ketidakpastian membuatku yakin

13
Jalanan malam Ketidakpastian membuatku yakin, terkadang hal yang pernah aku bayangkan terjadi dan kemudian terasa sangat berarti karena ada dirimu diantara sekian cerita tersebut. Indah, iya, itulah yang kurasakan sekarang. Entah rasa apa ini, yang aku rasakan dan yang aku harapkan adalah aku tlah sepenuhnya dewasa dan bisa membuat sebuah cerita baru tentang masa depan kita. Aku anggap, aku terlihat sangat tegar saat dirimu tak tersanding erat disini. Aku anggap kau benar-benar menganggapku kuat atas apa yang kau lakukan hari ini. Tatapanmu, terhadapnya. Menyentuhku, menekanku pada sebuah keadaan setimbang dimana aku hanya bisa diam dalam ketegaran. Hal yang sama kau alamikah? Semoga sakitku hanya tuhan dan aku yang tahu. Setitik maupun dua titik atau bahkan hingga seluruh jagad ini tertutup dengan titik-titik luka ku. Aku berharap kau tak pernah sedikitpun paham dengan rasa ini. Ketika ku sakit, karena mu dan karenanya. Aku tetap berharap dengan kesungguhan hati. Hati yang terluka maksudku, aku tetaplah berharap setiap jengkal kehidupanmu bersama nya senantiasa bahagia. Aku tak bisa membiarkan mu sakit. Entah dalam kesederhanaan pelukanku, atau dalam dunia indahnya. Keadaan ini, dan suasana malam ini saat kau tengah asik dengan dunia barumu, aku tengah berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Lebih baik. Meski aku tak bisa memastikan keadaanku lebih baik dari keadaannya. Keadaan pribadi baru dalam sanubarimu. Suatu saat, mungkinkah kita masih bisa melakah bersama dalam diam dan tatapan yang sama. Dengan tangan kita tengah nyaman bergandengan, meski bukan tangan kitalah yang saling terkait. Kemudian aku tersenyum dan semakin yakin dengan apa yang tlah ku lakukan. Menata diri dengan masa depan yang semakin pasti. Aku dan kamu, tak kan pernah bisa seutuhnya menjadi kita. Kalian, maksudku kamu dan dirinya. Yang tengah hidup riang karena mimpi dan harapan tlah terajut manis menjadi sebuah kepastian. Ini pasti yang kau impikan, aku tahu karena aku mengenalmu. Aku lupa, bahkan tak pernah

