kinerja pemerintahan sby

4
Kinerja Pemerintahan SBY-JK di Bidang Perekonomian Kamis, 27 Maret 2008 Harry Azhar Azis Wakil Ketua Panitia Anggaran, Anggota Komisi XI (Keuangan, Perbankan dan Perencanaan Pembangunan) DPR RI dan PhD lulusan Oklahoma State University, Amerika Serikat. Pendahuluan Wajah perekonomian Indonesia menjelang Pemilu tahun 2009 terkait erat dengan kemampuan Pemerintahan SBY-JK mengelola kebijakan di bidang ekonomi pada sisa masa pemerintahannya, yang kini kurang dari dua tahun. Target-target perekonomian pemerintahan ini sesungguhnya dapat dilihat dalam rumusan tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004- 2009. 2 Menurut Pasal 4 ayat 2 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), RPJMN merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden, seperti yang telah dikampanyekan selama proses Pemilihan Presiden. Artinya, visi, misi dan program setiap (calon) Presiden harus mewujud dalam bentuk RPJMN, begitu ia terpilih sebagai Presiden, dan menjadi pedoman kebijakan pemerintahannya selama lima tahun ke depan. Hal ini, sampai tahun 2024, telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005- 2025 3 . UU ini membagi periodesasi lima tahunan kepemimpinan nasional secara jangka panjang 20 tahun ke depan dimulai tahun 2005. Pemerintahan SBY-JK merupakan pemerintahan pertama dalam sejarah Indonesia kontemporer yang memulai pelaksanaan RPJMN. Pada tahun 2001, Perubahan Ketiga terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang menghilangkan tugas MPR yang menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai program lima tahunan suatu pemerintahan. MPR tidak lagi berwewenang menetapkan program pemerintahan lima tahunan karena

Upload: delz-outlander

Post on 19-Nov-2015

219 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Kinerja

TRANSCRIPT

Kinerja Pemerintahan SBY-JK di Bidang Perekonomian

Kamis, 27 Maret 2008

Harry Azhar AzisWakil Ketua Panitia Anggaran, Anggota Komisi XI (Keuangan, Perbankan dan Perencanaan Pembangunan) DPR RI dan PhD lulusan Oklahoma State University, Amerika Serikat.

