"kiat saya menjalani masa purnabakti pns"

8

Click here to load reader

Upload: api-25886356

Post on 18-Jun-2015

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: "Kiat Saya Menjalani Masa Purnabakti PNS"

"Kiat Saya Menjalani Masa Purnabakti PNS"

Oleh: A. Hafied A. Ganywww.hafied.org; http://www.twitter.com/hafiedgany

http://www.facebook.com/hafiedgany -----

Saya sebagai pensiunan yang senyatanya berlangsung di penghujung tahun 2009 setelah 45 tahun bertugas di Suatu Departemen Teknis. Masa kerja saya relatif lebih panjang dibandingkan dengan PNS pada umumnya, karena kebetulan saya terakhir bertugas sebagai Widya Iswara Utama yang diperkenankan oleh ketentuan untuk menjalani pensiun sampai pada umur 65 Tahun, sementara PNS pada umumnya sesuai ketentuan menjalani pensiun pada umur 56 tahun, dan pengecualian 60 tahun bagi pejabat struktural setingkat Eselon I dan Eselon II.

Saya merasa sangat beruntung, menjalani masa pensiun yang lebih lama setelah melewati batas pensiun 60 tahun bagi pejabat struktural, karena saya benar-benar merasakannya sebagai karunia tahapan persiapan menghadapi pensiun senyatanya (khususnya persiapan mental dan spiritual serta perilaku hidup) yang cukup memadai ketimbang mendadak menjalani pensiun tanpa persiapan secukupnya, apalagi dengan antisipasi gaji pensiun yang secara material tidak akan pernah masuk dalam hitungan keseimbangan neraca. Saya yakin hal yang sengaja saya angkat ini masih banyak mengandung kekurangan, namun setidaknya saya ambil sebagai kelengkapan informasi dalam upaya menjalani kelanjutan penyempurnaan masa purnabakti yang saya munajatkan selama mungkin (sesuai kapasitas diri yang efektif) sepanjang umur manula yang berkenan dikaruniakan Tuhan kepada saya. Semoga ada manfaatnya bagi pembaca yang budiman.

-----

Menghadapi masa pensiun khususnya bagi Pegawai Negeri Spil (PNS), seyogyanya sudah harus disiapkan dari jauh-jauh hari, baik dalam kaitannya dengan kesiapan secara fisik menghadapi perubahan maupun kesiapan mental yang juga tidak kalah pentingnya untuk dimiliki. Bagaimanapun juga kita tidak boleh lepas dari persiapan ini setiap saat dari proses kehidupan kita sehingga tidak pernah terbentuk resultante sikap hidup yang bertentangan dengan karakteristik kehidupan masa pensiun di sepanjang perjalanan hidup kita sebagai PNS. Ini pasti memerlukan akumulasi sikap maupun kebiasaan hidup yang berlangsung lama sepanjang kehidupan kita prapensiun yang pada gilirannya harus dimiliki sebagai tabungan menjelang pensiun sampai pasca pensiun dan seterusnya.

-----

Banyak sekali contoh yang kita lihat di sekitar kita, di mana seorang yang tidak mempersiapkan diri dari jauh hari tiba-tiba harus pensiun, ternyata malahan menjadi bencana bagi yang bersangkutan, dan hanya hidup beberapa waktu yang singkat saja, perubahan fisik, kesehatan, dan mental sangat drastis lalu hidup dalam kondisi sakit-sakitan kalau tidak terkena strook yang membawa kematian pada umur yang seyogyanya masih bisa dimanfaatkan menjalani peran efektif dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut ini saya mencoba mengangkat beberapa fakta yang saya saksikan sendiri sebagai pelajaran yang sama sekali tidak mengandung maksud untuk melecehkan.

