kerusakan pada perkeras an lentur

Upload: fachrurrazie

Post on 16-Jul-2015

177 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTURKita sering menjumpai kerusakan jalan pada suatu ruas jalan, kerusakan ini bermacam macam, umumnya ada kerusakan jalan berupa retak-retak (cracking), berupa gelombang (corrugation), juga kerusakan berupa alur/cekungan arah memanjang jalan sekitar jejak roda kendaraan (rutting) ada juga berupa genangan aspal dipermukaan jalan (bleeding), dan ada juga berupa lobang-lobang (pothole). Kerusakan tersebut bisa terjadi pada muka jalan yang menggunakan beton aspal sebagai lapis permukaannya. Penyebab kerusakan jalan adalah akibat beban roda kendaraan berat yang lalulalang (berulang-ulang), kondisi muka air tanah yang tinggi, akibat dari salah pada waktu pelaksanaan, dan juga bisa akibat kesalahan perencanaan.

Kita ambil salah satu bentuk kerusakan yang sering kita jumpai dan kerusakan tersebut sangat tidak nyaman untuk dilalui adalah kerusakan berlubangnya jalan, bahkan jalan yang bisa menyerupai kubangan kerbau (tempat mandi kerbau dengan lumpur) yang hal ini sering kita lihat disawah. Jelas penyebab utama adalah air. Jika sistim drainase sepanjang jalan tidak sempurna, termasuk perawatannya, maka air akan naik, bahkan bisa menggenangi jalan. Daya dukung tanah pada badan jalan sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang ada dalam tanah tersebut. Jika kandungan air optimum sudah terlewati maka daya dukung tanah akan menurun,apalagi jika sampai muka jalan tergenang maka kondisi saturated akan terjadi. Daya lekat antar butiran tanah menjadi sangat kecil bahkan bisa tidak ada sama sekali, gesekan antar partikal sangat menurun dan saling mengunci antar butiran sudah tidak bekerja. Pada kondisi ini kemampuan tanah mendukung beban boleh dikatakan sangat-sangat kecil.

Sedangkan kendaraan tetap akan lewat, akibat beban kendaraan yang menekan muka jalan maka terjadilah pelepasan ikatan antar butiran pada tanah, dan akan mengakibatkan permukaan jalan menjadi pecah dan amblas. Nah inilah proses awal kerusakan jalan tersebut. Oleh karena itu hampir setiap selesainya musim hujan akan nampak banyak jalan yang mengalami kerusakan, mulai dari lobang kecil sampai berlobang yang sangat besar. Jelas ini diakibatkan dari kondisi drainase yang tidak sempurna. Inilah yang sering dihebohkan yang terjadi dijalan Pantura Pulau Jawa. Memang banyak cara mengatasi kerusakan jalan. sistim drainase sepanjang jalan agar muka air tanah tidak naik, untuk memperkecil terjadinya kerusakan jalan.

JENIS KERUSAKAN PADA PERKERASAN LENTUR

1 Kerusakan Pada Jalan Raya Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan struktural. Kegagalan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan yang direncanakan dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan. Sedangkan kegagalan struktural terjadi ditandai dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan yang disebabkan lapisan tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh kondisi lingkungan sekitar (Yoder, 1975). Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2007), kerusakan pada konstruksi jalan (demikian juga dengan bahu beraspal) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: a. Air, yang dapat berasal dari hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, atau naiknya air berdasarkan sifat kapilaritas air bawah tanah. b. Iklim, di Indonesia yang termasuk beriklim tropis dimana suhu dan curah hujan yang umumnya tinggi. c. Lalu lintas, yang diakibatkan dari peningkatan beban (sumbu kendaraan) yang melebihi beban rencana, atau juga repetisi beban (volume kendaraan) yang melebihi volume rencana sehingga umur rencana jalan tersebut tidak tercapai. d. Material konstruksi perkerasan, yang dapat disebabkan baik oleh sifat/ mutu material yang digunakan ataupun dapat juga akibat cara pelaksanaan yang tidak sesuai.

