kinetika_anastasia lamtara_12.70.0108_e5

23
1 KINETIKA: FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI ` Disusun oleh: Nama: Anastasia Lamtaa NIM: 1!"#$"$1$% Kelom&o': E( PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI)ERSITAS KATOLIK SOEGI*APRA NATA SEMARANG !$1( 1. HASIL PENGAMATAN

Upload: james-gomez

Post on 04-Nov-2015

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cider apel dibuat dengan menggunakan sari apel dan ditambahkan yeast Saccharomyces cereviceae.

TRANSCRIPT

21

KINETIKA: FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

`Disusun oleh:Nama: Anastasia LamtaraNIM: 12.70.0108Kelompok: E5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara I20151

1. HASIL PENGAMATAN

Berdasarkan tabel hasil pengamatan rata- rata mikroba per cc, pH, optical density (OD), dan total asam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Rata-rata Jumlah Mikroba/cc, OD, pH dana Total AsamKel.PerlakuanWaktumo tiap petakRata-rata/ mo tiap petakRata-rata/ mo tiap ccOD (mm)pHTotal asam (mg/ml)

1234

E1Sari apel + S. cerevisaeNo54675,55,5 X 1070,22193,508,64

N247586889084,753,39 X 1081,22403,439,216

N4811121415135,2 X 1070,92433,438,640

N7214565222361,44 X 1081,19903,829,024

N965516263332,51,3 X 1081,51893,4711,328

E2Sari apel + S. cerevisaeNo111211910,754,3 X 1070,18333,509,792

N248961947379,253,17 X 1081,00813,539,024

N488339504353,752,15 X 1081,55543,479,600

N722854192832,251,29 X 1081,9073,728,832

N9622231437249,6 X 1071,41503,4710,368

E3Sari apel + S. cerevisaeNo1181312114,4 X 1070,17373,479,408

N244447474846,51,86 X 1081,02123,708,448

N48106104122137117,254,69 X 1081,09973,469,024

N723656544748,251,93 X 1081,44803,849,024

N965162514156 X 1070,38463,478,830

E4Sari apel + S. cerevisaeNo136647,252,9 X 1070,17983,479,216

N247251525256,52,26 X 1080,94433,539,024

N481318404328,51,14 X 1081,04063,459,216

N7281108145111111,254,45 X 1081,28703,619,408

N962730303229,751,19 X 1080,55483,439,024

E5Sari apel + S. cerevisaeNo1014713114,4 X 1070,17143,469,600

N2497103965888,53,54 X 1081,12813,469,216

N4811487989097,253,89 X 1080,91643,209,216

N7255807055652,6 X 1081,06643,408,832

N966983857878,753,15 X 1080,52063,498,640

Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa hasil analisa dari jumlah mikroorganisme, nilai OD, pH dan juga total asam yang didapatkan oleh kelompok E1 hingga E5 sangat fruktuatif. Mayoritas dari kelompok E1 hingga E5 pertumbuhan mikroorganisme nya mengalami penurunan pada hari ke-2 atau ke-3. Tetapi Hasil dari E3 menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme yang semakin banyak, dan cenderung menurun pada hari ke N96. Sedangkan dari analisa optical density (OD) kelompok E1,E3, dan E5 nilai OD pada hari ke N48 mengalami penurunan. Sebanding dengan nilai OD, hasil titrasi total asam yang didapatkan juga cenderung turun pada hari ke N48. Untuk analisa pH nilai yang didapat dengan range 3,20 sampai 3,82.

14

Grafik 1. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel dengan waktu untuk semua kelompok didapatkan hasil yang berbeda-beda. Pada semua kelompok menunjukkan peningkatan jumlah sel dari N0 sampai N24. Sedangkan pada kelompok E3 dan E5 pada N48 jumlah sel mengalami peningkatan. Tetapi pada kelompok E2 pada N48 jumlah sel mengalami penurunan hingga N96. Untuk E1 dan E4, pada N48 jumlah mikroorganisme menurun, tetapi pada N76 mengalami kenaikan jumlah mikrob.

