kgd lbm 2 bunga

76
1. Mengapa pasien sesak nafas hebat setelah meminum obat dari dokter klinik? Beda Fixed Drug Eruption dan SSJ (sindrom Steven Jhonson) ? Alergi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan obat atau metabolitnya melalui reaksi imunologi yang dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas yang terjadi selama atau setelah pemakaian obat. Alergi obat masuk kedalam penggolongan reaksi simpang obat (adverse drug reaction), yang meliputi toksisitas, efek samping, idiosinkrasi, intoleransi dan alergi obat. Toksisitas obat adalah efek obat berhubungan dengan kelebihan dosis obat. Efek samping obat adalah efek obat selain khasiat utama yang timbul karena sifat farmakologi obat atau interaksi dengan obat lain. Idiosinkrasi adalah reaksi obat yang timbul tidak berhubungan dengan sifat farmakologi obat, terdapat dengan proporsi bervariasi pada populasi dengan penyebab yang tidak diketahui. Intoleransi adalah reaksi terhadap obat bukan karena sifat farmakologi, timbul karena proses non imunologi. Sedangkan alergi obat adalah respon abnormal terhadap obat atau metabolitnya melalui reaksi imunologi. Patofisiologi Alergenisitas obat tergantung dari berat molekul. Obat dengan berat molekul yang kecil tidak dapat langsung merangsang sistem imun bila tidak bergabung dengan bahan lain untuk bersifat sebagai allergen, Antigen yang bersifat tidak lengkap seperti ini merupakan kompleks obat dan protein yang disebut sebagai hapten. Hapten dapat membentuk ikatan kovalen dengan protein jaringan yang bersifat stabil, dan ikatan ini akan tetap utuh selama diproses di makrofag dan dipresentasikan kepada sel limfosit hingga sifat imunogeniknya stabil. Sebagian kecil substansi obat mempunyai berat molekul besar (insulin, antisera, ekstrak organ) dan bersifat imunogenik sehingga dapat langsung merangsang sistem imun tubuh. Tetapi ada beberapa jenis obat dengan berat molekul relatif rendah yang bersifat imunogenik tanpa bergabung dengan karier. Mekanismenya belum jelas, tetapi diduga obat ini membentuk polimer rantai panjang.

Upload: bungagladys

Post on 29-Jan-2016

105 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: KGD LBM 2 BUNGA

1. Mengapa pasien sesak nafas hebat setelah meminum obat dari dokter klinik? Beda Fixed Drug Eruption dan SSJ (sindrom Steven Jhonson) ?Alergi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan obat atau metabolitnya melalui reaksi imunologi yang dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas yang terjadi selama atau setelah pemakaian obat. Alergi obat masuk kedalam penggolongan reaksi simpang obat (adverse drug reaction), yang meliputi toksisitas, efek samping, idiosinkrasi, intoleransi dan alergi obat. Toksisitas obat adalah efek obat berhubungan dengan kelebihan dosis obat. Efek samping obat adalah efek obat selain  khasiat utama yang timbul karena sifat farmakologi obat atau interaksi dengan obat lain. Idiosinkrasi adalah reaksi obat yang timbul tidak berhubungan dengan sifat farmakologi obat, terdapat dengan proporsi bervariasi pada populasi dengan penyebab yang tidak diketahui. Intoleransi adalah reaksi terhadap obat bukan karena sifat farmakologi, timbul karena proses non imunologi. Sedangkan alergi obat adalah respon abnormal terhadap obat atau metabolitnya melalui reaksi imunologi.

Patofisiologi

Alergenisitas obat tergantung dari berat molekul. Obat dengan berat molekul

yang kecil tidak dapat langsung merangsang sistem imun bila tidak bergabung

dengan bahan lain untuk bersifat sebagai allergen,Antigen yang bersifat tidak

lengkap seperti ini merupakan kompleks obat dan protein yang disebut sebagai

hapten. Hapten dapat membentuk ikatan kovalen dengan protein jaringan yang

bersifat stabil, dan ikatan ini akan tetap utuh selama diproses di makrofag dan

dipresentasikan kepada sel limfosit hingga sifat imunogeniknya stabil.

Sebagian kecil substansi obat mempunyai berat molekul besar (insulin, antisera,

ekstrak organ) dan bersifat imunogenik sehingga dapat langsung merangsang

sistem imun tubuh. Tetapi ada beberapa jenis obat dengan berat molekul relatif

rendah yang bersifat imunogenik tanpa bergabung dengan karier.

Mekanismenya belum jelas, tetapi diduga obat ini membentuk polimer rantai

panjang.

Setelah pajanan awal maka kompleks obat-karier akan merangsang

pembentukan antibodi dan aktivasi sel imun dalam masa laten yang dapat

berlangsung selama 10-20 hari. Pada pajanan berikutnya periode laten menjadi

lebih singkat karena antigen tersebut sudah dikenal oleh sistem imun tubuh

melalui mekanisme pembentukan sel memori (reaksi anamnestik) .

Alergi obat merupakan reaksi hipersensitivitas yang dapat digolongkan menjadi

4 tipe menurut Gell dan Coombs (lihat bab tentang reaksi hipersensitivitas).

Alergi obat dapat terjadi melalui mekanisme ke-4 tipe tersebut (Tabel 26-2). Bila

Page 2: KGD LBM 2 BUNGA

antibodi spesifik yang terbentuk adalah IgE pada penderita atopi (IgE-mediated)

maka yang terjadi adalah reaksi tipe I (anafilaksis). Bila antibodi yang terbentuk

adalah IgG dan IgM, kemudian diikuti oleh aktivasi komplemen maka yang terjadi

adalah reaksi hipersensitivitas tipe II atau tipe III. Bila yang tersensitisasi adalah

respons imun selular maka akan terjadi reaksi tipe IV. Reaksi tipe II sampai IV

merupakan reaksi imun yang tidak dapat diprediksi dan tidak melalui

pembentukan IgE (non IgE-mediated).Perlu diingat bahwa dapat saja terjadi

alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap satu macam

obat secara bersamaan. Alergi obat tersering biasanya melalui mekanisme

tipe I dan IV. Sedangkan alergi obat melalui mekanisme tipe II dan tipe III

umumnya merupakan bagian dari kelainan hematologik atau penyakit autoimun.

Alergi obat dapat terjadi melalui semua 4 mekanisme hipersensitifitas Gell dan

Coomb, yaitu :

Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau

metabolitnya berinteraksi membentuk antibodi IgE yang spesifik dan

berikatan dengan sel mast di jaringan atau sel basofil di sirkulasi. Reaksi tipe

I merupakan hipersensitivitas cepat yang diperantarai oleh IgE dan

menyebabkan reaksi seperti anafilaksis. Gejala yang ditimbulkan dapat

berupa urtikaria, edema laring, wheezing dan kolaps kardiorespiratorius.

Penyebab umum adalah molekul biologis dan beberapa obat, seperti

penisilin dan insulin.

Page 3: KGD LBM 2 BUNGA

Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG dan IgM

yang mengenali antigen obat di membran sel. Dengan adanya komplemen

serum, maka sel yang dilapisi antibodiakan dibersihkan atau dihancurkan

oleh sistem monosit-makrofag. Reaksi tipe II merupakan reaksi sitotoksik

yang diinduksi oleh kompleks komplemen dengan antibodi sitotoksik IgM

atau IgG. Reaksi ini terjadi sebagai respon terhadap obat yang mengubah

membran permukaan sel. Contoh reaksi ini adalah anemia hemolitik yang

disebabkan oleh metildopa dan penisilin, ataupun trombositopenia yang

disebabkan oleh kuinidin. Obat lain yang bekerja melalui mekanisme ini

antara lain sefalosporin, sulfonamida dan rifampisin.

Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks soluble dari

obat atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG. Pada reaksi tipe III

terdapat periode laten beberapa hari sebelum gejala timbul, yaitu periode

yang dibutuhkan untuk membentuk kompleks imun yang dapat

mengaktivasi komplemen. Reaksi terkadang baru timbul setelah obat

dihentikan. Reaksi tersebut dapat pula berupa reaksi setempat yang dikenal

sebagai reaksi Arthus. Terdapat pembengkakan dan kemerahan setempat

pada tempat antigen berada, misalnya pada vaksinasi. Reaksi setempat ini

terjadi oleh karena penderita telah mempunyai kadar antibodi yang tinggi

sehingga terjadi presipitasi pada tempat masuk antigen yang terjadi dalam

waktu 2 sampai 5 jam setelah pemberian. Manifestasi utama berupa

demam, ruam, urtikaria, limfadenopati dan artralgia. Contoh obat tersebut

antara lain penisilin, salisilat, sulfonamida, klorpromazin, tiourasil, globulin

antilimfositik dan fenitoin.

Reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity

reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang

spesifik obat. Pada reaksi hipersensitivitas tipe lambat, limfosit bereaksi

langsung dengan antigen, misalnya pada dermatitis kontak. Obat topikal

yang secara antigenik biasanya berbentuk hapten, bila berikatan dengan

protein jaringan kulit yang bersifat sebagai karier dapat merangsang sel

limfosit T yang akan tersensitisasi dan berproliferasi. Pada pajanan

berikutnya, sel T yang sudah tersensitisasi akan teraktivasi dan

mengeluarkan sitokin yang menarik sel radang ke tempat antigen berada

sehingga terjadi reaksi inflamasi. Contoh obat yang sering menimbulkan

reaksi tipe IV antara lain benzil alkohol, derivat merkuri, neomisin, nikel,

antibiotik topikal, krim steroid, antihistamin topikal, anestesi lokal, serta

beberapa zat aditif yang sering terdapat pada obat topikal seperti parabens

atau lanolin.

Bisa terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap satu

obat,namun yang tersering melalui tipe I dan IV. Jenis obat penyebab alergi

Page 4: KGD LBM 2 BUNGA

sangat bervariasi dan berbeda menurut waktu, tempat dan jenis penelitian yang

dilakukan. Pada umumnya laporan tentang obat tersering penyebab alergi

adalah golongan penisilin, sulfa, salisilat, dan pirazolon. Obat lainnya yaitu asam

mefenamat, luminal, fenotiazin, fenergan, dilantin, tridion. Namun demikian

yang paling sering dihubungkan dengan alergi adalah penisilin dan sulfa. Alergi

obat biasaya tidak terjadi pada paparan pertama. Sensitisasi imunologik

memerlukan paparan awal dan tenggang waktu beberapa lama (masa laten)

sebelum terjadi reaksi alergi.

