ketoasidosis diabetik

9
KRISIS HIPERGLIKEMIA: DIABETIC KETOACIDOSIS & HYPERGLYCEMIC HYPEROSMOLAR STATE Diabetic ketoacidosis (DKA) dan Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS) adalah dua dari komplikasi diabetes yang paling serius. DKA bertanggung jawab atas lebih dari 500.000 kasus di rumah sakit Amerika Serikat per tahunnya. DKA ditandai oleh adanya trias yaitu hiperglikemia berat, asidosis metabolik, dan peningkatan konsentrasi keton tubuh. HHS ditandai oleh hiperglikemia berat, hiperosmolalitas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis yang signifikan. Gangguan metabolik ini adalah akibat dari kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontraregulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Kebanyakan pasien dengan DKA memiliki penyakit diabetes autoimun tipe 1, walaupun diabetes tipe 2 juga beresiko terutama jika terjadi stres katabolik akibat trauma dan infeksi. Pathogenesis Pada kasus DKA penurunan konsentrasi efektif insulin dan peningkatan hormon kontraregulator menyebabkan hiperglikemia dan ketosis. Hiperglikemia terjadi akibat dari tiga prose utama yaitu peningkatan glukoneogenesis, percepatan glikogenolisis, dan gagalnya penggunaan glukosa di jaringan perifer. Hal ini diperberat oleh adanya resistensi insulin sementara akibat ketidakseimbangan hormon yang menyebabkan peningkatan konsentrasi asam lemak bebas. Kombinasi dari resistensi insulin dan

Upload: muhammad-maulana

Post on 06-Aug-2015

816 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

Page 1: KETOASIDOSIS DIABETIK

KRISIS HIPERGLIKEMIA:

DIABETIC KETOACIDOSIS & HYPERGLYCEMIC HYPEROSMOLAR STATE

Diabetic ketoacidosis (DKA) dan Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)

adalah dua dari komplikasi diabetes yang paling serius. DKA bertanggung jawab atas

lebih dari 500.000 kasus di rumah sakit Amerika Serikat per tahunnya. DKA ditandai

oleh adanya trias yaitu hiperglikemia berat, asidosis metabolik, dan peningkatan

konsentrasi keton tubuh. HHS ditandai oleh hiperglikemia berat, hiperosmolalitas, dan

dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis yang signifikan. Gangguan metabolik ini adalah

akibat dari kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontraregulator

(glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Kebanyakan pasien

dengan DKA memiliki penyakit diabetes autoimun tipe 1, walaupun diabetes tipe 2 juga

beresiko terutama jika terjadi stres katabolik akibat trauma dan infeksi.

Pathogenesis

Pada kasus DKA penurunan konsentrasi efektif insulin dan peningkatan hormon

kontraregulator menyebabkan hiperglikemia dan ketosis. Hiperglikemia terjadi akibat

dari tiga prose utama yaitu peningkatan glukoneogenesis, percepatan glikogenolisis,

dan gagalnya penggunaan glukosa di jaringan perifer. Hal ini diperberat oleh adanya

resistensi insulin sementara akibat ketidakseimbangan hormon yang menyebabkan

peningkatan konsentrasi asam lemak bebas. Kombinasi dari resistensi insulin dan

peningkatan hormon kontraregulator juga menyebabkan pelepasan asam lemak bebas

ke dalam sirkulasi darah akibat proses lipolisis di jaringan lemak perifer dan oksidasi

asam lemak menjadi badan keton yang tak terkendali di liver sehingga menyebabkan

ketonemia dan metabolik asidosis.

Patogenesis HHS tidak begitu dipahami apabila dibandingkan dengan DKA,

tetapi derajat dehidrasi yang berat pada HHS (akibat diuresis osmotik) dan perbedaan

ketersediaan insulin dapat membedakannya dari DKA. Meskipun defisiensi insulin relatif

terjadi pada HHS, sekresi insulin endogen tampak lebih besar dibandingkan pada DKA.

Level insulin pada HHS tidak adekuat untuk menfasilitasi penggunaan glukosa di

jaringan perifer tetapi masih mampu mencegah terjadinya lipolisis dan ketogenesis.

Page 2: KETOASIDOSIS DIABETIK

Gambar 1. Patogenesis DKA dan HHS

Faktor Pencetus

Faktor pencetus yang paling sering terjadi pada DKA dan HHS adalah infeksi.

Faktor pencetus lain antara lain penghentian terapi insulin atau terapi insulin yang tidak

adekuat, pankreatitis, infark miokard, CVA, dan penggunaan obat tertentu. Sebagai

tambahan,onset baru diabetes tipe 1 dan penghentian terapi insulin pada penderita

diabetes tipe 1 umumnya mengakibatkan terjadinya DKA.

