ketaatan (obedience)
TRANSCRIPT
KETAATAN (OBEDIENCE)
Ditulis untuk memenuhi persyaratan akademik pada mata pelajaran Character Development
Oleh:
Christina 01220110021Marprin H. M. 08220110012Octaviadi 01120120046Ivan Pratama 01120120076Alexanderyango 01220120078Alfredo A. L. 01120120087Nonik Melia 012 20120066
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
Di zaman modern sekarang ini, manusia seringkali melakukan perbuatan dengan
sekehendak hati mereka. Manusia telah melupakan arti sebenarnya dari sebuah ketaatan.
Banyak manusia yang tidak taat, baik terhadap Tuhan maupun aturan dan norma-norma yang
berlaku di dalam masyarakat. Manusia berbuat sesuka hati mereka untuk mencari kesenangan
duniawi, tanpa mentaati peraturan yang ada.
Di Indonesia sendiri, banyak sekali terjadi bentuk dari ketidaktaatan manusia, dalam
rangka untuk mencari kesenangan duniawi belaka. Para pelaku pemerintahan di Indonesia
seringkali melakukan perbuatan korupsi dan tidak mentaati peraturan yang ada hanya untuk
memuaskan nafsu keserakahannya atas kekayaan material. Dengan melupakan nilai-nilai
ketaatan, akibatnya negara Indonesia menjadi semakin miskin dan terpuruk. Manusia tidak
hanya tidak taat terhadap aturan yang ada, tetapi manusia juga tidak taat terhadap Tuhan.
Manusia seringkali melupakan akan tujuan hidup yang Tuhan berikan kepada mereka untuk
melayani setiap panggilan Tuhan, taat kepada-Nya. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
harus taat terhadap Tuhan dengan cara menjalankan kewajiban agama masing-masing dengan
benar. Manusia hidup adalah untuk mentaati perintah Tuhan agar manusia dapat
memperoleh keselamatan. Ketaatan adalah kehendak Tuhan, kehendakNya menjadi paling
utama untuk kita lakukan. Melakukan ketaatan terhadap perintahNya merupakan
kehendakNya.
Oleh karena itu, kami akan membahas lebih dalam tentang apa arti dari ketaatan dan
bagaimana kita sebagai manusia harus hidup dalam ketaatan, sehingga kita sadar akan arti
sebenarnya dari sebuah nilai ketaatan dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Tuhan mengajarkan kita untuk hidup dalam ketaatan kepadaNya dalam suka maupun duka.
BAB II
DEFINISI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
Ketaatan berasal dari kata dasar taat, yang memiliki arti:
- Senantiasa tunduk (kepada Tuhan, pemerintah, dsb); patuh (contoh: Nabi
Muhammad saw. menyeru manusia supaya mengenal Allah dan taat kepada-Nya);
- Tidak berlaku curang; setia (contoh: ia adalah seorang istri yang taat);
- Saleh; kuat beribadah (contoh: Jadilah Anda seorang muslim yang taat);
Menurut Teologi (1996):
“Ketaatan ( Obedience ) adalah Kesediaan untuk tunduk kepada hukum atau perintah
atau menerima pernyataan yang dikemukakan oleh pimpinan sebagai hal yang benar”.
Hanya Allah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan mutlak. Manusia dalam tingkat
dan kadar tertentu ikut ambil bagian dalam kekuasaan ilahi (mis. Orang tua terhadap
anak-anak; negara terhadap warga negara; pemimpin Gereja terhadap umat beriman).
Dalam menjalankan kehendak Bapa-Nya, Kristus “taat sampai mati” (Fil 2:8; lbr 5:8),
dan dengan demikian memberikan kepada kita contoh sempurna tentang ketaatan
penuh kasih (Yoh 15:10).
Iman berarti ketaatan kepada Allah dan perintah-perintah Ilahi-Nya, bertentangan
dengan ketidaktaatan yang adalah dosa (Mat 7:21; Rm 1:5; 16:26).
Dalam bukunya yang berjudul “Pocket Catholic Dictionary” P John Anthony Hardon,
S.T.D, seorang teolog Yesuit, mendefinisikan ketaatan sebagai berikut: ”Ketaatan adalah
kebajikan moral yang mencondongkan kehendak agar tunduk kepada kehendak yang lain
yang mempunyai wewenang untuk memerintah”. Sebab itu, orang yang bertaut pada
ketaatan menyerahkan kehendaknya pada orang yang mempunyai otoritas sah atas dirinya. P
Hardon menerangkan: “Ketaatan kepada Allah adalah tanpa batas, sedangkan ketaatan
kepada manusia dibatasi oleh hukum yang lebih tinggi yang tidak boleh dilanggar, dan oleh
kompetensi atau otoritas dia yang memberikan perintah.” Dalam “Summa Theologica”, St
Thomas Aquinas memaklumkan bahwa Allah harus ditaati dalam segala hal, sementara
otoritas manusia harus ditaati dalam hal-hal tertentu.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kekuatan Terhadap Ketaatan
Kekuatan (power) dalam ilmu kepemimpinan/ leadership dianggap memiliki
peran yang penting dalam memberikan pengaruh terhadap satu orang atas yang lain.