Ikatan obat dengan protein jaringan dapat mengubah struktur dan sifat jaringan

sebagai antigen diri menjadi antigen yang tidak dikenal oleh sistem imun tubuh,

sehingga dapat terjadi reaksi autoimun. Contoh obatnya antara lain

klorpromazin, isoniazid, penisilamin, fenitoin dan sulfasalazin. Bila sel sasaran ini

adalah endotel pembuluh darah, maka dapat terjadi vaskulitis akibat aktivasi

komplemen oleh kompleks imun pada permukaan sel endotel (misalnya

pada serum sickness). Aktivasi komplemen ini mengakibatkan akumulasi sel

polimorfonuklear dan pelepasan lisozim sehingga terjadi reaksi inflamasi dan

kerusakan dinding pembuluh darah. Obat yang dapat menimbulkan reaksi

seperti ini antara lain penisilin, sulfonamid, eritromisin, salisilat, isoniazid, dan

lain-lain.

Reaksi alergi

Karena bentuk makromolekul beberapa obat, seperti hormon peptida, secara

intrinsik imunogenik. Banyak obat, memiliki massa molekul kurang dari 1000

dalton dan tidak mampu menginduksi respon imun di negara asal mereka. Untuk

agen-agen untuk menjadi immunogens efektif, mereka tidak hanya harus

mengikat secara kovalen ke tinggi-molekul protein berat badan tetapi juga harus

menjalani pengolahan antigen sukses dan presentasi.

Pemahaman kita tentang respon imun terhadap antigen obat didasarkan

terutama pada hipotesa hapten. Beberapa obat, seperti penisilin, dapat langsung

terjadi reaksi  kimia sebagai akibat dari ketidakstabilan struktur molekul. Namun,

yang lain harus dimetabolisme, atau bioactivated, menjadi bentuk reaktif

sebelum respon imun dapat dimulai. Meskipun bioactivation biasanya dimediasi

oleh enzim sitokrom P450 di hepatosit hati, mungkin juga terjadi di lokasi lain,

seperti keratinosit kulit.

Bioactivation biasanya diikuti dengan proses bioinactivating. Dalam beberapa

kasus, faktor genetik atau lingkungan dapat mengganggu keseimbangan antara

kedua proses, yang menyebabkan terbentuknya ditambah atau dikurangi

eliminasi metabolit obat reaktif. Setelah terbentuk, spesies reaktif dapat

melakukan salah satu dari beberapa hal mengikat makromolekul dan

menyebabkan kerusakan sel langsung mengikat asam nukleat untuk

Page 5: KGD LBM 2 BUNGA

menghasilkan produk gen yang berubah mengikat secara kovalen dengan

target makromolekul yang lebih besar, membentuk sebuah kompleks

imunogenik, dan merangsang respon kekebalan tubuh.

http://allergycliniconline.com/2012/04/18/patofisiologi-terkini-alergi-obat/

Page 6: KGD LBM 2 BUNGA

Pada asma yang timbul akibat reaksi imunologik, reaksi antigen – antibody

menyebabkan lepasnya mediator kimia yang dapat menimbulkan kelainan patologi

tadi. Mediator kimia tersebut adalah:

a. Histamin

Kontraksi otot polosـ

Dilatasi pembuluh kapiler dan kontraksi pembuluh vena, sehingga terjadi edemaـ

Bertambahnya sekresi kelenjar dimukosa bronchus, bronkhoilus, mukosaa, hidungـ

dan mata

b. Bradikinin

Kontraksi otot polos bronchus

Meningkatkan permeabilitas pembuluh darah

Vasodepressor (penurunan tekanan darah)

Bertambahnya sekresi kelenjar peluh dan ludah

c. Prostaglandin

bronkokostriksi (terutama prostaglandin F)

- Secara kimiawi, obat-obat ini biasanya dibagi dalam beberapa

kelompok, yaitu: Berdasarkan struktur kimianya obat antiradang

bukan steroid dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan salisilat,

turunan 5-pirazolidindion, turunan N-arilantranilat, turunan asam

arilasetat, turunan heteroarilasetat, turunan oksikam, dan turunan lain.

Salah satu turunan asam arilasetat yaitu ketoprofen, digunakan untuk

mengurangi rasa nyeri akibat keradangan pada berbagai keadaan

rematik dan kelainan degeneratif pada sistem otot rangka Ketoprofen

merupakan suatu antiinflamasi non steroid dengan efek antiinflamasi,

analgesik dan antipiretik. Sebagai anti inflamasi bekerja dengan menghambat

sintesa prostaglandin. Pada pemberian oral kadar puncak dicapai selama 0,5–2

jam. Waktu paruh eliminasi pada orang dewasa 3 jam, dan 5 jam pada orang

tua.(Siswandono&Sukarjo, 2000).

- Efek samping yang paling umum adalah terhadap saluran cerna,

mulai dari dispepsia sampai pendarahan. Juga telah dilaporkan efek

Page 7: KGD LBM 2 BUNGA

samping yang melibatkan susunan saraf pusat, seperti nyeri kepala, tinnitus,

dan pusing.(Mycek, 2001)

-

- Karena ketoprofen mempunyai efek samping berupa hipersensifitas, dengan

hal tersebut akan memicu terjadinya reaksi alergi pada pasien yang alergi.

- Sumber: Farmakologi dan Terapi FKUI dan Buku Ajar Patologi Robin Kumar,

Vol2, Ed. 7.EGC

- Alergen terikat pada antibodi yang dikenal sebagai Imunoglobulin E (IgE),

kemudian menempel pada sel mast sehingga terjadi degranulasi. Dari degranulasi

tersebut keluarlah mediator-mediator yang sifatnya dapat bersifat langsung, tak langsung,

atau kombinasi keduanya. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan

permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan

vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin

menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek

bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit.

Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien

yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi sesak napas

(Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )

Suatu perasaan bernapas yang tidak nyaman. Orang normal hanya mengalami sesak napas

jika melakukan aktifitas.

(Sumber: buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2 edisi 3)

Ialah sukar bernafas yang dirasakan oleh pasien, jadi subyektif.

( sumber: buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, kepala, tenggorok dan leher, edisi 6)

Sesak napas berarti penderitaan mental yang diakibatkan oleh ketidakmampuan ventilasi

untuk memenuhi kebutuhan udara.

Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi. Ed.11. EGC

Derajat sesak nafas

tingkat I : dipsnea tidak membatasi aktifitas

tingkat II : terjadi pembatasan ringan dari fungsi paru,pada saat beraktifitas terjadi dipsnea

tapi tidak saat istirahat

Page 8: KGD LBM 2 BUNGA

tingkat III : aktifitas fisik penderta sangat terbatas dan dengan aktifitas fisik yg ringan

sudah dpt menimbulkan dipsnea

tingkat IV : dipsnea terjadi saat istirahat,kerja yg ringan dapat memperberat dipsnea

Ilmu Penyakit Paru

Derajat sesak napas

Tingkat Derajat kriteria

0 Normal Tidak ada kesulitan bernapas kecuali dengan aktivitas

berat

1 Ringan Terdapat kesulitan bernapas,napas pendek-pendek

ketika buru-buru atau ketika berjalan menuju puncak

landai

2 Sedang Berjalan lebih lambat daripada kebanyakan orang

berusia sama karena sulit bernapas atau harus

berhenti berjalan untuk bernapas

3 Berat Berhenti berjalan setelah 90 meter untuk bernapas

atau setelah berjalan beberapa menit

4 Sangat berat Terlalu sulit untuk bernapas bila meninggalkan rumah

atau sulit bernapas ketika memakai baju atau

membuka baju

Sumber : Patofisiologi EGC,Silvia A.Price

2. Bagaimana patofisiologi

HIPERSENSITIVITAS TIPE I

1. Fase sensitisasi

Antigen sel B membentuk IgE dengan bantuan sel Th IgE diikat oleh

sel mastosit/basofil melalui reseptor Fc

2. Fase alergi

Paparan ulang sel tersensitisasi membentuk granul di sitoplasma

degranulasi pengeluaran mediator kimiawi.

Mediator kimiawi mempunyai efek:

Page 9: KGD LBM 2 BUNGA

Antigen

Sel BSel Th2

APC

Pelepasan mediator kimiawi

Melepaskan granula

AktivasiRecruitment eosinofil

IL-3IL-5GM-CSF

IL-4

IL-3IL-5

Fc

Sel MastIgE Sel mast

Sel tersensitisasi

Aktivasi enzim adenil siklase

cAMPATP

Enzim fosfodiesterase

5’-AMP

Spasme bronkus

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah

Peningkatan sekresi mucus

Pelepasan mediator kimiawi dipengaruhi oleh:

1. Kadar cAMP

2. Kadar cGMP

3. Ratio cGMP/cAMP

Siklus AMP (cAMP)

Page 10: KGD LBM 2 BUNGA

Sel tersensitisasi

Perubahan permeabilitas membrane sel terhadap Ca

↑ degranulasi

Prostaglandin Leukotrien

↑ produksi energi

Ca masuk ke sel mast

Rx enzimatik siklo-oksigenaseRx enzimatik lipooksigenase

Asam arakidonat

Pengaktivan fosfolipase A2 dinding sel

↑ mediator kimiawi

cAMP : meningkatkan pencegahan kontraksi sel otot polos dan mempertahankan

bronkodilatasi (menghambat pelepasan mediator kimiawi)

5’-AMP : mengurangi kerja cAMP

Siklus cGMP

Fungsi cGMP : berlawanan dengan fungsi cAMP, yaitu merangsang pengeluaran

mediator kimiawi

PENGELUARAN MEDIATOR KIMIAWI YANG LAINNYA

Page 11: KGD LBM 2 BUNGA

Aktivasi enzim adenilsiklase

Reseptor adrenergic β-2

GANGGUAN KESEIMBANGAN SARAF OTONOM

Kolinergik dan adrenergic α : mengkontraksi otot polos bronkus

Adrenergic β : relaksasi otot polos bronkus

PROSES INFLAMASI BRONKUS

Edema mukosa & dinding bronkus infiltrate sel radang (eosinofil) epitel

bersilia lepas saluran nafas terhambat

Mediator kimiawi fase awal:

