kematian perspektif kitab haqĀ’iq al...

65
KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL-TAFSĪR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Hilman Mulyana NIM: 1111034000138 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./2018 M.

Upload: vukiet

Post on 06-Apr-2019

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL-TAFSĪR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Hilman Mulyana

NIM: 1111034000138

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2018 M.

Page 2: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL-TAFSĪR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Hilman Mulyana

NIM: 1111034000138

Pembimbing:

Moh. Anwar Syarifuddin, MA

NIP. 19720518 199803 1 003

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2018 M.

Page 3: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
Page 4: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
Page 5: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

ABSTRAK

Kematian adalah terputusnya hubungan ruh dengan badan, perpisahan antara keduanya,

pergantian keadaan, dan perpindahan dari satu alam ke alam yang lain. Penelitian terkait

kematian dalam lintas disiplin keilmuan sudah banyak dilakukan bahkan pada Fakultas

Ushuluddin, khususnya program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir juga sudah dilakukan.

Akan tetapi penulis mengangkat tema kematian studi kitab Haqā’iq al-Tafsīr karya Imam

al-Sulami. Sebagaimana diketahui Imam al-Sulami adalah seorang sufi yang menuai banyak

pro dan kontra, tetapi menarik bagi penulis khususnya karena al-Sulami adalah seorang penulis

bibliografi sufi pada zamannya. Penelitian ini penulis mengajukan pertanyaan, bagaimana

kematian di dalam kitab Haqā’iq al-Tafsīr menurut Imam al-Sulami.

Adapun metode yang penulis lakukan dengan cara metode kualitatif Library research.

Sebagaimana diketahui salah satu metode kualitatif adalah menguji keabsahan utnuk

meyakinkan apa yang telah dikutip dan ditulis sudah sesuai dengan sumber yang ada. Hasilnya

penulis mendapatkan bahwa kematian di dalam kitab Haqā’iq al-Tafsīr karya al-Sulami terdiri

atas; Kematian fana, Tidur bagian dari kematian, dan Istiqȃmah sebagai solusi bagi “kematian”

di Dunia.

Kata Kunci :Tafsir, Kematian, al-Sulamī, Haqā’iq al-Tafsīr.

Page 6: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

v

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرمحن الرحمي

Alhamdulillāh segala puji bagi Allah, yang telah menciptakan manusia

sebagai replika alam yang begitu besar, atas kasih sayang dan pengetahuan yang

Allah berikan, maka peneliti bisa menyelasikan skripsi ini dengan judul “Kematian

Perspektif Kitab Haqā’iq al-Tafsīr”.

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muḥammad Saw.,

Keluarga beserta Sahabatnya. Nabi sebagai manusia pembawa risalah yang menuntun

kebodohan manusia menjadi bersinar penuh pengetahuan dan berakhlak yang mulia.

Semoga Nabi membawa ummatnya bisa berkumpul dalam majlis-Nya yang penuh

kebahagiaan dalam keabadian.

Penelitian ini dilakukan dalam rangka sebagai syarat dalam pengajuan gelar

Sarjana Strata Satu (S1) pada program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas

Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti

sadar dan menyadari bahwa penyusunan penelitian yang dilakukan dari awal sampai

ahir bukan sebatas hasil sendiri, melainkan juga atas kebaikan serta pancaran

motivasi baik secara material dan non-material sehingga penelitian bisa terselsaikan

dengan baik dan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu kiranya peneliti sampaikan

rasa terimakasih dan penghargaan yang seluas-luasnya kepada:

1. Bpapk Prof. Dr. Dede Rosyada, MA Selaku Rektor Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

Page 7: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

vi

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran

dekanatnya.

3. Ibu Dr. Lilik Umi Kaltsum, M.A. Selaku kepala Program studi Ilmu al-Qur’an

dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. Sebagai sekertaris Jurusan

Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.

