khv
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan budidaya menjadi tumpuan dan andalan bagi peningkatan
produksi pangan dimasa yang akan datang guna memenuhi kebutuhan dan
pasokan permintaan pasar seiring dengan kecenderungan menurunya hasil
tangkapan ikan di alam. Bagi Indonesia kondisi tersebut sangat menguntungkan
karena memiliki potensi perikanan yang besar dan belum dimanfaatkan dengan
optimal. Potensi periaknan budidaya di Indonesia meliputi budidaya laut 1.9 juta
ha, budidaya air payau 913000 ha dan budidaya air tawar 55 juta ha (Rukmono,
2004).
Tujuan budidaya adalah untuk meningkatkan produksi dan secara
bersama mengurangi jumlah kematian akibat penangkapan berlebih serta
perusakan lingkungan. Kegiatan budidaya juga merupakan upaya manipulasi
dan memodifikasi lingkungan seperti lingkungan bioreproduksi, kepadatan, pakan
dan lain-lain.Kondisi tersebut akan melahirkan tekanan atau stress terhadap
komoditas yang dibudidayakan sehingga rentan terhadap penyakit. Munculnya
penyakit ikan budidaya harus diantisipasi dengan penanggulangan sehingga
tidak menimbulkan kerugian yang besar.
Kasus timbulnya penyakit pada ikan budidaya sudah lama diketahui.
Budidaya ikan mas pada tahun 1930 pernah mencatat adanya serangan masal
penyakit jenis cacing Dactylogyrus cyprini. Kemudian disusul pada tahun 1932
budidaya ikan hisa Guppy diserang Myxobolus multifilis. Sejak saat itu berbagai
jenis penyakit mulai muncul menyerang berbagai jenis ikan budidaya seperti
Myxobolus pada tahun 1951, Lernea pada tahun 1970, Aeromonas dan
Pseudomonas pada tahun 1980 dan Epizootic Ulceratus Syndrome (EUS) pada
tahun 1992 (Rukmono, 2004 dan Taukid, et al., 2004).
Kematian massal pada budidaya udang terjadi pada tahun 1993 oleh
serangan penyakit virus seperti Yellow Head Diseases (YHD), White Spot
Syndrome Viruses (WSSV) pada tahun 1994, Taura Syndrome Virus (TSV) pada
tahun 2002. Pada budidaya ikan kerapu penyakit Iridovirus dan Viral Nervous
Necrosis (VNN) merupakan masalah yang paling meresahkan.
1
Pada tahun 2002 budidaya ikan mas dan koi dikejutkan lagi dengan
adanya wabah Koi Herpes Virus (KHV) yang membuat kerugian hingga ratusan
miliaran rupiah. Penyakit ini ditemukan pertama kali di Belitar Jawa Timur pada
Maret 2002, dan dalam waktu yang sangat cepat penyakit ini telah menyebar ke
seluruh Jawa dan Bali.
Untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran penyakit KHV perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui kemungkinan ikan-ikan lain yang dapat
sebagai pembawa atau carrier bagi penyakit KHV. Karena di Indonesia banyak
jenis ikan yang dibudidayakan seperti ikan nila, patin, lele, bawal, mujair dan
tawes disamping ikan mas, koi, mas koki, komet dan sebagainya. Ikan yang
secara taksonomi dekat hubunganya dengan ikan mas koki (Carasius auratus).
Berdasarkan hasil penelitian di Australia ikan tersebut memiliki indikasi
kerusakan sel yang sama dengan yang terkena penyakit KHV (Stephen, 2003 in
Hartman, et al., 2004).