1. Leukotrien : brinkokonstriksi, ↑ permeabilitas vascular dan ↑ sekresi musin

2. Prostaglandin : bronkokonstriksi dan vasodilatasi

3. Histamine : bronkospasme dan vasodilatasi

4. PAF (Platelet Activating Factor) : agregasi trombosit dan pembebasan

histamine

5. Triptase sel mast : inaktif peptide yang sebabkan bronkodilatasi normal

Mediataor untuk recruitment sel radang:

1. Kator kemotaktik eosinofilik dan neutrofilik

↑ cGMP & GTP

Enzim guanil siklase

↑ kolinergik

Page 12: KGD LBM 2 BUNGA

2. IL-4 dan IL-5 : memperkuat Th2 sel CD4+ (↑IgE dan proliferasi serta

kemotaksis eosinofilik)

3. PAF : kemotaktik eosinofilik jika ada IL-6

4. Factor nekrosis tumor : ↑ adhesi molekul di endotel vascular dan sel radang

Buku Ajar Patologi, Robbins & Kumar

1. Patofisiologi

terjadi obstruksi bronkus, karena 4 proses, yaitu:

1. Konstriksi otot polos bronkus (bronkospasme)

2. Sekresi mukus intraluminal bronkus, sifatnya lengket

3. Edema mukosa bronkus

4. Proses inflamasi

Bronkospasme dapat dikelompokkan berdasarkan cepat timbulnya spasme bronkus

(Kay):

1. Fase cepat (rapid spasmogenic)

Bronkospasme timbul segera (30-60 menit) dan berakhir setelah 1-2 jam, selanjutnya

menghilang dengan sendirinya atau disusul dengan fase lambat menetap. Mediator

utamanya adalah histamin

2. Fase lambat menetap (late sustained)

Terdapat spasme bronkus dan akumulasi neutrofil. Sedangkan mediator kimianya

adalah leukotrien, prostaglandin, tromboksan, dll. Fase ini berlangsung 6-8 jam atau

lebih

3. Fase subakut/kronik

Adanya proses inflamasi pada dinding bronkus dengan infiltrasi sel-sel eosinofil dan

sel-sel mononukleus

Page 13: KGD LBM 2 BUNGA

Gangguan fungsional pada obstruksi bronkus adalah:

1. Adanya hambatan aliran udara nafas, merupakan gangguan ventilasi

(hipoventilasi)

2. Adanya distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru

(V/Q imbalance)

3. Adanya gangguan difusi gas di tingkat alveoli

Adanya ketiga faktor di atas akan mengakibatkan:

Hipoksemia, Hiperkapnea, Asidosis respiratoir tahap yang sangat lanjut

Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru (Pumonologi) Buku ke-2, dr. Pasiyan Rachmatullah, FK

UNDIP

3. Mengapa di kedua kelopak mata terdapat angiodema dan urtikaria hamper diseluruh tubuh?Urtikaria (kaligata, gidu, nettle rash, hives) adalah erupsi kulit yang menonjol, berbatas tegas, berwarna merah, umumnya berbentuk bulat, gatal, dan berwarna putih di bagian tengah bila ditekan. Angioedema (giant urticaria, angioneurotic edema, quinkes edema) adalah sebuah lesi yang sama dengan urtikaria tetapi pada angioedema meliputi jaringan subkutan yang lebih dalam , tidak gatal, namun biasanya disertai dengan rasa nyeri dan terbakar.Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun non-imunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologik (Tipe I atau II). Contohnya ialah obat-obatan golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan diuretik. Ada pula obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.

Urtikaria disebabkan karena pelepasan histamin, bradikinin, leuketrien C4,

prostaglandin D2, dan substansi vasoaktif lainnya lainnya dari sel mast dan basofil di

kulit. Substansi-substansi tersebut menyebabkan ekstravasasi cairan ke kulit,

mengakibatkan timbulnya lesi urtikaria. Intensitas pruritus dari urtikaria adalah hasil

dari pelepasan histamin ke kulit. Aktivasi reseptor histamin H1 pada sel-sel endotel

Page 14: KGD LBM 2 BUNGA

dan otot polos menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Sedangkan aktivasi

reseptor histaminH2 menyebabkan vasodilatasi arteriol dan venula.

Proses ini disebabkan oleh beberapa mekanisme. Respon alergi tipe I IgE diinisiasi

oleh kompleks imun antigen-mediated IgE yang mengikat dan cross-link reseptor Fc

pada permukaan sel-sel mast dan basofil, hal tersebut menyebabkan pelepasan

histamin. Respon alergi tipe II dimediasi oleh sel-sel T sitotoksik, menyebabkan

deposit Ig, komplemen, dan fibrin di sekitar pembuluh darah. Hal ini menyebabkan

vaskulitis urtikaria. Penyakit kompleks imun tipe III berhubungan dengan SLE dan

penyakit autoimun lainnya yang dapat menyebabkan urtikaria.

Komplemen-mediated urtikaria disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus, serum

sickness, dan reaksi transfusi. Reaksi transfusi urtikaria terjadi ketika substansi

alergenik dalam plasma dari produk darah donor bereaksi dengan antibodi Ig E

resipien. Beberapa obat-obatan (opioids, vecuronium, succinylcholine, vancomycin,

dan lain-lain) juga agen-agen radiokontras menyebabkan urtikaria karena

degranulasi sel mast melalui mekanisme mediasi non-Ig E. Urtikaria fisik pada

beberapa stimulus fisik yang menyebabkan urtikaria meliputi immediate pressure

urticaria, delayed pressure urticaria, cold urticaria, dan cholinergic

urticaria. Terakhir, urtikaria kronik dimana penyebabnya tidak dapat ditemukan

secara signifikan, merupakan idiopatik.

Sumber : Soter, Allen. Urticaria and Angioedema. Dalam : Freedberg, Eisen, Wolff,

Austen. Fitzpatrick’s Dermatology In Genereal Medicine. Edisi 6. New York : McGraw-

Hill Inc. 2003: 122-45.

Page 15: KGD LBM 2 BUNGA

Kulszicky, Anthony. 2010. Urticaria and Angioedema. Immuno VI 05/10. Halaman 1-12.

4. Mengapa didapatkan vital sign RR 40x/menitdan 80/40 mmHg, nadi 130x/menit, danakraldingin?Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Plateletactivatingfactor (PAF) berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keadaan syok

Gejala hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik. Hipotensi terjadi sebagai akibat dari dua faktor, pertama akibat terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer dan kedua akibat meningkatnya permeabilitas dinding

Page 16: KGD LBM 2 BUNGA

kapiler sehingga selain resistensi pembuluh darah menurun, juga banyak cairan intravaskuler yang keluar keruang interstitiel (terjadi hipovolume relatif).

Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :Fase KompensasiPenurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.Fase ProgresifTerjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.Fase Irevesibel

Page 17: KGD LBM 2 BUNGA

Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea

5. Mengapa pada pemeriksaan fisik didapatkan stridor, wheezing, retraksi subcostal, dan fase ekspirasi memanjang dan muka kebiru-biruan?

Page 18: KGD LBM 2 BUNGA

Wheezing adalah penyempitan saluran napas dari bronki dan bronkiolus yang dapat disebabkan

oleh bronkokonstriksi, edema mukosa, kompresi eksternal, atau obstruksi parsial oleh tumor,

benda asing, atau cairan kental.

Wheezing yang terjadi akibat obstruksi saluran napas intrathorakal terutama pada ekspirasi

karena saluran napas, sesuai dengan perubahan intrathorakal , cenderung melebar pada

inspirasi dan menyempit pada ekspirasi .Peningkatan resistensi intrathorakal biasanya

terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan bronkus karena tekanan dari luar,

kontraksi otot bronkus, penebalan lapisan mukus, atau sumbatan lumen oleh mucus, hal

ini benyak terjadi pada asma atau bronchitis kronis.

Obstruksi intrathorakal terutama mengganggu proses ekspirasi karena saat inspirasi tekanan

intrathorakal menurun sehingga melebarkan jalan pernapasan. Perbandingan waktu ekspirasi

dan inspirasi akan meningkat. Ekspirasi yang terhambat akan melebarkan duktulus alveolus

(emfisema sentrilobular) menurunkan elastisitas paru (peningkatan komplians), dan bagian

tengah pernapasan akan terdorong kearah inspirasi (barrel chest). Hal ini meningkatkan kapasitas

residu fungsional dan dibutuhkan tekanan intrathorakal untuk melakukan ekspirasi karena

komplians dan resistensi meningkat. Akibatnya, terjadi penekanan bronkiolus sehingga tekanan

jalan napas semakin meningkat. Obstruksi akan menurunkan kapasitas pernapasan maksimal (V

max) dan FEV1 .

(Price dan Wilson, 2006).

Wheezing

BUKU AJAR DIAGNOSTIKFISIKOLEH MARK H. SWARTZ HAL. 174

Muka kebiruanSianosis merupakan indikasi dari kurangnya oksigen di aliran darah yang disebabkan oleh kelainan jantung kongenital atau racun (seperti CO). Penyebab sianosis adalah Hb yang tidak mengandung O2 , jumlahnya berlebihan dalam dalam pembuluh darah kulit, terutama dalam kapiler. Hb yang tidak mengandung O2 memiliki warna biru gelap yang terlihat melalui kulit. Pada umumnya sianosis muncul apabila darah arteri berisi lebih dari 5 gram Hb yang tidak mengandung O2 dalam setiap desiliter darah.

Sianosis

Page 19: KGD LBM 2 BUNGA

Sianosis terjadi akibat darah yang beredar ke seluruh tubuh mengandungdarah kotor

yang rendah oksigen. Bila kadar oksigen yang beredar teralurendah (pasien biru

sekali), bisa terjadi gangguan otak dengan manifestasigelisah, menangis merintih,

lemas bahkan sampai kejang

sianosis adalah suatu klinis atau gejala dari adanya gangguan pada

tubuhseseorang, warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang

terjadiakibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tak

berkaitandengan O2).

dalam arti sebenarnya sianosis adalah kebiruan pada bagiantubuh seseorang.

biasanya karena kekurangan oksigen yang dibawa olehdarah. Sianosis dapat tanda

insufisiensi pernapasan, meskipun bukanmerupakan tanda yang dapat

diandalkan.

