kesehatan masyarakat

15
BAB I PENDAHULUAN Definisi Ilmu Kesehatan Masyarakat mengalami evolusi seiring berjalannya waktu. Definisi awal ilmu kesehatan masyarakat terbatas kepentingannya untuk mengukur sanitasi dalam melawan gangguan dan bahaya (risiko) kesehatan yang individu tidak mampu menanggulanginya. Sehingga sanitasi yang buruk dan penyebaran penyakit sebagai patokan dalam memecahkan masalah kesehatan, menjadi ruang lingkup ilmu kesehatan masyarakat. 1 Winslow (tahun 1920) berusaha keras untuk meyakinkan kebenaran definisinya tentang ilmu kesehatan masyarakat, dan hubungannya dengan bidang ilmu lain. Winslow mendefinisikan ilmu kesehatan masyarakat sebagai: Ilmu dan seni tentang pencegahan penyakit, memperlama hidup, dan meningkatkan derajat kesehatan, serta mengatur komunitas agar berupaya untuk: 1 1. menjaga sanitasi lingkungan, 2. mengendalikan penularan infeksi, 3. melakukan pendidikan kesehatan tentang kebersihan diri bagi individu, 4. mengatur pelayanan kesehatan untuk diagnosis dini, pencegahan dan pengobatan penyakit, 5. mengembangkan sarana dan prasarana sosial untuk menjamin setiap anggota komunitas memiliki standar 1

Upload: lazzluvly

Post on 08-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kk

TRANSCRIPT

Page 1: Kesehatan Masyarakat

BAB I

PENDAHULUAN

Definisi Ilmu Kesehatan Masyarakat mengalami evolusi seiring berjalannya waktu.

Definisi awal ilmu kesehatan masyarakat terbatas kepentingannya untuk mengukur sanitasi

dalam melawan gangguan dan bahaya (risiko) kesehatan yang individu tidak mampu

menanggulanginya. Sehingga sanitasi yang buruk dan penyebaran penyakit sebagai

patokan dalam memecahkan masalah kesehatan, menjadi ruang lingkup ilmu kesehatan

masyarakat.1

Winslow (tahun 1920) berusaha keras untuk meyakinkan kebenaran definisinya

tentang ilmu kesehatan masyarakat, dan hubungannya dengan bidang ilmu lain. Winslow

mendefinisikan ilmu kesehatan masyarakat sebagai: Ilmu dan seni tentang pencegahan

penyakit, memperlama hidup, dan meningkatkan derajat kesehatan, serta mengatur

komunitas agar berupaya untuk:1

1. menjaga sanitasi lingkungan,

2. mengendalikan penularan infeksi,

3. melakukan pendidikan kesehatan tentang kebersihan diri bagi individu,

4. mengatur pelayanan kesehatan untuk diagnosis dini, pencegahan dan pengobatan

penyakit,

5. mengembangkan sarana dan prasarana sosial untuk menjamin setiap anggota

komunitas memiliki standar hidup yang cukup untuk mempertahankan status

kesehatan baik.

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas

kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia. Sumber daya manusia merupakan subyek

dan sekaligus obyek pembangunan, mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak

kandungan hingga akhir hayat. Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung

pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan

kemiskinan.2

Pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada suatu masalah penting yaitu

keterjangkuan pelayanan kesehatan, ketersedian obat dan makanan, urbanisasi penduduk

desa ke kota, penyediaan sarana air bersih, pembuangan limbah industri dan rumah tangga,

1

Page 2: Kesehatan Masyarakat

bencana alam, peningkatan pravelensi dan insendensi penyakit menular, penyalahgunaan

obat terlarang serta pencemaran lingkungan.3

Upaya untuk memandirikan masyarakat terus ditingkatkan. Masyarakat yang

mandiri untuk hidup sehat adalah suatu kondisi dimana Indonesia menyadari mau dan

mampu untuk mengenali, mencegah dan mangatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi

sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit

termasuk gangguan kesehatan akibat bencana maupun lingkungan perilaku yang tidak

mendukung untuk hidup sehat.2

Menurut Deklarasi Helsinki (WHO Regional Office for Europe) kesehatan

lingkungan menyangkut aspek kesehatan manusia termasuk fisik, biologis, sosial dan

psikososial di lingkungan, yang selalu dikaitkan dengan teori dan praktik penilaian,

koreksi, pengendalian dan pencegahan faktor-faktor tersebut di lingkungan yang berpotensi

berpengaruh buruk pada generasi sekarang dan yang akan datang.3

Salah satu aspek pelayanan kesehatan yang di lakukan adalah tindakan promotif

dan preventif. Promosi masyarakat merupakan aspek yang penting dalam pemberdayan

masyarakat. Dalam peningkatan kualitas tenaga kesehatan, promosi kesehatan bertindak

