ketahanan varietas pisang lokal terhadap penyakit sigatoka

13
Ketahanan Varietas Pisang Lokal terhadap Penyakit Sigatoka 1 2 Resistance of Local Banana Variety toward Sigatoka Disease 3 4 Mariana* , Rodinah, Mirwan Setiadi 5 Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru 70714 6 7 8 ABSTRAK 9 Penyakit sigatoka pada pisang menyebabkan buah menjadi kecil dan pematangan buah 10 yang tidak merata. Uji ketahanan varietas pisang terhadap penyakit sigatoka belum pernah 11 dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mempelajari ketahanan beberapa varietas 12 pisang terhadap penyakit sigatoka. Patogen diisolasi dan diidentifikasi dari daun pisang kapas 13 dengan gejala sigatoka yang parah. Inokulum disiapkan dengan memperbanyak patogen pada 14 media PDA. Inokulasi menggunakan fragment miselium. Suspensi dinokulasikan pada permukaan 15 bawah helaian daun pisang dengan ukuran 5 x 5 cm. Varietas uji yang digunakan sebanyak 11 16 varietas pisang lokal yang tumbuh di Kalimantan Selatan. Tingkat ketahanan ditentukan 17 berdasarkan tahapan gejala. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat ketahanan. 18 yakni rentan ( Awak, Jaranang, Kapas, Mas, dan Paikat), agak tahan (Ambon, Kepok, Mas Bantan, 19 Mauli, dan Talas), dan tahan (Tarati). Masa inkubasi berkisar antara 2 8 hari, Masa inkubasi yang 20 semakin panjang akan diiringi dengan tingkat ketahanan yang semakin baik (tinggi). Masa inkubasi 21 juga berkorelasi negatif kuat terhadap intensitas penyakit,. Kerapatan stomata dengan masa 22 inkubasi maupun intensitas penyakit berkorelasi lemah. Laju perkembangan penyakit tertinggi 23 terjadi di awal perkembangan penyakit, dan cenderung menurun dipengamatan selanjutnya, kecuali 24 varietas Awak dan Tarati. yang laju perkembangan penyakit tertinggi masing-masing pada 25 pengamatan ke 2 dan ke 3 26 27 Kata Kunci : Masa Inkubasi,intensitas penyakit, Sigatoka, 28 29 30 ABSTRACT 31 Sigatoka disease in banana causes the fruit to be small and ripening in unison. Test the resistance 32 of the varieties of bananas to the Sigatoka disease has not been done. This study aims to test and 33 study the resistance of some varieties of bananas to the Sigatoka disease. Pathogens were isolated 34 and identified from the leaves of Kapas variety with severe symptoms of Sigatoka disease. 35 Inoculum is prepared with the multiplication of pathogens on PDA medium. Inoculation was carried 36 out using mycelial fragment. The method is based on the delivery of weighed slurries of 37 fragmented mycelia by brush to 5-by-5-cm areas on the abaxial surface of banana leaf blades, were 38 assessment of symptoms used to select eleven local varieties in south Kalimantan. The results 39 showed there were differences in the level of resistance. ie susceptible (Awa, Jaranang, Kapas, Mas, 40 and Paikat), partial resistant (Ambon, Kepok, Mas Bantan, Mauli, and Talas), and resistant (Tarati). 41 The incubation period ranges from 2-8 days, the longer the incubation period will be depended by 42

Upload: lekhanh

Post on 30-Dec-2016

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Ketahanan Varietas Pisang Lokal terhadap Penyakit Sigatoka 1

2 Resistance of Local Banana Variety toward Sigatoka Disease 3

4

Mariana* , Rodinah, Mirwan Setiadi 5 Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru 70714 6

7 8

ABSTRAK 9

Penyakit sigatoka pada pisang menyebabkan buah menjadi kecil dan pematangan buah 10 yang tidak merata. Uji ketahanan varietas pisang terhadap penyakit sigatoka belum pernah 11 dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mempelajari ketahanan beberapa varietas 12

pisang terhadap penyakit sigatoka. Patogen diisolasi dan diidentifikasi dari daun pisang kapas 13 dengan gejala sigatoka yang parah. Inokulum disiapkan dengan memperbanyak patogen pada 14

media PDA. Inokulasi menggunakan fragment miselium. Suspensi dinokulasikan pada permukaan 15 bawah helaian daun pisang dengan ukuran 5 x 5 cm. Varietas uji yang digunakan sebanyak 11 16 varietas pisang lokal yang tumbuh di Kalimantan Selatan. Tingkat ketahanan ditentukan 17

berdasarkan tahapan gejala. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat ketahanan. 18 yakni rentan ( Awak, Jaranang, Kapas, Mas, dan Paikat), agak tahan (Ambon, Kepok, Mas Bantan, 19

