kesehatan hewan

32
MAKALAH PULLORUM DISEASE Oleh: Ovianti Dwi Antari (135130100111027) Safitri U. Mukminah (135130100111030) Ida Sukma K. (135130100111036) Diana Anggraeni (135130101111045) Resti Vanda Arantika (135130101111052) Renatha Caesar A. (135130101111057) Ade Nura Aulia (135130107111028) Dewi Jariyani (135130107111030) FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Upload: umi-farida

Post on 23-Jan-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedokteran hewan

TRANSCRIPT

Page 1: kesehatan hewan

MAKALAH PULLORUM DISEASE

Oleh:

Ovianti Dwi Antari (135130100111027)

Safitri U. Mukminah (135130100111030)

Ida Sukma K. (135130100111036)

Diana Anggraeni (135130101111045)

Resti Vanda Arantika (135130101111052)

Renatha Caesar A. (135130101111057)

Ade Nura Aulia (135130107111028)

Dewi Jariyani (135130107111030)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015

Page 2: kesehatan hewan

DAFTAR ISI

Latar Belakang............................................................................................................... 1

Kejadian penyakit........................................................................................................... 3

Etiologi........................................................................................................................... 3

Transmisi........................................................................................................................ 4

Patogenesis..................................................................................................................... 6

Gejala klinis.................................................................................................................... 9

Perubahan patologi......................................................................................................... 11

Diagnosa......................................................................................................................... 14

Penanggulangan.............................................................................................................. 16

Penutup........................................................................................................................... 18

Daftar Pustaka................................................................................................................. 19

Page 3: kesehatan hewan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali jenis hewan yang dipelihara oleh

masyarakat, seperti contohnya adalah ayam. Ayam merupakan unggas yang paling banyak

dipelihara masyarakat baik secara tradisional yang sering disebut ayam kampung sampai

peternakan besar yang berupa ayam pedaging atau petelur. Penyakit yang menyerang ayam

juga semakin banyak, dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang bisa menular kepada

manusia dan mengakibatkan kematian.

Penyakit yang menyerang ayam merupakan kendala utama pada peternakan ayam

intensif dilingkungan tropis seperti di Indonesia. Kerugian ekonomi akibat penyakit,

khususnya penyakit menular, dapat digambarkan dalam bentuk kematian, meskipun yang

lebih sering terjadi adalah bentuk penurunan produksi seperti pada kelompok penyakit

pernafasan. Salah satu kebutuhan yang mendesak saat ini adalah menentukan penyakit-

penyakit yang ada pada peternakan ayam. Selain penyakit-penyakit menular yang mematikan,

penyakit penyakit yang tidak mematikan pun perlu mendapatkan perhatian, mengingat

penyakit penyakit tersebut juga menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar .

Indonesia merupakan Negara tropis yang sangat potensial bagi perkembangan

mikroorganisme, penyakit yang seringkali menyerang peternakan pembibitan adalah

pullorum (bacillary white disease) disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum. Bakteri

Salmonella pullorum adalah jenis bakteri gram negatif yang merugikan karena ditularkan dari

induk ke telur dan doc. Tingkat mortalitas dapat mencapai 85% pada anak ayam, sedangkan

pada ayam dewasa menyebabkan infeksi pada saluran pencernaan dan pembengkakan pada

hati. Pada saluran pencernaan ayam terdapat komunitas bakteri seperti Salmonella

thyphimurium dan Escherichia coli yang bersaing dalam memperoleh nutrisi dan

menghasilkan produk metabolit yang berbahaya bagi inangnya.

Selain di Indonesia, kejadian penyakit pullorum juga terjadi di Eropa dan Amerika,

akan tetapi saat ini sudah mulai menurun dan bergeser dari Salmonellosis yang disebabkan

oleh Salmonella pullorum menjadi disebabkan oleh Salmonella enteritidis, padahal kejadian

penyakit pullorum di Indonesia dengan penyebab bakteri Salmonella pullorum masih

merupakan momok bagi peternak ayam terutama para pengusaha breeding farm.

Page 4: kesehatan hewan

Upaya penanggulangan dan pengobatan dengan menggunakan antibiotik sampai saat

ini masih belum memberikan hasil yang memuaskan. Pengendalian penyakit pullorum

dilakukan sesuai dengan peraturan Direktur Jenderal Peternakan, yaitu secara rutin

melakukan uji pullorum.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kejadian penyakit,

etiologi, transmisi, patogenesa, serta gejala klinis Pullorum disease, perubahan patologi dari

ayam yang terserang Pullorum disease, diagnosa dan penanggulangan Pullorum disease.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penulisan ini adalah mengetahui kejadian penyakit, etiologi, transmisi,

patogenesa, serta gejala klinis Pullorum disease, perubahan patologi dari ayam yang terserang

Pullorum disease, diagnosa dan penanggulangan Pullorum disease.

