kimling p. budi
DESCRIPTION
materi kuliah pak budiTRANSCRIPT
Nama : Hudi Nurwendi
NIM : 1008105052
Reaksi yang Terjadi dalam Tanah
1. Reaksi Redoks
Reaksi redoks dalam lingkungan tanah adalah hasil dari siklus yang dimulai dari
fotosintesis. Reaksi-reaksi dalam tanah melengkapi siklus tersebut, karena telah
memanfaatkan energi yang disimpan oleh fotosintesis, membuang limbah organik, dan
menghasilkan CO2 yang dibutuhkan untuk fotosintesis tambahan. Peristiwa oksidasi tanah
sering terjadi secara tidak langsung, bagaimanapun, telah banyak menyebabkan bagian-
bagian reaksi hingga siklus selesai. Didalam peristiwa fotosintesis karbon (C) dalam
CO2menerima elektron, yang selanjutnya terjadi perubahan bilangan oksidasi dari C4+ ke
C0 dalam karbohidrat ((CH2O)n) ;
CO2 + 4e- + 4H+ --> CH2O + H2O
Setengan reaksi digambarkan pada oksidasi oksigen dalam air (H2O), dimana O2- menjadi
O0 dalam O2.
2H2O --> O2 + 4e- + 4H+
Oksigen dalam hal ini sebagai donor elektron, dan karbon sebagai akseptor elektron.
Dalam fotosintesis masing-masing menggambarkan hanya setengah reaksi, atau disebut
setengah reaksi. Meskipun dalam persamaan tersebut menyiratkan adanya elektron bebas,
konsentrasi elektron bebas sebenarnya makin kecil. Persamaan setengah reaksi sebenarnya
menyiratkan bahwa donor elektron tidak ditentukan oleh akseptor yang ada. Keseluruhan
reaksi fotosintesi digambarkan sebagai berikut ;
CO2 + H2O --> CH2O +O2
Setengah reaksi lainnya dari siklus karbon adalah reaksi oksidasi karbohidrat
(respirasi) dan banyak senyawa-senyawa organik disintesis dari peristiwa respirasi. Oksidasi
melepaskan energi dalam senyawa, oksidasi adalah peristiwa pembakaran, yang merupakan
bagian penting juga yang terjadi pada hewan yang hidup pada tanaman. Sisa tanaman dan
residu hewan jatuh ke tanah yang selanjutnya dioksidasi oleh mikroorganisme tanah.
Setengah reaksi oksidasi karbohidrat ditunjukkan oleh reaksi berikut ini ;
CH2O + H2O --> CO2 + 4e- + 4H+
Dalam kegiatannya untuk memperoleh energi ini dan melaksanakan setengah reaksi,
organisme harus menemukan akseptor elektron untuk untuk mengambil elektron, jika
oksigen hadir maka setengah reaksi dari penerimaan elektron ini adalah ;
O2 + 4e- + 4H+ --> 2H2O
Peristiwa oksidasi yang ditunjukkan pada persamaan sebenarnya dilakukan melalui langkah-
langkah krebs atau siklus asam sitrat, sedangkan persamaan adalah penyederhanaan dari
proses yang sesungguhnya. Reaksi rodoks yang melibatkan karbon, nitrogen, dan belerang
ditentukan terutama oleh ketersediaan elektron dan biasanya dikatalisis oleh enzim. Katalis
diperlukan karena kebanyakan terjadi pertukaran elektron unsur. Enzim menurunkan energi
aktivasi transfer elektron dan meningkatkan laju reaksi. Ini merupakan yang dihindari untuk
mencapai keseimbangan, atau sebaliknya dalam menciptakan metastabilitas senyawa karbon.
