kewenangan camat dalam penegakan disiplin …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/deni yusup permana...
TRANSCRIPT
i
KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI
NEGERI SIPIL DAERAH (STUDI DI KECAMATAN KALIWEDI
KABUPATEN CIREBON)
SKRIPSI
DENI YUSUP PERMANA E1A008246
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2013
ii
KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI
NEGERI SIPIL DAERAH (STUDI DI KECAMATAN KALIWEDI
KABUPATEN CIREBON)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh :
DENI YUSUP PERMANA
E1A008246
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2013
iii
LEMBAR PENGESAHAN ISI DAN FORMAT
KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (STUDI DI KECAMATAN KALIWEDI
KABUPATEN CIREBON)
Oleh :
DENI YUSUP PERMANA
E1A008246
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan
Pada Tanggal : 21 Februari 2013
Pembimbing I/Penguji I
Hj. Setiadjeng Kadarsih, S.H., M.H. NIP. 19630926 199002 2 001
Pembimbing II/Penguji II
Sri Hartini, S.H.,M.H NIP. 19630926 199002 2 001
Penguji III
H. Supriyanto, S.H., M.H. NIP. 19630926 199002 2 001
Mengetahui Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. NIP. 19640923 198901 1 001
iv
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI
NEGERI SIPIL DAERAH (STUDI DI KECAMATAN KALIWEDI
KABUPATEN CIREBON)
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta
informasi-informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk
pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Purwokerto, 21 Februari 2013
DENI YUSUP PERMANA NIM E1A008246
v
ABSTRAK Kewenangan Camat dalam Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah
(Studi di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon)
Deni Yusup Permana E1A008246
Negara Republik Indonesia adalah merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan. Hal ini diwujudkan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan otonomi Daerah sebagaimana telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945. Berkaitan dengan otonomi daerah dalam hal ini Kewenangan Camat dalam penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon mendapatkan pelimpahan sebagian wewenang dari Bupati/Walikota yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 126 ayat (2).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kewenangan Camat Kaliwedi dalam Penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah di Kabupaten Cirebon. Guna mencapai tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi penelitian preskriptif. Lokasi penelitian di kantor Kecamatn Kaliwedi Kabupaten Cirebon. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, yang disusun secara sistematis, logis dan rasional. Data yang terkumpul kemudian diolah, disajikan, dan dianalisis secara normatif kualitatif Hasil penelitian ini memberikan simpulan bahwa kewenangan Camat dalam Penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah di Kecamatan Kaliwedi kabupaten Cirebon adalah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan. Sejalan dengan hal itu Camat juga mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan juga Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 tahun 2010 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Pemerintahan Dari Bupati Kepada Camat yang berarti bahwa kewenangan Camat merupakan kewenangan Delegatif.
Kata kunci : Kewenangan, Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon, Disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah.
vi
ABSTRACK
The Republic of Indonesia is a country that adheres to the principle of
decentralization Unity in running the government. This is realized by providing
the opportunity and freedom to the area to conduct regional autonomy as
provided in Article 18 paragraph (1) and (2) of the Constitution of 1945. Relating
to regional autonomy in this case the disciplinary authority of Head Civil Service
Regional District Cirebon regency Kaliwedi get partial delegation of authority
from the Regent / Mayor stated in Law No. 32 Year 2004 on Regional
Government Article 126 paragraph (2).
This study aims to determine how the authority Kaliwedi Enforcement Sub
discipline regional civil servants in the district of Cirebon. To achieve these
objectives, this research using normative juridical approach and prescriptive
research specifications. The research location Kecamatn office Kaliwedi Cirebon
regency. Source of data used are primary data and secondary data, compiled
systematically, logically and rationally. The collected data is then processed,
presented, and analyzed qualitatively normative.
The results provide the conclusion that the disciplinary authority of the
Head in a civil enforcement area in District Kaliwedi Cirebon district is based on
the Law No. 32 Year 2004 on Regional Government and followed by Government
Regulation 19 of 2008 on Sub. Accordingly Head also based on Government
Regulation No. 53 Year 2010 on Civil Service Discipline and Cirebon decree No.
18 of 2010 On Delegation of Authority Part Of Regents To Sub Sub, which means
that the authority is the authority Delegatif.
Keywords: Authority, District Kaliwedi Cirebon District, Regional Civil
Discipline.
vii
PRAKATA
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN DISIPLIN
PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (STUDI DI KECAMATAN
KALIWEDI KABUPATEN CIREBON)”.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya
literatur. Oleh karena itu semua saran dan kritik yang sifatnya membangun akan
diterima dengan ketulusan hati.
Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari
berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan
yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Ibu Hj. Setiadjeng Kadarsih, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I
sekaligus Dosen Penguji I yang telah memberikan arahan dan bimbingan
dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Sri Hartini, S.H., M.H selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen
Penguji II yang telah memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh
kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak H. Supriyanto, S.H., M.H., selaku Dosen Penguji pada seminar skripsi
dan pendadaran yang telah memberikan koreksi dan saran mengenai
perbaikan skripsi ini.
5. Ibu Neni selaku pengampu angkatan 2008 serta Bapak Teguh dan semua staf
bagian pendidikan yang telah memberikan bantuan dalam hal administratif
birokrasi selama kuliah maupun dalam penyusunan skripsi ini.
viii
6. Seluruh dosen pengajar, dan staf administrasi, dan seluruh civitas akademika
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah membekali dan
memberikan kesempatan penulis menimba ilmu.
7. Bapak Sugeng Darsono, S.H., M.M selaku Kepala Camat Kaliwedi
Kabupaten Cirebon yang telah bermurah hati memberikan ijin penelitian,
informasi dan data yang penulis butuhkan.
8. Bapak Adi Sumarno, S.E selaku Sekretaris Kecamatan atas kesediaannya
menerima dan memberikan kesempatan penulis melakukan penelitian serta
memberikan data yang Peneliti butuhkan dalam proses penelitian skripsi ini.
9. Bapak Sri Darmanto, S.sos., Mpssp selaku Kasubit pembinaan BKPPD
Kabupaten Cirebon atas kesediaannya menerima dan memberikan
kesempatan penulis melakukan penelitian serta memberikan data yang
penulis butuhkan dalam proses penelitian skripsi ini.
10. Kepada seluruh jajaran Pemerintahan Kabupaten Cirebon, atas kesediaannya
menerima dan memberikan kesempatan penulis melakukan penelitian serta
memberikan data yang penulis butuhkan dalam proses penulisan skripsi ini.
11. Kepada keluarga tercinta, Ayahanda Muslih, S.pd dan Ibunda Eti Herawati
yang telah melahirkan, mendidik, menyayangi, membesarkan, mendoakan,
dan memberikan semangat selalu kepada penulis. Mbaku Karolina Candrasari
tetap semangat.
12. Keluarga besar di Bojonegoro dan Bayalangu terimakasih atas support yang
diberikan.
13. Untuk Anak-anak Helios Purwokerto terimakasih sudah sparing dan
mendukung, terimakasih juga untuk para instruktur yang memberikan
pengetahuan lebih tentang gaya hidup sehat.
14. Untuk Bandung Karate Club Purwokerto Osh Arigato semangat yang
diberikan kepada saya.
ix
15. Sahabat-sahabatku dikampus Hukum, Nico Utama Handoko, Reza Febrian
Pratama, Yogi Tri Pamuji, Asep Jaya Permana, dan Theo Karismajaya yang
sudah gokil bareng sampe akhir.
16. Keluarga Besar KKN Posdaya Desa Cibuyur Kecamatan Warungpring
Pemalang periode Januari-Februari 2012, terimakasih atas motivasi dan
dukungannya selama ini.Aris dewa handayanto, Yekti Budihasto, Rebecca
Sihombing, Eka Sulistyowati, Faiq Uzer, Ahmad alfi Dimyati. Leni Mega
Puspita, dan Ratna terimakasih udah gokil bareng dan motivasinya.
17. Anak-anak kosan Laviola tetep semangat sukses terus buat kalian.
18. Keluarga Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman angkatan
2008 (Kita jaga persaudaraan kita, salam 2008), serta semua pihak yang turut
membantu dan tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis,
mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT. Penulis juga memohon maaf kepada
semua pihak apabila terdapat kesalahan dalam ucapan maupun tindakan selama
berinteraksi dan berproses di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman,
semoga skripsi ini dapat bermanfaat. dan menambah pengetahuan.
Purwokerto, 21 Februari 2013
DENI YUSUP PERMANA E1A008246
x
Halaman Persembahan
Bismilahirrohmanirohim….. Puji syukur kehadirat Allah S.W.T Tuhan seluruh Alam jagat raya yang
Maha Besar dan Maha Pengasih, Maha Perkasa dan Maha Segala Kesempurnaan yang ada pada-Nya..
Tidak ada daya dan Upaya Selain dari-Nya. Junjungan Besar Nabi Muhammad S.A.W beserta para sahabatnya,
keluarganya dan juga para umatnya, semoga Allah memberikan kedudukan yang mulia kepada Nabi besar Sepanjang masa ini…
Halaman persembahan ini saya buat untuk mengungkapkan “sesuatu” yang mungkin belum sempat terucap oleh kata-kata dan halaman persembahan ini sebagai salah satu bentuk rasa terimakasih tentunya melalui kata-kata yang saya tuangkan kedalam bentuk tulisan. Kepada orang-orang yang telah membantu proses perkuliahan saya selama 4 Tahun 6 bulan, kepada kedua orang tua saya tercinta, kepada sahabat-sahabat saya, teman- teman saya dan seluruh pihak yang telah membantu baik dalam bentuk materiil maupun imateriil.
Alhamdulilah wasyukurillah… Tidak Henti-hentinya saya mengucapkan syukur kepada Allah S.W.T yang telah
memberikan izin-Nya kepada saya untuk menjadi Sarjana Hukum (S.H), yang telah memberikan saya kesenangan serta pertolongan disaat bagaimanapun kondisi saya,
karena bagi saya kekuatan terbesar hanya berasal dari Allah S.W.T dan doa kedua orang Tua. Tak lupa kepada Nabi Besar Umat Islam Muhammad S.A.W yang telah memberikan
safaatnya.Semoga Nabi besar Muhammad S.A.W diberikan kedudukan yang tinggi beserta para keluarga dan para sahabatnya serta umatnya. Kepada Kedua Orang tua Saya
tercinta Bapak Muslih, S.Pd dan Ibu Eti Herawati yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi terbesar dalam hidup saya, mendoakan saya tiada hentinya,
memberikan wejangan yang bermanfaat sehingga saya dapat menyelesaikan studi saya di Unversitas Jenderal Soedirman, Kepada kakak saya satu-satunya mba Karolina
Chandrasari yang telah mengkawatirkan saya kalo saya sakit tapi mba berisik juga nih
xi
Tanya-tanya mulu tentang pacar, ade kan males jawabnya tiap hari yang diomongin monoton, kan aku cowo wasjar dong yang dipikirin karier dulu karena ademu ini suatu
saat kan jadi kepala keluarga juga #asyeeeeekkkk hahahahaha# KEpada Keponakan saya Lutfi kamu jangan nakal dong masa om dilempar sama remote
tv, kan sakit -_- HAdeeeeehhhhh ampun # Nakal banget kau -_-# Buat kakak Ipar Mas teguh Semangat terus aja saya doakan semua baik-baik saja,,makasih
uang jajanya #HAHA#
Buat Genk Kodok: Kalo gada kalian ga rame ya kita terbentuk pas kira2 1 atau 2 tahunan ini ya coba kita kenal lama mungkin bakal banyak cerita tuh, ini aja dah banyak banget ceritanya kalian (Nico Utama Handoko, Reza Febrian Pratama, Asep Jaya Permana, Yogi Tri Pamuji,
dan Theo Kharismajaya) Koplak Kabeh…Nico kalo jadi orang yang bersih dong kususnya kalo Touring bawa baju lebih, Reza Kontrol Emosimu za aja mewek bae ya hahahahaha,
Yogi wah selamat ya kamu duluan ternyata yang dapet kerja nih harus tambah gentleman dong Ok! Asep juga alhamdulilah ya,PPSS gada kualifikasi Hukumnya jangan Lumpuh Layu dong kan duit bukan dari polisi aja okeh, Theo awakmu sing q kelingan
terus john pokoke langka mundure hahaha konyol abis .
Buat Kimculers dan anak2 kelas D: Terimakasih kalian Acil, Jimbun, Anggoro, Kendar, Ardi, Azin, Yogi, Aji, Doni, Dani( Si kembar), Dani Gendut, Anas, Kirana (siho), Yanuar (dongo),Bewok, Dwinanda LLHNK, Bojes, Waduh sapa maning ya klalen q john…….Pokoke kabeane sing q klalen jenenge tapi q kenal #HEHEHEHEHE# terimakasih atas bantuanya , sudah becandaan dan sudah
membantu dalam bentuk apapun pokoknya.
Buat Temen-temen F.H UNSOED: Terimakasih semuanya yang sudah datang diseminar saya jam 8 pagi waktu itu,pas banget
posisinya ada liga champion M.U VS Real Madrid tak kiro rak podo teko tapi alhamdulilah teman-teman datang. Buat Anak-anak HAN, HTN, HI, Pidana, perdata
pokoke kuabeh podo semngat ya skripsinya…..semoga Alumnus F.,H Unsoed kususnya setelah lulus langsung mendapat pekerjaan yang diinginkan.Amin Ya Robal Alamin.
xii
MOTTO
Ipk itu bagi saya adalah guratan tulisan yang telah kita peroleh dari usaha kita tak peduli tinggi atau rendah yang didapatkan tapi bukan berarti Ipk
menentukan nasib baik atau buruk kita karena konteks tersebut sudah tertulis oleh Guratan tulisan yang telah dibuat Oleh Tuhan Y.M.E. maka jangan
menyerah, berdoa, berusaha, berikhtiar, berusaha menjadi pribadi yang baik adalah kunci kesuksesan itu sendiri…
You Can if you Think You can (Selama anda berpikir bahwa Anda bisa pasti bisa)
-Badruzzaman Yahya-
Jangan Kawatirkan dengan apa yang mungkin kita kawatirkan, jangan takut dengan apa yang kita hadapi nanti, jangan terlalu larut dengan kesedihan kita dan juga jangan terlalu bangga , berproseslah dengan apa yang ada didunia ini, tetaplah berusaha menjadi pribadi yang baik, lemah lembut dalam bertutur kata, meniru ilmu padi, dan hadapilah semua kemungkinan terburuk dengan Doa , Iktiar dan Tawakal karena diri kita adalah seseorang yang “Belajar menghadapi sesuatu” bukan “Berapa banyak kita menghadapi sesuatu”….
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ i
SURAT PERNYATAAN ................................................................... ii
ABSTRAK .......................................................................................... iii
ABSTRACT ....................................................................................... iv
PRAKATA ......................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................... viii
MOTTO ............................................................................................. x
DAFTAR ISI ...................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................................. 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Administrasi Negara .................................................... 7
1. Pengertian Hukum Administrasi Negara ............................. 7
2. Kedudukan Hukum Administrasi Negara ............................ 12
3. Asas-asas Hukum Administrasi Negara .............................. 13
4. Sumber-sumber Hukum Administrasi Negara ..................... 17
B. Pemerintahan Daerah ............................................................... 21
1. Definisi Pemerintahan Daerah ............................................ 21
2. Asas-asas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ............... 27
3. Otonomi Daerah ................................................................. 32
C. Teori Kewenangan ................................................................... 38
xiv
1. Definisi Kewenangan ......................................................... 38
2. Jenis-jenis Kewenangan ...................................................... 41
3. Sumber dan Cara memperoleh wewenang pemerintahan ..... 42
D. Kecamatan ............................................................................... 51
1. Wewenang Tugas dan Kewajiban Camat ............................ 54
2. Struktur Organisasi Kecamatan ........................................... 56
E. Kedudukan Hukum Kepegawaian dalam Hukum Administrasi Negara ................................................................................................. 58
Pengertian Hukum Kepegawaian ........................................ 58
F. Obyek Hukum Kepegawaian .................................................... 60
1. Pengertian Pegawai Negeri ................................................. 60
2. Jenis Pegawai Negeri Sipil .................................................. 64
3. Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil ....... 65
4. Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil ........................... 67
G. Disiplin ................................................................................... 74
1. Pengertian Disiplin Pegawai Negeri Sipil ........................... 75
2. Indisipliner ......................................................................... 76
3. Sanksi ................................................................................. 76
4. Penjatuhan Hukuman Disiplin ............................................ 85
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan .................................................................. 86
B. Spesifikasi Penelitian ............................................................... 88
C. Lokasi Penelitian ...................................................................... 88
D. Sumber Data............................................................................. 89
E. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 90
F. Metode Penyajian Data ............................................................. 91
G. Analisis Data ............................................................................ 91
xv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 93
1. Bahan Hukum Primer ......................................................... 93
2. Bahan Hukum Sekunder ..................................................... 115
B. Pembahasan ............................................................................. 122
1. Kewenangan Camat dalam Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Daerah(Studi di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon) . 122
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .................................................................................. 130
B. Saran ........................................................................................ 131
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pergeseran pengaturan hubungan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
yang dahulunya bersifat sentralistik ke bentuk yang desentralistik berimplikasi
pada perubahan tata kelola pemerintahan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang pemerintahan daerah bisa dikatakan sangat sentralistik berganti menjadi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang lebih memberikan ruang kepada
daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, selanjutnya Undang-Undang ini
direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang sedikit memangkas
kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola aparatur dan birokrasi
daerahnya.
Pergeseran sistem pemerintahan daerah, yang semula bersifat sentralistik
menjadi desentralistik, adalah diimplementasikannya otonomi lokal yang
diberikan kepada pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa.
Implementasi dari perubahan ini mengakibatkan tidak hanya perubahan pola
hubungan antara pemerintah Kabupaten/Kota dengan Kecamatan, tetapi juga
hubungan antara Kecamatan dan Desa. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974
tentang Pemerintahan Daerah, Kecamatan merupakan wilayah administratif
pemerintahan, sehingga secara otomatis Camat adalah seorang kepala wilayah dan
2
kewenangan yang dimilikinya cukup besar, yakni bersifat atributif.1 Secara
signifikan perubahan kewenangan Camat terjadi pada UU Nomor 22 tahun 1999,
yakni wilayah Kecamatan hanya sebagai lingkungan kerja perangkat daerah dan
Camat hanyalah sebagai perangkat daerah, serta kewenangan yang berkurang,
yaitu bersifat delegatif dari kepala daerah. Tidak jauh berbeda dengan Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1999, pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
masih relatif sama, hanya saja untuk beberapa persoalan mendapat kewenangan
secara atributif. Dalam hal ini Camat Kaliwedi Kabupaten Cirebon khususnya
mendapatkan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada
Camat menurut peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 Bab I Pasal 1 angka 5
menyebutkan bahwa Kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja Camat
sebagai perangkat daerah kabupaten/kota.Undang-Undang No 32 tahun 2004 pada
pasal 126 ayat (1) menyatakan bahwa Kecamatan dibentuk di wilayah
Kabupaten/Kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan pemerintah, ayat (2)
Kecamatan sebagaimana dimaksud ayat 1 dipimpin oleh Camat yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau
Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Di samping itu pada
ayat 3 disebutkan selain tugas sebagaimana disebut pada ayat 2, Camat juga
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan. Pada penjelasan pasal 126 ayat 1
1http://salmantabir.wordpress.com/2011/11/26/eksistensi-kewenangan-dan-tanggung-
jawab-camat-dalam-otonomi-daerah/ diakses pada tanggal 25/1/2013
3
dikatakan bahwa Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat
daerah Kabupaten dan daerah Kota.
Beberapa Undang-Undang yang dikemukakan di atas, terdapat perbedaan
baik status Kecamatan maupun kedudukan Camat dari waktu yang lalu, yang
tentunya mempengaruhi terhadap apa yang menjadi kewenangan dan tanggung
jawab Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan juga berpengaruh
terhadap eksistensi pemerintah Kecamatan dalam melakukan pelayanan publik2.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 menyebutkan bahwa
Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas negara lainnya dan
digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 bahwa
Pegawai Negeri mempunyai kedudukan sebagai unsur aparatur negara dan
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional,
jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan
pembangunan. Pegawai Negeri Sipil adalah bagian dari Pegawai Negeri,
disamping Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia (POLRI), sebagaimana tercantum dalam Pasal 2
angka 1 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa
“Pegawai Negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)”.
2 http://salmantabir.wordpress.com/2011/11/26/eksistensi-kewenangan-dan-tanggung-jawab-camat-dalam-otonomi-daerah/ diakses pada tanggal 25/1/2013
4
Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi
Masyarakat haruslah menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah
laku, tindakan dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku,
bilamana dalam menjalankan tugasnya Pegawai Negeri itu lalai sehingga
menimbulkan kerugian bagi pihak lain atau bagi Negara maka mereka harus
mempertanggung-jawabkan kelalaianya itu. Oleh sebab itu pelaksanaan peraturan
disiplin guna membina Pegawai Negeri Sipil harus benar-benar dilaksanakan
secara tegas dan dengan pengawasan yang menyeluruh. Terhadap setiap adanya
pelanggaran peraturan disiplin ( indisipliner ) harus dijatuhi hukuman disiplin
yang sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan, hal ini adalah sebagai
upaya untuk mencapai sasaran yang hendak dituju, sehingga hukuman disiplin
akan benar-benar dapat ditegakkan.
