di kampus ini. Semoga jalan hidup yang
kita ambil, tidak akan memutuskan ikatan silaturrahim kita selama ini dan
selalu akan tetap baik selamanya. Amin Allahumma Amin
Akhir kata, hanya do’a dan harapan yang dapat penulis panjatkan, semoga
semua kebaikan kalian senantiasa Allah balas dengan limpahan karunia dan
keberkahan bagi kita semua. Amin Amin Yaa Rabbal ‘alamiin…
Jakarta, 9 Mei 2010
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 8
D. Metodologi Penelitian .......................................................... 9
E. Tinjauan Teoritis ................................................................... 10
F. Sistematika Penulis ............................................................... 11
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Kiprah ................................................................. 13
B. Pengertian Dakwah ............................................................... 16
C. Unsur-Unsur Dakwah ........................................................... 18
1. Subyek Dakwah atau Da’i............................................... 18
2. Obyek Dakwah atau Mad’u ............................................ 24
3. Materi Dakwah ................................................................ 25
4. Metode Dakwah .............................................................. 29
5. Media Dakwah ................................................................ 33
D. Pengertian Pondok Pesantren ................................................ 35
E. Bentuk-Bentuk Pesantren ...................................................... 36
BAB III PROFIL HABIB HAMID AL-KAFF
A. Latar belakang kehidupan Firdaus Tamin, BA dan
Keluarga ................................................................................ 38
B. Latar Belakang Pendidikan Firdaus Tamin, BA ................... 40
C. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Thawalib Padang
Panjang .................................................................................. 41
BAB IV KIPRAH DAKWAH FIRDAUS TAMIN, BA MELALUI
PONDOK PESANTREN THAWALIB PADANG PANJANG
A. Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Kegiatan
Belajar Mengajar Pondok Pesantren Thawalib ..................... 49
B. Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Ceramah
Agama ................................................................................... 54
C. Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Bakti
Sosial..... ................................................................................ 54
D. Faktor pendukung dan penghambat Kiprah Dakwah
Firdaus Tamin, BA di Pondok Pesantren Thawalib .............. 55
1. Faktor Pendukung ........................................................... 55
2. Faktor Penghambat ......................................................... 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 57
B. Saran ..................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah menjadi suatu keharusan bagi setiap individu muslim dan
muslimah untuk menyiarkan nilai-nilai ajaran agama Islam. Keberadaannya
menjadikan Islam tegak dan kokoh dimuka bumi ini. Aktivitas dakwah Islam
yang maju akan membawa pengaruh terhadap kemajuan agama. Sebaliknya
aktivitas dakwah yang lesu akan berakibat pada kemunduran agama. Oleh
karena itu, maka dapat di mengerti jika Islam meletakan kewajiban dakwah di
atas pundak setiap pemeluknya.
Dakwah merupakan kegiatan pengembangan agama yang telah lama
dirintis oleh para Nabi dan Rasul SAW. Kegiatan tersebut memanglah bukan
suatu hal yang mudah yang harus dilakukan umat Islam. Tindakan kita akan
banyak menemui tantangan dan halangan dalam melaksanakan kegiatan
dakwah. Allah SWT berjanji akan memberikan ganjaran pahala yang
berlimpah bagi yang menempuhnya. Islam adalah agama yang didalamnya
terdapat ajaran untuk melaksanakan dakwah baik secara berkelompok maupun
perorangan. Dakwah dapat direalisasikan melalui perkataan (bil lisan), tulisan
(bil qalam) dan perbuatan (bil hal). Dengan demikian dapat juga dikatakan
bahwa Islam adalah agama dakwah.1
1 Andy Darmawan, Metodologi Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: LESFI, 2002) h.13
2
Sebagai umat Islam dan hamba Allah SWT, manusia mempunyai peran
yang sangat penting dalam penyebaran nilai-nilai kebenaran di tengah-tengah
kehidupan masyarakat. Sesungguhnya dakwah kepada agama Allah SWT
(baca: Islam) merupakan jalan (yang ditempuh) Rasulullah SAW dan para
pengikutnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Katakanlah: “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak kepada Allah dengan bashira. Maha suci Allah dan aku tidak
termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).2
Pentingnya dakwah bagi umat manusia menjadikan manusia harus
mempelajari dengan baik tentang dakwah itu sendiri. Dalam melaksanakan
dakwah, seorang da’i atau da’iyah harus mempunyai wawasan yang luas
tentang hal yang disampaikannya, sehingga hujjah atau pendapat yang
diberikan dapat diterima oleh mad’u. da’i atau da’iyah juga harus
menyesuaikan metode yang digunakan dengan mad’u yang dihadapi, bersifat
dinamis sesuai dengan perubahan zaman. Dan tidak keluar dari garis yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT yaitu berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW.
Sungguh beruntung bagi manusia yang mampu mengemban tugas
dakwah, karena mereka termasuk golongan pilihan orang-orang terbaik dan
paling dicintai oleh Allah SWT. Firman Allah SWT :
2 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2005), cet. Ke-IV, h. 533.
3
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”
Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."
(QS. Al-baqarah: 30).3 Kegiatan dakwah di tengah-tengah masyarakat secara
langsung dapat juga disebut direct marketing atau kegiatan memperkenalkan
atau mengajak orang lain secara langsung dengan tujuan agar yang
bersangkutan menjadi tertarik dan kemudian menjadi bagian dari hasil
kegiatan tersebut.
Hakekat dari kegiatan dakwah adalah memperkenalkan dan kemudian
mengajak orang lain agar tertarik dan mendukung dakwah. Kegiatan dakwah
secara langsung pernah dilakukan Rasulullah saat awal-awal Islam
diperkenalkan. Beliau “memasarkan” produk yang bernama Islam dari pintu
ke pintu. Lambat laun upaya yang dilakukan Rasulullah membuahkan hasil
hanya dalam waktu kurang dari 23 tahun. Dan hasilnya adalah tersebarnya
Islam keseluruh penjuru dunia. Cara Rasulullah tersebut tentu saja dengan
penuh perhitungan dan mendapat petunjuk dari Allah SWT.
3 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Cet.
Ke- V, h.140.
4
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa dakwah bukanlah kegiatan yang
pasif. Dalam berdakwah, seorang da’i janganlah hanya menunggu mad’u
untuk memanggilnya untuk mendapatkan pengetahuan agama. Tetapi sebagai
da’i yang mempunyai kewajiban untuk menyampaikan dakwah haruslah
mendekati mad’u sehingga mereka merasa mudah untuk mendapatkan
pengetahuan tentang agama yang mereka butuhkan di tengah-tengah
kesibukan mereka sehari-hari.
Selain itu, tujuan dari berdakwah adalah mengajak manusia ke jalan
Tuhan, jalan yang benar yaitu Islam dan untuk membuat manusia memiliki
kualitas akidah, ibadah dan akhlak yang tinggi. Bisri Affandi mengatakan
bahwa yang diharapkan dari dakwah adalah terjadinya perubahan dalam diri
manusia, baik kelakuan adil maupun aktual, baik pribadi maupun masyarakat,
Way of thinking atau cara berfikirnya berubah, way of life atau cara hidupnya
berubah menjadi lebih baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas.4
Manusia akan mampu menggunakan potensi dirinya semaksimal
mungkin jika jiwanya tenang, hatinya tentram dan suasana yang
menyenangkan. Untuk mendapatkan semua itu manusia perlu pendorong
sebagai penggerak dalam hidupnya yaitu agama. M. syafaat Habib
mengungkapkan bahwa agama sebagai sesuatu yang memang diperlukan
manusia, untuk mengembangkan kemauan, kemampuan dirinya, penuntun
4 Bisri Affandi, Beberapa Percikan Jalan Dakwah. (Surabaya: Fakultas Dakwah
Surabaya, 1984), h.3.
5
dalam hidup serta memudahkan manusia mencari apa yang di inginkan dalam
hidup baik berupa material maupun immaterial.5
Dari pendapat di atas memperkuat pendapat bahwa agama diperlukan
oleh manusia sepanjang manusia itu mengkaji, meneliti dan mempraktekan
agama dalam kehidupan sehari-hari maka manusia akan merasakan manfaat
dari agamanya.
Bila kita cermati ternyata orang-orang yang bekerja setiap hari dan
bergelut dengan kesibukan serta berlomba dengan waktu, kehidupannya
sangatlah terasa kering dari keterangan jiwa. Mereka cenderung lebih
mementingkan akan kehidupan dunia dan hampir melupakan akan kehidupan
akhirat. Layaknya pohon yang di tanam ditanah yang subur tetapi tak pernah
disiram, maka pohon itu akan layu bahkan mati. Begitu juga manusia,
walaupun ia bekerja di tempat yang bagus, posisi yang menguntungkan, dan
uang yang berlimpah, tetapi tanpa adanya ketenangan di dalam jiwanya. Oleh
karena itu, sangatlah penting dakwah bagi kehidupan mereka sebagai cara
untuk mendapatkan pendidikan dan menuntut ilmu agama. Sebagai manusia
yang peduli terhadap saudara-saudaranya maka kita harus menolong mereka
dengan memberikan kemudahan untuk mereka dalam mendapatkan siraman
rohani keagamaan.
Target yang dituju oleh para da’i yaitu target ingin membangun
masyarakat Islam sebagaimana dakwah para Rasul yang memulai dakwahnya
dikalangan masyarakat jahiliyah. Para Rasul mengajak manusia untuk
5 M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah, (Jakarta: Widjaya, 1982) Cet. Ke-1.
6
memeluk agama Allah SWT, menyampaikan wahyu Allah SWT kepada
kaumnya dan memperingatkan dari syirik kepada Allah.
Kemudian target terakhir adalah ingin memelihara kelangsungan
dakwah dikalangan masyarakat yang telah berpegang kepada kebenaran. Di
Padang Panjang Sumatera Barat berdiri beberapa Pondok Pesantren, yayasan
dan Forum Majelis Ta’lim yang didirikan dan diasuh oleh para Habib, Kiayi,
dan Ustadz dalam mengembangkan dan menyiarkan ajaran Islam. Salah satu
institusi pendidikan keagamaan yang turut berkontribusi bagi penyebaran
nilai-nilai Islam adalah Perguruan Thawalib Padang Panjang di Sumatera
Barat pimpinan Firdaus Tamin, BA. Perguruan yang terletak dijalan Abd.
Hamid Hakim no 12 Rt 13 Sumatera Barat ini menggunakan metode
salafiyah, yakni mempelajari agama Islam secara tradisional yang tidak lepas
dari metode lama seperti mengkaji kitab kuning.
Firdaus Tamin, BA tidak membatasi dirinya pada pengajaran yang di
khususkan bagi murid pada pondok pesantrennya saja, ia juga senantiasa
mengundang masyarakat sekitar perguruannya untuk hadir dalam pengajian
yang diselenggarakannya. Alasan penelitian dilakukan kepada Firdaus Tamin,
BA dan Perguruan Thawalib Padang Panjang karena penulis ingin mengetahui
lebih dalam kiprah dakwah Firdaus Tamin, BA pada Perguruan Thawalib.
Menariknya, banyak masyarakat yang antusias mengikuti setiap acara
yang diadakan oleh Firdaus Tamin, BA. Antusiame masyarakat tersebut
membuat penulis merasa tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih dalam
7
mengenai sosok Firdaus Tamin, BA. Maka penulis mengambil judul dalam
penelitian ini
”Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Perguruan Thawalib
Padang Panjang Sumatera Barat.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada kiprah dakwah Firdaus Tamin, BA melalui
Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat dari tahun 1974
sampai dengan tahun 2009.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan-rumusan masalah dalam penelitian ini, secara umum
adalah Bagaimana Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Perguruan
Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat?. Dari masalah umum ini dapat
dirinci kedalam sub-sub masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA melalui kegiatan
Belajar mengajar di Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera
Barat?
b. Bagaiman Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA melalui ceramah agama
dalam Peringatan Hari Besar Islam di Perguruan Thawalib Padang
Panjang Sumatera Barat?
c. Bagaiman Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA melalui bakti sosial di
Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat?
8
d. Faktor yang mendukung dan menghambatnya Kiprah Dakwah Firdaus
Tamin, BA?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui
Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat.
a. Untuk Mengetahui proses kegiatan belajar mengajar di Perguruan
Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat.
b. Untuk mengetahui proses kegiatan ceramah agama dalam
Peringatan Hari Besar Islam di Perguruan Thawalib Padang
Panjang Sumatera Barat.
c. Untuk mengetahui proses kegiatan bakti sosial di Perguruan
Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat.
2. Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian adalah :
a. Segi Akademis
Menambah khazanah atau referensi bagi pengembangan dakwah islam
dan memberikan kontribusi positif studi tentang dakwah. Khususnya
tentang Kiprah Firdaus Tamin, BA sebagai da’i yang berdakwah
melalui Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat.
9
b. Segi Praktis
Menambah wawasan bagi pengemban dakwah. Selain itu
memunculkan konsepsi baru hasil dakwah Firdaus Tamin, BA dan
memberikan kontribusi bagi para mubaligh dalam mengembangkan
dakwah islam.
D. Metodologi Penelitian
1. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena
beberapa pertimbangan yaitu, bersifat luwes, tidak lazim mendefinisikan
suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi perubahan-perubahan
manakala fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik di lapangan.6
2. Tehnik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi pada penelitian ini meliputi kegiatan memperhatikan suatu
objek dengan menggunakan seluruh indera. Dalam artian penelitian
observasi dapat dilakukan dengan tes, rekam gambar dan rekam suara.
Penulis mengamati, mencatat dan menggambarkan Kiprah Dakwah
Firdaus Tamin, BA yang bertempat di Kabupaten Padang Panjang
Sumatera Barat.
6 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 39.