a. Donor Eleketron
Sebagian besar dari donor-donor elektron didalam tanah adalah material tanaman
SOM (soil organic matter) perkiraan karbon, hydrogen, dan oksigen yang terkandung dalam
dua komponen besar pada tanaman, yaitu lignin dan sellulosa, yang menunjukkan tipikal
bahan organik (SOM Anggapan bahwa material tanaman mengandung 1/3 lignin dan 2/3
selulosa, rumus empiris material tanaman adalah sekitar C1.7H2.2O. lebih lanjut, bahwa
semua asumsi karbon dalam bahan ini mengoksidasi C4+(bilangan oksidasi karbon dalam
CO2). Persamaan setengah reaksinya adalah ;
C1.7H2.2O --> 1.7C4+ + H2O + 0.2H++7e
Rumus empiris bahan organik tanah (SOM), menunjukkan adanya kandungan yang
melimpah untuk karbon pada material tanaman. Grup karbon yang terbentuk pada tanah
bahan organik (SOM) cenderung lebih aromatik, dan kurang kaya akan kandungan oksigen
dari material tanaman. Perkiraan setengah reaksi oksidasi pada tanah bahan organik (SOM) :
C2.2H2.2O --> 2.2C4+ + H2O + 0.2H++9e-
Persamaan reaksi lengkap untuk oksidasi bahan organik tanah adalah :
CH2O + O2 --> CO2 + H2O + Energi
Energi yang dilepaskan adalah energi fotosintesis dari molekul karbohidrat. Donor
elektron lainnya dalam tanah disamping karbon-organik, termasuk juga nitrogen dan
sulfur/belerang dalam asam amino (-NH3) dan grup sulfihydril (-SH), serta ion ammonium
dalam bahan organik. Mikroorganisme tanah membuat donor elektron lain ketika tanah
mengalami kekurangan oksigen.
b. Akseptor Elektron
Peran tanah dalam reaksi oksidasi-reduksi adalah untuk menyediakan akseptor
elektron untuk oksidasi senyawa organik. Oksigen adalah akseptor elektron terkuat dialam
sehingga menghasilkan energi yang besar dalam peristiwa oksidasi. Oksigen juga merupakan
akseptor elektron yang dimanfaatkan oleh akar tanaman. Ketika oksigen tersedia (kondisi
aerobik), ia menerima elektron. Permintaan oksigen yang tinggi biasanya disebabkan oleh
adanya senyawa organik yang mudah terdekomposisi dan kondisi pertumbuhan yang
mendukung aktivitas mikroba. Karena jumlah yang besar dari mereka dan aktivitas yang
cukup, mikroorganisme tanah biasanya mendapatkan perubahan pertama pada oksigen yang
tersedia di tanah. Ketika permintaan oksigen tinggi, relatif terhadap suplai oksigen hal ini
bisa terjadi karena digunakan untuk dekomposisi sampah-sampah organik. Karena difusi
oksigen relatif lambat, fermentasi terjadi dan menghasilkan gas CO2, CH4, H2 serta bau busuk
dari asam-asam organik volatile dan aldehida. Kelarutan oksigen dalam air rendah (sekitar
10 mg L-1 pada 25oC). Kebutuhan oksigen tanah dapat menguras oksigen yang terlarut dalam
tanah yang tergenang air dalam waktu kurang dari 24 jam. Jika oksigen tidak tersedia,
mikroorganisme tanah dapat menggunakan akseptor elektron lainnya. Akseptor elektron
sekunder pada tanah ditunjukkan oleh setengah reaksi berikut ini :
FeOOH + e- + 3H+ --> Fe2+ + 2H2O
2MnO1.75 + 3e- + 7H+ --> 2Mn2+ +3.5H2O
Dimana MnO1.75 menandakan adanya kompleks oksida Mn(III-IV) dalam tanah.
SO42- + 8e- + 8H+ -->S2-+4H2O
NO3- + 5e- + 6H+ --> ½ N2 +3H2O
NO3- + 2e- + 2H+ --> NO2
-+H2O
N2O + 2e- + 2H+ --> N2 +H2O
H+ + e- --> ½H2
Selain dihasilkan energi yang kurang, akseptor elektron sekunder juga menghasilkan
produk yang tidak menguntungkan untuk pertanian dan akuakultur. Sering dinyatakan lebih
beracun dari oksidasi yang stabil dengan adanya oksigen. Sebagai contoh, ammonia dan
nitrit lebih beracun daripada nitrat, dan H2S adalah lebih beracun daripada sulfat. Reduksi
dari Fe(III) dan Mn(III-IV) dapat menyebabkan phytotoxic Fe2+ dan konsentrasi Mn2+ yang
terdapat dalam tanaman padi. Reduksi dari NO3- ke gas N2 dan N2O adalah kondisi pertanian
yang tidak diinginkan. Karena tanah akan kehilangan nitrogen. Jika oksigen dan akseptor
elektron sekunder tidak hadir, mikroorganisme dalam tanah dan system lain masih dapat
mengekstrak energi beberapa senyawa organik secara fermentasi. Fermentasi dari sudut
pandang energi adalah penataan ulang molekul organik menjadi senyawa yang lebih stabil
sehingga sebagian dari energi ikatan mereka dilepaskan. Fermentasi karbohidrat menjadi
etanol atau metana dan CO2, dan bahan tanaman untuk gambut, melepaskan CO2 sekitar 10%
dari energi. Maka produk fermentasi (masing-masing etanol, metana, dan gambut)
mempertahankan sekitar 90% dari energi bahan asli. Fermentasi dan reduksi akseptor
elektron sekunder hanya expediencies sementara. Produk yang dihasilkan tidak stabil dengan
adanya oksigen dan akhirnya mengoksidasi lebih lanjut saat lebih banyak oksigen tersedia.