lebih responsive dan mampu memberdayakan masyarakat sehingga akan tercapai

pelayanan kesehatan yang bermutu dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar

masyarakat bisa berprilaku hidup sehat dan menjaga agar lingkungan sekitarnya tidak

tercemar. Tindakan preventif di lakukan dalam upaya perlindungan masyarakat pada suatu

penyakit misalnya dengan memberikan imunisasi, mencegah terjadinya kecelakaan, dan

mengendalikan faktor- faktor resiko.2

2

Page 3: Kesehatan Masyarakat

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tifus Abdominalis

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman

Salmonella typhi, bercirikan lesi definitif di plak Peyer, kelenjar mesenterika dan limpa,

disertai oleh gejala demam yang berkepanjangan, sakit kepala dan nyeri abdomen.

Infeksi berasal dari penderita atau seorang yang secara klinik tampak sehat tetapi yang

mengandung kuman yang keluar bersama fesesnya atau kemih. Kuman-kuman ini

mengkontaminasi makanan, minuman dan tangan. Lalat merupakan penyebar kuman

tifus terpenting, karena dari tempat kotor ia dapat mengotori makanan. Masa inkubasi

(masa sejak terpapar oleh kuman sampai timbulnya gejala pertama) berkisar antara 1-3

minggu (rata-rata 10-14 hari).4

B. Faktor-faktor Terjadinya Tifus Abdominalis 4

1. Faktor Agent

Salmonella typhi, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak

berspora, mempunyai sekurangnya empat macam antigen, yaitu antigen O

(somatik), H (flagela), Vi, dan protein membran hialin, bersifat infeksius. Bakteri

masuk melalui makanan atau minuman yang melewati saluran cerna, di mana

dibutuhkan jumlah bakteri 105-109 untuk dapat menimbulkan infeksi.

2. Faktor Host

Manusia

3. Faktor Environment

Kontak langsung orang ke orang dengan tinja yang terinfeksi ataupun oleh kontak

dengan makanan dan air yang terkontaminasi oleh tinja dari individu lain yang

terinfeksi.

3

Page 4: Kesehatan Masyarakat

C. Aspek Kesehatan Masyarakat dari Tifus Abdominalis

Tujuan Kedokteran adalah meningkatkan derajat kesehatan, memelihara kesehatan

(bila terjadi kerusakan tubuh), mengurangi penderitaan dan kegawatdaruratan.5

Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat diperlukan karena akan

berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian akibat demam tifoid,

menurunkan anggaran pengobatan pribadi maupun negara, mendatangkan devisa negara

yang berasal dari wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat negara endemik

dan hiperendemik sehingga mereka tidak takut lagi terserang tifoid saat berada di daerah

kunjungan wisata.4

A. Primary Prevention

Primary prevention atau upaya pencegahan primer merupakan upaya pencegahan

yang dilakukan sebelum suatu penyakit terjadi. Upaya ini umumnya bertujuan

mencegah terjadinya penyakit dan sasarannya adalah faktor penyebab, faktor penjamu,

serta lingkungan. Primary prevention ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: health

promotion dan general & specific protection.7

1. Health promotion dan General protection

Health promotion atau promosi kesehatan merupakan salah satu upaya

pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit tifus abdominalis.

Tindakan promotif dan pencegahan umum berdasarkan lokasi daerah, yaitu: 4

a. Daerah non endemik. Tanpa ada kejadian outbreak atau epidemik

1. Sanitasi air dan kebersihan lingkungan

2. Penyaringan pengelola pembuatan/distributor/penjualan makanan dan

minuman

3. Pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier

b. Daerah non endemik. Bila ada kejadian epidemi tifoid

1. Pencarian dan eliminasi sumber penularan

2. Pemeriksaan air minum dan mandi cuci kakus

3. Penyuluhan higiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut

c. Daerah endemik

4

Page 5: Kesehatan Masyarakat

1. Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang

memenuhi standar prosedur kesehatan (perebusan > 570C, iodisasi dan

klorinisasi)

2. Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melalui pendidihan,

menjauhi makanan segar (sayur/buah)

3. Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun

pengunjung

Di tingkat individu, WHO merekomendasikan beberapa tindakan preventif dan

promotif di bawah ini, selain dari usaha pemerintah dan komunitas untuk memperbaiki

sanitasi dan kebersihan lingkungan: 6

a. Sistem pengairan

1. Mendorong pemerintah dan developer untuk meningkatkan akses pada air keran

dan meningkatkan infrastruktur untuk suplai air.

