kinetikaa rizka redhitasari 12.70.0071 e4

Upload: james-gomez

Post on 14-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Vinegar adalah produk fermentasi yang menggunakan bahan dasar yang mengandung gula atau pati yang kemudian diubah menjadi alkohol.

TRANSCRIPT

hasil pengamatan

Hasil pengamatan kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar sari apel dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar Sari ApelKel.PerlakuanWaktumo tiap petakRata-rata/ mo tiap petakRata-rata/ mo tiap ccOD (mm)pHTotal asam (mg/ml)

1234

E1Sari apel + S. cerevisaeNo54675,55,5 X 1070,22193,508,64

N247586889084,753,39 X 1081,22403,439,216

N4811121415135,2 X 1070,92433,438,640

N7214565222361,44 X 1081,19903,829,024

N965516263332,51,3 X 1081,51893,4711,328

E2Sari apel + S. cerevisaeNo111211910,754,3 X 1070,18333,509,792

N248961947379,253,17 X 1081,00813,539,024

N488339504353,752,15 X 1081,55543,479,600

N722854192832,251,29 X 1081,9073,728,832

N9622231437249,6 X 1071,41503,4710,368

E3Sari apel + S. cerevisaeNo1181312114,4 X 1070,17373,479,408

N244447474846,51,86 X 1081,02123,708,448

N48106104122137117,254,69 X 1081,09973,469,024

N723656544748,251,93 X 1081,44803,849,024

N965162514156 X 1070,38463,478,830

E4Sari apel + S. cerevisaeNo136647,252,9 X 1070,17983,479,216

N247251525256,52,26 X 1080,94433,539,024

N481318404328,51,14 X 1081,04063,459,216

N7281108145111111,254,45 X 1081,28703,619,408

N962730303229,751,19 X 1080,55483,439,024

E5Sari apel + S. cerevisaeNo1014713114,4 X 1070,17143,469,600

N2497103965888,53,54 X 1081,12813,469,216

N4811487989097,253,89 X 1080,91643,209,216

N7255807055652,6 X 1081,06643,408,832

N966983857878,753,15 X 1080,52063,498,640

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah mikroorganisme, nilai OD, pH, dan total asam mengalami peningkatan pada waktu tertentu kemudian mengalami penuruan lagi. Semakin tinggi rata-rata jumlah mikroorganimse menunjukkan OD yang semakin tinggi pula. OD yang semakin tinggi membuat pH bertambah, sedangkan pH yang bertambah menyebabkan total asam yang semakin menurun. Hubungan tersebut dapat dilihat pada grafik berikut:

22

19

Grafik 1. Hubungan antara Absorbansi (OD) dengan Waktu

Berdasarkan grafik 1 dapat diketahui bahwa absorbansi cenderung fluaktif seiring dengan bertambahnya waktu. Ambsorbansi meningkat pada jam ke-24 kemudian mengalami penurunan pada jam ke-48, lalu meningkat dan menurun lagi. Namun kelompok E1 pada jam ke-96 justru mengalami peningkatan absorbansi.

Grafik 2. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Absorbansi (OD)

Grafik 2 di atas menunjukkan hasil yang fluktuatif terhadap hubungan antara jumlah sel dengan absorbansi (OD). Secara umum peningkatan jumlah sel dengan peningkatan nilai absorbansi. Jumlah sel tertinggi pada kelompok E1 menghasilkan nilai absorbansi 0,9243; kelompok E2 menghasilkan nilai absorbansi 1,0081; kelompok E3 menghasilkan nilai absorbansi 1,0997; kelompok E4 menghasilkan nilai absorbansi 1,2870; dan kelompok E5 menghasilkan nilai absorbansi 1,1281.Grafik 3. Hubungan antara Jumlah Sel Rata-Rata dengan Waktu

Berdasarkan grafik 3 dapat diketahui hubungan antara jumlah sel rata-rata dengan waktu yang menunjukkan perubahan jumlah yang fluktuatif seiring bertambahnya waktu. Pada akhir masa inkubasi, kelompok E1, E2, E3, dan E5 mengalami penurunan jumlah mikroorganisme. Namun pada kelompok E5 mengalami peningkatan jumlah mikroorganisme.

