kerahasiaan data pajak di indonesia vs new zealand

22
KERAHASIAAN DATA WAJIB PAJAK STUDI PERBANDINGAN DI INDONESIA DAN SELANDIA BARU Ahmad Yusuf Birochi Puspo Raharjo Indriani Natasya Rahmat Stiady Tigor Ramadhan Lubis Mahasiswa Program D-IV Akuntansi Kurikulum Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan perbandingan konsep kerahasiaan data Wajib Pajak di Indonesia dan Selandia Baru dilihat dari sisi peraturan untuk fiskus dan isu isu terkait seperti kewenangan auditor negara untuk mengaudit dan kewajiban bank untuk menyerahkan data Wajib Pajak untuk tujuan perpajakan. Keywords : Indonesia, Selandia Baru, Kerahasiaan Data, Pajak I. Pendahuluan Kerahasiaan pajak merupakan isu sensitif yang menjadi topik yang banyak dibahas di dunia. Terlebih setelah negara negara yang selama ini dikenal sebagai negara dengan kerahasiaan perbankan yang ketat mulai membuka diri untuk membagi data perbankan untuk tujuan perpajakan dengan negara negara lain. Wacana memberi jalan bagi otoritas pajak untuk membuka kerahasiaan perbankan terhadap data nasabah, kembali menjadi isu cukup hangat. Adalah Wakil Menteri Keuangan, Bambang PS Brojonegoro, yang kembali menghangatkan isu ini. Alasan Bambang, banyak nasabah bank yang membayar pajak tak sesuai dengan jumlah simpanannya di bank. Undang-Undangn tentang Perbankan memang merahasiakan soal ini. Tapi, sampai kapan UU ini mau dipertahankan? Dirjen Pajak, Fuad Rahmany sempat mengatakan, kerahasiaan bank sudah ketinggalan zaman. Menurutnya, di beberapa negara lain, sudah tidak ada lagi kerahasiaan bank bagi otoritas pajak. Swiss, Singapura, Liechtenstein, Bahama, Siprus, Luksemburg, Monako, Panama, San Marino, dan Seychelles, adalah sederet negara yang selama ini disebut sebagai tax haven. Konon di negara-negara inilah para pemilik dana besar menyimpan uang mereka, terutama dari hasil kejahatan. Pemerintah dan otoritas moneter di negara-negara tersebut Page 1 of 22

Upload: althafq

Post on 17-Sep-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

KERAHASIAAN DATA WAJIB PAJAK STUDI PERBANDINGAN DI INDONESIA DAN SELANDIA BARUAhmad YusufBirochi Puspo Raharjo Indriani NatasyaRahmat StiadyTigor Ramadhan LubisMahasiswa Program D-IV Akuntansi Kurikulum Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi NegaraABSTRAKTulisan ini bertujuan untuk menyajikan perbandingan konsep kerahasiaan data Wajib Pajak di Indonesia dan Selandia Baru dilihat dari sisi peraturan untuk fiskus dan isu isu terkait seperti kewenangan auditor negara untuk mengaudit dan kewajiban bank untuk menyerahkan data Wajib Pajak untuk tujuan perpajakan. Keywords : Indonesia, Selandia Baru, Kerahasiaan Data, Pajak

Page 12 of 15

I. Pendahuluan

Kerahasiaan pajak merupakan isu sensitif yang menjadi topik yang banyak dibahas di dunia. Terlebih setelah negara negara yang selama ini dikenal sebagai negara dengan kerahasiaan perbankan yang ketat mulai membuka diri untuk membagi data perbankan untuk tujuan perpajakan dengan negara negara lain. Wacana memberi jalan bagi otoritas pajak untuk membuka kerahasiaan perbankan terhadap data nasabah, kembali menjadi isu cukup hangat. Adalah Wakil Menteri Keuangan, Bambang PS Brojonegoro, yang kembali menghangatkan isu ini. Alasan Bambang, banyak nasabah bank yang membayar pajak tak sesuai dengan jumlah simpanannya di bank. Undang-Undangn tentang Perbankan memang merahasiakan soal ini. Tapi, sampai kapan UU ini mau dipertahankan? Dirjen Pajak, Fuad Rahmany sempat mengatakan, kerahasiaan bank sudah ketinggalan zaman. Menurutnya, di beberapa negara lain, sudah tidak ada lagi kerahasiaan bank bagi otoritas pajak. Swiss, Singapura, Liechtenstein, Bahama, Siprus, Luksemburg, Monako, Panama, San Marino, dan Seychelles, adalah sederet negara yang selama ini disebut sebagai tax haven. Konon di negara-negara inilah para pemilik dana besar menyimpan uang mereka, terutama dari hasil kejahatan. Pemerintah dan otoritas moneter di negara-negara tersebut melarang bank dan karyawannya membocorkan data nasabah. Bila aturan ini dilanggar, hukumannya amat berat.[footnoteRef:1] [1: Businessnews: 2014]

Dalam pertemuan para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam G-20 di London, Inggris bulan April 2009, mereka sepakat mengakhiri kerahasiaan bank. Selain mendobrak kerahasiaan perbankan, G-20 juga menyepakati untuk menghapus peraturan bebas pajak bagi para penyimpan uang di negara anggotanya. Keputusan itu diambil G-20 setelah mereka melihat banyak orang kaya berusaha menghindari pajak, lalu menyimpan uang mereka di rekening-rekening yang dirahasiakan oleh perbankan. Para penjahat kerah putih pun ikut memanfaatkan kerahasiaan ini. G-20 adalah kumpulan 20 negara maju dan berkembang Indonesia masuk di dalamnya yang bertujuan membahas isu-isu penting perekonomian dunia.[footnoteRef:2] [2: ibid]

Selain isu terkait perbankan, kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Tata Cara dan Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) menyisakan silang sengketa di antara dua lembaga. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga tinggi negara merasa tugasnya dihalangi pihak pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dalam mengaudit data pajak.Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana konsep kerahasiaan pajak dari segi aturan, isu kewenangan audit BPK dan isu kerahasiaan data nasabah perbankan terkait tujuan perpajakan serta konsep pembahasan serupa dengan negara yang lain yaitu Selandia Baru.