Bahan organik tanah adalah contoh akumulasi manfaat dari produk yang tidak stabil dari
oksidasi lengkap atau fermentasi. Kandungan bahan organik tanah mencerminkan perbedaan
antara tingkat penambahan bahan organik dan oksidasi. Laju oksidasi diatur oleh suhu dan
laju pasokan oksigen. (mahbub alwathoni, 2011 ; Henrich L. Bohn et al, 1985)
2. Reaksi asam-basa
Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan reaksi asam
atau basa dalam tanah. Sejumlah proses dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan
biokimia tanah yang berlansung spesifik. Pengaruh lansung terhadap laju dekomposisi
mineral tanah dan bahan organik, pembentukan mineral lempung bahkan pertumbuhan
tanaman.
Pengaruh tidak lansungnya terhadap kelarutan dan ketersediaan hara tanaman. sebagai
contoh perubahan konsentrasi fosfat dengan perubahan pH tanah. Konsentrasi ion H+ yang
tinggi bisa meracun bagi tanaman. Secara teoritis, angka pH berkisar antara 1 sampai 14.
Angka satu berarti kepekatan ion hidrogen di dalam tanah ada 10 - 1 atau 1/10 gmol/l. Tanah
pada kepekatan ini sangat asam. Sementara angka 14 berarti kepekatan ion hidrogennya
10-14 gmol/l. Tanah pada angka kepekatan ini sangat basa.
Tanah-tanah yang ada di Indonesia sangat bervariasi tingkat keasamannya. Ada tanah
yang masam seperti Podsolik Merah Kuning, dan latosol Tanah yang alkalis seperti
Mediteran Merah Kuning dan Grumosol. Bagi tanah – tanah yang bereaksi masam, seringkali
tidak atau kurang sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu pada tanah-tanah
demikian sering dilakukankan pengapuran (liming). bahan- bahan yang digunakan untuk
menaikkan pH tanah yang bereaksi masam menjadi mendekati netral dengan harga pH 6,5.
Faktor Yang Mempengaruhi Kemasaman
Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen di dalarn tanah
tersebut. Bila kepekatan ion hidrogen di dalam tanah terlalu tinggi maka tanah akan bereaksi
asam. Sebaliknya, bila kepekatan ion hidrogen terIalu rendah maka tanah akan bereaksi basa.
Pada kondisi ini kadar kation OH- lebih tinggi dari ion H+.
Tanah masam adalah tanah dengan pH rendah karena kandungan H+ yang tinggi. Pada tanah
masam lahan kering banyak ditemukan ion Al3+ yang bersifat masam karena dengan air ion
tersebut dapat menghasilkan H+. Dalarn keadaan tertentu, yaitu apabila tercapai kcjenuhan
ion Al3+ tertentu, terdapat juga ion Al-hidroksida dengan cara sebagai berikut :
Al3+ + 3H2O →Al(OH)2+ + H+
Al3+ + OH- →Al(OH)2+
dengan demikian dapat menimbulkan variasi kemasaman tanah.
