khv

24
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan budidaya menjadi tumpuan dan andalan bagi peningkatan produksi pangan dimasa yang akan datang guna memenuhi kebutuhan dan pasokan permintaan pasar seiring dengan kecenderungan menurunya hasil tangkapan ikan di alam. Bagi Indonesia kondisi tersebut sangat menguntungkan karena memiliki potensi perikanan yang besar dan belum dimanfaatkan dengan optimal. Potensi periaknan budidaya di Indonesia meliputi budidaya laut 1.9 juta ha, budidaya air payau 913000 ha dan budidaya air tawar 55 juta ha (Rukmono, 2004). Tujuan budidaya adalah untuk meningkatkan produksi dan secara bersama mengurangi jumlah kematian akibat penangkapan berlebih serta perusakan lingkungan. Kegiatan budidaya juga merupakan upaya manipulasi dan memodifikasi lingkungan seperti lingkungan bioreproduksi, kepadatan, pakan dan lain- lain.Kondisi tersebut akan melahirkan tekanan atau stress terhadap komoditas yang dibudidayakan sehingga rentan terhadap penyakit. Munculnya penyakit ikan budidaya harus diantisipasi dengan penanggulangan sehingga tidak menimbulkan kerugian yang besar. Kasus timbulnya penyakit pada ikan budidaya sudah lama diketahui. Budidaya ikan mas pada tahun 1930 pernah mencatat adanya serangan masal penyakit jenis cacing Dactylogyrus cyprini. Kemudian disusul pada tahun 1932 budidaya ikan hisa Guppy diserang Myxobolus multifilis. Sejak saat itu berbagai jenis penyakit mulai muncul menyerang berbagai jenis ikan budidaya 1

Upload: ude-sojung

Post on 06-Aug-2015

94 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KHV

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikanan budidaya menjadi tumpuan dan andalan bagi peningkatan

produksi pangan dimasa yang akan datang guna memenuhi kebutuhan dan

pasokan permintaan pasar seiring dengan kecenderungan menurunya hasil

tangkapan ikan di alam. Bagi Indonesia kondisi tersebut sangat menguntungkan

karena memiliki potensi perikanan yang besar dan belum dimanfaatkan dengan

optimal. Potensi periaknan budidaya di Indonesia meliputi budidaya laut 1.9 juta

ha, budidaya air payau 913000 ha dan budidaya air tawar 55 juta ha (Rukmono,

2004).

Tujuan budidaya adalah untuk meningkatkan produksi dan secara

bersama mengurangi jumlah kematian akibat penangkapan berlebih serta

perusakan lingkungan. Kegiatan budidaya juga merupakan upaya manipulasi

dan memodifikasi lingkungan seperti lingkungan bioreproduksi, kepadatan, pakan

dan lain-lain.Kondisi tersebut akan melahirkan tekanan atau stress terhadap

komoditas yang dibudidayakan sehingga rentan terhadap penyakit. Munculnya

penyakit ikan budidaya harus diantisipasi dengan penanggulangan sehingga

tidak menimbulkan kerugian yang besar.

Kasus timbulnya penyakit pada ikan budidaya sudah lama diketahui.

Budidaya ikan mas pada tahun 1930 pernah mencatat adanya serangan masal

penyakit jenis cacing Dactylogyrus cyprini. Kemudian disusul pada tahun 1932

budidaya ikan hisa Guppy diserang Myxobolus multifilis. Sejak saat itu berbagai

jenis penyakit mulai muncul menyerang berbagai jenis ikan budidaya seperti

Myxobolus pada tahun 1951, Lernea pada tahun 1970, Aeromonas dan

Pseudomonas pada tahun 1980 dan Epizootic Ulceratus Syndrome (EUS) pada

tahun 1992 (Rukmono, 2004 dan Taukid, et al., 2004).

Kematian massal pada budidaya udang terjadi pada tahun 1993 oleh

serangan penyakit virus seperti Yellow Head Diseases (YHD), White Spot

Syndrome Viruses (WSSV) pada tahun 1994, Taura Syndrome Virus (TSV) pada

tahun 2002. Pada budidaya ikan kerapu penyakit Iridovirus dan Viral Nervous

Necrosis (VNN) merupakan masalah yang paling meresahkan.