II. Pembahasan Wajib Pajak memiliki hak agar seluruh data yang berkaitan dengan diri dan usahanya dirahasiakan oleh pejabat pajak. Di beberapa negara aturan ini diatur dengan tegas. Data Wajib Pajak hanya bisa diberikan apabila data itu diperlukan untuk proses penyelidikan yang diperlukan sebagaimana diatur dalam undang-Undang. Dalam bahasan OECD[footnoteRef:3] yang bertajuk Taxpayers Rights and Obligations Practice Note oleh OECD Committee of Fiscal Affairs on Tax Administration dijelaskan bahwa pada Negara demokrasi, Wajib Pajak akan memiliki beberapa hak dan kewajiban dasar dalam hubungannya dengan pemerintah dan kementerian/lembaga di bawah pemerintah. Dalam survey terhadap Negara-negara anggota OECD yang diadakan pada tahun 1990, disimpulkan beberapa hak dasar yang diberikan kepada Wajib Pajak, antara lain: (1) Hak untuk mendapatkan informasi, panduan, dan perhatian (The right to be informed, assisted and heard); (2) Hak untuk menggugat (The right of appeal); (3) Hak untuk tidak membayar lebih dari jumlah pajak yang benar (The right to pay no more than the correct amount of tax); (4) Hak atas kepastian (The right to certainty); (5) Hak atas privasi individu (The right to privacy); dan (6) Hak atas kerahasiaan (The right to confidentiality and secrecy). [3: OECD: 2003]

Dalam paragraf yang membahas mengenai hak atas kerahasiaan, disebutkan bahwa the information available to the tax authorities on the affairs of a taxpayer is confidential and will only be used for the purposes specified in tax legislation. Tax legislation usually imposes very heavy penalties on tax officials who misuse confidential information and the confidentiality rules that apply to tax authorities are far stricter than those applying to other government departments. Dari pernyataan tersebut dapat diambil beberapa poin utama, antara lain: (1) Informasi yang diterima oleh otorisasi pajak bersifat rahasia, dan hanya digunakan khusus untuk legislasi perpajakan; (2) adanya sanksi bagi pihak yang menyalahgunakan informasi pajak tersebut; dan (3) aturan pemberian informasi rahasia kepada pihak ketiga lebih sulit dibandingkan dengan departemen pada pemerintahan (eksekutif). Dicontohkan pula adanya The Taxpayers Charter, yaitu sebuah pernyataan tentang perilaku (hak dan kewajiban kalau di Indonesia) yang diharapkan dari pejabat dan wajib pajak. Paper ini akan membahas secara singkat mengenai kerahasiaan data Wajib Pajak di Indonesia, disandingkan dengan mekanisme pengamanan data nasabah pada Bank serta membandingkan dengan ketentuan penggunaan data Wajib Pajak di Selandia Baru.

Kerahasiaan Data Wajib Pajak di Indonesia1. Kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu antara keseimbangan hak negara dan hak warga negara pembayar pajak, Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah mengakomodasi mengenai berbagai hak-hak Wajib Pajak. Salah satu hak Wajib Pajak yang dituangkan ke dalamnya adalah kerahasiaan data Wajib Pajak. Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.Kewajiban untuk merahasiakan data perpajakan atau data yang diperoleh dari Wajib Pajak sesungguhnya telah ada sejak UU Pajak sebelum reformasi 1983, yaitu dalam Pasal 44 Ordonansi Pajak Perseroan (PPs) tahun 1925, pasal 21 dan 22 Ordonansi Pajak Pendapatan (PPd) tahun 1944 dan Pasal 33 Ordonansi Pajak Penjualan (PPn) tahun 1951. Seiring perkembangannya, barulah kemudian terdapat aturan yang khusus mengatur tentang kerahasiaan mengenai data Wajib Pajak yang harus dijaga oleh pejabat pajak yang tertuang dalam undang-undang KUP yang pertama kali diterbitkan yaitu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dan terus mengalami penyempurnaan sampai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Kerahasiaan mengenai data Wajib Pajak yang harus dijaga oleh pejabat pajak di Indonesia diatur dalam Undang Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Pasal 34 UU KUP ayat (1) dan (2) berbunyi: (1). Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.(2). Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Kemudian dalam Pasal 34 ayat (2a), (3), (4), dan (5) UU KUP diatur bahwa ketentuan khusus yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagai berikut:(2a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah:a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidangpengadilan, ataub. Pejabat dan/ atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikanketerangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.(3). Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.(4). Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, ataspermintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.(5). Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.

Pada Penjelasan Pasal 34 UU KUP disebutkan setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain :1. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak,2. Data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan,3. Dokumen dan atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia,4. Dokumen dan atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berkenaan.

Terkait kerahasiaan data Wajib Pajak, DJP pernah mengumumkan daftar pengemplang pajak yang menimbulkan perdebatan apakah tindakan tersebut termasuk dalam pelanggaran terhadap aturan kerahasiaan Wajib Pajak. [footnoteRef:4] [4: Fitria Sulistya Nova Rini : 2010]