Penyakit dasar yang menimbulkan pelepasan hormon kontraregulator dan

kekurangan cairan cenderung menyebabkan dehidrasi berat dan HHS. Pada

kebanyakan pasien HHS pengurangan asupan air disebabkan oleh pasien yang

terbaring di tempat tidur dan diperparah oleh perubahan respon haus pada lansia.

Obat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat seperti kortikosteroid, tiazid,

dan agen simpatomimetik dapat mencetuskan terjadinya DKA dan HHS. Penelitian

Page 3: KETOASIDOSIS DIABETIK

terbaru melaporkan sejumlah kasus mengindikasikan antipsikotik konvensional seperti

obat antipsikotik atipikal dapat menyebabkan hiperglikemia dan DKA atau HHS.

DIAGNOSIS

Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik

Perjalanan penyakit HHS membutuhkan waktu beberapa hari hingga minggu,

sementara pada DKA akut pada diabetes tipe 1 dan 2 membutuhkan waktu lebih

singkat. Meskipun gejala pada diabetes yang tidak terkontrol berkembang dalam

beberapa hari, perubahan metabolik terutama ketoasidosis berkembnag dalam kurang

dari 24 jam. Gejala juga dapat timbul secara akut, DKA dapat terjadi tanpa adanya

gejala awal. Pada DKA dan HHS, didapatkan gejala klinis klasik yaitu poliuria, polidipsi,

polifagi, penurunan berat badan, muntah, dehidrasi, lemas dan perubahan kesadaran.

Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan turgor kulit yang menurun, pernafasan

Kussmaul (pada DKA), takikardi dan hipotensi. Status kesadaran dapat bervariasi mulai

dari sadar penuh hingga letargi dan bahkan koma, pada HHS paling sering terjadi

koma. Pada HHS juga sering terjadi gejala defisit neurologis fokal (hemianopia atau

hemiparesis) serta kejang (fokal atau umum). Meskipun infeksi menjadi faktor pencetus

tersering pada DKA dan HHS, pasien bisa mengalami normotermi atau bahkan

hipothermi yang disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah perifer. Mual, muntah,

dan nyeri perut sering pada pasien DKA (>50 %) tetapi jarang pada pasien HHS.

Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada DKA dan HHS ditampilkan pada tabel 1.

Kebanyakan pasien DKA memiliki kadar glukosa plasma lebih dari 250 mg/dL.

Sedangkan pada HHS hiperglikemia biasanya lebih berat dengan kadar glukosa plasma

bisa mencapai > 600 mg/dL. Kadar glukosa yang sangat tinggi ini menyebabkan

sindrome hiperosmolal pada HHS. Peningkatan osmolalitas ini dapat diukur dengan

rumus: 2 x serum Na (mEq/L) + glukosa (mg/dL), dengan nilai normal 290 mmol/Kg.

Secara definisi, osmolalitas harus lebih dari 320 mmol/Kg untuk dapat didiagnosis

sebagai HHS. Namun, peningkatan osmolalitas ini jarang terjadi pada DKA. Pada DKA,

Page 4: KETOASIDOSIS DIABETIK

pH darah kurang dari 7,30 sedangkan HHS lebih dari 7,30. Penurunan pH pad DKA ini

disebabkan oleh kada bikarbonat yang menurun ( < 15 mEq/L) dan ketonemia.

Tabel 1. Kriteria diagnosis DKA dan HHS

Diagnosis kunci pada DKA adalah peningkatan konsentrasi keton darah.

Akumulasi benda keton di dalam darah ini dapat menyebabkan peningkatan anion gap

metabolik asidosis. Anion gap dapat dihitung dengan rumus: Na – (Cl + HCO3). Anion

gap normal berkisar antara 7-9 mEq/L, anion gap > 10-12 mEq/L dapat mengindikaskan

adanya metabolik asidosis.

Mayoritas pasien DKA dan HHS juga mengalami peningkatan hitung leukosit,

biasanya 10-15 x 109/L. Hal ini disebabkan oleh kondisi stress dan dehidrasi pada yang

terjadi pada pasien krisis hiperglikemia ini. Pada kondisi DKA dan HHS juga didapatkan

penurunan konsentrasi natrium yang diakibatkan oleh osmotik diuresis. Konsentrasi

kaliaum serum juga meningkat dikarenakan oleh peningkatan kalium ekstraseluler oleh

defisiensi insulin, hipertonisitas dan asidemia.

PENATALAKSANAAN

Keberhasilan pengobatan pada DKA dan HHS ditentukan oleh koreksi dehidrasi,

hiperglikemia, ketidakseimbangan elekrolit, serta penanganan faktor pencetus. Protokol

manajemen DKA dan HHS disajian dalam gambar 2.