1

Page 2: KHV

Pada tahun 2002 budidaya ikan mas dan koi dikejutkan lagi dengan

adanya wabah Koi Herpes Virus (KHV) yang membuat kerugian hingga ratusan

miliaran rupiah. Penyakit ini ditemukan pertama kali di Belitar Jawa Timur pada

Maret 2002, dan dalam waktu yang sangat cepat penyakit ini telah menyebar ke

seluruh Jawa dan Bali.

Untuk mencegah dan mengantisipasi penyebaran penyakit KHV perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui kemungkinan ikan-ikan lain yang dapat

sebagai pembawa atau carrier bagi penyakit KHV. Karena di Indonesia banyak

jenis ikan yang dibudidayakan seperti ikan nila, patin, lele, bawal, mujair dan

tawes disamping ikan mas, koi, mas koki, komet dan sebagainya. Ikan yang

secara taksonomi dekat hubunganya dengan ikan mas koki (Carasius auratus).

Berdasarkan hasil penelitian di Australia ikan tersebut memiliki indikasi

kerusakan sel yang sama dengan yang terkena penyakit KHV (Stephen, 2003 in

Hartman, et al., 2004).

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui jenis-jenis inang yang dapat

terinfeksi virus KHV dan yang tidak terinfeksi tetapi bersifat carrier bagi penyakit

KHV dengan melakukan kohabitasi ikan mas Cyprinus carpio yang terinfeksi

KHV dengan berbagai ikan lain yang banyak dibudidayakan di Indonesia.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat memberikan

informasi ilmiah mengenai penyebaran penyakit KHV terhadap berbagai ikan lain

yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan untuk mengetahui kemungkinan

ikan-ikan lain yang dapat sebagai pembawa atau carrier bagi penyakit KHV.

2

Page 3: KHV

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Koi Herves Virus (KHV)

Koi herpesvirus (juga dikenal sebagai cyprinid herpesvirus-3 atau CyHV-

3) diklasifikasikan sebagai virus DNA termasuk dalam keluarga virus

Herpesviridae (yaitu, virus herpes). Meskipun telah ada beberapa diskusi ilmiah

mengenai akurasi klasifikasi ini (Ronen et al. 2003), karya terbaru (Waltzek et al.,

2005) menunjukkan bukti kuat bahwa KHV memang virus herpes, berdasarkan

morfologi dan genetika, berkaitan erat dengan virus cacar ikan mas (cyprinid

herpesvirus-1 atau CyHV-1) dan virus herpes nekrosis hematopoietik ikan mas

(cyprinid herpesvirus-2 atau CyHV-2). Koi herpesvirus ialah penyakit yang telah

didiagnosis pada ikan koi dan ikan mas (Hedrick et al., 2000;. OATA 2001).

Spesies lainnya yang termsauk cyprinid seperti ikan koki (Carassius auratus) dan

graas carp (Ctenopharyngodon idella) tampaknya secara klinis tidak terpengaruh

oleh KHV meskipun KHV DNA telah diidentifikasi dalam jaringan ikan mas dan

jenis ikan lainnya menggunakan metode pengujian Polymerase Chain Reaction

(PCR) (Bergmann et al., 2006). Hybrid ikan mas (ikan mas jantan C. auratus x

betina umum ikan mas C. carpio) rentan terhadap infeksi kematian eksperimental

akibat KHV (Hedrick et al., 2006). Seperti herpes lain infeksi virus, KHV diyakini

terdapat pada ikan yang terinfeksi akan tetapi masi bisa bertahan hidup, hal ini

dikarenkan ikan yang terpapar KHV dianggap sebagai pembawa virus (OATA

2001; Petty dan Fraser 2005).

2.2 Agen Penyebab

Agen penyebab dari penyakit ini yaitu virus herpes koi (KHV) yang

termasuk dalam family herpesviridae. Waltzek memasukkan virus tersebut ke

dalam klasifikasi virusherpes dan menamakannya cyprinid herpesvirus 3 (CyHV-

3) dengan mengikuti nomenklatur herpesvirus cuprinid lain: CyHV-1 (cacar virus

pada ikan mas, papillomaikan) dan CyHV-2 (virus nekrosis haematopoietic pada

ikan mas). Ukuran genome virusini diperkirakan mulai dari 150 kbp sampai 227

kbp, ada pula yang sampai 295 kbp.Virus KHV ini telah diidentifikasi dan di

dalamnya terdapat empat gen coding untuk helikase, sebuah protein triplex

intercapsomeric, DNA polymerase dan sebuah protein kapsid utama. Rangkaian

3

Page 4: KHV

analisis dari gen tersebut menunjukkan bahwa KHV sangat dekat hubungannya

dengan CyHV-1 dan CyHV-2.