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri diatur dengan PP No 30 Tahun1980
sebagaimana diganti dengan PP No.53 Tahun 2010 dibuat dalam rangka
pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Pembinaan itu sendiri diarahkan agar Pegawai
Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat
dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan penuh ketaatan kepada
Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah serta bersatu padu, bermental baik,
berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi dan sadar akan
tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan
pembangunan. Mereka yang sadar akan tanggung jawabnya adalah mereka yang
5
dapat melaksanakan semua kewajiban yang dibebankan dan menghindari
larangan-larangan yang ditentukan oleh Pemerintah.3
Pegawai Negeri Sipil yang tidak melakukan kewajiban dan melakukan
perbuatan yang dilarang sebagaimana diatur dalam PP No. 53 Tahun 2010
tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil, berarti dianggap telah melakukan
pelanggaran disiplin PNS. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan,
atau perbuatan PNS yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin PNS, baik
di dalam maupun di luar jam kerja. PNS dinyatakan melanggar Peraturan
Disiplin apabila dengan ucapan, tulisan, dan atau perbuatannya tersebut
secara sah terbukti melanggar ketentuan mengenai kewajiban dan atau
larangan PP No. 53 Tahun 2010. Berdasarkan latar belakang diatas penulis
tertarik untuk menyusun penulisan hukum dan dituangkan dalam skripsi
dengan judul : “KEWENANGAN CAMAT DALAM PENEGAKAN
DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH (Studi di Kecamatan
Kaliwedi Kabupaten Cirebon)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka dapat ditarik suatu
perumusan masalah yaitu :
Bagaimanakah kewenangan camat dalam penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil
Daeah di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon?
3 Moh.Mahfud MD, Hukum Kepegawaian Indonesia,,Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 121
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dengan adanya penelitian ini adalah
untuk mengetahui bagaimanakah kewenangan Camat dalam penegakan
disiplin Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan Kecamatan Kaliwedi
Kabupaten Cirebon.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum dan sebagai
tambahan wacana referensi acuan penelitian yang sejenis dari
permasalahan yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memajukan perkembangan Ilmu Hukum khususnya dan dibidang Hukum
Administrasi Negara pada umumnya.
2. Kegunaan Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan
yang mendalam terhadap pemahaman mengenai kewenangan Camat dalam
hal ini pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati kepada
Camat dalam penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil di Kecamatan
Kaliwedi Kabupaten Cirebon.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.Hukum Administrasi Negara
a. Pengertian Hukum Administrasi Negara
Apa itu hukum pemerintahan(bestuursrecht)? Apakah hukum untuk
pemerintah ataukah hukum dari pemerintah?Dengan kata lain,apakah hukum ini
diletakan (untuk mengatur) pemerintah ataukah hukum yang diletakan oleh
pemerintah? Pertanyaan-pertanyaan ini dikemukakan oleh A.M Donner,pada
halaman-halaman awal bukunya. Guna memahami secara lebih mendalam
terhadap hukum administrasi ini, pertanyaan-pertanyaan itu harus diberikan
jawaban sebaik-baiknya. Untuk dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan tersebut, terlebih dahulu dikemukakan mengenai definisi HAN yang
dikemukakan oleh para sarjana berikut ini.4
Wanner wij,beginend aan een inleiding in het algemeen
bestuursrecht,trachten tot een begripbepaling te komen, stuiten wij in de eerste
plaats op de term ‘bestuursrecht’.Wat omvat dit ondedeel van het recht?Wij
kunnen vaststellen dat bestuursrecht deel uitmaakt van het publiekrecht…Het
bestuurrecht kan worden omschreven als de regels(van het publiekrecht) welke
betrekking hebben ophet (openbaar) bestuur.(Apabila kita mengawali pengantar
hukum administrasi Negara secara umum berupaya untuk memahami konsep
tertentu, pertama-tama kita batasi pada term ‘hukum administrasi negara’. Apa isi
bagian hukum ini?. Kita dapat menetapkan bahwa hukum administrasi Negara
4Ridwan HR.Hukum Administrasi Negara ,PT Raja Grafindo,Jakarta,2007,hlm.30
8
dapat dijelaskan sebagai peraturan-peraturan (dari hukum publik) yang
berkenaaan dengan pemerintahan umum).5
Om tot een geode definitie te komen van de term ‘bestuurrecht’, moet
allerest vasgesteld worden dat het bestuurrecht deel uitmakt van het publiekrecht,
dat wil zeggen van het recht, dat het optreden van de overhead en de verhouding
tussen overhead en burgers of tussen overheidsorganen onderling regelt.. Dat het
bestuursrecht het geheel van regels omvat met betrekking tot de wijze waarop de
bestuursorganen hun taak vervullen. Het bestuursrecht houdt dus de spelregels in
met betrekking tot het functioneren van bestuur sorganen. (Untuk menemukan
definisi yang baik mengenai istilah ‘hukum administrasi negara’, pertama-tama
harus ditetapkan bahwa hukum administrasi Negara merupakan bagian dari
hukum public, yakni hukum yang mengatur tindakan pemerintah dan mengatur
hubungan antara pemerintah dengan warga Negara atau hubungan antar organ
pemerintahan.. Hukum administrasi Negara memuat keseluruhan peraturan yang
berkenaan dengan cara bagaimana organ pemerintahan melaksanakan tugasnya.
Jadi hukum administrasi Negara berisi aturan main yang berkenaan dengan fungsi
organ-organ pemerintahan)6
Prajudi Atmosudirjo mengatakan bahwa hukum administrasi Negara
adalah hukum mengenai pemerintah di dalam kedudukan,tugas,dan fungsingya
sebagai administrator.7
Utrecht mengatakan bahwa Administrasi Negara adalah gabungan jabatan
(complex van ambten), alat (apparaat) Administrasi yang dibawah pimpinan
5Ridwan HR,Ibid, hlm. 31 6 Ridwan HR.Ibid,hlm.32 7.Prajudi Atmosudirjo,Hukum Administrasi Negara,Ghalia Indonesia,Jakarta,1994,hlm.1
9
Pemerintah (Presiden yang dibantu oleh Menteri) melakukan sebagian dari
pekerjaan Pemerintah (tugas pemerintah, overheidstaak) fungsi administrasi yang
tidak ditugaskan kepada badan-badan pengadilan, badan legislatif (pusat) dan
badan-badan pemerintah (overheidsorganen) dari persekutuan hukum
(rechtsgemeenschappen) yang lebih rendah daripada negara (sebagai persekutuan
hukum tertinggi) yaitu badan-badan pemerintah (bestuursorganen) dari
persekutuan hukum daerah (swantatra,berotonomi) tingkat I,II dan III dan daerah
istimewa, yang masing-masing diberi kekuasaan(wewenang) untuk berdasarkan
inisiatif sendiri(swatantra, otonomi) atau berdasarkan suatu delegasi dari
Pemerintah Pusat (Medebewind) memerintah sendiri daerahnya.8
Sondang P.Siagian mendefinisikan Administrasi Negara sebagai
keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dari suatu
Negara dalam usaha mencapai tujuan Negara.9 Menurut J.M Baron de Gerando
bahwa obyek Hukum Administrasi adalah peraturan - peraturan yang mengatur
hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat. Deskripsi tentang obyek
Hukum Administrasi dari De Gerando seperti tersebut di atas kiranya mewarnai
Hukum Administrasi dalam perkembangan selanjutnya.10
Pemerintah dan pemerintahan mempunyai pengertian yang berbeda.
Pemerintah merujuk kepada organ atau alat perlengkapan, sedangkan
8 E Utrecht/Moh.Saleh Djindang,Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia,PT
Ichtiar Baru,anggota IKAPI,Jakarta,1990,hlm.1 9 Sondang P.Siagian,Filsafat Administrasi,Gunung Agung,Jakarta,1986,hlm.8 10 Philipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1994, hlm 22.
10
pemerintahan menunjukkan bidang tugas atau fungsi.11 Pengertian pemerintah
dapat diberikan dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pemerintah dalam arti
sempit adalah organ atau alat-alat perlengkapan Negara yang diserahi tugas
pemerintahan atau melaksanakan undang-undang. Dalam pengertian ini
pemerintah hanya berfungsi sebagai badan eksekutif. Pemerintah dalam arti luas
adalah semua badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan eksekutif,
legislative maupun yudikatif12.
Pengertian pemerintahan dalam rangka hukum administrasi digunakan
dalam arti “pemerintahan umum” atau “pemerintahan Negara”. Pemerintahan
dapat dipahami melalui dua pengertian yaitu disatu pihak dalam arti “fungsi
pemerintahan” (kegiatan memerintah), di lain pihak dalam arti “organisasi
pemerintahan” (kumpulan dari kesatuan-kesatuan pemerintahan).13
Hukum Administrasi Negara diartikan sebagai rangkaian-rangkaian
aturan- aturan hukum yang mengatur cara bagaimana alat-alat perlengkapan
Negara menjalankan tugasnya14. Alat-alat administrasi Negara dalam
melaksanakan tugasnya, dengan sendirinya menimbulkan hubungan-hubungan
yang disebut hubungan hukum. Hubungan-hubungan ini dapat dibedakan dalam
dua jenis, yakni :
1). Hubungan hukum antara alat administrasi negara yang satu dengan
alat administrasi negara yang lain;
11http://muslimpoliticians.blogspot.com/2011/05/pengertian-pemerintah-dan-
pemerintahan.html.diakses 25/1/2013 12 Marbun,SF,M.Mahfud MD,Pokok-pokok Hukum Administrasi
Negara,Liberty,Yogyakarta,2000,hlm.8 13 Philipus M. Hadjon, dkk, Op Cit,hlm. 6. 14 Hartono Hadisoeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993,
hlm. 61.
11
2).Hubungan hukum antara alat administrasi negara dengan perseorangan
(individual), yakni para warga negara, atau dengan badan-badan hukum
swasta.15
Dalam suatu negara hukum, hubungan-hubungan hukum tersebut
disalurkan dalam kaidah-kaidah tertentu, dan kaidah-kaidah hukum inilah yang
merupakan materi dari Hukum Administrasi Negara.
Kaidah-kaidah hukum tersebut terdiri dari :
a). Aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat
administrasi negara mengadakan kontak satu sama lain.
b). Aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan antara alat
administrasi negara (pemerintah) dengan para warga negaranya.
Dalam ilmu hukum administrasi yang penting adalah perbuatan hukum
alat administrasi Negara dalam hubunganya dengan warga Negara, dimana
hubungan ini akan menimbulkan hak dan kewajiban16. Berdasarkan beberapa
definisi tersebut ,tampak bahwa dalam hukum administrasi Negara terkandung
dua aspek, yaitu pertama, aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara
bagaimana alat-alat perlengkapan Negara itu melakukan tugasnya;kedua, aturan-
aturan hukum yang mengatur hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara alat
perlengkapan administrasi Negara atau pemerintah dengan para warga
negaranya.17
15 Ibid,hlm. 62 16 Loc.Cit.hlm. 62 17Ridwan HR.Op.Cit.hlm.35
12
Seiring dengan perkembangan tugas-tugas pemerintahan, khususnya dalam
ajaran Welfare State ,yang memberikan kewenangan yang luas kepada
administrasi negara termasuk kewenangan dalam bidang legislasi, maka
peraturan-peraturan hukum dalam hukum administrasi Negara, disamping dibuat
oleh lembaga legislative, juga ada peraturan-peraturan yang dibuat secara mandiri
oleh administrasi Negara. Dengan demikian, untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan diatas, dapat diberikan jawaban bahwa hukum administrasi Negara
adalah hukum dan peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintah dalam
arti sempit administrasi negara, peraturan-peraturan tersebut dibentuk oleh
lembaga legislative untuk mengatur tindakan pemerintahan dalam hubungannya
dengan warga Negara, dan sebagian peraturan-peraturan itu dibentuk pula oleh
administratif negara. Pembentukan peraturan-peraturan oleh administrasi Negara
atau pemerintah merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari dalam
penyelenggaraan Negara dan pemerintahan dalam suatu Negara hukum yang
modern, dengan alasan-alasan teoritis dan praktik yang akan disebutkan didepan18
b. Kedudukan Hukum Administrasi Negara Dalam Lapangan Hukum
Dalam ilmu hukum terdapat pembagian hukum ke dalam dua macam yaitu
Hukum Privat dan Hukum Publik. Penggolongan ke dalam Hukum Privat dan
Hukum Publik itu tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang diatur, hubungan
mana bersumber dari kepentingan-kepentingan yang hendak dilindungi.
Adakalanya kepentingan itu bersifat perorangan (Individu/Privat) tetapi ada pula
yang bersifat umum (Publik). Hubungan hukum itu memerlukan pembatasan yang
18 Ridwan HR.Ibid.hlm 36.
13
jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari dan
terhadap siapa orang itu berhubungan.
Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur tiap-tiap hubungan di antara
Negara atau alat-alat negara sebagai pendukung kekuasaan penguasa di satu pihak
dengan warga negara pada umumnya di lain pihak atau setiap hukum yang
mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya, begitu pula
hubungan antara alat-alat perlengkapan Negara yang satu dengan alat-alat
perlengkapan negara yang lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Hukum
Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara atau
perlengkapannya dengan perseorangan (warga negara) yang satu dengan
warganya atau hukum yang mengatur kepentingan umum, seperti Hukum Pidana,
Hukum Tata Negara dan lain sebagainya.19 Sedangkan Hukum Privat adalah
hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain atau
mengatur kepentingan individu, seperi Hukum Perdata, Hukum Dagang dan lain
sebagainya.20
Hukum Administrasi Negara itu merupakan bagian dari Hukum Publik
Karena berisi pengaturan yang berkaitan dengan masalah-masalah kepentingan
umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan nasional (bangsa),
masyarakat dan negara.
c. Asas-asas Hukum Administrasi Negara
Asas dalam istilah asingnya adalah beginsel, asal dari kata begin, artinya
permulaan atau awal, jadi yang dimaksud asas adalah sesuatu yang mengawali
19 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, 1992, hlm 195. 20Ibid, hlm 200.
14
atau yang menjadi permulaan sesuatu, dan yang dimaksud sesuatu disini adalah
kaidah. Sedangkan kaidah adalah ketentuan-ketentuan tentang bagaimana
seharusnya manusia bertingkah laku dalam pergaulan hidupnya dengan manusia
lainnya. Jadi asas itu sendiri adalah dasar dari suatu kaidah.21 Demikian banyak
kaidah-kaidah hukum, baik Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Tata Negara
maupun Hukum Administrasi Negara. Pembentukannya didasarkan kepada suatu
asas, dan asas yang menjadi dasar suatu kaidah disebut asas hukum, maka dalam
lapangan Hukum Administrasi Negara dikenal juga asas-asas Hukum
Administrasi Negara, yaitu sebagai berikut:
a. Asas legalitas
Setiap perbuatan administrasi berdasarkan hukum. Maksudnya ialah bahwa
setiap perbuatan administrasi negara dalam membuat peraturan maupun dalam
membuat ketetapan haruslah berdasarkan hukum yang berlaku. Asas legalitas
merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap
penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum
terutama bagi negara-negara hukumdalam sistem kontinental.22
b. Asas tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan/ asas de tournement de pouvoir
c. Asas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi negara yang satu
dengan yang lainnya/ asas exes de pouvoir
d. Asas kesamaan hak bagi setiap penduduk negara atau disebut asas non
diskriminasi
21 Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty,Yogyakarta,1984, hlm. 9. 22 Ridwan. HR, Op Cit, hlm. 94.
15
Asas kesamaan hak bagi setiap penduduk adalah asas untuk mencegah
timbulnya perbuatan administrasi negara yang diskriminatif terhadap penduduk
Indonesia, karena hal tersebut bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) Undang-
Undang Dasar 1945.
e. Asas upaya memaksa atau bersanksi sebagai jaminan agar taat kepada Hukum
Administrasi Negara.
Asas upaya memaksa atau bersanksi adalah asas untuk menjamin ketaatan
penduduk kepada peraturan-peraturan administrasi negara.
f. Asas kebebasan
Asas kebebasan yaitu kepada badan-badan administrasi negara diberikan
kebebasan dalam menyelesaikan masalah menyangkut kepeningan umum,
bangsa dan negara yang disebut asas freies ermessen.23
Pemberian freies ermessen kepada pemerintah atau administrasi negara
merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfae state, tetapi dalam kerangka
negara hukum, freies ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar
itu Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur freies ermessen dalam suatu
negara hukum, yaitu sebagai berikut:
1. Ditunjukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik;
2. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara;
3. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum;
4. Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri;
23 Nico Utama Handoko,Pengangkatan guru honorer menjadi calon PNS berdasarkan PP
No.56 tahun 2012 di Kabupaten Indramayu,skripsi,Kementrian pendidikan dan kebudayaan universitas jenderal soedirman fakultas hukum purwokerto,2012.hlm.17
16
5. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
penting yang timbul secara tiba-tiba;
6. Sikap tindak itu dapat dipertanggung jawabkan baik secara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.24
Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, freies ermessen dilakukan
oleh aparat pemerintah atau administrasi negara dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Belum ada aturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang penyelesaian
konkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut
penyelesaian yang segera.
b. Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar berbuat aparat pemerintah
memberikan kebebasan sepenuhnya.
c. Adanya delegasi Perundang-Undangan, maksudnya aparat pemerintah diberi
kekuasaan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan itu merupakan
kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya.25
Pemerintah meskipun kewenangan bebas atau freies ermessen namun
dalam suatu negara hukum penggunaannya harus dalam batas-batas yang
dimungkinkan oleh hukum yang berlaku. Menurut Muchsan dalam bukunya
Ridwan HR menyebutkan bahwa pembatasan penggunaan freies ermessen yaitu:
a. Penggunaan freies ermessen tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum
yang berlaku (kaidah hukum positif).
b. Penggunaan freies ermessen hanya ditunjukan demi kepentingan umum.26
24 Ridwan. HR, Op Cit, hlm. 178. 25 Ibid, hlm, 180. 26 Ibid, hlm, 181.
17
Asas-asas tersebut merupakan dasar dari segala peraturan administrasi
negara, artinya bahwa peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan tersebut
sedapat mungkin dibuat sesuai atau tidak bertentangan dengan asas tersebut.
d. Sumber-sumber Hukum Administrasi Negara
Sumber hukum secara umum dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
dapat menimbulan aturan hukum serta tempat diketemukannya aturan-aturan
hukum.27
Sumber hukum dalam Hukum Administrasi Negara terdiri dari :
a. Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor yang mempengaruhi materi (isi)
dari aturan-aturan hukum.28 Sumber hukum materiil terdiri dari tiga jenis yaitu:
1. Sumber Hukum Historis
Sumber hukum historis memiliki dua arti yaitu pertama sebagai
sumber pengenalan hukum pada saat tertentu meliputi Undang-
Undang, putusan-putusan hakim, tulisan-tulisan ahli hukum dan
juga tulisan-tulisan yang bersifat yuridis sepanjang memuat
pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga hukum. Kedua sebagi
sumber dimana pembuat Undang-Undang mengambil bahan dalam
membentuk Peraturan Perundang-Undangan meliputi sistem-sistem
hukum masa lalu.
2. Sumber Hukum Sosiologis
27 S.F Marbun dan Moh. Mahfud MD, Op Cit, hlm 21. 28 Loc.Cit, hlm. 21.
18
Merupakan faktor-faktor sosial yang mempengaruhi isi hukum
positif meliputi peraturan hukum tertentu yang mencerminkan
kenyataan hidup da dalam masyarakat. Dalam pengertian sumber
hukum ini, pembuatan Peraturan Perundang-Undangan harus pula
memperhatikan situasi sosial ekonomi, hubungan sosial, situasi dan
perkembangan politik.
3. Sumber Hukum Filosofis
Sumber hukum Filosofis memiliki dua arti yaitu sebagai sumber
untuk isi hukum yang adil. Kedua sebagai sumber untuk menaati
kewajiban terhadap hukum.
Telah disebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang
berkenaan dengan pemerintah atau administrasi negara. Hukum Administrasi
Negara memuat peraturan-peraturan yang dibuat oleh pembuat Undang-Undang
(wetgever) dan sebagian dibuat oleh administrasi negara sendiri. Dalam
pembuatan Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan isi Hukum
Administrasi Negara, pembuat Undang-Undang dan administrasi negara dapat
mengambil bahan-bahan historis dari berbagai sistem hukum yang pernah ada
pada waktu dan tempat tertentu dengan memperhatikan faktor-faktor sosial yang
hidup dan berkembang ditengah masyarakat dan mengisi Peraturan Perundang-
Undangan dengan nilai-nilai positif yang menjadi rechtsidee masyarakat.
a. Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang berasal dari aturan-aturan
hukum yang sudah mempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hukum.