Page 5: kesehatan hewan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kejadian Penyakit

            Penyakit pullorum (berak kapur, pullorum disease) merupakan salah satu penyakit

bakterial pada ayam yang bersifat akut pada anak ayam umur 1 sampai 10 hari dan berakibat

fatal. Sedangkan pada ayam dara dan dewasa dapat bersifat khronis dan sebagai carrier

( pembawa penyakit ). Sampai saat ini uji pullorum (Rapid Whole Blood Test) merupakan

deteksi dini untuk mendapatkan reaktor pullorum. Pencegahan penyakit hanyalah dengan

manajemen yang baik. Pernah dicoba pencegahan dengan menggunakan bakteri yang berasal

dari kuman Salmonella pullorum yang diinaktifkan, namun hasilnya kurang memuaskan.

Pemberian bakterin pada ayam ternyata menghasilkan titer antibodi yang rendah dan daya

proteksinya juga rendah (Andena, 2000).

            Penularan penyakit terjadi melalui telur tetas yang berasal dari induk yang sakit. Di

dalam tubuh induk yang sakit, kuman-kuman sebahagian tinggal di dalam alat-alat

reproduksi, yaitu ovarium dan oviduk. Pada ayam jantan, kuman-kuman terebut akan

memilih testes sebagai tempat tinggal. Sebagian kecil bakteri Salmonella pullorum tinggal di

dalam saluran pencernaan. Pada peternakan ayam, kejadian penyakit yang muncul tentu dapat

menimbulkan kerugian, terutama jika mengakibatkan mortalitas atau tingkat kematian yang

cukup tinggi. Di Indonesia penyakit pullorum merupakan penyakit menular yang sering

ditemui. walaupun segala umur ayam dapat terserang pullorum tapi angka kematian tertinggi

terjadi pada DOC. Angka morbiditas pada DOC sering mencapai lebih dari 40% sedangkan

angka mortalitas atau angka kematian dapat mencapai 85% ( Chusniati, 2010 ).

2.2 Etiologi

            Pullorum atau berak kapur disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum yang

merupakan bakteri gram negatif. Bakteri jenis ini mampu bertahan di tanah selama 1 tahun.

Di Indonesia penyakit yang disebabkan oleh Salmonella pullorum merupakan penyakit

menular yang sering ditemui. walaupun segala umur ayam bisa terserang pullorum tapi angka

kematian tertinggi terjadi pada anak ayam yang baru menetas (Tentua,2009 ).

Berikut merupakan klasifikasi dari Salmonella pullorum :

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Page 6: kesehatan hewan

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteria

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella pullorum

Salmonella pullorum tergolong famili Enterobacteriaceae, yang sangat beradaptasi

pada hospes. Bakteri tersebut berbentuk bacillus dengan ujung yang sedikit membulat dan

mempunyai ukuran 0,3 – 0,5 x 1 – 2,5 μm. Salmonella pullorum bersifat non motil,

nonliquefying, non-kromogenik, non-sporagenik dan fakultatif anaerob (Tabbu, 2008).

Bakteri Salmonella pullorum dapat hidup di luar tubuh hospes pada lingkungan yang

sesuai selama berbulan-bulan. Bakteri ini kurang tahan terhadap panas dan mungkin juga

terhadap bahan kimia ataupun faktor lingkungan yang merugikan. Bakteri ini dapat dibunuh

dengan cara sanitasi/ desinfeksi yang ketat, misalnya menggunakan uap formalin (Tabbu,

2008).

2.3 Transmisi

Ayam yang tergolong tipe ringan relatif lebih resisten terhadap pullorum

dibandingkan dengan ayam tipe berat. Jenis ayam yang mempunyai temperatur tubuh tinggi,

terutama pada umur sekitar satu minggu relatif lebih tahan terhadap tantangan Salmonella

pullorum dibandingkan dengan jenis ayam yang mempunyai temperatur tubuh rendah.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa presentase ayam betina yang memberikan reaksi

Page 7: kesehatan hewan

positif terhadap uji pullorum lebih tinggi di bandingkan dengan ayam jantan. Hal ini mungkin

disebabkan oleh karena adanya infeksi lokal pada folikel ovarium (Tabbu, 2008).

Mortalitas akibat pulorum biasanya di temukan pada ayam umur 2-3 minggu.

Beberapa ahli melaporkan bahwa resistensi terhadap pullorum meningkat dengan cepat

selama 5-10 hari pertama sejalan dengan peningkatan jumlah limfosit dan temperatur tubuh.

Kadang –kadang ditemukan adanya infeksi akut pada ayam dewasa, terutama petelur cokelat.

Sejumlah ayam dan kalkun yang dapat bertahan terhadap infeksi pulorum dengan/ tanpa

adanya lesi tertentu (Tabbu, 2008).

Telur tetas yang terinfeksi bakteri salmonela pullorum mempunyai peranan yang

penting dalam penularan penyakit ini. Sekitar dari telur yang berasal dari ayam yang

terinfeksi penyakit tersebut mengandung Salmonella pullorum, terutama oleh karena adanya

pencemaran ovum selama proses ovulasi. Meskipun bekteri tersebut dapat menembus

kerabang telur setelah telur keluar dari ayam, rute infeksi tersebut tidak mempunyai peranan

yang penting dalam penularan penyakit pullorum (Tabbu, 2008).