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui jenis-jenis inang yang dapat
terinfeksi virus KHV dan yang tidak terinfeksi tetapi bersifat carrier bagi penyakit
KHV dengan melakukan kohabitasi ikan mas Cyprinus carpio yang terinfeksi
KHV dengan berbagai ikan lain yang banyak dibudidayakan di Indonesia.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat memberikan
informasi ilmiah mengenai penyebaran penyakit KHV terhadap berbagai ikan lain
yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan untuk mengetahui kemungkinan
ikan-ikan lain yang dapat sebagai pembawa atau carrier bagi penyakit KHV.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Koi Herves Virus (KHV)
Koi herpesvirus (juga dikenal sebagai cyprinid herpesvirus-3 atau CyHV-
3) diklasifikasikan sebagai virus DNA termasuk dalam keluarga virus
Herpesviridae (yaitu, virus herpes). Meskipun telah ada beberapa diskusi ilmiah
mengenai akurasi klasifikasi ini (Ronen et al. 2003), karya terbaru (Waltzek et al.,
2005) menunjukkan bukti kuat bahwa KHV memang virus herpes, berdasarkan
morfologi dan genetika, berkaitan erat dengan virus cacar ikan mas (cyprinid
herpesvirus-1 atau CyHV-1) dan virus herpes nekrosis hematopoietik ikan mas
(cyprinid herpesvirus-2 atau CyHV-2). Koi herpesvirus ialah penyakit yang telah
didiagnosis pada ikan koi dan ikan mas (Hedrick et al., 2000;. OATA 2001).
Spesies lainnya yang termsauk cyprinid seperti ikan koki (Carassius auratus) dan
graas carp (Ctenopharyngodon idella) tampaknya secara klinis tidak terpengaruh
oleh KHV meskipun KHV DNA telah diidentifikasi dalam jaringan ikan mas dan
jenis ikan lainnya menggunakan metode pengujian Polymerase Chain Reaction
(PCR) (Bergmann et al., 2006). Hybrid ikan mas (ikan mas jantan C. auratus x
betina umum ikan mas C. carpio) rentan terhadap infeksi kematian eksperimental
akibat KHV (Hedrick et al., 2006). Seperti herpes lain infeksi virus, KHV diyakini
terdapat pada ikan yang terinfeksi akan tetapi masi bisa bertahan hidup, hal ini
dikarenkan ikan yang terpapar KHV dianggap sebagai pembawa virus (OATA
2001; Petty dan Fraser 2005).
2.2 Agen Penyebab
Agen penyebab dari penyakit ini yaitu virus herpes koi (KHV) yang
termasuk dalam family herpesviridae. Waltzek memasukkan virus tersebut ke
dalam klasifikasi virusherpes dan menamakannya cyprinid herpesvirus 3 (CyHV-
3) dengan mengikuti nomenklatur herpesvirus cuprinid lain: CyHV-1 (cacar virus
pada ikan mas, papillomaikan) dan CyHV-2 (virus nekrosis haematopoietic pada
ikan mas). Ukuran genome virusini diperkirakan mulai dari 150 kbp sampai 227
kbp, ada pula yang sampai 295 kbp.Virus KHV ini telah diidentifikasi dan di
dalamnya terdapat empat gen coding untuk helikase, sebuah protein triplex
intercapsomeric, DNA polymerase dan sebuah protein kapsid utama. Rangkaian
3
analisis dari gen tersebut menunjukkan bahwa KHV sangat dekat hubungannya
dengan CyHV-1 dan CyHV-2.
2.3 Epidemiologi
Metode penyebaran (transmisi) KHV yaitu secara horizontal melalui
media air sehingga ikan yang terinfeksi akan dengan mudah menginfeksi ikan
lain yang sehat dengan cepat. Adanya kontak langsung dengan ikan yang
terinfeksi, makan cairan dari ikan terinfeksi dan air, lumpur atau fomites lain /
vektor akan masuk ke dalam kontak dengan sistem terkontaminasi. Virus infektif
masuk ikan rentan melalui insang dan melalui usus. Tergantung pada suhu air,
ikan rentan yang terkena KHV baik dapat menjadi terinfeksi, mengembangkan
penyakit, dan mati atau dapat bertahan hidup pecahnya awal penyakit dan
menjadi pembawa virus (OATA 2001).
(Bergman et al., 2006) terdeteksi KHV DNA dalam mas klinis sehat dan
spesies lain ikan hias, menunjukkan bahwa spesies ini juga dapat membawa
virus dan mungkin bisa terjangkit virus dan menyebabkan penyakit KHV pada
ikan mas rentan.