Atribut ini bisa berupa kepandaian atau pengalaman, bisa jadi jabatan, atau mungkin
uang. Menurut psikolog sosial, ada lima jenis kekuasaan: coercive power, reward
power, legitimate power, expert power, referent power.
1. Coercive power (kekuataan koersif), merupakan kekuatan yang berasal dari
otoritas untuk menghukum atau merekomendasi hukuman. Kekuatan koersif ini
diberikan oleh kepada pemegang otoritas tertinggi kepada orang yang
melakukan kesalahan dan berhak untuk dihukum.
2. Reward power (kekuataan penghargaan) adalah kekuatan untuk memberi
penghargaan. Ketika individu yang diberikan mandat untuk menjalankan
perintah dan melakukannya dengan baik, maka pemegang otoritas tertinggi
berhak untuk memberikan penghargaan atas apa yang telah dikerjakannya.
3. Legitimate power (kekuatan legitimasi), kekuatan yang berasal dari posisi
manajemen formal dalam sebuah organisasi dan otoritas yang diberikan
padanya.
4. Expert power (kekuatan keahlian), kekuatan muncul dari pengetahuan khusus
atau keterampilan mengenai tugas yang dikerjakan individu. Ada respek
tersendiri yang muncul ketika kita berhadapan dengan orang yang kita nilai ahli
di bidang tertentu.
5. Reference power (kekuatan referensi), kekuatan yang dihasilkan dari
karakteristik yang memulai terlebih dahulu untuk mengidentifikasi, menghormati
dan mengagumi bawahan hingga mereka berhasrat untuk menyamai
pemimpinnya.
Tanpa kita disadari, kebanyakan manusia mengambil suatu keputusan
berdasarkan kekuatan yang mendorong dirinya. Lima jenis kekuatan yang telah
dijelaskan di atas menunjukan bagaimana kekuatan tersebut dapat membuat
seseorang menjadi taat dan patuh terhadap suatu otoritas.
3.2 Siapakah yang Harus Kita Taati?
Menurut pandangan umum yang saya petik dari sebuah situs forum internet
adalah yang pantas kita taati tergantung dari dimana kita berada saat ini, bagaimana
cara kita berperilaku, dan bagaimana kita berucap kata.
Tertulis di forum tersebut adalah bahwa kita menaati peraturan pada saat
berikut pada saat kita di lahirkan, kita haruslah menaati seluruh ajaran agama yang
masing-masing kita anut. Sebaliknya ada juga dari pandangan kita bersama orang tua
kita. Apabila kita berada di lingkungan keluarga, kita haruslah menaati perintah orang
tua kita yang melahirkan kita dan membesarkan kita hingga saat ini. Lain lagi ada
beberapa pandangan seperti kita berada di lingkungan umum. Kita pun harus
menghormati orang yang lebih tua dengan cara memanggil kakak untuk orang yang
lebih dewasa dari kita. Ada juga yang berfikiran atau berpandangan apabila kita
berada di lingkungan sekolah kita harus lebih mentaati peraturan yang berada di
lingkungan sekolah dan bapak/ibu guru.
Begitu banyak cara sudut pandang orang-orang dengan kata-kata “Taat”. Dan
lain pula dengan cara pandang melalui Alkitab.
Di pasal 7, Efesus 6:1-3. Dikatakan anak harus menaati orang tua. Taati orang
tuamu dalam persatuan dengan tuan. Kata ayat tersebut arti dari persatuan dengan
tuan adalah orang tua yang ada dalam persatuan dengan tuan mengajarkan anak
mereka untuk mentaati hukum-hukum Allah.
Masih ingatkah kita tentang Raja Nebukhadmerar, raja ini pernah
memerintahkan setiap orang untuk sujud kepada patung emas yang ia dirikan. Tetapi
syadrakh, mesyakh, dan abednego tidak mau sujud. Tahu kah kita alasannya kenapa?
Alkitab berkata bahwa orang-orang harus menyembah Yehwa saja. Keluaran 20:3;
Matius 4:10.
