kewajiban sektor industri untuk dapat memastikan, bahwa...
TRANSCRIPT
Seminar Lingkungan Hidup
Kamis, 15 Desember 2011
Hotel Equator Surabaya
Kewajiban Sektor Industri Untuk Dapat Memastikan, Bahwa Limbah Yang Dihasilkannya Tidak Membahayakan Lingkungan
Ir. M. Razif MM
Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS
Kenapa kewajiban sektor industri ?
Berdasarkan peraturan perundangan :
1. UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup
2. PP 18/1999 Jo PP 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3
UU 32/2009 BAB VII PENGELOLAAN BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN SERTA LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN
Bagian Kedua Pengelolaan Limbah B3
Pasal 59
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
(2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
(3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
BAB X HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kedua Kewajiban
Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Bagian Ketiga Larangan
Pasal 69
(1) Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah NKRI;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah NKRI ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah NKRI;
e. membuang limbah ke mediaLH;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media LH;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media LH yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.
Sanksi Administratif
Pasal 76
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
(2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi;
c. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
d. pembongkaran;
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;
f. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
c. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 82
(1) Menteri, gubernur, atau bupati / walikota berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan LH akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati / walikota berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan LH yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
PP 18/1999 dan PP 85/1999
Pasal 7
(1) Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :
a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. Limbah B3 dari sumber spesifik;
c. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
(2) Perincian dari masing-masing jenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti tercantum dalam Lampiran I Peraturan Pemerintah ini.
(3) Uji karakteristik limbah B3 meliputi :
a. mudah meledak;
b. mudah terbakar;
c. bersifat reaktif;
d. beracun;
e. menyebabkan infeksi; dan
f. bersifat korosif.
(4) Pengujian toksikologi untuk menentukan sifat akut dan atau kronik.
(5) Daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat dinyatakan limbah B3 setelah dilakukan uji karakteristik dan atau uji toksikologi.
Pasal 8
(1) Limbah yang dihasilkan dari kegiatan yang tidak termasuk dalam Lampiran I, Tabel 2 PP ini, apabila terbukti memenuhi Pasal 7 ayat (3) dan atau ayat (4) maka limbah tersebut merupakan limbah B3.
(2) Limbah B3 dari kegiatan yang tercantum dalam Lampiran (I), Tabel 2 PP ini dapat dikeluarkan dari daftar tersebut oleh instansi yang bertanggung jawab, apabila dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa limbah tersebut bukan limbah B3 berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis, lembaga penelitian terkait dan penghasil limbah.
(3) Pembuktian secara ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan :
a. Uji karakteristik limbah B3;
b. Uji toksikologi; dan atau
c. Hasil studi yang menyimpulkan bahwa limbah yang dihasilkan tidak menimbulkan pencemaran dan gangguan kesehatan terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) akan ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis dan lemebaga penelitian terkait.
Pasal 13
(1) Pengumpul limbah B3 wajib membuat catatan tentang:
a. jenis, karakteristik, jumlah limbah B3 dan waktu diterimanya limbah B3 dari penghasil limbah B3;
b. jenis, karakteristik, jumlah, dan waktu penyerahan limbah B3 kepada pemanfaat dan atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3; B3;
c. nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3.
(2) Pengumpul limbah B3 wajib menyampaikan catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya sekali dalam enam bulan kepada instansi yang bertanggung jawab dengan tembusan kepada instansi yang terkait dan Bupati/Walikotamdya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
(3) Catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk:
a. Inventarisasi jumlah limbah B3 yang dikumpulkan;
b. Sebagai badan evaluasi di dalam rangka penetapan kebijakan pengelolaan limbah B3.
Pasal 14
(1) Pengumpul limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dikumpulkannya selama 90 (sembilan puluh) hari sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3.
(2) Pengumpul limbah B3, bertanggung jawab terhadap limbah B3 yang dikumpulkan.
Pasal 25
(1) Penimbun limbah B3 dilakukan oleh penghasil atau badan usaha yang melakukan kegiatan penimbunan limbah B3.
(2) Penimbunan limbah B3 dapat dilakukan oleh penghasil untuk menimbun limbah B3 sisa dari usaha/dan atau kegiatannya sendiri.
Pasal 26
(1) Penimbun limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai :
a. sumber limbah B3 yang ditimbun;
b. jenis, karakteristik, dan jumlah B3 yang ditimbun;
c. nama pengangkut yang melakukan pengangkutan limbah B3.
(2) Penimbun limbah B3 wajib menyampaikan catatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sekurang-kurangnya sekali dalam enam bulan kepada instansi yang bertanggung jawab dengan tembusan kepada instansi yang terkait dan Bupati/Walikotamdya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
(3) Catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk:
a. Inventarisasi jumlah limbah B3 yang dimanfaatkan;
b. Sebagai badan evaluasi di dalam rangka penetapan kebijakan pengelolaan limbah B3.