Upload: wahyusaktitriwibawa

Post on 16-Nov-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

i know your heart's seen better time

TRANSCRIPT

Jalanan malamKetidakpastian membuatku yakin, terkadang hal yang pernah aku bayangkan terjadi dan kemudian terasa sangat berarti karena ada dirimu diantara sekian cerita tersebut. Indah, iya, itulah yang kurasakan sekarang. Entah rasa apa ini, yang aku rasakan dan yang aku harapkan adalah aku tlah sepenuhnya dewasa dan bisa membuat sebuah cerita baru tentang masa depan kita. Aku anggap, aku terlihat sangat tegar saat dirimu tak tersanding erat disini. Aku anggap kau benar-benar menganggapku kuat atas apa yang kau lakukan hari ini. Tatapanmu, terhadapnya. Menyentuhku, menekanku pada sebuah keadaan setimbang dimana aku hanya bisa diam dalam ketegaran. Hal yang sama kau alamikah? Semoga sakitku hanya tuhan dan aku yang tahu. Setitik maupun dua titik atau bahkan hingga seluruh jagad ini tertutup dengan titik-titik luka ku. Aku berharap kau tak pernah sedikitpun paham dengan rasa ini.Ketika ku sakit, karena mu dan karenanya. Aku tetap berharap dengan kesungguhan hati. Hati yang terluka maksudku, aku tetaplah berharap setiap jengkal kehidupanmu bersama nya senantiasa bahagia. Aku tak bisa membiarkan mu sakit. Entah dalam kesederhanaan pelukanku, atau dalam dunia indahnya. Keadaan ini, dan suasana malam ini saat kau tengah asik dengan dunia barumu, aku tengah berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Lebih baik. Meski aku tak bisa memastikan keadaanku lebih baik dari keadaannya. Keadaan pribadi baru dalam sanubarimu. Suatu saat, mungkinkah kita masih bisa melakah bersama dalam diam dan tatapan yang sama. Dengan tangan kita tengah nyaman bergandengan, meski bukan tangan kitalah yang saling terkait. Kemudian aku tersenyum dan semakin yakin dengan apa yang tlah ku lakukan. Menata diri dengan masa depan yang semakin pasti. Aku dan kamu, tak kan pernah bisa seutuhnya menjadi kita. Kalian, maksudku kamu dan dirinya. Yang tengah hidup riang karena mimpi dan harapan tlah terajut manis menjadi sebuah kepastian. Ini pasti yang kau impikan, aku tahu karena aku mengenalmu. Aku lupa, bahkan tak pernah berfikir tentang kepastian ini, sebelumnya yang aku lihat dan aku banggakan adalah keadaan kita yang saling melengkapi serta keadaan yang tertarik dan terulur oleh rasa sepi. Tapi kini memang sepi, hari-hariku sepi. Hatiku pedih tertatih melawan waktu untuk melupakan mu. Aku malu, melewati sepi hariku tanpa dirimu lagi. Meskipun sejujurnya aku tak bisa hinggap sejenak dalam ranting kehidupanmu. Semoga kamu masih sempat berfikir bahwa aku tengah tertaih disini. Terima kasih atas rasa mu, jiwa ku dan hidupku.

Keadaanku semakin sakit, meski sebelumnya tak pernah seutunya baik. Kamu mungkin tengah bahagia dengan keadaan terbarumu. Keadaan dimana kita saling tak mengetahui satu sama lain. Aku cemburu, iya terus terang aku cemburu. Meski ini bukanlah hak ku. Tapi aku memanglah cemburu. Senyum mu, yang dulu aku rasa adalah miliku. Berubah arah dan hanya menjadi sebuah kenangan. Kita tak bisa bersama, tapi aku berharap tak kan ada orang lain yang menggantikan mu dalam kebersamaan semu ini. Ketika aku berjalan sendiri disini, hanya masa lalu yang menjadi kekuatan ku. Cinta dan harapan itu hanya omong kosong sekarang. Rindu dan penantian hanya sebuah fiksi. Hujan ku, hujan mu kini tlah saling membelakangi tuk mencari tempat baru tuk berlabuh. Berubah seketika menjadi lautan debu kering dan panas terik musim panas. Tetesan air mataku bahkan menguap seketika saat berusaha mengadu ke tanah tempatku berpijak. Sayang, iya keadaan ini sayang untuk dilupakan tapi sakit sekali untuk berusaha aku simpan dalam daftar kenangan hidupku. Sejenak aku tersadar bahwa air mata ini bukanlah segalanya, karena cintanya tak pernah membutuhkan ini. Sial rasanya ketika kamu bahkan tak pernah sadar bahwa aku ada. Semu dan terabaikan. Muram dan rapuh tanpa sebuah pelukan.Aku mencintaimu, maaf.Aku lupa, aku lupa takdir ku sebagai seorang perasa. Yang mudah hancur meski hanya dengan setuhan hangat tak berasa. Jika memang kau tak mencintaiku lagi, sudah sewajarnya. Karena hidupku memang tak sempurna. Sakit mungkin, tapi aku tlah rela. Sedikit atau banyaknya tidaklah benar jika aku menyalahkan keputusanmu. Keputusan untuk meninggalkan segalanya tentang kita. Hal yang pernah aku harapkan, usang kemudian hilang tertutup debu jalan.