10
b. Interview/Wawancara
Interview/Wawancara adalah dialog yang dilakukan untuk
mendapatkan suatu informasi. Dalam hal ini interview yang dilakukan
adalah interviev bebas terpimpin, yaitu dalam melaksanakan interview,
pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar
tentang aktifitas Firdaus Tamin, BA
c. Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data tertulis mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti berupa buku-buku majalah, artikel,
dokumentasi yang berkaitan dengan pembahasan skripsi diantaranya
buku Sejarah Perguruan Thawalib Padang Panjang, kitab-kitab,
dokumentasi dan lampiran-lampiran lainnya
E. Tinjauan Pustaka
Dalam menentukan judul skripsi ini, penulis telah melakukan tinjauan
judul di perpustakaan yang terletak di Fakultas Dakwah maupun di
perpustakaan utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Menurut pengamatan penulis dari hasil observasi yang dilakukan
sampai saat ini, penulis menemukan beberapa judul yang menggunakan
metode yang sama dengan penulis gunakan, dengan menyoroti objek kajian
penelitiannya tentang kiprah seseorang, antara lain:
1. Kiprah Dakwah KH. Nasehuddin Tahun 1974-1990 di Tanjung Pura,
Karawang oleh Mohammad Baharuddin pada Tahun 2007,
11
2. Kiprah KH. Ahmad Ismail Ibrahim Dalam Dakwah Bil Hal di Kelurahan
Ciracas, Jakarta Timur oleh Nur Sofian Chotib pada Tahun 2007,
3. Kiprah Chaerul Umam dalam Pengembangan Film-film Religi di
Indonesia oleh Agung Supriyadi pada Tahun 2008, Kiprah Prof. Dr.
Nasaruddin Umar Dalam Sosialisai Kesetaraan Gender oleh Heny Latifah
Sari pada Tahun 2002,
4. Pemikiran dan Kiprah Dakwah Baharuddin Jusuf Habibie di ICMI oleh
Hadi Saeful Rizal pada Tahun 2006, Kiprah NU Dalam Perpolitikan
Nasional Pasca Orde Baru oleh Bakar Kartadinata pada Tahun 2004.
Sementara itu tidak ditemui objek kajian yang sama dengan penulis,
yang mengangkat sosok Firdaus Tamin, BA baik dalam kapasitasnya sebagai
da’i atau meneliti tentang Pondok Pesantrennya.
F. Sistematika Penulis
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penelitian. Bab ini memberikan gambaran atau kerangka dari
penelitian yang dilakukan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Membahas pengertian Kiprah, Unsur-Unsur Dakwah, Pengertian
Pesantren.
12
BAB III GAMBARAN UMUM
Pada bab ini terisikan tentang kehidupan sosok Firdaus Tamin, BA
dan sejarah singkat Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera
Barat.
BAB IV AKTIVITAS FIRDAUS TAMIN, BA DI PONDOK PESANTREN
THAWALIB PADANG PANJANG SUMATERA BARAT.
Membahas tentang Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA melalui
Perguruan Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat.
BAB V PENUTUP
Dari beberapa uraian diatas, maka penulis akan menguraikan
kesimpulan yang ada. Serta memberikan saran atas permasalahan
yang ditemui selama melakukan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
13
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Kiprah
Segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh manusia merupakan aktifitas, yang mana aktifitas tidak bisa
dipisahkan dengan organ keseluruhan yang melekat pada diri. Aktifitas dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan
Nasional tahun (2000). Aktifitas berarti keaktifan; kegiatan; kerja; atau salah
satu kegiatan kerja yang dilakukan dalam tiap bagian. Menurut kamus besar
Bahasa Indonesia secara etimologi kiprah adalah derap kegiatan sedangkan
berkiprah adalah melakukan atau berpartisipasi dengan semangat tinggi, atau
bergerak, berusaha di sebuah bidang.1
Sedangkan aktifitas dakwah adalah salah satu aktifitas keberagaman
yang sangat urgent dalam dunia Islam, memiliki posisi strategis, sentral dan
menentukan. Didalamnya mengandung seruan atau ajakan kepada keinsafan
atau usaha mengubah situasi yang buruk kepada situasi yang lebih baik dan
sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Dalam ajaran Islam,
dakwah merupakan suatu kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada
pemeluknya.
1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999) hal. 442.
14
Sedangkan menurut WJS Purwodarminta dalam kamus umum Bahasa
Indonesia kata kiprah diartikan sebagai, tindakan, aktifitas, kemampuan kerja,
reaksi, cara pandang seorang terhadap ideologi atau institusinya.2
Kegiatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah aktivitas,
kegairahan, usaha: pekerjaan.3 Arti kegiatan bila dikaitkan dengan dakwah
berarti aktivitas atau usaha yang berhubungan dengan dakwah.
Adapun bentuk dari kegiatan dakwah ialah dakwah bil lisan, dakwah bil
hal dan dakwah bil qolam. Dakwah bil lisan ialah kegiatan penyampaian
informasi atau pesan dakwah melalui lisan.4 Sedangkan dakwah bil hal ialah
kegiatan dakwah yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kebahagiaan hidup umat baik rohani maupun jasmani.5
Dalam melakukan kegiatan dakwah hendaknya harus di titik beratkan
pada upaya:6
a. Meningkatkan kualitas pemahaman dan pengalaman agama setiap pribadi
muslim.
b. Meningkatkan dan mempererat ukuwah islamiyah.
c. Meningkatkan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara di kalangan umat
Islam sebagai perwujudan dari pemahaman ajaran Islam.
2 W.J.S Purwodarminta, Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976) hal. 735.
3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta:
Balai Pustaka 1990) hal. 276. 4 Fatmawati Ade Sofyan, Dakwah di TV: Analisis Terhadap Mimbar Da’i dan Da’iyah di
TPI dalam Perspektif dakwah, Jurnal Kajian Dakwah dan Komunikasi, Vol. VIII, No. 2,
(Novermber 2006) h. 161. 5 Ayub, Manajemen Masjid, h. 9
6 Nana, Rukmana, Masjid dan Dakwah, (Jakarta, Al-Mawarddi Prima, 2002) h. 21
15
d. Meningkatkan etos kerja dalam rangka mendukung kehidupan sosial
ekonomi umat atau meningkatkan taraf hidup umat.
e. Menumbuhkembangakan semangat gotong royong, kebersamaan, dan
kesetiakawanan sosial melalui kegiatan yang bersifat kemanusiaan.
Sebelum membuat kegiatan dakwah hendaknya ada penyusunan rencana
kegiatan dakwah seperti, menentukan kulifikasi sasaran dakwah, kemudian
merumuskan isi dakwah agar singkron dengan kebutuhan dan menjawab
persoalan spesifik dari sasaran dakwah, penentuan metode dan media yang
cocok.7
Terwujudnya dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman
keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, akan tetapi menuju
sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus lebih
berperan menuju pelaksanaan ajaran agama Islam secara menyeluruh dalam
berbagai aspek kehidupan.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya:
“Barang siapa yang menyeru kepada petunjukNya, maka bagiNya pahala
seperti yang di peroleh orang yang telah mengikutiNya. Dan tidak
dikurangkan sedikitpun dari padaNya (pengikutNya).”8
Dari pengertian hingga hadist tentang mengenai aktifitas dakwah maka
di dalam dakwah untuk menyeru manusia kejalan kebenaran maka dakwah itu
haruslah atau hendaknya tidak dilakukan pemaksaan dan kekasaran.
7 Rukmana, Ibid, h. 149-150.
8 Imam Muslim, Shahih Muslim, (Indonesia; Dar Ilya al-Kutub al-Arabiyah, tth), Juz II.
(Kitab al-ihni, bab Man Sanna Saunnatan Hasanatan), h, 466
16
B. Pengertian Dakwah
Ditinjau dari segi bahasa kata dakwah berasal dari bahasa Arab yaitu
(Da’aa, Yad’uu, Da’watan) yang berarti memanggil, mendo’a, memohon.9
Menurut K.H. Irfan Helmy dalam bukunya yang berjudul Dakwah Bil Hikmah
menulis “Dakwah secara etimologis memiliki makna yang luas dan netral,
karena ia bisa berarti menyeru atau mengajak orang kepada kebaikan dan
keburukan”.10
Akan tetapi dakwah menurut konsepsi Islam sepenuhnya mengandung
arti menyeru/mengajak kepada kebaikan, sesuai dengan ajaran dan nilai Islam.
Jadi, seruan atau mengajak kepada kejahatan tidak termasuk dalam konsep
dakwah Islam. Secara istilah (terminologi) pengertian dakwah sangatlah
beragam, karena setiap ahli memberikan pengertian dan sudut pandang yang
berbeda sehingga pendapat satu ahli dakwah dengan ahli dakwah lainnya
seringkali terdapat persamaan dan perbedaan.
Menurut M. Isa Anshori yang dikutip Hasanuddin, dakwah yaitu
menyampaikan seruan Islam, mengajak, memanggil umat manusia agar
menerima dan mempercayai keyakinan dan hidup Islam.11
Menurut Prof. Toha Yahya Umar mendefinisikan dakwah sebagai upaya
mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai
dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.12
9 Maftuh Ahnan, Kamus Arab Indonesia-Arab, Arab-Indonesia.
10 K.H. Irfan Helmy, Dakwah bil Hikmah, h. 10.
11 Hasanuddin, Retorika dakwah dan publisistik dalam kepemimpinan, (Surabaya: usaha
Offset Printing, 1992), h.53 12
Toha Yahya Umar, Ilmu dakwah.
17
Menurut Prof. Dr. M. Quraisyh Shihab, mendefinisikan “Dakwah
sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha untuk mengubah
situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi
masyarakat dan seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran Islam secara
lebih menyeluruh dalam berbagai asspek kehidupan.13
Ada beberapa pendapat dari kamus dan pernyataan ulama mengenai arti
asal kata dakwah. Diantaranya:
a. Menurut kamus Munjid, dakwah berasal dari fi’il madi (da’a) yang
mempunyai arti nadah yaitu menyeru atau memanggil.
b. Menurut pendapat Prof. H. Mahmud Yunus dalam kamus bahasa arab
karangannya mempunyai dua akar kata yaitu:
1. Da’a-yad’u-da’watan (menyeru, memanggil, mengajak, menjamu),
2. Da’a-yad’u-da’an (memanggil, mendoa, memohon).
Orang yang berdakwah disebut da’i yaitu menyeru, yang memanggil, yang
mendo’a. Da’i (orang yang berdakwah) disebut juga mubaligh (yang
menyampaikan) diambil dari kata (balago).14
Kemudian dari berbagai pengertian dakwah diatas penulis
menyimpulkan bahwa “Dakwah berarti mengajak orang lain kepada jalan
kebenaran, menyampaikan Islam kepada individu ataupun golongan baik
secara lisan, tulisan maupun perbuatan, agar mereka masuk kejalan Allah,
mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Hidup sesuai dengan
13
Quraisy Shihab, Memberikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat h. 194 14
H.Munzier Suparta dan Harjuni Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media,
2003), h.7
18
ajaran Islam dalam semua segi kehidupan yang berpokok pada Al-Qur’an dan
hadist Nabi Muhammad SAW”.
Jadi, kiprah dakwah adalah kegiatan yang mengajak manusia kepada
jalan yang benar dengan cara yang bijaksana dan semangat yang tinggi untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadist Nabi Saw.
C. Unsur-Unsur Dakwah
Agama Islam dapat bertahan sampai saat ini berkat adanya kegiatan
dakwah. Dakwah merupakan suatu usaha untuk mengajarkan dan mewariskan
nilai-nilai keislaman. Dakwah merupakan suatu proses, sehingga dalam
pelaksanaannya memerlukan unsur-unsur dakwah dngan tujuan agar tidak
menemui kepincangan dalam pelaksanaannya. Adapun unsur-unsur dakwah
ialah :
1. Subyek Dakwah atau Da’i
Subyek dakwah ialah orang yang melakukan dakwah. Subyek dakwah
lebih dikenal dengan istilah da’i, mubaligh, juru dakwah, dan pengemban
dakwah. Pada dasarnya seluruh orang mukmin baik pria maupun wanita,
perorangan maupun kelompok berkewajiban untuk berdakwah yaitu amar
ma’ruf nahi munkar. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At-
Taubah ayat 71 :
19
وانمؤمىىن وانمؤمىبث بؼضهم أونيبء بؼض يأمزون ببنمؼزوف ويىهىن ػه
انمىكز ويقيمىن انصهبة ويؤحىن انزكبة ويطيؼىن انهه ورسىنه أونئك
سيزحمهم انهه إن انهه ػزيز حكيم
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka
itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa
Lagi Maha Bijaksana.”
Meskipun dakwah merupakan kewajiban setiap muslim, namun
sebelum ia melakukan dakwah ia harus tahu tugas, syarat dan sifat apa
yang harus dimiliki.
a. Tugas da’i
Di dalam sebuah misi penyebaran agama khususnya agama Islam tidak
terlepas dari penyampaiannya yang sering disebut dengan da’i, da’i
adalah orang yang melakukan dakwah.15
Atau dapat diartikan sebagai
orang yang menyampaikan pesan dakwah kepada khalayak (mad’u).
Seseorang dapat dikatakan da’i apabila secara keilmuan ia telah
menguasai tentang ajaran-ajaran Islam. Dari segi wawasan intelektual,
pengalaman spiritual, sikap mental dan kewibawaannya. Seorang yang
disebut da’i biasanya akan terlihat lebih matang tentang keilmuan
dibandingkan mad’unya.16
Karena seorang da’i haruslah bisa
15
Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta:PT. Ikhtiar Ouve, 1992), h. 137 16
Asep Muhyidin, Metode Pengembangan Dakwah, (bandung: Pustaka Setia, 2002), h.
137
20
mengarahkan orang yang diajak agar tidak ada kekeliruan dalam
menjalani ibadah dan kehidupan agar selamat dunia akhirat.
Da’i merupakan penerus Rasul, oleh karena itu tugas da’i sama
dengan Rasul yaitu melakukan amar ma’ruf nahi munkar (Mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kepada keburukan) serta mengajak
manusia beriman kepada Allah dengan diiringi mengerjakan
perintahNya dan menjauhi laranganNya.17
Hal ini sesuai dengan
Firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 110 yang artinya:
كىخم خيز أمت أخزجج نهىبس حأمزون ببنمؼزوف وحىهىن ػه انمىكز
وحؤمىىن ببنهه ونى آمه أهم انكخبة نكبن خيزا نهم مىهم انمؤمىىن
وأكثزهم انفبسقىن
“Kamu adalah umat yang terbaik dilahirkan untuk manusia menyuruh
kepada ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada
Allah sekitarnya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, ada kebanyakan dari
mereka adalah orang fasik”.