Kebanyakan partikel lempung berinteraksi dengan ion H+. Lempung jenuh hidrogen
mengalami dekomposisi spontan. Ion hidrogen menerobos lapisan oktahedral dan
menggantikan atom Al. Aluminium yang dilepaskan kemudian dijerap oleh kompleks
lempung dan suatu kompleks lempung-Al-H terbentuk dengan cepat ion. Al3+ dapat
terhidrolisis dan menghasilkan ion H+
Reaksi tersebut menyumbang pada peningkatan konsentrasi ion H+ dalam tanah.
Sumber keasaman atau yang berperan dalam menentukan keasaman pada tanah gambut
adalah pirit (senyawa sulfur) dan asam-asam organik. Tingkat keasaman gambut mempunyai
kisaran yang sangat lebar. Keasaman tanah gambut cendrung semakin tinggi jika gambut
semakin tebal. Asam-asam organik yang tanah gambut terdiri dari atas asam humat, asam
fulvat, dan asam humin. Pengaruh pirit yaitu pada oksida pirit yang akan menimbulkan
keasaman tanah hingga mencapai pH 2 - 3. Pada keadaan ini hampir tidak ada tanaman
budidaya yang dapat tumbuh baik. Selain menjadi penghambat pertumbuhan tanaman, pirit
menyebabkan terjadinya karatan (corrosion) sehingga mempercepat kerusakan alat-alat
pertanian yang terbuat dari logam.
3. Biodegradasi
a. Biodegradasi aerob
Pada suatu lingkungan, seperti air permukaan dan tanah yang selalu mengandung
oksigen, bakteri aerobik menurunkan tingkat polutan dengan mengoksidasi campuran kimia.
Pada reaksi biodegradasi aerob, O2 dapat mengoksidasi berbagai macam bahan kimia yang
mengandung molekul organik (yang mengandung atom karbon) seperti produk petrolium.
Dalam proses ini, O2 mereduksi untuk memproduksi air. Mikroba dapat mengurangi lebih
lanjut campuran organik yang teroksidasi menjadi lebih sederhana dan relatif tidak
merugikan, seperti karbon dioksida dan gas metana. Bakteri menurunkan energi dari proses
ini, yang kemudian digunakan untuk lebih banyak sel dan menambah biomasa. Suatu aerob
juga mengoksidasi campuran inorganik (molekul yang tidak mengandung karbon) seperti
logam dan amoniak.
b. Organisme Yang Berperan Dalam Bioremidiasi
Pada banyak tempat, bioremediasi melibatkan kombinasi bakteri aerob dan anaerob
untuk mengurangi kontaminasi di suatu tempat. Tepatnya, bakteri anaerob biasanya
mendominasi reaksi biodegradasi yang lebih dekat pada daerah yang terkontaminasi, dimana
oksigen cenderung lebih jarang digunakan daripada sulfat, nitrat, besi dan metana sebagai
anaerobes penerima elektron. Lebih jauh dari daerah yang terkontaminasi dimana oksigen
banyak tersedia, bakteri aerob diikutkan dalam biodegradasi.
1. Bakteri.
Kemungkinan bakteri untuk mengurangi bahan kimia yang berbeda,
tergantung pada berbagai kondisi. Temperatur kimia, daerah yang terkontaminasi,
nutrien, dan banyak faktor lain berpengaruh pada efektivitas dan tingkat biodegradasi.
Mikroba metabolisme yang efektif dan digunakan untuk bioremediasi adalah bakteri
indigen yang secara alami ditemukan pada tempat yang berpolusi. Strain yang
berbeda dari bakteri yang disebut Pseudomonas, yang sangat melimpah di sebagian
besar sumber diketahui dapat mengurangi ratusan bahan kimia yang berbeda. Strain
E. coli (yang umumnya berhabitat dalam usus manusia dan mikroba yang penting
untuk berbagai teknik rekombinan DNA) juga sangat efektif dalam mengurangi
berbagai polutan.
2. Jamur.
Jamur pengurang sampah seperti Phanerochaete chrysosporium dan Phanerochaete
sordida dapat mengurangi racun kimia seperti creosote, pentachlorophenol, dan
polutan lain yang tidak dapat di degradasi oleh bakteri.
c. Rangsangan Bioremediasi
Beberapa bakteri asli sangat efektif dalam biodegradasi tergantung dari jenis polutan.
Para ilmuwan menggunakan beberapa strategi untuk membantu mikroorganisme dalam
mengurangi kontaminan. Hal ini tergantung dari kemampuan mikroorganisme tersebut untuk
membuat lingkungan menjadi bersih, dan mengurangi jumlah polutan kimia.
