keterangan dewan perwakilan rakyat republik indonesia atas ... · 2.bahwa dengan ketiadaan hak bagi...

23
KETERANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ATAS PERMOHONAN PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DALAM PERKARA NOMOR: 91/PUU-XV/2017 Jakarta, Januari, 2018 Kepada Yth: Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Di Jakarta. Dengan hormat, Berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 25/PIMP/III/2015- 2016 tanggal 18 Januari 2016, telah menugaskan kepada Anggota Komisi III DPR RI yaitu : H. Bambang Soesatyo, SE., MBA. (No. Anggota 227) ; Trimedya Panjaitan, SH., MH. (No. Anggota A-127) ; Desmon Junaidi Mahesa, SH., MH. (No. Anggota A-376) ; DR. Benny Kabur Harman, SH., MH. (No. Anggota A-444) ; Mulfachri Harahap, SH. (No. Anggota A-459) ; DR. Junimart Girsang, SH., MH. (No. Anggota A-128) ; DR. H. M. Aziz Syamsuddin, SH., MH. (No. Anggota A-248) ; DR. Ir. Sufmi Dasco Ahmad, SH., MH (No. Anggota A-377) ; Didik Mukrianto, SH., MH (No. Anggota A- 437) ; H. Muslim Ayub, SH. (No. Anggota A-458) ; H. Abdul Kadir Karding, M.Si. (No. Anggota A-55) ; H. Aboe Bakar Al Habsy (No. Anggota A-119) ; H. Arsul Sani, SH., M.Si. (No. Anggota A-528) ; Drs. Taufiqulhadi, M.Si. (No. 1

Upload: lekhanh

Post on 07-Aug-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KETERANGANDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

ATAS

PERMOHONAN PENGUJIAN MATERIIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TERHADAP

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DALAM PERKARA NOMOR: 91/PUU-XV/2017

Jakarta, Januari, 2018

Kepada Yth:Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Di Jakarta.

Dengan hormat, Berdasarkan Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor 25/PIMP/III/2015-

2016 tanggal 18 Januari 2016, telah menugaskan kepada Anggota KomisiIII DPR RI yaitu : H. Bambang Soesatyo, SE., MBA. (No. Anggota 227) ;Trimedya Panjaitan, SH., MH. (No. Anggota A-127) ; Desmon JunaidiMahesa, SH., MH. (No. Anggota A-376) ; DR. Benny Kabur Harman, SH.,MH. (No. Anggota A-444) ; Mulfachri Harahap, SH. (No. Anggota A-459) ; DR.Junimart Girsang, SH., MH. (No. Anggota A-128) ; DR. H. M. AzizSyamsuddin, SH., MH. (No. Anggota A-248) ; DR. Ir. Sufmi Dasco Ahmad,SH., MH (No. Anggota A-377) ; Didik Mukrianto, SH., MH (No. Anggota A-437) ; H. Muslim Ayub, SH. (No. Anggota A-458) ; H. Abdul Kadir Karding,M.Si. (No. Anggota A-55) ; H. Aboe Bakar Al Habsy (No. Anggota A-119) ; H.Arsul Sani, SH., M.Si. (No. Anggota A-528) ; Drs. Taufiqulhadi, M.Si. (No.

1

Anggota A-19) ; H. Sarifuddin Sudding, SH., MH. (No. Anggota A-559), dalamhal ini baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untukdan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, untukselanjutnya disebut-----------------------------------------------------------DPR RI.

Sehubungan dengan surat nomor 746.91/PAN.MK/10/2017 tanggal31 Oktober 2017 perihal Salinan Permohonan Nomor 91/PUU-XV/2017dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terkait dengan permohonanpengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang PerlindunganKonsumen (selanjutnya disebut UU tentang Perlindungan Konsumen)terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945(selanjutnya disebut UUD Tahun 1945) yang diajukan oleh:

Nama : Muhammad HafidzAlamat : Jl. Tatya Wuni IV, Blok F5 No. 2, Rt. 007, Rw. 012,

Kelurahan Cijujung, Kecamatan Sukaraja, KabupatenBogor.

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Dalam hal ini memberi kuasa kepada Eep Ependi, S.H. Beralamat diLingkungan Babakan Hurip, Rt. 003, Rw. 013, Kota Kaler, Sumedang Utara,Sumedang. Untuk selanjutnya secara bersama-sama seluruhnyadisebut---------------------------------------------------------------------------------Pemohon.

Dengan ini DPR RI menyampaikan keterangan terhadap permohonanpengujian tentang Perlindungan Konsumen terhadap UUD Tahun 1945dalam perkara nomor 91/PUU-XV/2017 sebagai berikut:

A. KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANGPERLINDUNGAN KONSUMEN YANG DIMOHONKAN PENGUJIANTERHADAP UUD TAHUN 1945

Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian Pasal 4huruf b dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentangPerlindungan Konsumen (UU tentang Perlindungan Konsumen) sebagaiberikut:

“ Hak konsumen adalah:a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

2

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi sertajaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi danjaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ataujasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upayapenyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidaksesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturanperundang-undangan lainnya.”

bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD Tahun 1945 yang berbunyisebagai berikut:

“Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untukmemperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapaipersamaan dan keadilan”.