1

Page 2: "Kiat Saya Menjalani Masa Purnabakti PNS"

-----

Pensiunan Gubernur: Seorang gubernur yang memulai kariernya dari bawah sebagai camat, di masa jabatannya benar-benar mengagumkan saya, dengan semangat kerja dan kebugaran fisik (lahir) yang seolah tidak ada tandingannya, main tennisnya seolah tidak pernah lelah, dan olah raga jalan kaki lintas pegunungan, mengalahkan semua kepala dinas di provinsinya, padahal umurnya sudah di atas limapuluh mendekati enampuluhan. Namun apa yang terjadi setelah pensiun sangat mengherankan semua orang yang mengenalnya? Hanya sekitar sebulan setelah beliau lengser, langsung terkena strook yang cukup berat, sehingga ngomongnya saja sampai cadel dan kedua tangannya lumpuh. Padahal, menurut dokter pribadinya, beliau sama sekali tidak pernah pernah terindikasi selama ini akan adanya gejala penyakit akut. Hartanya habis-habisan dipakai berobat dan tidak pernah pulih! Saya tidak pernah tahu kenapa hal seperti ini bisa terjadi, saya hanya bisa menduga bahwa pasti ada yang keliru dalam kehidupannya mempersiapkan diri menghadapi pensiun. Memang begitulah suratan takdir beliau, namun, dalam kehidupan manusia, tidak ada hal yang kebetulan terjadi tanpa proses yang melatar belakanginya. Hanya hal seperti ini tidak selalu mudah mendeteksinya.

-----

Pejabat di Resort Kepolisian: Kasus lain, seorang pejabat kepolisian di suatu kabupaten, semasa dalam tugasnya sangat ditakuti, karena kebiasannya menegur pelanggaran (khususnya pelanggaran lalu lintas) secara langsung, tegas, namun kasar tanpa basa basi. Sopir-sopir yang didapatinya melanggar ketentuan lalu lintas, langsung ditegur dengan kasar, dengan muka sangar, dengan tendangan atau tempelengan, SIM dirobek, bahkan tidak jarang ban mobil ditembak kalau ditahan tidak mau berhenti. Pejabat yang satu ini sangat ditakuti sampai ke kabupaten tetangga, dan orang-orang berharap cemas agar tidak pernah ada kasus yang mempertemukannya dengan pejabat tersebut.

Apa yang terjadi setelah pejabat tersebut purna tugas? Sopir-sopir angkutan penumpang dengan sengaja dan demonstratif melakukan pelanggaran atau mengeluarkan kata-kata kasar sindiran kalau mereka mengetahui kehadiran bapak tersebut di sekitar mereka. Bahkan sopir-sopir banyak sengaja berhenti seolah-olah kehabisan BBM di depan kios BBM (yang dibangun pejabat tersebut sebagai usaha tambahan untuk memenuhi kebutuhan pensiun). Begitu si empunya kios melihatnya, si sopir dengan demonstratif menyuruh keneknya bawa jerigen membeli BBM di kios sebelah yang letaknya berjauhan.

Perlakuan seperti itu, diterima oleh mantan pejabat tersebut seolah ungkapan balas dendam masyarakat atas perlakuan pejabat tersebut selama dinasnya. Disamping itu, beliau merasa dikucilkan dari masyarakat sekitarnya seolah keberadaanya sudah tidak diakui lagi di lingkungan tersebut. Dengan perlakuan tersebut, hanya dalam waktu beberapa bulan pasca pensiun, kondisi kesehatannya yang tadinya secara fisik sangat prima dengan kumis tebal yang menakutkan, mendadak menurun sampai akhirnya beliau terserang penyakit parah yang menutup riwayatnya hanya dalam hitungan beberapa bulan setelah pensiun.

Saya menduga bahwa selama masa dinasnyan pejabat ini kebablasan dalam menggunakan kekuasaanya (untuk menegakkan ketentuan), disamping kealpaan

2

Page 3: "Kiat Saya Menjalani Masa Purnabakti PNS"

menempatkan ibadah sebagai bagian penting dalam kehidupannya, sehingga pada akhirnya justru terlepas dari kaitan silaturrakhmi dengan, bahkan dikucilkan, masyarakat sekitarnya. Padahal, pengakuan dan penerimaan masyarakat merupakan kebutuhan esensiel manusia, apalagi setelah pensiun.