2.4 Diagnosa
Diagnostik identifikasi KHV dapat dicapai dengan metode langsung dan tidak
langsung
1. Metode langsung
Beberapa metode langsung adalah prosedur yang mendeteksi virus yang
sebenarnya atau potongan virus. metode tidak langsung prosedur yang
quantitate respon kekebalan tubuh dengan mengukur kadar antibodi (Hedrick et
al 2000;. OATA 2001; Goodwin 2003). Metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi KHV meliputi:
a. Isolasi dan identifikasi virus
Isolasi dan identifikasi virus (misalnya, tumbuh virus) dengan
menggunakan garis sel rentan seperti Koi Fin (KF) baris sel {pertumbuhan
optimal diamati pada suhu antara 59 ° dan 77 ° F (15 ° dan 25 ° C)
b. Teknik PCR
Teknik PCR yaitu, pengujian untuk kehadiran bahan DNA KHV. Untuk tes
diagnostik langsung, jaringan dikeluarkan dari ikan yang dikumpulkan
hidup kemudian eutanasia. Isolasi dan deteksi virus pada jaringan dari
4
ikan yang mati lebih dari beberapa jam dapat diandalkan. Non-
mematikan tes diagnostik langsung tersedia pada sampel seperti darah,
feces, lendir dan klip insang (yaitu, biopsi), tetapi tes ini dapat
menghasilkan hasil yang kurang pasti atau kurang akurat. Tes sel kultur
positif menunjukkan adanya infeksi, yang aktif berlangsung dengan KHV.
deteksi DNA Positif KHV dengan PCR menunjukkan bahwa virus ada,
sehingga mengidentifikasi sakit koi dengan KHV dan dapat mendeteksi
beberapa operator KHV.
2. Metode tidak langsung
Metode tes tidak langsung untuk KHV termasuk immunosorbent assay
enzyme-linked (ELISA) dan netralisasi virus (VN) pengujian. Tes-tes ini dapat
dilakukan pada sampel darah dan, oleh karena itu, alat diagnostik non-
mematikan. ELISA atau VN dapat memberikan bukti bahwa ikan telah atau pada
satu waktu memang memiliki respon kekebalan tubuh (yaitu, produksi antibodi)
terhadap KHV. Hasil tes negatif dengan baik langsung maupun tidak langsung
tidak selalu berarti ikan tidak carrier. Selain itu juga diagnosis Penyakit KHV
dapat dilakukan melalui pendekatan :
1. Gejala Klinis. Adapu tanda-tanda ikan yang terserang KHV :
a. Gerakannya tidak terkontrol
b. Megap-megap
c. Nafsu makan menurun
d. Kulit melepuh
e. Insang geripis pada ujung Lamella kemudian membusuk
f. Terjadi kematian massal dalam 1-5 hari.
2. Diagnosis Laboratoris. Adapun diagnosa laboratoris terdiri atas:
a. Isolasi virus
b. Identifikasi melalui Bioassay, histopatologi Mikroakop electron, PCR
(Polymerase Chain Reaction) Bioassay
Teknik Diagnosis ini, selain dapat mengetahui patogen utama juga dapat
diperoleh informasi beberapa sifat biologis diperoleh informasi beberapa sifat
biologis patogen antara lain :
a. Mekanisme transmisi secara horizontal,
b. Virulensi dan masa inkubasi,
c. Inang spesifik dan non spesifik.
