kinetika enzim
TRANSCRIPT
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan percobaan langkah 1 sampai 6, bekum ada perubahan warna
terhadap kelima tabung. KI-KIO3 ditambahkan pada kelima tabung ketika sudah didapatkan
waktu 20 menit pada tabung terakhir plus 15 menit menunggu waktu memeriksa spektrum
pada Spektrofotometer. Setelah tabung diperiksa di spektrofotometer, ditambahkan larutan
KI-KIO3 pada kelima tabung, kemudian langsung berubah warna dengan warna tabung 0’
biru gelap, tabung 5’ berwarna coklat keunguan, tabung 10’ berwarna keemasan, tabung 15’
berwarna kuning, dan tabung 20’ berwarna kuning lebih jernih.
Pada tahap awal hidrolisa, akan dihasilkan amilodekstrin yang masih memberikan
warna biru bila direaksikan dengan yodium. Bila hidrolisa dilanjutkan akan dihasilkan
eritrodekstrin yang akan memberikan warna merah kecoklatan bila direaksikan dengan
yodium. Sedangkan pada tahap akhir hidrolisa, akan dihasilkan akrodekstrin yang tidak
memberikan warna bila direaksikan dengan yodium
(Ebookpangan, 2006).
Amilase memotong rantai polisakarida yang panjang, menghasilkan campuran
glukosa dan maltosa. Amilosa merupakan polisakarida yang terdiri dari 100-1000 molekul
glukosa yang saling berikatan membentuk rantai lurus. Dalam air, amilosa bereaksi dengan
iodin memberikan warna biru yang khas (Fox, 1991).
Pada percobaan di kelompok kami, kami menemukan tabung 0’ berwarna biru gelap,
Tabung 0’ berwarna biru karena disana terdapat KI-KIO3 yang bertemu HCl kemudian
melepas iodium lalu iodium bereaksi dengan amilum sehingga larutan berubah menjadi biru
gelap. KI-KIO3 dapat menjadi sumber iodium ketika HCl ditambahkan ke dalam KI-KIO3,
karena HCl dapat melepaskan I2 dari KI-KIO3. HCl juga penting dalam menghentikan
reaksi. pada spektrofotometer setelah dihitung dengan rumus persen substrat yang dicerna,
menunjukkan bahwa substrat pada tabung 0’ tidak dicerna sama sekali (substrat belum bisa
dihidrolisis) masih dalam bentuk amilum. Itu terjadi karena pada tabung 0’ tidak diberi
enzim. Penambahan enzim dilakukan setelah 1ml campuran pada erlenmeyer(tanpa enzim)
dimasukkan kedalam tabung 0’, baru kemudian dimasukkan larutan enzim ke erlenmeyer.
Tabung selanjutnya (tabung 5’) didapatkan bahwa substrat yang telah dicerna adalah
57,72%. Warna tabung 5’ coklat keunguan Hal ini dapat terjadi karena sebelum dimasukkan
ke tabung 5’, campuran larutan pada erlenmeyer telah ditetesi 1 ml enzim. Pada tabung
berikutnya, yaitu tabung 10’, tabung 15’, dan tabung 20’ semakin banyak substrat yang
dicerna yaitu berturut-turut 86,72%, 93,79%, 95,29%. enzim dapat memengaruhi kinetik
suatu zat. Sehingga substrat dapat dipercepat hidrolisisnya (Phillip K dan Gregory BR (2006),
Warna larutan dalam tabung semakin lama semakin jernih karena tahap tingkatan
hidrolisis amilum berada pada tahap semakin banyak substrat amilum yang telah dicerna
oleh enzim amilase yang ada pada tabung erlenmeyer. Di mana enzim amilase apabila
ditambahkan pada substrat amilum yang berwarna biru akan menjadi semakin jernih . Pada
tabel dengan pH 4 ada kejanggalan, karena substrat yang dicerna yang tadinya 6,25 malah
turun lagi menjadi 2,78. Itu tidak mungkin terjadi karena amilum yang telah dicerna oleh
enzim amilase menjadi maltosa tidak mungkin membentuk kembali dirinya menjadi amilum.
Pada pH asam enzim amilase tidak bekerja dengan optimal. Seharusnya stabil saja pada
angka 6 koma sekian yang di pH 4, perubahan substrat amilum pada pH itu tidak banyak
bahkan sangat sedikit amilum yang dapat dikatalisis oleh amilase. Menurut Gaman &
Sherrington (1994), pH optimal enzim adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika medium menjadi
sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi. Akan tetapi beberapa enzim
hanya beroperasi dalam keadaan asam atau alkalis. Sebagai contoh, pepsin, enzim yang
dikeluarkan ke lambung, hanya dapat berfungsi dalam kondisi asam, dengan pH optimal 2.
Menurut Williamson & Fieser (1992), enzim memiliki konstanta disosiasi pada gugus
asam ataupun gugus basa terutama pada residu terminal karboksil dan asam aminonya.
Namun dalam suatu reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun
terlalu basa karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi.
Sebenarnya enzim juga memiliki pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan
pada kisaran pH tersebut enzim mempunyai kestabilan yang tinggi
Kesimpulan:
Dari hasil percobaan kami, dapat disimpulkan bahwa kinetika enzim dipengaruhi oleh
laju reaksi enzimatik. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi laju reaksi enzimatik adalah
konsentrasi substrat dan enzim, demikian pula faktor-faktor lain seperti pH, suhu, dan ada
tidaknya kofaktor dan ion logam. Di luar pH atau suhu yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja
secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Selain itu, kondisi-kondisi yang
menyebabkan denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam yang tinggi, dan
nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menghilangkan aktivitas enzim.,
sedangkan peningkatan konsentrasi substrat cenderung meningkatkan aktivitasnya. Maka itu
dalam suatu reaksi kimia, pH untuk suatu enzim tidak boleh terlalu asam maupun terlalu basa
karena akan menurunkan kecepatan reaksi dengan terjadinya denaturasi.
Daftar Pustaka:
Kuchel P & Gregory BR, 2006, Schaum’s Easy Outlines, Penerbit Erlangga.
Fox, P.F. (1991). Food Enzymology Vol 2. Elsevier Applied Science. London.
Khairul,Anam.2010.Produksi Enzim Amilase.(online)( http:// khairulanam. Files .wordpress.com/2010/08/enzim-amilase.pdf), diakses pada 18 Februari 2012