4. Bapak Ramlan A. Gani. M.Ag. selaku Dosen pembimbing akademik.

5. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin M.A. Selaku pembimbing skripsi yang

senantiasa sabar dalam mengarahkan skripsi ini, dan memberikan waktu yang

luang untuk memberikan masukan yang positif selama penulisan skripsi,

semoga Allah Swt., memberikan keberkahan dalam setiap detiknya.

6. Kepada Bapak Rahmat Hidayat, S.Ag. yang selalu dengan senang hati

meminjamkan koleksi bukunya untuk referensi penulis.

7. Terimakasih kepada Para Guru Besar yang mengajar di tingkat Strata Satu,

serta Para Dosen yang telah meluangkan waktunya untuk konsultasi skripsi ini,

saya ucapkan terimakasih dan mohon maaf tidak bisa menyebutkan satu

persatu. Terimakasih kepada Civitas akademika Fakultas Ushuluddin, staf dan

karyawan Perpustakaan FU, FDK dan PU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memudahkan penulis dalam mencari refrensi terbaik semasa

perkuliahan hingga proses penyelesaian skripsi.

8. Teruntuk orang yang pertama kali mengajarkan abjad, mengajarkan rangkaian

abjad dengan kasih sayang, serta mencintai peneliti tanpa alasan, kedua ibu

bapak. Ayahanda Atam Rustandi dan Ibunda Nasroh, atas kesabaran, cinta,

Page 8: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

vii

kasih, sayang serta doa yang tak pernah berhenti, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

9. Terimakasih kepada Keluarga Besar Yayasan Waqaf Paramadina, Kajian

Tadabbur al-Qur’an Parmadina yang tidak pernah berhenti memberikan do’a

dan dukungannya.

10. Terimakasih untuk keluarga besar Abah Isoeb dan Abah Sambas yang turut

mendoakan penelitian ini. Terimakasih juga untuk Keluarga Besar pengajian

Pamulang di bawah naungan Abah Kyai Rifki Muhammad Fathi.

11. Terimakasih kepada teman-teman Tafsir Hadis angkatan 2011, teman-teman

Sektor 11 (Muflih, Dede Multajam Lc, Gus Lutffi, Gus Huda, Ian, Jangkrik,

Eka, Asep, Fuad, Ust. Gandi, Subhan, Seman, arif brewok, dkk) teman-teman

TH E (Rahib Mujib. Gandi, Didi, Rofi, mbah Akrom, Mas Bazit menkes, Ipul,

Ilyas, Irfan, Ais, Hilmi, Indana, Moeqit, Dayat, Hasyir, Zainul dkk) inilah

jawaban doa kalian tentang skripsi. Keluarga Besar Dialog serial “Cahaya

Kemenangan Hati”, Pak Radhar Panca Dahana, Pak Rahmat Hidayat S.Ag, Pak

Afi, Pak Hendro, Ihya, Mas Sis, Kang Iyus, Lutfi dkk. Keluarga Besar DEMA

FU 2015. Keluarga Besar HIMALAYA Jakarta dan Sahabat PC PMII Ciputat.

HMI KOMFUF. DPW IMM Jakarta. DPP HIMA KOSGORO Periode 2017-

2019. KKN HARMONI 2015. Terimaksih pula untuk kosan pak mentri ( Bazit

menkes, Gus Lutfi, Irpan, dan bos Didi) atas segudang cerita kopi. Ahirnya

peneliti berharap agar apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua kalangan

pada umumnya dan dapat memperkaya khazanah keilmuan metodologi

penelitian tafsir. peneliti menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik

Page 9: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

viii

dan saran yang sifatnya membangun penulisan sangat diharapkan. Sebagai

penutup, peneliti berharap, semoga Allah swt selalau membimbing kejalan yang

diridoi-Nya. Amiin ya Rabbal ‘Alamiin.