Grafik 4. Hubungan antara Jumlah Sel dengan pHGrafik 4 di atas menunjukkan hubungan jumlah sel dengan pH yang fluktuatif. Pada kelompok E1 jumlah sel tertinggi memiliki pH 3,43; kelompok E2 jumlah sel tertinggi memiliki pH 3,53; kelompok E3 jumlah sel tertinggi memiliki pH 3,46; kelompok E4 jumlah sel tertinggi memiliki pH 3,61; dan kelompok E5 jumlah sel tertinggi memiliki pH 3,20. Grafik 5. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Total Asam

Berdasarkan grafik 5 dapat diketahui hubungan jumlah sel dengan total asam yang hasilnya fluktuatif. Pada kelompok E1 jumlah sel tertinggi memiliki total asam 9,216 dan jumlah sel terendah memiliki total asam 8,64. Kelompok E2 saat jumlah sel tertinggi memiliki total asam 9,024 dan jumlah sel terendah memiliki total asam 9,792. Kelompok E3 jumlah sel tertinggi memiliki total asam 9,024 dan jumlah sel terendah memiliki total asam 9,408. Pada kelompok E4 jumlah sel tertinggi memiliki total asam 9,408 dan jumlah sel terendah memiliki total asam 9,216. Sedangkan kelompok E5 jumlah sel tertinggi memiliki total asam 9,216 dan jumlah sel terendah memiliki total asam 9,6.

pembahasan

Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar. Untuk membuat minuman vinegar tersebut, bahan utama yang digunakan adalah sari buah apel malang yang difermentasi dengan Saccharomyces cereviceae. Menurut Nogueira et al. (2007), fermentasi sari buah apel merupakan dasar teknologi dalam pembuatan wine buah. Setelah sari buah melalui proses termal, kemudian disimpan dalam suhu ruang. Cider biasanya didefinisikan sebagai minuman yang bergas dan rendah alkohol terbuat dari ekstrak sari buah apel.

Vinegar merupakan produk fermentasi yang menggunakan bahan dasar yang mengandung gula atau pati yang kemudian diubah menjadi alkohol. Alkohol tersebut kemudian difermentasi lagi pada tahap selanjutnya (Kwartiningsih & Nuning, 2005). Kinetika dalam proses pembuatan produk fermentasi harus diketahui untuk mendapatkan informasi mengenai pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroorganisme yang digunakan, sehingga respon sel pada mikroorganisme tersebut diketahui pula (Utami et al., 2009). Fermentasi vinegar pada praktikum ini menggunakan Saccharomyces cereviceae. Jenis yeast ini biasa digunakan untuk fermentasi produk komersil seperti bir, roti, wine, dan sake. Proses fermentasinya dengan memanfaatkan sukrosa, fruktosa, glukosa, maltotriosa, dan maltosa sebagai sumber karbon untuk menghasilkan alkohol dalam kondisi anaerob (Kulkani et al., 2011).