Dijelaskan pula keterangan apa saja yang dapat diberitahukan terkait Wajib Pajak, yaitu identitas Wajib Pajak dan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan, meliputi:1. Identitas Wajib Pajak, meliputi :a. Alamat Wajib Pajakb. Nama Wajib Pajakc. Nomor Pokok Wajib Pajakd. Alamat Wajib Pajake. Alamat kegiatan usahaf. Merek usaha; dan/ataug. Kegiatan usaha Wajib Pajak2. Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan, meliputi:a. Penerimaan pajak secara nasional ;b. Penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak ;c. Penerimaan pajak per jenis pajak ;d. Penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha ;e. Jumlah Wajib Pajak dan/atau pengusaha kena pajak terdaftar ;f. Register permohonan Wajib Pajak;g. Tunggakan pajak secara nasional; dan/atauTunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak.Lebih lanjut, Undang Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengatur ancaman pidana bagi aparatur perpajakan yang melanggar kewajiban menjaga rahasia jabatan itu:1. Tidak memenuhi kewajiban merahasiakan karena alpa.Dalam Pasal 41 ayat (1) UU KUP disebutkan Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Hal ini dilakukan untuk menjamin kerahasiaan mengenai perpajakan tidak akan diberitahukan kepada pihak lain dan supaya Wajib Pajak dalam memberikan data dan keterangan tidak ragu-ragu, dalam rangka pelaksanaan Undang Undang Perpajakan. Pengungkapan kerahasiaan ini dilakukan karena kealpaan dalam arti lalai, tidak hati hati, atau kurang mengindahkan sehingga kewajiban untuk merahasiakan keterangan atau bukti-bukti Wajib Pajak yang dilindungi oleh Undang Undang Perpajakan dilanggar.2. Sengaja tidak memenuhi kewajiban merahasiakan.Dalam Pasal 41 ayat (2) UU KUP disebutkan bahwa Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat untuk merahasiakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan sengaja ini dikenai sanksi yang lebih berat dibandingkan dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan karena kealpaan agar pejabat yang bersangkutan lebih berhati-hati dan tidak melakukan perbuatan membocorkan rahasia Wajib Pajak demi kepentingan individu.

2. Kerahasiaan data Wajib Pajak sehubungan wewenang audit Badan Pemeriksa KeuanganLatar belakang BPK mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi atas Undang Undang No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU No.6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan karena dalam pasal tersebut ada pasal tentang prosedur yang membatasi BPK untuk memperoleh data dan informasi perpajakan. Pasal yang dimaksud adalah pasal 34 ayat 2a (huruf b) yang berbunyi dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah: pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.Ketentuan ini diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/2000 tentang Pihak Lain yang Dapat Diberikan Keterangan oleh Pajabat dan Tenaga Ahli yang Ditunjuk mengenai Segala Sesuatu yang Diketahui atau Diberitahukan Kepadanya oleh Wajib Pajak dalam Rangka Jabatan atau Pekerjaannya untuk Menjalankan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan, yang ketentuannnya memuat syarat-syarat bagaimana pihak lain tersebut dapat meminta data Wajib Pajak, antara lain: (1) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP); (2) menyampaikan Surat Tugas yang harus menyebutkan nama Wajib Pajak dan keterangan yang ingin diketahui tentang Wajib Pajak yang bersangkutan; dan (3) Keterangan yang dapat diberitahukan adalah keterangan yang bersifat umum mengenai perpajakan yang menyangkut Wajib Pajak dan pelaksanaannya ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.BPK mempunyai mandat sesuai pasal 23 E ayat 1 UUD 1945 untuk melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diterjemahkan dalam UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dan UU No.15 tahun 2006 tentang BPK. Menurut undang-undang tersebut BPK diberikan kewenangan untuk mengakses data dan informasi terkait dengan pengelolaan keuangan negara. Sedangkan dalam pasal 34 UU No. 28/2007 ada pembatasan yaitu hanya pejabat dan tenaga ahli yang ditetapkan Menkeu yang boleh memberikan keterangan tersebut. BPK meminta frasa ditetapkan oleh Menkeu tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga BPK dapat meminta data/informasi kepada aparat dan pejabat pajak dimana pun terkait pemeriksaan BPK.Selain pembatasan prosedur, BPK menilai ada yang lebih menghambat lagi bagi BPK yaitu seperti yang tertera dalam penjelasan pasal 34 ayat 2a. Pasal tersebut mengatur secara limitatif tentang jenis-jenis data/dokumen yang boleh diberikan kepada BPK. Data dan informasi yang ada dalam penjelasan pasal 34 ayat 2a tidak cukup memadai bagi BPK untuk melakukan audit. Penjelasan tersebut berisi pembatasan informasi yang bisa diberikan kepada BPK itu bertentangan dengan Pasal 9 UU No15 Tahun 2006 tentang BPK. Isi pasal 9 UU BPK itu adalah kewenangan BPK secara keseluruhan. Pasal 9 huruf a menegaskan kewenangan BPK untuk: ...menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan. Huruf b nya adalah ...meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Karena itu, pembatasan informasi yang boleh diberikan kepada BPK jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 9 UU BPK ini. Padahal, Pasal 9 itu merupakan atribusi dari Pasal 23E UUD' 45 yang merupakan legal standing pemohon.

Informasi yang Diperlukan untuk Pemeriksaan PajakPemeriksaan Penerimaan Pajak

Penjelasan Pasal 34 ayat 2A UU KUPVersi PemerintahVersi BPK

Identitas Wajib Pajaka. Namab. NPWPc. Alamatd. Alamat kegiatan usahae. Merek usaha: dan/atauf. Kegiatan usahaDokumen yang digunakan sebagai dasar pencatatan, yaitu dokumen berupa penerimaan pajak berdasarkan hasil rekonsiliasi antara Ditjen Perbendaharaan dengan bank persepsi yang didukung dengan:a. Surat Setoran Pajak (SSP)b. Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSBPHTB)c. Surat Tanda Terima Setoran (STTS)d. Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP)e. Bukti PemindahbukuanDokumen minimal yang harus diperoleh:a. Laporan Penerimaan Pajak oleh DJPb. Surat Setoran Pajak (SSP) sebagai bukti transaksi penerimaan pajak.c. Akses data penerimaan pajak pada sistem informasi komputer

Hasil Putusan Judicial Review adalah Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak gugatan "judicial review" BPK karena dianggap tidak memiliki kedudukan hukum atau "legal standing" sehubungan tidak ada kewenangan konstitusional BPK yang dirugikan.