Setiap muslim yang hendak menyampaikan dakwah, khususnya
da’i seyogyanya memiliki kepribadian yang baik untuk menunjang
keberhasilan dakwah, baik kepribadian yang bersifat rohaniah
(psikologi) ataupun kepribadian jasmaniah (fisik).
b. Syarat dan Sifat Da’i
Dalam kegiatan dakwah, peranan da’i sangatlah penting yaitu: sebagai
penyebar agama Islam. Tanpa da’i ajaran Islam hanyalah berupa
17 Sa’id Al-Qahthan, menjadi da’I yang sukses,( Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 84-85
21
ideologi yang tidak terwujud dalam kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu, untuk menyebarkan ajaran Islam seorang da’i harus tahu
syarat dan sifat-sifat yang harus dimilikinya sehingga ia mampu
menghadapi beragam mad’u dan beragam persoalannya.
1. Adapun syarat da’i :
a) Pengetahuan mendalam tentang Islam
Dakwah pada dasarnya ialah aktivitas mengajarkan ajaran Islam,
sedangkan da’i adalah yang mengajarkan ajaran Islam. Oleh karena
itu sebelum ia mengajarkan kepada orang lain ia harus tahu lebih
mendalam tentng Islam, sehingga ia bisa menjelaskan kepada
mad’u bahwa Islam merupakan ajaran yang berbeda dengan ajaran
lain yaitu bersifat universal, yang ajarannya tidak terbatas, pada
hubungannya manusia dengan penciptanya, melainkan juga
hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya.18
b) Juru dakwah jiwa kebenaran
Maksud dari juru dakwah jiwa kebenaran ialah da’i
haruslah menjadi ruh yang penuh kebenaran, kesadaran dan
kemauan serta mampu menjadi pengingat terhadap penyimpangan
dalam masyarakat.19
18
A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1994) h. 148 19
Ibid, h.149
22
2. Sifat Da’i/karakter da’i
Karakteristik ialah sifat yng khas kepribadian seseorang
dipertimbangkan dari titik pandang etis atau moral.20
a) Hubungan dengan Allah
Adanya hubungan dengan Allah merupakan dasar utama pada
Akhlak da’i, Karena tanpa adanya hubungan dengan Allah, maka
dakwahnya tidak menghasilkan hasil yang optimal. Adapun jalan
mengikat hubungan dengan Allah antara lain dengan memuliakan
kitabnya, memahami pembacanya, memperhatikan maknanya,
merenungkan alam ciptaan-Nya.21
b) Meningkatkan perbaikan diri
Meningkatkan perbaikan diri merupakan kewajiban yang mutlak
harus ada pada seorang da’i. Karena segala tingkah laku da’i itu
dijadikan sebagai contoh bagi mad’unya sehingga setiap saat ia
harus introspeksi diri agar apa yang ia sampaikan sesuai dengan
perbuatannya.22
c) Memahami keadaan masyarakat yang akan dihadapi.
Pemahaman terhadap karakteristik mad’u sangatlah penting. Bila
mad’u nya telah diketahui karekteristiknya, maka da’i dapat
20
J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Dr. Kartini Kartono (Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2004 Cet. 9 h. 82) 21
A. Hasjmy, Dustur Dakwah, h. 152 22
Al-Qahthani, Menjadi Da’I Yang Sukses, h. 314
23
menyesuaikan materi, metode serta media apa yang cocok yang
digunakan.23
Di samping sifat-sifat yang dijelaskan diatas, Hamzah Ya’kub
menambahkan sifat-sifat sebagai berikut :
a) Memiliki pengetahuan yang cukup tentang Al-Qu’ran dan As-Sunnah
Rasul serta ilmu-ilmu yang berinduk kepada keduanya seperti tafsir, ilmu
hadist, sejarah kebudayaan Islam dan lainnya.
b) Memiliki pengetahuan yang menjadi kelengkapan dakwah.
c) Penyantun dan lapang dada.
d) Berani kepada siapapun dalam menyatakan dan membela kebenaran.24
Adapun sifat da’i yang dijelaskan dalam Al-Qur’an tertera pada surat
Asy-Syura ayat 15.
فهذنك فبدع واسخقم كمب أمزث ونب حخبغ أهىاءهم وقم آمىج بمب أوزل انهه مه
كخبة وأمزث نأػدل بيىكم انهه ربىب وربكم نىب أػمبنىب ونكم أػمبنكم نب حجت
بيىىب وبيىكم انهه يجمغ بيىىب وإنيه انمصيز
“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah
sebagaimana diperintahkan kepada-Mu dan janganlah mengikuti hawa nafsu
mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua kitabnya yang
diturunkan Allah dan aku perintahkan supaya berlaku adil diantara kamu.
Allah Tuhan kami dan Tuhan-mu... (Qs. Asy-Syura: 15).
23
Mustofa Ar-Rafi’I, Potret Juru Dakwah, ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), h. 38-50 24
Aziz, Ilmu Dakwah, h. 82-83
24
Dari ayat di atas dijelaskan bahwa da’i: istiqomah, tidak mengikuti
hawa nafsu, menjelaskan tentang ketegarannya dalam iman, berbuat adil dan
berusaha berdakwah sampai non muslim.25
2. Obyek Dakwah atau Mad’u
Obyek dakwah atau lebih dikenal dngan istilah dengan mad’u ialah
manusia yang menjadi sasaran atau penerima dakwah baik sebagai
individu maupun kelompok. Allah menciptakan manusia dari beberapa
keragaman sehingga da’i tahu untuk pengelompokan mad’u dari beberapa
aspek. Ada berbagai pendapat tentang pengelompokan mad’u diantaranya :
Berdasarkan klarifikasi masyarakat dibagi menjadi 2 dengan
menggunakan pendekatan :
(a) Pendekatan kondisi sosial budaya, yang dibagi dalam masyarakat kota
dan masyarakat desa.
(b) Pendekatan tingkat pemikiran, terbagi dalam 2 kelompok: kelompok
masyarakat maju dan masyarakat terbelakang.26
Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi 3 golongan, yaitu :
(a) Golongan cendikiawan yang cinta kebenaran dan dapat berfikir secara
kritis dan mendalam, cepat menangkap persoalan.
(b) Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat berfikir
secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-
pengertian yang tinggi.
25
Ibid, h. 80 26
M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya 1997) Cet. 1
h. 45-49
25
(c) Golongan yang berbeda dengan golongan yang diatas, mereka senang
membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu, tidak sanggup
mendalam.27
Berdasarkan respon mereka terhadap dakwah, mad’u dikelompokkan
menjadi 3 golongan, yaitu :
(a) Golongan simpati aktif, yaitu mad’u yang menaruh simpati dan secara
aktif memberi dukungan moril dan materil terhadap kesuksesan
dakwah.
(b) Golongan pasif, yaitu mad’u yang masa bodoh terhadap dakwah, tidak
merintangi dakwah.
(c) Golongan antipati, yaitu mad’u yang tidak rela atau tidak suka akan
terlaksananya dakwah.28
Di dalam Al-Qur’an juga dijelaskan ada 3 kelompok mad’u yaitu yang
tertera pada Surat al-Baqarah ayat 1-20 dengan rincian :
(a) Golongan pertama, golongan mukmin yang diterangkan pada ayat 1-5.
(b) Golongan kedua, golongan kafir diterangkan pada ayat 6-7.
(c) Golongan ketiga, golongan munafik diterangkan pada ayat 8-20.29
3. Materi Dakwah
Pada prinsipnya materi dakwah adalah sesuatu yang sudah diketahui
sampai pada sesuatu yang belum di ketahui untuk disampaikan oleh
seorang da’i kepada jama’ah. Dalam dakwah, materi yang disajikan harus
menarik, dapat merangsang pendukung untuk mengikuti dan mengetahui.
27
Nasir, Fiqhu Dakwah, (Jakarta, Media Dakwah, 2000) h. 162 28
Aziz, Ilmu Dakwah, h. 92
29
Yusuf, Metode Dakwah, h. 105
26
Bila demikian dakwah akan tetap hidup, jalan terus dan tidak
membosankan.30
Materi dakwah merupakan isi pesan yang disampaikan da’i pada
mad’u. Adapun yang menjadi materi dakwah ialah seluruh ajaran Islam
yang secara garis besar dikelompokan menjadi: aqidah yang meliputi,
rukun iman, syari’ah yang meliputi, ibadah dan muamalah, akhlak yang
meliputi, akhlak terhadap khalik dan akhlak terhadap makhluk.31
1) Aqidah
Secara etimologis, aqidah berarti ikatan, sangkutan.32
Aqidah
merupakan materi yang pokok dan yang pertama kali dijadikan materi
dalam dakwah Islam. Dari aqidah inilah yang akan membentuk
keyakinan untuk mengikuti ajaran-ajaran islam.
Aqidah merupakan ajaran Islam tentang ketuhanan dan
kepercayaan. Kehendak Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril
kini dihimpun dalam kitab-kitab suci yang masih murni dan asli yang
terdapat dalam Al-Qur’an. Aspek ajaran Islam mengenai aqidah pada
intinya mengandung keyakinan terhadap ke-Maha Esa-an Allah SWT
dan hari akhir sebagai balasan.
Keyakinan terhadap Allah dalam kehidupan nyata, akan
mengimplementasikan pembebasan manusia dari bentuk perbudakkan
dan penyembahan selain Allah. Sementara keyakinan pada hari akhirat
30
Coirul Umam, Rahasia keberhasilan Dakwah K.H. Zainuddin MZ, ( Surabaya; Ampel
Suci, 1994), h. 121
31
Aziz, ilmu dakwah, h. 94-95 32
Moh. Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1995) h. 22
27
akan berdampak perwujudan dari tanggung jawab manusia atas segala
tindakannya selama hidup di dunia, sehingga insani akan senantiasa
menjalani hidup dengan rasa tanggung jawab bahwa segala yang
diperlukan pasti ada balasan dari Allah.
2) Syariah
Secara etimologis, syariah adalah jalan yang harus ditempuh oleh
setiap umat Islam.33
Syariah adalah peraturan-peraturan yang
diwahyukan Allah di dalam kitab suci yang merupakan pegangan bagi
umat manusia yang kebanyakan bersifat global, menyangkut pokok-
pokok ajaran agama agar manusia berpegang kepadanya dalam
melakukan hubungan dengan Tuhan, dengan saudara sesama muslim,
dengan saudara sesama manusia, alam semesta, dan kehidupan.
Syariah menurut para ulama pada dasarnya merupakan kumpulan
hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang dimaksudkan untuk
memelihara kehidupan masyarakat atau individu. Oleh karena itu,
syariah dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi masing-
masing umat yang menjadi tujuan syariah.
3) Akhlak
Akhlak berasal dari kata khuluq yang berarti perangai, sikap,
tingkah laku, watak, dan budi pekerti.34
Sedangkan menurut istilah
yang dikemukakan oleh Al-Ghozali, akhlak ialah sifat yang tetap pada
33 Ibid, h. 28
34 Aziz, Ilmu Dakwah, h 117
28
seseorang, yang mendorong untuk melakukan perbuatan yang mudah
tanpa membutuhkan sebuah pemikiran.35
Materi akhlak dalam Islam adalah mengenai sifat dan kriteria
perbuatan manusia serta berbagai kewajiban yang harus dipenuhi.
Karena setiap perbuatan yang dilakukan harus di pertanggungjawabkan
sehingga Islam mengajarkan kriteria perbuatan dan kewajiban yang
mendatangkan kebahagiaan. Bertolak dari prinsip perbuatan manusia
ini, maka materi akhlak membahas tentang norma luhur yang harus
menjadi jiwa dari perbuatan manusia serta etika yang harus
dipraktekkan dalam perbuatan manusia sesuai dengan jenis sasarannya.
Adapun materi akhlak tidak hanya membahas akhlak terhadap
Allah sebagai pencipta, namun juga akhlak kepada sesama dan
lingkungan.
M. Quraish Shihab dalam bukunya wawasan Al-Qur’an akhlak
agama atas 3 aspek yang meliputi :
(a) Akhlak kepada Allah, akhlak ini bertolak pada pengakuan dan
kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah.
(b) Akhlak terhadap manusia.
(c) Akhlak terhadap lingkungan, lingkungan disini adalah segala
sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-
tumbuhan, maupun benda-benda yang bernyawa.36
35
Ibid, h. 118
36
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, (Bandung, Mizan, 2000) h. 261-272.
29
4. Metode Dakwah
Dari segi etimologi ( bahasa) “metode” berasal dari dua kata yaitu
“meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara).37
Sumber yang lain
menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica,
artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani “metode” berasal
dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut thariq.38
Sedangkan secara terminologi (istilah) “metode” adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang cara-cara atau jalan yang ditempuh
untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif dan efesien. Efektif
artinya antara biaya, tenaga, dan waktu dapat seimbang. Sedangkan
efesien atau sesuatu yang berkenaan dengan pencapaian suatu hasil. Jadi
“metode dakwah” adalah ilmu yang efektif dan efesien.39
Bentuk-bentuk
dakwah secara umum dijelaskan di dalam Al-Qur’an dalam Surat an-Nahl:
125
ادػئنيسبيهزبكببنحكمتوانمىػظتانحسىتوجبدنهمببنخيهيأحسىئن ربكهىأػهمبمه
ضهؼه سبيههىهىأػهمببنمهخديه
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.”
37
M. Arifin, Ilmu Pendidikn Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) h. 61 38
Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35 39
Asmuni Syakir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 21
30
Ayat tersebut tersebut mengandung arti tentang cara menjalankan
dakwah atau seruan terhadap manusia, agar mereka berjalan diatas jalan
Allah dengan memakai tiga macam cara, yaitu :
a. Al-Hikmah (kebijaksanaan)
Kata “hikmah” sering disebut dalam Al-Qur’an baik dalam nakiroh
maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan
secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum
berarti mencegah dari kedzaliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah
berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dengan tugas
dakwah.40
Menurut M. abduh, seperti yang di kutip oleh H, Munzier Suparta,
M.A dalam bukunya yang berjudul metode dakwah berpendapat
bahwa, hikmah mengetahui rahasia dan faedah didalam tiap-tiap hal.
Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lapazh akan
tetapi banyak makna ataupun diartikan meletakkan sesuatu pada
tempatnya atau semestinya
Al-Raghib Al-Isfani dalam Mufradat al-Qur’an mengatakan, al-
hikmah adalah mencapai kebenaran dengan ilmu dan akal. Menurut
beliau kata hikmah jika disandarkan kepada Allah maka berarti
mengetahui dan pencipta segala sesuatu dengan sempurna, namun jika
40
Aziz, Ilmu Dakwah,, h.8
31
disandarkan kepada manusia maka akan berarti mengetahui segala
yang ada dan melakukan segala kebaikan.41
Sedangkan hikmah menurut beberapa pendapat diantaranya,
Ahmad Mustofa Al Maraghi, hikmah adalah perkataan yang tegas
yang disertai dengan dalil-dalil yang memperjelas kebenaran dan
menghilangkan keraguan.42
Sedangkan Nasarudin Razak, hikmah adalah karunia Allah
terhadap seorang hamba Allah berupa kemampuan menangkap sesuatu
secara ilmiah dan falsafah.43
Dari pengertian diatas, maka dapat dipahami bahwa al-hikmah
adalah merupakan kemampuan da’i dalam memilih dan menyelaraskan
tehnik dakwah dengan kondisi objektif mad’unya. Disamping itu juga
al-hikmah merupakan kemampuan da’i menjelaskan doktrin-doktrin
Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi yang sangat logis
agar mad’u lebih memahami tentang Islam dengan demikian manusia
bisa masuk ke agama Islam dengan kaffah.
b. Mau’idzah hasanah
Terminologi mau’idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat
populer, bahkan dalam acara keagamaan seperti seperti maulid Nabi
dan Isra Mi’raj. Istilah mau’izah hasanah mendapat tempat khusus
41
Al-Raghib al-Isfahani, Mufradat al-Qur’an (Beirut: Dar al-Mishriyya, t.th.), h. 127. 42
Imam Sayuti Farid dan Abd Jaabbar Aldan, Tafsir Dakwah (Surabaya, Fak Dakwah
IAIN Sunan Ampel 1989) h.1 43
Nasaruddin Razak, Metodologo Dakwah, (Semarang, Toha Putra 1976). h. 6-7
32
dengan sebutan “acara yang ditunggu-tunggu’ yang merupakan inti
dari sekian banyak acara yang berlangsung.
Menurut bahasa, mau’idzah hasanah terdiri dari 2 kata, yaitu
mau’idzah dan hasanah. Kata mau’idzah berasal dari kata wa’adzan–
ya’idzu–wa’dzan idzatan yang artinya pengajaran, nasehat.44
Sedangkan hasanah merupakan mufrad dari hasanatan yaitu kebaikan.
Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat seperti,
menurut Abdul Hamid Al-Bilah mau’idzah hasanah ialah salah satu
metode dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan
memberikan nasehat atau membimbing lemah lembut agar mereka
mau berbuat baik.45
Mau’idzah hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang
mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah,
berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa
dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapat keselamatan dunia
dan akhirat.
c. Mujadalah
Menurut bahasa, mujadalah berasal dari asal kata jaadala–
mujaadalatan–jidaalan yang artinya berbantah, berdebat, merupakan
tukar pendapat yang dilakukan oleh 2 pihak secara sinergis, yang tidak
44
Yunus, Kamus Arab Indonesia, h. 502
45
Yusuf, Metode Dakwah,. h. 16
33
melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat
yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.46
Mujadalah yang lebih dikenal dengan istilah diskusi, karena
metode ini merupakan penyampaian pesan dakwah dengan jalan
bertukar pendapat atau informasi, tentang masalah agama antara
beberapa orang dalam tempat tertentu. Menurut Syekh Muhammad
Abduh metode diskusi ialah metode yang dapat digunakan pada
golongan yang tingkat kecerdasannya dalam kategori tinggi.47
Apabila ada suatu perbantahan antara da’i dengan mad’u, yang
disebut polemik, maka dapat diluruskan dengan bantahan yang
bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah dengan penyampaian yang
baik. Sehingga mad’u tersebut dapat menerimanya. Tujuan berdebat
bukan untuk bertengkar dan menyakiti hati lawan, tetapi untuk
meluruskan akidah yang melenceng dari aturan-aturan agama.
Dari pengertian diatas maka dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa Al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh
dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan diantara
keduanya, sehingga apa-apa yang menjadi permasalahan bisa ditangani
dengan baik.
5. Media Dakwah
Kata media berasal dari kata latin dan bentuk jamak dari kata
“medium”, yang secara harfiahnya berarti peranan atau pengantar.
46
Yunus, Kamus Arab Indonesia, h. 89
47
M. Natsir, Fiqhud Dakwah, h. 161-162
34
Menurut Association for Education Technology (AECT), mendefinisikan
media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses
penyaluran informasi. Jadi media adalah perantara atau pengantar pesan
dari pengirim ke penerima pesan.
Media dakwah adalah sasaran atau perantara, yang membantu juru
dakwah (da’i) dalam menyampaikan dakwah secara efektif dan efesien.48
Ada berbagai macam media dakwah, diantaranya :
1. Spoken words, yaitu media dakwah yang berbentuk ucapan atau
bunyi yang dapat ditangkap dengan indera telinga seperti radio,
telepon.
2. Printed writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan,
gambar, lukisan dan sebagainya yang dapat ditangkap dengan
indera mata seperti koran, majalah.
3. The audio visual, yaitu media dakwah yang berbentuk gambar
hidup yang dapat didengar sekaligus dapat dilihat seperti TV, Film,
Video.49
Media dakwah berdasarkan sifatnya:
(1) Media tradsionl, yaitu berbagai macam seni pertunjukkan yang secara
tradisisonal dipentaskan di depan umum terutama sebagai sarana
hiburan yang memiliki sifat komunkatif contoh: ludruk, wayang,
drama.
48
Abdul Karim Zaisan, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Media Dakwah, 1984), h.
49
Yusuf, Metode Dakwah, hal. 329-341
35
(2) Media modern, media yang dilahirkan dari teknologi seperti TV,
Radio, Pers, dsb.50
D. Pengertian Pondok Pesantren
Dalam kamus Bahasa Indonesia pesantren berarti madrasah, tempat
mengaji, belajar agama Islam.51
Sedangkan dalam Ensiklopedia Nasional
Indonesia, pesantren diartikan sebagai tempat orang-orang atau pemuda
menginap (bertempat tinggal) yang dibarengi dengan suatu kegiatan untuk
mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
Islam.52
Kata pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu pondok dan pesantren,
kata pondok berasal dari bahasa Arab funduqun yang artinya hotel atau
penginapan.53
Sedangkan kata pesantren atau santri berasal dari bahasa Tamil
yang berarti guru ngaji, sumber lain mengatakan bahwa kata itu berasal dari
bahasa India, shastri, dari akar kata shastra, yang berarti buku-buku suci, buku
agama atau buku tentang ilmu pengetahuan.54
Sebelum Islam masuk di Indonesia, masyarakat Indonesia telah
memeluk Agama Hindu, pendidikan pesantren pada awal pertumbuhannya
merupakan akulturasi Hindu, Jawa dan Islam.
Pesantren sebagai tempat tinggal santri sering disebut dengan pondok.
Pondok dalam pengertian ini berarti asrama santri. Kata pondok dan pesantren
50
Ibid, hal. 149 51
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka) hal. 67 52
Ensiklopedia Nasional Indonesia, hal. 187 53
Ahmad Warsan Munawar, Al-Munir, Kamus Arab Indonesia, h. 1073 54
H.A., Hafidz Dazuki, dkk. Ensiklopedi Islam, h. 99
36
sering digunakan secara bersama-sama dalam satu pengertian, sehingga dari
pondok pesantren sering digunakan salah satu kata saja, pondok atau
pesantren. Pesantren biasa dikatakan juga sebagai bentuk pendidikan
keislaman yang melembaga di Indonesia. Sedangkan menurut Soejoko
Prasaojo, pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran Islam
umumnya dengan cara non klasikal, dimana seorang kiayi mengajarkan ilmu
agama Islam kepada santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa
Arab oleh ulama-ulama Arab abad pertengahan, para santri biasanya tinggal di
pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.55
Dari keterangan diatas, dapat
disimpulkan bahwa pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang
menjadi tempat untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran Islam.
E. Bentuk-Bentuk Pesantren
Pada awalnya, pesantren hanyalah sebuah lembaga yang sangat
sederhana dari segi bangunan, manajemen, ataupun kurikulumnya, namun
seiring berkembangnya waktu, pesantren mengalami perubahan dalam
berbagai aspek baik dari segi bangunan yang semakin besar, menggunakan
manajemen modern, hal tersebut berimbas pada sistem belajar dan mengajar
dalam pesantren.
Berdasarkan hal tersebut, bentuk-bentuk pesantren dapat dikategorikan
sebagai berikut:
55 Soejoko Prasojo, et-al., profil Pesantren dan Hasil Penelitian Pesantren AL-Falaq dan
Delapan Pesantren Lainnya di Bogor, (Jakarta: LP3ES, 1982), h. 7.
37
a. Pesantren Tradisional. Yaitu pesantren yang sistem belajar dan
mengajarnya menggunakan sistem tradisional di mana seorang kiayi
membaca kitab dan para santri mendengarkannya. Kegiatan ini biasanya
dilakukan di masjid tidak di kelas. Cara tersebut sudah dipraktekkan secara
turun temurun dan ilmu yang dipelajari di pesantren model ini pada
umumnya sama, demikian pada kitab-kitab yang dipakainya. Hanya saja
ada beberapa perbedaan diantara pesantren-pesantren tersebut yaitu
terletak pada ilmu yang dimiliki oleh kiayi yang bersangkutan.56
b. Pesantren Tradisional Modern. Yaitu pesantren yang menggabungkan
sistem tradisional di satu sisi dan di sisi lain menggunakan madrasi
(kalsikal)57
, yang mengarah kepada sistem atau pola modern dari segi
penyampaian dan pengajarannya. Ciri pesantren ini adalah kewenangan
seorang kiayi sudah tidak mutlak lagi akan tetapi sudah ada pembagian
tugas diantara pengurusnya. Selain itu, sistem pengajarannya di samping
menggunakan cara tradisional juga menggunakan sistem modern (kalsik).
c. Pesantren Modern. Yaitu pesantren yang menggunakan sistem modern
(baru) dari segi penyampainnya dan pengajaran materinya.58
Sedangkan
ciri-ciri pesantren ini adalah dalam penyampaian materi menggunakan
sistem diskusi dan tanya jawab.
56 Soejoko Prasojo, op. cit., hal. 90
57 Masdar F. Mas’udi, et-al., Direktori Pesantren, (Jakarta: P3M, 1986) hal. 203
58
Ensiklopedia Islam, (Jakarta; Depag, 1992/1993). hal. 928
38
BAB III
PROFIL FIRDAUS TAMIN, BA
A. Latar belakang kehidupan Firdaus Tamin, BA dan Keluarga
Firdaus Tamin, BA dilahirkan di Kota Padang Panjang Sumatera Barat
pada tanggal 23 Juni 1946. Nama lengkapnya adalah Muhammad Firdaus
Tamin, BA bin Muhammad Tamin. Ayahnya bernama Muhammad Tamin,
yang memiliki gelar Rajo Bandaro di Padang Panjang Sumatera Barat. Ayah
Beliau memulai pendidikan di SR (Sekolah Rakyat) hingga lulus. Puluhan
tahun sang ayah menjabat sebagai sekretaris wali nagari di Kota Padang
Panjang sehingga sebelum meninggal pun beliau menjabat sebagai
bendaharawan koperasi di Kabupaten Sijunjung Padang Panjang.
Ibunya bernama Fatimah, bekerja hanya sebagai petani. Firdaus Tamin
memiliki 6 saudara diantaranya: Sya’ir lahir pada tahun 1936, Syahrin lahir
pada tahun 1941, Sya’id lahir pada tahun 1943, Fidraus Tamin lahir pada
tahun 1946, kemudian Samsul Bahri lahir pada tahun 1951, yang terakhir
Marsiah yang lahir pada tahun 1953.
Kelima saudara beliau mendapat pendidikan yang sama akan tetapi
hanya lulus sampai SD. seperti, Sya’ir, kakak pertama dari Firdaus Tamin,
BA menempuh pendidikan hanya sampai SD Sijunjung di Kabupaten
Sijunjung. Kemudian beliau meneruskan pendidikannya di Thawalib tingkat
Tsanawiyah pada tahun 1958 karena adanya pergolakan daerah. Pada tahun
39
1959 Sya’ir pulang ke kampung halaman untuk membantu ayah dan ibunya
bertani sehingga Sya’ir menempuh pendidikan hanya 1 tahun.
Yang kedua Syahrin, beliau mengakhiri pendidikannya di Sekolah
Dasar di Sijunjung karena banyak adik-adiknya yang ingin bersekolah.
Sehingga beliau mengakhiri pendidikannya demi masa depan adik-adiknya.
Yang ketiga Sya’id, beliau tidak sekolah akan tetapi beliau bekerja di P.U
(Pekerjaan Umum) hingga berakhir masa kerjanya.
Yang Keempat Firdaus Tamin, BA, beliau memulai pendidikannya di
SD Sijunjung. Hingga lulus pada tahun 1958. Kemudian beliau melanjutkan
pendidikannya di STM Solok kabupaten Padang. Pada tahun 1964 beliau
mendalami ilmu agamanya di Perguruan Thawalib Padang Panjang yang
dahulu namanya Thawalib Bagian B. Pada tahun 1966 beliau meneruskan
pendidikannya di KUI (Kuliyatul Ulum Islamiyah) di Perguruan Thawalib
dan lulus pada tahun 1969. Kemudian mengajar di Perguruan Thawalib pada
tahun 1968. Pada tahun 1968 pula beliau mulai melanjutkan pendidikannya
di perguruan tinggi IAIN Imam Bonjol Padang Panjang dan lulus pada tahun
1971 sehingga beliau mendapatkan gelar sarjana muda, BA (Bachelor of Art)
pada usia 25 tahun. Kemudian diangkat menjadi staff pengajar di Thawalib.
