kerangka pemikiran

Upload: fajri-filardi

Post on 30-Oct-2015

70 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

NAMA: FAJRI FILARDINPM: 110120120030TUGAS : METODE PENELITIAN HUKUM

A. KERANGKA PEMIKIRANKerangka pemikiran merupakan upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum atau khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Sebagai suatu pemahaman yang cukup tentang persoalan-persoalan, teori-teori hukum dipandang sebagai landasan yang mutlak diperlukan untuk pembuatan kajian ilmiah terhadap hukum positif konkret. Teori hukum secara essensial bersifat interdisipliner, hal ini mengandung arti bahwa Teori Hukum dalam derajat yang besar akan menggunakan hasil-hasil penelitian dari berbagai disiplin yang mempelajari hukum.[footnoteRef:1] [1: H.R Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 59]

Praktik dumping merupakan praktik dagang yang tidak fair karena bagi negara pengimpor, praktik dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah dari pada barang dalam negeri, akan mengakibatkan barang sejenis kalah bersaing sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang sejenis daam negeri, yang diikuti munculnya dampak ikutannya, seperti pemutusan hubungan kerja massal, pengangguran, dan bangkrutnya industri sejenis dalam negeri. Tindakan ini jelas-jelas dapat menimbulkan kerugian yang sangat serius terhadap perekonomian setiap negara, yang mana setiap negara memerlukan perlindungan (protection) yang memadai sehingga lahirlah suatu instrumen kebijaksanaan perdagangan yang dikenal dengan istilah anti dumping. Kebijaksanaan anti dumping merupakan ketentutan-ketentuan dan penjatuhan sanksi/hukuman terhadap pelaku praktik dalam konteks perdagangan internasional.Berkaitan dengan praktik dumping ini, penulis berangkat meninjau suatu fungsi hukum hukum adalah ketertiban karena kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyrakat yang teratur. Disamping ketertiban tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan. Untuk mencapai ketertiban alam masyarakat diusahakan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.[footnoteRef:2] [2: Mochtar Kusumaatmaja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional Lembaga Penelitian Hukum dan kriminolog Fakultas Hukum UNPAD, Binacipta, Bandung, 1976, hlm 2-3]

Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum berfungsi sebagai alat untuk mewujudkan perubahan di bidang social. Fungsi hukum sebagai suatu alat pembaharuan masyarakat (law as a tool of social engineering). Pendapat ini mendapat tanggapan dari Mochtar Kusumaatmaja bahwa kesulitan dalam masyarakat adalah kita harus sangat berhati-hati agar perubahan tersebut tidak menimbulkan kerugian pada masyarakat. Oleh karena itu ahli hukum disuatu masyarakat yang sedang membangun memerlukan pendidikan yang lebih baik dalam arti meliputi suatu spektum ilmu-ilmu sosial dan budaya yang dibutuhkan dalam mempelajari hukum positif. Menurutnya hukum berperan sebagai sarana pembangunan. Bahkan Mochtar Kusumaatmaja memberi arti yang luas pada hukum sebagai berikut:[footnoteRef:3] [3: ibid]

Dalam artinya yang luas maka hukum itu tidak saja memerlukan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institutions) dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah dalam kenyataan

Mengenai penggunaan hukum sebagai rekayasa sosial, dalam arti menuju pembangunan hukum yaitu sebagai upaya untuk mengubah suatu tatanan hukum dengan cara perencanaan yang secara sadar dan terarah serta mengacu pada masa depan yang berlandaskan kecenderungan yang nantinya dapat diamati dalam kehidupan sebagai sebuah negara hukum. Dengan demikian pembangunan ataupun pembentukan hukum ini berarti pembaruan tatanan hukum yaitu sebagai suatu sistem hukum, dimana mencakup tiga (3) komponen sub sistem hukum yaitu, pertama, komponen substansi hukum (legal substance), yang disebut juga tata hukum yang terdiri dari tatanan hukum peraturan perundang-undangan yang tidak tertulis, termasuk hukum adat dan yurisprudensi, serta tatanan hukum internal (asas-asas hukum), yang melandasi serta mengkoherensikan. Kedua, yaitu struktur hukum (legal Structure), yaitu bagian-bagian yang bergerak di dalam suatu mekanisme yaitu komponen kelembagaan hukum yang terdiri atas berbagai organisasi publik dengan para pejabatnya (legeslatif, eksekutif, yudikatif). dan yang ketiga yaitu budaya hukum (legal Culture) yaitu sikap publik, nilai-nilai yang mendorong bekerjanya sistem hukum yang mencakup sikap, perilaku para pejabatnya dan warga masyarakatnya berkenaan dengan komponen-komponennya.Dalam penelitian ini digunakan beberapa teori yang berkaitan dengan permasalahan yang diharapkan dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Teori yang digunakan antara lain adalah teori hukum alam. Salah satu tokoh dari aliran hukum alam adalah Grotius. Beliau memaparkan ada 4 (empat) norma dasar yang terkandung dalam hukum alam, yaitu :1. Kita harus menjauhkan diri dari harta benda kepunyaan orang lain.2. Kita harus mengembalikan harta kepunyaan orang lain yang berada di tangan kita beserta hasil dari benda orang lain yang sudah kita nikmati.3. Kita harus menepati janji-janji yang kita buat.4. Kita harus mengganti kerugian yang disebabkan oleh kesalahan kita, lagi pula kita harus di hukum apabila perbuatan kita pantas disalahkan.[footnoteRef:4] [4: Friedmen, Teori dan filsafat hukum, Rajawali Press, Jakarta, 1990, hlm. 49.]