e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, yang mungkin disebabkan karena cara pemadatan tanah dasar yang kurang baik, ataupun juga memang sifat tanah dasarnya yang memang jelek. Kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur adalah mencakup semua kerusakan seperti: 1. Retak (cracks) Berdasarkan bentuknya retak dibagi menjadi: meander, garis, blok, kulit buaya dan parabola. 2. Perubahan bentuk (deformation) Dikenal juga dengan istilah Distorsion. Kerusakan ini menyebabkan perubahan bentuk permukaan perkerasan dari bentuk aslinya. Deformasi dapat dibedakan atas: alur (rutting), keriting (corrugation), sungkur (shoving), amblas

(depression), dan jembul (upheaval). 3. Cacat permukaan (surface defect) Kerusakan ini sering disebut dengan Disintegration. Kerusakan ini ditimbulkan akibat pecahnya lapisan permukaan menjadi fragmen-fragmen kecil yang jika dibiarkan akan menyebabkan kehancuran total seluruh perkerasan. Kerusakan ini dikelompokan menjadi: delaminasi (delamination), kegemukan (bleeding), pengausan (polishing), pelepasan butir (raveling), pengelupasan lapis perkerasan (stripping), dan tambalan (patches). 4. Cacat tepi (edge defect) Kerusakan ini terjadi pada pertemuan tepi permukaan perkerasan dengan bahu jalan tanah (bahu tidak beraspal) atau juga pada tepi bahu jalan beraspal dengan tanah sekitarnya. Bentuk kerusakan cacat tepi permukaan dibedakan atas gerusan tepi (edge break) dan penurunan tepi (edge drop).

Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan dari penyebab yang saling kait-mengait. Sebagai contoh adalah retak pinggir, pada awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya sokongan dari damping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air meresap masuk ke lapis di lubang-lubang disamping melemahkan daya dukung lapisan dibawahnya (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Adapun gambar-gambar kerusakan jalan dapat dilihat pada lampiran. Sedangkan menurut Highway Development and Management (2001), kerusakan pada perkerasan jalan terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu: 1. Kerusakan permukaan jalan Pada kategori kerusakan permukaan jalan dibagi menjadi tiga bagian: Retak (cracking) Lubang (potholing) Pelepasan butir (raveling) Cacat tepi perkerasan (edge break) 2. Kerusakan deformasi Pada kategori kerusakan deformasi dibagi menjadi dua bagian: Alur (rutting) Ketidakrataan (roughness) 3. Kerusakan tekstur permukaan jalan Pada kategori tekstur permukaan jalan dibagi menjadi dua bagian: Kedalaman tekstur (texture depth) Kekesatan (skid resistance) 4. Kerusakan akibat sistem drainase yang buruk.

2 Retak 2.1 Umum Retak adalah suatu gejala kerusakan/ pecahnya permukaan perkerasan sehingga akan menyebabkan air pada permukaan perkerasan masuk ke lapisan dibawahnya dan hal ini merupakan salah satu faktor yang akan membuat luas/ parah suatu kerusakan (Departemen Pekerjaan Umum, 2007). Di dalam pendekatan mekanika retak diasumsikan ada bagian yang lemah pada setiap material. Ketika pembebanan terjadi, ada konsentrasi tegangan yang lebih tinggi di sekitar bagian tersebut, sehingga material tersebut tidak lagi memiliki distribusi tegangan yang seragam dan terjadilah kerusakan/ retak pada bagian tersebut dan berkembang ke bagian yang lainnya. Mekanika retak juga menggambarkan perkembangan retak tergantung pada sifat material tersebut (Roque, 2010).

2.2 Jenis - jenis retak Pengelompokan jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada retak bermacam-macam, seperti jenis retak berdasarkan bentuk retak, penyebab terjadinya kerusakan retak, tingkat keparahan retak, lokasi retak, dan cara berkembangnya.

2.2.1 Berdasarkan bentuk retak Departemen Pekerjaan Umum (2007) mengelompokkan jenis kerusakan retak berdasarkan bentuknya menjadi: 1. Meander (meandering) Yaitu retak yang terjadi berbentuk seperti sungai yang berkelok-kelok (meander). Jenis retak yang termasuk dalam kerusakan ini adalah: retak halus (hair cracks). Retak halus (hair cracks)