B. HAK DAN/ATAU KEWENANGAN KONSTITUSIONAL YANG DIANGGAPPEMOHON TELAH DIRUGIKAN OLEH BERLAKUNYA PASAL A QUOUU TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pemohon dalam permohonannya mengemukakan bahwa hakkonstitusionalnya telah dirugikan dan dilanggar oleh berlakunyaketentuan pasal a quo sebagaimana dikemukakan dalampermohonannya yang pada intinya sebagai berikut:

1. Bahwa ketentuan Pasal 4 huruf b UU tentang PerlindunganKonsumen yang hanya mengatur hak untuk memilih sertamendapatkan barang dan/atau jasa tanpa diberikan hak untukmemilih cara melakukan pembayaran atas barang dan/atau jasa yanghendak dimiliki dan/atau digunakan, telah tidak memberikankemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatandan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan bagiPemohon.

3

2. Bahwa dengan ketiadaan hak bagi Pemohon untuk memilih makapelaku usaha dapat secara sewenang-wenang menentukan sendiricara pembayaran atas barang dan/atau jasa yang ditawarkannya,diantaranya, mengharuskan konsumen untuk melakukanpembayaran menggunakan uang elektronik (e-money) dan menolakpembayaran langsung/tunai dari konsumen yang menggunakan uangkertas atau logam sebagai alat pembayaran yang sah;

3. Bahwa tindakan pelaku usaha tersebut merupakan tindakanmonopoli usaha, karena konsumen tidak memiliki alternatif lainuntuk melakukan pembayaran selain yang telah ditentukan secarasepihak oleh pelaku usaha. Tindakan tersebut juga merupakantindakan diskriminasi bagi konsumen yang pada pokoknya hanyadapat melakukan pembayaran atas barang dan/atau jasa yangditawarkan menggunakan uang kertas atau logam sebagai alatpembayaran yang sah.

4. Bahwa pelaku usaha penyelenggara jalan tol juga telah membuatrupiah sebagai alat pembayaran yang sah menjadi tidak berlakuuntuk para pengguna tol dalam melakukan pembayaran.

Bahwa Pemohon dalam permohonannya mengemukakan bahwaketentuan pasal a quo dianggap bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2)UUD Tahun 1945.

Bahwa berdasarkan uraian-uraian permohonannya, Pemohondalam petitumnya memohon kepada Majelis Hakim MahkamahKonstitusi untuk memberikan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;2. Menyatakan bahwa Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Pertlindungan Konsumen (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3821) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidakmemiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai meniadakanhak konsumen untuk memilih cara melakukan pembayaran atasbarang dan/atau jasa yang hendak dimiliki dan/atau digunakan;

3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RepublikIndonesia sebagaimana mestinya;

Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah berpendapat lain, mohonputusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

C. KETERANGAN DPR RI

4

Terhadap dalil Pemohon sebagaimana diuraikan dalampermohonan yang diajukan kepada Majelis Hakim MahkamahKonstitusi, DPR RI dalam penyampaian pandangannya terlebih dahulumenguraikan mengenai kedudukan hukum (legal standing) dapatdijelaskan sebagai berikut:

1. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon

Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh Pemohon sebagai Pihak telahdiatur dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi,yang menyatakan bahwa “Pemohon adalah pihak yang menganggap hakdan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunyaundang-undang yaitu:a. Perorangan warga Negara Indonesia;b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara KesatuanRepublik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

c. Badan hukum publik atau privat; ataud. Lembaga Negara.”

Hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dimaksudketentuan Pasal 51 ayat (1) tersebut, dipertegas penjelasannya bahwa“yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang diaturdalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.Ketentuan Pasal 51 ayat (1) ini menegaskan bahwa hak-hak yang secaraeksplisit diatur di dalam UUD Tahun 1945 saja yang termasuk “hakkonstitusional”. Oleh karena itu menurut UU Mahkamah Konstitusi agarseseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon yangmemiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonanpengujian undang-undang terhadap UUD Tahun 1945, maka terlebihdahulu harus menjelaskan dan membuktikan:a. Kualifikasinya sebagai Pemohon dalam permohonan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi;b. Hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana dimaksud

dalam Penjelasan Pasal 51 ayat (1) dianggap telah dirugikan olehberlakunya undang-undang.

Mengenai parameter kerugian konstitusional, MahkamahKonstitusi telah memberikan pengertian dan batasan tentang kerugiankonstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undangharus memenuhi 5 (lima) syarat (vide putusan Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan perkara Nomor 011/PUU-V/2007) yaitu sebagai berikut:

5

a. Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yangdiberikan oleh UUD Tahun 1945;

b. Bahwa hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon tersebutdianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undangyang diuji;

c. Bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohonyang dimaksud bersifat spesifik/khusus dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran wajar dapatdipastikan akan terjadi;

d. Adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian danberlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;

e. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonanmaka kerugian dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkantidak akan atau tidak lagi terjadi.

Jika kelima syarat tersebut tidak dipenuhi oleh Pemohon dalamperkara pengujian undang-undang a quo, maka Pemohon tidak memilikikualifikasi kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon.Menanggapi permohonan Pemohon a quo, DPR RI berpandangan bahwaemohon harus dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benarPemohon sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangankonstitusionalnya dirugikan atas berlakunya ketentuan yangdimohonkan untuk diuji, khususnya dalam mengkonstruksikan adanyakerugian terhadap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaidampak dari diberlakukannya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji.Bahwa yang dimohonkan Pemohon adalah sesuatu yang belumdibuktikan kerugiannya bersifat spesifik atau aktual yang ditimbulkanakibat berlakunya pasal-pasal a quo.