Dalam praktikum ini terlebih dahulu dilakukan pembuatan sari buah apel. Pertama-tama disiapkan apel malang sebanyak 4 kg. Kemudian apel dicuci dengan air mengalir. Setelah itu apel diambil sarinya menggunakan juicer, kemudian akan diperolah sari apel. Penghancuran buah apel bertujuan untuk mengeluarkan gula yang terkandung dalamsari apel tersebut, sehingga pada saat fermentasi akan lebih mudah diurai oleh yeast (Ikhsan, 1997). Dalam proses fermentasi, kadar gula dalam sari buah adalah faktor yang penting. Gula berperan sebagai sumber karbon dalam metabolisme yeast. Selanjutnya sari buah apel disaring menggunakan kain saring untuk memisahkan ampas yang masih terbawa. Menurut Ikhsan (1997), penyaringan bertujuan untuk menurunkan tingkat kekeruhan pada sari buah yang akan difermentasi. Kemudian sari apel dibagi ke dalam 5 buah botol kaca masing-masing 250 ml. Selanjutnya tutup botol dengan plastik dan diikat dengan karet. Botol-botol yang sudah terisi sari apel disterilisasi dengan suhu 121oC selama 15 menit. Setelah sterilisasi selesai, ambil 30 ml biakan Saccharomyces cereviceae yang telah tersedia menggunakan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam media secara aseptis. Lakukan inkubasi dengan perlakuan shaker atau penggoyangan. Gambar 4. Sari apel diambil 250 ml Gambar 3. Sari apel disaringGambar 2. Apel dijuiceGambar 1. Apel dicuci sebelum digunakan

Gambar 7. Sari apel dalam botol disterilisasiGambar 6. Botol ditutup dengan plastik

Gambar 5. Sari apel dituang ke dalam botol kaca

Sebelum sari apel diinokulasi, terlebih dahulu disterilisasi untuk membunuh semua mikroorganisme yang terdapat pada media maupun pada botol yang digunakan agar tidak terjadi kontaminasi dari mikroorganisme yang tidak diinginkan (Winarno, 1994). Penambahan biakan yeast harus dilakukan secara aseptis untuk menghindari terjadinya kontaminasi mikroorganisme dari lingkungan sekitar. Selanjutnya penggunaan plastik juga bertujuan untuk menjaga agar media yang digunakan tetap steril dan terhindari dari bahaya kontaminasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rahman (1992) bahwa labu yang diletakkan di atas shaker harus ditutup agar udara luar tidak masuk dan media tetap terjaga sterilitasnya. Perlakuan pada shaker atau penggoyangan selama inkubasi bertujuan untuk memberi suplai oksigen pada susbtrat dan membantu dalam pemakaian sumber karbon oleh mikroorganisme untuk mempercepat pertumbuhan (Said, 1987).

Penggunaan Saccharomyces cereviceae sebagai starter dapat mengubah gula di dalam buah menjadi alkohol dan CO2 dengan reaksi enzimatik. Suhu optimum untuk melakukan fermentasi adalah 22-27oC (Astawan & Astawan, 1991). Hal tersebut didukung oleh Wang et al. (2004) yang menyatakan bahwa Saccharomyces cereviceae dapat mengkonversi gula menjadi alkohol tanpa menyebakan off-flavor. Pada fermentasi alkohol, bahan dengan kadar pati/glukosa yang tinggi akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebabkan oleh adanya proses sakarifikasi pati oleh enzim amilase yang dihasilkan oleh kapang, kemudian dilanjutkan dengan fermentasi alkohol oleh khamir (Rahman, 1992).

Proses inkubasi dilakukan di suhu ruang (25-30oC) selama 5 hari. Setiap 24 jam dilakukan pengamatan meliputi pengukuran biomassa dengan haemocytometer, penentuan total asam selama fermentasi, pengukuran pH, dan penentuan hubungan absorbansi dengan kepadatan sel. Setiap dilakukan pengamatan, diambil 25 ml sampel dalam beaker glass. Pengambilan sampel harus dilakukan secara aseptis untuk menghindari kontaminasi. Dari 25 ml sampel tersebut digunakan 10 ml untuk penentuan total asam selama fermentasi, 3 ml untuk pengukuran absorbansi, dan sisanya untuk pengukuran biomassa dengan haemocytometer serta pengukuran pH.