Yang dimaksud retak halus adalah retak yang terjadi mempunyai lebar celah 3 mm. Sifat penyebarannya dapat setempat atau luas pada permukaan jalan. Kemungkinan penyebab: 1. Bahan perkerasan/ kualitas material kurang baik. 2. Pelapukan permukaan. 3. Air tanah pada badan perkerasan jalan. 4. Tanah dasar/ lapisan dibawah permukaan kurang stabil. Akibat lanjutan: a. Meresapnya air pada badan jalan sehingga mempercepat kerusakan dan menimbulkan ketidak-nyamanan berkendaraan. b. Berkembang menjadi retak buaya (alligator cracks). 2. Garis (line) Yaitu retak yang terjadi berbentuk garis dan dapat berupa memanjang (longitudinal), melintang (transverse), dan diagonal. Jenis kerusakan retak yang termasuk dalam kerusakan ini adalah: retak tepi (edge cracks), retak pertemuan perkerasan dan bahu (edge joint cracks), retak sambungan jalan (lane joint cracks), dan retak sambungan pelebaran (widening cracks). Retak tepi (edge cracks) Retak ini disebut juga dengan retak garis (lane cracks) dimana terjadi pada sisi tepi perkerasan/ dekat bahu dan berbentuk retak memanjang (longitudinal cracks) dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu. Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar. Kemungkinan penyebab:

1. Bahan dibawah retak pinggir kurang baik atau perubahan volume akibat jenis ekspansif clay pada tanah dasar . 2. Sokongan bahu samping kurang baik. 3. Drainase kurang baik. 4. Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak tepi. Akibat lanjutan: a. Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan sehingga mengganggu kenyamanan berkendaraan. b. Retak akan berkembang menjadi besar yang diikuti oleh pelepasan butir pada tepi retak. Retak pertemuan perkerasan bahu (edge joint cracks) Sesuai dengan namanya retak ini umumnya terjadi pada daerah sambungan perkerasan dengan bahu yang beraspal. Retak ini berbentuk retak memanjang (longitudinal cracks) dan biasanya terbentuknya pada permukaan bahu beraspal. Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar. Kemungkinan penyebab: 1. Perbedaan ketinggian antara bahu beraspal dengan perkerasan, akibat penurunan bahu. 2. Penyusutan material bahu/ badan perkerasan jalan. 3. Drainase kurang baik. 4. Roda kendaraan berat yang menginjak bahu beraspal. 5. Material pada bahu yang kurang baik/ kurang memadai. Akibat lanjutan:

a. Menimbulkan kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan akibat meresapnya air pada badan jalan dan mengganggu kenyamanan berkendaraan. b. Berkembang menjadi besar yang diikuti oleh pelepasan butir pada tepi retak.

Retak sambungan jalan (lane joint cracks) Sesuai dengan namanya retak ini terjadi pada sambungan dua jalur lalu lintas dan berbentuk retak memanjang (longitudinal cracks). Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar. Kemungkinan penyebab: 1. Ikatan sambungan kedua jalur yang kurang baik. Akibat lanjutan: a. Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan akan mengganggu kenyamanan berkendaraan. b. Lepasnya butir pada tepi retak dan bertambah lebar.

Retak sambungan pelebaran (widening cracks) Bentuk retak ini adalah retak memanjang (longitudinal cracks) yang akan terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar dan akan meresapkan air pada lapisan perkerasan. Kemungkinan penyebab: 1. Ikatan sambungan yang kurang baik. 2. Perbedaan kekuatan/ daya dukung perkerasan pada jalan pelebaran dengan jalan lama.

Akibat lanjutan: a. Menimbulkan kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan akan mengganggu kenyamanan berkendaraan. b. Lepasnya butir pada tepi retak sehingga kerusakan akan bertambah parah.

3. Blok (block) Yaitu retak yang saling berhubungan membentuk serangkaian blok, dengan bentuk menyerupai persegi empat. Jenis kerusakan retak yang termasuk dalam kerusakan ini adalah: retak refleksi (reflection cracks), dan retak susut (shrinkage cracks). Retak refleksi (reflection cracks) Kerusakan ini terjadi pada lapisan tambahan (overlay), dapat berbentuk memanjang (longitudinal cracks), diagonal (diagonal cracks), melintang (transverse cracks), ataupun kotak (blocks cracks) yang menggambarkan pola retakan perkerasan dibawahnya. Retak ini dapat terjadi bila retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara benar sebelum pekerjaan pelapisan ulang (overlay) dilakukan. Kemungkinan penyebab: 1. Pergerakan vertikal/ horizontal di bawah lapis tambahan (lapisan overlay) sebagai akibat perubahan kadar air pada tanah dasar yang ekspansif . 2. Perbedaan penurunan (settlement) dari timbunan/ pemotongan badan jalan dengan struktur perkerasan. Akibat lanjutan: a. Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan akan mengganggu kenyamanan berkendaraan. b. Lepasnya butir pada tepi retak sehingga kerusakan akan bertambah parah.