2.3 Epidemiologi

Metode penyebaran (transmisi) KHV yaitu secara horizontal melalui

media air sehingga ikan yang terinfeksi akan dengan mudah menginfeksi ikan

lain yang sehat dengan cepat. Adanya kontak langsung dengan ikan yang

terinfeksi, makan cairan dari ikan terinfeksi dan air, lumpur atau fomites lain /

vektor akan masuk ke dalam kontak dengan sistem terkontaminasi. Virus infektif

masuk ikan rentan melalui insang dan melalui usus. Tergantung pada suhu air,

ikan rentan yang terkena KHV baik dapat menjadi terinfeksi, mengembangkan

penyakit, dan mati atau dapat bertahan hidup pecahnya awal penyakit dan

menjadi pembawa virus (OATA 2001).

(Bergman et al., 2006) terdeteksi KHV DNA dalam mas klinis sehat dan

spesies lain ikan hias, menunjukkan bahwa spesies ini juga dapat membawa

virus dan mungkin bisa terjangkit virus dan menyebabkan penyakit KHV pada

ikan mas rentan.

2.4 Diagnosa

Diagnostik identifikasi KHV dapat dicapai dengan metode langsung dan tidak

langsung

1. Metode langsung

Beberapa metode langsung adalah prosedur yang mendeteksi virus yang

sebenarnya atau potongan virus. metode tidak langsung prosedur yang

quantitate respon kekebalan tubuh dengan mengukur kadar antibodi (Hedrick et

al 2000;. OATA 2001; Goodwin 2003). Metode yang digunakan untuk

mengidentifikasi KHV meliputi:

a. Isolasi dan identifikasi virus

Isolasi dan identifikasi virus (misalnya, tumbuh virus) dengan

menggunakan garis sel rentan seperti Koi Fin (KF) baris sel {pertumbuhan

optimal diamati pada suhu antara 59 ° dan 77 ° F (15 ° dan 25 ° C)

b. Teknik PCR

Teknik PCR yaitu, pengujian untuk kehadiran bahan DNA KHV. Untuk tes

diagnostik langsung, jaringan dikeluarkan dari ikan yang dikumpulkan

hidup kemudian eutanasia. Isolasi dan deteksi virus pada jaringan dari

4

Page 5: KHV

ikan yang mati lebih dari beberapa jam dapat diandalkan. Non-

mematikan tes diagnostik langsung tersedia pada sampel seperti darah,

feces, lendir dan klip insang (yaitu, biopsi), tetapi tes ini dapat

menghasilkan hasil yang kurang pasti atau kurang akurat. Tes sel kultur

positif menunjukkan adanya infeksi, yang aktif berlangsung dengan KHV.

deteksi DNA Positif KHV dengan PCR menunjukkan bahwa virus ada,

sehingga mengidentifikasi sakit koi dengan KHV dan dapat mendeteksi

beberapa operator KHV.

2. Metode tidak langsung

Metode tes tidak langsung untuk KHV termasuk immunosorbent assay

enzyme-linked (ELISA) dan netralisasi virus (VN) pengujian. Tes-tes ini dapat

dilakukan pada sampel darah dan, oleh karena itu, alat diagnostik non-

mematikan. ELISA atau VN dapat memberikan bukti bahwa ikan telah atau pada

satu waktu memang memiliki respon kekebalan tubuh (yaitu, produksi antibodi)

terhadap KHV. Hasil tes negatif dengan baik langsung maupun tidak langsung

tidak selalu berarti ikan tidak carrier. Selain itu juga diagnosis Penyakit KHV

dapat dilakukan melalui pendekatan :

1. Gejala Klinis. Adapu tanda-tanda ikan yang terserang KHV :

a. Gerakannya tidak terkontrol

b. Megap-megap

c. Nafsu makan menurun

d. Kulit melepuh

e. Insang geripis pada ujung Lamella kemudian membusuk

f. Terjadi kematian massal dalam 1-5 hari.