Ini adalah bulan ketiga, bulan ketiga sejak hari menyedihkan itu datang. Aku tlah meyakinkan diriku sendiri bahwa dirimu memang benar adanya, benar ada untuk ku. Beberapa percikan air mencoba membangunkan ku dari sebuah mimpi tidur siangku. Menyadarkan bahwa ada rasa yang sama, dari pihak ketiga atau entah yang keberapa. Dan hari ini, entah karena kau lupa ataukah memang kau tak berfikir lebih panjang bahwa aku juga mengharapkan kau ada disini,Dan hari ini, ketika hujan perlahan datang. Hujan yang aku harapkan, justru kau lalui dengan dirinya diluar sana. Aku bahkan sempat tak yakin dengan apa ynag terjadi saat ini. Dan kemudian air mataku datang meyakinkanku. Inilah kehidupan, kehidupan ku yang berantakan, hidupku yang memuakan. Jika hujan ini boleh aku salahkan, akan aku salahkan. kenapa dirinya sempat datang ketikan dirimu tengah acuhkanku. Dan jika malam ini boleh aku acuh kan, akan aku acuhkan. Ah sudahlah, angan ku memang begitu asin untuk dirasakan. Jadi aku ini siapa? Aku siapa? Mungkin hanya daun kering terakhir yang peduli terhadapku. Bukankah sebentar lagi mereka akan jatuh ke tanah, menuju hidup yang lebih fana. Atau bahkan hujan malam ini tlah menghanyutkan harapannya untuk hidup di sampingku lebih lama. Kamu, kamu dimana? Kau bahkan tak sempat untuk menanyakan bagaimana hariku tadi, sudahlah ku makan malam dan menggosok gigiku sebelum aku tidur. Tentu tidak, entah kau lupa aku justru tak pernah lupa karena memang tak pernah memfikirkan ini semua bukan? Mungkin kau disana berharap ini akan ku lalui dengan mudah, iya memang mudah. Tapi sakit ku, air mataku tak bisa semudah itu aku usap kering kemudian kuganti dengan tawa yang biasanya aku lakukan. Jika aku boleh menentukan akhir dari semua ini, aku hanyalah lelakimu yang tak bisa kau tinggalkan, tak bisa sendiri, meski hujan dan bulan yang biasanya menyatukan kita datang penuh dengan harapan.Mataku kini tlah sepenuhnya tertutup asa, kau menelfonku entah berapa kali. Dan aku hanya bisa melihat ponsel genggam ku sembari menahan air mata ini turun terlalu banyak, karena mungkin aku masih membutuhkannya esok. Dan hanya inikah usahamu,Kini keadaan kita, maksudku kamu, aku dan dia juga pastinya bisa dibilang sedang hibernasi panjang. Atau mungkinkah itu hanya berlaku di kehidupanku. Aku bahkan tak pernah bisa tahu keadaan hatimu seutuhnya, keadaan hati yang sempat aku kira milik ku sepenuhnya. Pagi ini aku tersenyum kecil melihat jalanan didepanku basah oleh air hujan. Aku tak mau hariku terganggu olehnya, terganggu dengan keadaan lingkungan ku yang seakan memaksaku untuk menjadi pribadi yang putus asa dengan keadaannya sendiri. Aku berusaha untuk yakin,bahwa kau disana tengah tersenyum lepas tanpa ada individu yang mengganggu waktu berhargamu, aku. Setidaknya itu memang yang terlihat. Ah, kenapa aku tak bisa melepaskan semua rasa ini ya tuhan. Rasa bersalah maksudku, tidak untuk rasa yang lainnya karena aku tlah sepenuhnya membuang hatiku, hati dan jiwaku. Kini aku akan bertahan hidup dengan otakku, maksudku aku akan bersifat lebih realistis mungkin. Ini mungkin memang yang aku butuhkan, dan dengan sangat kebetulan atau disebut apakah ini, semua yang terjadi, semua yang aku rasa, semuanya juga karena mu. Sakit? Entahlah, aku tlah lupa dengan rasa sakit karena terlalu banyak sakit yang pernah aku rasa. Aku hanya ingin mengucapkan selamat, selamat, selamat atas apa yang tlah kau berhasil perbuat terhadapku, terhadap kehidupanku, masa depanku, hatiku dan jiwaku. Terkadang aku mulai lupa, bahwa kau sekarang tidak sedang disisiku, tidak untuk sekarang dan selamanya. Tapi ini adalah hal yang benar, kau pergi dengan alasan yang begitu jelas dan bisa aku pahami pastinya. Seseorang diluar sana yang menjadi alasanmu merubah rencana ku yang aku ajukan pada tuhan berubah seketika bukanlah individu yang patut kau adu denganku, aku tak sebaik itu, aku tak seindah itu untuk selalu kau pandang di setiap pagimu, kau pasangkan dasi, dan kau ambilkan tas kerja setiap harinya. Bukan, itu memang bukanlah diriku. Dan saat aku sendiri seperti ini, tak bisa munafik, aku kesepian, aku takut, takut menjalani sisa hidupku. Takut melihat rencana tuhan didepanku karena tak sesuai dengan ekspektasiku, tapi tuhan lah yang tahu segalanya, mana yang baik dan mana yang terbaik. Tuhan pasti tlah memilihkan jalan terbaik untuk ku, meski kaulah yang terbaik saat ini. Entah dengan nanti siang atau bahkan beberapa menit kedepan.