Setelah Yesus meninggalkan, rasul-rasul di bawa ke hadapan Sanhedrin,
pengadilan tinggi agama orang yahudi. Imam besar Kyafas berkata, “kami dengan
tegas memerintahkan kamu untuk tidak terus mengajar atas dasar nama “Yesus”.
Akan tetap, lihat!!
Kamu telah memenuhi Yerusalem dengan ajaranmu, “mengapa para rasul tidak
menaati Sanhedrin?? Petrus mewakili semua rasul memberikan jawaban Kayafas,
“Kita harus menaati Allah sebagai penguasa sebalikny dari pada manusia. Kisah 5:27-
29.
Pada zaman itu perang Yahudi mempunyai kekuasaan yang besar. Akan tetapi
negri Yahudi di bawah kekuasaan pemerintah Romawi. Meski orang-orang yahudi
tidak ingin di perintah oleh orang Romawi tetapi orang Romawi telah membuat
kebaikan yaitu pemerintah membuat jalan, membayar polisi agar menjaga keamanan
mereka, pemerintah juga mengatur pendidikan anak-anak dan perawatan untuk
orang-orang lansia.
Pemerintah membuat semua ini membutuhkan biaya, biaya tersebut di dapat
oleh rakyat untuk pemerintah disebut pajak.
Sewaktu guru Agung berada di bumi, banyak orang Yahudi tidak mau
membayar pajak kepada pemerintah Romawi.
Suatu hari para imam menyewa beberapa orang untuk mengajukan pertanyaan
kepada Yesus. Pertanyaannya adalah apakah kami harus membayar pajak pada kaisar
atau tidak? Yesus pun menjawab, Ya kalian harus membayar pajak. Orang Yahudi
tidak akan menyukai apa yang ia katakan. Kenapa Yesus berkata iya. Yesus pun
meminta seseorang untuk memperlihatkan sebuah mata uang. Yesus bertanya
kepada mereka siapakah yang ada di atasnya? Orang-orang pun menjawab “Kaisar”.
Oleh karena itu Yesus berkata jika demikian bayarlah perkara-perkara kaisar
kepada kaisar, tetapi perkara-perkara terhadap Allah (Lukas 20:19-26). Jika kaisar
banyak melakukan sesuatu untuk rakyatnya, sepantasnyalah uang yang telah kaisar
buat itu dibayarkan kepadanya untuk hal-hal tersebut.
Denagan contoh tersebutlah Yesus memperlihatkan bahwa patut untuk
membayar pajak kepada pemerintah atas hal-hal yang kita terima.
Apabila kalian belum cukup umur, unsur apa yang harus kita berikan kepada
pemerintah? Yang harus diberikan adalah ketaatan kepada hukum-hukum
pemerintah. Alkitab mengatakan tunfuklah kepada kalangan berwenang yang lebih
tinggi. Kalangan berwenang itu adalah orang-orang yang berkuasa dalam pemerintah.
Jadi, Allah sendiri lah yang mengatakan kita harus mentaati hukum atau peraturan
pemerintah. Roma 13:1,2.
Seorang penulis sejarah bernama Will Durant menulis tentang orang-orang
Kristen masa awaldan berkata bahwa “kesetiaan atau loyalitas” utama mereka
bukanlah kepada kaisar. Ya, mereka setia kepada Yehuwa! Oleh karena itu, ingatlah
bahwa Allah harus menjadi nomor satu dalam kehidupan kita. Kita menaati
pemerintah karena itulah yang Allah inginkan untuk kita lakukan. Tetapi, jika kita
diminta melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah, apa yang hendaknya
mengatakan seperti yang dikatakan para rasul kepada imam besar, “kita harus
menaati Allah sebagai penguasa sebaliknya dari pada manusia”. Kisah 5:29. Respek
kepada hukum di ajarkan dalam Alkitab.
3.3 Bagaimana Kita Seharusnya Bertaat?
o TAAT ADALAH KARENA KASIH
Salah satu contoh bentuk ketaatan adalah mengikuti perintah Tuhan. Tidak taat
berarti lebih memntingkan kepentingan diri sendiri, atau kepentingan daging.
Ketaatan tidaklah bisa dipaksakan namun ketika kita mengasihi Tuhan, kita tidak akan
kesulitan untuk melakukan perintah-perintahNya.
o TAAT ADALAH KARENA MENGERTI PRINSIP KETAATAN DAN OTORITAS
Ketaatan yang sebenarnya harusnya lahir dari pemahaman akan firman kebenaran.