-----

Pensiunan Pegawai Rendahan: Kasus ini, adalah seorang pegawai rendahan setingkat juru ukur yang tugasnya sehari-hari di lapangan melakukan pengukuran dengan tekun dan sempurna, tapi dengan gaji dan honorarium yang pas-pasan saja untuk kebutuhan rumah tangga, terkadang mengalami tekor uang belanjanya, sehingga isterinya terpakasa membuka warung makanan untuk menambah kebutuhan belanja. Saya sempat kagum dengan beliau karena kelihatannya tidak pernah mengeluh atau menuntut haknya, dan selalu kelihatan bekerja dengan penuh semangat dan dengan kesehatan badan yang prima. Sampai puluhan tahun setelah pensiun, beliau terlihat tidak ada perbedaan sama sekali, padahal beliau hanya tergantung dari gaji pensiun dan tambahan warung isterinya. Dari interaksi dengan beliau selama masih aktif, saya bisa mengorek informasi rahasia keperimaannya, yakni keteraturan melakukan kegiatan sehari-hari, beribadah, makan, banyak minum air putih, mandi, bekerja, semua serba teratur waktunya – walaupun dalam keadaan liburan, serta selalu bersosialisasi dengan tetangga terutama membesuk orang sakit, melayat orang meninggal dan menghadiri acara-acara perkawinan. Sekalipun tidak pernah memberikan sumbangan materi yang besar, namun selalu ringan tangan membantu yang punya hajat, baik diminta ataupun tidak.

Terakhir beberapa tahun yang lalu pada kunjungan kerja saya di daerah tersebut mendengar kabar bahwa beliau masih hidup, sehat melakukan kegiatannya secara teratur seperti biasanya, meskipun umurnya sudah melebihi 85 tahun.

Pensiun Janda Pegawai Menengah: Seorang janda pegawai menengah yang lama sebelum suaminya meninggal, beliau dimadu, dengan nikah siri, dan selama kurun waktu tersebut sebagian besar waktu suaminya tinggal di isteri mudanya, dan beliau hanya diberikan uang belanja yang tidak memadai untuk menghidupi dirinya bersama tiga orang anaknya, sehingga beliau terpaksa berusaha membantu-bantu tetangga menjaga anak atau memasak bila ada hajatan dan sebagainya untuk menambah uang belanja. Beberapa bulan setelah pensiun, suaminya terkena serangan jantung yang mengharuskannya menunggu dengan sabar di rumah sakit berbulan-bulan, karena ternyata isteri muda suaminya tidak bersedia mendampingi terus dengan alasan merawat anak yang masih kecil-kecil. Beliau sebagai isteri tua selalu saja dengan tekun merawat, menyuapi, memandikan serta mengurut suaminya setiap hari, sejalan dengan pengobatan dokter dengan menggunakan tambahan biaya dari ASKES.

Selama perawatan berbulan-bulan tersebut, semua harta yang berharga semuanya ludes dijual, dan terakhir rumah dinas yang sudah lunas cicilannya, terpaksa juga dijual untuk biaya menutupi biaya hidup dan pengobatan. Sementara itu, uang pensiun suaminya diberikan semua kepada isteri muda untuk membiayai kebutuhan bersama anak-anak yang masih kecil-kecil.

Atas kehendak Tuhan, sang suami akhirnya meninggal setelah cukup lama menjalani pegobatan yang didampingi dengan tekun oleh sang isteri tua. Pada saat tersebut, pensiun janda yang atas nama isteri tuanya yang resmi dalam daftar gaji, masih terus diterima

3

Page 4: "Kiat Saya Menjalani Masa Purnabakti PNS"

oleh sang isteri muda. Dapat dibayangkan bagaimana kesulitan hidup yang dihadapi oleh sang janda, bersama tiga orang anak yang masih duduk dibangku SLTA, dengan tunjangan pensiun janda yang semuanya diterima isteri muda almarhum suaminya, dan harus tinggal di rumah kontrakan.