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan Absorbansi

Berdasarkan grafik diatas didapatkan hasil perbandingan absorbansi dengan jumlah sel. Dimana hasil yang didapatkan sangat fruktuatif. Pada semua kelompok Nilai absorbansi cenderung meningkat di nilai 1,0000. Hasil ini kurang dapat disimpulkan, karena tidak valid. Seperti pada kelompok E5 jumlah sel sekitar 300000000 tetapi absorbansi nya hanya sekitar 0,5000. Padahal seharusnya semakin tinggi jumlah sel maka akan semakin tinggi nilai absorbansinya.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

Sedangkan berdasarkan grafik diatas dapat dilihat hubungan absorbansi dengan waktu didapatkan hasil yang cukup baik. Pada grafik E2 nilai absorbansi mengalami kenaikan hingga N72, dan mengalami penurunan pada N96. Sedangkan pada kelompok lainnya jumlah sel mengalami peningkatan hingga N24, dan mengalami penurunan pada N48 kemudian mengalami kenaikan lagi pada N72 dan jumlah selnya menurun lagi pada hari terakhir.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat bahwa jumlah sel jika dibandingkan dengan total asam memiliki hasil yang fruktuatif sehingga tidak valid. Penambahan total asam tidak berbanding lurus maupun terbalik pada jumlah sel mikroorganisme.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan pH

Berdasarkan grafik diatas dapat didapatkan bahwa semakin meningkatnya jumlah sel tidak diikuti peningkatan pH. Hasil yang didapatkan terlalu fruktuatif. Seperti hasil dari kelompok E5 hasil menunjukkan bahwa pada jumlah mikroorganisme sebanyak 400000000 pH yang dapatkan berkisar 3,2. Sedangkan pada pH sekitar 3,45 mikroorganisme yang didapatkan 100000000 dan ada juga yang menunjukkan jumlah sel sekitar 300000000.

15

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan percobaan mengenai kinetika fermentasi dalam produksi vinegar. Secara umum proses fermentasi adalah proses terjadinya perombakan dari komponen gula menjadi alkohol dan karbondioksida yang dilakukan oleh aktivitas mikroorganisme. Hasil fermentasi dapat memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dimana yang menentukan adalah substrat yang digunakan dan jenis mikroorganisme yang berperan serta proses metabolisme yang berlangsung. Pada dasarnya, mikroorganisme akan memanfaatkan sumber karbon dan nitrogen sebagai substrat utama yang dibutuhkan dalam menghasilkan alkohol (Winarno et al., 1980). Kinetika merupakan proses yang penting untuk dipelajari karena merupakan dasr dari proses fermentasi. Kinetika dalam proses fermentasi akan menggambarkan mengenai proses pertumbuhan dan pembentukan produk oleh suatu mikroorganisme dimana akan mempengaruhi kemampuan respon sel dari mikroorganisme (Utami et al., 2009).

Vinegar merupakan salah satu bumbu tambahan yang dapat dibuat dari pati ataupun gula yang mana kandungan gula tersebut akan memalui proses fermentasi dan diubah menjadi asam asetat dan juga alkohol. Pada umumnya, bahan baku dan metode yang dapat digunakan untuk pembuatan vinegar ada banyak macamnya. Bahan baku pembuatan vinegar sendiri dapat berupa wine, cider, mashed fruit, alkohol murni yang berperan sebagai substrat untuk proses fermentasi (Tan, 2005). Saha & Banerjee (2013) mengatakan bahwa pada pembuatan vinegar akan dibagi menjadi 2 tahapan fermentasi yaitu fermentasi alkohol dan asam asetat. Pada tahapan fermentasi alkohol, substrat bahan akan di fermentasi secara anaerob oleh yeast dimana yeast yang digunakan adalah Saccharomyces cereviceae. Selama tahap ini akan terjadi pengkonversian gula menjadi alkohol, sehingga akan dihasil etanol. Etanol akan digunakan kembali pada fermentasi asam asetat. Sedangkan pada proses fermentasi asam asetat, etanol yang dihasilkan pada proses sebelumnya akan dioksidasi secara aerob menjadi asam asetat melalui prose fermentasi. Pada tahap fermentasi asam asetat, mikroorganisme yang biasa digunakan adalah dari golongan Acetobacter. Dimana yield asam asetat yang dihasilkan pada akhir fermentasi adalah sebanyak 40%, dan sisa metabolit akan dikonversi menjadi komponen lainnya.