Pertama-tama dilakukan pengamatan biomassa. Tingkat kepadatan Saccharomyces cereviceae (N0) diuji dengan menggunakan haemocytometer. Caranya, siapkan alat haemocytometer, semprot dengan alkohol dan lap menggunakan tissue sebelum digunakan. Ambil media dengan menggunakan pipet tetes, teteskan media pada alat haemocytometer hingga terbentuk seperti huruf H. Selanjutnya tutup media yang berbentuk huruf H tersebut dengan kaca preparat dan diamati di bawah mikroskop. Atur perbesarannya sedemikian rupa hingga diperoleh kenampakan yeast seperti pada gambar 8. Hitung jumlah sel yang terlihat dalam 1 kotak yang dibatasi dengan 3 garis dibagian atas, bawah, kiri, dan kanan. Lakukan perhitungan jumlah sel pada 3 kotak lainnya dan hitung rata-ratanya. Kemudian hitung jumlah sel/cc dengan rumus:Gambar 9. Hasil pengamatan media di bawah mikroskop

Gambar 8. Media yang diteteskan pada haemocytometerGambar 8. Media yang diteteskan pada haemocytometer

Pengamatan biomassa dilakukan pada N0, N24, N48, N72, dan N96. Masing-masing pengamatan dilakukan dengan mencari 4 kotak berbeda dan hitung jumlah sel dalam kotak. Alat haemocytometer dapat digunakan untuk menghitung sel dengan yang memiliki densitas lebih dari 104 sel/ml. Jumlah ruang pada haemocytometer berbeda-beda, biasanya 1x1 mm2 dan terbagi lagi menjadi 9 kolom persegi. Dalam 9 kolom tersebut, masing-masing terdapat 16 kolom kecil. Jumlah sel yang dihitung adalah sel pada 4 kolom besar yang saling berdekatan (Chen & Pei, 2011). Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop, tampak sel-sel biomassa berbentuk bulat. Ada sel yang tunggal dan ada pula yang berkelompok. Menurut Matz (1992), yeast dapat tumbuh sebagai sel tunggal ataupun berpasangan. Selama pertumbuhan, yeast menghasilkan enzim yang akan digunakan untuk menghidrolisa disakarida menjadi alkohol dan CO2. Hal tersebut menyebabkan munculnya aroma alkohol setelah beberapa hari fermentasi. Fardiaz (1992) menambahkan bahwa yeast dapat menyebabkan terjadinya perubahan komposisi kimia, kenampakan, dan citarasa pada bahan pangan. Perubahan secara fisik dapat diamati dengan timbulnya gelembung gas, terbentuknya endapan, menghasilkan bau alkohol, bau asam, maupun bau busuk.

Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah mikroorganisme tiap petak pada masing-masing kelompok berbeda-beda. Umumnya terjadi peningkatan rata-rata jumlah mikroorganisme pada N24, kemudian pada N48 jumlahnya menurun lagi, kecuali pada kelompok E3 dan E5 meskipun perlakuan yang diberikan sama pada semua kelompok. Peningkatan rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak diikuti dengan peningkatan rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc. Peningkatan jumlah sel menunjukkan adanya pertumbuhan sel yeast karena pada sari apel mengandung nutrien yang baik untuk pertumbuhan yeast (Campelo & Isabel, 2004). Sedangkan terjadinya penurunan jumlah sel dapat disebabkan oleh semakin berkurangnya nutrien yang terdapat pada media sehingga lama kelamaan yeast akan mati (Van Hoek, 1998).

Pengamatan selanjutnya adalah pengukuran absorbansi atau OD (Optical Density). Ambil 3 ml media yang telah disiapkan, kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu lakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometri dengan panjang gelombang 660 nm. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Sevda & Rodrigues (2011) yang melakukan absorbansi untuk menentukan keberadaan Saccharomyces cereviceae menggunakan panjang gelombang 660 nm. Selanjutnya adalah pengamatan pH, sisa larutan sampel diukur pH nya menggunakan pH meter. Kemudian catat pH yang terukur. Setelah itu lakukan pengukuran total asam selama fermentasi. Pengukuran dilakukan dengan metode titrasi. Titran yang digunakan adalah NaOH 0,1 N, sebelumnya larutan sampel diberi 2 tetes indikator PP. Titrasi dihentikan jika telah terjadi perubahan warna menjadi kecoklatan. Setelah itu lakukan perhitungan total asam dengan rumus:

Gambar 10. Larutan sampel setelah dititrasi

Berdasarkan grafik 1, dapat diketahui hubungan antara absorbansi (OD) dengan waktu inkubasi. Dari pengamatan diperoleh hasil yang fluktuatif dan berbeda-beda pada setiap kelompok meskipun perlakuan yang diberikan sama. Secara umum, nilai absorbansi mengalami peningkatan hingga N72 kemudian mengalami penurunan pada N96. Namun pada kelompok E1 dan E5 menunjukkan hasil yang sangat fluktuatif. Pada kelompok E1 justru terjadi penurunan kemudian nilainya meningkat pada N96. Menurut Mahreni & Sri (2011), seharusnya hal tersebut tidak mungkin terjadi, nilai OD yang telah mengalami penurunan tidak mungkin meningkat lagi. Kesalahan tersebut dapat terjadi karena kesalahan pengukuran, adanya kontaminasi dari mikroorganisme lain sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme tersebut dan meningkatkan kekeruhan pada larutan sampel. Kesalahan tersebut juga dapat terjadi karena kesalahan pada saat pengenceran. Laily et al. (2004) menjelaskan bahwa nilai OD menunjukkan fase pertumbuhan yang jelas. Pada fase adaptasi nilai OD akan stabil, saat memasuki fase eksponensial nilai OD akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya jumlah sel, sehingga cairan akan semakin keruh. Pada saat fase stasioner, nilai OD akan menurun drastis diikuti dengan menurunnya bobot biomassa kering.

Hoseney (1994) menambahkan bahwa, dalam proses fermentasi dihasilkan gas CO2 yang menyebabkan menurunnya pH dan larutan menjadi jenuh, sehingga larutan semakin kental dan keruh. Berdasarkan teori tersebut, dapat dikatakan bahwa pada awal inkubasi (N0 hingga N72) merupakan fase eksponensial pada yeast yang ditunjukkan oleh meningkatnya nilai absorbansi. Saat memasuki N96 merupakan fase stasioner karena terjadi penurunan nilai absorbansi. Pertumbuhan Saccharomyces cereviceae dapat dipengaruhi oleh pH, suhu, nutrisi terutama sumber karbon dan sumber gula (Arroyo-Lopez et al., 2009). Stanburry & Whittaker (1984), menambahkan bahwa yeast akan mengalami kematian jika tidak tersedia media dan habis digunakan. Dijelaskan pula oleh Mahreni & Sri (2011) bahwa fase kematian terjadi karena inhibisi produk metabolit yang semakin lama akan semakin banyak. Oleh karena itu, pada waktu tertentu pertumbuhan akan terhenti dan sebagian sel tidak tahan terhadap racun dari produk metabolit tersebut.

Grafik 2 menunjukkan hubungan antara jumlah sel dengan nilai absorbansi (OD). Anagnostopoulos et al. (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah sel/cc maka kekeruhan larutan akan semakin tinggi pula. Pelezar & Chan (1986) menambahkan bahwa nilai OD berbanding lurus dengan jumlah sel yang dihasilkan. Ketika massa sel dalam larutan semakin banyak, maka sinar akan semakin banyak dihamburkan, sehingga nilai OD juga semakin tinggi. Rahman (1992) menjelaskan bahwa kekeruhan pada larutan disebabkan oleh adanya aktivitas dari sel yeast untuk mengubah gula menjadi alkohol dan metabolit lainnya. Pengukuran menggunakan spektrofotometer ini dapat menunjukkan kepadatan sel dalam larutan. Pada akhir fase pertumbuhan, jumlah sel akan berkurang maka nilai absorbansi pun akan menurun. Namun dari hasil pengamatan, pada beberapa kelompok menunjukkan adanya ketidaksesuaian dimana pada saat jumlah sel menurun, nilai absorbansi justru meningkat.