Pada tahun 1974, beliau mendapatkan kesempatan untuk menduduki jabatan
sebagai anggota DPRD Kota Padang sampai 1976.
Yang kelima Samsul Bahri dan yang terakhir Marsiah, berawal di
Tsanawiyah hingga melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi IAIN
Imam Bonjol. Kini dari 6 anak Muhammad Tamin dan Fatimah hanya 3 yang
40
hingga kini masih hidup di antaranya Firdaus Tamin, BA, Samsul Bahri, dan
Marsiah.1
B. Latar Belakang Pendidikan Firdaus Tamin, BA
Fidraus Tamin, BA adalah anak keempat dari 6 bersaudara. Anak dari
seorang ayah bernama Muhammad Tamin dan seorang Ibu bernama Fatimah.
Memulai pendidikan di Sekolah Dasar Sijunjung kabupaten Sijunjung hingga
lulus pada tahun 1958. Kemudian melanjutkan ke sekolah menengah pertama
di kabupaten Sijunjung pada tahun 1961. Lalu melanjutkan di STM di Kota
Solok. Akan tetapi beliau tidak dapat menyelesaikan pendidikannya di
sekolah tersebut.
Kemudian beliau masuk thawalib pada tahun 1964. Pada waktu itu
namanya masih Thawalib bagian B. Pada tahun 1966 beliau melanjutkan
pendidikannya di Kuliyatul Ulum Thawalib hingga lulus pada tahun 1969.
kemudian merasa sudah cukup ilmu yang ia serap, beliau pun mengajar di
Perguruan Thawalib tempat ia menempuh pendidikannya, sekaligus
persiapan kuliah di perguruan tinggi IAIN Imam Bonjol Padang Panjang
Pada Tahun 1971 hingga lulus. Pada tahun 1970 pimpinan memberikan
kesempatan kepada beliau untuk menjadi staff pengajar di Perguruan
Thawalib. Kemudian pada tahun 1974 beliau pun mendapat kehormatan
untuk menduduki kursi kepemerintahan anggota DPRD Kota Padang sampai
1976.
1 Wawancara Dengan Bapak Firdaus Tamin, BA pada tanggal 08 Maret 2010.
41
Sehingga jika pagi beliau pergi mengajar ke Perguruan Thawalib,
menjelang siang beliau pergi ke DPRD untuk melaksanakan tugasnya
sebagai pejabat pemerintah. Ketika sore beliau baru pulang ke Thawalib dan
tinggal di asrama bersama santri lainnya.2
C. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Thawalib Padang Panjang
Jauh sebelum tahun 1900, sudah berjalan lama pengajian di surau
Jembatan Besi Padang Panjang di bawah asuhan Syekh Abdullah, merupakan
salah satu di antara pengajian-pengajian cara lama yang banyak tersebar di
Minangkabau. Pada tahun 1907 Syekh Abdullah pindah mengajar ke Padang,
dan pimpinan Pengajian Surau Jembatan Besi pindah kepada Syekh Daud
Rasjidi (ayahanda dari H.M.D. Datuk Palimo Rajo) dan murid-murid
pengajian mendapat kunjungan dari negeri-negeri sekelilingnya dan pelajaran
kitab-kitab arab meningkat.
Berhubung dengan keberangkatan Syekh Daud Rasjidi ke Makkah Al
Mukarramah untuk memperdalam pengetahuannya dengan Syekh Abdul
Khatib, sementara digantikan oleh kakak beliau Syekh Abdul Latief Rasjidi
(ayahanda dari H. Muchtar Lutfi). Tidak Lama Kemudian pada tahun 1901
pimpinn Pengajian Surau Jembatan Besi pindah ke tangan Syekh Abdul
Karim Amarullah yang di waktu itu lebih dikenal dengan sebutan Inyik Haji
Rasul (ayahanda dari HAMKA). Di bawah asuhan Syekh Abdul Karim
Amarullah, Pengajian Surau Jembatan Besi bertambah maju, pelajaran kitab-
kitab Arab bertambah meningkat, penuntut-penuntut ilmu Agama bertambah
2 Wawancara Dengan Bapak Firdaus Tamin, BA pada tanggal 08 Maret 2010
42
banyak berdatangan dari sekeliling Minangkabau dan juga dari daerah-
daerah lain, Tapanuli, Aceh, Bengkulu, Malaya, Siam.
Pada tahun 1912 jiwa berorganisasi bertiup kencang menghidupkan
kebathinan penuntut-penuntut ilmu Surau Jembatan Besi, maka terbentuklah
satu organisasi dari guru-guru dan pelajar-pelajar Pengajian Surau Jembatan
Besi. Mulanya bernama SUMATERA THUWAILIB dan kemudian bernama
Sumatera Thawalib. Organisasi tersebut pada tahun 1914 telah berubah
bentuk. Pengajian Surau Jembatan Besi mendekati bentuk sekolah, terdiri
atas tujuh kelas, dengan kitab-kitab yang lebih teraruruntuk setiap kelas
dengan pimpinan Guru Besar Syekh Abdul Karim Amarullah dan Tuangku
Mudo Abdul Hamid Hakim selaku wakil Guru besar dan dibantu oleh Guru-
guru dibawahannya, dan pengawasan dari Pengurus Sumatera Thawalib yang
ketika itu diketuai oleh Engku Hasjim Tiku, dan di bimbing oleh Zainuddin
Labay El Junusy yang baru saja pulang dari padang panjang. Pengajian Surau
Jembatan Besi semakin maju dan ramai, walaupun masih duduk bersela
dikelas masing-masing.
Pada tahun 1915 Zainuddin Labay El Junusy menciptakan suatu sistem
Perguruan Islam yang terbaru bernama Diniyah School atau Madrasah
Diniyah, yang lebih banyak memasukkan pelajaran-pelajaran ilmu umum,
menyebabkan Perguruan Sumatera Thawalib semakin hebat berlomba-lomba
atas kebajikan. Kemajuan Perguruan Islam bertambah meningkat dengan
Sumatera Thawalib yang lebih menjurus kepada Alim’ Ulama ahli fiqh,
43
sedangkan Madrasah Diniyah mengikuti serta ilmu umum. Sehingga kedua-
duanya merupakan kader Alim Ulama yang intelek.
Modernisasi Pengajian Surau-surau yang telah dimulai oleh Surau
Jembatan Besi tersebut sudah mengajar ke tempat lain-lain, dan
bertumbuhlah Sumatera Thawalib di Parabek dibawah pimpinan Syekh
Ibrahim Musa, di Padang Panjang dibawah pimpinan dua orang bersaudara
Syekh Mushthafa Abdullah dan Syekh Abbas Abdullah, di Sungayang
dibawah pimpinan Syekh Muhammad Thaib, di Maninjau dibawah pimpinan
Syekh Abdul Rasjid, dan lain-lain. Masing-masingnya berlomba-lomba
untuk lebih maju, sehingga pelajaran-pelajaran pun semakin bertambah dan
membanjir.
Pada tahun 1918 Sumatera Thawalib Padang Panjang melangkah maju
lagi ke depan. Di samping meningkatkan Pelajaran dalam Perguruan
Thawalib, juga mulai mengadakan penerbitan Majalah Al Munir dipimpin
oleh Zainuddin Labay El Junusy dibantu oleh Tuangku Mudo Abdul Hamid
Hakim, memuat karangan-karangan yang berisi: Pelajaran atau nasihat
agama, menjawab pertanyaan-pertanyaan, memberantas khufarat, takhyul
dan bid’ah, serta sejarah.
Untuk kesempurnaan dan memupuk perkembangan ilmu karang-
mengarang, Sumatera Thawalib mengadakan Debating Club sekali seminggu
yang diikuti oleh Guru-guru dan Pelajar-pelajar Thawalib yang sudah agak
besar. Dalam Debating Club mereka berlatih mengarang, berpidato, berdebat
44
dan berlatih mengemukakan suatu pandangan serta mempertahankan
pendapat masing-masing. Disamping usaha penerbitan Majalah Al-Munir itu,
diadakan perpustakaan untuk mengumpulkan surat-surat kabar dan majalah-
majalah dari seantero Indonesia, juga surat-surat kabar dari Mesir. Sehingga
kantor Al-Munir itu setiap sore penuh dikunjungi oleh pelajar-pelajar untuk
membaca surat-surat kabar dan buku-buku baik yang berisikan politik,
ekonomi, sosial, dan pendidikan, yang menyebabkan pelajar-pelajar
Thawalib mendapat pandangan yang luas selain dari pelajaran-pelajaran di
Thawalib atau Diniyah.
Perkembangan yang demikian juga menjalar ke Perguruan-perguruan
Thawalib yang lain, sehingga di Parabek terbit Majalah Al-Bayan dibawah
pimpinan Sain Al Maliki dibantu oleh Jama’in Abdul Murad, di Sungayang
terbit Majalah Al Basir dibawah pimpinan Mahmud Junus dan Mahmud
Azizi, di Padang panjang terbit Majalah Al Iman dibawah pimpinan
Sa’auddin Siarbaini. di Maninjau terbit Majalah Al Ittiqan dibawah pimpinan
Mahmud Rais. Di Padang Panjang terbit lagi Majalah “Perdamaian”
disamping Majalah Al Munir yang di pimpin oleh H. Jalaludin Thaib.
Di samping kemajuan buku-buku pelajaran Bahasa Arab untuk
Thawalib dan Diniyah yang sengaja di pesan dari Mesir, Damaskus, Beirut,
Makkah dan lain-lain, mulailah pula pelajar-pelajar Thawalib dan Diniyah
ketika itu mendapatkan bacaan Majalah-majalah, Brosur-brosur dan Surat
kabar Bahasa Arab dari Timur Tengah itu. Umumnya berisikan propaganda
pergerakan politik perjuangan kemerdekaan. Karena bertepatan dengan
45
kebangkitan bangsa Arab yang berjuang melepaskan belenggu dari
penjajahan bangsa Barat atas Tanah Air Mereka. Karena setingkat lagi
kemajuan Thawalib dan Diniyah ketika itu, bukan saja menjadi Pembina
kader Alim Ulama dengan sistem pembaharuanya tetapi juga merupakan
sumber kader Pemimpin dan Pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia yang
diserap dari Timur Tengah. Maka para kader Alim Ulama dan Zuama dari
Thawalib dan Diniyah itu lebih banyak belajar pergerakan politik dari Timur
Tengah yang bernafaskan Islam.
Untuk meningkatkan kader Alim Ulama maka Sumatera Thawalib
Padang Panjang mengadakan perubahan, menambah kelas 6 menjadi 6A,
barulah diteruskan kelas 7. Pada pokoknya kelas 7 itu hanyalah untuk
kuliyah penghabisan yang dipimpin langsung oleh Guru Besar Syekh Abd.
Karim Amarullah, juga diikuti oleh Guru-guru Agama dari sekeliling Padang
Panjang. Kelas 7 itulah yang tertinggi, sehingga dari kelas 7 itu sudah boleh
dilepas untuk mengajar sendiri kemana saja. Pada tahun 1928 berlangsung
Konfrensi Sumatera Thawalib yang kedua yang dihadiri oleh utusan-utusan
seluruh Sumatera Thawalib memperkuat ikatan organisasi, yang berhasil
dengan terbentuknya Pengurus Besar Sumatera Thawalib yang baru terdiri :
1. H. Djalaluddin Thaib, Voorzitter,
2. Ali Imran Djamil, Secretaris,
3. H. Sju’ib El Junusy, Penningmeester,
4. Doesqi Samad,
5. Thaher By,
46
6. H. Alaoeddin,
7. S.J. St. Mangkuto, masing-masing Commissarisen.
Dengan cabang-cabangnya di seluruh Perguruan Islam Sumatera Thawalib
Padang Panjang, semakin ramai dan maju dibawah Pimpinan Guru Besar
Tuangku Mudo Abdul Hamid Hakim dibantu oleh Guru-guru lain.
Sehingga terus silih berganti Konfrensi Sumatera Thawalib berturut-
turut, pada bulan November 1928 di Padang Panjang, pada bulan Mei 1929
di Batu Sangkar, pada bulan Januari 1930 di BukitTinggi. Setiap adanya
konfrensi Perkembangan bertambah baik dan lancar, yang menambah kuat
dan luasnya masyarakat thawalib. Pada tahun 1928 ketika Pemerintah Hindia
Belanda hendak menjalankan kontrol terhadap Guru-guru Agama yang
mengajarkan Agama Islam di Minangkabau ini, maka pada ketika itu
pemimpin-pemimpin Sumatera Thawalib ikut aktif bersama-sama dengan
Ninik Mamak, Alim Ulama mengumpulkan seluruh potensi rakyat
Minangkabau untuk menolaknya. Akhirnya Pemerintah Hindia Belanda
menarik kembali niatnya yang hendak merugikan bagi Agama dan Umat
Islam. Padahal ordonansi tersebut sudah semenjak tahun 1905 telah
dijalankan di tanah Jawa dan Madura dan daerah-daerah lain.
Pada tahun 1930 berlangung Kongres pertama dari Sumatera Thawalib
di Bukittinggi. Semangat yang sudah matang dari tamatan-tamatan Thawalib
mempertimbangkan pandangan-pandangan jauh ke masa depan untuk
kepentingan agama, bangsa dan tanah air. Baik dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, dan pendidikan. Akhirnya telah membulatkan tekad
47
persatuan dan perjuangan, terutama dalam menghadapi kekuasaan penjajah,
telah menghantarkan Kongres Sumatera Thawalib tersebut kepada satu
keputusan dengan suara bulat menjadikannya satu organisasi. Masa yang
lebih kuat bernama “PERSATUAN MUSLIM INDONESIA” yang kemudian
menjadi Partai Politik Islam “PERMI” yang bermarkas di Padang dengan
surat kabarnya bernama “MEDAN RAKYAT”. Disamping itu Perguruan
Islam Thawalib berjalan terus dibawah pengawasan Departemen Pendidikan
dan Pengajaran “PERMI”.