Konsep pemikiran Grotius di atas menjadi dasar munculnya beberapa teori, seperti teori kontrak, teori perbuatan melawan hukum, dan teori hak milik. Teori tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberi perlindungan hukum bagi industri dalam negeri dari praktik dumping.Hukum yang baik adalah hukum yang memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum, tetapi pembagian itu tentunya tidak bisa merata atau sama banyaknya. Konsep keadilan yang berkaitan dengan perlindungan industri dalam negeri dari praktek dumping adalah keadilan umum (Justitia Generalis) dan keadilan khusus sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Aquinas. Keadilan umum (Justitia Generalis) adalah keadilan menurut kehendak undang- undang yang harus ditunaikan demi kepentingan umum, sedangkan keadilan khusus adalah keadilan atas daar kesamaan (Proporsionalitas). Keadilan khusus ini di bedakan atas 3 (tiga) , yaitu keadilan distributif (justitia distribution), keadilan komunikatif (justitia comutativa), dan keadilan vindikatif (justitia vindicativa).[footnoteRef:5] [5: Darji Darmodihardjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hlm.155-157.]

Penyelesaian sengketa dumping menurut World Trade Organization (WTO) dapat diselesaikan melalui konsultasi, konsiliasi, apabila konsiliasi gagal. Maka Dispute Settlement Body (DSB) membentuk panel untuk memeriksa kasus tersebut. First, Negotiation in an international legal context often involves cultural barriers that may make it more difficult to reach an agreement, second, it often is complicated by language barriers, which increases the changes of misunderstanding; these barriers are often compounded by the use of translator, third, it is often influenced by political consideration.[footnoteRef:6] Pada tangal 4 Juni 1998 pemerintah mengeluarkan paket deregulasi yang mencakup sasaran yang cukup luas, yaitu meliputi sebelas langkah yang terdiri atas kelanjutan penjadwalan penurunan tarif bea masuk, perubahan tarif bea masuk barang modal, penghapusan bea masuk tambahan, penyederhanaan tata niaga impor, ketentuan anti dumping, kemudahan ekspor, kemudahan pelayanan bagi perusahaan eksportir tertentu di sektor tertentu, penyederhanaan perijinan bagi ndustri, penyelenggaraan tempat penimbunan berikat/gudang, kelonggaran kegiatan ekspor dan impor bagi perusahaan PMA manufaktur, penyederhanaan prosedur impor limbah untuk bahan baku industri. [6: Larry L. Teply, Legal Negotiation In A Nutshell, ST. Paul, Mina, West Publishing CO, USA, 1992, hlm.30.]

Prinsip-prinsip dasar GATT/WTO jelas mendukung terciptanya sistem perdagangan internasional yang harmonis, fair, dan terbuka. Namun di sisi lain untuk mengeliminasi terjadinya penyimpangan-penyimpangan sebagai implikasi dari hubungan bisnis internasional, maka perlu dibentuk ketentuan-ketentuan sebagai instrumen pengamanan perdagangan yang dapat dipergunakan oleh seluruh negara anggota untuk melidungi kepentingannya dari praktik-praktik perdagangan curang yang dilakukan mitra bisnis nya. Jika dilihat dari beberapa pengecualian dari prinsip- prinsip dasar GATT/WTO terdapat beberapa unsur yang terkait dengan pengamanan perdagangan, antara lain, antidumpig, subsidi, dan safeguard.Tindakan anti dumping, safeguard, dan subsidi merupakan tiga instrumen kebijakan pengamanan perdagangan yang diakui oleh GATT/WTO dan negara-negara anggota diperkenankan untuk mempergunakan ketiga instrumen ini untuk melindungi industri dalam negerinya (domestic industry) dari persaingan curang yang dapat menghancurkan dan merusak tatanan sistem perdgangan yang fair. Pengaturan antidumping, subsidi dan safeguard mulai diakomodasi dalam GATT 1947 dan kemudian dipertegas lagi dalam GATT 1994. Putaran Uruguay yang kemudian membentuk berdirinya WTO mengakomodasi masalah-masalah antidumping, subsidi, dan safeguard dan merupakan bagian dari persetujuan-persetujuan yang dihasilkan yang menjadi lampiran dari WTO agreement, yaitu terdapat dalam lampiran 1A : pesetujuan dalam perdagangan barang, dimana berturut-turut sebagai berikut : persetujuan tentang pelaksanaan pasal VI antidumpig, persetujuan tentang subsidi dan tindakan imbalan, dan selanjutnya persetujuan tentang tindakan pengamanan.