Gambar 1. Penuangan Sari Apel ke dalam Botol

Pada praktikum kali proses pembuatan vinegar adalah sebagai berikut, bahan baku utama yang dibutuhkan adalah sari apel dimana akan dilakukan penambahan ragi Saccharomyces cereviceae. Dimana pertama-tama, harus dilakukan persiapan pembuatan sari apel dari bahan apel malang dengan juicer. Sari apel yang didapat kemudian disaring menggunakan kain saring, Sari tersebut lalu diukur volumenya sebanyak 250 ml untuk setiap botol. Selanjutnya, botol dilapisi dengan plastik dan diikat lalu dilakukan sterilisasi dengan suhu 121oC selama 15 menit. Setelah selesai di sterilisasi, sari apel kemudian didinginkan sesaat untuk menurunkan suhu sehingga dapat dilakukan pengkulturan. Kultur yang ditambahkan ke dalam sari apel adalah sebanyak 30 ml, dimana kultur yang digunakan adalah Saccharomyces cereviceae. Pengujian dilakukan pada hari ke-0, 1, 2, 3, dan 4 (N0, N24, N48, N72, dan N96). Dimana setiap harinya analisa yang dilakukan adalah optical density (OD), pH, haemocytometer, dan total asam.

Berdasarkan teori yang dikatakan oleh Saha & Banerjee (2013) sebelumnya, proses pembuatan vinegar dibagi menjadi 2 tahap fermentasi utama. Sedangkan pada praktikum kali ini fermentasi sari apel hanya melewati 1 tahapan proses sehingga dihasilkan rasa alkohol saja. Karena hanya dilakukan penambahan yeast saja. Hal ini didukung dengan teori Raganna (1978), yang menyatakan bahwa proses fermentasi ini tergolong dalam pembuatan cider. Dimana cider merupakan minuman yang mengandung kadar alkohol rendah dari hasil proses fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati dengan atau tanpa penambahan gula sel khamir. Sehingga produk yang dihasilkan pada praktikum kali ini lebih tepat dikatakan sebagai cider.

Pada pembuatan cider bahan yang digunakan adalah sari buah. Sari buah dipilih karena memiliki kadar gula yang cukup baik, dimana kadar gula merupakan faktor yang penting dalam proses fermentasi. Kadar gula ini merupakan sumber karbon yang akan digunakan untuk memetabolisme pertumbuhan yeast (Matz, 1992). Untuk memperoleh sari buah sendiri dilakukan dengan pengepresan buah apel yang kemudian akan mengalami proses fermentasi alkohol dan perubahan malolatik (Nogueira et al., 2007). Proses sterilisasi pada sari apel ini digunakan untuk membunuh atau mematikan semua jasad renik yang terdapat suatu benda sehingga ketika nanti media digunakan tidak ada jasad renik lainnya yang dapat berkembang biak. Selain itu, teknik aseptis harus diterapkan dengan tujuan mencegah adanya kontaminasi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan (Fardiaz, 1992).

Gambar 2. Cider yang Siap di Sterilisasi

Bahan utama lainnya adalah yeast. Dimana yeast merupakan mikroorganisme, yang berukuran sangat kecil. Pada proses fermentasi kali ini inokulum yang digunakan adalah Saccharomyces cereviceae. Menurut Reed & Rehm (1983), Saccahomyces cereviceae merupakan mikroorganisme yang mempunyai temperatur optimal untuk pertumbuhan sekitar 28oC hingga 32oC dengan pH lingkungan optimal antara 4 5. Dimana reaksi yang terjadi selama proses fermentasi menurut Rahman (1992) adalah:C6H12O62 C2H5OH + 2 CO2(karbohidrat)(yeast)(alkohol) (gas)Yeast merupakan mikroorganisme eukariotik yang tidak membentuk spora aseksual serta memiliki sifat sebagai sel tunggal selama terjadinya siklus pertumbuhan vegetatif . Pertumbuhan dari yeast ini bermula dari proses ekspansi yaitu peningkatan volume dengan cara budding yaitu memecah sel menjadi sel baru dan tumbuh dengan mengkonsumsi gula dan mengubahnya menjadi energi (Chu, 2007). Yeast memiliki enzim yang dapat menghidrolisa sukrosa dan maltose, tetapi tidak dpat memecah pati menjadi residu glukosanya (Matz, 1992). Selain itu, faktor yang mempengaruhi kapasitas fermentasi Saccahomyces cereviceae adalah tekanan osmotik, konsentrasi karbon, oksigen terlarut pada saat agitasi, pH dan nitrogen.