Pada tahun 1932, seluruh guru dan siswa Thawalib di manapun di
seluruh cabang-cabangnya serentak sudah merupakan kader pemuda
berjuang menuju Islam Mulia dan Indonesia Sentosa melalui Indonesia
Merdeka. Bahkan di setiap negeri sudah terdapat cabang dan ranting PERMI.
Bagaimana pun juga tekanan kecurigaan penguasa kolonial belanda, tetapi
semuanya itu tidaklah menyebabkan takut ataupun gentar di hati sanubari
siswa-siswa itu yang tegak berdampingan sejajar dengan anggota-anggota
PERMi. Sehingga Thawalib dan PERMI itu tidak dapat dipisahkan. Bukan
saja di Sumatera ini, akan tetapi juga di Tapanuli, Sumatera Timur, Aceh,
Jambi, Bengkulu dan Palembang. Dimana saja terdapat Perguruan Islam
yang berasal dari Thawalib dan Diniyah.
Ketika Pemerintahan kolonia Belanda hendak menjalankan ordonansi
Sekolah Liar (Wilde Schoolen Ordonansi) di seluruh Indonesia. Maka
seluruh guru dan siswa Thawalib serta Diniyah serentak bangkit memprotes
menolaknya rencana yang sangat merugikan itu. Baik terhadap Islam
48
maupun terhadap masyarakat umumnya. Maka banyaklah guru dan siswa
Thawalib itu yang ditangkapdan disakiti. Dan seringkali sekolah-sekolah
Thawalib di geledah oleh kaki-tangan pemerintah kolonial dengan cara-cara
yang kasar dan zhalim. Namun demikian tiadalah semuanya mengendorkan
semangat perjuangan mereka. Dan suatu ketika Thawalib Padang Panjang
mendapat pukulan berat dengan keluarnya larangan mengajar oleh penguasa
colonial terhadap beberapa orang guru Thawalib yaitu: Zainal Abidin
Ahmad, Ahmad Syukur, Burhanuddin Sutan Pamuncak, Burhanuddin Datuk
Bandaro Sati, Ibrahim madun, Saydi Umar Sutan Permato, Sutan Syarif
Pitalah.
Para lulusan Thawalib semakin meluas memenuhi seluruh bidang
masyarakat, bukan saja menjadi guru, Tuangku-tuangku, Pemimpin-
pemimpin masyarakat, tetapi juga dalam bidang-bidang perdagangan,
pertanian, perusahaan, penerbitan, percetakan, bahkan juga dalam bidang
perjuangan politik dan organisasi-organisasi massa. Sehingga banyak dari
para lulusan Thawalib itu yang menderita ancaman kekuasaan penjajah
Hindia Belanda, yang masuk penjara korban bis’ dan ter, terjerat perangkap
kolonial yang terkenal. Pada tahun 1943 ketika Jepang menguasai Indonesia,
para lulusan Thawalib banyak yang melibatkan diri dalam pelatihan militer
dengan resiko yang sangat besar. Oleh karena tekanan ekonomi yang sangat
buruk ketika itu, jumlah pelajar Thawalib Padang Panjang agak sedikit
menurun. Pada tahun 1945 diproklamasikan kemerdekaan Indonesia maka
para lulusan Thawalib membanjir, memenuhi segala lowongan untuk
49
mempertahankan proklamasi dan membina negara R.I. dalam segala bidang
apapun di seluruh Indonesia semenjak bawah sampai atas, semenjak
pemerintahan negeri sampai pemerintahan pusat, baik sipil, angkatan
bersenjata, lapangan diplomatic dan lain-lain. Tidak dapat disangkal lagi
bahwa Thawalib berhasil memasukkan andil yang sebanyak-banyaknya
dalam negara R.I.
Pada tahun 1946 didirikan Yayasan Thawalib Padang Panjang diketuai
oleh Guru Besar Tuangku Mudo Abdul Hamid Hakim, dan seluruh milik
kekuasaan Thawalib Padang Panjang jatuhlah menjadi hak milik dan
kekuasaan yayasan tersebut dengan akte notaris. Pelajar-pelajar Thawalib
kembali ramai yang dibanjiri oleh pemuda-pemuda dari segenap jurusan
setiap tahun lebih dari 1000 orang. Dan dari setiap tahun mengeluarkan para
lulusan Thawalib tidak kurang dari 1000 orang. Ada zaman suka dan ada
pula zaman duka. Dalam saat-saat Perguruan Islam Thawalib sedang bahagia
dibawah pimpinan Guru Besar Tuangku Mudo Abdul Hamid Hakim, tiba-
tiba zaman berubah gelap. Terjdilah Pergolakan hebat di Sumatera Barat
tahun 1958, keadaan tidak aman. Guru-guru dan pemuda-pemuda Thawalib
ikut dalam pergolakan, pelajar yang kecil-kecil pulang ke kampung, sekolah
ditutup, tinggal dengan tidak ada penjagaan. Dalam saat yang kritis itu 13 juli
1959, wafatlah Tuangku Mudo Abdul Hamid Hakim, berpulang
kerahmatullah dipanggil oleh yang kuasa. Semenjak dari mudanya sampai
tuanya mencurahkan seluruh tenaganya untuk Agama Islam umumnya dan
untuk mendidik mengasuh Thawalib khususnya. Selama lima tahun
50
Thawalib Padang Panjang terhenti dan gedung perguruan serta asrama-
asramanya tinggal dengan tidak ada penjaga, bagai benda yang tidak bertuan.
Disana-sini rusak, bocor, hancur dan sebagian sudah rubuh. Sungguh sangat
menyedihkan.
Pada tahun 1963 dengan tenaga yang sangat sedikit dari beberapa orang
pencinta Perguruan Islam Thawalib, dimulai meneruskan kembali. Langkah
pertama ialah melengkapkan Pengurus Yayasan yang terdiri dari: Haji
Mansur Daud Datuk Panglimo Kayo, Adam Sutan Caniago, Mawardi
Muhammad, Haji Kamili, Haji Datuk Tumamad, dan beberapa pembantu
yang lain. Maka dibukalah kembali Perguruan Islam Thawalib Padang
Panjang dengan murid sebanyak 23 orang di gedung Thawalib yang sudah
bobrok itu. Dimana kalau hujan anak-anak belajar bagai orang berteduh
dibawah rumpun betung. Ketekunan guru-guru Thawalib dibawah pimpinan
ustadz Mawardi Muhammad dibantu oleh guru-guru yang lain tidak
memandang keuntungan gaji, sungguh menjadi modal pertama bagi
pembukaan kembali Perguruan Islam Thawalib Padang Panjang. Oleh karena
itu murid-murid bertambah. Dari tempat yang jauh mulai kembali datang.
Perasaan sedih dan pilu memandang gedung dan asrama-asrama
Thawalib demikian, yang bocor, rusak, lapuk dan sebagian ada yang sudah
rubuh, membangkitkan kemajuan Pengurus Yayasan Thawalib untuk
membangun, mengganti dengan yang baru, walaupun tidak sampai hati
melihat penderitaan para guru yang telah berkorban sedemikian rupa dalam
menghidupkan kembali Perguruan Islam Thawalib Padang Panjang, tetapi
51
dalam hal ini tidaklah dapat dikecilkan sumbangan saudagar-saudagar
terutama di kota Padang Panjang. Pada tahun 1964 dibuatlah gambar rencana
pembangunan gedung dan asrama-asrama serta mushalla dan lain-lain yang
permanen, untuk perguruan Islam Thawalib Padang Panjang yang disahkan
oleh kepala Jawatan P.U. Kota Madya Padang Panjang dengan rencana biaya
kira-kira tiga puluh juta rupiah. Pada pertengahan tahun 1964 dimulai
peletakan batu pertama pembangunan asrama oleh bapak Wali Kota Madya
Padang Panjang dengan modal pertama sejumlah dua belas ribu rupiah.
Allhamdulillah dalam tempo Sembilan bulan lamanya, selesailah sebuah
gedung asrama ukuran 6 lokal kali 7 x 8 M. Dengen menelan biaya lebih
kurang tiga juta rupiah, atas bantuan para dermawan dan hartawan muslim.
Dan tidak dilupakan antara lain sumbangan dari saudara Barmasyah dari
Jakarta.
Pada tahun 1966 dimulai pula pembangunan asrama yang kedua,
sebesar asrama yang pertama juga. Allhamdulillah berkat usaha dan
sumbangan dari para dermawan dan hartawan Muslim, dalam tempo setahun
saja selesai pula asrama yang kedua ini. Sekarang hanya menyelesaikan
dapur dari kedua asrama kedua tersebut. Disamping memperbaiki gedung
perguruan yang masih terpaksa dipakai menanti kesanggupan untuk
mengganti dengan yang baru. Ketika itu pembangunan sedang terhenti,
karena kehabisan tenaga pembiayaan. Namun demikian Alhamdulillah
Murid-murid sudah bertambah banyak, setiap tahun semakin meningkat dan
pada ketika sejarah ini dibuat, murid-murid sudah mencapai jumlah lebih dari
52
tiga ratus orang dari berbagai pelosok dan daerah lainnya. Dan guru-guru pun
sudah bertambah lengkap dan lebih mengembirakan.
Sekarang sedang direncanakan untuk melanjutkan bangunan-bangunan
diantaranya:
1. Gedung Perguruan Islam Thawalib dengan ruangan Aula, ruangan kelas
untuk belajar, ruangan Taman perpustakaan.
2. Mushola tempat beribadah serta tempat latihan memperkembang ilmu
pengetahuan berda’wah dan sebagainya
3. Tempat Guru-guru dan Pengawas Perguruan.
4. Dapur.
5. Kamar mandi.
Pengurus yayasan hendak mendahulukan pembangunan Mushola,
karena mushola termasuk ruang pelajaran dan pendidikan. Namun demikian
bergantung juga kepada minat perhatian para dermawan dan hartawan
Muslim seluruhnya. Kini Pengurus Yayasan Thawalib yang sedang bergiat
pada ketika ini, bukan saja hendak melanjutkan pembangunan gedung-
gedung Perguruan Islam Thawalib, akan tetapi hendak melanjutkan cita-cita
dan tujuan Thawalib semenjak bermula hendak menumbuhkan kader-kader
Alim Ulama dengan sehabis daya upaya, bersama-sama dengan Umat Islam
seluruhnya.3
3 H.M.D. Datuk Panglimo Kayo (Sejarah Perguruan Thawalib Padang Panjang) Yayasan
Thawalib Padang Panjang.
49
BAB IV
KIPRAH DAKWAH FIRDAUS TAMIN, BA MELALUI
PONDOK PESANTREN THAWALIB PADANG PANJANG
A. Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Kegiatan Belajar Mengajar
di Pondok Pesantren Thawalib
Kiprah dakwah melalui belajar mengajar juga beliau lakukan, berawal
ketika Firdaus Tamin, BA di minta untuk mengajar di Pondok Pesantren
Thawalib pada tahun 1968. Begitu juga di lingkungan masyarakat Pondok
Pesantren Thawalib, sehingga bukan hanya santri yang mendapatkan ilmu
agama akan tetapi masyarakat lingkungan Pondok Pesantren juga dapat
memahami ilmu agama. Mereka juga dibekali beberapa dasar keimanan yang
materi pokoknya adalah pendidikan al-Qur’an dan buku-buku iqra sedangkan
materi penunjangnya meliputi: hapalan surat-surat pendek hapalan doa
sehari-hari, bacaan sholat dan prakteknya, menyanyi lagu-lagu yang
mengandung nilai-nilai islami dan lain sebagainya. Selain itu Firdaus Tamin,
BA juga mengajarkan kitab-kitab kuning diantaranya: Tarbiyah wal
azbasar’iyah, al-islamiyah, khulukal muslim, dan bulugul marrom. Metode
yang digunakan oleh Firdaus Tamin, BA di pondok pesantren adalah metode
salafi, yaitu pendidikan agama islam tradisional yang mempelajari kitab-
kitab kuning.
50
Selanjutnya ada satu hal yang mesti kita perhatikan bahwa selama ini
yang dianggap dakwah hanyalah dakwah yang disampaikan secara lisan saja.
Seperti ceramah, khutbah dan lain-lain. Sebenarnya semua aktifitas manusia
selama itu bersifat dan mengandung ajakan terlaksananya ajaran Islam,
apapun bentuknya bisa dikategorikan dalam istilah dakwah.
Menyoroti fungsi da’I sebagai agent of change (orang yang mendorong
terciptanya perubahan) maka da’I diharapkan mampu memasuki beberapa
bidang kehidupan dalam masyarakat serta bisa memberikan perubahan.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan, maka penulis
mengambil kesimpulan bahwa Firdaus Tamin, BA adalah seorang pengajar
dan da’I yang istikomah dalam pengamalan ilmunya.
Beliau juga dikenal sebagai guru dan da’I yang tidak beraliran keras,
sikapnya tidak berlebihan, dan selalu menerima hiwar (argumentasi orang
lain) dengan hikmah atau mau’izhah hasanah (nasihat yang baik) cita-citanya
ingin mengangkat derajat dan martabat muslimin menjadi manusia yang
berperilaku baik dalam mu’amalah kepada Allah dan kepada sesama, juga
bermartabat baik dalam perasaan, fikiran, serta perbuatan. Karakter Firdaus
Tamin, BA ini disimpulkan berdasarkan hasil pengamatan yang penulis
lakukan saat penulis mengikuti aktifitas Firdaus Tamin, BA di beberapa
tempat yang beliau ajarkan.
Firdaus Tamin, BA dalam kedudukannya sebagai pengajar serta da’I
dalam rangka menyampaikan dakwah tidak hanya dalam satu bidang, tetapi
juga menyentuh bidang-bidang yang lain untuk mencapai tujuan dakwah
51
yaitu terealisasinya ajaran islam dalam segala aspek kehidupan sehingga
mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat. Firdaus
tamin, BA adalah sosok yang cerdas dan terpelajar, berani, jujur, adil, serta
penuh cinta kasih terhadap sesama. Hal ini terlihat dari mulai dakwahnya
setelah beliau menyelesaikan pendidikannya di kuliyatul ulum di Thawalib
(SMA) pada tahun 1969 dengan mengajar di pondok pesantren Thawalib,
mesjid-mesjid, mushola di daerah kelahirannya yaitu Padang Panjang.