19
Sumber Hukum Administrasi Negara dari arti formil, terdiri dari:
1. Undang-Undang/ Peraturan Perundang-Undangan
Dalam kepustakaan hukum tidak semua peraturan dapat dikatagorikan
sebagai peraturan hukum. Suatu peraturan adalah peraturan hukum
bilamana peraturan itu mengikat setiap orang dan karena ketaatannya
dapat dipaksakan oleh hakim. Untuk mengetahui peraturan itu sebagai
peraturan hukum digunakan kriteria formil yaitu sumber dari
peraturan itu. Peraturan hukum ini dalam pengertian formil disebut
dengan Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan penjelasan pasal
1 angka 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, peraturan perUndang-Undangan adalah semua
peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh
Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik ditingkat Pusat
maupun di tingkat Daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, baik ditingkat Pusat ataupun di tingkat Daerah,
yang juga mengikat umum. Pasal ini mengisyaratkan bahwa Peraturan
Perundang-Undangan terdiri dari dua macam yaitu Undang-Undang/
Peraturan Daerah dan Keputusan Pemerintah/ Permerintahan Daerah.
Dari dua jenis peraturan ini, Undang-Undang merupakan sumber
hukum yang paling penting dalam Hukum Administrasi Negara.
Berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah memperoleh wewenang
utama untuk melakukan tindakan hukum tertentu atau wewenang
untuk membuat Peraturan Perundang-Undangan tertentu. Wewenang
20
yang diberikan Undang-Undang/ Peraturan Daerah, Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah dapat membentuk Keputusan Pemerintah/
Kepala Daerah (besluit van algemeen strekking), yang termasuk
sebagai Peraturan Perundang-Undangan (algemeen verbindende
voorschriften) dan dapat menjadi dasar bagi Pemerintah Pusat/
Pemerintah Daerah untuk mengeluarkan ketetapan (beschkking).29
2. Praktek Administrasi Negara
Konvensi yang menjadi sumber Hukum Administrasi Negara adalah
praktek dan keputusan-keputusan pejabat administrasi negara atau
hukum tidak tertulis tetapi dipraktekkan dalam kenyataan oleh pejabat
administrasi negara. Konvensi penting mengingat Hukum
Administrasi Negara senantiasa bergerak dan sering kali dituntut
perubahan oleh situasi.30 Undang-Undang dianggap sebagai sumber
yang paling penting tetapi memiliki kelemahan yaitu jangkauan yang
terbatas, oleh sebab itu administrasi negara dapat mengambil yang
dianggap penting dalam rangka pelayanan pada masyarakat walaupun
belum ada aturannya dalam Undang-Undang. Tindakan-tindakan ini
melahirkan praktek-praktek administrasi negara. 31
3. Yurisprudensi
Keputusan hakim bisa menjadi sumber hukum formil bagi hukum
administrasi negara. Keputusan hakim yang dapat menjadi sumber
29 Ridwan. HR, Op Cit, hlm. 60-63. 30 SF Marbun dan Moh. Mahmud MD, Op Cit, hlm. 35. 31 Ridwan. HR, Op Cit, hlm. 64.
21
Hukum Administrasi Negara adalah keputusan hakim administrasi
atau hakim umum yang memutus perkara administrasi negara.32
4. Doktrin
SF dan Moh. Mahfud MD dalam bukunya Ridwan HR berpendapat
bahwa doktrin dapat menjadi sumber hukum formil Hukum
Administrasi Negara sebab pendapat para ahli dapat
melahirkanteori-teori dalam lapangan Hukum Administrasi Negara
yang kemudian dapat mendorong timbulnya kaidah-kaidah Hukum
Administrasi.33
2.Pemerintah Daerah
a. Definisi pemerintah daerah
Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 Menentukan bahwa : “ Negara
Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik “. Pasal 4 ayat
(1) Menentukan : “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.Pasal 18 ayat (1)
menentukan bahwa :
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-
tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah
yang diatur dengan Undang-Undang”.
32 SF Marbun dan Moh. Mahfud MD, Op Cit, hlm. 36. 33 Ridwan. HR, Op Cit, hlm. 69.
22
Ketentuan pasal-pasal tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa konsep
pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan suatu konsep yang dianut secara
formal dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia atau dengan rumusan lain
dapat disimpulkan bahwa terdapat pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.34
Pengertian pemerintah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial,
ekonomi dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Menurut
terminologinya, Pemerintah berarti penguasa suatu negara (bagian negara),
sedangkan pemerintahan berarti segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara. Perkataan
pemerintah meliputi sekurang-kurangnya tiga pengertian :
1. Pemerintah sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan yang
berkuasa memerintah dalam arti kata luas. Jadi yang meliputi
badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pemerintah dalam
pengertian ini disebut overhead government atau authorities atau
penguasa
2. Pemerintah sebagai badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa
memerintah di wilayah suatu negara. Misalnya: Raja, Presiden,
dan lain-lain.
34 Muhammad Fauzan,Hukum Pemerinatahan Daerah kajian tentang Hubungan
keuangan antara pusat dan daerah, Yogyakarta:UII Press,2006,hlm 36
23
3. Pemerintah sebagai organ eksekutif, dalam arti Kepala Negara
bersama mentri-mentrinya.35
Pengertian daerah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
lingkungan pemerintah, wilayah. Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah
diubah PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah
kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi daerah dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Menurut Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah dirubah dengan PERPU Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah kembali dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dimaksud Pemerintah
Daerah adalah sebagai berikut :
35 Abu Daud Busroh, Asas-asas Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm.114.
24
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah Daerah.
Struktur Pemerintahan Daerah berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah
dirubah dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian
diubah kembali dengan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:
a. Pemerintah daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah dan DPRD
provinsi.
b. Pemerintah daerah kabupaten /kota yang terdiri atas pemerintahan daerah
kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 126 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 yaitu
mengatur tentang Pemerintahan Daerah yang didalamnya mengatur tugas seorang
Camat diantaranya adalah :
(1). Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Perda berpedoman
pada Peraturan Pemerintah.
(2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Camat yang
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang
Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Camat juga
menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi:
25
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b.Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum;
c.Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-
undangan;
d.Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan
umum;
e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di
tingkat Kecamatan;
f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan
desa atau kelurahan.
(4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota
atas usul sekretaris daerah Kabupaten/Kota dari pegawai negeri sipil yang
menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab
kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.
(6) Perangkat Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung
jawab kepada Camat.
26
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat
(4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan Bupati atau Walikota
dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
Pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan
memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintahan daerah yang
lainya. Hubungan yang dimaksud meliputi hubungan wewenang, keuangan,
pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainya.
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya lainya
dilaksanakan secara adil dan merata. Hubungan-hubungan tersebut dapat
menimbulkan hubungan administrasi dan hubungan antarsusunan kewilayahan.36
Hubungan administrasi adalah hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi
kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang merupakan satu kesatuan
dalam penyelenggaraan administrasi Negara. Hubungan kewilayahan adalah
hubungan yang terjadi sebagai konsekuensi dibentuk dan disusunya daerah
otonom yang diselenggarakan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian, wilayah daerah merupakan satu kesatuan wilayah Negara yang
utuh dan bulat.37
Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintah yang menjadi
kewenangan, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
menjadi urusan pemerintah. Urusan pemerintah ini adalah pemerintah yang
mutlak menjadi kewenanganya dan urusan bidang lainya yaitu bagian-bagian
36 Widjaja,HAW, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Dalam Rangka Sosialisasi
UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. 2005.hlm.154
37 Loc.cit
27
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah. Penyelenggaraan
urusan pemerintah merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara
pemerintahan daerah, provinsi, kabupaten, dan kota atau antar pemerintah daerah
yang saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai suatu system pemerintahan.
Pendapat HAW Widjaja tentang antar pemerintahan adalah hubungan
antara provinsi dengan provinsi, Kabupaten/Kota atau provinsi dengan
Kabupaten/Kota. Urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintahan
daerah yang berdasarkan criteria tersebut terdiri dari atas urusan wajib dan urusan
pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan
hak dan pelayanan dasar warga Negara, antara lain perlindungan hal
konstitusional, perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat,
ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan NKRI dan
pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan
konvensi internasional. Urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di
daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi kekhasan, dan potensi unggulan daerah.38
b. Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pemerintah daerah merupakan sub sistem dari negara kesatuan Republik
Indonesia. Agar pelaksanaan tugas-tugas pemerintah daerah dapat terselenggara
dengan baik maka perlu diperhatikan azas-azas yang menjadi landasan dan
pedoman pengaturannya sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945
setelah amandemen dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
38 Ibid,hlm.164-165.
28
Pemerintahan Daerah. Menurut Muhamad Fauzan dalam bukunya yang berjudul
Hukum Pemerintahan Daerah Kajian tentang Hubungan Keuangan Antara Pusat
dan Daerah menjabarkan bahwa sistem, penyelenggaraan pemerintahan
didasarkan pada 3 (tiga) azas, yaitu:
a. Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Pengertian desentralisasi menurut Pasal 1 angka (7) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana yang telah
dirubah dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah kembali
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi dimaksudkan untuk memperlancar terlaksananya
urusan pemerintahan agar tidak terjadi penumpukan kekuasaan
dan mampu menciptakan pelayanan masyarakat yang ekonomis,
efektif dan berkualitas. Dalam proses desentralisasi akan
dijumpai proses pembentukan daerah yang berhak mengatur dan
mengurus kepentingan daerahnya, disertai dengan pendelegasian
29
kewenangan-kewenangan atau kekuasaan atas pengelolaan
urusan atau kegiatan tertentu39
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 sebagaimana yang telah dirubah dengan PERPU Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian
diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dekonsentrasi adalah
Pelimpahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu. Pada hakekatnya dekonsentrasi
sama dengan desentralisasi, yang membedakan adalah karakter
atau sifat mekanisme pelaksanaanya. Pada desentralisasi,
pemencaran kekuasaan terletak pada bidang kenegaraan,
sedangkan dekonsentrasi pemencaran kekuasaan dibidang
kepegawaian atau administrasi. Pemegang kekuasaan dan
wewenang dalam dekonsentrasi masih ada pada pemerintah
pusat, hal tersebut dikarenakan konsep dekonsentrasi adalah
pelimpahan kekuasaan, berbeda dengan konsep desentralisasi
yang berupa penyerahan wewenang. Jadi urusan pemerintahan
39 Muhammad Fauzan, Op. Cit.hlm 45
30
yang dipencarkan dalam dekonsentrasi masih menjadi
kewenangan dan kekuasaan pemerintah pusat.
b. Azas Otonomi
Otonomi bukanlah suatu proses pemerdekaan daerah yang
dalam arti kemerdekaan (kedaulatan yang terpisah), atau
otonomi tidak dapat diartikan sebagai adanya kebebasan
penuh secara absolut dari suatu daerah karena otonomi adalah
suatu proses untuk memberikan kesempatan kepada daerah
untuk bisa berkembang sesuai dengan potensi daerah yang
dimiliki. Dengan otonomi harus bermakna sebagai jalan untuk
mengoptimalisasi segala potensi lokal, baik alam, lingkungan
maupun kebudayaan. Optimalisasi bukanlah eksploitasi,
melainkan sebuah proses yang memungkinkan daerah bisa
mengembangkan diri, dan mengubah kehidupan massyarakat
daerah menjadi lebih baik.
c. Azas Tugas Pembantuan
Pengertian tugas pembantuan menurut Pasal 1 angka (9)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana yang telah dirubah dengan PERPU
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang
kemudian diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
31
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah
penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dari
pemerintah provinsi kepada Kabupaten/Kota atau Desa dari
pemerintah Kabupaten/Kota kepada desa untuk melaksanakan
tugas tertentu.
Hakikat dari urusan yang dilaksanakan dalam konsep tugas pembantuan
menajdi urusan pemerintahan yang menugaskan dan daerah yang melaksanakan
tugas bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya saja. Pemerintah daerah
menggunakan azas otonomi dan tugas pembantuan dalam penyelenggaraan
pemeritahan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, yaitu:
“Pemerintah daerah propinsi, daerah Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus
sendiri pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas pembantuan”. Pemberian
otonomi yang luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat. Daerah diharapkan mampu untuk meningkatkan daya
saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan, dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengelompokan asaz-azas penyelenggaraan pemerintahan tersebut
menimbulkan perbedaan menurut beberapa peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pemerintahan daerah. Bagir Manan berpendapat bahwa
desentralisasi dan dekonsentrasi bukan azas melainkan suatu proses.40
40 Muhammad Fauzan,Ibid, Hal. 39.
32
c.Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari bahasa Yunani “outonomos/outonomia” yang
berarti keputusan sendiri (self ruling), secara terperinci otonomi dapat
mengandung beberapa pengertian sebagai berikut :
a. Otonomi adalah suatu kondisi atau ciri untuk tidak dikontrol
oleh pihak lain ataupun kekuasaan luar.
b. Otonomi adalah bentuk pemerintahan sendiri (self government)
yaitu hak untuk memerintah atau menentukan nasib sendiri (the
right of self government; self determation).
c. Pemerintah sendiri yang dihormati, diakui dijamin tidak ada
kontrol oleh pihak lain terhadap fungsi daerah (local internal
affairs) atau terhadap minoritas suatu bangsa.
d. Pemerintahan otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk
menentukan nasibnya sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup
maupun mencapai tujuan hidup secara adil (self determation,
self sufficiency, self relience).
e. Pemerintahan otonomi memiliki supremasi/dominasi
kekuasaan (supremacy ofauthority) atau hukum (rule) yang
dilaksanankan sepenuhnya oleh pemegang kekuasaan di
daerah.41
Pemerintah pusat berwenang menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada
daerah berdasarkan hak otonomi. Dalam tataran teoritis dikenal dengan adanya
41 Sidik Jatmika, Otonomi Daerah Prespektif Hubungan Internasional, Bigraf Publishing,
Yogyakarta, 2001, hlm. 1.
33
pembagian kekuasaan secara horisontal dan vertikal. Pembagian kekuasaan secara
horisontal yaitu suatu pembagian kekuasaan yang kekuasaan didalam suatu negara
dibagi dan diserahkan kepada tiga badan, tiga badan tersebut mempunyai
kedudukan sejajar yakni kekuasaan eksekutif yang diserahkan kepada pemerintah,
kekuasaan legislatif kepada parlemen, dan kekuasaan yudikatif kepada badan
peradilan. Sedangkan pembagian kekuasaan secara vertikal, yaitu suatu
pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dengan suatu pemerintah lainnya
yang lebih rendah.42
Beberapa sebab dianutnya pembagian kekuasaan secara vertikal
diantaranya adalah :
a. Kemampuan pemerintah berikut perangkatnya yang ada di
daerah terbatas;
b. Wilayah negara sangat luas ;
c. Pemerintah tidak mungkin mengetahui seluruh dan segala
macam kepentingan dan kebutuhan rakyat yang tersebar
diseluruh pelosok negara;
d. Hanya rakyat setempatlah yang mengetahui kebutuhan
kepentingan dan masalah yang dihadapi dan hanya mereka
yang mengetahui bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut;
e. Dilihat dari segi hukum, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18
menjamin adanya daerah dan wilayah;
42 Muhamad Fauzan, Op.cit, hlm. 35-36.
34
f. Adanya sejumlah urusan pemerintahan yang bersifat
kedaerahan yang memang lebih berdaya guna jika
dilaksanankan di daerah;
g. Daerah mempunyai kemampuan dan perangkat yang cukup
memadai untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya,
maka desentralisasi dilaksanakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah.43
Otonomi daerah dalam Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah dirubah
dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah
kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Daerah Otonom juga dijelaskan dalam Pasal 1 angka (6) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah
dirubah dengan PERPU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian
dirubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
43http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.Sunarso,M.Si./BukuPSP
Daerah.pdf.diakses pada tanggal 15/01/2013
35
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, yaitu :
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam kepustakaan terdapat beberapa jenis otonomi, yaitu:
(1) Otonomi materiil, (2) otonomi formal, (3) otonomi riil:
- Otonomi materiil mengandung arti bahwa urusan yang diserahkan
menjadi urusan rumah tangga diperinci secara tegas, pasti dan diberi
batas-batas (limitative), “zakelijk”. Dalam praktiknya penyerahan ini
dilakukan dalam UU pembentukan Daerah yang bersangkutan.
- Otonomi formal adalah sebaliknya, urusan yang diserahkan tidak dibatasi
dan tidak “zakelijk”. Daerah mempunyai kebebasan untuk mengatur dan
mengurus segala sesuatu yang menurut pandangannya adalah
kepentingan daerah, untuk kemajuan dan perkembangan daerah.
Batasnya ialah, bahwa daerah tidak boleh mengatur urusan yang telah
diatur oleh undang-undang atau peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.
Selain daripada itu, pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum.
Otonomi riil merupakan kombinasi atau campuran otonomi
materiil dan otonomi formal. Di dalam undang-undang pembentukan
daerah, pemerintahan pusat menentukan urusan-urusan yang menjadi
36
pangkal untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Penyerahan
ini merupakan otonomi materiil. Kemudian setiap waktu daerah dapat
meminta tambahan urusan rumah tangganya sesuai dengan kesanggupan
dan kemampuan daerah. Penambahan urusan pemerintahan kepada daerah
dilakukan dengan UU penyerahan masing-masing urusan.44
a) Asas tugas pembantuan
Istilah medebewind sebagai terjemahan dari tugas pembantuan untuk pertama
kali diperkenalkan oleh Van Vollenhoven. Secara etimologis tugas pembantuan
merupakan terjemahan dari bahasa belanda medebewind yang berasal dari kata
mede=serta, turut dan bewind= berkuasa atau memerintah. Medebewind
merupakan pelaksanaan peraturan yang disusun oleh perlengkapan yang lebih
tinggi, oleh yang lebih rendah. Kedudukan pemerintah daerah yang berkaitan
dengan tugas pembantuan adalah membantu (medewerken), menunjukan salah
satu sifat bahkan hakikat hubungan antara pusat dan daerah. Meskipun bersifat
“membantu” dan tidak dalam hubungan atasan bawahan, daerah tidak
mempunyai hak menolak. Hubungan dalam tugas pembantuan timbul oleh atau
berdasarkan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan. Pada
dasarnya tugas pembantuan adalah pembantuan melaksanakan peraturan
perundang-undangan tingkat yang lebih tinggi. (de uit voering van hogere
regelingen). Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan
termasuk yang diperintahkan atau diminta (vorderen) dalam rangka tugas
pembantuan.
44 Muhamad Fauzan, Op.cit, hlm.68
37
Pengertian tugas pembantuan terdapat dalam pasal 1 angka 9 UU No.32
Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa:
“tugas pembantuan adalah unsur penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan/atau desa dari pemerintah propinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta
dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Berdasarkan pasal tersebut maka yang terpenting dalam tugas pembantuan
adalah unsur pertanggung jawaban yang diemban oleh satuan pemerintahan yang
“membantu”. Pertanggung jawaban disini hanya berkaitan dengan pelaksanaannya
saja sedangkan klausul “ dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung
jawabkan kepada yang menugaskan” dalam pasal tersebut mengandung arti
bahwa hakikat urusan tersebut tetap merupakan urusan pemerintah yang
menugaskan.
Latar belakang perlunya asas tugas pembantuan dipergunakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu:
1. Keterbatasan kemampuan pemerintah pusat atau daerah dalam hal
berhubungan dengan perangkat atau sumber daya manusia maupaun biaya.
2. Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang lebih baik dalam
penyelenggaraan pemeritahan.
3. Sifat urusan yang dilaksanakan.
38
3.Teori Kewenangan
a. Definisi Kewenangan
Kewenangan berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa
hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan
hak untuk berbuat atau tidak berbuat atau kekuasaan adalah kemampuan untuk
melaksanakan kehendak. Dalam hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban.
Dalam kaitanya dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan
untuk mengatur sendiri dan mengelola sendiri, sedangkan kewajiban mempunyai
dua pengertian yakni horizontal dan vertikal. Secara horizontal berarti kekuasaan
untuk menyelenggarakan pemerintahan mestinya dan wewenang dalam pengertian
vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib
ikatan pemerintahan Negara secara keseluruhan.45
Perlu membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dan wewenang
(competence, bevoegdheid), walaupun dalam praktik pembedaanya tidak selalu
dirasakan perlu. ”Kewenangan” adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”,
kekuasaan yang berasal dari kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-undang)
atau dari Kekuasaan Eksekutif Administratif. Kewenangan (yang biasanya terdiri
atas beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang
tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang
urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu
onderdil tertentu saja. ”Kewenangan” di bidang kehakiman atau kekuasaan
mengadili sebaiknya kita sebut kompetensi atau yurisdiksi saja.
45Muhammad Fauzan, Ibid.hlm 79-80
39
Di dalam kewenangan tedapat wewenang-wewenang (rechts
bevoegdheden). Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak
hukum public misalnya wewenang menandatangani/menerbitkan surat-surat izin
dari seorang pejabat atas nama Menteri, sedangkan kewenangan tetap berada di
tangan Menteri (delegasi wewenang)46
Mengenai wewenang itu, H.D Stout mengatakan bahwa; “Bevoegdheid is
een begrip uit het bestuurlijke organisatierecht,wat kan worden omschreven als
het geheel van regels dat betrekking heft op de verkrijging en uitoefening van
bestuursrectelijke bevoegdheden door publiekrechtelijke rechtssubjecten in het
bestuursrechtelijke rechtsverkeer (Wewenang merupakan pengertian yang berasal
dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan
aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang
pemerintahan oleh subjek hukum public di dalam hubungan publik). Menurut
F.P.C.L.Tonnaer, “Overheidsbevoegdheid wordt in dit verband opgevat als het
vermogen om positief recht vast te stellen en aldus rechtsbetrekkingen tussen
burgers onderling en tussen overhead en te scheppen” (Kewenangan pemerintah
dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif
dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan
warga Negara).47
Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata
Negara dan hukum administrasi Negara. Begitu pentingnya kedudukan
kewenangan ini sehingga F.A.M.Stroink dan J.G.Steeenbeek menyebutnya
46Prajudi Atmosudirjo,Op Cit,hlm.78 47 Ridwan HR.Op Cit.hlm.101
40
sebagai konsep inti dalam hukum tata Negara dan hukum administrasi, “Het
begrip bevoegdheid is dan ook een kernbegrip in het staats-en administratief
recht”. Kewenagan yang didalamnya terkandung hak dan kewajiban,menurut
P.Nicolai adalah sebagai berikut:
“Kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yaitu tindakan-
tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan mencakup
mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum. Hak berisi kebebasan untuk
melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk
melakukan tindakan tertentu,sedangkan kewajiban memuat keharusan untuk
melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu”48.