Masih hujan? Iya, kamu. Masih mengaharapkan hujan kah? Ini musim penghujan dan kau mencintai hujan. Wajar, selamat menikmati proses mencintai ini ya. Aku berharap kau bisa bertahan hingga musim penghujan selanjutnya.

Hari ini hari jumat, jumat ke empat aku membuang seluruh rasa, asa, bahkan hatiku. Tapi entahlah, aku masih saja meneteskan air mata penuh kemunafikan ini. Aku bersikap tegar diatas semua kehancuranku. Aku tersenyum bahkan tertawa riang dengan apa yang terjadi di sekitar, mengamati air hujan yang jatuh dengan sabar, melihat daun kering yang terbawa olehnya atau mengamati kepanikan burung pipit di gedung tua tempatku menuntut ilmu ini. Apasajalah, yang penting aku ingin terlihat begitu tegar di depannya. Aku adalah lelaki yang lemah dan tidak patut untuk di idamkan, aku bukanlah lelaki yang selalu bisa dijadikan alasan untuk sebuah senyuman. Malam ini, air mataku datang, mungkin mereka rindu dengan pipiku, atau bahkan rindu dengan tanah yang sedang aku pijak. Sekarang musim penghujan, dan bisa dipastikan air mataku tak akan langsung kering oleh hawa sekitar seperti yang terjadi sebelumnya. Air hujan bahkan berusaha membantu air mataku untuk mengadu ke tanah tempat ku berpijak, tadi. Sekarang mereka mulai lancang mengadu ke bantal dan guling tempat ku merebahkan semua rasa lelah. Entahlah, kenapa masih ada alasan air mata ini turun. Aku membacanya, aku membaca semuanya, banyak hal yang sebenarnya aku tak ingin mengetahuinya. Seperti kata-kata manismu, seperti sebelumnya memang tapi ini begitu menyakitkan. Aku terlihat begitu jahatkah? Aku meninggalkanmu? Aku rasa itu diksi yang salah, karena aku tak benar-benar meninggalkanmu. Kau lah yang berusaha dengan secara tidak langsung memaksaku untuk pergi, karena itu memang sebuah alasan yang begitu jelas bagiku untuk menjauh, menjauh darimu, dari kalian. Sekarang mungkin waktu yang tepat untuk kalian saling mencintai. Iya sekarang, bukan kemarin saat kau masih bersama ku, atau waktu yang tepat adalah kemarin karena dari dulu akulah sumber pengacaunya. Apapun itu, sepertinya kau mulai paham dan tau apa yang membuatmu begitu bahagia. Sampai saat ini bahkan aku masih bingung apa diksi yang tepat untukmu, wanitaku. Maksudku wanitanya, wanita siapa sajalah. Semua yang aku tulis kini, kau sadarkan, tak ada yang menggunakan diksi manis, atau kata-kata indah penuh makna karena memang aku tlah membuang segala hal yang berhubungan dengan hati. Aku tak bisa menggunakannya lagi, terlalu sakit untuk ku pekerjakan lagi. Dan kau tak perlu kau tanya kenapa hatiku seperti ini.Malam ini aku akan memperjelas semua nya, aku bukanlah pangeranmu, bukan sama sekali. Dan aku tak lagi sama dengan yang dulu. Semuanya tlah berubah, berubah dengan begitu cepat. Aku tak akan ada di sampingmu untuk mengingatkanmu saat kau berjalan kearah yang salah, tak ada di belakangmu saat kau merasa bahagia dengan yang kau lakukan hari ini, atau di depanmu saat kehidupan berusaha memaksamu berjalan mundur. Tak ada lagi rasa