5
2.5 Ikan Koi Terinfeksi Penyakit Koi Herpes Virus (KHV)
Gambar 1. Insang ikan koi terinfeksi KHV (nodule putih pada insang)
Gambar 2. Sirip punggung ikan koi terinfeksi KHV (Kongesti pada sirip punggung)
Gambar 3. Sirip ekor ikan koi terinfeksi KHV (geripis pada sirip ekor)
Sumber gambar http://fish-koi.info/tag/koi-virus
6
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) minggu meliputi uji utama dan
pemeriksaan laboratorium, sejak November sampai dengan Desember 2004 di
Balai Karantina Ikan Soekarno-Hatta (BKISH) Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
Akuarium Ukuran 50x40x30 cm sebanyak 20 buah digunakan untuk
penelitian ini. Ikan yang digunakan sebagai hewan uji ialah ikan mas (Cyprinus
carpio) 24 ekor, ikan koi (Cyprinus carpio) 15 ekor, ikan mas koki (Carassius
auratus) 15 ekor, ikan komet (Carassius carpio) 15 ekor, ikan bawal (Colosoma
macropomum) 15 ekor, ikan tawes (Puntius javanicus) 15 ekor, ikan mujair
(Tilapia mosambica) 15 ekor dan ikan gurame (Osphronemus gouramy) 15 ekor.
Alat aerasi dan alat serta bahan-bahan untuk pemeriksaan dengan metode PCR
(Polymerase Chain Reaction) di laboratorium Mikrobiologi.
3.3 Metode Penelitian
Ikan yang akan digunakan sebagai hewan uji diaklimatisasi di dalam
laboratorium selam 48 jam. Pemeriksaan PCR, dilakukan terhadap semua jenis
ikan uji tersebut untuk mengetahui bahwa ikan-ikan tersebut tidak tertular oleh
KHV. Virus KHV diambil dari stok virus di BKISH uang berasal dari ikan mas asal
Cirata Cianjur Jawa Barat dan Padang, Sumatra Barat. Caranya adalah dengan
mencapur isolat yang ada dengan Penstrep (Penisilin Streptomisin) 10.000 IU
10% sebagai anti kontaminan bakteri. Filtart tersebut kemudian disuntikkan pada
ikan mas (Cyprinus carpio) yang telah diaklimatisasi dengan dosis 0.1 ml/ekor.
Selama seminggu ikan tersebut diamati setiap pagi dan sore meliputi gejala klinis
seperti adanya luka/lesie, kerontokan sirip, seta gerakan dan kualitas air (suhu
dan pH).
Setelah seminggu ikan mas di dokumentasikan dan diambil organ
haemopotic seperti hati, ginjal, insang untuk dibuat isolat KHV yang akan
digunakan dalam uji utama.
7
Uji Utama
Semua ikan yang akan dikohabitasi dimasukan kedalam akurium yang
telah disediakan sebanyak masing-masing 5 ekor sebagai ulangan dan silakukan
aklimatisasi sambil menunggu perkembangan hasil penyuntikan isolat KHV pada
ikan mas. Penyuntikan dilakukan seperti pada penyuntikan pertama yaitu dengan
dosis 0.1 ml/ekor, terhadap 14 ekor ikan mas, yang akan digunakan pada uji
utama/kohabitasi. Selama 3 hari diamati gejala yang timbul, jika da tanda-tanda
penyakit KHV maka semu ikan mas tersebut dimasukan kedalam ikan yang akan
diuji masing-masing 2 (dua) ekor.
Pengamatan dilakukan terhadap gejala klinis ikan-ikan yang dikohabitasi,
meliputi lesie/luka, gerakan, lendir, kematian, gejala lainya, dan kualitas air (suhu
dan pH). Semua pengamatan dilakukan dua kali (pagi dan sore). Kohabitsai
dilakukan selama 7-10 hari. Jika da ikan yang mati selama pengamatan, maka
ikan itu diambil insangnya dan dimasukkan ke dalam alkohol 70% untuk
kepentingan pemeriksaan PCR lebih lanjut. Organ lainya disimpan dalam freezer.