Dalam negara hukum, wewenang pemerintahan itu berasal dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku R.J.H.M Huisman menyatakan pendapat
berikut ini :
“Organ pemerintahan tidak dapat menganggap bahwa ia memiliki sendiri
wewenang pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang.
Pembuat undang-undang dapat memberikan wewenang pemerintahan tidak hanya
kepada organ pemerintahan, tetapi juga terhadap para pegawai (misalnya
inspektur pajak, inspektur lingkungan, dan sebagainya) atau terhadap badan
khusus (seperti dewan pemilihan umum,pengadilan khusus untuk perkara sewa
tanah) atau bahkan terhadap badan hukum privat”49
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata wewenang memiliki
arti:
48Ibid,hlm.102 49 Ibid,hlm 103
41
Mempunyai (mendapat) hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.50
Kewenangan memiliki arti:
a. Hal wenang
b. Hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.51
Kekuasaan dalam KBBI memiliki arti:
a. Kuasa (untuk mengurus,memerintah,dan sebagainya)
b. Kemampuan,kesanggupan
c. Daerah (tempat dsb) yang dikuasai
d. Kemampuan orang atau golongan, untuk menguasai orang atau golongan
lain berdasarkan kewibaan, wewenang, karisma, atau kekuatan fisik.52
b . J e n i s - j e n i s k e w e n a n g a n
Setiap perbuatan pemerintahan harus bertumpu pada suatu kewenangan
yang sah t a np a d i s e r t a i ke w e na n ga n ya n g sa h , s e o r a n g p e j a b a t
a t u p u n l e m b a ga t i d a k d ap a t melaksanakan suatu perbuatan
pemerintahan o leh karena itu, kewenangan yang sah merupakan atribut
bagi setiap pejabat ataupun lembaga. Be rd a sa r ka n su m b e r n ya ,
w e w e na n g d i b e d a ka n m e n j a d i d u a ya i t u w e w e na ng personal dan
wewenang ofisial. Wewenang personal yaitu wewenang yang
bersumber p ad a i n t e l e ge ns i , p e nga l a m a n , n i l a i a t a u n o r m a ,
d a n ke sa n g gu p a n u n t u k m e m i m p i n . sedangkan wewenang ofisial
50 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Cetakan kedua, Balai Pustaka,Jakarta,1989,hlm.1010.
51 Loc Cit 52 Ibid,hlm 468
42
merupakan wewenang resmi yang diterima dari wewenang yang berada di
atasnya.53
c.Sumber dan Cara memperoleh wewenang pemerintahan
Seiring dengan pilar utama Negara hukum,yaitu asas legalitas
(legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur), berdasarkan
prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan
perundang-undangan,artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan
perundang-undangan. Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi
dan mandate. Indroharto mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian
wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru.
Lebih lanjut disebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan
atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara:
a. Berkedudukan sebagai original legislator, di Negara kita ditingkat pusat
adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama
pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang dan di tingkat
daerah adalah DPRD dan pemda yang melahirkan peraturan daerah;
b. Bertindak sebagai delegated legislator; seperti presiden yang berdasar
pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan pemerintah
53 http://www.scribd.com/doc/43230805/Teori-Kewenangan.diakses pada tanggal
25/11/12
43
dimana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada badan atau
jabatan tata usaha negara tertentu54.
Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh
badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang
pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara
lainya.Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi
wewenang.Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini, H.D.van Wijk/Willem
Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:
a. Atrributie:toekenning van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan
eenbestuursorgaan (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan
oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan);
b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan
een ander (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu
organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainya);
c. Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen
door een ander (mandate terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan
kewenanganya dijalankan oleh organ lain atas namanya)55
Berbeda dengan Van Wijk, F.A.M.Stroink dan J.G Steenbeek menyebutkan
bahwa hanya ada dua cara organ pemerintahan memperoleh wewenang yaitu
atribusi dan delegasi, Er bestaan slechts twee wijzen waarop een organ aan een
bevoegdheid kan komen,namelijk attributie en delegatie”. Mengenai atribusi dan
delegasi disebutkan bahwa, ”Bij attributie gaat het om het overdragen van een
54Ridwan HR.Op Cit,hlm.104 55 Ridwan HR.Ibid.hlm.104-105.
44
reeds bestaande bevoegdheid (door het organ dat die bevoegdheid
geattributueerd heft gekregen,aan een ander organ;aan delegatie gaat dus altijd
logischewijs vooraf) “Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru,
sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh
organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain;jadi
delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi). Dalam hal mandate
dikemukakan sebagai berikut:
“Pada mandat tidak dibicarakan penyerahan-penyerahan wewenang, tidak pula
pelimpahan wewenang. Dalam hal mandate tidak terjadi perubahan wewenang
apapun (setidak-tidaknya dalam arti yuridis formal) yang ada hanya hubungan
internal,sebagai contoh Menteri dengan pegawai,menteri mempunyai kewenangan
dan melimpahkan kepada pegawai untuk mengambil keputusan tertentu atas nama
Menteri,sementara secara yurisdis wewenang dan tanggung jawab tetap berada
pada organ kementerian. Pegawai memutuskan secara faktual, menteri secara
yuridis)56.
Pengertian atribusi dan delegasi berdasarakan Algemene bepalingen van
Administratief Recht adalah sebagai berikut. ”Van atrributie van bevoegdheid kan
worden gesproken wanner de wet (in materiele zin) een bepaaldebevoegdheid aan
een bepaald organ toekent”. (Atribusi wewenang dikemukakan bila undang-
undang(dalam arti material) menyerahkan wewenang tertentu kepada organ
tertentu). Dalam hal delegasi disebutkan,”…Te verstaande overdracht van die
bevoegdheid door het bestuursorgaan waaraandeze is gegeven,aan een ander
56 Ridwan HR.Ibid.hlm.106
45
organ, dat de overgedragen bevoegdheid alseigen bevoegdheid zal uitofenen
(..berarti pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan yang telah diberi
wewenang, kepada organ lainya, yang akan melaksanakan wewenang yang telah
dilimpahkan itu sebagai wewenangnya sendiri). Di dalam Algemene Wet
Bestuursrecht (Awb), mandat berarti, ”Het door een bestuursorganen aan een
ander verlenen van de bevoegdheid in zijn naam besluiten te nemen, yaitu
(pembnerian wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lainya untuk
mengambil keputusan atas namanya), sedangkan delegasi diartikan sebagai,”Het
overdragen door een bestuursorgaan van zijn bevoegdheid tot het nemen van
besluiten aan een ander die deze onder eigen verantwoordelijkheid uitoefent”
(Pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lain untuk
mengambil keputusan dengan tanggungjawab sendiri).Artinya dalam penyerahan
wewenang melalui delegasi ini, pemberi wewenang telah lepas dari
tanggungjawab hukum atau dari tuntutan pihak ketiga jika dalam penggunaan
wewenang itu menimbulkan kerugian pada pihak lain57.
Dalam hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi ini
terdapat syarat-syarat sebagai berikut.
1. Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi
menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.
2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam
peraturan perundang-undangan.
57 Ridwan HR.Ibid.hlm.106-107.
46
3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki
kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi.
4. Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans
berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang
tersebut.
5. Peraturan kebijakan (beleidregel), artinya delegans memberikan instruksi
(petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.
Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, mengetahui sumber dan cara
memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting, karena berkenaan dengan
pertanggungjawaban hukum (rechtelijke verantwording) dalam penggunaan
wewenang tersebut, seiring dengan salah satu prinsip negara hukum;geen
bevoegdheid zonder verantwoordelijkheid atau there is no authority without
responsibility” (tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban). Di dalam
setiap pemberian kewenangan kepada pejabat pemerintahan tertentu tersirat
pertanggungjawaban dari pejabat yang bersangkutan58
Berdasarkan keterangan tersebut diatas, tampak bahwa wewenang yang
diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-
undangan. Dengan kata lain organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara
langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Dalam hal atribusi penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau
memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern
pelaksanaan wewenang yang diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima
58Ridwan HR,Ibid,hlm.108
47
wewenang (atributaris) pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, namun
hanya ada pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu ke pejabat yang lainya.
Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans), tetapi
beralih kepada penerima delegasi (delegataris). Sementara itu, pada mandat,
penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi
mandat (mandans), tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris
tetap berada pada mandans. Hal ini karena pada dasarnya, penerima pihak ini
bukan pihak lain dari pemberi mandat. Untuk memperjelas perbedaan antara
delegasi dan mandat dapat dilihat pada gambar dibawah ini .
Perbedaan antara Delegasi dan Mandat
No. Delegasi No. Mandat
1.
2.
3
4.
Overdracht van bevoegdheid;
(pelimpahan wewenang);
Bevoegdheid kan door het
oorspronkelijk bevoegde organ niet
incidenteel uitgoefend worden;
(kewenangan tidak dapat dijalankan
secara insidental oleh organ yang
memiliki wewenang asli)
Overgang van verantwoordelijkheid;
(terjadi peralihan tanggung jawab)
Wetelijke basist vereist; (harus
berdasarkan UU);
1.
2.
3.
4
Opdracht tot uitvoering;
(perintah untuk melaksanakan)
Bevoegdheid kan door mandaat gever
nog incidenteel uitgeofend
worden;(kewenangan dapat sewaktu-
waktu dilaksanakan oleh mandans);
Behooud van verantwoordelijkheid;
(tidak terjadi peralihan tanggung jawab)
Geen wetelijke basis vereist;
(Tidak harus berdasarkan UU);
48
5. Moet schriftelijke; (Harus tertulis); 5. Kan schriftelijk,ma gook mondeling;
(Dapat tertulis,dapat pula secara
lisan);59
Philipus.M Hadjon membuat perbedaan antara delegasi dan mandat sebagai
berikut:
Mandat Delegasi
a. Prosedur pelimpahan
b. Tanggung jawab dan tanggung gugat
c. Kemungkinan si Pemberi menggunakan wewenang itu lagi
Dalam hubungan rutin atasan-
bawahan: hal biasa kecuali
dilarang secara tegas
Tetap pada pemberi mandate
Setiap saat dapat
menggunakan sendiri
wewenang yang dilimpahkan
itu
Dari suatu organ pemerintahan
kepada organ lain: dengan
peraturan perundang-undangan.
Tanggung jawab dan tanggung
gugat beralih kepada delegataris
Tidak dapat menggunakan
wewenang itu lagi kecuali setelah
ada pencabutan dengan berpegang
pada asas “contraries actus”
Dalam kepustakaan terdapat pembagian mengenai sifat wewenang
pemerintahan, yaitu yang bersifat terikat, fakultatif dan bebas, terutama dalam
kaitanya dengan kewenangan pembuatan dan penerbitan keputusan-keputusan
(Besluiten) dan ketetapan-ketetapan (beschikkingen) oleh organ pemerintahan
59 Ridwan HR,Ibid,hlm.109
49
sehingga dikenal ada keputusan atau ketetapan yang bersifat terikat dan bebas.
Indroharto mengatakan sebagai berikut:
1. Wewenang pemerintahan yang bersifat terikat,yakni terjadi apabila
peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang
bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan
dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dari keputusan yang
harus diambil. Dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar yang
menentukan isi dari keputusan yang harus diambil secara terperinci,
maka wewenang pemerintahan semacam itu merupakan wewenang
yang terikat.
2. Wewenang fakultatif terjadi dalam hal badan atau pejabat tata usaha
Negara yang bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau
sedikit banyak masih ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat
dilakukan dalam hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu sebagaimana
ditentukan dalam peraturan dasarnya.
3. Wewenang bebas, yakni terjadi ketika peratuan dasarnya member
kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara untuk
menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan
dikeluarkanya atau peraturan dasarnya memberika ruang lingkup
kebebasan kepada pejabat tata usaha negara yang bersangkutan.
Philipus M.Hadjon, dengan mengutip pendapat Spelt dan Ten Berge,
membagi kewenangan bebas dalam dua kategori, yaitu kebebasan
kebijaksanaan (beleidsvrijheid) dan kebebasan penilaian
50
(beoordelingsvrijheid). Ada kebebasan kebijaksanaan (wewenang
diskresi dalam arti sempit) bila peraturan perundang-undangan
memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintahan,
sedangkan organ tersebut bebas untuk (tidak) menggunakanya
meskipun syarat-syarat bagi penggunaanya secara sah dipenuhi.
Adapun kebebasan penilaian (wewenang diskresi dalam arti yang tidak
sesungguhnya) ada apabila sejauh menurut hukum diserahkan kepada
organ pemerintahan untuk menilai secara mandiri dan eksklusif apakah
syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu wewenang secara sah telah
dipenuhi. Berdasarkan pengertian ini Philipus M.Hadjon
menyimpulkan adanya dua jenis kekuasaan bebas atau kekuasaan
diskresi yaitu (1) kewenangan untuk memutus secara
mandiri;(2),kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersamar
(vege norm)60
Meskipun kepada pemerintah diberikan kewenangan bebas, dalam suatu negara
hukum pada dasarnya tidak terdapat kebebasan dalam arti yang seluas-luasnya
atau kebebasan tanpa batas sebab dalam suatu negara hukum; “Zowel de
bevoegdheidstoekenning, al de aard en de omvang van de bevoegdheid als de
bevoegdheidsuitoefening zijn aan juridische grenzen onderworpen. Inzake
bevoegdheidstoekenning en het tegendeel daarvan, bestaan juridisch geschreven
en ongeschreven regels” (Baik penyerahan wewenang, sifat dan isi wewenang,
maupun pelaksanaan wewenang tunduk pada batasan-batasan yuridis. Mengenai
60 Ridwan HR,Ibid,hlm 110-112
51
penyerahan wewenang dan sebaliknya, terdapat aturan-aturan hukum tertulis dan
tidak tertulis). Di samping itu dalam Negara hukum juga dianut prinsip bahwa
setiap penggunaan kewenangan pemerintahan harus disertai dengan
pertanggungjawaban hukum. Terlepas dari bagaimana wewenang itu diperoleh
dan apa isi dan sifat wewenang serta bagaimana mempertanggungjawabkan
wewenang tersebut, yang pasti bahwa wewenang merupakan factor penting dalam
hubunganya dengan masalah pemerintahan, karena berdasarkan pada wewenang
inilah pemerintah atau administrasi negara dapat melakukan berbagai tindakan
hukum dibidang publik (publiekrechtschandeling)61
4. Definisi Penegakan
Penegakan ialah proses, cara, perbuatan menegakan62. Dalam hal ini
penegakan dikaitkan dengan penegakan hukum. Penegakan hukum adalah proses
pemungsian norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku atau
hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara63.
5. Kecamatan
Pasal 77 undang-undang Nomor 5 tahun 1974 mengatakan bahwa kepala wilayah:
a. Propinsi dan ibukota negara disebut Gubernur;
b. Kabupaten disebut Bupati;
c. Kotamadya disebut Walikotamadya;
d. Kota administratif disebut Walikota;
61 Ridwan HR,Ibid,hlm 112. 62http://www.artikata.com/arti-380786-penegakan.html.diakses pada tanggal 25/01/2013 63 http://sasmitasmansa.wordpress.com/2011/12/07/pengertian-penegakan-hukum/ diakses
pada tanggal 25/01/2013
52
e. Kecamatan disebut Camat.
Pasal 81 undang-undang Nomor 5 tahun 1974 bahwa Camat merupakan
kepala wilayah dari Kecamatan, dimana kepala wilayah sebagai wakil pemerintah
adalah penguasa tunggal dibidang pemerintahan dalam wilayahnya dalam artian
memimpin pemerintahan, mengkoordinasikan pembangunan masyarakat di segala
bidang. Wewenang dan tugas camat sebagai kepala wilayah Kecamatan adalah
sama dengan wewenang kepala wilayah lainya seperti Bupati, Walikota,
Gubernur, Walikota. Tugas dan wewenang Camat selaku kepala wilayah dari
Kecamatan adalah:
a. Membina ketenteraman dan ketertiban di wilayahnya sesuai dengan
kebijaksanaan ketenteraman dan ketertiban yang ditetapkan oleh
Pemerintah;
b. Melaksanakan segala usaha dan kegiatan di bidang pembinaan ideologi,
Negara dan politik dalam negeri serta pembinaan kesatuan Bangsa sesuai
dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. Menyelenggarakan koordinasi atas kegiatan-kegiatan Instansi-instansi
Vertikal dan antara Instansi-instansi Vertikal dengan Dinas-Dinas Daerah,
baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan untuk mencapai daya
guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya;
d. membimbing dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan Daerah;
e. Mengusahakan secara terus menerus agar segala peraturan perundang-
undangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh Instansi-instansi
Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta pejabat-pejabat yang ditugaskan
53
untuk itu serta mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk
menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah;
f. Melaksanakan segala tugas pemerintahan yang dengan atau berdasarkan
peraturan perundang-undangan diberikan kepadanya;
g. Melaksanakan segala tugas pemerintah yang tidak termasuk dalam tugas
sesuatu Instansi lainnya.
Kewenangan yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1974 diatas, jelas terlihat bahwa camat selaku kepala wilayah, wakil pemerintah
pusat dan pemimpin tunggal diwilayahnya. Selain itu kecamatan juga dapat
mengambil tindakan yang digunakan untuk kelancaran pemerintahan, sehingga
terlihat bahwa Camat memiliki kedudukan yang kuat.
Pada era Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004 dijelaskan bahwa camat posisinya tidak lagi sebagai kepala
wilayah melainkan perangkat daerah dimana dalam UU No.32 Tahun 2004 pasal
120, dijelaskan bahwa perangkat daerah Kabupaten dan Kota terdiri dari
secretariat daerah, secretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah,
Kecamatan dan Kelurahan,, jadi posisi Camat secara hukum sama dengan posisi
kepala dinas dan Camat merupakan perpanjang tanganan dari Bupati. Lebih lanjut
tugas dan wewenang camat di ungkapkan dalam pasal 126 ayat (2) Camat yang
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati
atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Pasal 126 ayat
(3) Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Meliputi:
54
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan kegiatan masyarakat.
b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum.
c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-
undangan.
d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan pelayanan fasilitas
umum.
e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat
kecamatan.
f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan.
g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup
tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau
kelurahan.
2.1 Wewenang , Tugas, dan Kewajiban Camat
Wewenang, tugas dan kewajiban camat dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Tugas Hukum
Tugas hukum adalah tugas menurut hukum yaitu wewenang, tugas dan
kewajiban yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
Tugas ini merupakan tugas yang utama karena wajib dilaksanakan
sebaik-baiknya. Melalaikan tugas tersebut, Camat dapat dihukum.
b. Tugas Departemen
Tugas ini adalah menurut Departemen dalam negeri. Tugas pokok
Camat dalam pembangunan adalah bidang pemerintahan, keamanan
55
dan ketertiban wilayah, politik, ekonomi, social budaya, pembangunan
masyarakat desa, keagrariaan, administrasi serta perhatian khusus.
c. Tugas Daerah
Urusan yang diserahkan kepada daerah adalah urusan-urusan yang
menjadi urusan rumah tangga dan tanggung jawab daerah adanya
urursan daerah mengharuskan adanya pelaksanaan urusan yang terdiri
dari pegawai daerah yang diangkat dan diberhentikan serta digaji oleh
daerah. Urusan daerah dilaksanakan oleh suatu daerah administratif.
Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dalam usaha
penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai perangkat pemerintah
atas dasar dekosentrasi. Batas daerah administrative adalah sama
dengan batas wilayah. Urusan pemerintahan yang telah dilimpahkan
kepada daerah berdasarkan desentralisasi, pada tingkat kecamatan
kembali dilaksanakan oleh perangkat pemerintahan yang ada di daerah,
yaitu Camat. Berarti camat menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang tidak dilimpahkan maupun yang sudah dilimpahkan kepada
daerah.
d. Tugas Sosial.