Rupanya janji Tuhan, sangat mengandung kebenaran, dimana difirmankan bawa Allah tidak akan memberikan cobaan yang diluar kemampuan memikul umat-NYA. Rupanya ditengah kebingungan menghadapi cobaan yang sangat berat tersebut, sang janda yang tidak mempunyai keakhlian khusus untuk bertahan hidup tersebut, akhirnya mendapat ide untuk memanfaatkan pengalaman mengurut suaminya selama sakit untuk memijit ibu-ibu tetangga yang membutuhkan. Hal ini dengan pertolongan Tuhan rupanya dijalaninya dengan tekun dan iklas, sehingga kebanyakan orang diurutnya merasa puas, dan hanya dalam waktu singkat beliau sangat banyak memperoleh langganan, melalui SMS (termasuk isteri dan anak-anak saya), sehingga lebih laris dari panti pijat yang dikelola secara professional.

Malahan hal yang sangat mengagumkan saya, dia sempat membiayai sekolah tiga orang anaknya sampai selesai, malahan sempat membantu biaya anak tiri dari isteri muda suaminya. Dan yang sangat sulit saya bayangkan adalah keikhlasan beliau secara resmi memberikan hak kepada madunya ini untuk menerima sepenuhnya tunjangan pensiun janda atas namanya. Sewaktu saya tanya tentang hal tersebut, beliau mengatakan: “Saya kan menolong orang yang pernah dicintai suami saya yang saya cintai bersama anaknya, dan lagi pula uang pensiun janda tersebut tidak cukup kalau saya bagi dua. Padahal saya sendiri sudah menemukan mata pencaharian yang tadinya berasal dari pengalaman merawat suami saya”. “Bagaimana lagi Pak, saya harus beterimakasih kepada Tuhan dengan Rakhmat rezeki dan kesehatan badan yang diberikan-NYA kepada saya sebagai pensiunan janda PNS?”; katanya mengakhiri perbincangan singkat dengan saya.

Pensiun PNS Dini: Puluhan tahun yang lalu, saya dalam perjalanan KA mendapatkan pelajaran hidup dari seorang yang dudukna kebetulan berdampingan dengan saya dari Bandung, sampai stasiun Jati Negara. Beliau adalah pensiunan dini dari sebuah jawatan pemerintah, berdarah Tiong Hwa bernama Ho Hat Siu, yang saya masih ingat beliau memberitahu alamatnya tinggal di Jalan Jamuju Bandung. Di sepanjang perbincangan saya hampir empat jam sampai ke Stasiun Jati Negara, saya menyimpulkan nasehat beliau yang mengatakan bahwa, “pensiun” itu adalah rakhmat Tuhan yang harus kita banggakan, dan bukan untuk ditakuti. Yang penting katanya: “Persiapkanlah diri untuk menyambut kedatangan pensiun yang membanggakan tersebut, jauh sebelumnya”. Malahan, kalau cukup persiapan fisik dan mental kata beliau lebih lanjut; “Songsonglah kehormatan pensiun itu lebih dini sesuai ketentuan, agar bisa menikmatinya lebih panjang, dan masih punya tenaga dan fikiran untuk berinteraksi sosial dengan masyarakat sebagai persyaratan utama kehidupan di dunia fana ini. Dia dengan sangat rendah hati menuturkan pengalamannya pensiun dini bahwa pada saat permohonannya dikabulkan pemerintah untuk pensiun dini, dia benar-benar merasakan kenikmatan hidup dan kebebasan memerintah diri sendiri apapun yang mau dikerjakan, dan kemanapun mau pergi. Yang penting katanya: “Janganlah anda mengubah cara dan gaya kehidupan anda yang dijalani dan dibentuk menjadi budaya selama dalam dinas sebagai PNS, khususnya dalam “keteraturan” kegiatan. Pokoknya, beraktivitas ibadah, makan, minum, berinteraksi dengan masyarakat, menulis, melakukan hobi misalnya melukis, membaca,