Bahwa tujuan pembentukan UU tentang Perlindungan Konsumensebagaimana tercantum dalam bagian Penjelasan Umum adalah upayapemberdayaan konsumen agar kepentingan konsumen dapat terlindungisecara integratif dan komprehensif serta efektif di masyarakat danmendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnyaperusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melaluipenyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas, sementara Pemohonselaku pengguna jalan tol mendalilkan kerugian konstitusional yangdialami adalah karena pasal a quo yang mengatur hak konsumendiantaranya hanya hak untuk memilih serta mendapatkan barangdan/atau jasa, tanpa diberikan hak untuk memilih cara melakukanpembayaran atas barang dan/atau jasa yang hendak dimiliki dan/ataudigunakan.

6

Penggagas awal mengenai hak konsumen dan perlunyaperlindungan konsumen adalah Presiden Amerika Serikat John F.Kennedy pada tahun 1962, menurutnya ada empat hak konsumen yangperlu dilindungi secara hukum, yaitu:1) hak memperoleh keamanan (the right to safety);

Aspek ini ditujukan pada perlindungan konsumen dari pemasaranbarang dan/atau jasa yang membahayakan keselamatan konsumen.Pada posisi ini, intervensi, tanggung jawab dan peranan pemerintahdalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan konsumensangat penting. Karena itu pula, pengaturan dan regulasiperlindungan konsumen sangat dibutuhkan untuk menjagakonsumen dari perilaku produsen yang nantinya dapat merugikandan membahayakan keselamatan konsumen.

2) hak memilih (the right to choose);Bagi konsumen, hak memilih merupakan hak prerogatif konsumenapakah ia akan membeli atau tidak membeli suatu barang dan/ataujasa. Oleh karena itu, tanpa ditunjang oleh hak untuk mendapatkaninformasi yang jujur, tingkat pendidikan yang patut, dan penghasilanyang memadai, maka hak ini tidak akan bayak artinya. Apalagidengan meningkatnya teknik penggunaan pasar, terutama lewatiklan, maka hak untuk memilih ini lebih banyak ditentukan olehfaktor-faktor di luar dir konsumen.

3) hak mendapat informasi (the right to be informed); danHak ini mempunyai arti yang sangat fundamental bagi konsumen biladilhat dari sudut kepentingan dan kehidupan ekonominya. Setiapketerangan mengenai sesuatu barang yang akan dibelinya atau akanmengikat dirinya, haruslah diberikan selengkap mungkin dan denganpenuh kejujuran. Informasi baik secara langsung maupun secaraumum melalui berbagai media komunikasi seharusnya disepakatibersama agar tidak menyesatkan konsumen.

4) hak untuk didengar (the right to be heard)Hak ini dimaksudkan untuk menjamin konsumen bahwakepentingannya harus diperhatkan dan tercermin dalamkebijaksanaan pemerintah, termasuk turut didengar dalampembentukan kebijakan tersebut. Selain itu, konsumen juga harusdidengar setiap keluhannya dan harapannya dalam mengonsumsibarang dan/atau jasa yang dipasarkan produsen.

( Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen , Jakarta: Kencana, 2013, hal47 ).

Hak konsumen dalam Pasal 4 UU tentang Perlindungan Konsumenberupa hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan mengandungpengertian bahwa konsumen berhak mendapatkan produk yang nyaman,

7

aman, dan yang memberi keselamatan. Oleh karena itu, konsumenharus dilindungi dari segala bahaya yang mengancam kesehatan, jiwa,dan harta bendanya karena memakai atau mengonsumsi suatu produk.Tidak dikehendaki adanya produk yang dapat mencelakakan danmencederai konsumen. (Janus Sidabalok, Hukum PerlindunganKonsumen di Indonesia , Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010, hal , 40).

Pasal 4 huruf b UU tentang Perlindungan Konsumen mengatursalah satu hak konsumen berupa setiap orang sebagai konsumenbarang ataupun jasa untuk memilih serta mendapatkan barangdan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yangdijanjikan merupakan norma yang sifatnya umum berlaku untuk setiaporang serta tidak mengarah atau khusus pada jasa tertentu saja.Dengan adanya ketentuan Pasal 4 UU tentang Perlindungan Konsumenjustru lebih memberikan jaminan kepastian hukum akan hak-hak bagikonsumen mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengankehendaknya.

Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 4 huruf b UU tentangPerlindungan Konsumen telah menimbulkan kerugian konstitusional,karena untuk menggunakan jasa jalan tol Pemohon harusmenggunakan emoney sebagai alat pembayaran. Sedangkan Pasal incasu berlaku secara umum tidak hanya untuk pengguna jalan tol danjasa jalan tol, melainkan seluruh konsumen barang dan/atau jasa.Pemberlakuan emoney diterapkan di seluruh jalan tol dan seluruhdaerah di wilayah Negara Republik Indonesia dengan tujuan lebihmenjamin hak konsumen dalam mendapatkan pelayanan yang lebihbaik di pintu-pintu gerbang pembayaran jalan tol.

Upaya penyedia jasa jalan tol untuk memperbaiki pelayanannyabukan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi melainkan lebihuntuk menjamin hak konsumen dan menjalankan kewajiban selakupelaku usaha sebagaimana diatur dalam UU tentang PerlindunganKonsumen. Disamping itu nyata tidak ada sebab akibat denganpemberlakuan penggunaan emoney terhadap mata pencaharian maupunhak-hak pemohon sebagai warga negara dalam memperoleh layananjasa. Meskipun pemberlakuan emoney dalam pembayaran jalan tolmenurut Pemohon potensial menimbulkan kerugian bagi Pemohon, haltersebut bukan akibat pemberlakuan ketentuan Pasal 4 huruf b UUtentang Perlindungan Konsumen. Sehingga pemberlakuan tersebut tidakmenimbulkan kerugian konstitusional secara langsung terhadapPemohon.