yang kau sebut dengan cinta yang tulus diantara aku dan kamu. Mungkinkah harus aku tunjukan jalan yang benar, tidak kan? Kau harus memilih jalan yang lain di persimpangan yang telah kau tentukan sendiri. Aku tak akan pernah berharap untuk kembali di bulan september, saat kita berteduh dari hujan. Aku hanya bisa bersikap dingin, hingga rasa ini tertusuk sakit oleh rasa dingin ini sendiri.Pernahkan kau berfikir aku disini tak baik-baik saja, aku sakit, sakit sakit. Harus berapa banyak kata sakit yang aku tulis agar kau tahu rasanya? Aku sakit tris aku sakit. Kau pikir aku begitu bahagia dan puas saat melihatmu menangis, kau pikir aku begitu jahat saat aku berusaha mengabaikanmu di setiap hariku? Aku bahkan tak tahu aku harus menahan ini sampai seberapa lama, atau mungkin seberapa kuat aku menahan rasa ini. Tidak, tidak, bukan ini yang aku inginkan, aku tak ingin mencinta mu lagi, itu yang aku pikirkan. Dan entahlah, hati ini tak setegar otak dan ragaku. Jiwaku bahkan berusaha untuk memberimu isyarat bahwa aku masih ada meski bukan sebagai sakti yang kau harapkan seperti dulu. Aku marah, terhadapmu terhadap wanitaku, apa yang kau pikirkan hingga kau melukaiku begitu dalam, jadi apa yang harapkan ketika kau mencintaiku dan mencintainya yang kau sebut dengan kata adil itu? Jika cintaku tak sesuai ekspektasimu, iya aku minta maaf. Dan aku akan dengan senang hati pergi agar ekspektasimu tentang cinta terpenuhi olehnya. Dan aku rasa ini sudah terlambat, maksudku kepergianku yang dengan senang hati berubah dengan kepergian dengan rasa sakit dan amarah. Aku membencimu.

Hari ini, hari pertama aku makan lagi bersamamu. Menyedihkan karena aku lupa untuk tertawa riang di depanmu. Aku acuh dan lupa skenarioku yang telah aku buat sendiri untuk adegan di depanmu. Dan aku tahu ujung dari semua yang terjadi hari ini, aku menangis malu di dekapan temanku, maksudku sahabatku. Sempat sesekali dia mengeluh karena mentalku turun saat di depannya, dan aku hanya bisa menjawab. Aku harus mengadu kesiapa lagi. Entahlah, aku bahkan bingung apa lagi yang harus aku adukan karena dia selalu tahu apa yang aku pikirkan. Sesekali aku merasa berdosa terhadapnya, walaupun secara keseluruhan memang aku berdosa. Aku bahkan tak bisa memaafkan diriku sendiri sebelum melihat sahabatku yang satu ini tersenyum disamping pendampingnya. Oh hidup, kenapa hati ku tak bisa tertata dengan rapi seperti dulu, aku sudah berusaha keras untuk menata hatiku, kuselimuti dengan rasa benci berharap cinta tak akan bisa datang lagi. Tapi didalamnya, didalam hatiku maksudku, entah rasa apa ini. Aku menangisimu, menangisi keadaanku, keadaan hati dan jiwaku. Begitu bodoh pikirku, aku masih sakit dan aku bisa berpikir sesaat tentang rasa cinta dan kasih sayang. Aku tak butuh itu, pengecut macam apa aku ini. Mulutku berusaha membesarkan jiwaku, namun hatiku perlahan mengalahkan segalanya. Aku tak pernah berharap keadaan ini berlangsung lama, tak pernah berharap hal ini terjadi bahkan. Ah persetan!