Tugas sosial ini mencakup semua tugas yang tidak termasuk tugas
pemerintahan (governmental). Tugas sosial ini merupakan unsure
pembantu untuk suksesnya Camat diwilayah dan membantu dalam
kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, wewenang, tugas, dan
kewajiban Camat meliputi seluruh urusan pemerintahan, urusan umum
56
maupun urusan daerah, dalam ruang lingkup Kecamatan ditambah
dengan tugas-tugas yang bukan termasuk pemerintahan (non
governmental). Semua tugas mempunyai sasaran yang sama, yaitu
meningkatkan taraf hidup masyarakat untuk mencapai masyarakat adil
dan makmur berdasarkan pancasila. Camat harus dinamis, kreatif dan
bekerja sesuai dengan prinsip manajemen dan camat harus terus
berusaha mencapai tujuan diatas dengan membuat rencana yang dapat
dilaksanakan (uitvoerboar). Kegiatan dan hasil yang dicapai Camat
inilah yang menjadi salah satu ukuran tentang sukses atau gagalnya
camat dalam melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajibanya64
Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 Tentang pelimpahan
sebagian kewenangan pemerintahan dari bupati kepada Camat dikatakan bahwa
dalam BAB I Ketentuan umum pasal 1 angka 13 bahwa wewenang Camat adalah
hak dan kewajiban Camat yang merupakan pelimpahan sebagian kewenangan
pemerintahan dari Bupati untuk menentukan kebijakan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan. Angka 14 mengatakan bahwa
kewenangan adalah proses pengalihan kewenangan pemerintahan dari Bupati
kepada Camat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
2.2 Struktur Organisasi Kecamatan
Victor A.Thompson menyatakan bahwa : “suatu organisasi adalah suatu
integrasi dari sejumlah spesialis-spesialis yang bekerja sama dangat rasional dan
64 A’dawiah,Linda diniah,Peranan camat purwokerto selatan dalam penerbitan surat izin
usaha perdagangan (SIUP) dikabupaten banyumas,skripsi,Kementerian pendidikan dan kebudayaan universitas jenderal soedirman fakultas hokum purwokerto,2009,hlm 41-42
57
imperasional untuk mencapai beberapa tujuan spesifik yang telah dirumuskan
sebelumnya.65
Chester Bernard juga mengemukakan tentang organisasi bahwa suatu
organisasi adalah suatu system dari aktivita-aktivita orang yang terkoordinasi
secara sadar atau kekuatan-kekuatan yang terdiri dari dua orang atau lebih.66
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 pasal 32 ayat (1) tentang
organisasi perangkat daerah menyebutkan bahwa:
(1) Kecamatan terdiri dari 1 (satu) sekretariat, paling banyak 5 (lima) seksi, dan
secretariat membawahkan paling banyak 3 (tiga) subbagian.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 pasal 15 yang
mengatur tentang pedoman organisasi kecamatan menyebutkan bahwa susunan
organisasi kecamatan terdiri dari:
a. Camat;
b. Sekretaris kecamatan atau Sekretaris kepala distrik bagi kecamatan di
propinsi papua;
c. Seksi Pemerintahan;
d. Seksi ketentraman dan ketertiban umum;
e. Seksi lain dalam lingkungan kecamatan yang nomenklaturnya disesuaikan
dengan spesifikasi dan karakteristik wilayah kecamatan sesuai kebutuhan
daerah;
f. Kelompok jabatan fungsional.
65Miftah,Thoha,Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara,Jakarta,PT
RajaGrafindo Persada,2005,hlm.125-126 66 Miftah,Thoha,Ibid,hlm.126.
58
Struktur organisasi kecamatan berpedoman pada Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004. Di dalam peraturan tersebut tidak ditemukan ketentuan yang
mengatur mengenai bentuk dan susunan Organisasi Kecamatan, namun hanya
ditemukan ketentuan yang mengatur bahwa susunan organisasi perangkat daerah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 120 ayat (1) dan (2) ditetapkan dalam Perda
dengan memperhatikan factor-faktor tertentu dan berpedoman pada peraturan
pemerintah (pasal 128 ayat (1) UU.No.32 Tahun 2004). Dari ketentuan tersebut
maka struktur organisasi Kecamatan berpedoman pada peraturan daerah
Kabupaten/Kota, yang berbeda-beda dari satu daerah Kabupaten/Kota dengan
daerah Kabupaten/Kota yang lain oleh karena itu susunan organisasi, fungsi dan
tugasnya ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah berdasarkan
kemampuan, kebutuhan dan beban kerja.
3.Kedudukan Hukum Kepegawaian dalam Hukum Administrasi Negara.
a. Pengertian Hukum Kepegawaian
Hukum Kepegawaian yang dipelajari dalam Hukum Administrasi Negara
adalah hukum yang berlaku bagi pegawai yang bekerja pada administrasi negara
berkedudukan sebagai Pegawai Negeri. Materi ini dalam Hukum Kepegawaian
biasanya dikenal dalam studi Hukum Administrasi Negara yaitu hukum mengenai
subyek hukum (person) dalam lapangan administrasi negara yang dalam status
kepegawaian itu merupakan hubungan dinas publik, sedangkan pegawai-pegawai
pada perusahaan swasta yang tidak mempunyai hubungan dinas publik menjadi
59
lapangan studi sendiri, seperti Hukum Perburuhan atau Hukum Perjanjian Kerja
seperti yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.67
Menurut Logemann yang dimaksud dengan hubungan dinas publik adalah
bilamana seseorang mengikatkan dirinya untuk tunduk pada perintah dari
pemerintah untuk melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan yang dalam
melakukan sesuatu atau beberapa macam jabatan itu dihargai dengan pemberian
gaji dan beberapa keuntungan lain. Jadi inti dari hubungan dinas publik itu adalah
adanya kewajiban bagi pegawai yang bersangkutan untuk tunduk dalam
pengangkatan dalam beberapa macam jabatan tertentu yang berakibat bahwa
pegawai yang bersangkutan tidak menolak (menerima tanpa syarat)
pengangkatannya dalam satu jabatan yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Sebaliknya pemerintah berhak mengangkat seseorang pegawai dalam jabatan
tertentu tanpa harus adanya persesuaian kehendak dari yang bersangkutan. Jadi
yang terpenting dari hubungan dinas publik adalah kewajiban dari pegawai yang
bersangkutan untuk tunduk pada pengangkatan oleh pemerintah dalam satu atau
beberapa macam jabatan tertentu.68
Hubungan antara Hukum Kepegawaian dengan Hukum Administrasi
Negara adalah sebagai berikut :
a. Objek Hukum Administrasi Negara adalah kekuasaan pemerintah.
b. Penyelenggaraan pemeintahan sebagian besar dilakukan oleh Pegawai
Negeri.
67Moh.Mahfud MD,Loc.Cit,hlm.1 68 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Fak. Hukum dan PM,
Unpad, Bandung, 1960, hlm 142-143.
60
c. Tugas dan wewenang Pegawai Negeri berupa public service dituangkan
dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 43 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur,
adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan
pembangunan.
d. Hubungan antara Pegawai Negeri dengan negara adalah hubungan dinas
publik.
e. Sengketa kepegawaian merupakan sengketa Tata Usaha Negara.69
4.Obyek Hukum Kepegawaian.
Pengertian Pegawai Negeri
Kranenburg memberikan pengertian dari Pegawai Negeri, yaitu pejabat
yang ditunjuk, jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang
memangku jabatan mewakili seperti anggota parlemen, presiden dan sebagainya.
Logemann dengan menggunakan criteria yang bersifat materiil mencermati
hubungan antara Pegawai Negeri dengan memberikan pengertian Pegawai Negeri
sebagai tiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan Negara.70
Definisi Pegawai negeri ditetapkan dalam pasal 1 angka 1 undang-undang
Republik Indonesia Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas undang-udang
nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok kepegawaian dengan perumusan
sebagai berikut:
69 Sri hartini, dkk, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008,hlm
16. 70 Sri hartini, dkk.Ibid.hlm.1
61
Pegawai negeri adalah setiap warga negara republik indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas negara lainnya, dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Moh. Mahfud MD, pengertian Pegawai Negeri dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1. Pengertian Stipulatif
Pengertian yang bersifat stipulatif (penetapan tentang makna yang
diberikan oleh UU tentang Pegawai Negeri terdapat dalam Pasal 1 angka
1, yang berkaitan dengan masalah hubungan pegawai negeri dengan
hukum administrasi dan Pasal 3 UU No. 43 Tahun 1999, yang berkaitan
dengan masalah hubungan pegawai negeri dengan pemerintah, atau
mengenai kedudukan pegawai negeri. Pengertian stipulatif tersebut
selengkapnya berbunyi sebagai berikut :
Pasal 1 angka 1 :
Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang
dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas Negara
lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 3 :
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
62
professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara,
pemerintahan, dan pembangunan.
2. Pengertian Ekstentif (Perluasan Pengertian)
Disamping pengertian stipulatif tersebut diatas ada beberapa golongan
pegawai yang sebenarnya bukan pegawai negeri menurut UU No. 43
Tahun 1999 tetapi dalam hal tertentu dianggap sebagai dan diperlakukan
sama dengan Pegawai Negeri. Perluasan tersebut antara lain terdapat
dalam :
a. Ketentuan yang terdapat dalam pasal 415-437 KUH Pidana, mengenai
kejahatan jabatan. Menurut pasal-pasal tersebut tersebut orang yang
melakukan kejahatan jabatan adalah mereka yang melakukan
kejahatan berkenaan dengan tugasnya sebagai orang yang diserahi
satu jabatan publik baik tetap maupun sementara. Jadi orang yang
diserahi jabatan publik itu belum tentu Pegawai Negeri, menurut UU
no. 43 Tahun 1999, jika melakukan kejahatan dalam kualitasnya
sebagai pemegang jabatan publik maka ia dianggap dan diperlakukan
sama dengan Pegawai Negeri khusus untuk kejahatan yang dilakukan.
b. Ketentuan pasal 92 KUH pidana yang berkaitan dengan status anggota
dewan rakyat, dewan daerah dan kepala desa. Mereka (yang
disebutkan dalam Pasal 92 KUH Pidana) bukanlah pegawai negeri
menurut pengertian UU No.43 Tahun 1999, tetapi jika terjadi
kejahatan dalam kualitas/kedudukan masing-masing, maka mereka itu
dianggap dan diperlakukan sama dengan pegawai negeri.
63
c. Ketentuan UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. UU No. 3 Tahun 1971 ini memperluas juga
pengertian pegawai negeri sehingga mencangkup “orang-orang yang
menerima gaji atau upah atau keuangan Negara atau keuangan daerah,
atau badan hukum yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau
keuangan daerah atau badan-badan hukum lain yang mempergunakan
modal dan kelonggaran dari Negara atu masyarakat”. Mereka tersebut
boleh jadi bukan pegawai negeri menurut UU No. 43 Tahun 1999,
tetapi jika melakukan korupsi mereka dianggap dan diperlakukan
sama dengan pegawai negeri, khusus dalam kaitanya dengan tindak
korupsinya itu, artinya bias dituntut dengan sanksi pidana sesuai
dengan UU No. 3 Tahun 1971.
d. Ketentuan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1974 tentang
Pembatasan kegiatan Pegawai Negeri Dalam Usaha Swasta. Ada
beberapa golongan yang bukan pegawai negeri menurut pengertian
UU No. 43 Tahun 1999, tetapi PP No. 6 Tahun 1974 memberikan
perluasan sehingga mencangkup banyak pegawai lainnya.71
Berdasarkan rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai unsur-
unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat disebut Pegawai Negeri
adalah :
71 Moh. Mahfud MD, op.cit, hlm 8-10.
64
a) Seseorang yang memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan
peraturan dalam perundang-undangan yang berlaku;
b) Diangkat oleh pejabat yang berwenang;
c) Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau tugas Negara lainnya;
d) Digaji menurut peraturan perundangan yang berlaku.
4.1 Jenis Pegawai Negeri Sipil
Undang-undang No.43 Tahun 1999 dalam Pasal 2 ayat (1) membagi
Pegawai Negeri menjadi :
1. Pegawai Negeri Sipil;
2. Anggota Tentara Nasional Indonesia;
3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-undang No.43 Tahun 1999 dalam Pasal 2 ayat (1) tidak
menyebutkan apa yang dimaksud pengertian masing-masing bagiannya, namun
disini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai
Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri bukan anggota Tentara Nasional Indonesia
dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.72
Berdasarkan penjabaran diatas, Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian
dari pegawai negeri yang merupakan aparatur Negara. Menurut UU No.43 Tahun
1999 pasal 2 ayat(2) Pegawai Negeri Sipil dibagi menjadi :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat
Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya
dibebankan pada Anggaran pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada
72 Sri hartini, dkk.Op.Cit.hlm 36
65
Departemen,Lembaga pemerintah Nondepartemen, Kesekretariatan Lembaga
Negara,Instansi Vertikal di Daerah Provinsi Kabupaten/Kota, Kepaniteraan
Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas Negara lainya.
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah
Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil daerah
provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah dan bekerja pada pemerintah daerah, atau dipekerjakan diluar
instansi induknya. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah
yang diperbantukan diluar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang
menerima perbantuan.73
Di samping pegawainegeri sebagaimana yang dimaksud pada pasal 2 ayat
(1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap. Pegawai
tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna
melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis
professional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
organisasi. Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri.
Penamaan pegawai tidak tetap mempunyai arti sebagai pegawai diluar PNS dan
pegawai lainya (tenaga kerja). Penamaan pegawai tidak tetap merupakan salah
satu bentuk antisipasi pemerintah terhadap banyaknya kebutuhan pegawai namun
dibatasi oleh dana APBD/APBN dalam penggajianya.74
4.2 Kedudukan, Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil
a. Kedudukan Pegawai Negeri Sipil
73 Sri hartini, dkk.Ibid.hlm.37 74 Sri hartini, dkk.Ibid.hlm.37
66
Kedudukan Pegawai Negeri didasarkan pada Undang-undang Nomor 43
Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1) yaitu Pegawai Negeri sebagai unsur aparatur Negara
yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara,
pemerintah dan pembangunan. Rumusan kedudukan Pegawai Negeri tersebut
bertitik tolak pada pokok pikiran bahwa Pemerintah tidak hanya menjalankan
fungsi pembangunan, atau dengan kata lain Pemerintah bukan hanya
melaksanakan tertib Pemerintahan, tetapi juga harus mampu menggerakkan dan
memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak.75
Pegawai Negeri mempunyai peranan amat penting sebab pegawai negeri
merupakan unsur aparatur Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan Negara. Kelancaran pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan nasional terutama sekali tergantung pada
kesempurnaan aparatur Negara yang pada pokoknya tergantung juga dari
kesempurnaan pegawai negeri (sebagian dari aparatur Negara)
Dalam konteks hukum publik, pegawai negeri sipil bertugas membantu
presiden sebagai kepala pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan,
tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan, dalam arti kata wajib
mengusahakan agar setiap peraturan perundang-undangan ditaati oleh masyarakat.
Di dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan pada umumnya, kepada
pegawai negeri diberikan tugas kedinasan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.
Sebagai abdi Negara seorang pegawai negeri juga wajib setia dan taat kepada
75 Moh.Mahfud MD, op.cit, hal 23.
67
pancasila sebagai falsafah dan ideology Negara, kepada Undang-Undang Dasar
1945, kepada Negara, dan kepada pemerintah. Pegawai Negeri Sipil sebagai
unsure aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat dituntut untuk dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik, karenanya ia harus mempunyai kesetiaan,
ketaatan penuh terhadap pancasila, UUD 1945, Negara dan pemerintah sehingga
dapat memusatkan segala perhatian dan pikiran serta mengerahkan segala daya
upaya dan tenaganya untuk menyelenggarakan tugas pemerintah dan
pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.76
4.3 Kewajiban dan Hak Pegawai Negeri Sipil
Setiap Pegawai Negeri Sipil harus mengetahui hak dan kewajiban
sebagai pegawai. Hak Pegawai Negeri merupakan suatu pemberian dan
penghargaan dari Negara kepada pegawainya sebagai imbalan atas jasa-
jasanya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Kewajiban Pegawai Negeri Sipil
adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan atau tidak dilakukan oleh
setiap Pegawai Negeri Sipil berdasarkan peraturan perundang-undangan.77
1) Kewajiban-Kewajiban Pegawai Negeri Sipil
Menurut Sastra Djatmika dan Marsono dalam bukunya “Hukum
Kepegawaian di Indonesia” kewajiban-kewajiban Pegawai Negeri dapat
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
1. Kewajiban-kewajiban yang ada hubungannya dengan tugas dalam
jabatan. Kewajiban-kewajiban tersebut yaitu berupa tugas pokok
76 Sri hartini, dkk.Op.Cit.hlm 38-39. 77Sastra Djatmika,Marsono, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan, Jakarta,1982,
hlm 163.
68
dan fungsi kesatuan organisasi yang berhubungan dengan tugas
dalam jabatan yang sudah ditetapkan secara terperinci oleh
masing-masing menteri.
2. Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan
tugas dalam jabatan, melainkan dengan kedudukannya sebagai
Pegawai Negeri pada umumnya, sebagai unsur aparatur Negara,
abdi Negara dan abdi masyarakat.
3. Kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan ketaatan dengan
rahasia jabatan.78
Adapun kewajiban yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil menurut
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dari ketiga
pasal tersebut, maka kewajiban Pegawai Negeri Sipil meliputi lima hal
sebagai berikut :
1. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan
pemerintah
2. Menaati peraturan perundang-undangan dan melaksanakan tugas
kedinasan
3. Menyimpan rahasia jabatan
4. Mengangkat sumpah/janji pada pengangkatan pertama
5. Mengangkat sumpah dan janji dalam memangku jabatan
78 Loc.Cit.
69
Sri Hartini, dkk dalam buku Hukum Kepegawaian di Indonesia
menyatakan bahwa untuk menjunjung tinggi kedudukan Pegawai Negeri Sipil,
diperlukan elemen-elemen penunjang kewajiban meliputi kesetiaan, ketaatan,
pengabdian, kesadaran, tanggungjawab, jujur, tertib, bersemangat dengan
memegang rahasia negara dan melaksanakan tugas kedinasan.
a. Kesetiaan berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk
mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab. Pada
umumnya kesetiaan timbul dari pengetahuan dan pemahaman dan
keyakinan yang mendalam terhadap apa yang disetiai, oleh karena
itu setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mempelajari, memahami,
menghayati dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 pada
dasarnya dirumuskan secara singkat, oleh karena itu setiap Pegawai
Negeri Sipil berkewajiban untuk menjabarkan dan melaksanakan
sacara taat asas, kreatif dan konstruktif terhadap nilai-nilai yang
terkandung, baik dalam tugas maupun dalam sikap, perilaku dan
perbuatannya sehari-hari. Pelanggaran terhadap disiplin,
pelanggaran hukum dalam dinas maupun di luar dinas secara
langsung maupun tidak langsung merupakan pelanggaran terhadap
nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
b. Ketaatan berarti kesanggupan seseorang untuk menaati segala
peraturan perundang-undangan dan peraturan (kedinasan) yang
70
berlaku serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang
ditentukan.
c. Pengabdian (terhadap negara dan masyarakat) merupakan
kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia
dalam hubungan formal baik dengan negara secara keseluruhan
maupun dengan masyarakat secara khusus.
d. Kesadaran berarti merasa, tahu dan ingat (pada keadaan yang
sebenarnya) atau keadaan ingat (tahu) akan dirinya.
e. Jujur berarti lurus hati; tidak curang (lurus adalah tegak benar),
terus terang (benar adanya). Kejujuran adalah ketulusan hati
seseorang dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak
menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya atau
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya apabila terdapat
sesuatu hal, boleh dituntut dan dipersalahkan.
f. Menjunjung tinggi berarti memuliakan atau menghargai dan
menaati martabat bangsa. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa
dan negara mengandung arti bahwa norma-norma yang hidup
dalam bangsa dan Negara Indonesia harus dihormati. Setiap
Pegawai Negeri Sipil harus menghindari tindakan dan tingkah laku
yang dapat menurunkan atau dapat mencemarkan kehormatan
bangsa dan negara.
g. Cermat berarti (dengan seksama); (dengan) teliti; dengan sepenuh
minat (perhatian).
71
h. Tertib berarti menaati peraturan yang baik, aturan yang bertalian
dengan baik.
i. Semangat berarti jiwa kehidupan yang mendorong seseorang untuk
bekerja keras dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan tugas
dalam rangka pencapaian tujuan. Bersemangat berarti ada
semangatnya, mengandung semangat. Biasanya semangat timbul
karena keyakinan atas kebenaran dan kegunaan tujuan yang akan
dicapai.
j. Rahasia berarti sesuatu yang bersembunyi (hanya diketahui oleh
seseorang atau beberapa orang saja; ataupun sengaja
disembunyikan supaya orang lain tidak mengetahuinya). Rahasia
dapat berupa rencana, kegiatan atau tindakan yang akan, sedang
atau telah dilaksanakan yang dapat menimbulkan kerugian atau
bahaya, apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh orang
yang tidak berhak.
k. Tugas Kedinasan berarti sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang
ditentukan untuk dilakukan terhadap bagian pekerjaan umum yang
mengurus sesuatu pekerjaan tertentu.79
4.4 Hak-hak Pegawai Negeri Sipil
Hak-hak Pegawai Negeri Sipil tercantum dalam Pasal 7-10
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah :
79 Sri Hartini, dkk, op. cit, hal 40-41.
72
1. Hak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban
kerja dan tanggung jawabnya (Pasal 7),
Setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai
dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Gaji merupakan
balas jasa atau penghargaan atas hasil kerja seseorang yang terdiri
dari gaji pokok dan tunjangan-tunjangan.