Ada dua jenis sianosis: sianosissentral dan sianosis perifer

Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensioksigenasi Hb dalam paru, dan

paling mudah diketahui pada wajah, bibir,cuping telinga, serta bagian bawah

lidah. Sianosis biasanya tak diketahuisebelum jumlah absolut Hb tereduksi

mencapai 5g per 100 ml atau lebih padaseseorang dengan konsentrasi Hb yang

normal (saturasi oksigen [SaO2]kurang dari 90%). Jumlah normal Hb tereduksi

dalam jaringan kapiler adalah 2,5 g per 100 ml. Pada orang dengan konsentrasi

Hb yang normal, sianosisakan pertama kali terdeteksi pada SaO2 kira-kira 75%

dan PaO2 50 mmHgatau kurang. Penderita anemia (konsentrasi Hb rendah)

mungkin tak pernahmengalami sianosis walaupun mereka menderita hipoksia

jaringan yang beratkarena jumlah absolut Hb tereduksi kemungkinan tidak

dapat mencapai 5 gper 100 ml. Sebaliknya, orang yang menderita polisitemia

(konsentrasi Hbyang tinggi) dengan mudah mempunyai kadar Hb tereduksi 5 g

per 100 mlwalaupun hanya mengalami hipoksia yang ringan sekali.

Faktor -faktor lainyang menyulitkan pengenalan sianosis adalah variasi

ketebalan kulit,pigmentasi dan kondisi penerangan.

sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurangsehingga sangat

menurunkan saturasi darah vena, dan akan menyebabkansuatu daerah

Page 20: KGD LBM 2 BUNGA

menjadi biru. Sianosis perifer dapat terjadi akibat insufisiensijantung,

sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darahakibat suhu

yang dingin. Sejumlah kecil methemoglobin atau sulfhemoglobindalam sirkulasi

dapat menimbulkan sianosis, walaupun jarang terjadi

Sianosis : Sianosis adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah

Hb terreduksi dalam kapiler (Price dan Wilson, 2006).

merupakan indikasi dari kurangnya oksigen di aliran darah yang disebabkan oleh kelainan

jantung kongenital atau racun (seperti CO). Penyebab sianosis adalah Hb yang tidak mengandung

O2 , jumlahnya berlebihan dalam dalam pembuluh darah kulit, terutama dalam kapiler. Hb yang

tidak mengandung O2 memiliki warna biru gelap yang terlihat melalui kulit. Pada umumnya

sianosis muncul apabila darah arteri berisi lebih dari 5 gram Hb yang tidak mengandung O2

dalam setiap desiliter darah.

fase ekspirasi memanjang

Mengi yang terjadi akibat obstruksi saluran napas intrathorakal terutama pada ekspirasi

karena saluran napas, sesuai dengan perubahan intrathorakal , cenderung melebar pada

inspirasi dan menyempit pada ekspirasi (Stark, 1990). Peningkatan resistensi intrathorakal

biasanya terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan bronkus karena tekanan dari luar,

kontraksi otot bronkus, penebalan lapisan mukus, atau sumbatan lumen oleh mucus, hal ini

benyak terjadi pada asma atau bronchitis kronis (Lang, 2007:76).

Obstruksi intrathorakal terutama mengganggu proses ekspirasi karena saat inspirasi tekanan

intrathorakal menurun sehingga melebarkan jalan pernapasan. Perbandingan waktu ekspirasi

dan inspirasi akan meningkat. Ekspirasi yang terhambat akan melebarkan duktulus alveolus

(emfisema sentrilobular) menurunkan elastisitas paru (peningkatan komplians), dan bagian

tengah pernapasan akan terdorong kearah inspirasi (barrel chest). Hal ini meningkatkan

kapasitas residu fungsional dan dibutuhkan tekanan intrathorakal untuk melakukan ekspirasi

karena komplians dan resistensi meningkat. Akibatnya, terjadi penekanan bronkiolus

sehingga tekanan jalan napas semakin meningkat. Obstruksi akan menurunkan kapasitas

pernapasan maksimal (V max) dan FEV1 (Lang, 2007:76). Kejadian ini penting dimengerti

pada penderita (misal) asma karena pasien dengan penyakit asma ketika asma kambuh, pasien

akan gugup karena merasa sesak napas dan makin berusaha inspirasi sebanyak-banyaknya,

oleh karena itu bagi dokter atau perawat harus bisa menenangkan terlebih dahulu kejiwaan

pasien, karena ketika gugup dan inspirasi kuat makin memperburuk kondisi mereka.

http://eprints.undip.ac.id/12582/1/2006PPDS4843.pdf

6. Mengapa pasien dielevasikan kedua tungkainya? Apatujuannya?

Page 21: KGD LBM 2 BUNGA

tendelern burgPosisi syok adalah posisi orang yang terbaring di punggungnya dengan kaki terangkat sekitar 8-12 inci. Ini digunakan ketika seorang pasien menunjukkan tanda-tanda syok. posisi syok juga digunakan untuk pasien yang mengalami keadaan darurat terkait panas..

Tujuan dari posisi syok adalah untuk mengangkat kaki di atas jantung dengan cara yang akan sedikit membantu aliran darah ke jantung. (meninggikan tungkai memungkinkan darah mengalir dari tungkai kembali ke jantung). membantu lebih banyak mengalirkan oksigen melalui darah dan membantu menghilangkan hipoksia yang dapat menyebabkan shock.

Sumber : Irwin, Richard S.; Rippe, James M. (January 2003). Intensive Care Medicine dan first aid Pertolongan Pertama Ed 5 (American College of Emergency Physicians)

Meletakkan penderita dalam posisi syok :- Kepala setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada dada- Tubuh horizontal atau dada sedikit lebih rendah- Kedua tungkai lurus diangkat 20 derajat ; literature lain ada yang menyebutkan

15-30 cm jika tidak dicurigai cidera spinal)

Kedaruratan medik, agus purwadianto dan budi sampurna

7. Bagaimana penilaian ABCDE padapasien?8. Bagaimana prinsip pemeriksaan ECG?9. Bagaimana prinsip dari pulse oxymetri?10. Apa diagnosis dari scenario dan klasifikasinya?

Tanda gejala syokManifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari

reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam

setelah terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam

Page 22: KGD LBM 2 BUNGA

setelah terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah

terpapar dengan alergen.

Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-

kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam

derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan

perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi

kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, dan mata berair.

Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. Derajat

sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan

edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan,

hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama

dengan reaksi ringan. Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak

dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan

diatas disertai kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea

berat, dan sianosis. Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare,

dan kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat

disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang irreversible.

Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada

satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal,

kulit, mata, susunan saaraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain.

Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam

mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak,

mual, pusing, lemas dan sakit perut.

Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan.

Pada rhinitis alergi dapat dijumpaiallergic shiners, yaitu daerah di bawah palpebra

inferior yang menjadi gelap dan bengkak. Pemeriksaan hidung bagian luar di bidang

alergi ada beberapa tanda, misalnya: allergic salute, yaitu pasien dengan

menggunakan telapak tangan menggosok ujung hidungnya ke arah atas untuk

menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan sumbatan; allergic crease, garis

melintang akibat lipatan kulit ujung hidung; kemudian allergic facies, terdiri dari

pernapasan mulut, allergic shiners, dan kelainan gigi geligi. Bagian dalam hidung

diperiksa untuk menilai warna mukosa, jumlah, dan bentuk sekret, edema, polip

Page 23: KGD LBM 2 BUNGA

hidung, dan deviasi septum. Pada kulit terdapat eritema, edema, gatal, urtikaria,

kulit terasa hangat atau dingin, lembab/basah, dan diaphoresis.

Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan

saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume

tidal. Saluran nafas atas bisa mengalami gangguan jika lidah atau orofaring terlibat

sehingga terjadi stridor. Suara bisa serak bahkan tidak ada suara sama sekali jika

edema terus memburuk. Obstruksi saluran napas yang komplit adalah penyebab

kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran

napas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema mukosa. Selain itu juga

terjadi batuk-batuk, hidung tersumbat, serta bersin-bersin.

Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi

koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular

terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot jantung

(angina), kebocoran endotel yang menyebabkan terjadinya edema, disertai pula

dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang

mengakibatkan penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri) akibat penurunan

GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. Selain itu

terjadi peningkatan BUN dan kreatinin disertai dengan perubahan kandungan

elektrolit pada urine.

Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel sentral,

peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada sistem

gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot polos,

berupa nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. Kadang kadang dijumpai

perdarahan rektal yang terjadi akibat iskemia atau infark usus.

Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati, gangguan fungsi

trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi. Sementara gangguan pada

sistem neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensi

insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status mental. Pada keadaan syok terjadi

perubahan metabolisme dari aerob menjadi anaerob sehingga terjadi peningkatan

asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadi keretakan antar sel, sel

membengkak, disfungsi mitokondria, serta kebocoran sel.

Page 24: KGD LBM 2 BUNGA

HAUPT M T, CARLSON R W. ANAPHYLACTIC AND ANAPHYLACTOID REACTIONS. DALAM BUKU: SHOEMAKER W C, AYRES S, GRENVIK A EDS, TEXBOOK OF CRITICAL CARE. PHILADELPHIA

11. Apa saja pemeriksaan penunjangnya?Beberapa tujuan dari penggunaan EKG adalah :1. Untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung/disritmia2. Kelainan-kelainan otot jantung3. Pengaruh/efek obat-obat jantung4. Ganguan -gangguan elektrolit5. Perikarditis6. Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel7. Menilai fungsi pacu jantung.