Memperkaya nutrien (pemupukan), adalah bioremediasi melalui pendekatan pupuk,
semacam fosfor dan nitrogen yang diberikan pada rumput, yang ditambahkan pada
lingkungan yang terkontaminasi untuk menstimulasi pertumbuhan mikroba asli yang dapat
mengurangi polutan. Beberapa pupuk, wood chips, dan straw mungkin ditambahkan untuk
melengkapi mikroba dengan karbon sebagai pupuk. Pupuk biasanya dibawa ke tempat yang
terkontaminasi dengan memompakannya pada air tanah atau mencampurnya pada tanah.
Konsep dalam pemupukan sangat sederhana. Dengan menambahkan lebih banyak nutrien,
mikroorganisme akan tumbuh dengan cepat dan menambah tingkat biodegradasi.
Bioaugmentasi (pembibitan), merupakan cara lain untuk menambahkan bakteri pada
daerah yang terkontaminasi untuk membantu mikroba asli dengan proses biodegradasi.
Bioaugmentasi tidak selalu menjadi solusi yang efektif karena strain mikroba dari
laboratorium jarang tumbuh dan ilmuwan harus yakin bahwa bakteri pembibit tidak akan
merusak ekologi lingkungan.
c. Fitoremediasi
Selain melibatkan bakteri, pemanfaatan tanaman juga dapat digunakan dalam strategi
bioremediasi. Strategi ini disebut phytoremediation dengan langkah pemanfaatan tanaman
untuk membersihkan zat-zat kimia dalam air, tanah dan udara. Tanaman menyerap zat-zat
kimia polutan melalui akar-akarnya seperti pada proses penyerapan air. Sebagai contoh,
tanaman bunga matahari menyerap radioaktif cesium
telah akar menyerap zat kimia polutan tersebut, sel-sel tanaman akan
mendegradasinya. Konsentrasi zat kimia dalam sel tumbuhan yang terkontaminasi akan
dibuang atau dibakar.
Fitoremidiasi merupakan pendekatan bioremediasi yang efektif, murah, dan mudah.
Penanaman tanaman selain dapat mengurangi polusi juga dapat membersihkan lingkungan
dalam waktu yang sama.
MACAM-MACAM TKNIK BIOREMIDIASI
A. Bioremidiasi Tanah
Terdapat dua cara pembersihan tanah, yaitu:
1. Bioremediasi ex situ: merupakan pembersihan dengan memindahkan materi-materi
kimia dari area terkontaminasi ke area yang lain.
2. Bioremediation in situ: merupakan pembersihan tanpa adanya perpindahan materi-
materi kimia yang mengkontaminasi.
Bioremediation in situ merupakan metode yang lebih sering digunakan karena lebih
murah, tanah dan air tidak tergali atau terpompa ke luar area, area tanah yang terkontaminasi
dapat dibersihkan pada satu waktu. Pembersihan secara in situ ini mengandalkan peningkatan
mikroorganisme dalam tanah atau air. Metode yang digunakan sering melibatkan bioventing,
memompa udara lain atau hidrogen peroksida (H2O2) ke dalam tanah yang terkontaminasi.
H2O2 sering digunakan karena mudah mengembangkan mikroba-mikroba penghasil oksigen.
Pupuk juga dapat ditambahkan ke dalam tanah tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan
dan menurunkan aktivitas bakteri. Pembersihan dengan cara ini lebih efektif di tanah berpasir
dan tidak kompak terdapat mikroorganisme dan dapat menyebar dengan cepat.
Bioremediation in situ tidak cocok untuk tipe tanah berlempung dan berbatu.
Teknik/ cara bioremidiasi ex situ:
1. slurry-phase bioremediation. yaitu memindahkan tanah yang terkontaminasi ke
tempat lain dan mencampurnya dengan air dan pupuk ke dalam bioreaksi yang besar
dimana mikroorganisme dapat diamati dan dikontrol.