2. Hak untuk cuti (Pasal 8),
Yang dimaksud dengan cuti adalah tidak masuk kerja yang
diijinkan dalam jangka waktu tertentu. Dalam rangka usaha untuk
menjamin kesegaran jasmani dan rohani serta untuk kepentingan
Pegawai Negeri perlu diatur pemberian cuti. Cuti Pegawai Negeri
terdiri dari, cuti tahunan, cuti sakit, cuti karena alasan penting, cuti
besar, cuti bersalin, dan cuti di luar tanggungan Negara. Cuti besar
dapat digunakan oleh Pegawai Negeri yang bersangkutan untuk
memenuhi kewajiban agama, seperti menunaikan ibadah haji.
3. Hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan (Pasal 9 ayat (1)),
Dalam menjalankan tugas kewajiban selalu ada kemungkinan
bahwa Pegawai Negeri menghadapi risiko. Apabila seorang
Pegawai Negeri mengalami kecelakaan dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya, maka ia berhak memperoleh
perawatan dan segala biaya perawatan itu ditanggung oleh Negara.
4. Hak untuk mendapatkan tunjangan cacat (Pasal 9 ayat (2)),
73
Pegawai Negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan
karena menjalankan tugas kewajibannya yang mengakibatkan ia
menderita cacat jasmani atau cacat rohani yang mengakibatkan ia
tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga, berdasarkan
keterangan dari Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau
Dokter Penguji Tersendiri, maka disamping pensiun yang berhak
diterimanya, kepadanya diberikan tunjangan bulanan yang
memungkinkan dapat hidup dengan layak.
5. Hak untuk mendapatkan uang duka (Pasal 9 ayat (3)),
H. Nainggolan dalam bukunya yang berjudul Pembinaan Pegawai
Negeri Sipil, menegaskan bahwa setiap Pegawai Negeri yang
tewas, keluarganya berhak memperoleh uang duka. Yang dimaksud
dengan tewas, ialah :
a. meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas
kewajibannya;
b. meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya
dengan dinasnya, sehingga kematian itu disamakan dengan
meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas
kewajibannya;
c. meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka atau cacat
jasmani atau cacat rohani yang didapat dalam dan karena
menjalankan tugas kewajibannya;
74
d. meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak
bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap
anasir itu.80
6. Hak mendapatkan pensiun (Pasal 10).
Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap
Pegawai Negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya
kepada Negara. Pada pokoknya adalah menjadi kewajiban dari
setiap orang untuk berusaha menjamin hari tuanya, dan untuk ini
setiap Pegawai Negeri wajib menjadi peserta dari sesuatu badan
asuransi sosial yang dibentuk oleh Pemerintah. Karena pensiun
bukan saja sebagai jaminan hari tua, tetapi juga adalah sebagai
balas jasa, maka Pemerintah memberikan sumbangannya kepada
Pegawai Negeri. luran Pensiun Pegawai Negeri dan sumbangan
Pemerintah tersebut dipupuk dan dikelola oleh badan asuransi
sosial.
4.5 Disiplin
1. Pengertian Disiplin
Pengertian disiplin dapat dikonotasikan sebagai suatu hukuman, meskipun arti
yang sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal dari bahasa latin
“Disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta
pengembangan tabiat jadi sifat disiplin berkaitan dengan pengembangan sikap
yang layak terhadap pekerjaan. Di dalam buku Wawasan Kerja Aparatur Negara
80 H.Nainggolan, Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, Institut Jakarta, Jakarta, 1987, hal 37.
75
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan disiplin adalah “sikap mental yang
tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat
berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan
Pemerintah atau etik, norma serta kaidah yang berlaku dalam masyarakat”.
Menurut Sutopo Yuwono di dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar
Produksi, diungkapkan bahwa disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau
kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi
keputusan yang telah ditetapkan.81
Disiplin dapat juga diartikan sebagai adanya suatu ketertiban dan keselarasan
dalam tingkah laku pergaulan anggota masyarakat menurut peraturan yang
berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis. Disiplin bisa dilihat apabila orang-
orang atau pegawai-pegawai dengan senang hati dan sadar melaksanakan dan
menaati segala aturan-aturan dan norma-norma yang telah ada.
4.6 Pengertian Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri
Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang
apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.82
Kewajiban dan larangan itu harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri
Sipil dengan konsekuensi apabila Pegawai Negeri Sipil melakukan
pelanggaran atas ketentuan-ketentuan tersebut maka dapat dijatuhi hukuman
atau sanksi karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
81http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33097/3/ChapterII.pdf.diakses pada
tanggal 25/1/2013 82PP No. 53 Tahun2010 Pasal 1 ayat 1
76
4.7 Indisipliner
Dalam rumusan Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa pelanggaran disiplin
adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajiban
dan atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di
dalam maupun diluar jam kerja.
Sebagai bentuk pelanggaran ucapan itu adalah setiap kata-kata yang di ucapkan
di hadapan atau dapat didengar oleh orang lain seperti rapat, ceramah, diskusi,
telepon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya. Sedangkan tulisan
adalah pernyataan pikiran atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk huruf-
huruf ( tulisan ) maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan dan lain -lain
yang serupa dengan itu. Adapun yang dimaksud dengan perbuatan adalah setiap
tingkah laku, sikap atau tindakan.
Dikategorikan sebagai Indisipliner adalah setiap perbuatan memperbanyak,
mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, menawarkan, menyimpan,
memiliki tulisan atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar
ketentuan tentang kewajiban dan larangan kecuali apabila hal itu dilakukan untuk
kepentingan dinas.
4.8 Sanksi
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin ( indisipliner )
akan diberikan sanksi. Dalam hukum dikenal ada beberapa sanksi yaitu sanksi
pidana, sanksi perdata dan sanksi administrasi. Dalam hukum administrasi
khususnya pada ruang lingkup kepegawaian sanksi yang dijatuhkan berupa sanksi
administrasi yang kaitannya dengan pelanggaran ketentuan tentang perkawinan
77
dan perceraian yaitu berupa penjatuhan hukuman disiplin. Sanksi administrasi
yang berupa hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai
Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Menurut Pasal 7
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negeri Sipil, ada beberapa tingkat sanksi administrasi yang berupa hukuman
disiplin, yaitu :
Tingkat hukuman disiplin terdiri dari :
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang;
c. hukuman disiplin berat.
Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari :
a. teguran lisan;
b. tegoran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama satu tahun;
b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1
tahun; dan
c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun.
Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari :
a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling
lama 1 tahun;
78
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan tidak hormat atas permintaan sendiri sebagai Pegawai
Negeri Sipil; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Sanksi indisipliner dilakukan untuk mengarahkan dan memperbaiki
perilaku pegawai dan bukan untuk menyakiti. Tindakan disipliner hanya
dilakukan pada pegawai yang tidak dapat mendisiplinkan diri, menentang/tidak
dapat mematuhi praturan/prosedur organisasi. Melemahnya disiplin kerja akan
mempengaruhi moral pegawai maupun pelayanan publik secara langsung, oleh
karena itu tindakan koreksi dan pencegahan terhadap melemahnya peraturan harus
segera diatasi oleh semua komponen yang terlibat dalam organisasi.
1. Sanksi Hukum Administrasi Negara
Sanksi dalam hukum administrasi yaitu alat kekuasaan yang bersifat
hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas
ketidak patuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma hukum
administrasi negara. Berdasarkan definisi ini tampak ada empat unsur sanksi
dalam hukum administrasi negara, yaitu alat kekuasan (machtmiddelen),
bersifat hukum publik (publiekrechtelijke), digunakan oleh pemerintah
(overheid), sebagai reaksi atas ketidakpatuhan (reactie op niet-naleving).83
Menurut Philipus M. Hadjon dalam bukunya Pengantar Hukum
Administrasi Indonesia, menyatakan bahwa peran penting dalam pemberian
83 Ridwan HR, op.cit, hal 311.
79
sanksi dalam hukum administrasi meliputi 3 sanksi hukum, yaitu : sanksi
administrasi, sanksi pidana, dan sanksi perdata.
a. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi adalah sanksi yang muncul dari hubungan
antara pemerintah dengan warga negara dan yang dilaksanakan tanpa
perantara pihak ketiga, yaitu tanpa perantara kekuasaan peradilan, tetapi
dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri.
Macam-Macam Sanksi Administrasi yaitu :
a. Paksaan Pemerintah (Bestuurdwang)
Paksaan pemerintah adalah tindakan nyata yang dilakukan oleh organ
pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan,
mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan
semula apa yang telah dilakukan yang bertentangan dengan
kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan.
b. Penarikan Kembali Keputusan (Ketetapan) yang menguntungkan (ijin,
pembayaran, subsidi)
Penarikan kembali keputusan/ketetapan yang menguntungkan artinya
ketetapan itu memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan
untuk memperoleh sesuatu melalui ketetapan atau bilamana ketetapan
itu memberikan keringanan beban yang ada atau yang mungkin ada.
c. Pengenaan denda administratif (administratif boete)
80
Denda administratif dapat dilihat contohnya pada fiskal yang ditarik
oleh inspektur pajak dengan cara meninggikan pembayaran dari
ketentuan semula sebagai akibat dari kesalahannya. Denda
administratif tidak lebih dari sekedar reaksi dari pelanggaran norma
yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti terutama denda
administratif yang terdapat dalam hukuman pajak.
d. Pengenaan Uang Paksa Oleh Pemerintah (Dwangsom)
Uang paksa, sebagai “ hukuman atau denda”, jumlahnya berdasarkan
syarat dalam perjanjiannya, yang harus dibayar karena tidak
menunaikan, tidak sempurna melaksanakan dengan biaya ganti
kerugian, kerusakan dan pembayaran bunga. Dalam hukuman
administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada
seseorang atau warga Negara yang tidak mematuhi atau melanggar
ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai alternatif dari
tindakan paksa pemerintah.
Ditinjau dari segi sasarannya, dalam hukum administrasi dikenal
dua jenis sanksi, yaitu :
a. Sanksi reparatoir (reparatoire sancties)
Sanksi reparatoir adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas
pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada
kondisi semula atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan
hukum. Dengan kata lain, mengembalikan pada keadaan semula
sebelum terjadinya pelanggaran. Contoh dari sanksi reparatoir adalah
81
paksaan pemerintah (bestuursdwang) dan pengenaan uang paksa
(dwangsom).
b. Sanksi punitif (punitieve sancties)
Sanksi punitif adalah sanksi yang semata-mata ditujukan memberikan
hukuman pada seseorang. Contoh dari sanksi punitif adalah
pengenaan denda administrasi (bestuursboete).84
Berbicara mengenai sanksi hukum dapat dikaitkan dengan asas-
asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) yang merupakan salah satu
bentuk hukum tidak tertulis di Indonesia. Meskipun asas umum
pemerintahan yang baik tidak memiliki dasar yuridis yang formal namun
di Indonesia, merupakan salah satu sumber hukum administrasi Negara
dalam hukum positif. Sebagai dasar berlakunya AUPB di Indonesia adalah
Juklak MA Nomor 52/TUN/III/1992, yang menyatakan bahwa ” dalam hal
hakim mempertimbangkan adanya AUPB sebagai alasan pembatalan
KTUN, maka hal tersebut tidak perlu dimasukan dalam diktum, melainkan
cukup dalam pertimbangan dengan menyebut asas mana dari AUPB yang
dilanggar dan akhirnya harus mengacu pada Pasal 53 Ayat (2) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Menurut Prof. Kuncoro Purbopranoto dan SF. Marbun, macam-
macam AUPB dapat diterapkan di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Asas kepastian hukum;
2. Asas keseimbangan;
84 Ibid, hal 316.
82
3. Asas kesamaan;
4. Asas kecermatan;
5. Asas motivasi untuk setiap keputusan;
6. Asas permainan yang layak;
7. Asas keadilan dan kewajaran;
8. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar;
9. Asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi;
10. Asas kebijaksanaan;
11. Asas penyelenggaraan kepentingan umum.85
b. Sanksi Pidana
Pelaksanaan tugas-tugas pemerintahaan antara lain menuntut
terciptanya suasana tertib, termasuk tertib hukum. Pembangunan negara
merupakan bagian mendasar dari pelaksanaan tugas-tugas pemerintahaan
karena hal tersebut tidak terlepas dari upaya pemberian pelayanan pada
masyarakat dan para warga. Dalam rangka mewujudkan suasana tertib itu,
maka berbagai progam dan kebijakan pembangunan negara perlu didukung
dan ditegakkan oleh seperangkat kaidah peraturan perundang-undangan
yang antara lain memuat aturan dan pola perilaku tertentu, berupa
larangan-larangan, kewajiban-kewajiban dan anjuran-anjuran. Tiada
gunanya memberlakukan kaidah-kaidah hukum manakala kaidah-kaidah
itu tidak dapat dipaksakaan melalui sanksi dan menegakan kaidah-kaidah
dimaksudkan secara prosedural. Salah satu upaya pemaksaan hukum
85 Philipus M, Hadjon,dkk, op.cit, hal 192.
83
tersebut, adalah melalui pemberlakuan hukum pidana terhadap pihak
pelanggar, mengingat sanksi pidana membawa serta akibat hukum yang
berpaut dengan kemerdekaan pribadi (berupa pidana penjara, kurungan
yang berupa pengenaan denda) dari pelanggar yang bersangkutan. Itulah
sebabnya, hampir berbagai ketentuan kaidah perundang-undangan
(termasuk utamnya dibidang pemerintahan dan pembangunan Negara)
selalu disertai dengan pemberlakuan sanksi pidana. Sanksi-sanksi pidana
yang dimaksud, diberlakukan baik pada Undang-Undang (produk
legislatif) maupun pada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah,
termasuk Peraturan Daerah (Perda).
c. Sanksi Perdata
Dalam hukum perdata pada umumnya tidak memberi pengaturan
secara tegas mengenai pengenaan sanksi, berbeda dengan sanksi hukum
administrasi, yang mana prosedur sanksi administrasi dapat dilakukan
langsung oleh pemerintah tanpa melalui peradilan sedangkan dalam sanksi
keperdataan, prosedur sanksinya dapat dilakukan melalui peradilan (yaitu
melalui hakim perdata Pengadilan Negeri). Bilamana terjadi suatu
keterikatan perdata antara seseorang dengan ikatan hukum perdata
(misalnya kontrak) dimana pihak yang lalai atau tidak memenuhi
kewajiban dapat digugat oleh pihak yang lain melalui hakim perdata
Pengadilan Negeri, atau dengan kata lain pihak yang merasa
kepentingannya dirugikan dapat mengajukan tuntutan ganti rugi melalui
peradilan. Jadi pada intinya, khusus untuk sanksi perdata, pemerintah
84
dapat menggunakan dalam kapasitas suatu Badan Hukum atau Pengadilan
Negeri untuk mempertahankan hak-hak keperdataan seseorang yang
merasa dirugikan atau dilanggar.86
Penerapan sanksi secara bersama-sama antara hukum administrasi
dengan hukum lainya dapat terjadi, yakni komulasi internal dan komulasi
eksternal. Komulasi internal merupakan dua atau lebih sanksi administrasi
secara bersama-sama, misalnya penghentian pelayanan administrasi
dan/atau pencabutan ijin dan/atau pengenaan denda. Komulasi eksternal
merupakan penerapan sanksi administrasi secara bersama-sama dengan
sanksi lain, seperti sanksi pidana atau sanksi perdata. Sanksi pidana dapat
diterapkan bersama-sama dengan sanksi administarsi, artinya tidak
diterapkan prinsip “nebis in idem”.
Ada tiga perbedaan sanksi administrasi dengan sanksi pidana.
Dalam sanksi administrasi, sasaran penerapannya ditujukan pada
perbuatan, sedangkan dalam sanksi pidana ditujukan pada pelaku. Sifat
sanksi administrasi adalah reparatoir condemnatoir, yaitu pemulihan
kembali pada keadaan semula dan memberikan hukuman, sedangkan
dalam sanksi pidana bersifat condemnatoir. Prosedur sanksi administrasi
dilakukan secara langsung oleh pemerintah, tanpa melalui peradilan,
sedangkan prosedur dalam sanksi pidana harus melalui proses peradilan.87
86 Philipus M, Hadjon,dkk, op.cit, hal 245. 87 Ibid, hal 237.
85
4.9 Penjatuhan Hukuman Disiplin
Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yg berwenang wajib
memeriksa PNS yg disangka melanggar untuk mengetahui :
a. Apakah PNS yang bersangkutan benar/tidak melakukan pelanggaran?.
b. Faktor-faktor yang mendorong/menyebabkan yang bersangkutan melakukan
pelanggaran
Hal- hal yang memberatkan dan meringankan :
a. Seberapa jauh sistem/mekanisme kerja telah rusak akibat pelanggaran
disiplin tersebut
b. Seberapa jauh/besar pelanggaran tersebut telah menyebabkan kerugian
kepada Negara
Hal-hal yang perlu diperhatikan
a. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yg berwenang wajib
memeriksa PNS yg disangka melanggar.
b. Pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti dan objektif
c. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup
Pemeriksaan dapat mendengar atau meminta keterangan orang lain (pasal 26
PP No. 53 Tahun 2010)
86
BAB III
Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode merupakan cara kerja yang bersistem yang dimaksudkan untuk
memberikan kemudahan dalam pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang telah ditentukan88. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini
adalah Yuridis Normatif atau legal approach, yaitu penelitian yang difokuskan
untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
positif89. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis
yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang.
Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat
mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.90 Objek
yang ada kemudian diteliti dengan pendekatan yang terdiri dari :
a. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach)
Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan
dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut-paut
dengan permasalahan yang diteliti91. Pendekatan Perundang-undangan
digunakan berkenaan dengan peraturan hukum yang mengatur mengenai
Kewenangan Camat sebagaimana telah ditetapkan dalam undang-undang.
88 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua. Jakarta: Balai Pustaka,1991, hlm652.
89 Johny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Banyumedia,2006, hlm. 295.
90 Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia,1988, hlm. 13-14.
91 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Kencana,2005 hlm. 70.
87
Dalam penelitian ini, peneliti menelaah peraturan yang berkaitan dengan
konsep kewenangan camat di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon,
dimana aturan yang diteliti merupakan sistem yang tertutup, artinya terpisah
dari aspek-aspek yang lain, seperti sosial, budaya dan sebagainya. Tentunya
peneliti juga tidak meninggalkan sifat dari pendekatan Undang-undang ini
yaitu :
a. Comprehensive artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya terkait
antara satu dengan lain secara logis.
b. All-inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu
menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak akan ada
kekurangan hukum.
c. Systematic bahwa disamping bertautan antara satu dengan yang lain,
norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis.92
a. Pendekatan Analisis (analytical approach)
Pendekatan analisis adalah pendekatan dengan menganalisa bahan hukum
untuk mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan
dalam peraturan perundang-undangan93. Pendekatan Analisis (Analytical
Approach) dimaksudkan untuk mengetahui makna yang dikandung oleh
istilah-istilah hukum yang berkaitan dengan pengaturan terhadap kewenangan
Camat yang terkandung dalam aturan perundang-undangan secara
konsepsional dan penerapannya dalam praktik serta putusan-putusan hukum.
92 Johny Ibrahim. Op.cit. hlm.302-303. 93 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,2007, hlm.54.
88
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan spesifikasi
penelitian preskriptif, yaitu suatu penelitian yang menetapkan standar,
prosedur, ketentuan-ketentuan dan rambu-rambu dalam melaksanakan aturan
hukum, sehingga apa yang senyatanya ada berhadapan dengan apa yang
seharusnya dan diakhiri dengan memberikan rumusan-rumusan tertentu.94
Dalam spesifikasi penelitian preskriptif ada dua macam spesifikasi penelitian
yaitu inventarisasi peraturan perundang-undangan dan sinkronisasi penelitian
untuk menemukan hukum in concreto. Penelitian ini akan menginventarisir
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kewenangan camat
dalam penegakan disiplin pegawai negeri sipil dan juga untuk menemukan
apakah hukumnya yang sesuai untuk diterapkan in concreto guna
menyelesaikan suatu perkara tertentu,
2. Lokasi Penelitian
Peneliti menggunakan lokasi penelitian di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten
Cirebon, Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman, Perpustakaan Pusat Universitas Jenderal Soedirman, media
internet, Kesbanglimas Kabupaten Cirebon, Badan Kepegawaian, Pendidikan
dan Pelatihan Daerah Kabupaten Cirebon, Pemda Kabupaten Cirebon yang
digunakan dalam pengumpulan bahan hukum.
94 Peter Mahmud Marzuki. Op.Cit. hlm.22-23.
89
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah:
3.1. Data Sekunder
Data sekunder akan dibagi dan diuraikan ke dalam tiga bagian
yaitu:
3.1.1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat
mengikat, terdiri dari:
a. Peraturan dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945,
b. Peraturan Perundang-undangan, antara lain:
b.1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang
pokok-pokok kepegawaian.
b.2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
b.3. PP No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Tahun 74
b.4 Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang
Kecamatan Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 40
b.5 Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 Tentang
pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari
Bupati kepada Camat
90
3.1.2.Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri dari:
a. Pustaka di bidang ilmu hukum,
b. Hasil penelitian di bidang hukum,
c. Artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun internet,
3.1.3. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu
kamus besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, dan kamus-kamus
ilmiah lainnya.
4.1. Data Primer
Data yang langsung diperoleh dengan melakukan penelitian
langsung di lapangan. Dalam hal ini dari data primer adalah hasil
wawancara dengan Camat dan Sekmat Kecamatan kaliwedi kabupaten
cirebon yang digunakan untuk melengkapi kajian secara normatif.