Taat dibangun atas dasar pemahaman tentang pentingnya ketaatan. Dan kita
sebagai anak sudah seharusnya taat dengan orangtua kita. Karena dengan menaati
orangtua kita berarti taat juga kepada Tuhan karena orang tua lah yang diutus Tuhan
untuk menjaga dan membimbing kita dimuka bumi ini.
o TAAT ADALAH KARENA IMAN
Tuhan adalah Bapa yang baik, yang ingin selalu memberkati kita. Janganlah kita
mencurigai Allah. Dan janganlah kita menaati Allah dengan mengeluh karena dengan
kita menaati Allah dengan mengeluh itu malah menjadikan ketaatan kita tidak
berguna dimata Allah. Karena Allah menginginkan Ketaatan yang bersih tanpa
paksaan dan dengan penuh suka cita. Ketidaktaatan adalah sebuah pelanggaran yang
serius bagi Allah.
o TAAT ARTINYA MEMBAYAR HARGA
Makin mengerti arti ketaatan, makin kita berani bayar sebuah harga ketaatan. Dan
kita tau kita akan mendapatkan hal yang lebih baik jika kita melakukan sesuatu
dengan didasarkan ketaatan. Contohnya saja Musa ia berani membayar semua
ketaatannya akan Allah dengan meninggalkan istana. Tuhan sangat menghargai
ketaatan. ketidaktaatan akan melahirkan pemberontakan dan orang tersebut akan
diserang oleh kuasa gelap.
3.4 Ajaran Ketaatan Menurut Rasul Paulus
“Ketaatan menurut Rasul Paulus, adalah ketaatan yang disertai kesetiaan,
ketekunan dan kesabaran.” (Fernandez, 2011)
Ketaatan adalah suatu hal yang kita temui sehari-hari, pada saat di kampus atau
pun di jalan kita harus menaati berbagai peraturan yang ada. Ketaatan – ketaatan
yang sederhana seperti itu mungkin telah kita lakukan, tetapi Allah menuntut kita
untuk melakukannya lebih dari itu. Ia menginginkan kita, anak-anakNya untuk taat
mematuhi ajaranNya sama seperti yang dilakukan oleh Yesus Kristus.
Yesus adalah simbol atau tanda ketaatan yang paling dalam dan sempurna.
Ketaatan Yesus akan tugas perutusanNya dari Allah dilaksanakan dengan luar biasa.
Walaupun sebagai manusia Yesus memiliki rasa ketakutan, tetapi Ia sadar untuk
tetap bersikap setia terhadap Allah. Ia rela menderita sampai akhirnya wafat di atas
kayu salib untuk menebus dosa manusia.
Dalam ajaran Paulus kepada jemaat di Timotius diajarkan bahwa sebagai umat
Allah kita harus memiliki ketaatan yang disertai oleh kesetiaan, ketekunan, dan
kesabaran. Dalam suratnya itu, pertama-tama Paulus menggambarkan diri kita
bagaikan seorang prajurit. Prajurit adalah profesi yang sungguh melambangkan
kesetiaan dibandingkan dengan prodesi yang lain. Demi kesetiaan terhadap bangsa
dan negara, para prajurit bersedia mengorbankan jiwa raganya. Semangat berkorban
prajurit itu sepatutnya kita teladani dengan sungguh-sungguh, rela berkorban demi
iman kita kepada Tuhan untuk melakukan segala perbuatan yang mulia dan benar.
Paulus memberikan kita motivasi untuk sungguh-sungguh taat dan setia dengan
perkataannya ”Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia”.
Kedua, Paulus menggambarkan kehidupan yang taat itu bagaikan seorang
olahragawan. Para olaharagawan dengan tetap patuh pada peraturan, melakukan
segala usahanya untuk meraih sebuah piala. Mereka semua bersaing agar bisa
menjadi juara. Setiap hari mereka berlatih dan terus berlatih sehingga mereka dapat
mendapatkan buah yang manis yaitu keberhasilan. Sama halnya dengan seorang
olahragawan, ketaatan kita sebagai umat Allah juga harus disertai dengan ketekunan.
Ketekunan itu artinya kita ulet dan tidak menyerah dalam melakukan sesuatu
pekerjaan. Misalnya saat kita butuh bantuan Allah, kita ingin memperoleh
kesembuhan akan suatu penyakit. Kita terus memohon, tetapi kita tidak kunjung
sembuh dan akhirnya kita menyerah atau putus asa. Apabila kita putus asa seperti
itu, pastilah kita tidak dapat memperoleh berkat Allah yaitu kesembuhan yang
sempurna. Kita harus taat akan Allah dalam ketekunan kita melayani dan beriman
kepada Allah.