Pengukuran yang tidak sesuai dan hasil yang fluktuatif dapat disebabkan oleh kesalahan perhitungan jumlah sel pada haemocytometer. Selain itu, keakuratan perhitungan bergantung pada pencampuran sampel, pada alat haemocytometer tidak boleh terdapat gelembung, kotak yang dihitung, dan juga jumlah sel yang dihitung (200-500/0,1 mm3) (Atlas, 1984) Kesalahan dapat pula disebabkan pada saat pengukuran nilai absorbansi dimana larutan tidak terukur dengan baik karena cuvet yang digunakan kurang bersih, larutan terlalu keruh, maupun proses yang kurang aseptis sehingga menyebabkan terjadinya kontaminasi pada sampel. Nilai absorbansi juga dipengaruhi oleh konsentrasi sampel, ketebalan media atau cuvet, suhu, intensitas penyinaran, dan panjang gelombang yang digunakan (Wilford, 1987).

Berdasarkan grafik 3 dapat diketahui hubungan antara jumlah sel dengan waktu inkubasi. Jumlah sel yang diamati fluktuatif seiring bertambahnya waktu. Pada kelompok E2 dan E3 terjadi peningkatan pada waktu tertentu, kemudian terjadi penurunan. Kelompok E2 menghasilkan jumlah sel tertinggi pada N24, kemudian terjadi penurunan hingga N96. Sedangkan pada kelompok E3 jumlah sel tertinggi ditunjukkan pada N48 dan terjadi penurunan hingga N96. Hasil pada kelompok E2 dan E3 ini sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Mahreni & Sri (2011) bahwa fase pertumbuhan mikroorganisme terdiri dari fase lag, fase log, fase stasioner, dan fase kematian. Pada fase lag merupakan fase adaptasi, sehingga pertumbuhan sama dengan nol. Selanjutnya adalah fase log yang merupakan fase percepatan pertumbuhan, pada fase ini terjadi pertumbuhan yang sangat cepat dan mengikuti laju kurva eksponensial. Fase stagnan atau fase stasioner menunjukkan pertumbuhan yang tetap. Sedangkan fase kematian menunjukkan pertumbuhan yang semakin melambat dan sebagian sel mati karena kondisi yang semakin tidak mendukung serta terjadi kekurangan nutrisi untuk pertumbuhan. Sedangkan pada kelompok lainnya jumlah sel mengalami kenaikan kemudian menurun dan jumlahnya meningkat lagi. Seperti yang telah dijelaskan oleh Mahreni & Sri (2011), setelah terjadi penurunan jumlah sel maka tidak mungkin jumlah sel meningkat lagi. Banyaknya jumlah sel yang terhitung dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi mikroorganisme lain, sehingga menyebabkan jumlah sel menjadi bertambah.

Pada grafik 4 menunjukkan hubungan antara jumlah sel dengan pH larutan. Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hubungan antara jumlah sel dengan pH larutan kurang jelas. Pada beberapa kelompok, peningkatan jumlah sel diikuti dengan peninkatan pH. Terdapat pula peningkatan jumlah sel diikuti dengan penurunan pH. Secara keseluruhan pH larutan berkisar antara 3,2-3,8. Menurut Roukas (1994), pertumbuhan Saccharomyces cereviceae optimum pada pH 3,5-3,6. Apabila pH pada larutan optimum, maka pertumbuhan yeast juga akan semakin optimum. Semakin lama proses fermentasi, seharusnya pH yang dihasilkan semakin rendah. Hal tersebut terjadi karena pada proses fermentasi yang semakin lama akan menghasilkan alkohol yang semakin banyak pula, maka pH yang dihasilkan pun akan semakin rendah. Semakin banyak jumlah sel, maka akan dihasilkan alkohol yang semakin banyak pula.