2. Diagnosis Laboratoris. Adapun diagnosa laboratoris terdiri atas:

a. Isolasi virus

b. Identifikasi melalui Bioassay, histopatologi Mikroakop electron, PCR

(Polymerase Chain Reaction) Bioassay

Teknik Diagnosis ini, selain dapat mengetahui patogen utama juga dapat

diperoleh informasi beberapa sifat biologis diperoleh informasi beberapa sifat

biologis patogen antara lain :

a. Mekanisme transmisi secara horizontal,

b. Virulensi dan masa inkubasi,

c. Inang spesifik dan non spesifik.

5

Page 6: KHV

2.5 Ikan Koi Terinfeksi Penyakit Koi Herpes Virus (KHV)

Gambar 1. Insang ikan koi terinfeksi KHV (nodule putih pada insang)

Gambar 2. Sirip punggung ikan koi terinfeksi KHV (Kongesti pada sirip punggung)

Gambar 3. Sirip ekor ikan koi terinfeksi KHV (geripis pada sirip ekor)

Sumber gambar http://fish-koi.info/tag/koi-virus

6

Page 7: KHV

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) minggu meliputi uji utama dan

pemeriksaan laboratorium, sejak November sampai dengan Desember 2004 di

Balai Karantina Ikan Soekarno-Hatta (BKISH) Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan

Akuarium Ukuran 50x40x30 cm sebanyak 20 buah digunakan untuk

penelitian ini. Ikan yang digunakan sebagai hewan uji ialah ikan mas (Cyprinus

carpio) 24 ekor, ikan koi (Cyprinus carpio) 15 ekor, ikan mas koki (Carassius

auratus) 15 ekor, ikan komet (Carassius carpio) 15 ekor, ikan bawal (Colosoma

macropomum) 15 ekor, ikan tawes (Puntius javanicus) 15 ekor, ikan mujair

(Tilapia mosambica) 15 ekor dan ikan gurame (Osphronemus gouramy) 15 ekor.

Alat aerasi dan alat serta bahan-bahan untuk pemeriksaan dengan metode PCR

(Polymerase Chain Reaction) di laboratorium Mikrobiologi.

3.3 Metode Penelitian

Ikan yang akan digunakan sebagai hewan uji diaklimatisasi di dalam

laboratorium selam 48 jam. Pemeriksaan PCR, dilakukan terhadap semua jenis

ikan uji tersebut untuk mengetahui bahwa ikan-ikan tersebut tidak tertular oleh

KHV. Virus KHV diambil dari stok virus di BKISH uang berasal dari ikan mas asal

Cirata Cianjur Jawa Barat dan Padang, Sumatra Barat. Caranya adalah dengan

mencapur isolat yang ada dengan Penstrep (Penisilin Streptomisin) 10.000 IU

10% sebagai anti kontaminan bakteri. Filtart tersebut kemudian disuntikkan pada

ikan mas (Cyprinus carpio) yang telah diaklimatisasi dengan dosis 0.1 ml/ekor.

Selama seminggu ikan tersebut diamati setiap pagi dan sore meliputi gejala klinis

seperti adanya luka/lesie, kerontokan sirip, seta gerakan dan kualitas air (suhu

dan pH).

Setelah seminggu ikan mas di dokumentasikan dan diambil organ

haemopotic seperti hati, ginjal, insang untuk dibuat isolat KHV yang akan

digunakan dalam uji utama.

7

Page 8: KHV

Uji Utama

Semua ikan yang akan dikohabitasi dimasukan kedalam akurium yang

telah disediakan sebanyak masing-masing 5 ekor sebagai ulangan dan silakukan

aklimatisasi sambil menunggu perkembangan hasil penyuntikan isolat KHV pada

ikan mas. Penyuntikan dilakukan seperti pada penyuntikan pertama yaitu dengan

dosis 0.1 ml/ekor, terhadap 14 ekor ikan mas, yang akan digunakan pada uji

utama/kohabitasi. Selama 3 hari diamati gejala yang timbul, jika da tanda-tanda

penyakit KHV maka semu ikan mas tersebut dimasukan kedalam ikan yang akan

diuji masing-masing 2 (dua) ekor.