Selain itu pada praktikum pembuatan cider ini digunakan shaker untuk mengocok cider sebelum dilakukan pengambilan sampel untuk diujikan. Fungsi utama dari shaker ini adalah untuk menyupai oksigen pada media dan mikroorganisme yang ditumbuhkan, pada hal ini adalah Saccharomyces cereviceae. Said (1987) menambahkan bahwa shaker berguna untuk mensuplai oksigen pada media serta membantu pertumbuhan mikroorganisme aerobik. Pasokan oksigen secara massal akan di suplai oleh shaker sehingga jumlah sel mikroba dalam kultur akan semakin meningkat. Suplai oksigen ini merupakan tahapan yang tepat untuk menunjang pertumbuhan yeast yang digunakan. Dimana Saccharomyces cereviceae dapat tumbuh baik pada kondisi aerob (Winarno et al., 1980).

Stanburry & Whittaker (1984) menambahkan bahwa adanya proses pengadukan ini bertujuan untuk memperkecil ukuran dari gelembung udara, sehingga diperoleh area yang lebih besar untuk transfer oksigen serta mengurangi terjadinya difusi. Kecepatan putaran selama proses shaker perlu diatur karena gerakan berputar ini akan menyebabkan media bergerak sehingga terjadi aerasi. Pada saat praktikum, inkubasi dengan shaker dilakukan pada suhu ruang (25-30C) karena suhu ruang merupakan suhu yang baik untuk yeast dapat tumbuh. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa, suhu pertumbuhan pada kebanyakan yeast pada umumnya hampir sama dengan kapang, yaitu 25-30C, yang mana merupakan suhu optimum untuk tumbuh.

21

43

Gambar 3. Kotak yang terlihat pada Haemocytometer

Analisa biomassa yang dilakukan pada praktikum ini adalah menggunakan alat yang disebut dengan Haemocytometer. Alat ini merupakan alat yang berfungsi untuk menghitung sel secara cepat dengan konsentrasi sel yang rendah. Pada Haemocytometer ini memiliki 2 bagian ruang yang setiap ruangnya memiliki garis mikroskopis yang sudah tergores pada bagian permukaan kacanya. Kedalaman goresan dan tebal dari Haemocytometer sendiri sudah tetap sehingga alat ini dapat dikatakan cukup teliti dalam menggukur jumlah biomassa. Perhitungan Haemocytometer harus dilakukan dengan menggunakan bantuan mikroskop. Jika Haemocytometer dilihat dibawah mikroskop maka akan terlihat pembagian Haemocytometer menjadi 9 kotak besar yang dibatasi dengan 3 garis disetiap sisinya. Dari 9 kotak besar ini, terbagi lagi menjadi 16 kotak kecil, dimana jumlah sel yang dihitung adalah sel yang berada di 4 kotak besar yang saling berdekatan satu dengan lainnya (Chen & Pei, 2011).

Sedangkan untuk menentukan absorbansi dengan kepadatan sel, dilakukan dengan pengukuran optical density (OD). Pertama-tama dilakukan pengambilan sampel dalam Laminer Air Flow (LAF) secara aseptis, sampel diambil sebanyak 25 ml dalam gelas beaker. Dari total 30 ml sampel, sampel diambil lagi sebanyak 3 ml untuk diujikan OD nya. Penentuan OD dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm. Pengamatan dilakukan secara berulang selama 5 hari, yaitu N0, N24, N48, N72, dan N96. Hasil yang didapat kemudian dicatat dan dibandingkan dengan hasil pengamatan kepadatan sel. Panjang gelombang spektrofotometer yang digunakan perlu dipertimbangkan. Menurut Ewing (1976), dalam analisa spektrofotometer panjang gelombang yang digunakan perlu disesuaikan dengan kemampuan larutan yang diujikan dalam mengabsorbsi energi radiasi pada gelombang yang ditentukan. Selain itu, menurut Sevda & Rodrigues (2011), menyatakan bahwa pengukuran absorbansi (optical density) untuk mengukur kepadatan sel Saccharomyces cereviceae dilakukan dengan panjang gelombang 660 nm.