Saccharomyces cereviceae bersifat homofermentatif yang menghasilkan alkohol. Alkohol bersifat asam, maka semakin lama waktu ferementasi akan menghasilkan asam yang yang semakin banyak pula. Dimana asam yang semakin banyak ditunjukkan dengan menurunnya pH substrat. Dalam proses fermentasi, tidak hanya dihasilkan alkohol saja, tetapi juga produk samping berupa CO2 (Azizah, 2012). Selain itu semakin lama waktu fermentasi juga menghasilkan CO2 meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak. Menurut Kartohardjono et al. (2007) gas CO2 disebut juga dengan gas asam karena memiliki sifat yang asam.

Berdasarkan grafik 5 dapat diketahui hubungan antara jumlah sel dengan total asam. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi terhadap total asam yang dihasilkan karena jumlah sel yang dihasilkan juga mengalami fluktuasi. Pada kelompok E1, jumlah sel tertinggi memiliki total asam 9,216 mg/ml dan jumlah sel terendah memiliki total asam 8,640 mg/ml. Kelompok E2, jumlah sel tertinggi memiliki total asam 9,024 mg/ml dan jumlah sel terendah memiliki total asam 9,792 mg/ml. Pada kelompok E3, jumlah sel tertinggi memiliki total asam 9,024 mg/ml dan jumlah sel terendah memiliki total asam 9,408 mg/ml. Pada kelompok E4, jumlah sel tertinggi memiliki total asam 9,408 mg/ml dan jumlah sel terendah memiliki total asam 9,216 mg/ml. Pada kelompok E5, jumlah sel tertinggi memiliki total asam 9,216 mg/ml dan jumlah sel terendah memiliki total asam 9,6 mg/ml. Hasil ini tidak sesuai dengan teori karena seharusnya semakin lama proses fermentasi akan menghasilkan total asam yang semakin banyak karena pH yang dihasilkan juga menurun. Peningkatan total asam disebabkan oleh terbentuknya asam-asam organik yang dihasilkan dari metabolisme gula oleh yeast terlarut dan akan melepaskan proton (H+) serta menurunkan pH (Sreeramulu et al, 2000). Hasil yang tidak sesuai ini dapat disebabkan oleh kesalahan pada saat perhitungan total asam dan proses titrasi yang tidak benar. Pada saat titrasi dimungkinkan terjadi kesalahan saat melihat jumlah NaOH yang digunakan. Selain itu pada saat titrasi dapat terjadi ketidaksesuaian karena kesalahan praktikan ketika melihat titik akhir titrasi (TAT) sehingga jumlah NaOH yang digunakan tidak sesuai.

kesimpulan

Vinegar adalah produk fermentasi yang menggunakan bahan dasar yang mengandung gula atau pati yang kemudian diubah menjadi alkohol. pembuatan vinegar dalam praktikum ini menggunakan yrast Saccharomyces cereviceae yang menggunakan gula untuk menghasilkan alkohol dan CO2. Tingkat kepadatan Saccharomyces cereviceae dapat diuji dengan menggunakan alat haemocytometer. Semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggi nilai OD yang dihasilkan. Semakin padat jumlah sel, maka nilai OD akan semakin tinggi pula. Pada fase adaptasi nilai OD akan stabil, saat memasuki fase eksponensial nilai OD akan meningkat, dan pada saat fase stasioner nilai OD akan menurun drastis diikuti dengan menurunnya bobot biomassa kering. Pertumbuhan jumlah sel tergantung dari fase pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Semakin tinggi jumlah sel, maka akan semakin rendah pH larutan yang dihasilkan karena yeast akan menghasilkan alkohol dan CO2 yang bersifat asam. Semakin tinggi jumlah sel maka akan menghasilkan total asam yang semakin banyak. Total asam berbanding terbalik dengan pH, saat pH rendah maka total asam semakin tinggi.