Indikasi dari penggunaan EKG

Merupakan standar emas untuk diagnosis aritmia jantung

EKG memandu tingkatan terapi dan risiko untuk pasien yang dicurigai ada infark otot jantung akut

EKG membantu menemukan gangguan elektrolit (mis. hiperkalemiadan hipokalemia)

EKG memungkinkan penemuan abnormalitas konduksi (mis. blok cabang berkas kanan dan kiri)

EKG digunakan sebagai alat tapis penyakit jantung iskemik selama uji stres jantung

EKG kadang-kadang berguna untuk mendeteksi penyakit bukan jantung (mis. emboli paru atau hipotermia)

Penunjang diagnostik EKG untuk mengetahui gambaran jantung ( biasanya pada gambar EKG gelombang T mendatar dan terbalik ), aritmia.SUNDANA K, 2008, INTERPRETASI EKG, 2008

Pulse oxymetry

Merupakan suatu alat untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah secara

non-invasif. Alat ini memancarkan cahaya ke jaringan seperti jari, jempol kaki,

atau pada anak kecil, seluruh bagian tangan atau kaki. Saturasi oksigen diukur

pada pembuluh arteri kecil, oleh sebab itu disebut arterial oxygen

saturation (SaO2). Ada yang dapat digunakan berulang kali hingga beberapa

bulan, adapula yang hanya sekali pakai.

Page 25: KGD LBM 2 BUNGA

Nilai saturasi oksigen yang normal pada permukaan laut pada anak adalah

95–100%; pada anak dengan pneumonia berat, yang ambilan oksigennya

terhambat, nilai ini menurun. Oksigen biasanya diberikan dengan saturasi <

90% (diukur dalam udara ruangan). Batas yang berbeda dapat digunakan

pada ketinggian permukaan laut yang berbeda, atau jika oksigen menipis.

Reaksi yang timbul dari pemberian oksigen dapat diukur dengan

menggunakan pulse oxymeter, karena SaO2 akan meningkat jika anak

menderita penyakit paru (pada PJB sianotik nilai SaO2 tidak berubah walau

oksigen diberikan). Aliran oksigen dapat diatur dengan pulse oxymetry untuk

mendapatkan nilai SaO2 > 90% yang stabil, tanpa banyak membuang oksigen.

Px penunjang

Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan

diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk

memonitor hasil pengbatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil

darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering

kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan

alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.

Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik dengan RAST (radio-

immunosorbent test) atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test), namun

memerlukan biaya yang mahal.

Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu

dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/SET). Uji cukit paling

sesuai karena mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita

termasuk anak, meskipun uji intradermal (SET) akan lebih ideal. Pemeriksaan lain

sperti analisa gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal,

feses lengkap, elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain.

Page 26: KGD LBM 2 BUNGA

SYOK ANAFILAKSIS

Definisi

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh IgE

(hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan COP dan tekanan arteri yang menurun

hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu Reaksi Antigen-Antibodi yang timbul

segera setelah suatu antigen yang sensitif untuk seseorang telah masuk dalam

sirkulasi.

Secara harafiah, anafilaktik berasal dari kata ana = balik; phylaxis = perlindungan.

Dalam hal ini respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justru merusak

jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis =

anaphylaxis). Istilah ini pertama kali digunakan oleh Richet dan Portier pada tahun

1902 untuk menerangkan terjadinya renjatan yang disusul dengan kematian pada

anjing yang disuntik bisa anemon laut. Pada suntikan pertama tidak terjadi reaksi,

tetapi pada suntikan berikutnya sesudah beberapa hari terjadi reaksi sistemik yang

berakhir dengan kematian.

Renjatan anafilaktik merupakan salah satu manifestasi reaksi anafilaktik yang berat

dengan tanda-tanda kolaps vaskular dengan atau tanpa penurunan kesadaran.

Reaksi ini terjadi akibat pengeluaran mediator mastosit jaringan atau basofil darah

perifer yang mengakibatkan vasodilatasi umum pembuluh darah perifer dan

peningkatan permeabilitas. Akibatnya terjadi kebocoran cairan ke jaringan sehingga

volume darah efektif menurun, disamping hipoksemia dan disfungsi ventrikel.

Reaksi anafilaktik terjadi akibat pajanan ulang alergen yang sama yang dimediasi

oleh IgE spesifik yang melekat pada dinding mastosit dan basofil. Reaksi ini dapat

diperberat dan diperpanjang oleh mediator sekunder yang dikeluarkan oleh sel-sel

radang yang tertarik ke lokasi reaksi. Kadar IgE total yang umumnya dipakai di

laboratorium, yaitu :

UMUR (μg/dl) (IU/ml)

Page 27: KGD LBM 2 BUNGA

Neonatus <> <>

1 tahun <> <>

2-5 tahun <14,4 <>

6-9 tahun <> <>

10-15 tahun <> <>

Dewasa <> <>

Reaksi anafilaktik timbulnya tiba-tiba, tidak terduga dan potensial mematikan, serta

memerlukan penanganan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu harus dimengerti

dan selalu diwaspadai.

Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi anafilaktik yaitu :

1. Rapid reaction/reaksi cepat, terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar

dengan alergen

2. Moderate reaction/reaksi moderat terjadi antara 1-24 jam setelah terpapar dengan

alergen

3. Delayed rection/reaksi lambat terjadi > 24 jam setelah terpapar dengan alergen.

Etiologi Syok Anafilaksis

Banyak material yang dapat menyebabkan terjadinya syok anafilaksis, yaitu :

1. Protein heterolog dalam bentuk hormon seperti :

Insulin, vasopressin, paratohormone

2. Enzim

Tripsin, kimotripsin, penisilinase, streptokinase

3. Bahan-bahan tumbuhan

Alang-alang, rumput, pohon

4. Bahan-bahan bukan tumbuhan

Kutu, bulu anjing dan kucing, dan hewan uji coba laboratorium

5. Makanan

Susu, telur, ikan laut, kacang,padi-padian, biji-bijian, gelatin pada kapsul

6. Antiserum

Page 28: KGD LBM 2 BUNGA

Antilimsofitik Gamma Globulin

7. Protein yang berhubungan dengan pekerjaan

Bahan latex karet

8. Racun serangga

Sengatan lebah penyengat, lebah madu,semut api

9. Polisakarida seperti dextram dan thiomerosal pada bahan pengawet

10. Golongan protamin dan antibiotika

Golongan Penisilin, amfotericin B, nitrofurantoin, golongan kuinolon

11. Anastesi lokal

Prokain, lidokain

12. Relaksan otot

Suxamethonium, gallamine, pancuronium

13. Vitamin

Thiamin, asam folat

14. Agen untuk diagnostik

Sodium dehidrokolat, sulfobromophthalein

15. Bahan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan

Etilen oksida

Dengan melihat ada begitu banyak alergen yang dapat menyebabkan atau

mencetuskan syok anafilaksis, maka dari itu, khusus untuk pemberian terapi (obat-

obatan) sebaiknya dilakukan ’skin test’ terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya

syok anafilaksis tersebut. Teknik pelaksanaan skin test, antara lain :

a. Fiksasi daerah follar antebrachi

b. Suntikkan 0,02 ml intra-kutan, obat yang akan digunakan dalam pengobatan

nantinya

c. Lalu buat lingkaran dengan diameter ± 2 cm mengelilingi daerah suntikan

d. Tunggu ± 15 menit untuk melihat apakah terjadi pembesaran melebihi daerah

lingkaran yang dibuat (dianggap dapat mengkibatkan anafilaksis bila lingkaran

kemerahan akibat suntikan mencapai 1 inci = 2,54 cm)

Patogenesis

Berbagai manifestasi klinis yang timbul dalam reaksi yang muncul dalam reaksi

anafilaktik pada umumnya disebabkan oleh pelepasan mediator oleh mastosit/

Page 29: KGD LBM 2 BUNGA

basofil baik yang timbul segera (yang timbul dalam beberapa menit) maupun yang

timbul belakangan ( sesudah beberapa jam).

Dari berbagai perangsang yang dapat menyebabkan pelepasan mediatornya,

mekanismenya dapat melalui reaksi yang dimediasi IgE (IgE mediated anaphylaxis).

Pada pajanan alergen, alergen ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) seperti

makrofag, sel dendritik, sel langerhans, atau yang lain. Kemudian antigen tersebut

dipersembahkan bersama beberapa sitokin ke sel T-Helper melalui MHC kelas II. Sel

T-Helper kemudian aktif dan mengeluarkan sitokin yang merangsang sel B

melakukan memori, proliferasi dan peralihan menjadi sel plasma yg kemudian

menghasilkan antibodi termasuki IgE lalu melekat pada permukaan basofil, mastosit

dan sel B sendiri. Apabila di kemudian hari terjadi pajanan ulang dengan alergen

yang sama maka alergen itu akan ditangkap oleh IgE terutama yang melekat pada

mastosit/basofil, ikatan alergen dengan IgE spesifiknya ini akan merangsang

mastosit/basofil mengeluarkan mediator, baik yang segera maupun yang lambat.

Mediator tersebut menyebabkan dilatasi venula, peningkatan permeabilitas kapiler,

bronkospasme, kontraksi otot polos dan dilatasi arteriol sehingga timbul manifestasi

klinik reaksi anafilaktik berupa urtikaria, angioedema, edema laring, asma,

mual/muntah, kram usus, dan renjatan yang bisa menyebabkan kematian tiba-tiba.

Reaksi inilah yang sebenarnya disebut reaksi anafilaktik.

Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas tipe I

(Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase

sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk

pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit

dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan

ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di

tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut

kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang

menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma

memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor

permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.

Page 30: KGD LBM 2 BUNGA

Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan

reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke

dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu

terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin,

serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut

dengan istilah preformed mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel

yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi

beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase

Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek

mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada

organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan

permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus, dan

vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin

menyebabkan kontraksi otot polos.Platelet activating factor (PAF) berefek

bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi

trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.

Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.

Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya

fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan

penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan

penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang

berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan

syok yang membahayakan penderita.

Gambar 2.1. Patofisiologi Reaksi Anfilaksis

Page 31: KGD LBM 2 BUNGA

Gambar 2.2. Patofisiologi Syok Anafilaksis

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari

reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam

setelah terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam

setelah terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah

terpapar dengan alergen.

Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-

kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam

derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan

perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi

kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, dan mata berair.

Page 32: KGD LBM 2 BUNGA

Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan. Derajat

sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan

edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan,

hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama

dengan reaksi ringan. Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak

dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama seperti yang telah disebutkan

diatas disertai kemajuan yang pesat kearah bronkospame, edema laring, dispnea

berat, dan sianosis. Bisa diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare,

dan kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat

disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang irreversible.

Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada

satu atau lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal,

kulit, mata, susunan saaraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain.

Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam

mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak,

mual, pusing, lemas dan sakit perut.

Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan.

Pada rhinitis alergi dapat dijumpaiallergic shiners, yaitu daerah di bawah palpebra

inferior yang menjadi gelap dan bengkak. Pemeriksaan hidung bagian luar di bidang

alergi ada beberapa tanda, misalnya: allergic salute, yaitu pasien dengan

menggunakan telapak tangan menggosok ujung hidungnya ke arah atas untuk

menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan sumbatan; allergic crease, garis

melintang akibat lipatan kulit ujung hidung; kemudian allergic facies, terdiri dari

pernapasan mulut, allergic shiners, dan kelainan gigi geligi. Bagian dalam hidung

diperiksa untuk menilai warna mukosa, jumlah, dan bentuk sekret, edema, polip

hidung, dan deviasi septum. Pada kulit terdapat eritema, edema, gatal, urtikaria,

kulit terasa hangat atau dingin, lembab/basah, dan diaphoresis.

Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan

saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume

tidal. Saluran nafas atas bisa mengalami gangguan jika lidah atau orofaring terlibat

sehingga terjadi stridor. Suara bisa serak bahkan tidak ada suara sama sekali jika

edema terus memburuk. Obstruksi saluran napas yang komplit adalah penyebab

Page 33: KGD LBM 2 BUNGA

kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi apabila saluran

napas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema mukosa. Selain itu juga

terjadi batuk-batuk, hidung tersumbat, serta bersin-bersin.

Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi

koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem kardiovaskular

terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda iskemia otot jantung

(angina), kebocoran endotel yang menyebabkan terjadinya edema, disertai pula

dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang

mengakibatkan penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri) akibat penurunan

GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal ginjal akut. Selain itu

terjadi peningkatan BUN dan kreatinin disertai dengan perubahan kandungan

elektrolit pada urine.

Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel sentral,

peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada sistem

gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot polos,

berupa nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. Kadang kadang dijumpai

perdarahan rektal yang terjadi akibat iskemia atau infark usus.

Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati, gangguan fungsi

trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi. Sementara gangguan pada

sistem neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal, resistensi

insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status mental. Pada keadaan syok terjadi

perubahan metabolisme dari aerob menjadi anaerob sehingga terjadi peningkatan

asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadi keretakan antar sel, sel

membengkak, disfungsi mitokondria, serta kebocoran sel.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan

diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk

memonitor hasil pengbatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil

darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering

kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan

alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi.

Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik dengan RAST (radio-

Page 34: KGD LBM 2 BUNGA

immunosorbent test) atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test), namun

memerlukan biaya yang mahal.

Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu

dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau

intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/SET). Uji cukit paling

sesuai karena mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita

termasuk anak, meskipun uji intradermal (SET) akan lebih ideal. Pemeriksaan lain

sperti analisa gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal,

feses lengkap, elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain.

DIAGNOSIS

Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ atau lebih

setelah terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu menegakkan diagnosis

maka American Academy of Allergy, Asthma and Immunology telah membuat suatu

kriteria.

Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga

beberapa jam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya

(misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan,

pembengkakan bibir, lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory

compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan

PEF, hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan

disfungsi organ sasaran (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia).

Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak setelah

terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga

beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya bintik-bintik

kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir-lidah-

uvula); Respiratory compromise (misalnya sesak nafas,

bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan tekanan

darah atau gejala yang berkaitan (misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia); dan

gejala gastrointestinal yang persisten (misalnya nyeri abdominal, kram, muntah).

Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada alergen

yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada bayi

dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau penurunan

Page 35: KGD LBM 2 BUNGA

darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan darah sistolik

kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30% dari tekanan

darah awal.

DIAGNOSA BANDING

Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik. Gambaran klinis yang tidak

spesifik dari anafilaksis mengakibatkan reaksi tersebut sulit dibedakan dengan

penyakit lainnya yang memiliki gejala yang sama. Hal ini terjadi karena anafilaksis

mempengaruhi seluruh sistem organ pada tubuh manusia sebagai akibat pelepasan

berbagai macam mediator dari sel mast dan basofil, dimana masing-masing mediator

tersebut memiliki afinitas yang berbeda pada setiap reseptor pada sistem organ.

Beberapa kondisi yang menyerupai reaksi anafilaksis dan syok anafilaktik adalah

reaksi vasovagal, infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi histeris, Carsinoid

syndrome, Chinese restaurant syndrome, asma bronkiale, dan rhinitis alergika.

Reaksi vasovagal, sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak

pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada

reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan

darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti

anafilaktik.Sementara infark miokard akut, gejala yang menonjol adalah nyeri dada,

dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak

tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada

nyeri dada.

Reaksi hipoglikemik, disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain.

Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah

kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas.

Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas. Sedangkan pada

reaksi histeris, tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau

sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan

tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.

Carsinoid syndrome, dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala,

diare, serangan sesak napas seperti asma. Chinese restaurant syndrome, dapat

dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit

setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr bisa

Page 36: KGD LBM 2 BUNGA

menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan

tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.

Asma bronkiale, gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan

suara napas mengi (wheezing). Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti

debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari. Rhinitis

alergika, penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal

hidung yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus

seperti debu, terutama di udara dingin.

PENATALAKSANAAN

Tindakan

Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen baik peroral

maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting dilakukan

adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen yang diduga

menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan penderita pada alas yang keras.

Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena,

dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.

Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan circulation dari

tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup

dasar. Airway, penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak

ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher

diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan

melakukan triple airway manuver yaitu ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan,

dan buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong

dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau

trakeotomi. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak

ada tanda-tanda bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke

hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan

terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami

sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus

diberikan bantuan napas dan oksigen 5-10 liter /menit. Circulation support, yaitu bila

tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis atau a. femoralis), segera lakukan

kompresi jantung luar.

Page 37: KGD LBM 2 BUNGA

Obat-obatan

Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk mengobati

syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan tekanan darah,

menyempitkan pembuluh darah, melebarkan bronkus, dan meningkatkan aktivitas

otot jantung. Adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin dan

mediator lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin adalah meningkatkan cAMP

dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi serta

pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu adrenalin mempunyai

kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus pembuluh darah perifer

dan otot polos bronkus. Adrenalin selalu akan dapat menimbulkan vasokonstriksi

pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan kontraksi jantung sehingga

menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam waktu pendek.

Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun sekitar

lesi pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan syok

anafilaktik. Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler.

Pada pasien dalam keadaan syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat dan lebih baik

dari pada pemberian subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1 :1000 (0,3-0,5 mg) untuk

orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa

kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan perbaikan.

Tabel 2.1. Dosis Adrenalin Intramuskular untuk Anak-anak

Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali pada keadaan tertentu

saja misalnya pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama anestesia. Pada

saat pasien tampak sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi dan absorbsi injeksi

intramuskuler yang benar-benar diragukan, adrenalin mungkin diberikan dalam

injeksi intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5 ml dari pengenceran injeksi

Page 38: KGD LBM 2 BUNGA

adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit dan dihentikan jika

respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak dapat diberi dosis 10 mcg/kg BB (0,1

ml/kg BB dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) dengan injeksi intravena

lambat selama beberapa menit. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus

kontinyu adrenalin 2-4 ug/menit. Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk

mengalami syok anafilaksis perlu membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya

perlu diajarkan cara penyuntikkan yang benar. Pada kemasan perlu diberi label, pada

kasus kolaps yang cepat orang lain dapat memberikan adrenalin tersebut. (Pamela,

adrenalin, draholik)

Pengobatan tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obat-obat yang

sering dimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan bronkodilator.

Pemberian antihistamin berguna untuk menghambat proses vasodilatasi dan

peningkatan peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan oleh pelepasan

mediator dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator tetapi bukan

bukan merupakan obat pengganti adrenalin. Tergantung beratnya penyakit,

antihistamin dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis berat

antihistamin dapat diberikan intravena. Untuk AH2 seperti simetidin (300 mg) atau

ranitidin (150 mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam

waktu 5 menit. Bila penderita mendapatkan terapi teofilin pemakaian simetidin

harus dihindari sebagai gantinya dipakai ranitidin. Anti histamin yang juga dapat

diberikan adalah dipenhidramin intravena 50 mg secara pelan-pelan (5-10 menit),

diulang tiap 6 jam selama 48 jam.

Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon keradangan, kortikosteroid

tidak banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan hanya digunakan

pada reaksi sedang hingga berat untuk memperpendek episode anafilaksis atau

mencegah anafilaksis berulang. Glukokortikoid intravena baru diharapkan menjadi

efektif setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125 mg intravena dpt diberikan

tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien stabil (yang biasanya tercapai setelah 12 jam),

atau hidrokortison intravena 7-10 mg/Kg BB, dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB setiap 6

jam, atau deksametason 2-6 mg/kg BB.

Apabila terjadi bronkospasme yang menetap diberikan aminofilin intravena 4-7

mg/Kg BB selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6 mg/Kg BB/jam, atau

Page 39: KGD LBM 2 BUNGA

aminofilin 5-6 mg/Kg BB yang diencerkan dalam 20 cc dextrosa 5% atau NaCl 0,9%

dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit. Pilihan yang lain adalah bronkodilator

aerosol (terbutalin, salbutamol). Larutan salbutamol atau agonis β2 yang lain

sebanyak 0,25 cc-0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl 0,99% diberikan melalui nebulisasi.

Apabila tekanan darah tidak naik dengan pemberian cairan, dapat diberikan

vasopresor melalui cairan infus intravena. Larutan 1 ml epineprin 1:1000 dalam 250

ml dextrosa (konsentrasi 4 mg/ml) diberikan dengan infus 1-4 mg/menit atau 15-60

mikrodrip/menit (dengan infus mikrodrip), bila diperlukan dosis dapat dinaikan

sampai dosis maksimum 10 mg/ml, atau aramin 2-5 mg bolus IV pelan-pelan, atau

levarterenol bitartrat 4-8 mg/liter dengan dekstrosa 5% dengan kecepatan

2ml/menit, atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg BB/jam secara infus dengan dextrosa 5%.