Penularan dapat terjadi melalui telur tetas yang berasal dari induk hewan yang sakit.

Ovarium yang terinfeksi kuman akan menghasilkan telur-telur yang mengandung bibit

penyakit. Anak ayam yang telah menetas ini membawa kuman Salmonella pullorum dan

dapat menulari anak ayam lainnya yang sehat. Penularan penyakit terjadi secara kontak, baik

sewaktu berada di dalam mesin tetas maupun setelah dipelihara bersama-sama dalam boks

atau brooder house. Penularan penyakit  dapat pula terjadi melalui pakan dan air minum

ataupun peralatan kandang yang tercemar oleh kotoran ayam yang sakit (Chusniati, 2010 ).

Ayam menderita penyakit pullorum, apabila terkontaminasi dengan ayam yang sehat

maka ayam tersebut sudah tertular bakteri pullorum melalui kotoran atau darah yang

terminum karena ayam saling mematok. Perlu diketahui penyebaran penyakit melalui cara ini

sering kali terjadi. Makanan, minuman dan peralatan lain yang tercemar bakteri pullorum

merupakan sumber utama penularan bakteri ini. Begitu juga dengan alat untuk memotong

paruh yang kadang-kadang bisa menjadi sumber penularan dari anak ayam yang sakit pada

anak ayam sehat (Gast,1997 ).

Penularan penyakit yang terjadi selama periode penetasan dari anak ayam yang

terinfeksi kepada anak ayam yang tidak terinfeksi dapat mengakibatkan penyebaran penyakit

yang ekstensif yang hanya dapat di tanggulangi dengan cara fumigasi pada inkubator.

Page 8: kesehatan hewan

Penularan penyakit dapat juga terjadi dalam suatu flok akibat adanya kanibalisme dari

ayam yang terinfeksi, memakan telur yang terinfeksi dan masuknya Salmonella pullorum

melalui luka. Penularan Salmonella pulorum mungkin terjadi melalui pakan yang tercemar

oleh bakteri tersebut, walaupun peranannya sangat kecil. Kuman tersebut dapat bertahan

lebih lama didalam litter yang kering dan berdebu dibandingkan dengan litter yang basah.

Beberapa ahli melaporkan bahwa amoniak yang di bebaskan oleh litter basah akan

meningkatkan PH dari air yang terkadung dalam litter yang dapat membunuh Salmonella

pullorum. Sehubungan dengan penularan Salmonella pullorum melalui telur dari ayam

carrier, maka penularan dapat juga terjadi melalui satter, hatcher dan kotak DOC. Di samping

itu penularan kuman tersebut dapat juga terjadi melalui kandang/peralatannya, pakan dan

minuman, karung pakan dan produk asal unggas yang di gunakan sebagai bahan pakan yang

tercemar oleh kuman Salmonella pullorum. Siklus infeksi Salmonella pullorum dapat terjadi

melalui induk ayam telur DOC induk ayam (Tabbu, 2008).

Infeksi alami pada hewan lain merupakan akibat dari kontak langsung atau tidak

langsung dengan ayam sakit. Jenis burung yang dapat terinfeksi secara alami adalah itik,

ayam mutiara, burung merak, burung puyuh, burung gereja, burung kenari, kutilang dan

sejenis burung kakak tua. Jenis mamalia yang dapat terinfeksi secara alami ataupun buatan

adalah simpanse, kelinci, marmot, chinchilla, babi, anak kucing, serigala, anjing babi, mink,

anak sapi dan tikus liar. Walaupun hospes dari Salmonella pullorum sangat luas namun

karena pulorum hampir dapat di tanggulangi secara baik, maka di perkirakan unggas lain dan

mamalia hanya memainkan peranan yang kecil dalam epidemiologi penyakit tersebut.

Kadang – kadang dapat di temukan adanya salmonelosis akibat Salmonela pullorum pada

manusia yang berhubungan dengan makanan (Tabbu, 2008).

2.4 Patogenesis

 Pada unggas, sumber infeksi berasal dari makanan yang terkontaminasi dan

penyebaran berikutnya dapat terjadi dari jalur/rute fecooral yaitu : dari telur ke anak ayam di

penetasan. Hewan-hewan yang masih muda lebih peka terhadap salmonellosis dibandingkan

hewan-hewan yang lebih tua. Sanitasi yang buruk, terlalu padat, hawa yang terlalu dingin,

stress, agen parasit.,dan bersamaan dengan infeksi virus merupakan faktor-faktor predisposisi

salmonellosis secara klinis pada hewan.

Banyak hewan-hewan terutama babi dan unggas diberi ransum yang

mengandung Salmonella  tetapi tidak terbukti menginfeksi selama hidupnya. Makanan untuk

hewan sering terkontaminasi oleh beragam serotipe, yang sering bercampur dalam suplemen

Page 9: kesehatan hewan

protein seperti : daging dan tepung tulang, tepung ikan dan tepung kacang kedelai.