Terakhir, Paulus menggambarkan ketaatan itu bagaikan seorang petani yang
menabur benih di padang. Pada saat menabur benih yang ada dalam pikiran petani
adalah persaan tidak tenang, kecemasan, dan ketakutan apabila sawah mereka tidak
memberikan hasil. Mereka menabur benih dengan rasa yang sedih dan bahkan
menangis. Mereka sabar menunggu hari demi hari sampai akhirnya lahan mereka
dapat membuahkan hasil. Yang ingin ditarik dari pengandaian ini adalah kesabaran
para petani. Sabar adalah keadan emosi yang sulit kita pelihara dalam kehidupan ini.
Akan tetapi, justru Allah menginginkan kita untuk bersikap sabar. Orang yang sabar
dalam ketaatanNya mematuhi perintah Allah disenangiNya dan selalu mendapatkan
suka cita kebahagiaan yang besar sampai nanti dipersatuan denganNya.
Oleh karena itu, kita harus selalu taat kepada Allah. Bukan sekedar taat, tetapi
juga setia, tekun, dan sabar. Jika kita dapat melakukannya dengan sempurna dan hati
yang tulus untuk memuliakan Allah, pastilah kita dapat menerima kebahagiaan yang
luar biasa. Jika kita mencintai Allah, sepatutnya kita taat kepadaNya.
3.5 Akibat Dari Ketidaktaatan
Saat ini, manusia sering kali tidak taat pada suatu hal. Karena tidak taat inilah
muncul akibat-akibat dari ketidaktaatan. Sebenarnya mereka tahu bahwa sebenarnya
dari ketidaktaatan ini akan muncul akibat. Tetapi mereka lebih memikirkan hal-hal
yang menguntungkan bagi diri mereka. Dengan kita tidak mengikuti apa kehendak
Tuhan, maka kita akan terkena murka Tuhan. Contohnya :
Allah mengatakan bahwa sesungguhnya bangsa Israel menolak Dia sebagai Raja
mereka, bahkan mereka meminta seorang raja [1 Sam 8:7;19-20], sebagai akibatnya:
1. Mereka kehilangan perkenanan Tuhan
2. Mereka kehilangan perlindungan Tuhan
3. Mereka kehilangan kehendak Tuhan yang sempurna.
Akibatnya :
1) Hilangnya pertolongan dari Tuhan
Saul ditunjuk oleh Tuhan untuk memimpin bangsa Israel. Saul tidak
mengikuti perintah Tuhan sehingga ia ditolak menjadi raja. Saat nabi
Samuel menegur Saul, dia meminta hormat dari nabi. Seharusnya dia
sadar akan kesalahannya. Tuhan tidak suka dengan karakter ini.
2) Akan dikutuk oleh Tuhan
Lot beserta keluarga ingin diselamatkan oleh Tuhan dari tempat yang
ingin dihancurkan oleh Tuhan karena tempat tersebut telah banyak
dosanya. Disana malaikat yang menolong memberi tahu untuk tidak
melihat kebelakang, tetapi istri Lot tidak mengikutinya sehingga
berubah menjadi tiang garam.
3) Kemurkaan Tuhan
Seperti di bagian yang sebelumnya Tuhan akan menghancurkan tempat
yang telah memiliki banyak dosa tersebut.
4) Hukuman
Musa dan Harun meninggal setelah Musa marah kepada bangsa Israel,
padahal Tuhan hanya menyuruh Musa dan Harun untuk memimpin
bangsa Israel keluar dari perbudakan. Namun Musa memukul dua kali ke
batu bukit untuk mengeluarkan air, seharusnya dia tinggal
mengatakannya sesuai dengan perintah Tuhan. Akibat dari ini, mereka
tidak dapat masuk ke tanah perjanjian yang telah dijanjikan oleh Tuhan.
3.6 Ketaatan(Obedience) vs. Keras Hati(Wilfullness)
Ketaatan dapat diartikan dengan mengikuti petunjuk pemimpin untuk
mencapai tujuan atau keberhasilan.
Firman Tuhan : “Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan
setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang
pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada
Kristus” (2 Korintus 10 : 5).
Ketaatan sering sulit kita lakukan karena kita selalu berpusat dan mengikuti
kehendak diri sendiri, bukan kehendak Allah. Maka itu kita harus mempraktekan
karakter Kristus dan mengalahkan setiap pemikiran yang menghalangi kita menjadi
orang yang taat.
Seperti layaknya Nabi Nuh yang sangat terkenal ketaatannya, dimana Nabi Nuh
tetap memilih untuk mematuhi perintah Tuhan dalam membuat Bahteranya
meskipun dirinya sendiri memiliki pemikiran yang bertentangan dan orang orang lain
juga mencemoohnya.
Ketaatan membawa hasil yang luar biasa . Maukah kita memiliki ketaatan dan
menjadi lebih serupa dengan Kristus dalam karakter kita ?