Mauli, dan Talas), dan tahan (Tarati). Masa inkubasi berkisar antara 2 – 8 hari, Masa inkubasi yang 20 semakin panjang akan diiringi dengan tingkat ketahanan yang semakin baik (tinggi). Masa inkubasi 21 juga berkorelasi negatif kuat terhadap intensitas penyakit,. Kerapatan stomata dengan masa 22

inkubasi maupun intensitas penyakit berkorelasi lemah. Laju perkembangan penyakit tertinggi 23 terjadi di awal perkembangan penyakit, dan cenderung menurun dipengamatan selanjutnya, kecuali 24

varietas Awak dan Tarati. yang laju perkembangan penyakit tertinggi masing-masing pada 25

pengamatan ke 2 dan ke 3 26

27 Kata Kunci : Masa Inkubasi,intensitas penyakit, Sigatoka, 28 29

30

ABSTRACT 31

Sigatoka disease in banana causes the fruit to be small and ripening in unison. Test the resistance 32

of the varieties of bananas to the Sigatoka disease has not been done. This study aims to test and 33

study the resistance of some varieties of bananas to the Sigatoka disease. Pathogens were isolated 34

and identified from the leaves of Kapas variety with severe symptoms of Sigatoka disease. 35

Inoculum is prepared with the multiplication of pathogens on PDA medium. Inoculation was carried 36

out using mycelial fragment. The method is based on the delivery of weighed slurries of 37

fragmented mycelia by brush to 5-by-5-cm areas on the abaxial surface of banana leaf blades, were 38

assessment of symptoms used to select eleven local varieties in south Kalimantan. The results 39

showed there were differences in the level of resistance. ie susceptible (Awa, Jaranang, Kapas, Mas, 40

and Paikat), partial resistant (Ambon, Kepok, Mas Bantan, Mauli, and Talas), and resistant (Tarati). 41

The incubation period ranges from 2-8 days, the longer the incubation period will be depended by 42

increasing resistance.. The incubation period is also a strong negative correlation to the intensity of 43

the disease ,. Stomatal density and incubation period as well as the intensity of the disease correlate 44

weakly. The highest rate of disease progression occurred in the early development of the disease, 45

and tend to decrease in the next observation, except varieties Awa and Tarati. the highest disease 46

progression at each observation and to 2 to 3 47

Key word : Incubation period, Disease Resistance, 48

*Alamat penulis korespondensi : Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Jl. Jend. A. Yani km 36 49 Kotak Pos 1028, Banjarbaru70714 50 Tel: 0511-4777392, Faks : 0511-4777392 Surel: [email protected] 51 52

53

PENDAHULUAN 54

Penyakit sigatoka disebabkan cendawan Mycosphaerella musicola (Sigatoka Kuning) 55

bentuk anamorf dari Pseudocercospora musae (Zimmerm.) Deighton dan Mycosphaerella fijiensis 56

(Sigatoka Hitam). Serangan penyakit ini pada pertanaman pisang dapat menyebabkan penurunan 57

hasil 30 – 50 %, serta menurunkan kualitas buah. Produksi toksin oleh M. fijiensis dapat 58

menyebabkan buah matang lebih awal. Awalnya diketahui bahwa toksin tersebut bersifat lifofilik 59

kemudian ada juga toksin yang bersifat hidrofilik. 2,4,8-trihydroxytetralone adalah fitotoksin yang 60

di hasilkan oleh M. Fijiensis, bersifat non spesifik inang dan lipophilic.yang dapat memepengaruhi 61

permeabilitas membran sel inang (Cruz-Cruz et al., 2011). Disamping itu, Juglone juga merupakan 62

toksin yang secara in vitro dengan sinar gamma dapat dikurangi pengaruhnya sehingga 63

meningkatkan ketahanan tanaman terhadap black sigatoka (Reyes-Borja et al., 2005). 64