Salmonella ikut bercampur pada saat material tersebut diproses. Pada daging dan tepung

ikan, fase penyaringan yang menghilangkan lemak setelah pemasakan adalah tingkat

kontaminasi penting karena organisme-organisme dapat tumbuh dan membelah pada saat

material tersebut berada dalam keadaan yang sejuk.Burung-burung liar dan rodentia seperti

tikus dan mencit dapat menjadi sumber infeksi pada ternak melalui kontaminasi feses pada

makanan atau pada kandang. Bakteri-bakteri tersebut dapat bertahan selama berbulan-bulan

atau lebih lama pada pupuk kotoran dan endapan dari sungai dan kolam. Salmonellosis

biasanya diawali dengan infeksi pada usus yang kemudian meluas setelah organisme masuk

ke dalam aliran darah. Pada hewan dapat berkembang menjadi septicemia, meningitis,

arthritis pneumonia, aborsi atau kombinasi dari penyakit-penyakit tersebut.

Secara umum cara penularan penyakit ini melalui beberapa cara yaitu :

1. Feco-oral rute

2. Horisontal:sakit menular ke ayam yang peka

3. Vertikal:melalui telur yang infektif

4. Perinhalasi melalui debu yang infektif

5. Karier(3-4 bulan)dan infeksi menjadi ancaman

6. Predileksi pada ovarium

Secara umum bakteri Salmonella sp. menginfeksi hospes

Page 10: kesehatan hewan

Patogenesis penyakit pullorum adalah sebagai berikut :

1. Bakteri masuk secara oral dan berinteraksi dengan sel epitel dan sel mikro pada

saluran pencernaan dan berkolonisasi kemudian penetrasi mukosa epitel usus halus

sehingga terjadi kemotaksis heterofil dan makrofag dan terjadi peradangan

(inflamasi)

2. Invasi bakteri diluar saluran pencernaan selanjutnya berkembangbiak dalam sistem

retikuloendotil (hati,limpa)

3. Bakterimia

Petogenesis dari enteritis yang disebabkan oleh Salmonella ada 3 fase:

(1) Kolonisasi pada usus, (2) Invasi epithelium usus dan (3) Stimulasi penyerapan cairan

Fase 1 : Kolonisasi usus. Kolonisasi pada usus halus bagian distal dan kolon merupakan

langkah awal pada patogenesis salmonellosis yang menyerang usus. Bakteri Fusiform

indigenous yang tinggal pada lapisan mukosa yang menyelubungi epithelium dari usus besar

secara normal menghambat pertumbuhan dari Salmonella yaitu dengan memproduksi asam

organik volatil. Flora normal juga mencegah perlekatan antara Salmonella dan organ. Faktor-

faktor yang dapat menghilangkan koloni flora normal seperti : terapi antibiotik, kehilangan

cairan, peningkatan secara besar-besaran kemampuan hospes untuk usus. Penurunan

peristaltik dapat menjadi predisposisi pada hewan untuk berkolonisasinya Salmonella karena

hal tersebut dapat menimbulkan pertumbuhan yang cepat dan tetap terutama pada usus halus.

Peristaltik distimulir oleh mikroflora asli secara aktif, penindasan terhadap peningkatan

kemampuan untuk berkolonisasi

Fase 2: Invasi ke epithelium usus. Pada fase invasi, yaitu memasuki ujung villi-villi dari

ileum dan colon. Salmonella melakukan penetrasi ke brush border dan masuk ke dalam

sel ,tidak ada perubahan morfologi sampai akhir proses penyakit. Organisme-organisme dapat

membelah dan menginfeksi sel gabungan lain atau melalui lamina propria ketika melanjutkan

pembelahan, fagositosis, dan terjebak pada nodulus limfatikus regional. Setelah menginvasi,

ujung villi berkontraksi dan terserang netrofil

Fase 3 : Stimulasi penyerapan cairan. Respon keradangan pada mukosa usus adalah factor

penting pada penyerapan cairan usus. Prostaglandin yang dilepaskan sebagai hasil dari respon

tersebut, mengaktivasi adenilate siklase dengan resultant net mensekresikan air, bikarbonat,

Page 11: kesehatan hewan

dan chloride ke lumen usus. Respon keradangan juga melepaskan substansi vasoaktif

meningkatkan permeabilitas mukosa system vaskuler tubuh dan juga memimpin penyerapan

cairanPenyerapan cairan mengantarkan invasi neutrofil secara luas dari lubang villi dengan

ileitis yang akut dan colitis. Neutrofil yang dicurahkan dalam stool dan keberadaannya

bernilai diagnostic

2.5 Gejala Klinis

Pullorum dianggap sebagai penyakit pada anak ayam dan kalkun. Kadang kadang

penyakit ini bersifat subklinik meskipun ditularkan melalui telur. Masa inkubasinya biasanya

berkisar antara 4 – 5 hari dan penyakit ini umumnya berlangsung 5-12 hari.