3.7 Menyeimbangkan dan Membangun Ketaatan
Kita sering kali goyah dan bingung dalam mentaati berbagai macam hal yang
ada di dunia ini. Sering kali terjatuh dalam godaan agar tidak taat. Sebagai manusia
yang kurang sempurna, kita memang mudah melakukan kesalahan dan tidak taat.
Sering kali kita merasa malas dalam mentaati berbagai macam peraturan atau kita
merasa tidak cocok dengan peraturan yang ada. Sebelum kita bisa menyeimbangkan
ketaatan sebaiknya kita mencoba terlebih dahulu untuk membangun ketaatan yang
baik. Berikut ini adalah cara untuk membangun ketaatan agar taat dengan baik.
Cara yang pertama dengan belajar menyukai apa yang akan kita taati. Sering
kali kita merasa malas dan tidak ingin taat karena kita tidak suka dengan apa yang
kita taati. Misalnya kita dilarang bermain game pada saat ujian. Karena kita tidak suka
akan hal itu maka kita akan cenderung tidak taat dengan perintah orang tua. Jadi kita
harus belajar menyukai apa yang akan kita taati, mungkin dengan cara merenungkan
hal tersebut, sehingga kita mengerti bahwa hal tersebut sebenarnya untuk kebaikan
kita sendiri.
Cara yang kedua dengan memiliki ketegasan dan konsisten. Kita harus
memunculkan sifat yang tegas dan konsisten dalam mentaati setiap peraturan. Tegas
penting karena jika kita tidak tegas, maka kita akan cenderung bimbang dan
memutuskan untuk tidak taat. Konsisten juga penting karena jika kita tidak konsisten,
maka kita akan cenderung lebih memilih untuk tidak taat. Maka sebaiknya kita tidak
perlu terlalu banyak tanya dan taat sepenuhnya dengan tegas dan konsisten.
Cara yang ketiga adalah taat dengan hormat dan kasih. Sebaiknya kita perlu
menghidari taat karena alasan tertentu seperti contohnya taat dengan atasan karena
dia sering memberi kita bonus berupa uang. Ketaatan seperti ini cenderung hilang
atau hanya bertahan sementara jika alasan untuk dia taat itu menghilang contohnya
atasan itu tidak memberikan bonus lagi. Maka ada baiknya kita lebih menghormati
dan mengasihi karena dengan hormat dan kasih kita akan cenderung memiliki
kesadaran untuk taat dan tulus sehingga kita bisa mempertahankan ketaatan dengan
baik.
Setelah kita bisa mempertahankan ketaatan dengan baik, kita belajar
menyeimbangkan ketaatan dengan baik. Ada waktu kita perlu taat dan tidak perlu
taat terhadap berbagai macam kebijakan. Seperti contohnya peraturan pemerintah
yang mulai menyimpang, kita perlu untuk memprotes dan membetulkannya, tetapi
setelah peraturan itu sudah sesuai dengan semestinya kita harus kembali taat
sepenuhnya. Ketaatan juga harus diikuti dengan sikap kritis agar kita tidak taat untuk
hal yang salah atau tidak sesuai. Maka dari itu menyeimbangkan ketaatan
memerlukan sikap kritis agar kita bisa memposisikan diri kapan kita perlu taat
sepenuhnya dan kapan kita tidak taat untuk membela kebenaran dan keadilan.
3.8 Nilai dari Sebuah Ketaatan
“Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan
taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:8)
Ketaatan tidak dapat dilepaskan dari iman. Ketaatan adalah bagian atau bukti
dari iman. Seorang hamba Tuhan mengatakan: “Obedience without faith is possible,
but not faith without obedience”. Seringkali kita tidak menyadari dan berusaha
menghindari harga yang harus kita bayar untuk semua ketaatan, padahal kita harus
membayar harga yang jauh lebih mahal (resiko) untuk sebuah ketidaktaatan.
I Petrus 1:18-19 menjelaskan bahwa kita ditebus dengan darah yang mahal,
yaitu darah Anak Domba Allah (Yesus) untuk membayar harga dosa karena
ketidaktaatan kita.
Ada empat hal penting yang perlu kita teladani dari kehidupan ketaatan Yesus:
1) Ketaatan Yesus tidak terpengaruh oleh penderitaan yang dialami-Nya
Yesus membuktikan ketaatan-Nya di tengah penderitaan-Nya. Yesus tidak
berhenti berkarya dan melayani sekalipun banyak tekanan dan penderitaan
yang dialami-Nya karena hidup-Nya tidak terkonsentrasi pada penderitaan tapi
pada ketaatan untuk mencapai apa yang Bapa kehendaki dalam hidup-Nya.