3. Kerahasiaan data Wajib Pajak sehubungan dengan perbankan.Aturan kewajiban memberikan data telah diatur Pasal 35A UU Ketentuan Umum Perpajakan Nomor 16/2009. Pasal ini mewajibkan lembaga pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain (termasuk bank) untuk memberikan data perpajakan kepada Ditjen Pajak, meliputi data nasabah debitur, transaksi keuangan, kartu kredit, lalu lintas devisa. Pada pasal 41 C UU KUP telah diatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) bisa dipidana penjara maksimal 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.1 milyar. Andai saja data akses ke perbankan bisa diberikan, kemungkinan banyak wajib pajak yang bisa dihimbau untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan.Salah satu upaya yang dapat ditempuh aparatur pajak dalam rangka penegakan kepatuhan pajak ialah dengan cara melakukan pemeriksaan keuangan wajib pajak melalui lembaga perbankan. Akan tetapi, perbankan mempunyai ketentuan-ketentuan mengenai kerahasiaan nasabahnya seperti diatur dalam undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada Pasal 1 ayat 28 dikatakan Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Dari pengertian rahasia bank tersebut dapat diketahui bahwa hanya nasabah penyimpan saja yang dilindungi oleh kerahasiaan bank sedangkan nasabah peminjam tidak.Terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank, ada beberapa kewajiban utama yang harus dilakukan oleh pihak bank. Adapun kewajiban bank terhadap nasabahnya adalah sebagai berikut[footnoteRef:5]: [5: menurut Ronny Sautma Hotma Bako, S.H., M.H., dalam bukunya Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito dalam Chandra Puspitasari Dewi]

1. Kewajiban bank untuk tetap menjaga rahasia keuangan nasabah;2. Kewajiban bank untuk mengamankan dana nasabah;3. Kewajiban bank untuk menerima sejumlah uang dari nasabah;4. Kewajiban bank untuk melaporkan kegiatan perbankan secara transparan kepada masyarakat;5. Kewajiban bank untuk mengetahui secara mendalam tentang nasabahnya.Kewajiban menjaga rahasia keuangan nasabah menjadi sebuah kewajiban utama yang harus dipegang teguh oleh bank. Dasar pemikiran adanya kewajiban bank untuk memegang rahasia keuangan nasabah[footnoteRef:6]: [6: menurut Bambang Setijoprodjo dalam Chandra Puspitasari Dewi]

1. Hak setiap orang atau badan hukum untuk tidak diikutcampurkan atas masalah yang bersifat pribadi;2. Hak yang timbul dari hubungan perikatan antara bank dengan nasabahnya;3. Atas dasar ketentuan UU Perbankan No. 7 tahun 1992 (sekarang UU No. 10 tahun 1998), yang menegaskan bahwa berdasarkan fungsi utama bank dalam menghimpun dana dari masyarakat bekerja berdasarkan kepercayaan dari masyarakat. Dengan demikian pengetahuan bank tentang keadaan keuangan nasabah tidak disalahgunakan dan wajib dijaga kerahasiaannya oleh setiap bank;4. Kebiasaan dan kelaziman dalam dunia perbankan;5. Karakteristik kegiatan usaha bank. (Ronny Sautma Hotma Bako,1995:53)

Ketentuan mengenai kerahasiaan bank lebih lanjut diatur dalam pasal 40 ayat 1 dan 2 UU No. 10 Tahun 1998 yang menyatakan Bank Wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 44, dan Pasal 44A. Ketentuan kerahasiaan tersebut juga berlaku bagi Pihak Terafiliasi. Pihak terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan dengan kegiatan serta pengelolaan usaha jasa pelayanan yang diberikan oleh bank. Pengecualian kerahasiaan bank yang dimaksud dalam pasal 40 ayat 1 ialah sebagai berikut:1. Pasal 41, Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis sebagaimana harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.2. Pasal 41A, Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur. Izin tersebut diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan.3. Pasal 42, Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. Izin tersebut diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisisan Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Permintaan tertulis harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.4. Pasal44, Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Ketentuan ini diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.5. Pasal 44A, Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut. Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut.

Pelanggaran terhadap kerahasiaan bank akan dikenakan ketentuan pidana dan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 47 ayat 2 dimana disebutkan bahwa Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Pun bagi Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000.00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sesuai dengan Pasal 47A. Adanya celah kemungkinan kerahasiaan nasabah bank dapat diungkap kepada pihak tertentu menunjukkan penerapan kerahasiaan bank di Indonesia tidak dilakukan secara mutlak. Terkait perpajakan, aparatur pajak dapat meminta data yang sekiranya dibutuhkan dengan mengajukan permintaan tertulis. Akan tetapi, prosedur ini dirasa menghambat aparat pajak karena dibutuhkan prosedur yang panjang yakni melalui perintah Menteri Keuangan kepada Pimpinan Bank Indonesia yang kemudian diteruskan kepada bank tertentu tempat wajib pajak menaruh simpanan. Hambatan lain ialah nasabah debitur yang pada dasarnya tidak terikat ketentuan kerahasiaan bank diberlakukan seperti nasabah penyimpan jika nasabah debitur memiliki simpanan. Hal ini memperpanjang waktu yang ditempuh dalam rangka pemeriksaan. Hal ini membuat Direktorat Jenderal Pajak merasa perlu adanya perubahan terkait kerahasiaan bank. Perubahan dapat terkait dengan kewenangan Menteri Keuangan dan Pimpinan Bank Indonesia yang diteruskan ke pejabat yang lebih rendah sehingga memotong alur birokrasi yang panjang. Tentu saja apapun ketentuan kerahasiaan bank yang diterapkan harus meminimalisasi adanya kemungkinan celah permainan baik dari oknum pajak maupun bank. Perubahan lain dapat terkait ijin akses agar dapat diproses tidak hanya ketika dilakukan pemeriksaan pajak. Menurut Anandita Budi Suryana dalam tulisannya mendobrak batas kerahasiaan bank, BI perlu menambahkan opsi persyaratan pembukaan rekening bank bahwa bank diperbolehkan memberikan data simpanan dan pinjaman nasabah jika ada permintaan dari kantor pajak, tanpa harus ada tindak pidana perpajakan.[footnoteRef:7] [7: Hukum online ]