a. Anak ayam

Jika DOC berasal dari telur yang terinfeksi oleh kuman Salmonella pullorum, maka

DOC yang sangat lemah atau mati dapat ditemukan di dalam inkubator atau segera setelah di

keluarkan dari mesin tetas. Anak ayam akan terlihat mengantuk, lemah, kehilangan nafsu

makan dan dapat dikuti oleh kematian yang mendadak. Pada sejumlah kasus, gejala pulorum

tidak teramati selama 5-10 hari setelah menetas, tetapi gejala klinik akan mencapai

puncaknya sekitar 7-10 hari berikutnya. Mortilitas biasanya mencapai puncak pada minggu

ke-2 sampai minggu ke-3 setelah menetas. Pada keadaan tertentu, anak ayam cenderung lesu

dan berkumpul di bawah pemanas, kehilangan nafsu makan, sayap menggantung, mengantuk,

dan penampakan luar yang menyimpang. Anak ayam yang terinfeksi kerap kali “menciap”

kesakitan ketika sedang defekasi dan pada umumnya akan terbentuk suatu timbunan kotoran

berwarna putih menyerupai kapur (pasta), yang kadang kadang bercampur ekskreta berwarna

coklat kehijauan di sekitar kloaka. Mungkin akan terlihat kesulitan bernafas atau pernafasan

melalui mulut akibat keradangan yang ekstensif pada paru.

Ekskreta berwarna putih (berak putih)

Page 12: kesehatan hewan

Anak ayam yang mati atau terlihat lemah dan mengantuk akibat Pullorum disease

Anak ayam yang sembuh akan mengalami gangguan pertumbuhan yang drastis,

peningkatan berat badan yang terhambat dan gangguan pertumbuhan bulu. Anak ayam calon

petelur yang mengalami gangguan pertumbuhan akan mengalami hambatan kematangan

seksual dan mengalami gangguan produksi telur meskipun demikian, sejumlah ayam yang

dapat bertahan tiak mengalami gangguan pertumbuhan dan mempunyai perkembangan

seksual yang normal walupun membawa infeksi Salmonella pullorum. Kadang kadang terjadi

kebutaan dan kelumpuhan dari ayam yang terinfeksi kuman tersebut akibat pembengkakan

persendian dan membrana sinovial.

b. Ayam Dewasa

Infeksi dapat terjadi tanpa gejala yang spesifik yang mirip infeksi akut. Infeksi dapat

menyebar dalam suatu flok tanpa disertai oleh gejala tertentu. Ayam yang terinfeksi dapat

menunjukkan adanya balung (jengger) yang pucat, berkeriput, mengecil dan berwarna

kelabu. Ayam yang menderita infeksi Salmonella Pullorum dapat mengalami penurunan

produksi telur, fertilitas, dan daya tetas telur. Kadang kaang terjadi infeksi akut pada ayam

dara ataupun ayam dewasa; pada kelompok ayam tersebut akan terlihat adanya kelesuan,

kehilangan nafsu makan, diare, dan dehidrasi. Mungkin juga terlihat adanya kepala dan leher

yang menjadi kaku.

Morbiditas dan mortilitas yang sangat bervariasi dan tergantung pada umur, kualitas

pakan, kepekaan ayam dan manajemen peternakan. Mortilitas bervarisi dari 0%-100% pada

kasus berat. Mortilitas tertinggi bisanya terjadi pada minggu ke-2 setelah menetas, kemudian

menurun secara cepat pada minggu ke-3 dan ke-4. Morbiditas kerap kali lebih tinggi dari

Page 13: kesehatan hewan

mortilitas bahkan sejumlah yang terinfeksi dapat sembuh secara spontan. Anak ayam yang

menetas dari suatu flok terinfeksi, yang di pelihara pada lokasi yang sama biasanya akan

mengalami tingkat mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan anak ayam yang di

pelihara pada lokasi yang berbeda. Ayam dewasa yang terinfeksi bisanya menghasilkan

antibodi yang mampu beraglutinasi dalam waktu 3-10 hari pasca infeksi dan akan tetap

mampu beraglutinasi pada tingkat yang berbeda selama periode infeksi. Meskipun produksi

antibodi tersebut memberi petunjuk tentang adanya suatu respon imun, kemungkinan adanya

peranan dari antibodi tersebut untuk memodifikasi infeksi pada ayam tidak diketahui secara

pasti. Antibodi yang mampu beraglutinasi mungkin berfungsi untuk melokalisasi infeksi

Salmonella pullorum pada ayam.