Retak susut (shrinkage cracks) Retak yang terjadi tersebut saling bersambungan membentuk kotak besar dengan sudut tajam atau dapat dikatakan suatu interconnected cracks yang membentuk suatu seri blocks cracks. Umumnya penyebaran retak ini menyeluruh pada perkerasan jalan. Kemungkinan penyebab: 1. Perubahan volume perkerasan yang mengandung terlalu banyak aspal dengan penetrasi rendah. 2. Perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar. Akibat lanjutan: a. Retak ini akan menyebabkan meresapnya air pada badan jalan sehingga akan menimbulkan kerusakan setempat atau menyeluruh pada perkerasan jalan dan mengganggu kenyamanan berkendaraan. b. Lepasnya butir pada tepi retak sehingga timbul lubang (potholes).

Gambar 2.6 Retak Susut (Shrinkage Cracks) 4. Kulit buaya (crocodile) Yaitu retak yang berbentuk kulit buaya. Jenis yang termasuk dalam kerusakan ini adalah: retak kulit buaya (alligator cracks). Retak kulit buaya (crocodile cracks)

Istilah lain adalah chickenwire cracks, alligator cracks, polygonal cracks, dan crazing. Lebar celah retak 3 mm dan saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya atau kawat untuk kandang ayam. Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan oleh repetisi beban lalulintas yang melampaui beban yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Kemungkinan penyebab: 1. Bahan perkerasan/ kualitas material kurang baik. 2. Pelapukan permukaan. 3. Air tanah pada badan perkerasan jalan. 4. Tanah dasar/ lapisan dibawah permukaan kurang stabil. Akibat lanjutan: a. Kerusakan setempat/ menyeluruh pada perkerasan. b. Berkembang menjadi lubang akibat dari pelepasan butir-butir.

Gambar 2.7 Retak Kulit Buaya (Alligator Cracks) 5. Parabola (crescent) Yaitu retak yang berbentuk parabola. Jenis yang termasuk dalam kerusakan ini adalah: retak selip (slipage cracks). Retak selip (slipage cracks)

Kerusakan ini sering disebut dengan parabolic cracks, shear cracks, atau crescent shaped cracks. Bentuk retak lengkung menyerupai bulan sabit atau berbentuk seperti jejak mobil disertai dengan beberapa retak. Kadang-kadang terjadi bersama dengan terbentuknya sungkur (shoving). Kemungkinan penyebab: 1. Ikatan antar lapisan aspal dengan lapisan dibawahnya tidak baik yang disebabkan kurangnya aspal/ permukaan berdebu 2. Pengunaan agregat halus terlalu banyak. 3. Lapis permukaan kurang padat/ kurang tebal 4. Penghamparan pada temperature aspal rendah atau tertarik roda penggerak oleh mesin penghampar aspal/ mesin lainnya. Akibat lanjutan: a. Kerusakan setempat atau menyeluruh pada perkerasan jalan dan akan mengganggu kenyamanan berkendaraan. b. Lepasnya butir pada tepi retak sehingga timbul lubang (potholes).

2.2.2 Berdasarkan penyebab retak Menurut Mamlouk (2006) berdasarkan penyebab terjadinya kerusakan retak, retak dibagi menjadi 3 bagian: 1. Retak struktural (structural cracking) Retak struktural yang disebut juga sebagai retak lelah (fatigue cracking) adalah serangkaian retak memanjang dan saling berhubungan pada permukaan jalan yang

disebabkan oleh pembebanan yang berulang dari roda kendaraan. Jenis retak ini umumnya dimulai sebagai retak longitudinal pendek di jalan dan berkembang menjadi retak berpola kulit buaya (retak saling berhubungan). Jenis retak ini terjadi karena aksi lentur yang berulang pada perkerasan saat beban diberikan. Hal ini

menghasilkan tegangan tarik yang akhirnya membuat retak pada bagian bawah lapisan aspal. Retak secara bertahap merambat ke bagian atas lapisan dan kemudian berkembang dan saling berhubungan. Jenis kerusakan ini akhirnya akan menyebabkan hilangnya integritas struktural dari sistem perkerasan.