Pengamatan dilakukan terhadap gejala klinis ikan-ikan yang dikohabitasi,

meliputi lesie/luka, gerakan, lendir, kematian, gejala lainya, dan kualitas air (suhu

dan pH). Semua pengamatan dilakukan dua kali (pagi dan sore). Kohabitsai

dilakukan selama 7-10 hari. Jika da ikan yang mati selama pengamatan, maka

ikan itu diambil insangnya dan dimasukkan ke dalam alkohol 70% untuk

kepentingan pemeriksaan PCR lebih lanjut. Organ lainya disimpan dalam freezer.

Selama uji kohabitasi dilakaukan perlakuan terhdap kualitas air yaitu

menurunkan suhu setiap pagi dan sore 3-4oC sedang pH dinaikan hingga 8

dengan menambahkan larutan KOH. Hal ini untuk menimbulkan stress sehingga

mudah terserang penyakit. Pemanenan dilakukan setelah dikohabitasi selama 10

hari dan dilakukan uji PCR.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pada perancangan penelitian ini perlu pendekatan terstruktur dalam

usaha memperoleh Data. Adapun metode pengumpulan Data yang digunakan

penulis adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Penelitian dilakukan dengan cara observasi langsung terhadap ikan-ikan

uji, identifikasi KHV dilakukan dengan diagnosis pendekatan yaitu pengamatan

gejala kelinis penyakit virus KHV terhadap ikan-ikan yang dikohabitasi meliputi

lesie/luka, gerakan, lendir, kematian, gejala lainya, dan kualitas air (suhu dan

pH). Semua pengamatan dilakukan dua kali (pagi dan sore). Kohabitsai

dilakukan selama 7-10 hari. Jika ada ikan yang mati selama pengamatan, maka

ikan itu diambil insangnya untuk kepentingan pemeriksaan dengan

menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR).

8

Page 9: KHV

Diharapkan dari observasi ini dapat diperoleh gambaran mengenai penyakit

virus KHV yang menginfeksi jenis-jenis inang yang dapat terinfeksi virus KHV

dan yang tidak terinfeksi tetapi bersifat carrier bagi penyakit KHV.

2. Wawancara

Interview (Komunikasi langsung) yaitu mengadakan diskusi dengan

dosen pembimbing dan diskusi ini bertujuan untuk mengumpulkan data primer

terkait dengan materi kegiatan penelitian

3. Studi Literatur

Studi literatur merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai

sumber seperti majalah, jurnal, data statistik, artikel, dan lain-lain yang

merupakan data pendukung pelaksanaan kegiatan Penelitian.

9

Page 10: KHV

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHSAN

Hasil pemeriksaan kesehatan ikan yang digunakan dalam penelitian ini

disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kesehatan Ikan yang Digunakan dalam

Pengujian KHV

No Jenis Ikan

Hasil

Pemeriksaan

PCR

1. Ikan Mas (Cyprinus carpio) Negatif KHV

2. Ikan Koi (Cyprinus carpio) Negatif KHV

3. Ikan Mas koki (Carrasius auratus) Negatif KHV

4. Ikan Komet (Carrasius carpio) Negatif KHV

5. Ikan Mujair (Tilapia mosambicus) Negatif KHV

6. Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) Negatif KHV

7. Ikan Tawes (Puntius javanicus) Negatif KHV

8. Ikan Bawal (Collosoma macropomum) Negatif KHV

Pemeriksaan ikan sebelum dilakukan uji coba menunjukan bahwa ikan-

ikan tersebut tidak menunjukan gejala klinis terserang penyakit dan dari hasil

PCR tidak terinfeksi KHV seperti terlihat pada Tabel 1. Jadi ikan yang digunakan

adalah ikan yang sehat.

Hasil Pengamatan Ikan Mas yang Diinfeksi Virus KHV

Penginfeksian virus dilakukan dengan meng-injeksi ikan mas (Cyprinus

carpio) dengan sediaan murni virus KHV isolat ciarata 2003 dan isolat padang

2004. Sediaan murni virus KHV didapat dari oragan insang ikan yang positif

terinfeksi virus KHV berdasarkan contoh yang diperoleh di Laboratorium BKISH

dan telah disimpan di dalam freezer pada suhu minus 20oC, kemudian

ditambahkan antibiotik berspektrum luas penstrep (Penicilline-Streptomycine).