2.6 Perubahan Patologi

a. Perubahan makroskopik

1) Anak ayam

Jika kematian terjadi secara cepat pada awal pemeliharaan DOC, maka lesi yang

ditemukan akan terbatas. Hati akan membesar, kongestif dan warna hati anak yang normal

kekuningan akan disertai oleh jalur hemoragik. Pada bentuk septisemik, akan terlihat

hiperemia aktif pada berbagai organ. Yolk sac dan isinya dapat memperlihatkan perubahan

yang bersifat ringan ataupun tidak ada lesi tertentu. Pada kasus yang lebih berat, dapat

ditemukan adanya yolk sac yang belum terserap dengan kandungan yang berwarna

kekuningan menyerupai krem ataupun bersifat kaseus. Pada otot jantung, hati, paru, sekum,

usus besar dan otot ventrikulus dapat ditemukan adanya foki nekrotik atau noduli, seperti

gambar dibawah ini dimana terdapat nekrosis multifokal dan noduli pada jantung.

Page 14: kesehatan hewan

Kadang kadang dapat ditemukan adanya perikarditis. Pada hati dapat ditemukan adanya

perdarahan ukuran kecil dan nekrosis fokal. Limpa dapat membesar dan ginjal akan

mengalami kongesti atau anemik dengan ureter yang mengalami dilatasi akibat adanya

timbunan asam urat. Sekum dapat mengandung suatu pasta kaseus , yang kadang kadang

bernoda darah; dinding usus mungkin menebal dan kerapkali ditemukan adanya peritonitis

(Tabbu, 2008).

2) Ayam dewasa

Lesi yang paling banyak ditemukan pada ayam carrier yang terinfeksi secara kronis

adalah ova yang berbentuk tidak teratur, menyimpang dari normal, pucat disertai perubahan

menjadi cyst. Di samping itu terlihat juga danya peritonitis dan perikarditis akut atau kronis.

Ova yang terkena biasanya mengandang material yang menyerupai minyak atau kaseus yang

terbungkus dalam suatu kapsul yang menebal. Folikel berisi ova yang mengalami degenerasi

dapat melekat erat pada ovarium, tetapi kerapkali membentuk tangkai dengan dinding

pangkal yang menebal dan dapat terlepas dari masa ovarium. Pada keadaan tersebut,

kumpulan folikel yang berisi ova dapat melekat di dalam jaringan lemak rongga perut.

Lesi yang kurang ekstensif dapat ditemukan pada jantung. Kerapkali ditemukan

adanya perikarditis. Perubahan pada perikardium, epikardium dan cairan perikardial

tergantung pada lamanya proses penyakit. Terkadang ditemukan adanya cyst ukuran kecil

yang mengandung material kaseus berwarna kekuningan yang melekat pada jaringan lemak

abdominalis atau melekat pada ventrikulus ataupun usus. Pada ayam jantan kerapkali

ditemukan adanya infeksi lokal pada testes dan vas deferens; testes biasanya mengerut.

Berikut merupakan beberapa gambaran organ ayam yang mengalami Pullorum disease

Beberapa ova degenerasi dan beberapa diantaranya ada yang melekat ke badan dari

organ dengan long stalk

Page 15: kesehatan hewan

Synovitis di persendian ayam yang terserang Pullorum disease

Nekrosi di paru-paru ayam. Lesi serupa juga dapat terjadi di jantung dan hepar

b. Perubahan Mikroskopik

Pada anak ayam akan terlihat hiperemia, hemoragik, degenerasi, nekrosis fokal dan

timbunan limfosit. Lesi kerap kali bersifat ekstensif tetapi tidak spesifik. Perubahan

histopatologik terpenting yang ditemukan dalam pulorum adalah proliferasi endotel yang

berbentuk foki pada hati; nekrosis fokal miokardium; bronkopneumonia; enteritis kataralis;

infiltrasi limfosit, sel plasma dan heterofil pada hati, paru dan ginjal. Lesi yang karakteristik

pada pulorum adalah poliserositis, terutama pada perikardium, pleura, peritoneum, serosa

Page 16: kesehatan hewan

usus dan mesenterium. Reaksi radang yang ditemukan meliputi infiltrasi limfosit, sel plasma

heterofil, proliferasi fibroblas dan histiosit tanpa adanya perubahan eksudatif.

2.7 Diagnosa

Sampel untuk Isolasi dan Identifikasi Salmonella pullorum bisa diambil melalui hati,

usus maupun kuning telur dapat dilakukan pembiakan kedalam medium.

Ayam karier yang sudah sembuh dapat diidentifikasi dengan penggumpalan darah

secara cepat (rapid whole blood plate aglutination test). Untuk bahan pemeriksaan dapat

diambil dari organ-organ tubuh misalnya ovarium, testes, hati, limpa. Untuk meyakinkan

hasil diagnosis dapat pula dilakukan uji antibodi yakni dengan Rapid plate, Whole Blood

Test, dan Agglutination Test.

Menurut ressang (1984) diagnosa penyakit pullorum dapat dilakukan terhadap hal-hal sebagai

berikut:

1. Sebagai tindaklanjut pemeriksaan apabila dalam uji pulorum di lapangan didapatkan

hasil rekasi positif dan reaksi yang meragukan (dubious). Dalam hal ini ayam-ayam

yang bereaksi demikian diserahkan kepada laboratorium dalam keadaan hidup (min. 6

ekor) untuk pemeriksaan yang lebih mendalam. Pemeriksaan lanjutan di laboratorium

ini dimaksudkan untuk menetapkan status pulorum pada peternakan yang

bersangkutan.