2. Melakukan klorinasi baik pada tingkat suplai air maupun pada tingkat pengguna

(misalnya: paket klorin siap pakai)

3. Intervensi rumah tangga (filter air, perbaikan penyimpanan air, dll)

b. Sanitasi

1. Memperbaiki sistem selokan

2. Mendorong konstruksi dan penggunaan latrin di tingkat rumah tangga

c. Saling mengajarkan dan berkomunikasi dengan sesama mengenai kebiasaan hidup

bersih

1. Pentingnya cuci tangan dengan sabun

2. Melarang anak-anak buang air besar di tempat terbuka (bukan di toilet)

3. Mengajarkan orang lain tentang cara yang benar untuk membuang sampah atau

feses.

2. Specific protection 4

Tindakan preventif spesifik untuk penyakit tifus abdominalis yaitu berupa

vaksinasi. Vaksin pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah tahun 1960

efektivitas vaksinasi telah ditegakkan, keberhasilan proteksi sebesar 51-88% dan

5

Page 6: Kesehatan Masyarakat

sebesar 67% (Universitas Maryland) bila terpapar 105 bakteri tetapi tidak mampu

proteksi bila terpapar 107 bakteri.4

Vaksinasi tifoid belum dianjurkan secara rutin di Amerika Serikat, demikian

juga di daerah lain. Indikasi vaksinasi adalah bila 1. Hendak mengunjungi daerah

endemik, resiko terserang demam tifoid (Amerika latin, Asia, Afrika), 2. Orang

yang terpapar dengan penderita karier tifoid, dan 3) petugas laboratorium/

mikrobiologi kesehatan.4

Jenis vaksin ada dua yaitu: vaksin oral Ty21a (vivotif Berna) yang belum

beredar di Indonesia, dan vaksin parenteral ViCPS (Typhim Vi/ Pasteur Merieux)

yaitu sebuah vaksin polisakarida. Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a

diberikan 3 kali secara bermakna menurunkan 66% selama 5 tahun, laporan lain

sebesar 33% selam 3 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda efektivitasnya,

dilaporkan insidens turun 53% pada anak >10 tahun sedangkan anak usia 5-9 tahun

insidens turun 17%. Vaksin parenteral non aktif relatif lebih sering menyebabkan

reaksi efek samping serta tidak seefektif dibandingkan dengan ViCPS maupun

Ty21a oral. Jenis vaksin dan jadwal pemberian yang ada saat ini di Indonesia hanya

ViCPS (Typhim Vi).4

Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid tergantung pada faktor resiko

yang berkaitan, yaitu individual atau populasi dengan situasi epidemiologisnya:4

a. Populasi: anak usia sekolah di daerah endemic, personil militer, petugas rumah

sakit, laboratorium kesehatan, industry makanan/ minuman.

b. Individual: pengunjung/wisatawan ke daerah endemik, orang yang kontak erat

dengan pengidap tifoid (karier).

Vaksin hidup oral Ty21a secara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran

yang alergi atau reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan

(karena sedikit data). Bila diberikan bersamaan dengan obat anti malaria (klorokuin,

meflokuin) dianjurkan minimal setelah 24 jam pemberian obat baru dilakukan

vaksinasi. Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat

sulfonamid atau antimikroba lainnya.4

Kemampuan proteksi vaksin ini sebesar 77% pada daerah endemik (Nepal)

dan sebesar 60% untuk daerah hiperendemik. Serokonversi (peningkatan titer

6

Page 7: Kesehatan Masyarakat

antibody 4 kali) setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar

15 hari sampai 3 minggu dan 90% bertahan selama 3 tahun.4

Dari WHO sendiri melalui pembahasan “Laporan Konsultasi Ad-hoc dari

Introduksi Vaksin Tifoid dan Surveilans Tifoid” oleh WHO yang dilaksanakan pada

18-20 April 2011 di Bangkok, ditentukan strategi vaksinasi tifoid sebagai berikut:6

1. Vaksinasi tifoid rutin dengan kampanye vaksin ulangan

Di negara dengan tingkat endemic tinggi, kampanye mengenai vaksin ulangan

perlu dilakukan. Secara umum direkomendasikan untuk mencakup anak-anak

usia 2-15 tahun dalam kampanye, tergantung dengan epidemiologi penyakit

lokal di tempat tersebut.

2. Vaksinasi tifoid untuk menghentikan wabah

Ketika telah dipastikan terjadi wabah tifoid, pemberian vaksin tifoid bisa

menghentikan wabah tersebut secara efektif. Hal ini menyebabkan pemberian

vaksin tifoid sangat direkomendasikan untuk kontrol wabah.

3. Vaksinasi tifoid bagi para food-handlers untuk mencegah potensi penyebaran

Di daerah endemis, orang-orang yang berhubungan dengan pembuatan maupun

distribusi makanan sangat dianjurkan untuk divaksinasi tifoid secara rutin.