Sejalan dengan keinginan DJP, Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan Chatib Basri dalam detik finance mengatakan berharap revisi undang-undang perbankan selesai pada tahun ini. Sehingga adanya keterbukaan data 180.000 nasabah perbankan yang memiliki dana di atas Rp 2 miliar. Lebih lanjut Direktur Pelayanan Penyuluhan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Kismantoro Petrus mengatakan DJP akan memberikan rekomendasi itu di mana mengubah UU perbankan terkait kerahasiaan untuk perpajakan. Dengan diperbolehkan DJP untuk mengakses data nasabah, maka ada peluang untuk memastikan kejujuran dari pelaporan wajib pajak. Yustinus Prastowo, pengamat perpajakan menyarankan agar klausula kerahasiaan yang ingin diterobos DJP diatur dengan jelas dan rinci. Termasuk membuat jelas definisi atau batasan kepentingan perpajakan. Selain itu, harus jelas pula siapa yang diberi wewenang atas akses data nasabah. Jika usulan DJP diterima, harus pula ada klausula expire barter, semacam maklumat yang melindungi WP bahwa data perbankannya hanya digunakan untuk kepentingan perpajakan secara spesifik, dan kalau terjadi penyalahgunaan harus dijamin siapa yang dihukum dan apa hukumannya.[footnoteRef:8] [8: Detik finance]

Namun demikian perlu dikaji lebih lanjut pembukaan rahasia bank dalam rangka pengejaran penghindaran pajak. [footnoteRef:9] [9: Budi Anandita Suryana]

1. penindakan wajib pajak yang menyimpan uang di luar negeri. Bentuk diplomasi bisa dilakukan dengan mencabut ijin bank-bank dari negara tersebut di Indonesia.2. revisi batasan pencantuman NPWP untuk pembelian valuta asing menjadi $10,000 ke atas. Jika mampu membeli valas $10.000, sementara penghasilan pada SPT Tahunan hanya Rp.30 juta, tentu ada penghasilan lain yang tidak dilaporkan.3. revisi UU Perbankan bahwa kewajiban jabatan untuk merahasiakan data dikecualikan atas kepentingan perpajakan. Akses data wajib pajak seperti rekening bank, basisdata pembeli Surat Utang Negara dan Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia (SIDBI), diperlukan untuk penggalian potensi pajak, terutama sektor informal atau Usaha Kecil Menengah. Pemilik 746 ribu rekening dengan saldo di atas Rp.500 juta, tentu perlu diteliti kepatuhan pembayaran pajaknya. Seharusnya, akses data tidak harus menunggu adanya pemeriksaan tindak pidana perpajakan.Di peraturannya masih harus selevel menteri yang meminta data.4. Indonesia perlu meniru program voluntary disclosure dari IRS, yang memberikan bebas denda pajak bagi wajib pajak yang sukarela melaporkan kepemilikan rekening bank di luar negeri. Cara ini dengan mempersuasif pemilik rekening agar memberikan data rekening bank luar negeri.5. BI perlu menambahkan opsi persyaratan pembukaan rekening bank bahwa bank diperbolehkan memberikan data simpanan dan pinjaman nasabah jika ada permintaan dari kantor pajak, tanpa harus ada tindak pidana perpajakan.

Kerahasiaan Data Wajib Pajak di Selandia Baru1. Kerahasiaan data Wajib Pajak yang diatur dalam peraturanSistem Perpajakan di New Zealand sangat bergantung kepada kerelaan Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakannya. Agar Wajib Pajak bersedia untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, kepercayaan Wajib Pajak kepada Inland Revenue Department menjadi sangat penting. Oleh karena itu, bagaimana Inland Revenue Department mengolah dan menjaga data Wajib Pajak menjadi bagian tak terpisahkan dalam menjaga kepercayaan Wajib Pajak.Di lain pihak, kebutuhan untuk mengungkapkan informasi perpajakan kepada Wajib Pajak dan pihak lain dipandang penting untuk meningkatkan efisiensi dari operasional system perpajakan. Ada juga kondisi yang tidak berhubungan langsung dengan operasional perpajakan yang membutuhkan data perpajakan. Contoh dari kondisi yang disebutkan yaitu, adanya usaha tax evasion dan tax avoidance, serta kondisi pidana-pidana tertentu seperti korupsi dan pencucian uang. [footnoteRef:10] [10: Inland Revenue. Technical tax area]

Peraturan yang berkaitan dengan kerahasiaan data Wajib Pajak ini dijelaskan dalam section 81 dari Tax Administration Act 1994. Menurut Tax Administration Act 1994, yang telah diamandemen pada Juni 2010, seluruh pegawai Inland Revenue Department diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan data Wajib Pajak. Namun, dengan adanya amandemen di tahun 2010, peraturan kerahasiaan data Pajak menjadi lebih fleksible dengan adanya perluasan kewenangan Commisoner untuk memberikan informasi perpajakan menurut batasan-batasan tertentu.a. Kewenangan Commisioner berkaitan dengan kerahasiaan data pajakMenurut Tax Administration Act 1994, yang telah diamandemen pada Juni 2010, Commisioner memiliki kewenangan untuk memberikan informasi Wajib Pajak. Kewenangan Commisioner ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi administrasi system perpajakan. Peraturan tersebut membatasi pengungkapan data Wajib Pajak hanya untuk hal-hal yang berkaitan untuk membantu pelaksanaan tugas Commisioner. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan Commisioner dalam mengungkapkan informasi perpajakan antara lain[footnoteRef:11]: [11: ibid]