Selama uji kohabitasi dilakaukan perlakuan terhdap kualitas air yaitu
menurunkan suhu setiap pagi dan sore 3-4oC sedang pH dinaikan hingga 8
dengan menambahkan larutan KOH. Hal ini untuk menimbulkan stress sehingga
mudah terserang penyakit. Pemanenan dilakukan setelah dikohabitasi selama 10
hari dan dilakukan uji PCR.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pada perancangan penelitian ini perlu pendekatan terstruktur dalam
usaha memperoleh Data. Adapun metode pengumpulan Data yang digunakan
penulis adalah sebagai berikut :
1. Observasi
Penelitian dilakukan dengan cara observasi langsung terhadap ikan-ikan
uji, identifikasi KHV dilakukan dengan diagnosis pendekatan yaitu pengamatan
gejala kelinis penyakit virus KHV terhadap ikan-ikan yang dikohabitasi meliputi
lesie/luka, gerakan, lendir, kematian, gejala lainya, dan kualitas air (suhu dan
pH). Semua pengamatan dilakukan dua kali (pagi dan sore). Kohabitsai
dilakukan selama 7-10 hari. Jika ada ikan yang mati selama pengamatan, maka
ikan itu diambil insangnya untuk kepentingan pemeriksaan dengan
menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR).
8
Diharapkan dari observasi ini dapat diperoleh gambaran mengenai penyakit
virus KHV yang menginfeksi jenis-jenis inang yang dapat terinfeksi virus KHV
dan yang tidak terinfeksi tetapi bersifat carrier bagi penyakit KHV.
2. Wawancara
Interview (Komunikasi langsung) yaitu mengadakan diskusi dengan
dosen pembimbing dan diskusi ini bertujuan untuk mengumpulkan data primer
terkait dengan materi kegiatan penelitian
3. Studi Literatur
Studi literatur merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai
sumber seperti majalah, jurnal, data statistik, artikel, dan lain-lain yang
merupakan data pendukung pelaksanaan kegiatan Penelitian.
9
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHSAN
Hasil pemeriksaan kesehatan ikan yang digunakan dalam penelitian ini
disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kesehatan Ikan yang Digunakan dalam
Pengujian KHV
No Jenis Ikan
Hasil
Pemeriksaan
PCR
1. Ikan Mas (Cyprinus carpio) Negatif KHV
2. Ikan Koi (Cyprinus carpio) Negatif KHV
3. Ikan Mas koki (Carrasius auratus) Negatif KHV
4. Ikan Komet (Carrasius carpio) Negatif KHV
5. Ikan Mujair (Tilapia mosambicus) Negatif KHV
6. Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) Negatif KHV
7. Ikan Tawes (Puntius javanicus) Negatif KHV
8. Ikan Bawal (Collosoma macropomum) Negatif KHV
Pemeriksaan ikan sebelum dilakukan uji coba menunjukan bahwa ikan-
ikan tersebut tidak menunjukan gejala klinis terserang penyakit dan dari hasil
PCR tidak terinfeksi KHV seperti terlihat pada Tabel 1. Jadi ikan yang digunakan
adalah ikan yang sehat.
Hasil Pengamatan Ikan Mas yang Diinfeksi Virus KHV
Penginfeksian virus dilakukan dengan meng-injeksi ikan mas (Cyprinus
carpio) dengan sediaan murni virus KHV isolat ciarata 2003 dan isolat padang
2004. Sediaan murni virus KHV didapat dari oragan insang ikan yang positif
terinfeksi virus KHV berdasarkan contoh yang diperoleh di Laboratorium BKISH
dan telah disimpan di dalam freezer pada suhu minus 20oC, kemudian
ditambahkan antibiotik berspektrum luas penstrep (Penicilline-Streptomycine).
Suspensi sebanyak 0.1 ml disuntikan pada ikan mas. Ikan dipelihara dengan
menurunkan suhu hingga 4oC dan pH 8, hasil pengamatan kematian ikan dapat
dilihat pada tabel 2.
10
Tabel 2. Hasil Pengamatan Tingkat Kematian Ikan Mas yang Diinfeksi Virus KHV
No IsolatTingkat Kematian (%)
Hari Ke
1 2 3 4 5 6 7
1. Cirata 2003 0 0 80 0 0 0 0
2. Padang 2004 0 0 40 0 0 0 0
Ikan setelah ditulari virus dengan cara diinjeksi timbul gejala klinis pada
hari ke dua sampai ketujuh (akhir pengamatan). Ikan yang diinjeksi dengan isolat
cirata 2003 mulai mengalami kematian pada hari ketiga yaitu sebesar 80% dan
hingga akhir pengamatan dengan tingkat kematian juga tetap. Gejala klinis yang
timbul seperti produksi lendir mulai berlebihan kemudian lendir menghilang.