Seringkali nilai sebuah ketaatan diuji melalui masa-masa sulit dan penderitaan
2) Ketaatan Yesus tidak berubah karena ketidaksetiaan para murid
Pada permulaan pelayanan Yesus, ada banyak orang kagum atas pengajaran
dan mukjizat yang dilakukan-Nya. Tuhan Yesus mulai berbicara keras dan terus
terang kepada orang-orang yang mengikuti-Nya. Hal ini membuat banyak orang
mulai mengundurkan diri satu persatu. Namun di tengah keadaan itu, para
murid masih menunjukkan kesetiaan mereka dengan tetap mengikuti Yesus
(Yohanes 6:66-69). Tetapi keadaan itu tidak berlangsung lama, karena
penolakan terhadap apa yang Yesus alami sudah mulai ditunjukkan. Ketika
saatnya Yesus ditangkap, diadili dan disalibkan, tidak ada para murid yang
menunjukkan kesetiaan. Mereka sebuah melihat dari jauh apa yang sedang
dilakukan oleh orang banyak terhadap Yesus.Namun ketaatan-Nya terus
dipertahankan sampai pada akhir hidup-Nya. Ketaatan Yesus tidak berubah
karena mendapati ketidaksetiaan para murid.
3) Ketaatan Yesus tidak berhenti karena penolakan
Masa pelayanan Yesus dimulai dengan pengajaran dan perbuatan yang luar
biasa. Banyak orang mengagungkan Dia dan rela melepaskan jubah untuk
dijadikan alas bagi keledai yang ditunggangi Yesus. Namun masa itu tiba-tiba
berubah total. Teriakan “Hosana bagi Anak Daud” berubah jadi “Salibkan Dia”.
Penolakan makin jelas dengan adanya tuduhan-tuduhan palsu hanya untuk
membawa Dia ke kayu salib. Penolakan yang sangat menyakitkan. Tetapi
ketaatan Yesus tidak berhenti karena penolakan yang dialami-Nya.
4) Ketaatan Yesus dibuktikan sampai mati
“..ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati…(Fil. 2:8). Ini
menunjukkan bahwa bagi Yesus nilai ketaatan adalah harga yang mutlak, harga
mati. Jika para murid hanya bisa berjanji untuk sebuah kesetiaan, tapi Yesus
telah membuktikan sebuah kesetiaan melalui ketaatan. Yesus dapat taat secara
mutlak, karena ketaatan-Nya berorientasi kepada kehendak Bapa. Ketaatan
yang berorientasi kepada Allah akan menghasilkan ketaatan mutlak, sebaliknya
ketaatan yang hanya untuk menyenangkan hati manusia akan menimbulkan
ketidaktaatan yang tersembunyi.
BAB IV
CONTOH DAN STUDI KASUS
CONTOHBeberapa contoh Ketaatan dalam Perbuatan:
a. Yesus Kristus, Putra Allah yang kekal, taat kepada Bapa-Nya dengan menjadi manusia
melalui kuasa Roh Kudus dan dilahirkan oleh Perawan Maria; selanjutnya Yesus taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib di Kalvari, demi keselamatan manusia.
b. Santa Perawan Maria taat kepada Allah yang Mahakuasa dengan memberikan
persetujuannya menjadi Bunda Perawan dari Mesias yang telah lama dinantikan.
c. St Yusuf mengindahkan perkataan malaikat Allah dan membawa bayi Yesus dan Maria
ke Mesir sebab Raja Herodes bermaksud membunuh sang Bayi.
d. Para Karmelit Awam melakukan Ibadat Harian dan hadir dalam pertemuan yang sudah
dijadwalkan; dan mereka melakukan kharisma spiritualitas Karmel dan setia
menjalankan kaul ketaatan dan kemurnian.
e. Para imam taat kepada uskup, misalnya dengan menerima tugas-tugas baru yang
dipercayakan kepada mereka.
f. Mereka yang dikonsekrasikan kepada Kristus dengan mengucapkan kaul kemiskinan,
kemurnian dan ketaatan, taat pada superior mereka (Paus, Uskup dan Provinsial)
sehubungan dengan karya apostolik yang harus mereka lakukan.
g. Umat Katolik taat kepada Allah dan kepada Gereja dengan mengindahkan Sepuluh
Perintah Allah dan Lima Perintah Gereja.
STUDI KASUS 1Aku sendiri telah berbicara kepada kamu ... tetapi kamu tidak mendengarkan Aku (Yeremia 35:14) Bacaan : Yeremia 35:12-19
Kadangkala banyak orang yang tidak mengenal Yesus justru dapat memegang
standar moral mereka sendiri dengan lebih konsisten daripada orang kristiani yang
memegang standar Allah.