1. menjaga integritas system perpajakan2. meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak3. meningkatkan efisiensi sumber daya, 4. menjamin adanya informasi public yang dibutuhkan berkaitan dengan perpajakanDengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, Commisioner dapat mengungkapkan informasi perpajakan bila dipandang memiliki alasan yang kuat.b. Pengungkapan informasi berkaitan dengan hubungan antar lembaga pemerintahTax Administration Act, memfasilitasi adanya sharing informasi antara Inland Revenue Department dan lembaga pemerintah yang lain. Hal ini akan meningkatkan efisiensi dari penggunaan informasi yang telah diperoleh Inland Revenue Department dan mengurangi Wajib Pajak untuk mengisi informasi yang sama di lembaga pemerintah lain. Kewenangan suatu informasi akan dibagi kepada lembaga pemerintah lain ditentukan oleh Cabinet. Namun, sebelum Cabinet menentukan adanya sharing informasi, Menteri yang mengusulkan harus berkonsultasi dengan Privacy Commisioner dan lembaga yang nantinya terkena dampak atas pembagian informasi tersebut. Selanjutnya Menteri harus memastikan bahwa informasi yang dibagi bukanlah informasi yang sensitive dan membuat pihak pemberi informasi menjadi ragu untuk memberikan informasinya. Peraturan untuk berbagi informasi dengan lembaga pemerintah lain di Tax Administration Act tidak dibatasi hanya untuk lembaga pemerintah New Zealand. Hal ini dapat terjadi karena system perpajakan New Zealand memberikan fasilitas untuk dapat mengkredit pajak penghasilan yang telah dibayar di luar negeri bila memiliki objek yang sama.[footnoteRef:12] [12: New Zealand Now: 2014]

Untuk menjaga keseimbangan antara privacy individual dan efisien dan efektifitas layanan pemerintah beberapa aturan telah dibuat. Aturan tersebut mensyaratkan bahwa informasi yang diminta lembaga pemerintah lain untuk dibagi telah diotorisasi dan lembaga tersebut bisa memperoleh informasi itu sendiri. Lebih lanjut, Inland Revenue Department dan Lembaga pemerintah ainnya yang ingin berbagi informasi harus berdasarkan Memorandum of Understanding, batasan material, dan jaminan keamanan informasi yang dibagi. Sementara aturan umum mengenai informasi wajib pajak adalah salah satu dari kerahasiaan yang ketat, ada sejumlah pengecualian untuk aturan ini. Sehubungan dengan hal itu, Inland Revenue saat ini memiliki perjanjian berbagi informasi dengan lebih dari 20 departemen pemerintah lainnya. Dalam perjanjian tersebut, Inland Revenue dapat memberikan informasi kepada badan-badan seperti: a. the Accident Compensation Corporation, untuk mengidentifikasi ACC retribusi pembayar, dan untuk menghitung dan mengumpulkan premi dan sisa pungutan klaim; b. Kementerian Pembangunan Sosial, untuk membantu Departemen mengidentifikasi orang-orang yang memenuhi syarat untuk kartu layanan masyarakat, mengidentifikasi kelebihan pembayaran manfaat, dan menemukan debitur dan memulihkan kelebihan pembayaran manfaat; c. Departemen Dalam Negeri, untuk membantu dalam perannya administrasi amal; d. Departemen Bisnis, Inovasi dan Ketenagakerjaan (Labour), untuk memverifikasi hak untuk pembayaran cuti; e. Selandia Baru Customs Service, untuk memastikan bunga tersebut digunakan secara benar untuk pinjaman mahasiswa Selandia Baru dan peminjam berbasis di luar negeri, dan untuk membantu menemukan dan mangkir tunjangan anak kontak; f. Departemen Kehakiman, untuk memungkinkannya untuk mencari orang dengan denda yang luar biasa dan menegakkan pembayaran; dan g. Statistik Selandia Baru, untuk keperluan statistik.

Hukum pajak mengharuskan Inland Revenue untuk menjaga rahasia informasi dan setiap petugas Inland Revenue harus menandatangani deklarasi kerahasiaan. Ini adalah tindak pidana untuk pelanggaran kewajiban, dihukum sampai enam bulan penjara dan denda sampai $ 15.000.Sebelum amandemen, tidak ada ketentuan dalam UU Administrasi Pajak, maupun perjanjian di tempat, yang memungkinkan informasi untuk dibagikan atau diberikan dalam kaitannya dengan pelanggaran serius. Tidak ada hukum saat ini memungkinkan Inland Revenue untuk membuat perjanjian secara umum dalam kaitannya dengan kejahatan berat. Sebagaimana dicatat, "pemeliharaan hukum" pengecualian prinsip 11 di Privacy Act 1993, yang memungkinkan lembaga-lembaga lain untuk mengungkapkan informasi mengenai menyinggung pidana, tidak tersedia untuk Inland Revenue. Ada ketentuan untuk berbagi dengan Kepolisian Selandia Baru sehubungan dengan tindakan yang dilakukan oleh Kepolisian Selandia Baru di bawah bagian 98 (1) Criminal Proceeds (Recovery) Act 2009. Ketentuan terbatas berbagi informasi sangat ditentukan dan, berkaitan dengan tindakan untuk memulihkan aset kriminal. Pada bulan Agustus 2011, Departemen Kehakiman merilis peraturan Strengthening New Zealands resistance to organised crime, an all-of-government response, yang mengidentifikasi kebutuhan meningkatkan berbagi informasi domestik dan internasional, bantuan hukum dan koordinasi. Sementara Inland Revenue berpartisipasi dalam pencegahan lintas instansi dan deteksi kejahatan terorganisir, tidak diperbolehkan membagi informasi-wajib pajak yang spesifik dengan instansi peserta lain di bawah undang-undang saat ini. Peran Inland Revenue sebagai peserta dalam situasi ini terbatas pada berbagi keahlian teknis umum mengenai hal-hal seperti perusahaan penataan atau masalah hukum.Selain itu, Selandia Baru adalah anggota perjanjian multilateral dan terlibat dalam forum-forum internasional yang mengatur atau memantau praktik terbaik yang relevan untuk memerangi kejahatan terorganisir - misalnya, Konvensi OECD tentang Combating Bribery of Foreign Public Officials in International Business Transactions and the Asia Pacific Group on Money Laundering, berkaitan dengan pelaksanaan rekomendasi FATF di kawasan Asia-Pasifik. Model Selandia Baru telah diidentifikasi sebagai tidak sejalan dengan praktik-praktik internasional saat ini, yang melibatkan kerja sama tingkat tinggi antara otoritas pendapatan dan lembaga penegak hukum, dan menggunakan informasi pajak dalam deteksi dan penuntutan baik pajak dan non-pajak kejahatan. [footnoteRef:13] [13: taxpolicy]