Gambar 2.9 Retak Struktural (Fatigue Cracking)

2. Retak melintang akibat suhu ( transverse thermal cracking) Retak ini terjadi karena perubahan suhu pada material perkerasan jalan. Karena material ini digerus berulang akibat gaya gesekan dengan material lain, tegangan tarik berkembang dalam material perkerasan. Jika tegangan tarik melebihi kekuatan tegangan tarik material, maka retak thermal akan berkembang seperti Gambar 2.10. Retak thermal biasanya terjadi dalam arah melintang dan tegak lurus dari arah arus lalu lintas. Jenis retak ini biasanya memiliki jarak yang sama. Retak ini adalah jenis retak yang tidak berhubungan dengan beban lalu lintas dan retak ini dimulai saat musim dingin. Lebar retak thermal biasanya mengalami perubahan dari musim panas

ke musim dingin. Dalam beberapa kasus, retak yang kecil dapat tertutup selama musim panas. Dalam kasus lain, lebarnya retak meningkat dari tahun ke tahun.

Gambar 2.10 Retak Thermal (Transverse Thermal Cracking)

3. Retak refleksi (reflection cracking) Retak refleksi merupakan retak di bawah lapisan yang bisa terjadi overlay. Retak refleksi sering terjadi di aspal overlay pada perkerasan beton dan cement treated basis. Mereka juga terjadi ketika retak pada lapisan aspal yang lama tidak benar diperbaiki sebelum dioverlay. Retak refleksi memiliki beberapa bentuk tergantung pada pola retak di lapisan bawahnya.

Gambar 2.11 Retak Refleksi (Reflection Cracking)

II.2.2.3 Berdasarkan tingkat keparahan (severity) Menurut Metropolitan Transportation Commission (1986) berdasarkan tingkat keparahan, retak dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: Ringan (low) Kerusakan yang ditandai dengan serangkaian retak halus yang saling terhubung tanpa ada retakan yang pecah.

Gambar 2.12 Retak dengan Tingkat Keparahan Rendah Sedang (medium) Kerusakan yang ditandai dengan serangkaian retak yang terhubung membentuk kotak-kotak kecil dan pola retak sudah cukup kelihatan jelas karena sudah terdapat retak yang mulai pecah.

Gambar 2.13 Retak dengan Tingkat Keparahan Sedang

Berat (high) Kerusakan yang ditandai dengan serangkaian retak menyerupai kulit buaya yang keseluruhan retaknya sudah pecah sehingga jika dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya alur bahkan lubang pada jalan.

Gambar 2.14 Retak dengan Tingkat Keparahan Berat II.2.2.4 Berdasarkan lokasi retak Berdasarkan lokasi retak, NDLI (1995) membagi retak menjadi dua bagian, yaitu: Retak pada tepi Retak pada tepi ini sama halnya dengan edge break, retak ini terjadi pada pertemuan tepi permukaan perkerasan dengan bahu jalan tanah (bahu tidak beraspal) atau juga pada tepi bahu jalan beraspal dengan tanah sekitarnya. Retak pada wheel path Retak yang terjadi pada lintasan roda (wheel path), yang umumnya retak akibat pembebanan berulang dari kendaraan yang melintasi jalan tersebut.

2.2.5 Berdasarkan cara berkembang retak Berdasarkan cara berkembangnya, NDLI (1995) membagi dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Retak dari atas ke bawah (top-down cracking) Top-down cracks (TDC) adalah retak memanjang dan/ atau melintang yang dimulai pada permukaan perkerasan aspal dan berkembang ke bawah. Menurut Kuennen (2009), retak ini biasanya terjadi akibat segregasi campuran aspal dan sifat

viscoelastic aspal sebagai pengikat yang rentan terhadap perubahan suhu yang ekstrim. Retak dari bawah ke atas (bottom-up cracking) Kuennen (2009) menyebutkan bahwa bottom-up cracking atau fatigue cracking adalah hasil dari perkembangan tegangan pada lapis pondasi perkerasan aspal yang menyebabkan lapis pondasi retak dan merambat ke atas. Retak ini diakibatkan

repetisi beban lalu lintas dan bisa berupa kumpulan retak kecil yang saling berhubungan.