Suspensi sebanyak 0.1 ml disuntikan pada ikan mas. Ikan dipelihara dengan

menurunkan suhu hingga 4oC dan pH 8, hasil pengamatan kematian ikan dapat

dilihat pada tabel 2.

10

Page 11: KHV

Tabel 2. Hasil Pengamatan Tingkat Kematian Ikan Mas yang Diinfeksi Virus KHV

No IsolatTingkat Kematian (%)

Hari Ke

1 2 3 4 5 6 7

1. Cirata 2003 0 0 80 0 0 0 0

2. Padang 2004 0 0 40 0 0 0 0

Ikan setelah ditulari virus dengan cara diinjeksi timbul gejala klinis pada

hari ke dua sampai ketujuh (akhir pengamatan). Ikan yang diinjeksi dengan isolat

cirata 2003 mulai mengalami kematian pada hari ketiga yaitu sebesar 80% dan

hingga akhir pengamatan dengan tingkat kematian juga tetap. Gejala klinis yang

timbul seperti produksi lendir mulai berlebihan kemudian lendir menghilang.

Insang pucat, timbul lesie pada kulit, beberapa ekor ikan mengalami sisik

terlepas, sirip-sirip dorsal, pectoral, abdominal, anal, dan caudal mengalami

erosi/geripis (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan yang ditemukan Sunarto (2004)

bahwa ikan yang terserang KHV menunjukan gejala-gejala kelinis seperti

kehilangan lendir dan sisik terlepas, pendarahan pada operculum, sirip ekor dan

abdomen, lesie pada kulit dan nekrosis pada insang, Yosha (2003) juga

mendapatkan bahwa virus KHV merusak sel epitel koi khususnya kulit dan

insang. Mukosanya menghilang, kulit nampak kering, terjadi kematian sel pada

insang diikuti infeksi jamur, parasit, dan bakteri, ikan tidak mau makan, tidak

dapat bernafas, dan mati secara berlahan. Pemeriksaan terhadap organ dalam

dengan cara pembedahan mendapatkan bahwa hati ikan mengalami pendarahan

atau nekrosis. Rukyani (2002) mengemukakan bahwa ikan yang terserang KHV

menunjukan gejala klinis seperti nekrosis pada insang, produksi lendir hilang,

pendarahan, sirip rontok/geripis, dan secara makroskopis organ dalamnya

membengkak, ginjal dan hati mengalami pendarahan. Tuhid et al., (2004) juga

mendapatkan bahawa ikan yang terserang KHV menunjukan tanda-tanda

produksi lendir menurun drastis, sehingga tubuh tersa kesat, nekrosis pada

insang, dan pucat, pendarahan pada pangkal dan ujung sirip serta permukaan

tubuh melepuh dan luka/lesie yang diikuti infeksi sekunder oleh jamur, parasit

dan bakteri.

Ikan mengalami kematian pada hari ke tiga dan setelah itu tidak terjadi

kematian. Hal ini mungkin disebabkan oleh daya tahan tubuh (imunitas) ikan

11

Page 12: KHV

tersebut terhadap virus kuat atau sudah memiliki imunitas terhadap virus KHV.

Reynold (2004) mendapatkan bahwa tingkat kematian ikan dalam kolam yang

terinfeksi KHV sangat tergantung pada sejarah genetik virus tersebut dan tidak

terpengaruh oleh ikan di sekitarnya.

Keadaan serupa juga dilaporkan oleh Yosha (2004) yang menyatakan

bahwa ikan yang terserang kHV mempunyai 4 (empat) kemungkinan yaitu : a)

tidak terinfeksi karena adanya kekebalan alami (natural immune), b) terinfeksi

dan mati, c). Terkean infeksi tetapi tetap bertahan hidup (survive) dan virus

tersingkir (terliminir), d). Terinfeksi dan menjadi pembawa (carrier) penyakit.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Gejala Klinis Ikan Mas yang Diinfeksi KHV

No. Isolat ParameterHari ke

1 2 3 4 5 6 7

1 Cirata

2003

a. Gerak

Luka

Insang

Ekor

Lendir

√√√

√ (1)

-

-

√√

√√ (5)

-

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

b. Gerak

Luka

Insang

Ekor

Lendir

√√

√(2)

-

-

-

√√

-

-

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

2 Padang

2004

c. Gerak

Luka

Insang

Ekor

Lendir

√√

√(3)

-

-

√√

√√(5)

-

-

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

d. Gerak

Luka

Insang

Ekor

Lendir

√√

√(3)

-

-

√√

-

-

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

√√

12

Page 13: KHV

Keterangan :

Gerakan a. Lincah (√√√), b. Sedang (√√), c. Kurang (√). Luka : a. Sedikit (√), b.