Pada pengukuran pH cider apel, pertama-tama yang dilakukan adalah mengambil sampel sebanyak 10 ml. Setelah itu sampel diukur dengan menggunakan pH meter. Terakhir hasil pH yang terukur dicatat.

Kemudian untuk mengukur total asam dilakukan dengan metode titrasi. Sampel diambil sebanyak 10 ml, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator PP, lalu dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan apabila larutan sampel berubah menjadi warna coklat seperti teh. Kadar total titrasi ditentukan dengan rumus :

Proses titrasi ini menggunakan NaOH sebagai titran. Petrucci & Suminar (1987) yang menyatakan bahwa titrasi yang dilakukan dengan menggunakan larutan standar dapat dipakai untuk mengetahui kadar zat terlarut maupun proses netralisasi. Titrasi biasanya dilakukan dengan menggunakan larutan asam kuat atau basa kuat. Pada titrasi ini dilakukan penambahan 3 tetes PP sebagai indikator. Hal ini sesuai dengan teori Chang (1991) yang menyatakan bahwa penggunaan PP sebagai indikator adalah karena titran yang digunakan adalah NaOH yang bersifat basa. Hal ini karena PP tidak berwarna dalam asam dan larutan netral. Namun akan berwarna merah muda pada larutan basa.

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan hasil analisa terhadap nilai OD, pH, jumlah mikroorganisme, dan total asam yang fruktuatif untuk setiap kelompok dari E1 hingga E5 meskipun mendapatkan perlakuan yang sama yaitu menggunakan sari apel dan Saccharomyces cereviceae. Ditinjau dari analisa nilai rata-rata/ mo tiap cc dan OD dari waktu N0 hingga N96 mengalami peningkatan tetapi cenderung menurun pada N48, dan tumbuh lagi pada N72.Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan sprektrofotometer, pertumbuhan sel dapat diindikasikan dengan tingkat kekeruhan larutan. Dimana semakin tinggi jumlah sel mikroorganisme dalam larutan yang akan diuji maka larutan semakin keruh dan nilai Optical Density (OD)-nya akan semakin tinggi. Hal ini merupakan teori yang dikatakan oleh Hadioetomo (1993) yang menyatakan bahwa kekeruhan pada larutan mengindikasikan adanya mikroorganisme yang tumbuh. Sehingga jika jumlah mikroorganisme meningkat akan menyebabkan nilai OD juga ikut meningkat. Hal ini juga didukung oleh Pelezar & Chan (1986), yang mengatakan bahwa semakin banyak jumlah sel yang terdapat pada suspensi maka sinar yang diteruskan semakin sedikit sehingga nilai OD semakin tinggi.

Pertumbuhan sel seharusnya menigikuti fase pertumbuhan mikroorganisme yaitu fase lag, log, stasioner, dan death. Dari grafik menunjukkan beberapa kelompok yang mengikuti grafik pertumbuhan mikoorganisme, seperti pada kelompok E2. Mikroorganisme jika sudah mencapai fase log akan mengalami pertumbuhanan secara drastis sehingga OD akan meningkat. Sedangkan pada fase stasioner akan didapatkan hasil pertumbuhan yang stabil atau cenderung menurun sehingga OD atau absorbansi akan menurun. Hal ini didukung oleh teori yang dikatakan oleh Mahreni & Sri (2011) dimana fase pertumbuhan sel mikroorganisme dapat dibagi menjadi fase lag yaitu pertumbuhan sama dengan nol, fase percepatan pertumbuhan atau log yang mengikuti kurva eksponensial, fase stagnan yaitu pertumbuhan mikroba tetap, dan fase kematian dimana pertumbuhan mikroorganisme semakin lambat dan sebagian dari sel akan mati.

Hubungan OD dengan kepadatan sel sendiri dapat ditujukkan dari fase petumbuhan bakteri dengan sangat jelas. Nilai OD akan stabil pada fase pertumbuhan yaitu pada fase lag. Nilai OD akan meningkat pada fase eksponensial, dan larutan akan menjadi keruh karena adanya penambahan jumlah sel bakteri Sedangkan jika fase pertumbuhan mengalami fase stasioner dan kematian maka nilai kekeruhan akan menurun karena adanya penurunan bobot biomasa (Laily et al., 2004).