Aku pulang, aku pulang dengan entah apa ini namanya. Aku tak merasa sedih atau apalah. Tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Mungkin ini yang dinamakan ketidak dewasaan. Iya aku belum dewasa sepenunya, atau mungkin memang aku tak dewasa sepenuhnya. Bahkan aku harus bertanya apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Kau tahu, bahkan sebenarnya apapun yang kau tulis disana, aku tak pernah menghiraukannya. Aku bahkan tak berminat membacanya seperti yang kau harapkan sebelumnya. Aku kecewa terhadapmu yang masih bisa menyalahkanku atas kepergianku. Aku sakit, aku sakit. Kau bahkan terlalu sakit untuk ku ingat. Lebih memilih memendam rasa sedih dan amarahku dan aku ekspresikan dengan rasa yang tak pernah bisa sebaik ini.Aku menerima chatmu kemarin, kau bertanya apa kabarku? Menurutmu itu penting? Sayangnya tidak. Aku tak pernah berharap kau bertanya apa kabarku atau bagaimana hariku karena kaulah sumber dari segala kesedihan dan tangisanku. Kaulah wanita yang memberiku sayap untuk terbang dan berusaha menjatuhkan ku karena kau tahu jatuh dari ketinggian akan terasa lebih menyakitkan.

Aku menyantap hazelnut latte ku perlahan, tak aku beri gula dan tak aku aduk juga. Aku ingin lebih menikmati ini, rasa yang lebih nyata. Tanpa pemanis ataupun penyedap. Tak ada yang perlu aku rubah dari kehidupanku sekarang. Hidupku indah, nyaman dan penuh dengan senyum meski terkadang senyum itu begitu pahit untuk aku lihat sendiri. sejenak berkaca, agak lama mungkin karena aku ingin memastikan mataku sudah bersih dari kemunafikan. Aku akan berusaha keras untuk menata kehidupanku agar terlihat lebih indah, dimata seseorang diluar sana. Seseorang? Entahlah aku masih bisa menyebutnya orang atau tidak. Karena hatiku sendiri tak bisa menerima tindakan yang tak manusiawi ini.Selamat malam cinta, apa kabarmu malam ini? Sudahkah kau merindukanku, atau sudahkan kau memikirkan keadaanku tanpamu saat ini? Sepertinya tidak karena kau tengah asyik dengan duniamu, dunia pribadimu. Sudah tidurkah? Aku sesaat berfikir, sempatkah kau memilih dimana atau siapa yang kau impikan dalam tidurmu malam ini? Sepertinya tidak. Aku rasa kau harus mencatatnya, karena kurasa kau akan sesekali lupa mana saja yang harus kau impikan atau mana saja yang akan kau lakukan di dunia nyata. Aku juga pernah berfikir, apakah duniamu, maksudku dunia pribadimu, kehidupan pribadimu begitu indah hingga kau tak pernah rela untuk membaginya. Ahh, aku rasa kau mungkin sedang terselimuti oleh rasa egois. Cinta memang harus egois kata sahabatku, tapi aku tak bisa langsung setuju denganya meskipun dia mempunyai tingkat kebenaran diatasku. Aku rasa aku harus mengegoiskan diriku agar hatiku tak bisa berbicara. Aku ingin seluruh kehidupanku dilandasi oleh logika, benar memang kita akan bahagia jika menuruti kata hati kita, namun apa salahnya kita mencoba menebak hasil dari ini semua jika kita menggunakan logika tanpa mempedulikan rasa dan cinta kita. Aku tak peduli betapa sakit hatiku, betapa sakit aku menahannya. Sakit. Sakit. Bahkan terlalu sakit untuk aku tulis, perlu kata yang lebih eksplisit dari kata sakit untuk mempetakan keadaan hatiku saat ini. Mungkin aku harus bertanya kepadamu? Duhai seseorang disana dengan ekspektasi seorang pangeran rupawan dengan cinta tak terkalahkan, tulus dan rela untuk tersakiti demi kebahagiaan. Ahh, aku hanya bisa berharap kau benar-benar bisa menemukan seorang pangeran seperti itu, karena itu bukanlah aku pastinya. Bukan sama sekali.