Petugas kesehatan juga biasanya dikelompokkan ke dalam kelompok beresiko

sehingga harus dipertimbangan untuk divaksinasi secara regular.

 

B.  Secondary prevention

Secondary prevention atau upaya pencegahan sekunder merupakan upaya

pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah berlangsung tetapi belum timbul

tanda atau gejala sakit. Tujuan upaya pencegahan ini adalah untuk mencegah meluasnya

penyakit, mencegah timbulnya wabah serta proses penyakit lebih lanjut. Sasarannya adalah

penderita atau suspect (dianggap penderita dan terancam menderita). Pada pencegahan

sekunder termasuk upaya bersifat diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis

and prompt treatment).7

1. Early diagnosis

Semua kasus demam selama 3 hari atau lebih, terutama jika disertai gejala sakit

kepala, mual, muntah serta gejala saluran pencernaan lainnya harus segera

7

Page 8: Kesehatan Masyarakat

diperiksakan ke pusat kesehatan sehingga bisa diperiksa lebih lanjut (klinis dan

laboratorium) kemudian diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan

komplikasi.4

2. Prompt treatment (pengobatan segera)

Pengobatan mencakup istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang, serta

pemberian antimikroba tunggal (Kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksasol,

ampisilin, amoksisilin, atau sefalosporin generasi ketiga) maupun antimikroba

kombinasi.4

C.  Tertiary prevention

Tertiary prevention atau upaya pencegahan tersier merupakan upaya

pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut. Tujuannya adalah untuk

pencegahan komplikasi serta kematian. Pada tifus abdominalis tindakan pencegahan

terserier yang dilakukan adalah pemberian antimikroba sesuai dosis yang ditentukan,

pemberian kortikosteroid, terapi simptomatik serta terapi suportif seperti tirah baring

dan istirahat.4,8

BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman

Salmonella typhi, disertai oleh gejala demam yang berkepanjangan, sakit kepala dan

nyeri abdomen. Infeksi berasal dari penderita atau seorang yang secara klinik tampak

sehat tetapi yang mengandung kuman yang keluar bersama fesesnya atau kemih.

Kuman-kuman ini mengkontaminasi makanan, minuman dan tangan kemudian masuk

8

Page 9: Kesehatan Masyarakat

ke saluran pencernaan. Aspek kesehatan tifus abdominalis dirangkum dalam “Level of

Prevention” yang terdiri dari upaya pencegahan primer, upaya pencegahan sekunder,

dan upaya pencegahan tersier. Upaya-upaya pencegahan ini akan berlangsung efektif

apabila dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisinya serta secara berkesinambungan.

B. Saran

Tifus abdominalis merupakan salah satu penyakit menular yang apabila tidak

segera dicegah akan bertambah banyak orang yang mengidapnya dan berpotensi

menjadi KLB. Oleh karena itu, diperlukan suatu cara untuk mengontrol penularan

penyakit ini. Cara yang paling mudah dan efektif adalah dengan melakukan upaya

pencegahan primer untuk memutus penularan kuman Salmonella typhi diantaranya bisa

melalui cara penyuluhan dan pendidikan kesehatan oleh petugas kesehatan maupun

sesama masyarakat. Akan tetapi, dalam upaya pencegahan ini individulah yang paling

berperan penting sehingga kita harus menjaga kesehatan, melakukan pola hidup bersih

dan sehat, menjaga kondisi lingkungan terutama yang berhubungan dengan makanan,

serta menghindari kontak dengan sumber yang kemungkinan besar terinfeksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurbeti M. Konsep dan Penerapan Epidemiologi. Dalam: Nurbeti M, Jamil NA,

Kuntari T, Sunarto, Ghazali L. Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Kompetensi Dokter

Umum. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia: 2012. h56-127.

2. Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Kesehatan yang Lebih Berkualitas. Diunduh

dari: www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6217/

Diakses 21 Juli 2013.

9

Page 10: Kesehatan Masyarakat

3. Chandra B. Ilmu Kedokteran Pencegahan Dan Komunitas. Jakarta: EGC: 2009. h145-

93.

4. Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Sudoyo A, Setiohadi B, Alwi I, et al. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2007. h1752-7.

5. Widoyono. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasan.

Jakarta : Penerbit Erlangga: 2008. h135-8.

6. World Health Organization. Report of the Ad-hoc consultation on typhoid vaccine

introduction and typhoid surveillance. 2011. Diunduh dari:

whqlibdoc.who.int/hq/2012/WHO_IVB_12.02_eng.pdf

7. Widoyono. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasan.

Jakarta : Penerbit Erlangga. 2008. h32-5.

8. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari AI. Buku ajar infeksi dan pediatri

tropis edisi kedua. Jakarta: Badan penerbit IDAI: 2012.h182-194.

10