Berkurangnya area fotosintesis karena bercak dan meranggasnya daun berakibat produksi buah 65

yang kecil. Menurut Hidalgo et al (2006) terjadi penurunan net fotosinsis pada tingkat penyakit yan 66

semakin tinggi. Walaupun penyakit ini tidak mematikan tanaman namun apabila tidak 67

dikendalikan dengan baik akan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Di Costa Rica biaya 68

nuntuk pengendalian sigatoka mencapai US$900-1,500/ha/tahun. Dengan demikian penyakit ini 69

perlu diwaspadai karena sampai saat ini perhatian terhadap penyakit ini kurang bahkan tidak 70

diperhatikan. Sedangkan di negara lain seperti pada Taiwan Banana Research Institute (TBRI) telah 71

melalukan penelitian intensif untuk pengendalian Black Sigatoka diantaranya adalah dengan 72

intoduksi varietas tahan (ICDF, 2013). 73

Perakitan varietas tahan memerlukan adanya gen tahan yang terdapat pada berbagai varietas 74

pisang. Indonesia merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang. Lebih dari 200 jenis 75

pisang terdapat di Indonesia. Tingginya keragaman ini, memberikan peluang pada Indonesia untuk 76

dapat memanfaatkan sebagai sumber gen tahan dan memilih jenis pisang komersial yang 77

dibutuhkan oleh konsumen. Di Kalimantan Selatan,setidaknya terdapat 9 jenis pisang yang banyak 78

tumbuh subur dan banyak diusahakan yakni Pisang Mauli, Pisang Kapas, Pisang Talas Gunung, 79

Pisang Manurun, Pisang Raja, Pisang Awak, Pisang Nangka, Pisang Jaranang Merah, dan Pisang 80

Ambon Lumut (Nisa et al., 2010). Penggunaan varietas tahan, selain dapat dipadukan dengan 81

beberapa teknik pengendalian lain, juga secara ekonomis dan ekologis lebih menguntungkan 82

dibanding dengan pestisida kimia. Uji ketahanan terhadap penyakit pisang selain ditujukan untuk 83

pengembangan varietas tahan yang akan digunakan dalam pengendalian penyakit, juga merupakan 84

langkah awal untuk menyelamatkan kekayaan hayati plasma nutfah pisang dari serbuan teknologi 85

pengendalian penyakit dengan pestisida kimia yang tidak bijaksana. Salah satu akibatnya patogen 86

akan semakin ganas. sehingga varietas tertentu akan punah beserta gen tahan yang dikandungnya.. 87

Kompenen dari uji ketahanan diantaranya adalah masa inkubasi, dan intensitas penyakit (Leiva-88

Mora, 2015). Sampai saat ini ketahanan pisang terhadap Sigatoka perlu dievaluasi terutama untuk 89

pisang lokal untuk meningkatkan produksi baik secara kuntitatif maupun kualitatif.. Adapun yang 90

menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji ketahanan beberapa varietas pisang lokal 91

terhadap penyakit bercak sigatoka, Komponen ketahanan yang juga dipelajari adalah lamanya masa 92

inkubasi, Intensitas penyakit, laju perkembangan infeksi penyakit dan kerapatan stomata sebagai 93

komponen ketahanan struktural tanaman. 94

BAHAN DAN METODE 95

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama 96

Penyakit Tamanan Fakultas Pertanian Banjarbaru, pada bulan Februari sampai dengan Agustus 97

2014. 98

Sumber inokulum diambil dari daun pisang dengan gejala penyakit sigatoka pada tahap 99

perkembangan penyakit yang parah yakni hampir seluruh helai daun mengering. Untuk isolasi, 100

gejala yang digunakan merupakan stage 3-4 yakni gejala bercak berwarna coklat gelap hingga hitam 101

hingga bercak yang berbentuk agak elips pada stage ini konidia dan konidiofor cendawan telah 102

terbentuk (PaDIL, 2009). Pemurnian dan perbanyakan sumber inokulum pada media Potato 103

Dextrose Agar. Inokulasi dilakukan dengan menggunakan metode fragment miselium dari biakan 104

yang berumur 7 hari. Suspensi dibuat dengan dosis 12 mg/ml (Donzelli dan Churchill, 2007). 105