Semarang, 9 Juli 2014

Rizka Redhitasari 12.70.0071Asisten Dosen : Bernardus Daniel Metta Meliani Chaterine Meilani

daftar pustaka

Anagnostopoulos, V.A.; Symeopoulos, B.D. and Soupioni, M.J. 2010. Effect of Growth Conditions on Biosorption of Cadmium and Copper by Yeast Cells. Global NEST Journal, Vol 12 (3) pp 288-295.

Arroyo-Lopez, F.N.; Orlic, S.; Querol, A.; and Barrio, E. 2009. Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on The Growth Parameters of Saccharomyces cereviceae, S. kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid. International Journal of Food Microbiology 131: 120-127.

Astawan,MA & M,Astawan.(1991).Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama.CV Akademika Pressindo.Jakarta.

Atlas, R.M. 1984. Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.

Azizah, N.; Al-Baarri, N. dan Mulyani, S. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1 (2): 72-77.

Campelo, A.F. and Isabel, B. 2004. Fermentative Capacity of Bakers Yeast Exposed to Hyperbaric Stress.

Chen, Y.W. and Pei, J.C. 2011. Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing. World Academy of Science, Engineering and Technology.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hoseney, R. C. (1994). Pasta and Noodles Principles of Cereal Science & Technology Second Edition. American Association of Cereal Chemists. Minnesota.

Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

Kartohardjono, S.; Anggara; Subihi; dan Yuliusman. 2007. Absorbsi CO2 dari campurannya dengan CH4 atau N2 melalui kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut air. Jurnal Teknologi 11 (2): 97-102.

Kulkani. 2011. Effect of Additives on Alcohol Production and Kinetic Studies of S.cereveciae for Sugar Cane Wine Production. International Journal of Advanced Biotechnology and Research ISSN 0976-2612, Vol 2, Issue 1, 2011, pp 154-158.

Kwartiningsih, E dan Ln. Nuning S.M. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibrium 4(1) : 8-12.

Laily, N.; Atariansah, D.; Nuraini, S.; Istini, I.; Susanti, dan Hartono, L. 2004. Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada Kultur Kocok.

Mahreni dan Sri, S. 2011. Kinetika Pertumbuhan Sel Sacharomyces cerevisiae dalam Media Tepung Kulit Pisang. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN:1411-4216.

Matz, S.A. 1992. Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.

Nogueira, A.; Caroline Mongruel; Deise R.S.; Nina W. & Gilvan Wosiacki. 2007. Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of Cider. Brazilan Archives of Biology and Technology. Brazil.

Pelezar, M.J. and Chan, E.C.S. 1986. Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Hayes (1995).

Roukas, T. 1994. Continous ethanol productions from carob pod extract by immobilized Saccharomyces cereviseae in a packed bed reactor. Journal Chemical Technology Biotech. 59: 387-393.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Sreeramulu, G.; Zhu, Y.; and Knol, W. 2000. Kombucha Fermentation and Its Antimikrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. 886 (2000) 6573.

Sevda, S. and Rodrigues, L. 2011. Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technology 2:4.

Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.

Utami, R.; Andriani, M.A.M.; dan Putri, Z.A. 2009. Kinetika Fermentasi Yoghurt Yang Diperkaya Ubi Jalar (Ipomea Batatas). fp.uns.ac.id/jurnal/caraka%20XXV_1-51-55.pdf

Van Hoek. (1998). Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative Capacity of BakersYeast. Appl Environ Microbiol. 64(11): 42264233.

Wang, D.; Y. Xu; J. Hu; & G. Zhao. (2004). Fermentation Kinetics of Different Sugars by Apple Wine Yeast Saccharomyces cerevisiae. Journal of The Institute of Brewing 110(4), 340-346, 2004.

Wilford, L. (1987). Chemistry For First Examinations. Blackie. London.

Winarno, F.G. (1994). Sterilisasi komersial produk pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

lampiran

1.1. Perhitungan Perhitungan Kelompok E1Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3= 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 ccN0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E2Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E3Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E4Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E5Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam =mg/ml

1.2. Laporan Sementara

1.3. Jurnal