Pemohon menguji Pasal 4 huruf b UU tentang PerlindunganKonsumen bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD Tahun 1945,sedangkan konsep ketentuan Pasal 28H ayat (2) UUD 45 mengenai hak

8

setiap orang untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untukmemperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapaipersamaan dan keadilan”. Menurut Jimly Asshiddiqie, Pasal 28H ayat (2)UUD Tahun 1945 mengatur tentang hak untuk mendapatkan perlakuankhusus atau affirmative action sebagai pengecualian atas ketentuan hakasasi manusia yang antidriskiminasi dengan pertimbangan bahwa orangatau kelompok orang yang bersangkutan berada dalam keadaan yangtertinggal dari perkembangan masyarakat pada umumnya, sehinggakepadanya dibutuhkan tindakan dan kebijakan yang bersifat khusus.Perlakuan khusus sebenarnya bersifat diskriminatif juga, namun dalammakna yang positif untuk menolong agar yang bersangkutan dapatmengejar ketertinggalan. Diskriminasi tersebut dimaknai sebagaidiskriminatif positif atau affirmative action sebagai pelaksanaan dariaffirmative policy. (Jimly Asshiddiqie, Komentar Atas Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: SInar Grafika,2013, hal. 122).

Lebih lanjut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun2016 tentang Penyandang Disabilitas, sebagai ketentuan pelaksanaanPasal 28H ayat (2) UUD Tahun 1945, menegaskan hak asasi manusiasebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusiabersifat universal, perlu dilindungi, dihormati, dan dipertahankan,sehingga pelindungan dan hak asasi manusia terhadap kelompokrentan, khususnya penyandang disabilitas. penghormatan, pelindungan,dan pemenuhan hak penyandang disabilitas merupakan kewajibannegara. Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikanpeluang dan/atau menyediakan akses kepada penyandang disabilitasuntuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negaradan masyarakat. Penjelasan Umum Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mengurai bahwadengan disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentangPengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities(Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas) menunjukkan komitmendan kesungguhan pemerintah Indonesia untuk menghormati,melindungi, dan memenuhi hak penyandang disabilitas yang padaakhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penyandangdisabilitas, penyandang disabilitas berhak untuk bebas dari penyiksaanatau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabatmanusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta berhak untuk mendapatkan penghormatan atas integritasmental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain,termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan Pelindungan danpelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan

9

darurat.

Dengan demikian antara kerugian konstitusional yang didalilkanoleh Pemohon dengan berlakunya pasal a quo yang dimohonkanpengujian tidak memiliki hubungan sebab akibat (causal verband).

Berdasarkan pada hal-hal yang telah disampaikan tersebut DPRRI berpandangan bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum(legal standing) karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) danPenjelasan UU Mahkamah Konstitusi, serta tidak memenuhipersyaratan kerugian konstitusional yang diputuskan dalam putusanMahkamah Konstitusi terdahulu. Bahwa Pemohon dalam permohonan aquo tidak menguraikan secara konkrit mengenai hak dan/ataukewenangan konstitusionaInya yang dianggap dirugikan atas berlakunyaketentuan yang dimohonkan untuk diuji, utamanya dalammengkonstruksikan adanya kerugian hak dan/atau kewenangankonstitusionaInya yang dirugikan atas berlakunya ketentuan yangdimohonkan untuk diuji tersebut.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, terhadap kedudukanhukum (legal standing) Pemohon, DPR RI menyerahkan sepenuhnyakepada Ketua/Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia untukmempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukanhukum (legal standing) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1)Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan Putusan MahkamahKonstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan perkaraNomor 011/PUU-V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional.

2. Pengujian Materiil Pasal a quo terhadap UUD Tahun 1945

Terhadap dalil-dalil yang dikemukakan Pemohon tersebut, DPR RIberpandangan dengan memberikan keterangan/penjelasan sebagaiberikut :

a. Pandangan Umum

Bahwa pembentukan undang-undang a quo sudah sejalan denganamanat UUD Tahun 1945 dan telah memenuhi syarat dan ketentuansebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnyadisebut UU Pembentukan Perundangan) dengan argumentasi sebagaiberikut:

10

1) Bahwa tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam alinea ke-4UUD Tahun 1945 yaitu, “...melindungi segenap bangsa Indonesia danseluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraanumum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakanketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadidan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaanIndonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesiayang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yangberkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila;

2) Bahwa Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyatsebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Tahun 1945menyebutkan ”kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakanmenurut Undang-Undang Dasar”. Hal tersebut mengandung maknabahwa Undang-Undang Dasar adalah merupakan sumber hukumtertulis tertinggi dalam hierarki perundang-undangan yang menjadisumber hukum bagi setiap komponen bangsa untuk menjalankankedaulatannya berupa pelaksanaan fungsi, tugas, dankewenangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. BahwaDPR RI berdasarkan UUD Tahun 1945 adalah lembaga negara yangmerupakan representasi rakyat yang diberikan kedalatan/kekuasaanoleh UUD Tahun 1945 untuk membuat undang-undang.

3) Bahwa Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 mengatur bahwa Indonesiaadalah negara hukum maka undang-undang merupakan hukum yangharus dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap komponen masyarakattermasuk didalamnya Pemohon dan juga negara dalammenyelenggarakan negara dan pemerintahan. Gagasan negara hukumyang dianut UUD Tahun 1945 ini menegaskan adanya pengakuannormatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum (supremacy oflaw) yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagaipedoman tertinggi.