Masa Inkubasi diamati dengan menghitung lamanya waktu (hari) yang diperlukan 106

cendawan dari diinokulasikan hingga munculnya gejala awal (stage 1) . Intensitas penyakit (%) 107

dihitung dengan rumus index Mc Kinney (dalam Bellotte et al., 2009) interval pengamatan 3 hari 108

selama 7 kali pengamatan. 109

110

( n x v ) 111 I = ---------------------- x 100 (%) 112

Z x N 113 I = Intensitas Serangan 114

n = jumlah daun dari tiap katagori serangan 115 v = nilai skala tiap katagori serangan 116 Z = nilai skala dari katagori serangan tertinggi 117 N = jumlah daun yang diamati 118

Kategori skor yang digunakan untuk pengukuran intensitas penyakit berdasarkan sistem 119

skoring menurut stover yang dimodifikasi oleh Gauhl (Donzelli dan Churchill, 2007).(Tabel 1) 120

Penentuan klasifikasi tingkat ketahanan berdasarkan tingkat gejala dan deskripsi gejala dari 121

tingkat perkembangan penyakit (Tabel 2). katagori ketahanan mengikuti Fullerton dan Olsen 122

(1995) yaitu Resisten = stage 0-1, Partial Resinten = stage 2-3, dan Susceptable = stage 4-5. 123

HASIL 124

Intensitas penyakit pada berbagai varietas beragam Pada pengamatan pertama intensitas 125

serangan penyakit tertinggi pada varietas Mauli, sedangkan di akhir pengamatan yang tertinggi 126

ialah pada varietas Kapas, Mauli, Mas, dan Jaranang,. Pada varietas Ambon, Awak, Mas Bantan, 127

Talas, dan Tarati peningkatan inensitas tertinggi terjadi pada pengamatan ke 4 dan di pengamatan 128

ke 2 untuk varietas lainnya. Namun perkembangan intensitas melambat pada pengamatan 129

selanjutnya (Tabel 3). 130

Korelasi antara masa inkubasi dengan intensitas penyakit di akhir pengamatan menunjukan 131

nilai negatif, artinya masa inkubasi yang semakin panjang maka intensitas serangan akan semakin 132

rendah. (Gambar 1). Berdasarkan nilai R, hubungan kedua faktor tersebut dikatakaan kuat yakni 133

55,02 % (R= -0,5502). Namun faktor masa inkubasi hanya mampu menjelaskan faktor intensitas 134

serangan sebesar 30,27 % (R2 = 0,3027). Hal ini juga ditunjukkan pada varietas pisang dengan 135

masa inkubasi yang semakin panjang maka tingkat ketahanannya pun akan semakin tinggi. Masa 136

inkubasi terpanjang ialah pada varietas Tarati, yakni 8 hari setelah inokulasi dan dikategorikan 137

sebagai varietas tahan. Sedangkan pada varietas lain masa inkubasinya lebih singkat sehingga 138

tingkat ketahanan pun dikategorikan lebih rendah, yakni agak tahan dan rentan. Masa inkubasi yang 139

semakin panjang akan memberikan respon tingkat ketahanan yang lebih baik (tinggi) (Tabel 3). 140

Tingkat intensitas serangan penyakit bercak Sigatoka pada tiap varietas pisang berbeda-141

beda. Pada pengamatan pertama intensitas serangan penyakit tertinggi ialah pada varietas Mauli, 142

yakni 20%. Sedangkan di akhir pengamatan intensitas penyakit tertinggi ialah pada varietas Kapas, 143

Mauli, Mas, dan Jaranang, yakni masing-masing 71,67 %, 56,67 %, 51,67 % dan 51,67 % (Lihat 144

Tabel 4). Pada varietas Ambon, Awak, Mas Bantan, Talas, dan Tarati peningkatan inensitas 145

tertinggi terjadi pada pengamatan ke 4 dan di pengamatan ke 2 untuk varietas lainnya. Namun 146

perkembangan intensitas melambat pada pengamatan selanjutnya.(Gambar 2) 147

Kerapatan stomata dan intensitas penyakit berkorelasi negatif, yang artinya intensitas 148

serangan semakin rendah apabila kerapatan stomata meningkat. Antara kerapatan stomata dan 149

intensitas serangan berkorelasi negatif, yang artinya intensitas serangan semakin rendah apabila 150

kerapatan stomata meningkat.. Namun dilihat dari nilai R yang kurang dari 0,5 (R = -0,2553) maka 151

hubungan kedua faktor tersebut dikategorikan lemah. Dan kerapatan stomata hanya mampu 152

menjelaskan faktor intensitas serangan sebesar 6,25 % (R2= 0,0625). (Gambar 3) 153