4

Page 5: "Kiat Saya Menjalani Masa Purnabakti PNS"

kalau ada kesempatan mengajar, agar otak dan fisik tidak dipensiunkan, dan jangan memulai “usaha-berat” yang di luar kemampuan Anda mengelolanya. “Itu, rahasia hidup saya, yang dapat anda pertimbangkan, semoga ada manfaatnya”, katanya, sambil menjabat tangan saya untuk berpisah di Stasiun Jatinegara. Saya hanya sempat melirik beliau dari jendela KA yang akan saya tumpangi sampai stasiun Kota, memandang beliau sampai hilang di pintu keluar stasiun. Saya bertambah kagum melihat postur badannya yang berjalan tegap, raut muka anggun berwibawa, awet muda yang selalu terukir senyum di bibirnya, pada umur 60an tahun yang semula saya perkirakan baru berumur 40an tahun.

Menyimpulkan Pembelajaran dari Pengalaman Pensiun Seorang Teman: Sekitar enam, tujuh tahun berselang, saya menjadi dekat hubungan dengan seorang teman yang lebih muda dari saya beberapa tahun, namun pada saat itu sudah menjalani pensiun normal 56 tahun sebagai PNS biasa. Sepanjang pertemanan saya dengan kolega yang lebih dini menjalani pensiun tersebut, saya diam-diam banyak memperoleh bekal tambahan pembelajaran pensiun dari beliau yang masih terus aktif bekerja, berinteraksi dengan masyarakat, beribadah, bahkan dengan hubungan internasional sekalipun yang cukup lancar dan dengan kesehatan badan yang selalu dalam keadaan prima. Selalu bersikap dimanis dengan ide-ide yang mengagumkan saya yang diungkapkan dengan rendah hati namun penuh optimisme, keuletan dan kesabaran untuk mewujudkan ide maupun gagasannya. Saya mengamati kehidupan rumah tangga beliau yang cukup tenteram dengan tingkat kehidupan ekonomi yang menurut hemat saya jauh lebih meyakinkan dari kebanyakan pegawai yang masih aktif sekalipun.

Beberapa saat setelah resmi pensiun, saya tidak bisa menahan diri untuk tidak menanyakan apa prinsip kehidupan yang dimilikinya dalam menjalani kehidupan pasca pensiun ini sehingga bisa tetap langgeng dengan kondisi kesehatan, fisik dan semangat yang mengagumkan saya. Sangat sederhana Pak! Jawabnya sewaktu saya tanya: “Saya hanya konsisten dengan perinsip yang saya sudah anut selama bekerja sejak dulu yakni; “KISS” Pak, katanya lebih lanjut. Saya benar-benar surprise dan dan sangat puas menyimpulkan pembelajaran panjang – yang azas-azasnya sudah saya tahu selama ini – setelah beliau menjelaskan makna KISS lebih lanjut yakni singkatan dari perinsip: (1) ‘K’esehatan rohani dan jasmani yang terjaga baik; (2) ‘I’badah yang teratur dan konsisten; (3) ‘S’ilaturrakhmi dengan lingkungan yang ikhlas; dan (4) ‘S’aku yang harus terjaga agar senantiasa terjaga keseimbangan kebutuhan dalam melakukan aktivitas pensiun. Sambil menutup pembicaraan, beliau meneruskan: “Pada awalnya, yang terakhir “(saku)” sedikir sulit saya jaga keseimbangannya, namun melalui pengalaman yang sudah membudaya dalam kehidupan saya, saya bisa selalu memegang prinsip keseimbangan pendapatan dan belanja bahwa: “banyak di saku juga akan habis, dan sedit pun bisa dicukupkan!”

Alhamdulillah, prinsip “KISS” ini yang sebenarnya sudah lama saya ketahui azas-azasnya, pada akhirnya menjadi kesimpulan pembelajaran panjang yang akan mengantarkan saya mengarungi bahtera perjalanan purna tugas selanjutnya yang Insya Allah penuh dengan Rakhmat dan Hidayah-NYA, lahir bathin, dunia maupun akhirat. Amin ya Rabbalalamin.

Tokyo, 17 Maret, 2010

5