4) Bahwa Indonesia melakukan pembangunan nasional gunamewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang meratamateriil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkanPancasila dan UUD Tahun 1945, sehingga pembangunanperekonomian di era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnyadunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barangdan/atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapatmeningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus

11

mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperolehdari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.

5) Bahwa penyelenggaraan perlindungan konsumen didasarkan padaasas manfaat yaitu segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungankonsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagikepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan; asaskeadilan artinya agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkansecara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen danpelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakankewajibannya secara adil; asas keseimbangan dimana untukmemberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelakuusaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual; asaskeamanan dan keselamatan konsumen yaitu untuk memberikanjaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalampenggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yangdikonsumsi atau digunakan; dan asas kepastian hukum denganmaksud agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukumdan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungankonsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

6) Bahwa secara umum, pengaturan dalam UU tentang PerlindunganKonsumen bertujuan untuk:a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri;b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/ataujasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandungunsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta aksesuntuk mendapatkan informasi;

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnyaperlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur danbertanggungjawab dalam berusaha;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjaminkelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pengaturan dalam UU tentang perlindungan konsumen akanmendorong dan mengarahkan pelaku usaha untuk semakin

12

meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang ditawarkannya,bukan hanya sekadar profit oriented semata.

7) Bahwa sebagaimana ditegaskan oleh Bank Indonesia, tujuankebijakan pengembangan e-money sebagai instrumen pembayaranmikro adalah:a. Mendorong terciptanya instrumen e-money yang aman, efisien

dan handal bagi masyarakat guna mendukung terwujudnyaperekonomian yang lebih efisien.

b. Menciptakan efisiensi nasional melalui kolaborasi pasar terutamaberkaitan penciptaan standarisasi platform, chip dan messagingsehingga memungkinkan interoperability antarpenyelenggara.

c. Menciptakan landasan hukum yang kuat dalam penyelenggaraane-money termasuk aspek perlindungan konsumen.

d. Menciptakan mekanisme pengawasan penyelenggaraan e-money.(Sumber: Tim Inisiatif Grand Desain Upaya Peningkatan PenggunaanPembayaran Non Tunai, Working Paper: Upaya MeningkatkanPenggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money, Jakarta: Bank Indonesia, 2006).Penerapan pembayaran menggunakan e-money merupakan salahsatu upaya pengelola jalan tol selaku pelaku usaha dalammeningkatkan kualitas jasa yang diberikan agar konsumen lebihmerasa nyaman dan aman dalam menggunakan fasilitas jalan tol.Penggunaan uang elektronik (e-money) sebagai penggantipembayaran secara tunai untuk membayar fasilitas jalan tol bukanuntuk menaikkan tarif ke konsumen atau meningkatkanpendapatan pengelola jalan tol, melainkan lebih bertujuan untukmempermudah pelayanan bagi konsumen pengguna jalan tol agarmemperlancar arus antrian di pintu gerbang berbayar sertamendukung transparansi dan akuntabilitas penerimaan pendapatandari pengelolaan jalan tol.

b. Pandangan Terhadap Pokok Permohonan

1) Bahwa UU tentang Perlindungan Konsumen sebagai piranti hukumyang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikanusaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungankonsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yangmendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapipersaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yangberkualitas.

13

2) Bahwa UU tentang Perlindungan Konsumen dibentuk denganmengacu pada filosofi pembangunan nasional termasukpembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadapkonsumen guna membangun manusia Indonesia seutuhnya yangberlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitudasar negara Pancasila dan UUD Tahun 1945.Dalam Rapat Paripurna, Kamis 10 Desember 1999, Fraksi PPPmensyaratkan agar perlindungan konsumen dapat terlaksanaterdapat lima prinsip dasar yang harus diperhatikan, yaitu:a. Konsumen adalah setiap orang. Tidak ada orang yang tidak

mengonsumsi barang, termasuk pengusaha, sehingga konsepperlindungan konsumen bukan merupakan gangguan terhadapkepentingan pengusaha. Sehingga polarisasi konsumen versuspengusaha yang merupakan conditio sine qua non dapatdinetralisisr dengan terbitnya perundangan yang mengaturperlindungan terhadap konsumen.

b. Hak konsumen adalah hak konstitusional. Karena setiap orangadalah konsumen maka setiap WNI adalah konsumen. Pasal 27UUD Tahun 1945 menyebutkan dengan jelas dan tegas kesamaankedudukan dari setiap warga negara Indonesia dalam hukumdan pemerintahan.

c. Kesederajatan kedudukan antara konsumen dan pengusaha, inimerupakan konsekuensi logis dari kedua prinsip terdahulu.Kesederajatan di antara keduanya dalam hubungan jual beli(transaksi) secara ekonomis sebenarnya akan menguntungkankedua belah pihak.

d. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap,walaupun perlindungan konsumen adalah hak konstitusionalsetiap orang. Dalam aplikasi pengaturan perlindungan terhadapkonsumen diperlukakn perubahan orientasi sikap sehingga hakkonsumen tersebut akan efektif. Apresiasi si empunya hakterhadap hak yang dimilikinya merupakan orientasi sikap yangpenting dan perlu dikembangkan di masyarakat kita.

e. Perlindungan konsumen hanya akan berkembang dalam iklimhubungan bisnis yang sehat. Tanpa iklim hubungan bisnis yangsehat mustahil perlindungan terhadap konsumen dapatberkembang di masyarakat kita.