PEMBAHASAN 154

Lamanya masa inkubasi pada penelitian ini lebih singkat dibandingkan dengan hasil 155

penelitian Taylor (2005), bahwa masa inkubasi dari cendawan M. fijiensis berkisar antara 8-10 hari 156

setelah inokulasi. Menurut Donzelli dan Churchill (2007), masa inkubasi M. fijiensis di lapangan 157

berkisar antara 10-14 hari setelah inokulasi dan 35 hari pada kondisi iklim kering, serta berkisar 158

antara 12-21 hari apabila diletakkan di rumah kaca . Singkat ataupun panjangnya masa inkubasi 159

tersebut dipengaruhi beberapa faktor, khususnya dipengaruhi oleh tingkat ketahanan tanaman inang 160

disamping virulensi patogen. Hasil uji korelasi yang kuat antara masa inkubasi dan intensitas 161

penyakit menunjukkan bahwa masa inkubasi merupakan komponen dari ketahanan tanaman 162

terhadap penyakit sigatoka (Leiva-Mora, 2015) Dilihat dari singkatnya masa inkubasi (2 – 8 hari 163

setelah inokulasi) ini diduga juga disebabkan oleh tingkat virulensi cendawan M. fijiensis yang 164

tinggi. Tingkat virulensi dapat ditentukan dengan pengamatan masa inkubasi, Manzila et al. (2013) 165

menunjukkan bahwa isolat virus tungro asal Sumedang dan Bali memiliki virulensi lebih tinggi 166

dibandingkan dengan isolat Bogor berdasarkan pengamatan masa inkubasi, dan tingkat keparahan 167

penyakit Hal ini seperti yang dibuktikan Craenen (2002), bahwa antara masa inkubasi memiliki 168

keterkaitan yang erat dengan tingkat ketahanan, Tingkat ketahanan semakin tinggi maka masa 169

inkubasi akan semakin panjang. Hal ini juga dikemukakan oleh Browne et al.(2005) bahwa masa 170

inkubasi penyakit blight fusarium akan semakin panjang pada varietas gandum yang lebih tahan. 171

Kerapatan stomata merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan tanaman 172

terutama untuk sebagian patogen yang penetrasinya melalui stomata. Menurut Kannan and 173

Prakasam (2012) Mycosphaerella musicola masuk melalui stomata yang terbuka. Lemahnya 174

korelasi antara kerapatan stomata dengan intensitas penyakit dan masa inkubasi pada penelitian ini 175

menunjukkan bahwa ada faktor ketahanan lain yang berperan lebih dominan. Secara lebih rinci 176

Pada kultivar pisang tahan, reaksi hipersensitif segera terjadi setelah infeksi dan Tinggi atau 177

rendahnya intensitas serangan ini diantaranya dipengaruhi oleh kemampuan tanaman inang untuk 178

membatasi aktivitas patogen, seperti melalui, reaksi hipersensitif. Lepoivre et al (2002) 179

menjelaskan bahwa pada interaksi tanaman pisang dengan M. Fijiensis yang tidak kompatibel 180

(reaksi tahan), kematian sel penjaga stomata terjadi diawal, dan terjadi penumpukan senyawa 181

dengan elektron yang padat mengelilingi tempat infeksi M. Fijiensis pada kultivar Yangambi km5. 182

Kurangnya peran kerapatan stomata terhadap intensitas penyakit dijelaskan oleh Kema et al., 183

(1996), bahwa tabung kecambah cendawan Mycosphaerella bisa menyeberangi stomata tanpa 184

melakukan penetrasi. Berbeda dengan kerapatan stomata, ternyata toksin berperan dalam ketahanan 185

tanaman pisang terhadap sigatoka. Pisang yang tahan terhadap toksin juga tahan terhadap penyakit. 186