2. solid-phase bioremediation. Proses ini lebih memakan waktu daripada slurry-phase
dan membutuhkan tempat yang lebih besar, namun merupakan cara yang paling baik
untuk menurunkan zat kimia tertentu.
a. Composting. Dapat digunakan untuk menurunkan kotoran dalam tanah
terkontaminasi dengan menambahkan timbunan, jerami, rumput dan materi-
materi lain untuk mengembangkan nutrisi bagi bakteri yang dapat
membersihkan zat-zat kimia dari tanah tersebut.
b. Land farming. Tanah terkontaminasi disebarkan sehingga air dapat
memecahkan polutan dari tanah.
3. Soil biopiles digunakan secara partikular dengan menguapkan zat-zat kimia polutan
dalam tanah dan mikroba-mikroba dapat menurunkan polutan tersebut.
MEKANISME SORPTION
Transformasi N dalam tanah
Di dalam tanah unsur N dapat mengalami alihrupa sebagai berikut: Mineralisasi,
Immobilisasi, Nitrifikasi, Denitrifikasi, Volatilisasi, Fiksasi N.
Mineralization
Pelepasan N organik menjadi N yang tersedia bagi tanaman yaitu: NH4+, melibatkan
mikrobia heterotrof yaitu bakteri dan kapang. Bahan organik tanah mengandung N sekitar
5%, sekitar 1-4% dari N organik mengalami mineralisasi setiap tahunnya.
Aminisasi: proteins + H2O –> asam amino + amina + urea + CO2 + energi.
pemecahan protein menjadi unit lebih kecil, yang mengandung gugus NH2
Ammonifikasi:
R – NH2 + H2O –> NH3 + R – OH + energi
NH3 + H2O –> NH4+ + OH-
Immobilisasi (assimilasi)
Berkebalikan dengan proses mineralisasi. Pengambilan bentuk N anorganik
dari tanah kemudian menyatukan bahan tersebut menjadi bentuk N organik oleh
mikrobia, dapat berupa NH4+ atau NO3
-. Kesetimbangan antara mineralisasi dan
immobilisasi ditentukan oleh nisbah C:N .
Nitrifikasi
Perubahan NH4+ menjadi NO3
-, sumber NH4+ dapat berupa bahan organik atau
pupuk. Oksidasi biologis: bilangan oksidasi N meningkat dari -3 menjadi + 5, melalui
2 tahapan proses:
2NH4+ + 3O2 –> 2NO2
- (nitrit) + 2H2O + 4H+ (Nitrosomonas bacteria) dan
2NO2- + O2 –> 2NO3
- ( Nitrobacter bacteria)
Nitrit bersifat meracun, umumnya tidak sampai mengumpul, karena reaksi
nitrit menjadi nitrat jauh lebih besar dibanding perubahan ammonium menjadi nitrit.
Ada dua jenis bakteri ototrof yang menonjol, mereka mendapatkan energi dari
oksidasi N, sedangkan C diambil dari CO2
Proses nitrifikasi
Meningkatkan potensi pelindian N. Senyawa NO3- sangat mobil, sangat larut
air, tidak dapat dipegang oleh koloid tanah. Senyawa NH4+ merupakan kation
tertukar, dapat dipegang oleh koloid tanah, bersifat mobil dalam tanah pasiran tanah
yang memiliki KPK rendah. Untuk berlangsungnya proses nitrifikasi diperlukan
suasana aerasi yang baik, karena yang aktif bakteri aerobik, oksigen diperlukan
sebagai reaktan dalam kedua reaksi yang terlibat. Proses ini bersifat mengasamkan
tanah, 2 mol H+ dihasilkan per mol NH4+ yag dinitrifikasi, ini dapat berasal dari
pupuk ammonium atau mengandung pembentuk ammonium (urea). Sangat cepat pada
pH tinggi, optimum pada pH 8.5, bakteri memerlukan cukup Ca dan P, keseimbangan
reaksi lebih cocok pada pH tinggi tersebut. Reaksi cepat pada temperatur hangat dan
tanah yang lembab. Penghambat nitrifikasi: digunakan untuk membatasi pelindian
nitrat, N-Serve (nitrapyrin) karena bersifat meracun bagi Nitrosomonas.