Terapi Cairan

Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk

koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan

utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan

tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis

cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan mengingat terjadinya

peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan

larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan kekurangan volume

plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan

cairan 20-40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat

diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.

Perlu diperhatikan bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa

melepaskan histamin. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan

pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume

intravaskuler, volume interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma

berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.

Observasi

Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim

ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan,

maka penanganan penderita di tempat kejadian harus seoptimal mungkin sesuai

dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter.

Page 40: KGD LBM 2 BUNGA

Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari

jantung. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi

harus diobservasi dulu selama selama 24 jam, 6 jam berturut-turut tiap 2 jam sampai

keadaan fungsi membaik. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan, klinis

(keadaan umum, kesadaran, vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah,

elektrokardiografi, dan komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok

dan cardiac arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan

cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, infark

miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Penderita yang telah

mendapat adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit.2,9,12

Gambar 2.3. Algoritma Penatalaksanaan Reaksi Anafilaksis

Page 41: KGD LBM 2 BUNGA

Pencegahan

Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penetalaksanaan syok anafilaktik

terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Melakukan anamnesis riwayat alergi

penderita dengan cermat akan sangat membantu menentukan etiologi dan faktor

risiko anafilaksis. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang

mempunyai riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi

terhadap kemungkinan terjadinya syok anafilaktik.

Melakukan skin test bila perlu juga penting, namun perlu diperhatian bahwa tes kulit

negatif pada umumnya penderita dapat mentoleransi pemberian obat-obat

tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan mengalami reaksi anafilaksis.

Page 42: KGD LBM 2 BUNGA

Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai riwayat alergi positif mempunyai

kemungkinan reaksi sebesar 1-3% dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya

reaksi 60%, bila tes kulit positif.

Dalam pemberian obat juga harus berhati-hati, encerkan obat bila pemberian

dengan jalur subkutan, intradermal, intramuskular, ataupun intravena dan observasi

selama pemberian. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan

tepat. Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik. Catat obat

penderita pada status yang menyebabkan alergi. Jelaskan kepada penderita supaya

menghindari makanan atau obat yang menyebabkan alergi. Hal yang paling utama

adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi reaksi anfilaksis

serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan. Desensitisasi alergen spesifik

adalah pencegahan untuk kebutuhan jangka panjang.

Prognosis

Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan, reaksi

anafilaksis jarang menyebabkan kematian. Namun reaksi anafilaksis tersebut dapat

kambuh kembali akibat paparan antigen spesifik yang sama. Maka dari itu perlu

dilakukan observasi setelah terjadinya serangan anafilaksis untuk mengantisipasi

kerusakan sistem organ yang lebih luas lagi.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis dari reaksi anafilaksis yang

akan menentukan tingkat keparahan dari reaksi tersebut, yaitu umur, tipe alergen,

atopi, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronis, asma, keseimbangan

asam basa dan elektrolit, obat-obatan yang dikonsumsi seperti β-blocker dan ACE

Inhibitor, serta interval waktu dari mulai terpajan oleh alergen sampai penanganan

reaksi anafilaksis dengan injeksi adrenalin.

KESIMPULAN

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh Ig E

yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Syok

anafilaktik memang jarang dijumpai, tetapi mempunyai angka mortalitas yang sangat

tinggi.

Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu

makanan, obat-obatan, dan bisa atau racun serangga. Faktor yang diduga dapat

meningkatkan risiko terjadinya anafilaksis, yaitu sifat alergen, jalur pemberian obat,

Page 43: KGD LBM 2 BUNGA

riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen. Anafilaksis dikelompokkan

dalam hipersensitivitas tipe I, terdiri dari fase sensitisasi dan aktivasi yang berujung

pada vasodilatasi pembuluh darah yang mendadak, keaadaan ini disebut syok

anafilaktik.

Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Gejala dapat dimulai dengan gejala

prodormal kemudian menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat yang

dapat terjadi pada satu atau lebih organ target. Pemeriksaan laboratorium

diperlukan dan sangat membantu menentukan diagnosis, memantau keadaan awal,

dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk memonitor hasil pengobatan dan

mendeteksi komplikasi lanjut. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang

baik akan membantu seorang dokter dalam mendiagnosis suatu syok anafilaktik.

Penatalaksanaan syok anfilaktik harus cepat dan tepat mulai dari hentikan allergen

yang menyebabkan reaksi anafilaksis; baringkan penderita dengan kaki diangkat

lebih tinggi dari kepala; penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru;

pemberian adrenalin dan obat-obat yang lain sesuai dosis; monitoring keadaan

hemodinamik penderita bila perlu berikan terapi cairan secara intravena, observasi

keadaan penderita bila perlu rujuk ke rumah sakit.

Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penatalaksanaan syok anafilaktik

terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Apabila ditangani secara cepat dan

tepat sesuai dengan kaidah kegawat daruratan, reaksi anafilaksis jarang

menyebabkan kematian.

Gambaran klinik

Gambaran klinis anafilaksis sangat bervariasi baik cepat dan lamanya reaksi maupun

luas dan beratnya reaksi. Reaksi dapat mulai dalam beberapa detik atau menit

sesudah terpajan alergen dan gejala ringan dapat menetap sampai 24 jam meskipun

diobati. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi

kadang-kadang langsung berat. Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan

antigen, yang dapat terjadi pada satu atau lebih organ target, antara lain

kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan saaraf pusat dan

sistem saluran kencing. Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa

Page 44: KGD LBM 2 BUNGA

takut, perih dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada

tungkai, sesak, serak, mual, pusing, lemas dan sakit perut.

Gejala yang timbul pada organ ialah :

- Kardiovaskuler

Dapat terjadi sentral maupun perifer. Gangguan pada sirkulasi perifer dapat dilihat

dari pucat dan ekstremitas dingin. Selain itu kurangnya pengisian vena perifer lebih

bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. Dapat pula terjadi tekanan darah

rendah, vena perifer kolaps, CVP rendah, palpitasi, takikardi, hipotensi, aritmia,

penurunan volume efektif plasma, nadi cepat dan halus sampai tidak teraba,

renjatan, pingsan, pada EKG dapat ditemukan aritmia, T mendatar atau terbalik,

irama nodal, fibrilasi ventrikel sampai asistol.

- Respirasi

Dapat terjadi pernapasan cepat dan dangkal, rhinitis, bersin, gatal dihidung, batuk ,

sesak, mengi, stridor, suara serak, gawat napas, takipnea sampai apnea, kongesti

hidung, edema dan hiperemi mukosa, obstuksi jalan napas, bronkospasme,

hipersekresi mukus, wheezing dispnea, dan kegagalan pernafasan.

- Gastrointestinal

Kram perut karena kontraksi dan spasme otot polos intestinal. Mual, muntah, sakit

perut, diare.

- Kulit

Pruritus, urtikaria, angioedema, eritema.

- Mata

Gatal , lakrimasi, merah, bengkak.

- Susunan saraf pusat

Disorientasi, halusinasi, rasa logam, kejang, koma.

- Sistem saluran kencing

Produksi urin berkurang.

Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang

irreversible.

Selain beberapa gangguan pada beberapa sistem organ, Manifestasi klinik syok

Anafilaksis masih dibagi dalam derajat berat ringannya, yaitu sebagai berikut :

a. Ringan

Page 45: KGD LBM 2 BUNGA

1. Kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut dan tenggorok.

2. Kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, mata

berair.

3. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan.

b. Sedang

1. Dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan

edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi.

2. Wajah kemerahan, hangat, ansietas dan gatal-gatal.

3. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.

c. Parah

1. Awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang

sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat

kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat dan sianosis.

2. Disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare dan kejang-kejang.

3. Henti jantung dan koma jarang terjadi.

Secara sederhana gajala & tanda syok anafilaktik tertera pada tabel dibawah ini :

Tanda dan gejala Keterangan

Tekanan darah Turun sampai sangat turun

Tekanan nadi Turun sampai sangat turun

Denyut nadi Meningkat sampai sangat

meningkat

Isi nadi Normal atau kecil

Vasokonstriksi

perifer

Meningkat

Suhu kulit Dingin

Warna Normal atau pucat

Page 46: KGD LBM 2 BUNGA

Tekanan vena

sentral

Normal atau rendah

Diuresis Tidak ada

EKG Normal

Foto paru Normal

Diagnosis Banding

Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti :

1. Reaksi vasovagal

Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak

pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada

reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan

darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti

anafilaktik.

2. Infark miokard akut

Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau

tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-

tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.

3. Reaksi hipoglikemik

Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain.

Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah

kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas.

Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas.

4. Reaksi histeris

Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau

sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan

tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.

5. Carsinoid syndrome

Pada syndrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala,

diare, serangan sesak napas seperti asma.

Page 47: KGD LBM 2 BUNGA

6. Chinese restaurant syndrome

Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa

menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5gr bisa

menyebabkan asma.Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan

tidak berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.

7. Asma bronchial

Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang

berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu,

aktivitas fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari.

8. Rhinitis alergika

Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung

yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu,

terutama di udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA.

Terapi Syok Anafilaksis

1. Penderita langsung dibaringkan.

2. Pemberian oksigen dimana dapat dipertimbangkan intubasi endotrakheal.

3. Diberikan larutan salin (cairan IVFD Ringer Laktat atau NaCl 0,9%) untuk mengisi

kekurangan cairan pada pembuluh darah yang melebar. Juga ditambahkan nutrisi

dengan Dextrosa 5%.

4. Diberikan suntikan adrenalin IM/SK 0,3 – 0,5 ml larutan 1:1000 bila keadaan ringan,

ulangi setiap 5 – 10 menit bila keadaan parah.

5. Dapat juga diberikan adrenalin secara IV yaitu 3 – 5 ml IV larutan 1 : 10000

6. Bisa diberikan obat alternatif seperti :

a. Aminofilin bila ada bronkospasme dengan dosis 5 – 6 mg/kg perinfus selama

20 menit dan dilanjutkan 0,4 – 0,9 mg/kg/jam.

b. Kortikosteroid/hidrokortison , IV 100-200 mg untuk mencegah relaps.

c. Antihistamin IV seperi difenhidramin 50 – 100 mg IM/IV, namun kurang

efektif terlebih apabila penanganan syok sudah teratasi.