Toksin (2,4,8-trihydroxyltetralone or 2,4,8-tht) yang diisolasi dari M. fijiensis berperan penting 187

dalam perkembangan gejala bercak daun (Hoss dalam Craenen and Ortiz, 2002). 188

Kematian yang cepat dari beberapa sel inang, dihubungkan dengan blokade perkembangan 189

infeksi patogen yang disebut dengan reaksi hipersensitif. Ini diasumsikan adanya reaksi gen tahan 190

inang untuk gen virulen patogen. Menurut Etebu (2011) gen ketahanan terhadap penyakit bercak 191

Sigatoka bersifat resesif, sedangkan gen rentan bersifat dominan. Sehingga meskipun pada tanaman 192

rentan terdapat gen tahan, namun ekspresi dari gen ini akan tertutupi oleh gen rentan, sehingga 193

tingkat ketahanan tanaman tersebut menjadi rentan. Inilah salah satu hal yang menyebabkan dalam 194

penelitian ini varietas yang dikategorikan rentan lebih banyak dibandingkan varietas tahan. 195

196

DAFTAR PUSTAKA 197

198

Bennett, R.S. and P.A. Arneson. 2003. Black Sigatoka of bananas and plantains. 199

http://www.apsnet.org/edcenter/intropp/lessons/fungi/ascomycetes/Pages/BlackSigatoka200

.aspx 201

Bellotte J.A.M., K.C. KupperII; D. RinaldoI; A. de SouzaI; F.D. PereiraI; A.de Goes, 2009. 202 Acceleration of the decomposition of Sicilian lemon leaves as an auxiliary measure in 203

the control of citrus black spot. Tropical Plant Pathology. Trop. plant pathol..34 (2) . On-204 line version ISSN 1983-2052. 205

http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1982-56762009000200001 206 (diakses 10 Maret 2013) 207

Browne R. A.,J. P. Murphy, B. M. Cooke D. Devaney, E. J. Walsh, C. A. Griffey, J. A. 208 Hancock, S. A. Harrison, P. Hart, F. L. Kolb, A. L. McKendry, E. A. Milus, C. 209

Sneller, D. A. Van Sanford. 2005. Evaluation of Components of Fusarium Head Blight 210 Resistance in Soft Red Winter Wheat Germ Plasm Using a Detached Leaf Assay. Plant 211

Disease 89 (4) : 404 -411 212

Cruz-Cruz. C. A., Garcıa-Sosa, K., Escalante-Erosa, F., Pena-Rodrıguez, L.M. 2011. 213

Physiological effects of the hydrophilic phytotoxins produced by Mycosphaerella 214 fijiensis, the causal agent of black sigatoka in banana plants. J Gen Plant Pathol 77 : 215 93–100 216

Craenen, K., dan R. Ortiz. 2002. Genetic improvement for a sustainable management of 217 resistance. Prosiding Internasional Mycospherella leaf spot disease of bananas : present 218

status and outlook di San Jose, Costarica, 20-23 Mei 2002. International Network for the 219

Improvement of Banana and Plantain, Montpellier. France. 220

Donzelli, B. G. G, dan A. C. L. Churchill. 2007. A Quantitative Assay Using Mycelial Fragments 221 to Assess Virulence of Mycosphaerella fijiensis. Phytopathology 97 : 916-929. 222

Etebu, E. dan W. Young-Harry. 2011. Control of Black Sigatoka Disease : Challenges and 223

Prospects. African Journal of Agricultural Research. 6 (3) : 508-514. 224

Fullerton R.A. dan T.L. Olsen. 1995. Pathogenic variability in Mycosphaerella fijiensis Morelet, 225 cause of black Sigatoka in banana and plantain. New Zealand Journal of Crop and 226 Horticultural Science 23:39-48 227

Hermanto. 2011. Pests and Disease Remain the Main Complain of Banana Farmer in Indonesia. 228 Balai Penelitian Tanaman Buah. Solok. 229

Kannan, C and V. Prakasam. 2012. Ultra structural studies on the infection process of 230

Mycosphaerella musicola-causal agent of yellow sigatoka on banana. Indian Phytopath. 231 65 (2) : 192-195 232

ICDF (Internatiol Coorporation and Development Fund). 2013. Banana Black Sigatoka Disease 233

Prevention and Treatment Project (St. Lucia) 234 http://www.icdf.org.tw/ct.asp?xItem=18907&CtNode=29823&mp=2 (diakses 23 235