OECD telah mengidentifikasi Selandia Baru sebagai unik karena penuntutan sering dilakukan langsung oleh lembaga-lembaga seperti Inland Revenue, Kepolisian Selandia Baru atau the Serious Fraud Office. Sekretariat telah mengundang komentar dari Selandia Baru tentang apa yang pada dasarnya ketegangan antara antar-lembaga penuntutan kerjasama dan undang-undang kerahasiaan pajak. Dokumen diskusi ini berfokus pada ketegangan itu.2. Kerahasiaan data Wajib Pajak sehubungan dengan wewenang auditor negara.Dalam Financial Repoting Act 1993 angka 15(2)The financial statements and any group financial statements must be audited(a)by a licensed auditor; or(b)by a registered audit firm; or(c)if the issuer is a public entity under the Public Audit Act 2001, by the Auditor-General or any other person who may act as the auditor under that Act.Inland revenue sebagai entitas publik juga harus diaudit oleh Audior General jika merujuk pada aturan tersebut. Selain itu, Inland Revenue telah membuat Protocol acces to audit working papers between New Zealan Institute Of Chartered Accountant and Inland Revenue. 3. Kerahasiaan data Wajib Pajak sehubungan dengan perbankanKerahasiaan data nasabah tidak diatur secara khusus di Selandia Baru.[footnoteRef:14] Selandia mempunyai hukum/peraturan khusus yang mengatur privasi penduduknya yaitu Privacy Act 1993. Dalam pasal 1 disebutkan [14: Menurut laporan OECD yang dilansir http://www.financialsecrecyindex.com/database/New%20Zealand.xml#t109]

agency means any person or body of persons, whether corporate or unincorporate, and whether in the public sector or the private sector; and, for the avoidance of doubt, includes a departmentDari definisi tersebut tersurat bahwa private sector juga termasuk agency yang dimaksud dalam Privacy Act 1993. Di pasal 11 terdapat pengecualian untuk merahasiakan informasi yang salah satunya demi pendapatan negara (pajak). Dengan kata lain bank sebagai private sector juga semestinya tunduk pada ketentuan ini. Indeks Kerahasiaan Keuangan menyoroti tempat di seluruh dunia yang menyediakan (relatif) aman untuk pengungsi pajak . Indeks dihitung pada tahun 2013 dan termasuk data dari 82 negara dan wilayah . Dengan peringkat yurisdiksi baik menurut kerahasiaan mereka, dan skala kegiatan mereka, organisasi bertujuan untuk memberikan peringkat mereka dalam hal kerahasiaan keuangan dan kemampuan untuk menghindari pajak. Selandia Baru berada di peringkat ke-48 pada posisi pada 2013 Indeks Kerahasiaan Keuangan[footnoteRef:15]. Peringkat ini didasarkan pada kombinasi skor kerahasiaannya dan bobot skala berdasarkan pangsa pasar global untuk layanan keuangan lepas pantai. [15: Mengenai FSI Selandia Baru dapat dilihat di http://www.financialsecrecyindex.com/PDF/NewZealand.pdf]

http://www.financialsecrecyindex.com/PDF/NewZealand.pdf

Pada tanggal 19 April 2013, Menteri Keuangan G20 (Selandia Baru tidak termasuk) mendukung pertukaran otomatis sebagai standar baru yang diharapkan. Pada 19 Juni 2013, para Pemimpin G8 menyambut laporan OECD Sekretaris Jenderal "A langkah perubahan dalam transparansi pajak" yang menetapkan langkah-langkah konkret yang harus dilakukan untuk menempatkan model global pertukaran otomatis dalam praktek. Pada 6 September 2013, para Pemimpin G20 berkomitmen untuk pertukaran otomatis informasi sebagai standar global yang baru dan didukung sepenuhnya pekerjaan OECD, dengan negara-negara G20, bertujuan untuk menyampaikan seperti standar tunggal pada tahun 2014. Pada tanggal 23 Februari 2014, Menteri Keuangan G20 mendukung Pelaporan Standar umum untuk pertukaran otomatis informasi pajak. Pada 6 Mei 2014, Deklarasi OECD (Selandia Baru termasuk anggota) pada Automatic Pertukaran Informasi dalam Masalah Pajak disahkan oleh semua 34 negara anggota bersama dengan beberapa negara bukan anggota. Lebih dari 65 yurisdiksi sekarang telah mengumumkan komitmennya untuk implementasi, dengan lebih dari 40 setelah berkomitmen untuk jadwal tertentu dan ambisius yang mengarah ke pertama pertukaran informasi otomatis pada tahun 2017 (pengadopsi awal). [footnoteRef:16] [16: OECD : Automatic Exchange of Information]

Pada tanggal 22 September 2014, Forum Global tentang Transparansi dan Pertukaran Informasi untuk Keperluan Pajak menyampaikan roadmap Kelompok G20 Pengembangan Kerja yang untuk mengembangkan partisipasi negara dalam OECD Standar baru pada pertukaran otomatis informasi finansial. Roadmap ini merupakan bagian dari upaya untuk mengekang penghindaran pajak multinasional dan penggelapan pajak lepas pantai di negara-negara berkembang.