2. Bila dijumpai kasus akut penyakit pullorum pada ayam muda atau dewasa. Dalam hal

ini bangkai ayam masih segar dikirimkan dalam tempat berisi es batu, lebih

didinginkan sebagai bahan pemeriksaan daripada kiriman berupa alat-alat tubuh. Bila

pengiriman bangkai segar serta utuh tidak mungkin dilaksanakan, maka sebagai

gantinya dikirimkan alat-alat tubuh ayam yang berada di kantong plastik atau botol

steril yang dimasukkan ke dalam termos berisi es batu:

a. Jantung beserta kantung pricard dan isinya

b. Hati (berikut kantung empedu sesusah dikeluarkan isinya)

c. Limpa

d. Pankreas

e. Ovarium ayam betina atau testes ayam jantan

f. Saluran telur atau oviduk

Teknik diagnostik

Page 17: kesehatan hewan

1. Indentifikasi agen

A. Metode kultur

B. Media selektif

MacConkey agar. Agar yang menghambat pertumbuhan bakterik non enterik;

membedakan fermentasi laktosa (koloni berwarna pink) dari fermentasi non laktosa

(koloni tidak berwarna). NaCl dihilangkan untuk membatasi penyebaran koloni

proteus. Koloni salmonella halus dan tidak berwarna. S. pullorum menghasilkan

koloni-koloni yang lebih kecil dari salmonella lain. MacConkey adalah agar untuk

plating langsung dari jaringan

Xylose lysine deoxycholate agar adalah agar penghambat pertumbuhan baktei non

enterik. Salmonella pullorum tumbuh jarang dengan koloni berwarna pink transparan.

Koloni S. gallinarum kecil, berbentuk kubah dan terdapat titik hitam pada pusat

sebagai produksi H2S tetapi terkadang reaksi ini tertunda atau bahkan bervariasi ,

brilliant green agar (BGA). Agar yang menghambat bakteri coliforms dan strain

proteus, berguna untuk membedakan koloni bakteri enterik. Salmonella berbentuk

rendah, cembung, merah pucat, termasuk koloni transparan dengan diameter 1-3mm,

mirip dengan Citrobacter. Salmonella pullorum menghasilkan koloni pucat yang lebih

kecil dari salmonella lain.

Brilliant green sulphapyridine agar, termasuk agar penghambat bakteri coliform dan

strains proteus.sulphapyridine ditambahkan untuk menstabilkan selektivitas bahan

telur. Salmonella pullorum ditunjukkan dengan koloni kecil.

C. Media diperkaya dan selektif

Selenite cysteine and F broths

Tetrathionate/brilliant green broth. Menghambat bakteri coliform dan proteus, tetapi

juga menghambat beberapa strain dari S. pullorum/ S. gallinarum

Rappaport-vassiliadis soya (RVS). Untuk media diperkaya, menggunakan 1 bagian

inokulum dan 100 bagian media. Salmonella pullorum dan gallinarum lebih banyak

ditumbuhi bakteri lain selama pra diperkaya dari feses atau isi usus dari salmonella

yang hostnya tidak disesuaikan

D. Recovery of salmonella

Metode ini digunakan untuk mendapatkan S. pullorum dan S. gallinarum yang bersih

akibat diambil dari swab kloaka. Metodenya sebagai berikut:

Page 18: kesehatan hewan

Swab cloaca dan feses segar dari burung yang masih hidup. Swab dimasukkan ke

dalam nutrient broth yang cocok, swab kecil digunakan untuk ayam kecil. Swab

diusapkan pada media selektif dan ditempatkan pada enrichment broth. Diinkubasi

pada suhu 37°C. Temperatur tinggi dapat digunakan untuk beberapa broth. Subkultur

dilakukan pada media selektif setelah 24 dan 48 jam.

Swab kandung kemih. Swab di usapkan pada media non selektif dan media agar

selektif, kemudian ditempatkan pada media penghambat dan media non penghambat,

diinkubasi pada suhu 37°C dan subkultur pada media agar selektif setelah 24 dan 48

jam.

Swab organ dan jaringan. Swab diambil secara aseptik dari jaringan dan lesi individu

diletakkan pada media non selektif dan selektif.