November 2015. 236

Leiva-Mora, M ., Capó Y,A., Suárez M.A., Martín M.C., Roque B., Méndez E.M.. 2015. 237 Components of resistance to assess Black Sigatoka response in artificially inoculated 238 Musa genotypes. Revista de Protección Vegetal 30 (1); 60-69 239

Manzila, I. , Priyatno,T.P., Hanarida, I. 2013. Ketahanan Galur Padi Hibrida Potensi Hasil 240 Tinggi terhadap Penyakit Tungro. Jurnal Fitopatologi Indonesia 9 (3) : 77–83 241

Nisa, C. Badruzsaufari. dan E. Wijaya. 2010. Penentuan Genom Fenetik Kultivar Pisang yang 242

Tumbuh Di Kalimantan Selatan. Ziraa’ah. 29 (3) : 188- 192 243

PaDIL (Pest and Disease Image Library). 2009. Diagnostic Methods for Black Sigatoka 244 Mycosphaerella fijiensis. http://www.PaDIL.gov.au. (diakses 16 Oktober 2013) 245

Reyes-Borja, W.O, Degi,K. Nagatomi, S.,Sekozawa, K., Sugaya, S., and Gemma,H. 2005. 246 Identification of Banana Mutants Resistant to Juglone, a Toxin Produced in Black 247

Sigatoka Disease, Using Gamma Rays Coupled with In Vitro Techniques. Jpn. J. Trop. 248 Agr. 49(1): 38-44 249

Taylor, M. K. 2005. Caharacterisation of Potential Fungal Disease Resistance Genes in Banana. 250 Thesis. Molecular Biotechnology. Quesland University of Technology. 251

252

253

254

255

Tabel 1. Nilai skor berdasarkan sistem skoring menurut stover yang dimodifikasi oleh Gauhl 256

(Donzelli dan Churchill, 2007). 257 258 259

Skor Luas Permukaan Daun Terserang

1 < 1 %

2 1-5 %

3 5-15 %

4 15-33 %

5 33-50 %

6 > 50 %

260

261

Tabel 2. Perkembangan gejala penyakit sigatoka (Fullerton dan Olsen, 1995) 262

Stage Deskripsi

0 Tidak terdapat gejala

1 Bercak berwarna kemerahan di bawah permukaan daun. Tidak terdapat gejala di

atas permukaan daun.

2 Bercak berwarna kemerahan, beraturan atau tidak beraturan pada bawah

permukaan daun. Tidak terapat gejala di atas permukaan daun.

3 Bagian bercak terlihat pada permukaan daun bagian atas.

4 Bercak hitam atau coklat, terkadang disertai halo kuning atau klorosis. Kadang

terdapat bagian bercak berwarna hijau.

5 Bercak hitam dengan bagian tengah berwarna abu-abu. Daun mengalami nekrotik,

terkadang jatuh

Tabel 3. Hasil Pengamatan Masa Inkubasi, Kerapatan Stomata, dan Intensitas Penyakit. 263

No. Varietas Masa Inkubasi

(hari)

Intentas Penyakit (%)

Kerapatan Stomata

(Stomata/mm)

Tingkat Ketahanan

1 Ambon 5 20,00 139 Agak Tahan

2 Awak 7 31.67 158 Rentan

3 Jaranang Habang 2 51.67 111 Rentan

4 Kapas 3 71.67 111 Rentan

5 Kepok 5 28.33 178 Agak Tahan

6 Mauli 2 56.67 127 Agak Tahan

7 Mas 4 51.67 175 Rentan

8 Mas bantan 4 28.33 94 Agak Tahan

9 Paikat 2 31.67 151 Rentan

10 Talas 5 15.00 139 Agak Tahan

11 Tarati 8 28.33 138 Tahan

264

265

Gambar 1. Kurva Hubungan Antara Masa Inkubasi dengan Intensitas Serangan Penyakit Bercak 266 Sigatoka. 267

268

Gambar 2. Grafik Intensitas Penyakit (%) dari Awal Hingga Akhir Pengamatan. 269

270

271

Gambar 3. Kurva Hubungan Antara Kerapatan Stomata dengan Intensitas Serangan Penyakit 272

bercak Sigatoka. 273

274