Terapi Cairan

Page 5: KETOASIDOSIS DIABETIK

Terapi cairan awal diberikan untuk mengisi cairan intravaskular, interstisial, dan

intraseluler yang hilang sehingga mengurangi krisis hiperglikemia dan memperbaiki

perfusi renal. Pemberian infus NaCl 0,9 % 15-20 ml/KgBB/jam atau 1-1,5 L dalam satu

jam pertama merupakan pilihan yang tepat dalam penggantian cairan. Pada umumnya

NaCL 0,45 % 250-500 cc/jam diberikan pada keadaan konsentrasi natrium yang normal

atau hipernatremia, sedangkan NaCl 0,9 % diberikan jika didapatkan hiponatremia.

Keberhasilan rehidrasi dapat dinilai dari perbaikan tekanan darah serta pengukuran

input dan otput cairan. Jika kadar glukosa darah kurang dari 200 mg/dL, maka perlu

diberikan larutan yang mengandung glukosa (dextrose 5%) untuk menghindari

hipoglikemia pada pemberian insulin lanjutan.

Terapi Insulin

Terapi insulin pada krisis hiperglikemia dilakukan dengan pemberian insulin

reguler melalui infus intravena, subkutan maupun intramuskular. Pemberian secara

infus intravena memiliki keunggulan yaitu memiliki waktu paruh pendek serta mudah

dititrasi. Hingga saat ini, pemberian insulin yang direkomendasikan adalah dengan

loading dose intravena 0,1 unit/kgBB dilanjutkan maintenance 0,1 unit/kgBB/jam. Dosis

insulin inisial ini dimaksudkan untuk menekan produksi badan keton di hepar.

Pada keadaan normal, infus insulin intravena tersebut dapat menurunkan kadar

glukosa darah 50-75 mg/dL setiap jamnya. Jika kadar glukosa darah telah mencapai

200 mg/dL pada DKA dan 300 mg/dL pada HHS maka dilakukan pengurangan dosis

insulin menjadi 0,02-0,05 unit/kgBB/jam. Pada keadaan ini, dextrose 5% dapat

diberikan bersamaan dengan infus insulin untuk mencegah hipoglikemia. Kadar glukosa

darah dipertahankan 150-200 mg/dL pada DKA dan 250-300 mg/dL pada HHS.

Koreksi elektrolit

Hiperkalemia adalah keadaan yang sering ditemui pada pasien krisis

hiperglikemia sebelum dilakukannya terapi. Terapi insulin, koreksi asidosis, dan

rehidrasi dapat menurunkan konsentrasi kalium tersebut. Untuk mencegah terjadinya

hipokalemia akibat pemberian terapi insulin, dapat diberikan 20-30 mEq kalium jika

kadar di dalam serum kurang dari normal (normal 5,0-5,2 mEq/L). Pada keadaan

Page 6: KETOASIDOSIS DIABETIK

tertentu, terapi kalium diberikan bersamaan dengan pemberian cairan rehidrasi dan

terapi insulin ditunda hingga konsentrasi kalium > 3,3 mEq/L untuk mencegah aritmia

dan kelemahan otot-otot pernafasan.

Penggunaan bikarbonat pada pasien DKA masih kontroversi. Hal ini dikarenakan

oleh teori beberapa ahli yang mengatakan bahwa seiring dengan penurunan benda

keton saat terapi berlangsung terdapat cukup bikarbonat di dalam tubuh, kecuali pada

asidosis metabolik yang berat. Berdasarkan penelitian, tidak didapatkan manfaat dalam

perbaikan fungsi kardiak dan neurologis pada pemberian bicarbonat pasien DKA.

Bicarbonat diberikan jika terjadi asidosis yang berat (pH < 6,9) dengan 100 mmol

natrium bikarbonat dalam 400 ml cairan isotonik hingga pH mencapai 7.

KOMPLIKASI

Hipoglikemia dan hipokalemia adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada

pengobatan insulin krisis hiperglikemia. Akan tetapi komplikasi ini dapat dicegah bila

digunakan terapi insulin dosis rendah dengan cara titrasi dan monitoring gula darah

yang ketat (tiap 1-2 jam). Edema serebral juga bisa terjadi pada 0,1-3 % kasus DKA

pada anak-anak tetapi jarang pada dewasa. Gejalanya berupa nyeri kepala, penurunan

kesadaran bertahap, kejang, dan tanda-tanda peningkatan TIK. Pencegahan dapat

dilakukan dengan menghindari rehidrasi yang berlebihan, menurunkan osmolaritas

plasma secara perlahan-lahan dan menjaga kadar glukosa antara 250-300 mg/dL..