Profilaksis Syok Anafilaksis

Page 48: KGD LBM 2 BUNGA

Pencegahan syok anafilaksis merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian

obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang

dapat kita lakukan, antara lain :

1. Pemberian obat harus benar – benar atas indikasi yang kuat dan tepat.

2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai

riwayat alergi terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi terhadap

kemungkinan terjadinya syok anafilaksis.

3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat

mentoleransi pemberian obat – obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita

tidak akan mengalami reaksi anafilaksis. Orang dengan tes kulit negatif dan

mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1-3%

dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.

4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk

mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anfilaksis atau anafilaktoid serta

adanya alat –alat bantu resusitasi kegawatan

HAUPT M T, CARLSON R W. ANAPHYLACTIC AND ANAPHYLACTOID REACTIONS. DALAM BUKU: SHOEMAKER W C, AYRES S, GRENVIK A EDS, TEXBOOK OF CRITICAL CARE. PHILADELPHIA

12. Bagaimana alur penatalaksanaan pada pasien tersebut?PENATALAKSANAAN

Page 49: KGD LBM 2 BUNGA

BUKU AJAR BEDAH OLEH DAVID C. SABISTONHARRISON: PRINSIP-PRINSIP ILMU PENYAKIT DALAM

Loading cairanutk masukkan cairan IV. Kristaloid dan koloid. Tujuan: utk mengembalikan cairan yg ada di tubuh seharusnya yg sudah merembes ke jaringanBila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka

Page 50: KGD LBM 2 BUNGA

diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.HAUPT M T, CARLSON R W. ANAPHYLACTIC AND ANAPHYLACTOID REACTIONS. DALAM BUKU: SHOEMAKER W C, AYRES S, GRENVIK A EDS, TEXBOOK OF CRITICAL CARE. PHILADELPHIA

Inotropik vasopresor

Saat terjadi keadaan hipotensi meskipun pemberian cairan telah kita lakukan, agent vasopressor sering kita gunakan. Tujuan penggunaan agent vasopressor adalah untuk meningkatkan mean arterial pressure (MAP). Indikasi pemberian agent vasopressor adalah pada keadaan septik syok yang refrakter terhadap resusitasi volume yang adekuat. Indikasi lainnya meliputi penanganan vasodilatory shock saat cardiopulmonary bypass, anaphylaxis,vascular surgery (carotid endarterectomy), drug overdoses (tricyclic antidepressant) dan spinal cord trauma. Sedangkan agent inotropik merupakan agent yang memiliki efek meningkatkan kontraktilitas jantung. Kontraktilitas jantung yang terganggu dapat menurunkan cardiac output sehingga tidak dapat memberikan perfusi maupun hantaran oksigen yang cukup ke jaringan.VINCENT, J.L. (2008), HEMODYNAMIC SUPPORT OF THE CRITICALLY ILL PATIENT, IN:ANESTHESIOLOGY. LONGNECKER, D. E., EDITOR. UNITED STATES OF AMERICA: THE MCGRAW-HILL COMPANIES, INC.Phenylephrine

Phenylephrine merupakan noncatecholamine sintetik yang menstimulasi terutama

reseptor α adrenergik secara langsung, hanya sebagian kecil bekerja secara tidak

langsung melalui pelepasan norepinephrine. Karena bukan derivat derivat catechol,

tidak diinaktifkan oleh COMT, memiliki masa kerja yang lebih panjang dibandingkan

dengancatecholamine. Phenylephrine ini bekerja langsung pada reseptor.

Venokonstriksi yangterjadi lebih besar daripada arterial konstriksi.

Efek terhadap reseptor β adrenergik minimal.Pada dosis yang sangat tinggi, baru

terlihat adanya aktivitas β. Phenylephrine merupakan

vasokonstriktor yang sangat poten, namun menyebabkan risiko penurunan aliran

darah danperfusi jaringan. Pada pasien syok sepsis, phenylephrine menyebabkan

penurunan alirandarah splanchnic dan hantaran oksigen.

Epinephrine (Adrenaline)

Page 51: KGD LBM 2 BUNGA

Epinephrine tergolong vasokonstriktor yang sangat kuat dan cardiac stimulant.

Epinephrine merupakan catecholamine endogen yang dihasilkan oleh

medulla adrenal dengan aktivitas α dan β1 yang poten, dan efek β2 yang sedang.

Pada dosis yang rendah, efek βmenunjukkan dominasi. Pada dosis yang lebih tinggi,

efek α menjadi lebih signifikan. Epinephrine merupakan aktivator reseptor α

adrenergik yang paling kuat.Pada hipotensiyang akut seringkali epinephrine lebih

disukai dibandingkan dengan norepinephrine karena efek β adrenergik yang lebih

kuat berperan dalam mempertahakan maupun meningkatkancardiac output.

Fungsi alamiah dari epinephrine bekerja pada (a) kontraktilitas jantung, (b) heart

rate,(c) tonus otot polos vaskular dan otot bronkus, (d) sekresi kelenjar, (e) proses

metabolismeseperti glikogenolisis dan lipolisis. Pemberian secara oral tidak efektif,

karena epinephrinedimetabolisme secara cepat pada mukosa gastrointestinal dan

hepar. Absorpsi epinephrinesetelah pemberian secara subkutan kurang baik, karena

epinephrine menyebabkanvasokonstriksi pada tempat suntikan. Epinephrine juga

kurang larut dalam lemak, sehinggamencegah masuknya obat ke susunan saraf pusat

dan minimnya pengaruh langsung padaotak.

Epinephrine menstimulasi reseptor β1 yang menyebabkan peningkatan

tekanansistolik, heart rate, dan curah jantung. Terjadi sedikit penurunan tekanan

diastolik, hal inimencerminkan adanya vasodilatasi pada vaskularisasi otot rangka

sebagai akibat stimulasireseptor β2

Sebagai hasil akhir adalah peningkatan tekanan nadi dan perubahan minimalpada

tekanan arteri rerata. Karena perubahan tekanan arteri rerata minimal maka

kecilkemungkinan untuk terjadinya refleks bradikardi akibat aktivasi baroreseptor.

Epinephrinemeningkatkan heart rate dengan meningkatkan laju depolarisasi fase 4,

yang juga dapatmeningkatkan resiko terjadinya disritmia. Peningkatan curah jantung

yang terjadi merupakanakibat dari meningkatnya heart rate, kontraktilitas jantung,

dan aliran darah balik. Epinephrine menstimulasi reseptor α1 secara dominan pada

kulit, mukosa, vaskularhepar dan ginjal menghasilkan vasokonstriksi kuat.

Pada vaskular otot rangka, epinephrinemenstimulasi reseptor β2 secara dominan,

menghasilkan vasodilatasi. Hasil akhirnya adalahdistribusi curah jantung ke otot

rangka dan menurunkan tahanan vaskular sistemik. Alirandarah ginjal akan

Page 52: KGD LBM 2 BUNGA

menurun, walau tanpa perubahan pada tekanan darah sistemik. Sekresirenin akan

meningkat karena adanya stimulasi reseptor beta di ginjal. Pada dosis

terapi,epinephrine tidak memiliki efek vasokonstriksi yang signifikan pada arteri

serebral. Alirandarah koroner akan meningkat setelah pemberian epinephrine,

walaupun pada dosis yangtidak merubah tekanan darah sistemik

Dopamine

Dopamine merupakan immediate metabolic precursor dari norepinephrine

yangmengaktifkan reseptor D1 di vaskular sehingga menyebabkan vasodilatasi.

Aktivasi reseptorprasinaptik D2 mampu menekan release norepinephrine. Dopamine

dapat mengaktifkan

reseptor β1 di jantung. Pada dosis rendah, tahanan perifer dapat menurun. Namun

pada pemberian infus dengan kecepatan tinggi, dapat mengaktifkan reseptor α pem

buluh darah,menyebabkan vasokonstriksi, termasuk di vaskuler ginjal, sehingga

menyerupai efek epinephrine.

Dopamine memiliki efek dopaminergik dominan pada dosis sangat rendah

(<3µ/kg/menit intravena) dan mampu menimbulkan dilatasi pada sirkulasi

hepatosplanchnic danrenal. Efek adrenergik dopamine bervariasi berdasarkan dosis.

Pada dosis rendah, 3-10µ/kg /menit intravena, efek β adrenergik mendominasi

sehingga aliran darah meningkat secara

bersama-sama dengan tekanan darah. Pada dosis yang lebih tinggi,

efek α adrenergik menjadi sangat poten, sehingga sangat berperan pada kasus-kasus

hipotensi berat. Dopaminemeningkatkan tekanan arterial terutama dengan

meningkatkan cardiac index, sebagaikonsekuensi meningkatnya stroke volume dan

heart rate, dengan efek tahanan vaskulersistemik yang minimal. Dopamine juga

memiliki kekurangan, diantaranya adalah dopaminetergolong agen yang relatif

lemah, sehingga membutuhkan epinephrine atau norepinephrineuntuk mengontrol

keadaan hipotensi. Dopamine dapat meningkatkan aliran darah lebihefektif

dibandingkan dengan vasopressor lainnya, namun juga meningkatkan heart rate.

1

Page 53: KGD LBM 2 BUNGA

Stimulasi dopaminergik menyebabkan efek endokrin yang tidak diharapkan

padakelenjar hipotalamopituitari, sehingga terjadi efek imunosupressan akibat

menurunnyapelepasan prolactin.

Ephedrine

Ephedrine merupakan non katekolamin sintetik yang bekerja secara tidak

langsungmerangsang reseptor α dan β

adrenergik. Efek farmakologinya secara tidak langsungberkaitan dengan pelepasan

norepinephrine endogen, atau secara langsung denganmerangsang reseptor

adrenergik. Ephedrine tidak dimetabolisme oleh MAO di saluran cernasehingga

memungkinkan untuk diabsobsi utuh oleh sirkulasi sistemik setelah pemberian

oral.Pemberian ephedrine intramuskuler memungkinkan, namun dapat

mengakibatkanvasokontriksi lokal sehingga menghambat absorbsi sistemik