Sedang (√√), c. Banyak (√√√). Insang (Nekrosis) : a. Normal (-), b. Sedikit (√), c.

Banyak (√√). Ekor (Geripis) : a. Sedikit (√), b. Sedang (√√), c. Banyak (√√√).

Kematian pada hari ke tiga dengan kematian 40-80% juga menunjukkan

bahwa virus KHV dapat menimbulkan kematian secara cepat. Hal ini sesuai

dengan pendapat Hartman et al., (2003) bahwa ikan yang terserang virus KHV

akan mengalami kematian 24-48 jam setelah gejala klinis pertama kali terlihat.

Isolat Cirata 2003 tampak lebih ganas (virulent) dari pada isolat Padang 2004

karena tingkat kematian ikan yang diinfeksi dengan isolat Cirata mencapai 80%

sedangkan dengan isolat Padang 2004 hanya 40%. Hal ini mungkin disebabkan

adanya perbedaan gentika virus dan kondisi lingkungan asalnya, dimana kondisi

lingkungan perairan Cirata lebih buruk karena padatnya kegiatan budidaya di

perairan tersebut. Oleh karena itu pada uji utama digunakan virus dari isolat

Cirata 2003.

Pemeriksaan dengan metode PCR terhadap ikan mas yang diinjeksi

dengan isolat virus Cirata 2003 dan Padang 2004 positif menunjukan infeksi

KHV. Hasil pengamatan kualitas air selama penelitian tidak meunjukan

perubahan yang berarti untuk kehiduapan ikan mas. Hal ini terlihat dari tidak

adanya peningkatan angka kematian ikan pada hari ke empat sampai ke tujuh.

Hasil Pengujian Inang Alternatif Koi Herpes Virus (KHV)

Ikan mas yang diinfeksi virus KHV isolat Ciarata 2003 dan dipelihara

dalam suhu yang diturunkan 3-4oC dari 27-28oC setelah dua hari menunjukan

gejala klinis yang mencirikan ikan yang terserang KHV seperti adanya luka pada

permukaan tubuh dan kemerahan pada kulit. Ikan tersebut kemudaian

dikohabitasikan dengan inang alternatif pada hari ke tiga.

Hasil Pengamatan Gejala Klinis Inang Alternatif yang Dikohabitasi dengan

Ikan Mas Terinfeksi Koi Herpes Virus (KHV)

Ikan inang alternatif meliputi ikan koi (Cyprinus carpio), ikan mas koki

(Carrasius auratus), ikan mujair (Tilapia mosambica), ikan tawes (Puintus

javanicus), ikan bawal (Colossom spp), dan komet (Carrasisus carpio) masing-

masing 5 ekor dipelihara dengan masing-masing 2 ekor ikan mas (Cyprinus

carpio)yang ditulari virus KHV. Pengamatan gejala klinis inang alternatif

13

Page 14: KHV

menunjukan bahawa hari pertama inang alternatif dikohabitasi dengan ikan mas

terinfeksi KHV, seperti gerakan, sirip, insang, kulit adalah normal dan tidak

terdapat lesie/ luka pada ikan alternatif. Namun pada hari ke sembilan mulai ada

kematian pada ikan mas, ikan koi, komet dan bawal. Hasil pengamatan tingkat

kematian ikan inang alternatif yang dikohabitasi dengan ikan mas terinfeksi KHV

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Tingkat Kematian Ikan Inang Alternatif yang

Dikohabitasi dengan Ikan Mas Terinfeksi KHV

No Tingkat Kematian %

Jenis

Ikan

Hari Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total

1 Mas 0 0 0 0 0 0 0 0 20 60 80

2 Komet 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 20

3 Koi 0 0 0 0 0 0 0 0 20 60 80

4 Koki 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 Tawes 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 20

6 Mujair 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Gurame 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 Bawal 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Hasil pemeriksaan KHV dengan metoda PCR terhdap ikan-ikan yang

dikohabitasi atau inang alternatif dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pemeriksaan KHV dengan Metoda PCR Terhadap Inang