3) Bahwa Pemohon telah mendalilkan Ketentuan Pasal 4 huruf b UUtentang Perlidungan Konsumen bertentangan dengan Pasal 28H ayat(2) UUD Tahun 1945. Ketentuan dalam Pasal 4 huruf b UU tentangPerlindungan Konsumen berisi hak untuk memilih, oleh pembentuk

14

Undang-Undang hak ini dimaknai bahwa sebagai setiap konsumenmemiliki kebebasan untuk memilih atas produk barang dan jasayang ditawarkan produsen atau pengusaha tanpa reserve.Pemberian hak memilih dalam pasal a quo justru menguatkanjaminan negara atas pelaksanaan hak konstitusional, dalam hal iniseluruh konsumen pengguna jalan tol tanpa pengecualian, yangtelah secara sadar memilih menggunakan jasa jalan tol berhakmemperoleh pelayanan sesuai yang diperjanjikam untukmendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus sebagaimanadiatur dalam Pasal 28H ayat (2) UUD Tahun 1945.Disamping adanya hak konsumen dalam Pasal 5 UU tentangPerlindungan Konsumen juga menentukan kewajiban bagi konsumenmeliputi:a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demikeamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barangdan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.Seluruh kewajiban tersebut harus dipahami dan dipatuhi sebagaipenyeimbang atas hak-hak yang telah dilekatkan kepada konsumendalam Pasal 4, adanya keputusan konsumen memilih untukmenggunakan jalan tol secara bersamaan kewajiban tersebutmengikat selaku konsumen pengguna jasa.

4) Bahwa Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 4 huruf b yanghanya mengatur hak untuk memilih serta mendapatkan barangdan/atau jasa, tanpa diberikan hak untuk memilih cara pembayaranatas barang dan/atau jasa yang hendak dimiliki dan/ataudigunakan, telah tidak memberikan kemudahan dan perlakuankhusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang samaguna mencapai persamaan dan keadilan bagi Pemohon.Kehendak konsumen untuk menggunakan fasilitas jalan tolmerupakan pilihan, penyelenggara jalan tol bahkan negara sekalipuntidak berhak untuk memaksa konsumen harus masuk jalan tol.Ketika memutuskan untuk tidak melewati jalan umum dankemudian menggunakan jalan tol maka pada prinsipnya konsumentersebut telah menggunakan haknya untuk memilih fasilitas jalanapa yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhannya. Di sisi lain, berdasarkan Pasal 6 huruf a UU tentang PerlindunganKonsumen penyelenggara jalan tol selaku pelaku usaha berhak

15

untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatanmengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan. Selain hak, pelaku usaha juga memikul kewajibansebagaimana ketentuan Pasal 7 UU tentang Perlindungan Konsumenyaitu:a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barnag dan/atau jasa serta memberipenjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; dan

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujurserta tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/ataudiperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barangdan/atau jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberijaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atauyang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian ataskerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatanbarang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabilabarang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidaksesuai dengan perjanjian.

Penggunaan e-money sebagai alat pembayaran jalan tol diantaranyauntuk memperbaiki layanan di pintu-pintu tol agar lebih cepat tanpaada kemacetan karena panjangnya antrean mobil konsumen yanghendak membayar, mempermudah transaksi dengan menggunakanteknologi guna meniadakan salah perhitungan ongkos, dan menjadisalah satu langkah pendorong budaya nontunai (cashless society).Maksud dan tujuan utama penggunaan e-money sebagai alatpembayaran yang sah di jalan tol lebih untuk memberikankemudahan bagi konsumen semata, tidak untuk menaikkanpendapatan atau memenuhi kebutuhan pelaku usaha semata.Pewajiban tersebut dikenakan terhadap seluruh konsumen yangmemanfaatkan jalan tol tanpa membedakan konsumen satu denganyang lain. Artinya, penggunaan e-money sebagai alat pembayaranyang sah untuk menggunakan fasilitas jasa jalan tol justru menjadibukti pelaksanaan secara konsisten antara hak dan kewajibanpelaku usaha dalam kerangka perlindungan konsumen.

16

5) Bahwa Pemohon mendalilkan dengan ketiadaan hak bagi Pemohonuntuk memilih cara melakukan pembayaran maka pelaku usahadapat secara sewenang-wenang menentukan cara pembayaran atasbarang dan/atau jasa yang ditawarkannya, diantaranyamenggunakan e-money dan menolak pembayaran langsung/tunaidengan uang kertas atau logam sebagai alat pembayaran yang sahbertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 23 Undang-UndangNomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.Dalil Pemohon tersebut tidak beralasan karena penerapanpenggunaan e-money sebagai alat pembayaran tidak seketika.Pemerintah dan pelaku usaha melakukan proses sosialisasi kepadaseluruh konsumen secara masiv melalui berbagai media, kemudianpemberlakuan secara bertahap pada beberapa pintu tol sejak 1September 2017, hingga pengumuman mengenai pemberlakuansecara efektif kewajiban penggunaan e-money di seluruh gardu tolper 31 Oktober 2017. Bahkan menjelang berlaku efektif, daritanggal 16 Oktober sampai 31 Oktober 2017 Badan Usaha Jalan Tol(BUJT) membagikan 1,5 juta kartu uang elektronik secara gratis.