Setiap mikroorganisme memiliki periode pertumbuhan yang berbeda-beda, terdapat mikroorganisme yang memiliki periode fase lag yang lama, atau fase log yang lama. Menurut Arroyo-Lopez et al. (2009) mengatakan bahwa untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviceae sendiri akan dipengaruhi oleh suhu, pH, dan nutrient, terutama gula. Nutrien adalah salah satu faktor yang penting dalam menentukan fase pertumbuhan karena jika nutrisi nya sudah habis tepakai maka pertumbuhan mikrob akan memasuki fase stasioner. Jika media sudah tidak tersedia maka yeast akan mengalami kematian dan jumlahnya akan mengalami penurunan. Yeast yang mati ini dapat dijadikan sumber nutrisi bagi yeast sehingga jumlahnya mengalami peningkatan lagi (Stanburry & Whittaker, 1984). Hasil yang fruktuatif ini disebabkan karena adanya kesalahan pada saat pengukuran dengan Haemocytometer, dan kurang aseptisnya praktikan selama pecobaan sehingga jumlah sel menjadi meningkat. Selain itu Atlas (1984), mengatakan juga bahwa keakuratan perhitungan dengan menggunakan Haemocytometer bergantung pada keakuratan perhitungan secara manual.

Hasil pengamatan pH dan jumlah sel menghasilkan pH berkisar 2,0- 3,8. pH ini sebenarnya bukan pH optimal untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviceae untuk tumbuh, sehingga pertumbuhan jumlah sel mikroba ini ditentukan oleh pH nya juga. Kisaran pH optimum untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviceae adalah 3,5-6,5 (Roukas, 1994). Hasil pengamatan yang mengenai hubungan pH dengan jumlah sel juga memberikan hasil yang fluktuatif padahal seharusnya semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi maka pH-nya akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena selama fermentasi akan dihasilkan alkohol, dimana semakin banyak alkohol yang dihasilkan pH akan semakin rendah. Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cereviceae, maka alkohol yang dihasilkan juga akan semakin banyak.

Azizah (2012) menambahkan bahwa Saccharomyces cereviceae bersifat homofermentatif. Dimana hasil dari proses fermentasi akan menghasilkan alkohol. Alkohol bersifat asam sehingga semakin lama waktu fermentasi, semakin banyak alkohol yang terbentuk. Kondisi tersebut akan menyebabkan pH substrat semakin rendah. Selama proses fermentasi, yeast tidak hanya menghasilkan alkohol saja, tetapi menghasilkan hasil samping berupa gas CO2. Sehingga seiring meningkatnya waktu fermentasi maka produksi gas CO2 juga akan semakin meningkat, meskipun jumlahnya tidak terlalu signifikan. Peningkatan produksi gas ini seharusnya diikuti dengan penurunan nilai pH. Selain itu, Kartohardjono et al (2007) menambahkan bahwa gas CO2 sering disebut gas asam (acid whey) karena memiliki sifat yang asam. Oleh karena itu gas CO2 juga berkontribusi terhadap nilai pH.

Sedangkan jika dibandingkan jumlah total asam dan jumlah sel, didapatkan hasil yang fruktuatif juga. Seharusnya semakin lama waktu fermentasi berlangsung maka total asam akan semakin tinggi juga. Hal tersebut didukung oleh Sreeramulu et al. (2000), dimana semakin lama waktu fermentasi, maka pH yang dihasilkan akan semakin asam atau semakin rendah karena reaksi selama proses fermentasi itu sendiri, karena adanya asam organik. Asam organik yang terlarut akan melepaskan proton (H+), sehingga akan menyebabkan penurunan pH. Selama proses fermentasi, yeast akan melakukan metabolism terhadap gula dan mengasilkan sejumlah asam-asam organik.