Insang pucat, timbul lesie pada kulit, beberapa ekor ikan mengalami sisik
terlepas, sirip-sirip dorsal, pectoral, abdominal, anal, dan caudal mengalami
erosi/geripis (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan yang ditemukan Sunarto (2004)
bahwa ikan yang terserang KHV menunjukan gejala-gejala kelinis seperti
kehilangan lendir dan sisik terlepas, pendarahan pada operculum, sirip ekor dan
abdomen, lesie pada kulit dan nekrosis pada insang, Yosha (2003) juga
mendapatkan bahwa virus KHV merusak sel epitel koi khususnya kulit dan
insang. Mukosanya menghilang, kulit nampak kering, terjadi kematian sel pada
insang diikuti infeksi jamur, parasit, dan bakteri, ikan tidak mau makan, tidak
dapat bernafas, dan mati secara berlahan. Pemeriksaan terhadap organ dalam
dengan cara pembedahan mendapatkan bahwa hati ikan mengalami pendarahan
atau nekrosis. Rukyani (2002) mengemukakan bahwa ikan yang terserang KHV
menunjukan gejala klinis seperti nekrosis pada insang, produksi lendir hilang,
pendarahan, sirip rontok/geripis, dan secara makroskopis organ dalamnya
membengkak, ginjal dan hati mengalami pendarahan. Tuhid et al., (2004) juga
mendapatkan bahawa ikan yang terserang KHV menunjukan tanda-tanda
produksi lendir menurun drastis, sehingga tubuh tersa kesat, nekrosis pada
insang, dan pucat, pendarahan pada pangkal dan ujung sirip serta permukaan
tubuh melepuh dan luka/lesie yang diikuti infeksi sekunder oleh jamur, parasit
dan bakteri.
Ikan mengalami kematian pada hari ke tiga dan setelah itu tidak terjadi
kematian. Hal ini mungkin disebabkan oleh daya tahan tubuh (imunitas) ikan
11
tersebut terhadap virus kuat atau sudah memiliki imunitas terhadap virus KHV.
Reynold (2004) mendapatkan bahwa tingkat kematian ikan dalam kolam yang
terinfeksi KHV sangat tergantung pada sejarah genetik virus tersebut dan tidak
terpengaruh oleh ikan di sekitarnya.
Keadaan serupa juga dilaporkan oleh Yosha (2004) yang menyatakan
bahwa ikan yang terserang kHV mempunyai 4 (empat) kemungkinan yaitu : a)
tidak terinfeksi karena adanya kekebalan alami (natural immune), b) terinfeksi
dan mati, c). Terkean infeksi tetapi tetap bertahan hidup (survive) dan virus
tersingkir (terliminir), d). Terinfeksi dan menjadi pembawa (carrier) penyakit.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Gejala Klinis Ikan Mas yang Diinfeksi KHV
No. Isolat ParameterHari ke
1 2 3 4 5 6 7
1 Cirata
2003
a. Gerak
Luka
Insang
Ekor
Lendir
√√√
√ (1)
√
-
-
√√
√√ (5)
√
√
-
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
b. Gerak
Luka
Insang
Ekor
Lendir
√√
√(2)
-
-
-
√
√√
-
√
-
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
2 Padang
2004
c. Gerak
Luka
Insang
Ekor
Lendir
√√
√(3)
-
√
-
√√
√√(5)
-
√
-
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
d. Gerak
Luka
Insang
Ekor
Lendir
√√
√(3)
-
√
-
√√
√
-
√
-
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
√
√√
√√
√√
√
12
Keterangan :
Gerakan a. Lincah (√√√), b. Sedang (√√), c. Kurang (√). Luka : a. Sedikit (√), b.