6) Bahwa sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009tentang Uang Elektronik (PBI tentang Uang Elektronik) uangelektronik atau e-money sah digunakan sebagai penggantipembayaran tunai bagi Pemegang (pihak yang menggunakan uangelektronik) kepada pedagang atau merchant (penjual barangdan/atau jasa yang menerima transaksi pembayaran daripemegang), tanpa ada penggolongan kriteria terhadap pemegangatau pedagang, sepanjang memenuhi ketentuan dalam PBI tentangUang Elektronik. Pasal 20 PBI tentang Uang Elektronik menentukanbahwa uang elektronik dapat digunakan dengan ketentuan:

(1) Uang Elektronik yang diterbitkan wajib menggunakan uangrupiah

(2)Uang Elektronik yang digunakan di wilayah Negara RepublikIndonesia wajib menggunakan uang rupiah.

e-money tetap wajib menggunakan mata uang rupiah sehinggapenggunaan e-money tidak akan menegasikan keberadaan uangrupiah sebagai alat pembayaran yang sah untuk digunakan diseluruh wilayah Indonesia, sehingga penerapan penggunaan e-money tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun2011 tentang Mata Uang.

17

7) Bahwa Pemohon mendalilkan tindakan pelaku usaha yang tidakmemberikan pilihan kepada konsumen untuk mendapatkankemudahan memilih cara melakukan pembayaran atas barangdan/atau jasa yang hendak dimiliki dan/atau digunakan,merupakan tindakan monopoli usaha dan diskriminasi bagikonsumen.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan PraktekMonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mendefinisikanmonopoli sebagai penguasaan atas produksi dan atau pemasaranbarang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelakuusaha atau satu kelompok pelaku usaha. Dalam hal ini Pemohonbekerja sebagai karyawan swasta bukan sebagai sesama pelakuusaha jalan tol, Pemohon berada dalam posisi pengguna jasa ataukonsumen jasa jalan tol. Pelaku usaha jalan tol fokus bertugasmengelola jalan tol, bukan pihak yang menguasai atas produksi,pemasaran, atau penggunaan emoney. Sehingga tidak beralasan jikaPemohon mendalilkan pelaku usaha jalan tol telah melakukanmonopoli terhadap Pemohon karena harus menggunakan emoneyuntuk memanfaatkan jalan tol.Selanjutnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HakAsasi Manusia Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa:

“Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, ataupengecualian yang langsung ataupun tidak langsung didasarkanpada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,bahasa, keyakinan politik, yang berakibat, pengurangan,penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan ataupenggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalamkehidupan baik individual maupun kuloktif dalam bidang politik,ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.”

Penentuan sistem pembayaran yang digunakan sebagai imbalan atassuatu jasa, in casu penggunaan e-money untuk membayar fasilitasjalan tol, bukanlah suatu bentuk diskriminasi sebagaimana telahditentukan dalam kedua pasal tersebut. Kebijakan ini tidak terkaituntuk penguasaan suatu penggunaan jasa tertentu tetapi untukmemberi kemudahan dan kenyamanan membayar kepada seluruhkonsumen tanpa ada pembedaan perlakuan, termasuk kepadaPemohon, yang secara sukarela menggunakan jalan tol.

18

8) Bahwa terkait pengaturan hak dan kewajiban konsumen,pembentuk UU tentang Perlindungan Konsumen menghendakiadanya keseimbangan pengaturan antara hak dan kewajibankonsumen di satu pihak serta hak dan kewajiban pelaku usaha dipihak lain. Hal ini dapat dilihat pada risalah pembahasanRancangan UU tentang Perlindungan Konsumen pada Rapat BadanMusyawarah (Bamus) Kamis, 3 Desember 1998 dengan acaraPenjelasan Tim Pengusul Usul Inisiatif DPR RI:

a. Mayjen TNI Slamat Sugidjardjo (Juru Bicara Pengusul dariFraksi ABRI)Pencantuman hak dan kewajiban baik bagi konsumen maupunpelaku usaha menunjukan bahwa RUU ini berusaha mengaturatau melindungi secara seimbang antara kepentingan konsumendan kepentingan pelaku usaha. Dalam RUU ini tidak bermaksuduntuk mempertentangkan kedua komponen tersebut, melainkanbermaksud untuk menyerasikan hubungan keduanya danmenegaskan bahwa kedua komponen tersebut saling tergantungdan saling membutuhkan. Ditegaskan dalam Pasal 4, konsumenmempunyai 9 hak termasuk hak-hak lain yangtelah diatur didalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Sementara Pasal 5 mengatur mengenai 5 kewajiban yang harusdipatuhi. Di pihak lain pelaku usaha mempunyai 5 hak dan 7kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 RUUini.

b. Nikentari Musdiono (Juru Bicara Pengusul dari Fraksi KP)Masalah perlindungan konsumen mempunyai dimensi yangsangat luas yaitu menjangkau dan menjadi kepentingan semualapisan masyarakat. Semua kita adalah konsumen dan bahkanpelaku usaha pada dirinya pun melekta sebagai konsumen.Disamping dimensi jangkauan yang luas, masalah konsumenmempunyai nuansa global dan internasional.Dalam proses pembentukan UU lazimnya ada 3 aspek yangdijadikan tolok ukur kepentingan suatu UU dalam masyarakatyaitu:Pertama, aspek filosofis, pembentukan perlindungan konsumenmerupakan bagian dari upaya untuk memformulasikan filosofipembangunan yang menempatkan konsumen sebagai salah satupelaku kegiatan ekonomi dan subyek pembangunan nasional.Sebagai konsumen, sudah selayaknya ia juga ikut menentukandalam setiap kegiatan perekonomian. Pertimbangan kepentingan,keselamatan, peningkatan produktivitas, peningkatan nilaiproduk haruslah berorientasi kepada kepentingan konsumen.