Sedangkan hasil pengamatan yang didapatkan selama praktikum kurang sesuai dengan teori, kesalahan ini hasil ini dapat terjadi karena adanya kesalahan selama percobaan. Dimana kesalahan yang dapat terjadi adalah dalam pengukuran pH menggunakan pH meter, atau terjadinya perbedaan praktikan yang melakukan titrasi sehingga definisi penentuan apakah titik akhir titrasi sudah tercapai atau belum akan berbeda-beda. Hal ini menyebabkan jumlah total asam yang dihasilkan juga berbeda. Hal ini didukung oleh teori dari Girindra (1986) yang menyatakan bahwa ketika dilakukan titrasi, bagian bawah erlenmeyer tidak dialasi oleh kertas putih, sehingga terjadinya perubahan warna tidak terlihat dengan jelas.

3. KESIMPULAN

Fase pertumbuhan yeast meliputi fase lag, log, stasioner, dan fase kematian Hubungan antara Optical Density (OD) dengan waktu adalah berbanding lurus. Jumlah sel yang banyak dapat menyebabkan larutan tersebut menjadi keruh sehingga OD yang didapat juga meningkat. Hubungan jumlah sel/cc dengan OD juga berbanding lurus, sebab dengan jumlah sel banyak atau keruh maka OD akan meningkat.

Semarang, 6 Juli 2015Asisten dosen: Bernadus Daniel Metta Meliani Chaterine MeilaniAnastasia Lamtara4

12.70.0108

4. DAFTAR PUSTAKA

Arroyo-Lopez, F.N.; Orlic, S.; Querol, A.; and Barrio, E. 2009. Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on The Growth Parameters of Saccharomyces cereviceae, S. kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid. International Journal of Food Microbiology 131: 120-127.

Atlas, R.M. 1984. Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.

Azizah, N.; Al-Baarri, N. dan Mulyani, S. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1 (2): 72-77.

Chang, R. 1991. Chemistry. MC Graw Hill. USA.

Chen, Y.W. and Pei, J.C. 2011. Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology.

Chu, M. 2007. Kitchen Notes: Bakers. http://www.cookingforengineers.com/article_ 2004.php?id=213. Diakses tanggal 8 Juli 2015.

Ewing, G.W. 1976. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Girindra, A. 1986. Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hadioetomo, R. S. 1993. Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kartohardjono, S.; Anggara; Subihi; dan Yuliusman. 2007. Absorbsi CO2 dari campurannya dengan CH4 atau N2 melalui kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut air. Jurnal Teknologi 11 (2): 97-102.

16

Laily, N.; Atariansah, D.; Nuraini, S.; Istini, I.; Susanti, dan Hartono, L. 2004. Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada Kultur Kocok.

Mahreni dan Sri, S. 2011. Kinetika Pertumbuhan Sel Sacharomyces cerevisiae dalam Media Tepung Kulit Pisang. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN:1411-4216.

Matz, S.A. 1992. Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.

Pelezar, M.J. and Chan, E.C.S. 1976. Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT.

Petrucci, R.H. dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Ranganna. 1978. Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.

Rehm and Reed, G. 1983. Food and Feed Production with Microorganisms Volume 5. Weinheim Deerfield Beach. Florida.

Roukas, T. 1994. Continous ethanol productions from carob pod extract by immobilized Saccharomyces cereviseae in a packed bed reactor. Journal Chemical Technology Biotech. 59: 387-393.

Saha, P & Banerjee, S. 2013. Optimization Of Process Parameters For Vinegar Production Using Banana Fermentation. IJRET: International Journal of Research in Engineering and Technology. Volume: 02 Issue: 09 | Sep-2013.

Said, E.G. 1987. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Sevda, S. and Rodrigues, L. 2011. Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technology 2:4.

Sreeramulu, G.; Zhu, Y.; and Knol, W. 2000. Kombucha Fermentation and Its Antimikrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886 (2000) 6573.

Stanburry, P.F. and Whittaker. 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.

Tan San Chiang. 2005. Vinegar Fermentation. Thesis. University of Louisiana. Lafayette. Utami, R.; Andriani, M.A.M.; dan Putri, Z.A. 2009. Kinetika Fermentasi Yoghurt Yang Diperkaya Ubi Jalar (Ipomea Batatas). fp.uns.ac.id/jurnal/caraka%20XXV_1-51-55.pdf. Diakses pada tanggal 8 Juni 2015.

Winarno, F.G.; Fardiaz, S. dan Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

18

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Perhitungan Kelompok E1Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3= 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 ccN0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E2Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E3Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E4Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E5Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam =mg/ml

5.2. Laporan Sementara5.3. Abstrak Jurnal