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode yang digunakan hanya digunakan
untuk proses pengumpulan data adalah
a. Data Sekunder, metode pengumpulan data yaitu dengan
menginventarisir peraturan Perundang-undangan untuk dipelajari
sebagai suatu kesatuan yang utuh dan dengan studi kepustakaan,
internet browsing, telaah artikel ilmiah, telaah karya ilmiah sarjana dan
studi dokumen, termasuk di dalamnya karya tulis ilmiah maupun jurnal
surat kabar.
91
b. Data Primer, metode pengumpulan data dengan melakukan penelitian
lapangan langsung pada obyek masalah yang akan diteliti, yaitu
dengan melakukan wawancara dengan Camat dan Sekmat Kecamatan
Kaliwedi Kabupaten Cirebon untuk didapatkan segala informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.
5. Metode Penyajian Data
Metode penyajian bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode display, suatu kegiatan memilah-milah bahan hukum ke dalam
bagian-bagian tertentu yang mendeskripsikan seluruh bahan hukum yang
dikumpulkan. Selanjutnya, bahan hukum disajikan dalam bentuk Teks Naratif,
yaitu suatu penyajian dalam bentuk uraian yang mendasarkan pada teori yang
disusun secara logis dan sistematis. Setelah bahan hukum primer, sekunder
dan tersier dikumpulkan, akan dilakukan klasifikasi dan inventarisasi. Dari
hasil klasifikasi dan inventarisasi tersebut, hasil yang diperoleh akan disusun
secara sistematis dan logis untuk menyelesaikan masalah yang diteliti.
6. Metode Analisis Data
Analisis dimaksudkan untuk mengetahui makna yang dikandung dari
istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara
konsep dan tekhnis penerapannya. Analisis bahan hukum bertujuan untuk
menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan arti atau makna
terhadap bahan hukum yang telah diolah sebelumnya. Penelitian ini
menggunakan logika deduktif melalui metode analisis normatif kualitatif.
Metode analisis normatif kualitatif merupakan cara menginterpretasikan
92
berdasarkan pengertian hukum, norma hukum, teori-teori hukum, serta doktrin
yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Norma hukum diperlukan
sebagai premis mayor, kemudian dikorelasikan dengan fakta-fakta yang
relevan (legal facts) yang dipakai sebagai premis minor dan melalui proses
silogisme akan diperoleh kesimpulan (conclution). Analisis bahan hukum
tersebut dilakukan dengan menggunakan model interpretasi sebagai berikut :
1. Interpretasi sistematis
Menurut P.W.C. Akkerman, interpretasi sistematis adalah interpretasi
dengan melihat kepada hubungan dimana aturan dalam suatu undang-undang
yang saling bergantung. Disamping itu juga harus dilihat bahwa hubungan itu
tidak bersifat teknis, melainkan juga harus dilihat asas yang melandasinya.
Landasan pemikiran interpretasi sistematis adalah undang-undang merupakan
suatu kesatuan dan tidak satu pun ketentuan dalam undang-undang merupakan
aturan yang berdiri sendiri.95
2. Interpretasi gramatikal
Merumuskan suatu aturan perundang-undangan atau suatu perjanjian
seharusnya menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat yang
menjadi tujuan pengaturan hukum tersebut, atau para pihak yang terkait
dengan pembuatan suatu teks perjanjian.96
Peneliti menggunakan kedua model interpretasi tersebut untuk mengetahui
makna ketentuan undang-undang dengan cara menguraikannya menurut
bahasa, susunan kata atau bunyinya tentang Objek yang diteliti.
95 Peter Mahmud Marzuki. (cet.ke-7). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.2007 hlm.112. 96 Johny Ibrahim. Op.cit. hlm.220.
93
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Bahan Hukum Primer.
Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Perundang-undangan yang digunakan dalam
menganalisis kewenangan Camat dalam penegakan disiplin pegawai
negeri sipil daerah (studi dikecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon)
meliputi:
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian.
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah;
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008
tentang Kecamatan;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil;
g. Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2008 Tentang
Organisasi Kecamatan dan Kelurahan di Kabupaten Cirebon;
94
h. Peraturan Bupati Cirebon Nomor 73 Tahun 2008 tentang Rincian,
Tugas, Fungsi dan tata kerja Kecamatan;
i. Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 Tentang pelimpahan
sebagian kewenangan pemerintahan dari bupati kepada camat;
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dasar hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam pasal 18,
18 A, 18 B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Adapun bunyi pasal sebagai berikut:
Pasal 18 ayat (1), (2), (6)
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi,
Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
Pasal 18 A:
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
provinsi, Kabupaten, dan Kota, atau antara provinsi dan Kabupaten dan Kota,
diatur dengan undang undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah.
95
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18 B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang.
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat
beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undangundang.
b. Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 mengatur tentang pokok-pokok
kepegawaian yang menyebutkan bahwa:
Pasal 1
(1) Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan negara atau diserahi tugas negara lainnya, dan
digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pejabat yang berwenang adalah.pejabat yang mempunyai kewenangan
mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pejabat yang berwajib adalah yang karena jabatan atau tugasnya berwenang
melakukan tindakan hukum yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
96
Pasal 2
1. Pegawai Negeri terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Pegawai Negeri Sipil sebagaimamna dimaksud dalam ayat (1) huruf, a terdiri
dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat, dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Pasal 3
(1) Pegawai Negeri berkedudukan sebagal unsur aparatur negara yang bertugas
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil,
dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara,pemerintahan, dan
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.
Pasal 4
Setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 34 A
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil Daerah
dibentuk Badan Kepegawaian Daerah.
(2) Badan Kepegawaian Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
perangkat Daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah
97
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan Daerah .
Camat di dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 disebutkan sebagai
perangkat daerah. Hal ini secara jelas dan tegas disebutkan dalam pasal pasal 2
ayat (1),(2), dan (3) menyebutkan bahwa, “Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten
dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah”, dalam pasal (2)
disebutkan bahwa “Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembatuan”. Ayat (3) disebutkan bahwa “Pemerintahan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah”.
Pasal 120 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, dikatakan bahwa
“Perangkat daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat
DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, Kecamatan dan Kelurahan.jadi
secara hukum posisi Camat adalah sejajar dengan posisi kepala para dinas daerah
maupun lurah. Camat merupakan perpanjangan tangan Bupati. Secara terinci
kewenangan camat dalam pasal 126 ayat (1) dijelaskan bahwa “Kecamatan
dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada Peraturan
Pemerintah”. Dalam pasal 126 ayat (2) dijelaskan bahwa : “Camat yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau
Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”. Sementara pada
98
ayat (3) dijelaskan bahwa Camat juga menyelenggarakan tugas umum
pemerintahan meliputi:
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum;
c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-
undangan;
d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
Kecamatan;
f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau Kelurahan;
g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau
Kelurahan.
(4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota
atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang
menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab
kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.
(6) Perangkat Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab
kepada Camat.
99
(7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4),
ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan Bupati atau Walikota
dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah.
1) Pasal 35 ayat (1) Sekretaris Daerah merupakan jabatan Struktural eselon IIa.
2) Asisten, sekretaris DPRD, kepala dinas, kepalabadan, inspektur, Direktur
rumah sakit umum daerah kelas A dan kelas B, dan direktur rumah sakit
khusus daerah kelas A merupakan jabatan struktural eselon IIb.
3) Kepala kantor, camat, kepala bagian, sekretaris pada dinas, badan dan
inspektorat, inspektur pembantu, direktur rumah sakit umum daerah kelas C,
direktur rumah sakit khusus daerah kelas B, wakil direktur rumah sakit umum
daerah kelas A dan kelas B, dan wakil direktur rumah sakit khusus daerah kelas
A merupakan jabatan struktural eselon IIIa.
4) Kepala bidang pada dinas dan badan, kepala bagian dan kepala bidang pada
rumah sakit umum daerah, direktur rumah sakit umum daerah kelas D, dan
sekretaris camat merupakan jabatan struktural eselon IIIb.
5) Lurah, kepala seksi, kepala subbagian, kepala subbidang, dan kepala unit
pelaksana teknis dinas dan badan merupakan jabatan struktural eselon IVa.
6) Sekretaris kelurahan, kepala seksi pada kelurahan, kepala subbagian pada unit
pelaksana teknis, kepala tata usaha sekolah kejuruan dan kepala subbagian
pada sekretariat kecamatan merupakan jabatan struktural eselon IVb.
100
7) Kepala tata usaha sekolah lanjutan tingkat pertama dan kepala tata usaha
sekolah menengah merupakan jabatan struktural eselon Va.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Kecamatan
Dijelaskan bahwa dalam peraturan pemerintah Nomor 19 tahun 2008 juga
mengatur mengenai tugas umum pemerintah dan kewenangan pemerintahan yang
dilimpahkan oleh Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah.Dalam pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa “Kecamatan dibentuk di wilayah
kabupaten/kota dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah ini”.
Tugas umum pemerintahan dalam peraturan ini diatur dalam pasal 14 yang
berbunyi sebagai berikut:(1) Kecamatan merupakan perangkat daerah
kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah
kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat.(2) Camat berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah. Pasal 15
ayat (1) menyebutkan bahwa Camat menyelenggarakan tugas umum
pemerintahan yang meliputi:
a. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
c. Mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
d. Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e. Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan;
f.Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; dan
101
g.Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
Pasal 15 ayat (2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat
melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/walikota
untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek:
a. Perizinan;
b. Rekomendasi;
c. Koordinasi;
d. Pembinaan;
e. Pengawasan;
f. Fasilitasi;
g. Penetapan;
h. Penyelenggaraan; dan
i. Kewenangan lain yang dilimpahkan.
(3) Pelaksanaan kewenangan Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencakup penyelenggaraan urusan pemerintahan pada lingkup kecamatan
sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Pelimpahan sebagian wewenang bupati/Walikota kepada Camat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan kriteria eksternalitas dan
efisiensi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang Camat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
102
dengan Peraturan Bupati/Walikota berpedoman pada Peraturan Pemerintah
ini.
Tugas umum pemerintahan yang terdapat dalam pasal 15 dijelaskan dalam
pasal 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil menyebutkan bahwa:
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
(1). Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil
untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak
ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
(2). Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah PNS Pusat dan
PNS Daerah.
(3). Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang
tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS,
baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
(4). Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada PNS karena
melanggar peraturan disiplin PNS.
Pasal 3
Setiap PNS wajib:
(1) Mengucapkan sumpah/janji PNS;
(2) Mengucapkan sumpah/janji jabatan
103
(3) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Pemerintah;
(4) Menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan;
(5) Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran,dan tanggung jawab;
(6) Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah,dan martabat PNS;
(7) Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang,
dan/atau golongan;
(8) Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan;
(9) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
negara;
(10) Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal
yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di
bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
(11) Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
(12) Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
(13) Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-
baiknya;
(14) Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
(15). Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
(16) Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
104
(17) Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 7
(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. Hukuman disiplin ringan;
b. Hukuman disiplin sedang; dan
c. Hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri dari:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis; dan
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis
(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri dari:
a. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
terdiri dari:
a. Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. Pembebasan dari jabatan;
d. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS;
dan
105
e. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Dalam paragraf 1 pasal 8 Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010
menjelaskan apa yang dimaksud dengan pelanggaran dan jenis hukuman serta
pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat
(2) Mengenai hukuman disiplin ringan yang disebutkan dalam pasal 1-14. Dalam
Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010 Pasal 9 menjelaskan apa yang dimaksud
dengan pelanggaran dan jenis hukuman serta pelanggaran terhadap kewajiban
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) mengenai hukuman disiplin
sedang yang disebutkan dalam pasal 1-17. Pasal 10 Peraturan Pemerintah No.53
Tahun 2010 menjelaskan apa yang dimaksud dengan pelanggaran dan jenis
hukuman serta pelanggaran terhadap kewajiban sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 7 ayat (4) mengenai hukuman disiplin berat yang disebutkan dalam
pasal 1-13.
Dalam paragraf 2 pasal 11 ayat 1-5 disebutkan pelanggaran terhadap larangan
yang dikategorikan sebagai hukuman disiplin ringan sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 7 ayat(3). Pasal 12 ayat 1-9 disebutkan pelanggaran terhadap larangan
yang dikategorikan sebagai hukuman disiplin sedang sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 7 ayat (3). Pasal 13 ayat 1-13 disebutkan pelanggaran terhadap
larangan yang dikategorikan sebagai hukuman disiplin sedang sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 7 ayat (4). Berkaitan dengan pejabat yang berwenang
memberikan sanksi disiplin sebagaimana didalam Peraturan Pemerintah No.30
tahun 1980 yang diubah menjadi Peraturan Pemerintah No.53 tahun 2010 yaitu
tertuang didalam pasal 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22. Tata Cara Pemanggilan,
106
Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin yaitu
tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.30 tahun 1980 sebagaimana diubah
menjadi Peraturan Pemerintah No.53 tahun 2010 yaitu tertuang didalam pasal 23,
24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31.
g. Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon No.7 Tahun 2008 tentang
organisasi kecamatan dan kelurahan di kabupaten Cirebon menyebutkan
bahwa:
Pasal 2 menyebutkan bahwa “Kecamatan merupakan wilayah kerja camat
sebagai perangkat daerah dipimpin oleh camat yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada bupati, melalui sekretaris daerah”. Di dalam pasal 3
ayat (1) disebutkan bahwa “Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati untuk menangani sebagian urusan
otonomi daerah. Dalam pasal 3 ayat (2) Camat juga menyelenggarakan tugas
umum pemerintahan meliputi:
a. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
c. Mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
d. Mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e. Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan;
f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
107
h. Melaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa Pelimpahan sebagian kewenangan Bupati
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 4
Kecamatan dalam melaksanakan tugasnya mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati untuk
menangani sebagian urusan otonomi daerah;
b. Pengoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;
c. Pengoordinasian upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
d. Pengoordinasian penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
e. Pengoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
f. Pengoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;
g. Pembinaan penyelenggaraan pelaksanaan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan;
h. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
Pasal 7
(1) Susunan organisasi Kecamatan, terdiri atas :
a. Camat.
b. Sekretariat, membawahi :
1) Subbagian Umum dan Keuangan;
2) Subbagian Program.
108
c. Seksi Pemerintahan;
d. Seksi Ketenteraman dan Ketertiban;
e. Seksi Ekonomi dan Pembangunan;
f. Seksi Kesejahteraan Rakyat;
g. Seksi Pendapatan dan Pelayanan Umum;
h. Kelompok Jabatan Fungsional.
(2) Bagan Struktur Organisasi Kecamatan sebagaimana tercantum pada lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
h. Peraturan Bupati Nomor 73 Tahun 2008 tentang Rincian, Tugas, Fungsi
dan tata kerja kecamatan di Kabupaten Cirebon
Dalam Bab II Peraturan Bupati Nomor 73 Tahun 2008 pasal 2 tentang
kecamatan menyebutkan bahwa :
(1) Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat merupakan perangkat daerah
sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja
tertentu, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui
Sekretaris Daerah.
(2) Kecamatan mempunyai tugas mengelola penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, dan kehidupan kemasyarakatan dalam wilayah kerja
kecamatan.
(3) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kecamatan
mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati
untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah;
109
b. Pengoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;
c. Pengoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum;
d. Pengoordinasian penerapan dan penegakan peraturan perundang-
undangan;
e. Pengoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
f. Pengoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintah di tingkat
kecamatan;
g. Pembinaan penyelenggaraan pelaksanaan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan; dan
h. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan dan/atau kelurahan
(4) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2) dan ayat (3), Camat mempunyai uraian tugas:
a. Membantu Bupati, dalam melaksanakan tugas di bidang
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kehidupan
kemasyarakatan di wilayah kecamatan;
b. Mengelola rencana dan program Kerja Kecamatan, sebagai pedoman
pelaksanaan tugas, sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah;
c. Memimpin, mengoordinasikan, dan mengendalikan seluruh kegiatan di
wilayah kecamatan;
110
d. Menyusun dan melaporkan serta mempertanggung jawabkan tugas
kedinasan secara operasional dan administrasi kepada Bupati melalui
Sekretaris Daerah;
e. Membina dan memotivasi bawahan serta memelihara secara terus
menerus kemampuan berprestasi pegawai di kecamatan, dalam rangka
peningkatan produktifitas pegawai dan pengembangan karier pegawai;
f. Mendistribusikan dan memberi petunjuk serta arahan kepada Sekretaris
Kecamatan dan para Kepala Seksi, dalam rangka kelancaran pelaksanaan
tugas, sesuai bidang tugasnya;
g. Memantau, mengendalikan, mengevaluasi, dan menilai pelaksanaan
tugas bawahan;
h. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
i. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban
umum
j. Mengoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-
undangan
k. Mengoordinasikan memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
l. Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat
kecamatan;
m. Mengelola pelaksanaan pembinaan, bimbingan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan/atau Kelurahan;
111
n. Mengelola pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan
desa atau kelurahan;
o. Mengelola pelaksanaan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan
oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah yang
meliputi aspek: perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan,
pengawasan, fasilitasi, penetapan, penyelenggaraan dan keweangan
lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
p. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pelayanan
kepada masyarakat di wilayah kecamatan;
q. Melaksanakan pembinaan administrasi meliputi urusan ketatausahaan
dan program Kecamatan;
r. Menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas operasional perangkat
otonom di kecamatan yang menangani bidang-bidang pekerjaan umum,
pendidikan, kebudayaan, kesehatan dan keluarga berencana, pertanian,
peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan;
s. Menyelenggarakan pembinaan dalam bidang pertanahan, industri dan
perdagangan, lingkungan hidup, koperasi dan tenaga kerja di wilayah
kerjanya;
t. Menyelenggarakan pemerintahan bidang tertentu lainnya, yaitu informasi
dan komunikasi, kesejahteraan sosial, penanaman modal, pertambangan,
pemukiman, perimbangan keuangan dan penataan ruang;
112
u. Melaksanakan koordinasi, konsultasi dan komunikasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di
wilayah kecamatan, dengan satuan kerja terkait;
v. Mengoordinasikan UPT, di wilayah kerjanya;
w. Memberikan rekomendasi dalam rangka melaksanakan evaluasi dan
penilaian pelaksanaan tugas berupa Daftar Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan (DP3) para Kepala UPT di wilayah kerjanya;
x. Melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap setiap pelaksanaan
kegiatan pembangunan dan kemasyarakatan, baik yang dilakukan oleh
pemerintah maupun oleh masyarakat;
y. Memberikan saran dan bahan pertimbangan kepada Bupati, yang
berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan
dan kehidupan kemasyarakatan di wilayah kerjanya, dalam rangka
pengambilan keputusan/kebijakan;
z. Mengelola penyusunan rencana dan pelaksanaan anggaran kecamatan;
aa. Melaporkan secara rutin, baik tertulis maupun lisan kepada Bupati, setiap
kegiatan yang dilakukan atau kejadian di wilayah kerjanya;
bb. Menyelenggarakan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas/kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di
wilayah kerja kecamatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
cc. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Bupati, sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
113
i. Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 tentang Pelimpahan
Sebagian Kewenangan Pemerintahan dari Bupati Kepada Camat
menyebutkan bahwa :
Pasal 2
(1) Kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati kepada Camat
meliputi Urusan Wajib dan Pilihan pada Lingkup Kecamatan.
(2) Dalam melaksanakan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi bidang :
a. Kesehatan;
b. Pendidikan;
c. Kelautan dan Perikanan;
d. Perhubungan;
e. Perindustrian dan Perdagangan;
f. Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
g. Pemerintahan umum dan Pemerintahan desa/Kelurahan;
h. Kependudukan dan Catatan Sipil;
i. Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana;
j. Ketentraman dan Ketertiban;
k. Sosial;
l. Kepegawaian;
m. Lingkungan hidup;
n. Komunikasi dan Informatika;
o. Pendapatan Daerah;
114
p. Pertanahan;
q. Perijinan.
(3) Dalam melaksanakan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi aspek:
a. Perijinan;
b. Rekomendasi;
c. Koordinasi;
d. Pembinaan;
e. Pengendalian;
f. Fasilitasi;
g. Penetapan;
h. Penyelenggaraan.
(4) Rincian sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
(3), tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dalam peraturan
bupati ini.
117
c. Lokasi Penelitian dan Kondisi Geografis Kecamatan kaliwedi
1.1 Geografi
Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa
Barat yang terletak dibagian timur dan merupakan batas, sekaligus sebagai pintu
gerbang Propinsi Jawa Tengah. Dalam sektor pertanian Kabupaten Cirebon
merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak dijalur pantura.Letak
daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Dilihat dari permukaan
tanah/daratannya dapat dibedakan menjadi dua bagian, pertama daerah dataran
rendah umumnya terletak disepanjang pantai utara Pulau Jawa, yaitu Kecamatan
Gegesik, Kaliwedi, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan, Klangenan, Cirebon
Utara, Cirebon Barat, Weru, Astanajapura, Pangenan, Karangsembung, Waled,
Ciledug, Losari, Babakan, Gebang, Palimanan, Plumbon, Depok dan Kecamatan
Pabedilan. Sedangkan sebagian lagi termasuk pada daerah dataran tinggi.