Sedang (√√), c. Banyak (√√√). Insang (Nekrosis) : a. Normal (-), b. Sedikit (√), c.
Banyak (√√). Ekor (Geripis) : a. Sedikit (√), b. Sedang (√√), c. Banyak (√√√).
Kematian pada hari ke tiga dengan kematian 40-80% juga menunjukkan
bahwa virus KHV dapat menimbulkan kematian secara cepat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hartman et al., (2003) bahwa ikan yang terserang virus KHV
akan mengalami kematian 24-48 jam setelah gejala klinis pertama kali terlihat.
Isolat Cirata 2003 tampak lebih ganas (virulent) dari pada isolat Padang 2004
karena tingkat kematian ikan yang diinfeksi dengan isolat Cirata mencapai 80%
sedangkan dengan isolat Padang 2004 hanya 40%. Hal ini mungkin disebabkan
adanya perbedaan gentika virus dan kondisi lingkungan asalnya, dimana kondisi
lingkungan perairan Cirata lebih buruk karena padatnya kegiatan budidaya di
perairan tersebut. Oleh karena itu pada uji utama digunakan virus dari isolat
Cirata 2003.
Pemeriksaan dengan metode PCR terhadap ikan mas yang diinjeksi
dengan isolat virus Cirata 2003 dan Padang 2004 positif menunjukan infeksi
KHV. Hasil pengamatan kualitas air selama penelitian tidak meunjukan
perubahan yang berarti untuk kehiduapan ikan mas. Hal ini terlihat dari tidak
adanya peningkatan angka kematian ikan pada hari ke empat sampai ke tujuh.
Hasil Pengujian Inang Alternatif Koi Herpes Virus (KHV)
Ikan mas yang diinfeksi virus KHV isolat Ciarata 2003 dan dipelihara
dalam suhu yang diturunkan 3-4oC dari 27-28oC setelah dua hari menunjukan
gejala klinis yang mencirikan ikan yang terserang KHV seperti adanya luka pada
permukaan tubuh dan kemerahan pada kulit. Ikan tersebut kemudaian
dikohabitasikan dengan inang alternatif pada hari ke tiga.
Hasil Pengamatan Gejala Klinis Inang Alternatif yang Dikohabitasi dengan
Ikan Mas Terinfeksi Koi Herpes Virus (KHV)
Ikan inang alternatif meliputi ikan koi (Cyprinus carpio), ikan mas koki
(Carrasius auratus), ikan mujair (Tilapia mosambica), ikan tawes (Puintus
javanicus), ikan bawal (Colossom spp), dan komet (Carrasisus carpio) masing-
masing 5 ekor dipelihara dengan masing-masing 2 ekor ikan mas (Cyprinus
carpio)yang ditulari virus KHV. Pengamatan gejala klinis inang alternatif
13
menunjukan bahawa hari pertama inang alternatif dikohabitasi dengan ikan mas
terinfeksi KHV, seperti gerakan, sirip, insang, kulit adalah normal dan tidak
terdapat lesie/ luka pada ikan alternatif. Namun pada hari ke sembilan mulai ada
kematian pada ikan mas, ikan koi, komet dan bawal. Hasil pengamatan tingkat
kematian ikan inang alternatif yang dikohabitasi dengan ikan mas terinfeksi KHV
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Tingkat Kematian Ikan Inang Alternatif yang
Dikohabitasi dengan Ikan Mas Terinfeksi KHV
No Tingkat Kematian %
Jenis
Ikan
Hari Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
1 Mas 0 0 0 0 0 0 0 0 20 60 80
2 Komet 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 20
3 Koi 0 0 0 0 0 0 0 0 20 60 80
4 Koki 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Tawes 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 20
6 Mujair 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 Gurame 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Bawal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Hasil pemeriksaan KHV dengan metoda PCR terhdap ikan-ikan yang
dikohabitasi atau inang alternatif dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan KHV dengan Metoda PCR Terhadap Inang
Alternatif Setelah Dikohabitasi dengan Ikan Mas Terinfeksi KHV
No Jenis Ikan Hasil
1 Komet KHV Negatif (-)
2 Koki KHV Negatif (-)
3 Tawes KHV Negatif (-)
4 Koi KHV positif (+)
5 Mujair KHV Negatif (-)
6 Mas KHV Positif (+)
7 Gurame KHV Negatif (-)
8 Bawal KHV Negatif (-)
14
Dari data tingkat kematian tersebut pada Tabel 4. Dapat diketahui bahwa
ikan mas dan ikan koi mengalami kematian mulai hari kesembilan dan mencapai
angka 80% di akhir pengamatan. Hal ini menunjukan bahwa ikan mas dan ikan
koi yang dipelihara dengan dikohabitasi bersama dengan ikan mas terinfeksi
KHV meskipun pada ikan koi tidak menunjukan gejala klinis terserang KHV tetapi
dapat menyebabkan kematian hingga 80% pada hari kesembilan. Selanjutnya
pada pemeriksaan PCR menunjukan hasil positif KHV seperti ditunjukan pada
Tabel 5.