Hei, apa kabarmu hari ini? Sudahkah kau tersenyum untukmu hari ini? Kau terlihat sedih kemarin dan aku lupa untuk berfikir kau sedih karena apa. Karena aku sediri lupa, lupa dengan alasan kenapa aku bersedih selama ini. Dan sekarang setelah aku terbangun, melihatku dikaca dengan mata tanpa harapan, rambut tak teratata rapi pencerminan dari kehidupanku seharian kemarin, juga betapa basah dada ini, penuh dengan keringat asa, keputus asaan maksudku, aku hanya bisa tertawa. Sebodoh itu kah aku? Kaukah yang mengahrapkan ini terjadi? Doa mu kah semua ini. Aku rasa iya. Selamat karena impianmu untuk memberi sedikit sentuhan terhadap hidupku berhasil, iya, terima kasih.

Kamu, iya kamu yang mungkin masih bisa dikatakan wanita meski sejujurnya aku tak bisa mengatakan itu adalah diksi yang tepat untuk pribadi sepertimu. Entah apa yang aku pikirkan, namun satu hal yang membuat kebencianku bertambah, iya bertambah. Aku rasa kau sekarang mulai nyaman dengan keadaan ini, keadaan yang kau rasa kau tengah berada pada dua pilihan yang selalu menyodorkan kebahagiaan kepadamu. Dan maaf sekali, aku tidak tengah pada posisi itu. Aku tak pernah mengaharapkan mu, tidak, tidak sama sekali tris. Bahkan jika aku boleh memohon, jahat memang, tapi aku pastikan ini adalah yang terbaik dalam hidupku. Aku ingin segala rasaku, rasa yang kau bilang dengan cinta tulus itu berubah, berubah menjadi benci yang tulus mungkin. Aku juka mulai menyukai keadaan ini tris, aku suka melihatmu merasa kau tengah di perebutkan oleh dua orang lelaki yang setiap harinya bersama. Aku suka melihat rasa bangga mu sebagai seorang wanita yang tengah dilanda rasa bimbang menentukan pilihan, bimbang memilih keduanya atau tidak keduanya. Iya. Karena kau memang tak pernah bisa memilih antara aku dan habibi. Jadi aku harus menyebutmu apa? Wanita yang dulu pernah aku cintai? Rasanya teralalu sakit jika aku mengingat diriku pernah dalam posisi itu. Mencintaimu dengan sepenuh hati lalu di khianati, atau bisa dibilang aku justru mendapat belas kasihan darimu atas rasa cintaku. Ah entahlah, aku bahkan telah menyiapkan begitu banyak diksi kotor untukmu, tapi aku mengurungkan niatku karena aku yakin, sahabatku, habibi masih mencintaimu. Aku sedih karena sahabat ku tak bisa sejujur itu untuk mengakui bahwa dirinya masih ada dalam posisi nya dulu. Mencintaimu. Lucunya, lucu sekali, kau tengah tertawa kah?

Jadi kau menulis banyak rupanya, kau menulis banyak tentang ku, tentangnya, dan tentang siapa lagi tris? Masih adakah pribadi lain yang cintai? Atau kau beri cinta maksudku. Dua, tiga, memang benar cintamu adalah cinta yang terbesar yang pernah aku rasakan. Begitu besar hingga kau sempat untuk membaginya untuk beberapa individu diluar sana. Kau menikmatinya? Syukurlah, karena hanya dengan ini mungkin kau bisa bahagia. Aku tak bisa memastikan keadaanmu akan terus seperti ini. Tapi sebagai seseorang yang pernah kau beri cinta entah seberapa besarnya, aku mendoakan keadaan mu akan terus seperti ini. Merasa dicintai, oleh banyak lelaki dan kau bimbang memilih yang mana, atau bimbang menaruh sikap di depan mereka. Aku bahkan tak bisa bayangkan jika hidupmu tanpa lelaki di sekitarmu, kesepian bukan? Yah, semoga kau selalu dicintai ya. Selamat.