Alternatif Setelah Dikohabitasi dengan Ikan Mas Terinfeksi KHV

No Jenis Ikan Hasil

1 Komet KHV Negatif (-)

2 Koki KHV Negatif (-)

3 Tawes KHV Negatif (-)

4 Koi KHV positif (+)

5 Mujair KHV Negatif (-)

6 Mas KHV Positif (+)

7 Gurame KHV Negatif (-)

8 Bawal KHV Negatif (-)

14

Page 15: KHV

Dari data tingkat kematian tersebut pada Tabel 4. Dapat diketahui bahwa

ikan mas dan ikan koi mengalami kematian mulai hari kesembilan dan mencapai

angka 80% di akhir pengamatan. Hal ini menunjukan bahwa ikan mas dan ikan

koi yang dipelihara dengan dikohabitasi bersama dengan ikan mas terinfeksi

KHV meskipun pada ikan koi tidak menunjukan gejala klinis terserang KHV tetapi

dapat menyebabkan kematian hingga 80% pada hari kesembilan. Selanjutnya

pada pemeriksaan PCR menunjukan hasil positif KHV seperti ditunjukan pada

Tabel 5.

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa inang alternatif yang

dikohabitasi yaitu ikan mujair (Tilapia mosambica), ikan tawes (Puintus

javanicus), bawal (Colossoma spp), gurame (Oshpronemus gouramy), mas koki

(Carrasius auratus) dan komet (Carrasius carpio) tidak menunjukan adanya

tanda-tanda klinis terserang dan secara PCR tidak terinfeksi KHV. Sedangkan

ikan mas dan ikan koi yang dikohabitasi dengan ikan mas terinfeksi KHV tidak

ada perubahan patologi, tetapi dengan pemeriksaan PCR menunjukan terinfeksi

KHV. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena ikan tersebut memiliki daya tahan

tubuh yang kuat atau ikan-ikan tersebut telah terpapar KHV sehingga ikan

tersebut lebih tahan terhadap serangan KHV. Beberapa ikan koi mempunyai

kekebalan alami terhadap virus tersebut dan tidak terpengaruh oleh ikan sekitar.

Adanya kematian pada ikan tawes dan komet mungkin disebabkan oleh

lemahnya kondisi ikan selama penelitian, karena disamping ada perlakuan suhu

yang diturunkan 3-4oC dan menaikan pH hingga ikan juga tidak diberi makan.

Kondisi kualitas lingkungan perairan yang menurun seperti warna yang menjadi

keruh kekuningan karena ekskresi kotoran, racun maupun lendir dari ikan yang

terinfeksi KHV yaitu ikan mas. Hal ini sesuai dengan pendapat supriyadi (2004)

bahwa kondisi lingkungan yang kurang baik akan menjadikan ikan mas stress,

lemah tidak mau makan dan mati.

15

Page 16: KHV

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian adalah : (1) Gejala klinis

terserang KHV muncul mulai pada hari kedua setelah penyuntikan virus KHV pda

ikan mas. Isolat Cirata 2003 mempunyai virulensi lebih tinggi dari pada isolat

padang 2004, hal ini ditunjukan oleh tingkat kematian ikan yang lebih tinggi yaitu

80% berbanding 40%; (2) ikan inang alternatif (koki, komet, tawes, mujair,

gurame, bawal) yang dikohabitasi dengan ikan mas terinfeksi KHV tidak

menunjukan gejala klinis terinfeksi KHV, tidak mengalami perubahan patologi

dan dengan pemeriksaan PCR menunjukan hasil negatif KHV; (3) Ikan koi dan

ikan mas dapat tertular virus KHV dengan cara kohabitasi dan tidak selalu

menunjukan gejala kelinis terinfeksi KHV tetapi dengan pemeriksaan PCR

menunjukan hasil positif KHV.

Sedangkan saran yang dapat diberikan adalah : (1) Perlu alat uji yang

lebih sensitif untuk menguji ikan-ikan yang asymptomatic carrier KHV; (2) Perlu

kajian lebih dalam mengenai immunostiulan yang dapat meningkatkan respon

immune ikan terhadap KHV sehingga kerugian yang lebih besar dimasa yang

akan datang tidak terulang lagi.

16