1.2 Batas Wilayah
Berdasarklan letak geografisnya, wilayah Kabupaten Cirebon berada pada posisi
108o40’ – 108o48’ Bujur Timur dan 6o30’ – 7o00’ Lintang Selatan, yang dibatasi
oleh:
- Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu
- Sebelah barat Laut berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka
- Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan
- Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kotamadya Cirebon dan
Kabupaten Brebes (Jawa Tengah)
118
1.3 Topografi
Wilayah Kecamatan yang terletak sepanjang jalur pantura termasuk pada
dataran rendah yang memiliki letak ketinggian antara 0 – 10 m dari
permukaan air laut, sedangkan wilayah kecamatan yang terletak di bagian
selatan memiliki letak ketinggian antara 11 – 130 m dari permukaan laut.
1.4 Iklim
Faktor iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon diipengaruhi oleh
keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai dan
perbukitan terutama daerah bagian utara, timur, dan barat, sedangkan daerah
bagian selatan merupakan daerah perbukitan.
1.5 Hidrografi
Kabupaten Cirebon dilalui oleh 18 aliran sungai yang berhulu di bagian
selatan. Sungai – sungai yang ada di Kabupaten Cirebon yang tergolong besar
antara lain Cisanggarung, Ciwaringin, Cimanis, Cipager, Pekik, dan Kalijaga.
Pada umumnya, sungai – sungai besar tersebut dipergunakan untuk pengairan
pesawahan di samping untuk keperluan mandi, cuci, dan sebagai kakus
umum.
1.6 Letak dan keadaan geografis
Lokasi :108°40’-108°48’ BT6° 30’-7° 00’LS
Luas ( daerah administrasi ) :990,36 Km2
Ketinggian ( dari permukaan laut ) :0 – 130 m
Jarak Terjauh : Barat-Timur : 54 Km
119
Utara – Selatan : 39 Km97
Kecamatan Kaliwedi merupakan satu dari 40 Kecamatan di Kabupaten
Cirebon,.Kecamatan Kaliwedi merupakan pintu gerbang Kabupaten Cirebon dari
arah Utara. Wilayah Kecamatan Kaliwedi secara geografis memiliki posisi yang
strategis, yaitu terletak pada 108º 08´ 38–108º 24´ 02BT dan 7º 10´ – 7º 26´ 32 LS
di bagian utara wilayah Kabupaten Cirebon, dan merupakan pintu masuk dari arah
Bandung-Jakarta. Kedudukan dan jarak dari ibukota Propinsi Jawa Barat,
Bandung, ± 105 km dan dari ibukota negara, Jakarta, ± 255 km melalui Tol
Palimanan Kanci.98
Adapun kondisi wilayah Kecamatan Kaliwedi adalah sebagai berikut:
Kondisi Geografis :
Luas Wilayah : 2781 Ha
Sawah : 2296 Ha
Pekarangan : 485 Ha
Batas Wilayah
Sebelah Utara : Kecamatan Gegesik dan Kabupaten Indramayu
Sebelah Selatan : Kecamatan Arjawinangun dan Susukan
Sebelah Timur : Kecamatan Gegesik dan Arjawinangun
Sebelah Barat : Kecamatan Susukan dan Kabupaten Indramayu
Pembagian Wilayah Administratif
Jumlah Desa : 9 Desa, yaitu :
1. Kelurahan/Desa Guwa Kidul
97 http://www.cirebonkab.go.id/sekilas-kab-cirebon/letak-geografis.diakses pada tanggal 6/12/12
98 http://dapil.dprd-cirebonkab.go.id/kecamatan-kaliwedi.diakses pada tanggal 6/12/12
120
2. Kelurahan/Desa Guwa Lor
3. Kelurahan/Desa Kalideres
4. Kelurahan/Desa Prajawinangun Kulon
5. Kelurahan/Desa Prajawinangun Wetan
6. Kelurahan/Desa Ujungsemi
7. Kelurahan/Desa Wargabinangun
8. Kelurahan/Desa Kaliwedi Lor
9. Kelurahan/Desa Kaliwedi Kidul
Jumlah Dusun : 36
Jumlah RW : 85
Jumlah RT : 265
Kondisi Demografi
Jumlah penduduk : 42.817 jiwa
Laki-laki : 21.076 jiwa
Perempuan : 21.471 jiwa
Kepala Keluarga : 13.283 KK
1
Kelompok
Jabatan
Fungsional
CAMAT
SUGENG DARSONO,S.H.,MM
Pelaksana MASLURUN
Pelaksana Trantib MUSJAPA
Pelaksana Ekbang ABDUL MUJIB
Pelaksana Kesra HARI AJI WIBOWO
Pelaksana Yan UmSRI RORO,PH
Kasi Pemerintahan HANDI ROHANDI
Kasi Trantib SUNADI
Kasi Ekbang AKSANUDIN
Kasi Kesra SUMARNO
Kasi Yan Um & Pend H.BUDI HARJO,S.AP
Bendahara SUKARMA
Kasubag Umum & Pelayanan HUDIA SIFA HASIM
Kasubag Program_
SEKRETARIS CAMAT ADI SUMARNO, S.E
Pelaksana DENNY SISWANTO
Pelaksana Trantib ISKANDAR,AB
Pelaksana Ekbang _
Pelaksana Kesra _
Pelaksana Yan Um_
STRUKTUR ORGANISASI
KANTOR KECAMATAN KALIWEDI KABUPATEN CIREBON
121
122
B. Pembahasan
Kewenangan Camat dalam Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Daerah (Studi di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon)
Kewenangan sebagaimana yang telah dibahas di Bab II yaitu Kewenangan
berasal dari kata dasar “wewenang” yang dalam bahasa hukum tidak sama dengan
kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau
tidak berbuat atau kekuasaan adalah kemampuan untuk melaksanakan kehendak.
Dalam hukum, wewenang sekaligus hak dan kewajiban.Dalam kaitanya dengan
otonomi daerah , hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri
dan mengelola sendiri, sedangkan kewajiban mempunyai dua pengertian yakni
horizontal dan vertikal. Secara horizontal berarti kekuasaan untuk
menyelenggarakan pemerintahan mestinya dan wewenang dalam pengertian
vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib
ikatan pemerintahan Negara secara keseluruhan.99
Kita perlu membedakan antara kewenangan (authority,gezag) dan
wewenang (competence,bevoegdheid),walaupun dalam praktik pembedaanya
tidak selalu dirasakan perlu.”Kewenangan” adalah apa yang disebut “kekuasaan
formal”, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-
undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif Administratif. Kewenangan (yang
biasanya terdiri atas beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan
orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau
bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu
99Muhammad Fauzan, Op Cit.hlm 79-80
123
onderdil tertentu saja.”Kewenangan” di bidang kehakiman atau kekuasaan
mengadili sebaiknya kita sebut kompetensi atau yurisdiksi saja.
Di dalam kewenangan tedapat wewenang-wewenang (rechts
bevoegdheden). Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak
hukum publik.misalnya wewenang menandatangani/menerbitkan surat-surat izin
dari seorang pejabat atas nama Menteri,sedangkan kewenangan tetap berada di
tangan Menteri (delegasi wewenang)100
Kecamatan dipimpin oleh seorang kepala yang disebut sebagai Camat.
Pemerintahan Kecamatan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan sesuai dengan
peraturan perundanng-undangan yang berlaku maka dalam penegakan disiplin
pegawai negeri sipil daerah di lingkungan Kecamatan Kaliwedi Kabupaten
Cirebon mendasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu
Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, perarutan
pemerintah No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, Undang-undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian Peraturan Pemerintah No.30
tahun 1980 sebagaimana diganti dengan Peraturan Pemerintah No.53 tahun 2010
tentang disiplin pegawai negeri sipil, Peraturan daerah Nomor 7 Tahun 2008
tentang organisasi Kecamatan dan Kelurahan di Kabupaten Cirebon, Peraturan
Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Pelimpahan sebagian kewenangan
pemerintahan dari Bupati kepada Camat, Peraturan Bupati No.73 Tahun 2008
tentang Rincian, Tugas, Fungsi, dan Tata kerja Kecamatan.
100Prajudi Atmosudirjo,Op Cit,hlm.78
124
Seperti yang sudah dibahas dalam Bab II bahwa Penegakan ialah proses,
cara, perbuatan menegakan101. Dalam hal ini penegakan dikaitkan dengan
penegakan hukum. Penegakan hukum adalah proses pemungsian norma-norma
hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku atau hubungan-hubungan hukum
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara102.Pembahasan
terhadap kewenangan Camat dalam penegakan disiplin pegawai negeri sipil
daerah di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon tidak terlepas dari teori
Hukum Administrasi Negara yang mana hukum administrasi Negara ini adalah
berkaitan dengan jabatan publik yakni tentang Pegawai Negeri Sipil yang
dipelajari dalam hukum Kepegawaian.Hukum Kepegawaian adalah bagian dari
hukum administrasi Negara yang berkaitan dengan subyek hukum (Persoon)
dalam hukum administrasi Negara yang dalam status kepegawaian mereka
memiliki hubungan dinas publik.
Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil daerah
provinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah dan bekerja pada pemerintah daerah,atau dipekerjakan diluar
instansi induknya. Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah
yang diperbantukan diluar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang
menerima perbantuan.103
Kewenangan Camat dalam penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah
di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon mendasarkan kepada pasal 126 ayat
101http://www.artikata.com/arti-380786-penegakan.html.diakses pada tanggal 25/01/2013 102 http://sasmitasmansa.wordpress.com/2011/12/07/pengertian-penegakan-hukum/
diakses pada tanggal 25/01/2013
103 Sri hartini, dkk.Op Cit.hlm.37
125
(2) Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah camat yang
dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati
atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Selain tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Camat juga menyelenggarakan tugas umum
pemerintahan seperti yang tercantum dalam ayat (3) meliputi:
a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum;
c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat
kecamatan;
f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;
g.Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya
dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Camat mempunyai
kewenangan yang dinyatakan dalam pasal 126 ayat (2) bahwa: “kecamatan
dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan
sebagian wewenang Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi
daerah” Ini berarti bahwa kewenangan yang dijalankan oleh Camat merupakan
kewenangan yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota. Selain dalam Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 juga diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 19
Tahun 2008 tentang Kecamatan yang disebutkan dalam pasal 14 ayat (1) dan (2)
yaitu: :(1) Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai
126
pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan
dipimpin oleh Camat.(2) Camat berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah
Kewenangan Camat juga diatur dalam peraturan pemerintah No.19 tahun
2008 tentang kecamatan dalam pasal 15 ayat (2), Peraturan daerah kabupaten
Cirebon Nomor 7 tahun 2008 tentang Organisasi Kecamatan dan kelurahan di
Kabupaten Cirebon yaitu pada pasal 3 ayat (1), Peraturan Bupati Cirebon Nomor
18 Tahun 2010 tentang Pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari
Bupati kepada Camat yaitu pada pasal 2.
H.D.van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:
- Atrributie:toekenning van een bestuursbevoegheid door een wetgever aan
eenbestuursorgaan (atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh
pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan);
- Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het ene bestuursorgaan aan een
ander (delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintahan kepada organ pemerintahan lainya);
- Mandaat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem uitoefenen door
een ander (mandate terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan
kewenanganya dijalankan oleh organ lain atas namanya)104
Delegasi sendiri adalah suatu pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
formal kepada orang lain untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Ada alasan
mengapa diperlukan pendelegasian, yaitu :
104 Ridwan HR.Ibid.hlm.104-105.
127
1.Memungkinkan atasan dapat mencapai lebih dari pada mereka menangani setiap
tugas sendiri.
2.Agar organisasi dapat berfungsi lebih efisien.
3.Atasan dapat memusatkan tenaga kepada suatu tugas yang lebih diprioritaskan.
4.Dapat mengembangkan keahlian bawahan sebagai suatu alat pembelajaran dari
kesalahan.
5.Karena atasan tidak mempunyai kemampuan yang dibutuhkan dalam pembuatan
keputusan.105
Sebagai seorang pemimpin yang mengepalai kecamatan maka Camat dalam hal
memimpin pegawai negeri sipil daerah di Kecamatan Kaliwedi Kabupaten
Cirebon mendasarkan kepada Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian yang mana peraturan tersebut terkandung suatu
kedudukan bahwa PNS adalah sebagai aparatur Negara seperti pada pasal 3 ayat
(1) dan (2). Kewajiban PNS juga tercantum dalam pasal 4, selain itu tentang kode
etik PNS dan peraturan disiplin PNS terdapat dalam pasal 26.
Dalam Penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah di Kecamatan Kaliwedi
Kabupaten Cirebon Camat sebagai seorang kepala yang memimpin kecamatan
maka Camat mendasarkan pada Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil sebagai acuan peraturan apabila ada pegawai
kecamatan yang melakukan pelanggaran baik ringan, sedang ataupun berat.
Didalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Camat dibantu oleh suatu
susunan organisasi kecamatan yang diatur dalam Peraturan Bupati Cirebon No 73
105 http://www.scribd.com/doc/38589172/Pengertian-Delegasi.diakses pada tanggal
19/12/12
128
Tahun 2008 Tentang tugas, Fungsi dan Tata kerja kecamatan di kabupaten
Cirebon, yaitu:
1. Sekretariat Kecamatan;
2. Sub bagiaan Umum;
3. Sub bagian Program;
4. Seksi Pemerintahan;
5. Seksi Ketertiban dan Ketentraman;
6. Seksi Ekonomi dan Pembangunan;
7. Seksi Kesejahteraan Rakyat;
8. Seksi Pendapatan dan Pelayanan Umum.
Ada beberapa contoh pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil
dilingkungan Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon seperti terlambat hadir dan
mangkir. Hukuman yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan
Pelanggaran tersebut berupa hukuman ringan yakni memberikan sanksi berupa
teguran lisan dan tidak tertulis karena teguran tertulis adalah kewenangan dari
BKPPD (Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Daerah). Kewenangan
Camat dalam hal pelanggaran disiplin sedang dan berat tidak bisa ditindak oleh
Camat sendiri melainkan Camat sifatnya hanya mengusulkan kepada BKPPD
apabila menemui pelanggaran tersebut. Mengenai ukuran Disiplin PNS Daerah di
Kecamatan Kaliwedi tersebut adalah berupa daftar hadir (Presensi) yang belum
ada databasenya, sedangkan dilingkungan kecamatan kaliwedi belum ditemui
pelanggaran sedang dan berat dari tanggal 23 Desember 2011-23 Desember 2012
129
(satu tahun) seperti yang dikemukakan oleh Adi Sumarno.,S.E selaku Sekretaris
Kecamatan Kaliwedi Kabupaten Cirebon.
Didalam peraturan Bupati Cirebon No.18 Tahun 2010 memang disebutkan
bahwa sebagian pelimpahan salah satunya adalah kepegawaian tetapi itu hanya
bersifat mengusulkan semata karena sesuai dengan bunyi Undang-undang Pokok-
pokok Kepegawaian pasal 1 angka 2 bahwa pejabat yang berwenang adalah yang
mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan
Pegawai Negeri yang ditegaskan pula dalam PP.No 53 tahun 2010 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam hal ini Camat seperti yang tercantum dalam
PP.No.19 Tahun 2008 tentang kecamatan pasal 14 ayat (1) bahwa kecamatan
merupakan perangkat daerah yang dipimpin oleh Camat yang ditindaklanjuti oleh
Perda Kabupaten Cirebon No.7 Tahun 2008 tentang Organisasi Kecamatan dan
Kelurahan di Kabupaten Cirebon yang mana camat berkedudukan dibawah dan
bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Ini berarti dalam
Undang-undang maupun perda yang telah disebutkan bahwa kewenangan camat
merupakan pelimpahan dari Bupati/Walikota khususnya dalam Kepegawaian.
130
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
Kewenangan Camat dalam penegakan disiplin pegawai negeri sipil daerah
terdapat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 126 ayat (2),
Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2008 pasal 15 ayat (2), Perda Kabupaten
Cirebon Nomor 7 Tahun 2008, Peraturan Bupati Cirebon Nomor 73 Tahun 2008
tentang Rincian, Tugas, Fungsi dan tata kerja Kecamatan, Peraturan Bupati
Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 pasal 2 .
Kewenangan Camat Kaliwedi dalam Penegakan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil Daerah Kabupaten Cirebon hanya berupa hukuman disiplin ringan dan jenis
hukumannya adalah teguran lisan sedangkan jenis hukuman lainnya adalah
kewenangan Bupati Cirebon. Dalam hal ini bahwa kewenangan Camat Kaliwedi
dalam Penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah merupakan kewenangan
Delegatif.
131
B. Saran
1. Seharusnya Kewenangan Camat kaliwedi dalam Penegakan disiplin
Pegawai Negeri Sipil Daerah tidak hanya teguran lisan.
2. Kecamatan Kaliwedi seyogyanya mempunyai database yang memuat
pegawai negeri sipil yang melakukan pelanggaran disiplin agar
memudahkan dalam birokrasi kepegawaian daerah.
132
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Atmosudirjo,Prajudi,1994,Hukum Administrasi Negara,Ghalia Indonesia,Jakarta.
Busroh,Abu daud,1983,Asas-Asas Hukum Tata Negara,Ghalia Indonesia,Jakarta.
Muhammad Fauzan,2006,Hukum Pemerintahan Daerah Kajian tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah,UII Press.
E.Utrecht,1960,Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia,Fak.Hukum dan PM Unpad,Bandung
E Utrecht/Moh.Saleh Djindang,Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia,1990,PT Ichtiar Baru,anggota IKAPI,Jakarta
Hartini,Sri,dkk,2008,Hukum Kepegawaian Di Indonesia,Sinar Grafika,Jakarta.
Hartono Hadisoeprapto,1993, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta,
H.Nainggolan,1987,Pembinaan Pegawai Negeri Sipil,Institut Jakarta,Jakarta.
Jatmika,Sidik,2001,Otonomi Daerah Perspektif Hubungan Internasional,Bigraf Publishing,Yogyakarta.
Ibrahim,Johnny 2008, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Malang : Banyumedia.
Marbun,SF,M.Mahfud MD,2000,Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara,Liberty,Yogyakarta.
Marsono,Sastra Djatmika,1982,Hukum Kepegawaian di Indonesia,Djambatan,Jakarta.
M.Natasaputra,1988,Hukum Administrasi Negara,Rajawali Pers,Jakarta.
Moh.Mahfud MD, 1988, Hukum Kepegawaian Indonesia,,Liberty, Yogyakarta.
Peter Mahmud Marzuki,Penelitian Hukum,Jakarta:Kencana,2009
M. Hadjon,Philipus dkk, 1994, Pengantar Hukum Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ridwan HR,2007.Hukum Administrasi Negara ,PT Raja Grafindo,Jakarta.
133
Soemitro, Ronny Hanitijo 1988, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia.
R. Soeroso, 1992, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika,Jakarta.
Soehino, 1984,Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan,Liberty,Yogyakarta.
Sondang P.Siagian,1986,Filsafat Administrasi,Gunung Agung,Jakarta.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta.
Thoha,Miftah,2005,Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara,PT.RajaGrafindo Persada,Jakarta.
Widjaja,HAW,2005,Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Dalam Rangka Sosialisasi UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,PT Raja Grafindo Persada,Jakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang pemerintahan daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang pemerintahan daerah Lembaran Negara Republik Indonea Tahun 1999 Nomor 60
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89.
Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 40
Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Tahun 74
Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Organisasi Kecamatan dan Kelurahan di Kabupaten Cirebon
134
Peraturan Bupati No. 73 Tahun 2008 tentang Rincian, Tugas, Fungsi dan tata kerja kecamatan.
Peraturan Bupati Cirebon Nomor 18 Tahun 2010 Tentang pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari bupati kepada camat
C. Sumber Lain-Lain.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1989,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Cetakan kedua, Balai Pustaka,Jakarta
Internet
http://salmantabir.wordpress.com/2011/11/26/eksistensi-kewenangan-dan-tanggung-jawab-camat-dalam-otonomi-daerah/ diakses pada tanggal 25/1/2013
http://www.scribd.com/doc/43230805/Teori-Kewenangan.diakses pada tanggal 25/11/12
http://www.scribd.com/doc/38589172/Pengertian-Delegasi diakses pada tanggal 6/12/12
http://www.cirebonkab.go.id/sekilas-kab-cirebon/letak-geografis diakses pada tanggal 6/12/12
http://dapil.dprd-cirebonkab.go.id/kecamatan-kaliwedi.diakses pada tanggal 6/12/12
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Dr.Sunarso,M.Si./BukuPSP Daerah.pdf.diakses pada tanggal 15/1/2013
http://muslimpoliticians.blogspot.com/2011/05/pengertian-pemerintah-dan-pemerintahan.html.diakses pada tanggal 25/1/2013
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33097/3/ChapterII.pdf.diakses pada tanggal 25/1/2013
http://sasmitasmansa.wordpress.com/2011/12/07/pengertian-penegakan-hukum/ diakses pada tanggal 25/1/2013
135
Skripsi.
Linda diniah A’diniah,Peranan camat purwokerto selatan dalam penerbitan surat izin usaha perdagangan (SIUP) dikabupaten banyumas,skripsi,Kementerian pendidikan dan kebudayaan universitas jenderal soedirman fakultas hukum purwokerto,2009
Nico Utama Handoko,Pengangkatan guru honorer menjadi calon PNS berdasarkan PP 56 tahun 2012 di Kabupaten Indramayu,skripsi,Kementrian pendidikan dan kebudayaan universitas jenderal soedirman fakultas hukum purwokerto,2012