Alimentary canal, termasuk caecals tonsil dan intestine. Setelah dihomogenkan pada

broth dengan volume yang kecil, 10 ml homogen diinkubasi kedalam 100ml selektif

enrichment broth pada suhu 37°C

Eggshells

Egg contents

Embryos

Environmental samples

E. Tes serologis

Rapid whole agglutination test

Rapid serum agglutination test

Tube agglutination test

Micro-agglutination test

Micro-antiglobulin test

Immunodiffusion

Haemaglutination

Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) (Anonim, 2012)

2.8 Penanggulangan

1. Pengobatan

Berbagai jenis sulfonamida, nitrofuran, antibiotik dan antibakteri lainnya telah

digunakan untuk mengobati Salmonella pullorum dengan hasil yang bervariasi dalam

menekan mortalitas, tetapi tidak dapat membasmi secara tuntas penyakit tersebut dari suatu

flok. Beberapa diantara obat-obatan yang banyak digunakan di lapangan adalah furazolidon,

Page 19: kesehatan hewan

klortetrasiklin dan kelompok kuinolon. Penggunaan obat-obatan tertentu yang berlebihan,

misalnya klortetrasiklin dan nitrofurazon telah dilaporkan dapat menyebabkan resistensi pada

ayam (Tabbu, 2008). Menurut Duncan (2001), pemberian furazolidone pada anak ayam akan

mengurangi angka kematian. Furazolidone diberikan melalui pakan dengan dosis 100

gram/ton kan yang diberikan selama 2 minggu.

2. Pencegahan

Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan manajemen dan pengamanan

biologis yang ketat pada parent stock di tingkat breeding farm untuk mendapatkan DOC yang

bebas pulorum dan memelihara DOC tersebut pada lingkungan yang dapat mencegah kontak

secara langsung ataupun tidak langsung dengan ayam yang terinfeksi. Pengamanan biologis

yang ketat diharapkan dapat mencegah kontak antara kuman Salmonella pullorum dengan

ayam dalam suatu flok.

Telur tetas mempunyai peranan yang penting dalam penularan Salmonella pullorum,

maka hanya telur yang bebas pulorum yang ditetaskan dalam suatu inkubator. Fumigasi pada

incubator dan hatcer dengan uap formaldehyde dapat menekan penyebaran Salmonella

pullorum dan memusnahkan residu infeksi diantara periode penetesan telur.

Page 20: kesehatan hewan

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit pullorum (berak kapur, pullorum disease) merupakan salah satu penyakit

bakterial pada ayam yang bersifat akut pada anak ayam umur 1 sampai 10 hari dan berakibat

fatal. Sedangkan pada ayam dara dan dewasa dapat bersifat khronis dan sebagai carrier

(pembawa penyakit ). Pullorum atau berak kapur disebabkan oleh bakteri Salmonella

pullorum yang merupakan bakteri gram negatif. Penularan dapat terjadi melalui telur tetas

yang berasal dari induk hewan yang sakit, penularan melalui kotoran atau darah yang

terminum karena ayam saling mematok, juga dapat melalui peralatan yang tercemar bakteri

ini. Gejala klinik untuk penyakit ini bisa dilihat dari anak ayam dan ayam dewasa. Pada anak

ayam akan terlihat lesu, cenderung berkumpul dibawah pemanas, kehilangan nafsu makan,

sayap menggantung, mengantuk serta akan terbentuk timbunan kotoran berwarna putih dan

menyerupai kapur. Pada ayam dewasa yang menderita infeksi Salmonella pullorum dapat

mengalami penurunan produksi telur, fertilitas dan daya tetas telur. Pengobatan pullorum

disease dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik, serta pencegahannya dilakukan dengan

manajemen dan pengamanan biologis yang ketat pada parent stock, menjaga telur.

Page 21: kesehatan hewan

DAFTAR PUSTAKA

Andena, 2000, Salmonellosis in Poultry, Makalah pada “Training on Breeding

Farm”,Malang

Anonim, 2012, Fowl Typhoid and Pullorum Disease, OIE Terestrial Manual

Chusniati, Sri, 2010, Uji Protektif Protein Imunogenik Membran Luar Bakteri Salmonella

Pullorum Terhadap Ayam Petelur, Veterinaria Medika Vol. 3,No. 1, Surabaya

Duncam, 2001, Salmonella Pullorum Still Around Rocent Salmonella Pullorum Isolate,

USDA.Southeast Poultry Research Laboratory,Athens

Gast, R. K, 1997, Detections of Chickens With Recent Salmonella Pullorum Isolates Using

Standart serological methods, Poultry. Sci. 76 : 17 – 23

Hagans, W., D.W. Bruner, 1994, Infections Diseases of Domestic Animals. 7th Ed. Comstock

Publishing Associated Cornee University Press, London

Harlow, 2008, Antibodies A Lboratory Manual.Cold Spring Harbor Laboratory, USA

Porter, R.E.,1998, Bacterial enteritides of poultry, Poult. Sci. 77: 1159-1165

Ressang, Abdul, 1984, Patologi khusus veteriner, N.V. Percetakan Bali, Bali

Shivaprasad, H.L., 2003, Pullorum Disease and Fowl Typhoid. in: Disease of Poultry. SAIF,

Y.M. (Ed). 11th Edition, Iowa State Press, Lowa

Siegmund, O.H, 1994, The Merck Veterinary Manual. 9th Ed, Merck and Co. Inc. Rahway,

New Jersey

Tabbu, Charles R., 2008, Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Volume 1, Kanisius,

Yogyakarta

Tentua, Meilany Nonsi, 2009, Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Ayam, Jurnal Dinamika

Informatika Volume 3, Nomor 2, Yogyakarta

Page 22: kesehatan hewan