III. Simpulan dan SaranDari pembahasan yang telah kami sampaikan di atas, dapat kami simpukan sebagai berikut:1. Baik di Indonesia maupun Selandia Baru, kerahasiaan data Wajib Pajak menjadi hal yang dijamin dalam peraturan masing-masing. Di Indonesia kerahasiaan di atur dalam KUP sedangkan di Selandia Baru diatur dalam Private Act 1993.2. Di Indonesia Undang-undang perbankan telah memberi ruang untuk tujuan perpajakan dalam hal permintaan data dan informasi nasabah. Akan tetapi, pihak yang meminta masih disyaratkan selevel menteri keuangan. Di Selandia Baru, pengecualian di Private Act juga ada untuk tujuan penerimaan negara (pajak). Kewenangan permintaan data berada di Commisioner Inland Revenue (Dirjen Pajak). Selain itu, bank juga tunduk pada ketentuan Private Act 1993. 3. Di Indonesia kewenangan BPK masih terbatas dalam mengaudit DJP dengan alasan kerahasiaan. Bahkan MK memperkuat hal tersebut dengan menolak uji materi yang diaukan BPK. Di Selandia Baru, General Auditor mempunyai kewenangan dan sudah dapat mengaudit Inland Revenue. Bahkan Inland Revenue juga dapat diaudit oleh ikatan akuntan dengan adanya Protocol acces to audit working papers between New Zealand Institute Of Chartered Accountant and Inland Revenue.4. Di Selandia Baru, pertukaran informasi antar penegak hukum dimungkinkan. Bahkan untuk tindak kriminal berat seperti pencucian uang dan penyelundupan manusia, informasi Wajib Pajak boleh dibagikan ke pihak berwenang terkait.

Saran yang dapat kami sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Menyelesaikan pembuatan MOU antara BPK dan DJP karena masing-masing mempunya wewenang yang diatur dalam Undang-undang. Hal ini sesuai dengan rekomendasi putusan MK pada putusan permohonan uji materi UU KUP pasal 34.2. Merevisi Undang-undang perbankan dan KUP yang mensyaratkan level menteri untuk meminta data dan informasi. 3. Membuka kemungkinan aturan kerahasiaan untuk tindak kriminal kategori berat seperti pencucian uang dan korupsi. Selama ini, kasus yang sering muncul hanya menggunakan UU Tipikor dan UU TPPU. Jika UU pajak dapat dikenakan juga maka akan memunculkan deterent effect kepada masyarakat sehingga mereka lebih aware dengan pajak.4.

IV. Daftar Pustaka

Undang undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang PerbankanUndang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/2000 Tentang Pihak Lain yang Dapat DiberikanKeterangan Oleh Pejabat dan Tenaga Ahli yang Ditunjuk Mengenai Segala Sesuatu yangDiketahui atau Diberitahukan Kepadanya Oleh Wajib Pajak Dalam Rangka Jabatan atauPekerjaannya untuk Menjalankan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan.New Zealand Tax Administration Act 1994New Zealand Goverment . Financial Reporting Act 1993New Zealand Goverment. Privacy Act 1993Puspitasari, Chandra Dewi. Penorobosan Rahasia Bank: Upaya Penegakan Kepatuhan PajakReport on New Zealand .http://www.financialsecrecyindex.com/PDF/NewZealand.pdfOECD, 2003. Taxpayers Rights and Obligations Practice Note. Tax guidance series: Centre for Tax Policy and Administration. http://www.oecd.org/tax/administration/Taxpayers%27_Rights_and_Obligations-Practice_Note.pdf Diakses pada tanggal 11 Oktober 2014OECD. Automatic Exchange of Information. http://www.oecd.org/tax/exchange-of-tax-information/automaticexchange.htm diakses 11 Oktober 2014Ortax. Menyoal Kepastian Terjaminnya Hak Wajib Pajak Di Tengah Perseteruan Antara BPK, MenKeu dan DJP. http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=26&q=&hlm=3Diakses pada tanggal 7 Oktober 2014.Sulistya,Fitria Nova Rini. 2010. Tinjauan Hukum Tentang Rahasia Jabatan Dirjen Pajak Berkaitan Dengan Pengumuman Daftar Pengemplang Pajak Oleh Dirjen Pajak. Budi, Anandita Suryana. Intensifikasi Pajak dan Rahasia Bank . http://www.pajak.go.id/content/article/intensifikasi-pajak-dan-rahasia-bank diakses 12 Oktober 2014Hukum Online. Atas Nama HAM, BPK-Depkeu Perdebatkan Kerahasiaan Data Pajakhttp://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18625/atas-nama-ham-bpkdepkeu-perdebatkan-kerahasiaan-data-pajak Diakses pada tanggal 11 Oktober 2014New Zealand Now. Taxes. http://www.newzealandnow.govt.nz/living-in-nz/money-tax/nz-tax-system, diakses 10 Okt 2014Inland Revenue. Changes to the secrecy and information sharing rules. http://www.ird.govt.nz/technical-tax/legislation/2011/2011-63/2011-63-changes-secrecy-and-info/ , diakses 10 Okt 2014Jefriando, Meikel. Demi Genjot Pajak, Aturan Kerahasiaan Bank akan Diperlonggar . http://finance.detik.com/read/2014/02/25/200132/2508357/5/demi-genjot-pajak-aturan-kerahasiaan-bank-akan-diperlonggar diakses 10 Oktober 2014Hukum Online. Mendobrak Batas Kerahasiaan Bank .http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f913394cca5/mendobrak-batas-kerahasiaan-bank diakses 10 Oktober 2014Inland Revenue. Chapter 2 - Background .https://taxpolicy.ird.govt.nz/publications/2013-dd-targeting-serious-crime/chapter-2 diakses 11 Oktober 2014