19

Pengakuan terhadap posisi sebagai subyek kegiatan ekonominasional maupun internasional sekaligus berarti menempatkankonsumen sebagai subyek pembangunan yang tidak dapatdieksploitasi untuk kepentingan pelaku usaha. Peran konsumendalam pembangunan nasional yang bersifat ideal tersebut jugasejalan dengan tujuan pembangunan nasional yang diamanatkandalam UUD 1945, yaitu untuk menjadikan masyarakat adil danmakmur yang merata baik materiil maupun spirituil dalam suatusistem perekonomian nasional yang demokratis berdasarkanPancasila dan UUD 1945.Kedua, aspek sosiologis, globalisasi aktivitas perekonomian dankemajuan teknologi canggih dalam proses produksi merupakanlingkungan sosial konsumen pada abad modern ini. Globalisasitelah membawa dampak pada pergerakan barang dan jasa atauproduk dari satu negara ke negara lain. Globalisasi produkmembawa dampak positif dan negatif. Dari sisi positif, produkdari satu negara dapat dengan mudah diperoleh dan dinikmatioleh konsumen di negara lain. Naumn di sisi lain globalisasiproduk dapat menimbulkan dampak negatif apabila tidak adakontrol terhadap standar kualitas yang layak untuk dikonsumsisesuai dengan karakter konsumen di suatu negara. Lingkungansosial yang telah menggunakan teknologi canggih dalam prosesproduksi telah pula membawa dampak positif ataupun negatifyang perlu diantisipasi dengan suatu produk UU. Teknologicanggih pada satu sisi menghasilkan berbagai jenis produk yangkadang-kadang dibutuhkan oleh konsumen. Namun dari sisilain, ternyata teknologi canggih ini telah dimanfaatkan olehpelaku usaha untuk memanipulasi dan mengeksploitasikonsumen.Ketiga, aspek yuridis, filosofi dari paradigma pembangunannasional yang meletakan konsumen sebagai pelaku kegiatanperekonomian dan subyek pembangunan nasional menuntutpengakuan dan kepastian yuridis. Dengan demikian persamaankedudukan dalam fungsi yang berbeda antara konsumen danpelaku usaha perlu dituangkan dalam suatu UU. Tuntutantersebut juga didasarkan pada cita-cita sebagai negara hukum,terutama dalam mewujudkan keadilan dalam hubungan hukumantara pelaku usaha dan konsumen. Substansi dari berbagai UUyang telah ada kurang menonjolkan kepentingan konsumensehingga masih diperlukan UU khusus yang menjadi “pengikat”dari ketentuan-ketentuan perlindungan konsumen yang tersebardalam berbagai UU.

20

9) Dengan demikian DPR berpendapat bahwa ketentuan Pasal 4 hurufb UU tentang Perlindungan Konsumen justru bertujuan untukmenjamin hak bagi konsumen dalam memilih serta mendapatkanbarang dan/atau jasa yang sesuai dengan nilai tukar dan kondisiserta jaminan yang dijanjikan tanpa membatasi pilihan dalammelakukan cara pembayarannya. Sehingga Pasal 4 huruf b sejalandengan penjaminan hak konstitusional berupa hak untukmendapatkan kemudahan guna memperoleh kesempatan sertakemanfaatan yang sama dalam mencapai persamaan dan keadilansebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

10) Berdasarkan hal tersebut DPR RI berpandangan bahwa Pasal 4huruf b UU tentang Perlindungan Konsumen tidak bertentangandengan Pasal 28H ayat (2) UUD Tahun 1945.

Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas, DPR RI memohonagar kiranya Ketua Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusansebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legalstanding) sehingga permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapatditerima (niet ontvankelijk verklaard);

2. Menyatakan permohonan Pemohon a quo ditolak untuk seluruhnya atausetidak-tidaknya menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima;

3. Menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan;4. Menyatakan Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

5. Menyatakan Pasal 4 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999tentang Perlindungan Konsumen tetap memiliki kekuatan hukummengikat.

Apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusanyang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Demikian keterangan DPR RI ini kami sampaikan sebagai bahanpertimbangan Majelis Hakim yang Mulia untuk mengambil keputusan.

21

Hormat KamiTim Kuasa Hukum

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

H. Bambang Soesatyo, SE., MBA.(No. Anggota 227)

Trimedya Panjaitan, SH., MH. Desmon Junaidi Mahesa, SH., MH. (No. Anggota A-127) (No. Anggota A-376)

DR. Benny Kabur Harman, SH., MH. Mulfachri Harahap, SH. (No. Anggota A-444) (No. Anggota A-459)

DR. Junimart Girsang, SH., MH. DR. H. M. Aziz Syamsuddin, SH., MH. (No. Anggota A-128) (No. Anggota A-248)

Dr. Ir. Sufmi Dasco Ahmad, SH., MH. Didik Mukrianto, SH., MH. (No. Anggota A-377) (No. Anggota A-437)

H. Muslim Ayub, SH. H. Abdul Kadir Karding, M.Si.(No. Anggota A-458) (No. Anggota A-55)

22

H. Aboe Bakar Al Habsy H. Arsul Sani, SH., M.Si.(No. Anggota A-119) (No. Anggota A-528)

Drs. Taufiqulhadi, M.Si. H. Sarifuddin Sudding, SH., MH. (No. Anggota A-19) (No. Anggota A-559)

23