Nabi Yeremia pernah berhubungan dengan kelompok orang semacam itu. Dari
hasil pengamatannya terhadap mereka, ia memberi pelajaran berharga kepada kita.
Mereka adalah bangsa pengembara yang hidup secara nomaden dan disebut dengan
orang-orang Rekhab. Yeremia menggunakan mereka sebagai contoh tentang ketaatan.
Walaupun mereka bukan umat pilihan Allah, tetapi Allah memuji ketaatan mereka.
Sebagai contoh, nenek moyang mereka telah mengajarkan supaya mereka
tidak minum anggur. Oleh karenanya saat Yeremia menawari mereka anggur, mereka
menolaknya (Yeremia 35:5,6). Itulah sebabnya Yeremia ingin menunjukkan kepada
orang-orang Yahudi tentang seperti apakah ketaatan itu. Allah ingin orang Yahudi
memiliki ketaatan terhadap-Nya sama seperti orang Rekhab yang taat kepada para
pemimpin mereka.
Bahkan saat ini pun kita banyak melihat orang-orang yang tidak percaya
menganut ajaran moral mereka dengan sungguh-sungguh, sementara orang kristiani
sendiri malah tidak taat pada perintah Tuhan. Allah membenci ketidaktaatan kita.
“KETAATAN ADALAH IMAN YANG DIWUJUDKAN DALAM TINDAKAN”
BAB V
KESIMPULAN
Ketaatan yang benar tidak hanya untuk dilihat manusia yang lain atau karena ingin
mencapai tujuan tertentu yang menguntungkan beberapa pihak saja, namun ketaatan
sesungguhnya lebih menekankan kepada kesadaran manusia untuk dapat melakukan
peraturan yang ada dengan tulus dan sepenuh hati. Ketaatan dilakukan tanpa adanya unsur
paksaan maupun tekanan. Ketaatan sangat dibutuhkan untuk menjaga hubungan antar
manusia dan Tuhan. Ketaatan yang paling utama harus ditujukan kepada Tuhan. Perilaku taat
juga harus ditujukan kepada orang tua, orang yang memiliki otoritas lebih tinggi (pemimpin),
dan juga peraturan yang dibuat oleh pemegang otoritas/pemerintahan.
Ketika kita melakukan kesalahan/ tidak taat kepada-Nya, Tuhan akan memberi
peringatan kepada umatNya agar sadar akan kesalahan yang diperbuat dan tidak mengulangi
kesalahan tersebut nantinya. Apa yang Tuhan lakukan adalah baik adanya karena
menginginkan manusia yang berbuat salah, sadar akan kesalahannya dan berubah menjadi
lebih baik. Tuhan menghukum umat yang salah karena Dia menyayangi mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Abbalove. 2012. Ketaatan-Obidience. www.abbalove.org/index.php?option=com_content&view=article&id=945:ketaatan-obedience&catid=26:movement-news, 31 Jan.
Bethany.2012. Ketaatan yang Disertai Kesetiaan, Ketekunan, dan Kesabaran. http://iix.bethanygraha.org/index.php?option=com_content&view=article&id=503%3Aketaatan-yang-disertai-kesetiaan-ketekunan-a-kesabaran&catid=35%3Asermon&Intemid=53&lang=in, 1 Feb.
Blog. 2012. Ketaatan vs. Keras Hati. http://samuelmulyono.wordpress.com/2009/10/23/ketaatan-obedience-vs-keras-hati-kaku-willfulness/, 3 Feb.
Dr. Cloud, Henry. 2006. Integrity: the courage to meet the demands of reality. New
York: HarperCollins Publisher.
Fernandez M. 2011. A Call to Obedience. United States of America : Author House.
Gloarianet. 2012. Ketaatan. http://www.glorianet.org/index.php/sendjaya/1465-
ketaatan , 5 Feb.
Heryanto, Ariel. 2000. Perlawanan Dalam Kepatuhan: Esai-Esai Budaya. Bandung:
Mizan.
KY. 2012. Menderita Dalam Ketidaktaatan. http://www.kasihyesus.net/terang-alkitab/tag/menderita-dalam-ketidaktaatan/, 8 Feb.
Lubis, Mochtar. 1988. Hati Nurani Melawan Kezaliman. Jakarta: Sinar Harapan
n/a. 1992. How to Develop Obedience. Illinois, U.S.A: Box One
O'C, Gerald, & Farrugia, Edward G. 1996. Kamus Teologi. Yogyakarta: Kanisius
Sosbud. 2012. Nilai Sebuah Ketaatan. http://sosbud.kompasiana.com/2011/10/31/nilai-sebuah-ketaatan-filipi-25-11-408307.html, 1 Feb.