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa inang alternatif yang
dikohabitasi yaitu ikan mujair (Tilapia mosambica), ikan tawes (Puintus
javanicus), bawal (Colossoma spp), gurame (Oshpronemus gouramy), mas koki
(Carrasius auratus) dan komet (Carrasius carpio) tidak menunjukan adanya
tanda-tanda klinis terserang dan secara PCR tidak terinfeksi KHV. Sedangkan
ikan mas dan ikan koi yang dikohabitasi dengan ikan mas terinfeksi KHV tidak
ada perubahan patologi, tetapi dengan pemeriksaan PCR menunjukan terinfeksi
KHV. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena ikan tersebut memiliki daya tahan
tubuh yang kuat atau ikan-ikan tersebut telah terpapar KHV sehingga ikan
tersebut lebih tahan terhadap serangan KHV. Beberapa ikan koi mempunyai
kekebalan alami terhadap virus tersebut dan tidak terpengaruh oleh ikan sekitar.
Adanya kematian pada ikan tawes dan komet mungkin disebabkan oleh
lemahnya kondisi ikan selama penelitian, karena disamping ada perlakuan suhu
yang diturunkan 3-4oC dan menaikan pH hingga ikan juga tidak diberi makan.
Kondisi kualitas lingkungan perairan yang menurun seperti warna yang menjadi
keruh kekuningan karena ekskresi kotoran, racun maupun lendir dari ikan yang
terinfeksi KHV yaitu ikan mas. Hal ini sesuai dengan pendapat supriyadi (2004)
bahwa kondisi lingkungan yang kurang baik akan menjadikan ikan mas stress,
lemah tidak mau makan dan mati.
15
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian adalah : (1) Gejala klinis
terserang KHV muncul mulai pada hari kedua setelah penyuntikan virus KHV pda
ikan mas. Isolat Cirata 2003 mempunyai virulensi lebih tinggi dari pada isolat
padang 2004, hal ini ditunjukan oleh tingkat kematian ikan yang lebih tinggi yaitu
80% berbanding 40%; (2) ikan inang alternatif (koki, komet, tawes, mujair,
gurame, bawal) yang dikohabitasi dengan ikan mas terinfeksi KHV tidak
menunjukan gejala klinis terinfeksi KHV, tidak mengalami perubahan patologi
dan dengan pemeriksaan PCR menunjukan hasil negatif KHV; (3) Ikan koi dan
ikan mas dapat tertular virus KHV dengan cara kohabitasi dan tidak selalu
menunjukan gejala kelinis terinfeksi KHV tetapi dengan pemeriksaan PCR
menunjukan hasil positif KHV.
Sedangkan saran yang dapat diberikan adalah : (1) Perlu alat uji yang
lebih sensitif untuk menguji ikan-ikan yang asymptomatic carrier KHV; (2) Perlu
kajian lebih dalam mengenai immunostiulan yang dapat meningkatkan respon
immune ikan terhadap KHV sehingga kerugian yang lebih besar dimasa yang
akan datang tidak terulang lagi.
16