Denitrifikasi
Kehilangan N dalam bentuk gas, reaksi NO3- menjadi N2 dan N2O. Bakteri
anaerob: Pseudomonas, Bacillus, menggunakan N sebagai sumber O2 dalam respirasi,
terjadi pada tanah tergenang atau terbatasnya oksigen, sekitar akar atau seresah yang
sedang terombak. Bakteri memerlukan bahan organik, bahan orgaik yang siap
dirombak sebagai sumber energi
4(CH2O) + 4NO3- + 4H+ –> 4CO2 + 2N2O + 6H2O
5(CH2O) + 4NO3- + 4H+ –> 5CO2 + 2N2O + 7H2O
Kehilangan N dari pupuk umumnya 10-30%, pada kondisi: penambahan bahan
orgaik dan kurangnya aerasi, temperatur hangat : antara 50 – 80 F, pH >5.5, cukup
sediaan nitrat, pertumbuhan tanaman, dapat menyumbang C dan kurangnya oksigen,
tanaman dapat juga membatasi denitrifikasi dengan mengurangi kadar air dalam tanah
dan nitrat karena diserap
Volatilisasi
Kehilangan berupa gas NH3, terutama dari pupuk N di permukaan, juga rabuk
di permukaan tanah, kehilangan rabuk juga terjadi saat penanganan dan penyimpanan,
dengan reaksi NH4+ –> H+ + NH3 . Kehilangan NH3 terutama pada pH tinggi, pH
larutan >7 , pada kesetimbangan reaksi bergerak ke kanan, kehilangan tersebut dapat
ditekan dengan cara pemberian pupuk dibenamkan, atau dengan penyiraman air
irigasi, urea bersifat sangat larut.
Pada tanah masam dan netral: kehilangan urea lebih besar dibanding pupuk
NH4+ , reaksi awal NH4
+ bersifat asam. Hidrolisis Urea meningkatkan pH sekitar
butiran:
CO(NH2) 2 (urea) + H+ + 2H2O –> 2NH4+ + HCO3- ini memerlukan H+ dan
menaikkan pH, dapat mencapai > 7 mendorong reaksi : NH4+ + HCO3
- –>NH 3 +
H2O + CO2
Pada tanah kapuran (calcareous soils), kehilangan Urea secara potensial tetap
tinggi. Pupuk NH4+ lebih mudah menguap dibanding dalam suasana asam, karena
bereaksi dengan karbonat, NH4+ + HCO3
- NHà 3 + H2O + CO2 , kehilangan
ammonium fosfat and sulfat lebih tinggi dibanding garam ammonium yang terlarut
seperti klorida dan nitrat.
Faktor lain yang mendorong volatilisasi antara lain: bentuknya cairan vs.
padatan. Aplikasi permukaan disebar (broadcast surface applications), dibandingkan
setempat atau dicampurkan. Temperatur yang tinggi. Permukaan tanah yang lembab
dan evaporasi yang cepat. KPK yang rendah: retensi NH4+ dan penyanggaan pH.
residu tanaman di permukaan, penggembalaan dan gumpal tanah, menjaga lengas
tanah permukaan, mengurangi kontak tanah dan gerakan ke dalam tanah
PENGENDAPAN (SEDIMENTASI)
Sedimentasi adalah terbawanya material hasil dari pengikisan dan pelapukan
oleh air, angin atau gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan. Semua
batuan hasil pelapukan dan pengikisan yang diendapkan lama kelamaan akan menjadi
batuan sedimen. Hasil proses sedimentasi di suatu tempat dengan tempat lain akan
berbeda. Berikut adalah ciri bentang lahan akibat proses pengendapan berdasarkan
tenaga pengangkutnya.
Pengendapan oleh air sungai
Batuan hasil pengendapan oleh air disebut sedimen akuatis. Bentang alam
hasil pengendapan oleh air, antara lain meander, oxbow lake, tanggul alam, dan delta.
Meander
Meander, merupakan sungai yang berkelok-kelok yang terbentuk karena
adanya pengendapan. Proses berkelok- keloknya sungai dimulai dari sungai bagian
hulu. Pada bagian hulu, volume airnya kecil dan tenaga yang terbentuk juga kecil.
Akibatnya sungai mulai menghindari penghalang dan mencari jalan yang paling
mudah dilewati. Sementara, pada bagian hulu belum terjadi pengendapan. Pada
bagian tengah, yang wilayahnya datar maka aliran airnya lambat, sehingga
membentuk meander. Proses meander terjadi pada tepi sungai, baik bagian dalam
maupun tepi luar. Di bagian sungai yang aliranya cepat, akan terjadi pengikisan,
sedangkan bagian tepi sungai yang lamban alirannya, akan terjadi pengendapan.