Kini aku tlah meminta maaf, lalu apa yang kau lakukan? Bahkan kau tak pernah meminta maaf terhadapku karena kau menyandingkan namaku dengan namanya seolah aku adalah sebuah mainan untuk di perebutkan, atau aku dan dirinya adalah sebuah menu makan yang akan kau pesan malam ini sebagai pelengkap harimu. Menyedihkan, aku tak yankin kau benar-benar sadar dengan kesalahan mu saat ini. Yang aku tahu, kau masih merasa dicintai dan masih berusaha membaginya terhadap dua lelaki di hadapanmu. Dan entah harus aku perjelas berapa kali lagi, aku sama sekali tidak mencintaimu, tidak sama sekali. Mungkin bisa dibilang kau sangat tidak berarti dimataku. Kau tak sepantas itu bersanding lagi denganku lagi, dengan nya, atau dengan siapapun itu. Bersandinglah dengan rasa bangga mu atas cinta besar yang kau miliki.

Selamat pagi, apa yang tengah kau rasakan? Jatuh cinta? Hancur? Merindukannya? Masih mencintainya? Jangan terlalu bekerja keras dengan semua hal ini, aku rasa kau akan merasa cepat lelah jika terus kau paksakan mencintai dua individu dengan dua pribadi yang berbeda. Atau justru kau sudah terbiasa hingga akan ada yang kurang jika aku hanya memikirkan satu orang saja. Sudah sepantasnya mungkin, kau diberi gelar wanita terhebat. Dengan dua rasa, dua kepribadian, dua lelaki, dan mempunyai dua nilai kebenaran yang saling bertolak belakang. Selamat.Pagi ini gerimis menyambutku, membangunkanku secara perlahan, memberi rasa tenang kemudian gerimis berlalu hilang di muramkan sinar mentari. Kau tengah apa? Apa kau sakit? Kau lelahkah? Beristirahatlah. Aku tahu mencintai ku itu berat, mencintainya juga berat dan kau harus memikul kewajiban itu. Berusaha secukupnya, sewajarnya, jangan terlalu dipaksakan karena kau akan cepat merasa bosan dan menyerah. Aku tak ingin itu terjadi, karena aku mulai suka keadaan ini. Kau mencintai aku dan dia, dan kau merasa tengah dalam proses perebutan kami berdua. Jika itu yang kau rasakan, tak apa bagiku karena hal yang biasa jika kau tak bisa melepaskanku dan melepaskanya. Dirinya memang terlalu sempurna untuk kau lepas begitu saja. Dan diriku, kau pasti tak ingin hubungan ini berakhir saat aku masih memendam amarah tentang apa yang kau lakukan bukan? Sudahlah, aku bisa memaklumi nya, karena kini aku memposisikan diriku sebagai seorang pengamat, aku sudah tak masuk kriteria orang yang mencintaimu lagi menurutku. Aku tak mempunyai rasa, rasa cinta maksudku, jika rasa yang kau harapkan adalah rasa benci. Aku punya, lebih besar dan banyak daripada yang kau bayangkan sebelumnya.

Malam ini hujan lagi, dan aku tahu aku pasti akan memikirkan hal ini. Dan saat ini, saat aku mengetahui kau masih menyimpan rasamu terahadapnya, entahlah aku mau berkomentar apa. Bukan kecewa diksi yang tepat untuk rasaku, amarahku tak disertai rasa kecewa saat ini. Hanya hitungan jam, kau yang sebelumnya berusaha untuk membuatku kembali kini telah berusaha lagi untuk membuatnya juga kembali.