Pada tahun 1970 pimpinan Pondok Pesantren memberikan kesempatan
kepada beliau untuk menjadi staff pengajar di pondok Pesantren Thawalib.
Kemudian pada tahun 1974 beliau pun mendapat kehormatan untuk
menduduki kursi kepemerintahan anggota DPRD Kota Padang sampai 1976.
Sehingga jika pagi beliau pergi mengajar ke Pondok Pesantren Thawalib,
menjelang siang beliau pergi ke DPRD untuk melaksanakan tugasnya
sebagai pejabat pemerintah. Ketika sore beliau baru pulang ke Thawalib dan
tinggal di asrama bersama santri lainnya.1
Metode pendidikan atau pengajaran yang digunakan oleh Firdaus
Tamin, BA di Pondok Pesantren adalah metode salafi, yaitu pendidikan
agama Islam tradisional yang mempelajari kitab-kitab kuning. Namun para
santri pun diberi bekal keterampilan dalam hal ceramah dan berkhotbah.
Disamping itu pula, beliau juga memberikan pelajaran umum. tetapi
pelajaran umum yang diberikan hanya pada waktu-waktu tertentu saja. yaitu
1 Wawancara pribadi Dengan Bapak Firdaus Tamin, BA pada tanggal 08 Maret 2010
52
setelah zhuhur hingga waktu ashar dengan system paket, yaitu paket A untuk
SMP dan paket B untuk SMA.
Di Pondok Pesantren Thawalib, Firdaus Tamin, BA memulai dengan
mengarahkan santrinya agar dapat memahami litelatur Islam salafi dalam
bahasa aslinya dan memiliki keterampilan berdakwah. Pada setiap hari
jum’at para santri dilatih untuk mengajar dan berceramah di hadapan teman-
teman dan para ustadznya. Beberapa di antara santrinya juga memulai dilatih
berkhotbah serta mendapatkan kesempatan mengisi khutbah jum’at di masjid
pesantrennya sebanyak dua kali dalam setahun bagi yang sudah menguasai
metode khutbah. Beliau berharap akan dapat melengkapi santri-santri di
persantrennya dengan keterampilan umum, seperti Bahasa Inggris dan
komputer. keterampilan tersebut diberikan karena beliau berharap santri-
santrinya dapat menguasai keterampilan umum tersebut dan tidak gagap akan
tekhnologi.
Target yang ingin dicapai untuk para lulusan pesantren adalah agar para
santri dapat mengembangkan dan mempergunakan sebaik-baiknya
dimasyarakat ilmu yang telah dibekali di Pondok Pesantren Thawalib ini.
Sehingga alumni Thawalib ini tidak ada yang tidak berguna dimata
masyarakat. Walaupun sekurang-kurangnya menjadi Imam atau khatib di
mesjid di kampung mereka.
Adapun aktivitas di Pondok Pesantren Thawalib dimulai dari pukul 4
pagi, yaitu dengan melakukan shalat subuh berjamaah dan mengaji kitab
kuning sampai pukul 6.30 WIB. Dilanjutkan dengan persiapan belajar
53
pelajaran umum paket A untuk tingkat SMP dan paket B untuk tingkat SMA
yang diadakan setiap hari Senin sampai Jum’at yang dimulai pukul 7.30 WIB
sampai pukul 15.00 WIB yang bertempat di ruang-ruang kelas. Materi yang
diajarkan pada paket A dan B adalah pelajaran Matematika, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, IPS, Fisika, dan Akutansi.
Para ustadz yang mengajar Paket A dan B adalah para alumni dari
Pondok Pesantren Thawalib Padang Panjang. Diantaranya adalah
1. Rahman Yusuf, BA,
2. Zainal Arifin Dt. Maharajo Ameh,
3. H. Syawir Sulaiman,
4. H. Mukhtar Sariat,
5. Abbas Usman,
6. Drs. Abizar Lubis,
7. Drs. Abbas Arief,
8. Drs. Kasdanir Darin,
9. Miskar Dt. Bandaro Kuning, BA,
10. Aswardi, BA,
11. Maisunar Dt. Mandah Kayo.
Semua santri yang mengikuti sistem paket ini adalah seluruh santri
Pondok Pesantren Thawalib. Pesantren Thawalib juga mengadakan kegiatan
pengajian untuk masyarakat umum yang diadakan setiap hari Jum’at sore.
dengan menggunakan kitab Al-zkar An-nawawiyah. Membahas masalah
54
ilmu Fiqh, membahas masalah doa-doa dan bermacam-macam pembahasan.
Setelah maghrib pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW sampai Isya.2
B. Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Ceramah Agama Dalam
Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)
Dalam rangka menyemarakan syiar Islam, tradisi umat Islam di Indonesia
pada setiap peringatan hari besarnya secara seksama mengadakan acara yang
diadakan di berbagai tempat. Begitu pula dengan pondok pesantren Thawalib
yang secara rutin mengadakan peringatan hari besar islam seperti: tahun baru
hijriyah (1 Muharam), maulid Nabi Muhammad SAW, Isra Mi’raj dan lain
sebagainya. Dengan menghadirkan para penceramah yang sudah popular
dengan jama’ah dari berbagai pondok pesantren dan ini merupakan suatu
bentuk penghormatan dan kepedulian kita terhadap kelestarian agama
semakin terjalin persaudaraan sesame muslim.
Disamping kegiatan-kegiatan lainnya pun diadakan seperti kreasi
kegiatan ini diadakan menjelang maulid atau menjelang puasa. Kegiatan
rekreasi ini bukan hanya bertujuan untuk berlibur semata tetapi diikuti
dengan ziarah-ziarah para wali atau ulama.
C. Kiprah dakwah Firdaus Tamin, BA Dalam Bentuk Bakti Sosial
Pada hakekatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi Imani. Yang
memanifestasikan dalam bidang kemasyarakatan yang dilakukan secara
teratur untuk mempengaruhi cara berfikir, bersikap dan bertindak dalam
rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua kehidupan
2 Wawancara pribadi Dengan Bapak Firdaus Tamin, BA pada tanggal 08 Maret 2010
55
yang menggunakan cara tertentu. Adapun cara yang dilakukan oleh pondok
pesantren Thawalib diantaranya: santunan kepada fakir miskin, yatim piatu
dan para lansia. Kegiatan ini dilaksanakan bertepatan dengan hari-hari besar
Islam terutama pada bulan Muharam.
Kegiatan yang bersifat sosial ini meliputi pemberian santunan kepada
fakir miskin seperti meliputi pemberian santunan kepada fakir miskin seperti
seorang janda yang harus mengurus anak-anaknya. Anak yatim piatu dan
juga para lansia yang lemah dalam hal fisik dan jompo. Adapun jenis
santunan yang diberikan berupa uang dan sembako. Sedangkan dana yang
dihimpun untuk menunjang kegiatan ini yaitu dari para jamaah Pondok
Pesntren Thawalib, para santriwan dan santriwati dan para donatur-donatur
tetap. tujuan diselenggarakan kegiatan ini adalah untuk membantu
meringankan beban hidup mereka dan untuk membantu kesejahteraan masa
depan mereka. Disamping itu selain untuk mencari ridhanya Allah SWT
semata, agar jamaah dam masyarakat termotivasi dan ikut serta untuk ambil
bagian dalam program tersebut
D. Faktor pendukung dan penghambat Firdaus Tamin, BA di Pondok
Pesantren Thawalib
1. Faktor Pendukung
Faktor yang mendukung Firdaus Tamin, BA dalam menjalani sebagai
pemimpin ialah, adanya 2 organisasi di pondok pesantren tersebut
diantaranya PETAS atau OSIS (Pelajar Thawalib Sepakat) dan
56
IPASTHA ( Ikatan Penghuni Asrama Thawalib) yang setiap tahun
diadakannya pergantian pengurus.
2. Faktor Penghambat
Faktor penghambat bagi Firdaus Tamin, BA yang harus dihadapi dari
berbagai pihak diantaranya para ustadz, yang mendidik para santrinya
dengan kekerasan yang selama ini masih sangat menjamur di pondok
pesantren Thawalib. sikap kekerasan ini juga di terapkan oleh para
santriwan dan santriwati yang mendapat jabatan sebagai pengurus
PETAS dan IPASTHA. Padahal Firdaus Tamin, BA tidak menerapkan
sikap dan tindakan yang keras terhadap santri-santrinya tetapi
mengajarkan kedisiplinan, keagamaan, sikap sopan santun, dan
ketakwaan kepada Allah SWT.
57
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan dan uraian dari bab sebelumnya yang
dilakukan penulis, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Kegiatan Belajar Mengajar di
Pondok Pesantren Thawalib yaitu Firdaus Tamin, BA dalam kedudukannya
sebagai pengajar serta da’I dalam rangka menyampaikan dakwah tidak hanya
dalam satu bidang, tetapi juga menyentuh bidang-bidang yang lain untuk
mencapai tujuan dakwah yaitu terealisasinya ajaran Islam dalam segala aspek
kehidupan sehingga mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan
akhirat. Mereka juga dibekali beberapa dasar keimanan yang materi pokoknya
ialah pendidikan Al-Qur’an, buku-buku iqra dan materi penunjangnya
meliputi: hapalan surat-surat pendek, hapalan doa sehari-hari, bacaan sholat
dan prakteknya menyanyikan lagu-lagu yang mengandung nilai-nilai islami.
Selain itu Firdaus Tamin, BA juga mengajarkan kitab-kitab kuning yang
diantaranya Tarbiyah Wal Azbasar’iyah, Al-Islamiyah, Khulukal Muslim, dan
Bulugul Marrom. Metode yang digunakan oleh Firdaus Tamin, BA di
perguruan adalah metode salafi, yaitu pendidikan agama Islam tradisional
yang mempelajari kitab-kitab kuning.
58
1. Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Melalui Ceramah Agama Dalam
Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) mengadakan peringatan hari besar
islam seperti: tahun baru hijriyah (1 Muharam), maulid Nabi Muhammad
SAW, Isra Mi’raj dan lain sebagainya. Dengan menghadirkan para
penceramah yang sudah popular dengan jama’ah dari berbagai perguruan
dan ini merupakan suatu bentuk penghormatan dan kepedulian kita
terhadap kelestarian agama semakin terjalin persaudaraan sesama muslim.
Disamping kegiatan-kegiatan lainnya pun diadakan seperti kreasi kegiatan
ini diadakan menjelang maulid atau menjelang puasa. Kegiatan rekreasi ini
bukan hanya bertujuan untuk berlibur semata tetapi diikuti dengan ziarah-
ziarah para wali atau ulama.
2. Kiprah dakwah Firdaus Tamin, BA Dalam Bentuk Bakti Sosial adalah
kegiatan yang bersifat sosial ini meliputi pemberian santunan kepada fakir
miskin seperti meliputi pemberian santunan kepada fakir miskin seperti
seorang janda yang harus mengurus anak-anaknya. Anak yatim piatu dan
juga para lansia yang lemah dalam hal fisik dan jompo. Adapun jenis
santunan yang diberikan berupa uang dan sembako. Sedangkan dana yang
dihimpun untuk menunjang kegiatan ini yaitu dari para jamaah Perguruan
Thawalib, para santriwan dan santriwati dan para donatur-donatur tetap.
tujuan diselenggarakan kegiatan ini adalah untuk membantu meringankan
beban hidup mereka dan untuk membantu kesejahteraan masa depan
mereka.
59
3. Faktor yang mendukung Firdaus Tamian, BA dalam menjalani sebagai
pemimpin ialah, terbentuknya 2 organisasi di pondok peantren tersebut di
antaranya PETAS dan IPASTHA yang setiap tahun diadakannya
pergantian pengurus.
Faktor penghambat bagi Firdaus Tamin, BA yang harus dihadapi dari
berbagai pihak diantaranya para ustadz yang mendidik para santrinya dengan
kekerasan yang selama ini masih menjamur di Perguruan Thawalib.
Setelah penelitian ini dilakukan penulis mengambil kesimpulan bahwa
Firdaus Tamin, BA adalah seorang pengajar dan da’i yang istikomah dalam
pengalaman ilmunya. Beliau juga sangat dikenal sebagai guru dan da’i yang
tidak beraliran keras, sikapnya yang tidak berlebihan, dan selalu menerima
argumentasi dari orang lain dengan hikmah atau mau’izhah hasanah sehingga
beliau bercita-cita ingin mengangkat derajat dan martabat muslimin menjadi
manusia yang berperilaku baik dalam mu’amalah kepada Allah dan kepada
sesama, juga bermartabat baik dalam perasaan, fikiran serta perbuatan.
Adapun kiprah dakwah Firdaus Tamin, BA dilakukan tidak hanya
ceramah di Pondok Pesantren saja, akan tetapi pada saat Peringatan Hari Besar
Islam, Khotbah Jum’at, Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, maupun
undangan-undangan ceramah di Padang Panjang. beliau juga berkipah melalui
bakti sosial yang dilakukan di beberapa daerah yang membutuhkan khsusnya
di Pondok Pesantren Yatim Piatu, Panti Jompo, dan masyarakat yang benar-
benar membutuhkan.
60
Adapun metode dakwah yang digunakan oleh Firdaus Tamin, BA
berupa dakwah bil lisan dan bil hal. Bil lisan dalam hal ini dapat dilihat dari
beberapa aktivitas Firdaus Tamin, BA mengajar, dan ceramah dengan
menyampaikan hal yang baik dan dengan tegas menerangkan mana yang haq
dan mana yang bathil. Sedangkan dakwah bil hal yang dilakukan oleh Firdaus
Tamin, BA adalah meliputi keseharian beliau yang ramah, sopan, dan disiplin
dalam beribadah. Adapun yang menjadi objek dakwah Firdaus Tamin, BA
adalah seluruh umat Islam yang mau melakukan perubahan menuju ke arah
perbaikkan.