Apabila hal itu berlangsung secara terus-menerus akan membentuk meander.
Oxbow lake
Meander biasanya terbentuk pada sungai bagian hilir, sebab pengikisan dan
pengendapan terjadi secara terus- menerus. Proses pengendapan yang terjadi secara
terus menerus akan menyebabkan kelokan sungai terpotong dan terpisah dari aliran
sungai, sehingga terbentuk oxbow lake, atau disebut juga sungai mati.
Pada saat aliran air mendekati muara, seperti danau atau laut, kecepatan alirannya
menjadi lambat. Akibatnya, terjadi pengendapan sedimen oleh air sungai. Pasir akan
diendapkan, sedangkan tanah liat dan lumpur akan tetap terangkut oleh aliran air.
Setelah sekian lama, akan terbentuk lapisan-lapisan sedimen. Akhirnya lapisan-
lapisan sedimen membentuk dataran yang luas pada bagian sungai yang mendekati
muaranya dan membentuk delta.
Pembentukan delta harus memenuhi beberapa syarat. Pertama, sedimen yang
dibawa oleh sungai harus banyak ketika akan masuk laut atau danau. Kedua, arus di
sepanjang pantai tidak terlalu kuat. Ketiga, pantai harus dangkal. Contoh bentang
alam ini adalah delta Sungai Musi, Kapuas, dan Kali Brantas.
Tanggul alam
Apabila terjadi hujan lebat, volume air meningkat secara cepat. Akibatnya
terjadi banjir dan air meluap hingga ke tepi sungai. Pada saat air surut, bahan-bahan
yang terbawa oleh air sungai akan terendapkan di tepi sungai. Akibatnya, terbentuk
suatu dataran di tepi sungai. Timbulnya material yang tidak halus (kasar) terdapat
pada tepi sungai. Akibatnya tepi sungai lebih tinggi dibandingkan dataran banjir yang
terbentuk. Bentang alam itu disebut tanggul sungai. Selain itu, juga terdapat tanggul
pantai sebagai hasil dari proses pengendapan oleh laut. Kedua tanggul tersebut
merupakan tanggul alam, karena proses terbentuknya berlangsung alami hasil
pengerjaan alam.
Pengendapan oleh air laut
Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine. Pengendapan
oleh air laut dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam hasil pengendapan oleh
air laut, antara lain pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai Pesisir merupakan
wilayah pengendapan di sepanjang pantai. Biasanya terdiri atas material pasir. Ukuran
dan komposisi material di pantai sangat bervariasi tergantung pada perubahan kondisi
cuaca, arah angin, dan arus laut. Arus pantai mengangkut material yang ada di
sepanjang pantai. Jika terjadi perubahan arah, maka arus pantai akan tetap
mengangkut material material ke laut yang dalam. Ketika material masuk ke laut yang
dalam, terjadi pengendapan material. Setelah sekian lama, terdapat akumulasi material
yang ada di atas permukaan laut.
Akumulasi material itu disebut spit. Jika arus pantai terus berlanjut, spit akan semakin
panjang. Kadang-kadang spit terbentuk melewati teluk dan membetuk penghalang
pantai (barrier beach). Apabila di sekitar split terdapat pulau maka spit tersambung
dengan daratan, sehingga membentuk tombolo.P
Pengendapan oleh angin
Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Bentang alam
hasil pengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir (sand dune). Gumuk pasir
terjadi akibat akumulasi pasir yang cukup banyak dan tiupan angin yang kuat. Angin
mengangkut dan mengendapkan pasir di suatu tempat secara bertahap, sehingga
terbentuk timbunan pasir yang disebut gumuk pasir.
Pengendapan oleh gletser
Sedimen hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimen glacial. Bentang
alam hasil pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah yang semula berbentuk V
menjadi U. Pada saat musim semi tiba, terjadi pengikisan oleh gletser yang meluncur
menuruni lembah. Batuan atau tanah hasil pengikisan juga menuruni lereng dan
mengendap di lembah. Akibatnya, lembah yang semula berbentuk V menjadi
berbentuk U.