Pendahuluan Wajah perekonomian Indonesia menjelang Pemilu tahun 2009 terkait erat dengan kemampuan Pemerintahan SBY-JK mengelola kebijakan di bidang ekonomi pada sisa masa pemerintahannya, yang kini kurang dari dua tahun. Target-target perekonomian pemerintahan ini sesungguhnya dapat dilihat dalam rumusan tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009.2 Menurut Pasal 4 ayat 2 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), RPJMN merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden, seperti yang telah dikampanyekan selama proses Pemilihan Presiden. Artinya, visi, misi dan program setiap (calon) Presiden harus mewujud dalam bentuk RPJMN, begitu ia terpilih sebagai Presiden, dan menjadi pedoman kebijakan pemerintahannya selama lima tahun ke depan. Hal ini, sampai tahun 2024, telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-20253. UU ini membagi periodesasi lima tahunan kepemimpinan nasional secara jangka panjang 20 tahun ke depan dimulai tahun 2005. Pemerintahan SBY-JK merupakan pemerintahan pertama dalam sejarah Indonesia kontemporer yang memulai pelaksanaan RPJMN. Pada tahun 2001, Perubahan Ketiga terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang menghilangkan tugas MPR yang menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai program lima tahunan suatu pemerintahan. MPR tidak lagi berwewenang menetapkan program pemerintahan lima tahunan karena Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR tetapi langsung oleh rakyat. Pedoman program Pemerintah lima tahunan, RPJMN, cukup ditetapkan melalui Peraturan Presiden oleh Presiden terpilih. Dengan demikian, Presiden sebagai pemimpin pemerintahan bertanggung jawab penuh atas keberhasilan program-program yang telah dijanjikannya dalam Pemilu. RPJMN itu menjadi pegangan dan sekaligus ukuran kinerja pemerintahan setiap lima tahunan. Dengan ukuran-ukuran RPJMN 2004-2009, sesungguhnya kinerja pemerintahan SBY-JK selama lima tahun dapat dievaluasi keberhasilannya secara transparan. Keberhasilan itulah yang menjadi modal utama bagi seorang Presiden untuk maju kedua kalinya pada pemilihan berikutnya4. Benar, seperti yang dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla5, Pemerintahan SBY-JK dengan demikian harus mampu menjelaskan apa (keberhasilan) yang telah dicapai, bukan (janji) apa yang akan dikerjakan, bila keduanya ingin maju lagi bersama atau sendiri-sendiri pada Pemilu 2009 nanti. Logika pernyataan ini, bagi Presiden incumbent yang terutama akan ditanya oleh rakyat adalah kerjanya selama ini. Karena kerja pemerintahan adalah kinerja bersama, tentu lebih mudah mengevaluasi kinerja pemerintahan, jika Presiden dan Wakil Presiden maju kembali secara bersama pada pemilu berikut dibanding jika mereka maju secara sendiri-sendiri. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengukur kinerja pemerintahan pada kurun tahun transisi. Karena jangkar utama kinerja pemerintahan adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pada tahun-tahun transisi, perencanaan dan pelaksanaan APBN bisa saja dilakukan oleh dua pemerintahan berbeda. Sebagai contoh, APBN tahun 2005 direncanakan oleh Pemerintahan Megawati Soekarnoputri, melalui Nota Keuangan Presiden yang disampaikan kepada DPR pada 16 Agustus 2004, yang kemudian disetujui bersama DPR periode 1999-2004. Pemerintahan SBY-JK yang dilantik 20 Oktober 2004 tentu harus melaksanakan UU APBN 2005 yang telah disahkan itu. Hal yang sama juga akan terjadi pada APBN tahun 2010 (bila SBY tidak terpilih lagi pada Pemilu 2009) atau pada APBN 2015 (bila SBY terpilih tahun 2009). Pada APBN 2009, APBN tidak sepenuhnya dilaksanakan pemerintahan SBY-JK karena berakhir Oktober 2009, kecuali terpilih kembali. Dengan demikian, penilaian atas APBN 2006, 2007 dan 2008 sepenuhnya tanggung jawab pemerintahan SBY-JK karena pada APBN tahun-tahun tersebut direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintahan ini. Sementara untuk APBN 2005 atau APBN dimana fungsi perencanaan dan pelaksanaannya dilakukan dua pemerintahan berbeda, evaluasi harus dilakukan secara adil di antara penyusun rencana dan pelaksana APBN. Masalah ini timbul karena di negeri ini kalender anggaran pemerintahan dan kalender kepemimpinan politik tidak berlaku sama6. Logika ini seharusnya juga berlaku untuk evaluasi kinerja APBD, baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Kinerja Tiga Tahun Tingkat pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK relatif lebih baik dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata pemerintahan Soeharto (1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar 5%. Tetapi, dibanding kinerja Soeharto selama 32 tahun yang pertumbuhan ekonominya sekitar 7%, kinerja pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih perlu peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era Soeharto tertinggi terjadi pada tahun 1980 dengan angka 9,9%, seperti terlihat pada Tabel 1. Tentu relatif lebih sulit menilai kinerja Presiden BJ Habibie (21 Mei 1998-20 Oktober 1999) dan Presiden Abdurahman Wahid (20 Oktober 199923 Juli 2001), karena pemerintahannya relatif pendek, dimana fungsi perencanaan dan pelaksanaan APBN tidak sepenuhnya dilakukan mereka. Sedangkan pada pemerintahan Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001-20 Oktober 2004), yang lebih panjang dari dua Presiden sebelumnya, menunjukkan tren yang meningkat. Tren yang sama sebenarnya terjadi di semua pemerintahan setelah reformasi, dengan fluktuasi yang berbeda. Misalnya, Habibie mampu mengubah pertumbuhan ekonomi negatif menjadi positif secara signifikan dengan prestasi year on year 12,3%. Abdurrahman Wahid mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi yang pertama sejak krisis 1997. Megawati mampu menjaga pertumbuhan ekonomi secara stabil dan menunjukkan peningkatan terus menerus tiap tahunnya. SBY-JK mencatat pertumbuhan ekonomi yang mulai solid di atas 6% dan menjadi benchmark bagi perekonomian yang mulai stabil. Apakah ini berarti dengan memberi waktu yang cukup bagi suatu pemerintahan, misalnya minimal lima tahun, maka pertumbuhan ekonomi yang stabil dapat dicapai? Pada tahun 2005, 2006 dan 2007, pertumbuhan ekonomi berturut-turut mencapai angka 5,6%, 5,5% dan 6,3%. Angka ini dibandingkan dengan target RPJMN untuk tahun 2005 (5,5%), 2006 (6,1%) dan 2007 (6,7%) terlihat tidak begitu menggembirakan. Bila target rata-rata lima tahun seperti tercantum pada RPJMN dari pemerintahan SBY-JK terhadap pertumbuhan ekonomi 6,6% per tahun, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dan 2009 haruslah diupayakan minimal rata-rata 7,8%. Bila dapat dicapai perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2008 sebesar 6,8% (asumsi APBN 2008) dan tahun 2009 sebesar 7,6% (target RPJMN), maka rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka yang mendekati target 6,6%. Para ekonom tampaknya sepakat bahwa pertumbuhan ekonomi minimal di atas 6% saja yang dapat dijadikan barometer Indonesia sudah mampu melihat the light at the end of dark tunnel,7 keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.