Adapun efek yang didapat oleh para santri adalah mereka mendapatkan
pendidikan dari Firdaus Tamin, BA bertambahnya pemahaman tentang
keislaman yang sangat mendalam disbanding sebelum belajar dengan Firdaus
Tamni, BA. Karena dapat dilihat dari segi sosial para santri yang merasa lebih
memiliki jiwa solidaritas yang tinggi dengan saling menghormati dan
menyayangi satu sama lain seperti keteladana Firdaus Tamin, BA yang beliau
lakuan dalam kesehariannya.
B. Saran
1. Kepada Bapak Firdaus Tamin, BA alangkah baiknya jika metode yang
digunakan bukan hanya ceramah dan mengajar saja akan tetapi dengan
metode Tanya jawab.
2. Sarana dan prasarana yang belum tersedia dengan baik hendaknya
diperbaiki dengan segera guna memperlancar proses belajar santri dan
dakwah Firdaus Tamin, BA.
61
3. Kepada para santriwan dan santriwati jadilah anda panji-panji dakwah
yang ikhlas dalam beramal. Jika keikhlasan sudah menjadi pondasi bagi
anda dalam segala hal, maka anda termasuk hamba-hamba Allah uyang
mendapatkan keridhaan-Nya
4. Bagi para aktivis dakwah di pondok pesantren Thawalib Padang Panjang,
hendaklah anda berpegang teguh kepada Akidah Ahlussunnah wal Jamaah
dan berhati-hatilah terhadap gerakan-gerakan Islam dan aliran-aliran yang
berusaha untuk merubah ajaran-ajaran Islam yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW.
60
DAFTAR PUSTAKA
…………, Retorika dakwah dan publisistik dalam kepemimpinan, Surabaya:
usaha Offset Printing, 1992,
Affandi, Bisri, Beberapa Percikan Jalan Dakwah. Surabaya: Fakultas Dakwah
Surabaya, 1984
al-Isfahani, Al-Raghib, Mufradat al-Qur’an Beirut: Dar al-Mishriyya, t.th.
Arifin, M., Ilmu Pendidikn Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991
Ar-Rafi’I, Mustofa, Potret Juru Dakwah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002
Bungin, Burhan, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003
Chaplin, J.P., Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Dr. Kartini Kartono Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2004 Cet. 9
Darmawan, Andy, Metodologi Ilmu Dakwah, Yogyakarta: LESFI, 2002
Daud, Habibah dan Daud, Ali Moh., Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999
Ensiklopedia Indonesia, Jakarta:PT. Ikhtiar Ouve, 1992
Ensiklopedia Islam, Jakarta; Depag, 1992/1993.
Ensiklopedia Nasional Indonesia,
Fatmawati Ade Sofyan, Dakwah di TV: Analisis Terhadap Mimbar Da’i dan
Da’iyah di TPI dalam Perspektif dakwah, Jurnal Kajian Dakwah dan
Komunikasi, Vol. VIII, No. 2, (Novermber 2006)
Ghazali, M. Bahri, Dakwah Komunikatif, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya 1997
H.M.D. Datuk Panglimo Kayo (Sejarah Perguruan Thawalib Padang Panjang)
Yayasan Thawalib Padang Panjang.
Habib, M. Syafaat, Buku Pedoman Dakwah, Jakarta: Widjaya, 1982, Cet. Ke-1.
Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996
61
Hasjmy, A., Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an Jakarta: Bulan Bintang, 1994
Hefni, H.Munzier Suparta dan Harjuni, Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media,
2003
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta: Balai Pustaka 1990
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
M. Natsir, Fiqhud Dakwah,
Mas’udi, Masdar F., et-al., Direktori Pesantren, Jakarta: P3M, 1986
Muhyidin, Asep, Metode Pengembangan Dakwah, bandung: Pustaka Setia, 2002
Munawar, Ahmad Warsan, Al-Munir, Kamus Arab Indonesia, H.A., Hafidz
Dazuki, dkk. Ensiklopedi Islam, Soejoko Prasojo, et-al., profil Pesantren
dan Hasil Penelitian Pesantren AL-Falaq dan Delapan Pesantren Lainnya
di Bogor, Jakarta: LP3ES, 1982,
Nasir, Fiqhu Dakwah, Jakarta, Media Dakwah, 2000
Purwodarminta, W.J.S, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1976
Razak, Nasaruddin, Metodologo Dakwah, Semarang, Toha Putra 1976.
Rukmana, Nana, , Masjid dan Dakwah, Jakarta, Al-Mawarddi Prima, 2002
Sa’id Al-Qahthan, menjadi da’I yang sukses, Jakarta: Gema Insani, 2005
Sa’id Al-Qahthan, menjadi da’I yang sukses,( Jakarta: Gema Insani, 2005)
Sayuti Farid, Imam dan Jaabbar Aldan, Abd, Tafsir Dakwah Surabaya, Fak
Dakwah IAIN Sunan Ampel 1989
Shahih Muslim, Imam Muslim, ,Indonesia; Dar Ilya al-Kutub al-Arabiyah, tth, Juz
II. Kitab al-ihni, bab Man Sanna Saunnatan Hasanatan,
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati, 2005, cet. Ke-IV
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Quran, Bandung, Mizan, 2000
Shihab, Quraisy, Memberikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat
62
Suharsimi, Arikunto, , Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 2002
Syakir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1983
Umam, Coirul, Rahasia keberhasilan Dakwah K.H. Zainuddin MZ, Surabaya;
Ampel Suci, 1994
Zaidsan, Abdul Karim, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, Jakarta: Media Dakwah,
1984, Yusuf, Metode Dakwah,
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LEMBAR KETERANGAN HASIL WAWANCARA
Berikut ini adalah hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal
08 Maret 2010 Pukul 09.47 WIB, dengan
Nama : Firdaus Tamin, BA
Profesi : Pengajar/Ustadz
(Pimpinan Pondok Pesantren Thawalib)
Alamat : Jln.A. Hamid Hakim No. 12 Padang Panjang Sumatera
Barat.
1. T. Sejak kapan bapak Firdaus Tamin, BA mulai menjalankan Dakwah?
J. Saya mulai belajar dakwah bulan Januari tahun 1970. Mulanya yamat di
Kuliyatul Ulum (SMA) Thawalib pada tahun 1969 sampai Desember
1969. Ketika itu Pimpinan Thawalib meminta saya untuk mengajar di
Thawalib ini. “kamu janganlah kemana-mana. Disini saja! tahun baru
kamu masuk lagi.” Dan saya diminta untuk mengajarkan tauhid dan akhlak
tasawwuf.
2. T. Apa Visi, Misi, serta Tujuan dakwah bapak Firdaus Tamin, BA selama
ini?
J. Visi, Misi, serta Tujuan saya dalam berdakwah menyiarkan agama Islam
dan mengembangkan ajaran Islam dikalangan Pondok Pesantren dan
masyarakat.
3. T. Bagaimana latar belakang pendidikan bapak Firdaus Tamin, BA?
J. Saya belajar di SD Sijunjung Kabupaten Sijunjung, lulus pada tahun 1958.
Saya melanjutkan pendidikan SMP di Kabupaten Sijunjung pada tahun
1961. Kemudian melanjutkan di Thawalib namanya Thawalib bagian B.
Kemudian pada tahun 1966 saya meneruskan pendidikan saya di Kuliyatul
Ulum Thawalib lulus pada tahun 1969. Kemudian mengajar di pondok
pesantren ini sekaligus Persiapan Kuliah di IAIN Imam Bonjol Padang
Panjang pada tahun 1971 hingga lulus. Pada tahun 1970 Pimpinan
memberikan kesempatan saya untuk menjadi staff pengajar di pondok
pesantren ini. Pada tahun 1974 saya diberi kesempatan untuk menduduki
kursi anggota DPRD sampai tahun 1976. jadi kalau pagi mengajar,
menjelang siang saya ke DPRD, menjelang sore saya baru pulang ke
Thawalib dan tinggal di asrama.
4. T. Bagaimana Kiprah dakwah bapak Firdaus Tamin, BA melalui kegiatan
belajar mengajar di Pondok Pesantren Thawalib?
J. Proses kiprah dakwah yang saya lakukan melalui belajar mengajar itu
berawal ketika saya di minta untuk mengajar di Pondok Pesantren ini pada
tahun 1968. Begitu juga di lingkungan masyarakat Pondok Pesantren
Thawalib, sehingga bukan hanya santri yang mendapatkan ilmu agama
akan tetapi masyarakat lingkungan Pondok Pesantren juga dapat
memahami ilmu agama.
5. T. Bagaimana kiprah dakwah bapak Firdaus Tamin, BA melalui ceramah
agama dalam Peringatan Hari Besar Islam di Pondok Pesantren
Thawalib?
J. kiprah dakwah yang saya lakukan ini tidak hanya ceramah di Pondok
Pesantren jada pada saat ada Peringatan Hari Besar Islam, akan tetapi
ketika khotbah jum’at, Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW,
maupun undangan-undangan ceramah di Padang Panjang ini.
6. T. Bagaimana Kiprah Dakwah bapak Firdaus Tamin, BA melalui bakti sosial
di Pondok Pesantren ini?
J. Jadi kiprah dakwah melalui bakti sosial ini, saya lakukan di beberapa
daerah yang membutuhkan khususnya di Pondok Pesantren anak-yatim,
panti jompo, dan masyarakat yang benar-benar sangat membutuhkan. dan
saya tidak ingin bakti sosial ini atas nama saya pribadi. Akan tetapi
mengatasnakmakan Pondok Pesantren Thawalib. karena saya ingin
meneruskan cita-cita para Pimpinan Pondok Pesantren terdahulu bahwa
berdakwah bukan hanya ceramah, akan tetapi berdakwah dalam hal
apapun.
7. T. Dari mana dana yang di keluarkan untuk menunjang aktivitas bapak di
Pondok Pesantren Thawalib?
J. Dana yang di gunakan berasal dari bantuan kaum muslimin yang berasal
dari para dermawan tempat saya mengajar di masjid-masjid dan mushola.
Dan dana yang di dapat dari sedikit bayaran santri.
8. T. Apa Faktor pendukung dan penghambat selama bakap memimpin
Pesantren ini?
J. Faktor pendukungnya di pondok Pesantren ini ada 2 organisasi yaitu:
PETAS (Pelajar Thawalib Sepakat) dan IPASTHA (Ikatan Penghuni
Asrama Thawalib). PETAS itu sama dengan OSIS. setiap tahun sekali ada
pertukaran pengurus. Faktor pengambatnya banyak rintangan yang harus
dihadapi dari berbagai pihak. Diantaranya santriwan, santriwati, maupun
para ustadz. Yang mendidik mereka dengan sikap yang terlalu keras.
Hingga sampai saat ini penyakit ini masih menjamur di Pondok Pesantren
ini. “Jadi, janganlah terlalu keras untuk mendidik, karena Pondok ini
bukan Pondok bukan mengajarkan kekerasan, tetapi mengajarkan
kedisiplinan, keagamaan, sikap sopan santun, dan ketakwaan kepada Allah
SWT.
9. T. Apakah ada pengajian untuk masyarakat di Pondok Pesantren?
J. Kegiatan untuk masyarakat umum adalah pengajian setiap hari jum’at
sore. Menggunakan kitab Al-azkar An-nawawiyah. Membahas masalah
Ilmu fiqih, membahas masalah doa-doa dan bermacam-macam
pembahasan setelah maghrib Pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW
sampai Isya.
10. T. Apa Target bapak untuk para lulusan Pesantren Thawalib ini?
J. Target yang ingin dicapai untuk para lulusan mereka sudah dibekali Ilmu
di pondok ini, kembangkanlah dan pergunakanlah dimasyarakat. Sampai
saat ini Alhamdulillah asal alumni Thawalib ini tidak ada yang tidak
berguna dimata masyarakat. Sekurang-kurangnya menjadi Imam atau
khatib di mesjid di kampung mereka.
11. T. Metode apa saja yang bapak gunaka dalam dakwah?
J. Metode yang saya gunakan metode bil hal dan bil lisan. yaitu memberikan
contoh yang baik dalam ibadah dan ketakwaan, kedisiplinan, tata kerama
dan sopan santun.
12. T. Melihat kondisi saat ini, menurut bapak apa tantangan dakwahnya?
J. tantangan yang harus saya hadapi adalah teknologi yang semakin canggih,
khususnya masyarakat telah mengenal yang namanya internet. Banyak dari
para santriwan, santriwati maupun masyarakat kita menggunakan internet
untuk berbuat bathil sehingga banyak dari mereka terjelembab karena
menggunakan fasilitas yang ada tidak sesuai Jadi, pandai-pandailah
memilah-milah yang mana yang baik dan yang tidak.
13. T. Bagaimana hasil dakwah bapak Firdaus Tamin, BA di Pondok Pesantren
Thawalib??
J. Firdaus Tamin, BA adalah sosok guru yang tegas, berilmu, teliti. Sehingga
didalam praktek kehidupannya seharian, jika ada santri yang tidak
disisplin akan di tegur. Sehingga hasil dakwah yang selama beliau jalani
selama hidupnya membuahkan hasil yang baik terhadap santri-santrinya
maupun para ustadz-ustadznya.
Bapak Firdaus Tamim, BA
Pimpinan Pondok Pesantren Thawalib
Padang Panjang Sumatera Barat
Koleksi Kitab Bapak Firdaus Tamin, BA
Foto Bersama Bapak Fisdaus Tamin, BA
(Pimpinan Pondok Pesantren Thawalib Padang Panjang)
Kediaman Bapak Firdaus Tamin, BA
Masjid Pondok Pesantren Thawalib
Padang Panjang Sumatera Barat
Halaman Depan Asrama Santriwan Pondok
Pesantren Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat
Laboraturium Bahasa dan Komputer
Di Pondok Pesantren Thawalib
Kiprah Dakwah Firdaus Tamin, BA Dalam Kegiatan
Belajar Mengajar di Pondok Pesantren Thawalib
Halaman Depan Gerbang
Pondok Pesantren Thawalib Padang Panjang
Sumatera Barat
Menara Gerbang Pondok pesantren
Thawalib Padang Panjang Sumatera Barat