Ciputat, 10 Juli 2018

(Hilman Mulyana)

Page 10: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………………………..i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN…………………………………………………ii

LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………………………….....iii

ABSTRAK……………………………………………………………………………………….iv

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………...v

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….ix

PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………………………………..xi

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………..1

A. Latar Belakang………………………………………………………………...1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah…………………………………………...3

C. Tinjauan dan Manfaat Penulisan………………………………………………3

1. Manfaat Teoritis…………………………………………………………...3

2. Manfaat Praktis……………………………………………………………4

D. Tinjauan Pustaka………………………………………………………………4

E. Metode Penelitian……………………………………………………………..6

1. Jenis Penelitian…………………………………………………………….6

2. Sumber Data……………………………………………………………….6

3. Pengolahan Data…………………………………………………………..6

4. Pedoman Penulisan………………………………………………………..7

F. Sistematika Penulisan…………………………………………………………7

BAB II GAMBARAN UMUM…………………………………………………………..9

A. Gambaran Umum Kematian…………………………………………………..9

1. Kematian Menurut al-Qur‟an……………………………………………11

a. Ajal…………………………………………………………………..11

b. Maut……………………………………………………………….....13

c. Wafat…………………………………………………………………13

d. Tidur………………………………………………………………….15

2. Kematian Menurut Kedokteran…………………………………………..16

3. Kematian Menurut Sufi…………………………………………………..18

B. Gambaran Umum Kitab Haqā‟iq al-Tafsīr…………………………………..20

1. Sekilas Kitab Haqā‟iq al-Tafsīr………………………………………….20

2. Pro-Kontra Haqā‟iq al-Tafsīr…………………………………………….21

Page 11: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

x

3. Profil Singkat Imam Abū „Abdul al-Rahman Muhammad Ibn al-Husaīn

Ibn Mūsa al-Ażḍī al-Sulamī……………………………………………..24

4. Corak Pemikiran…………………………………………………………26

5. Karya-karya al-Sulamī…………………………………………………...26

BAB III PENAFISRAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG KEMATIAN

DALAM TAFSIR HAQĀ’IQ AL-TAFSĪR…………………………………...28

A. Hakikat Kematian…………………………………………………………...28

1. Fana……………………………………………………………………...30

B. Tidur Bagian dari Kematian…………………………………………………33

1. Pengertian Tidur…………………………………………………………33

2. Tidur Serupa Kematian………………………………………………….35

C. Istiqamah Sebagai Solusi bagi “Kematian” Dunia dalam Menggapai

Kehidupan Abadi di Akhirat………………………………………………...40

1. Istiqomah dalam Niat…………………………………………………....44

2. Istiqomah dengan Lisan…………………………………………………45

3. Istiqomah dengan Perbuatan…………………………………………….45

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………..46

B. Kritik dan Saran……………………………………………………………...46

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...47

Page 12: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI HURUF ARAB-LATIN

Skripsi ini menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi” yang terdapat

dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Ceqda 2007 dan Pedoman Akademik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta 2011/2012.

Padanan Aksara

No. HurufArab HurufLatin Keterangan

Tidak dilambangkan ا 1

b Be ب 2

t Te ت 3

ts Te da nes ث 4

j Je ج 5

h Ha dengan garis bawah ح 6

kh Ka dan ha خ 7

d De د 8

dz De dan zet ذ 9

r Er ر 10

z Zet ز 11

s Es س 12

sy Es dan ye ش 13

s Es dengan garis di bawah ص 14

d De dengan garis di bawah ض 15

t Te dengan garis di bawah ط 16

z Zet dengan garis di bawah ظ 17

ع 18

„ Koma terbalik di atas hadap

Kanan

gh Ge dan ha غ 19

f Ef ف 20

Page 13: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

xii

q Ki ق 21

k Ka ك 22

l El ل 23

m Em م 24

n En ن 25

w We و 26

h Ha ه 27

Apostrof „ ء 28

y Ye ي 29

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tuggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

No. VokalArab VokalLatin Keterangan

1

a Fathah

2

i Kasrah

3

u Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

No. VokalArab VokalLatin Keterangan

1

ai A dan i

2

au A dan u

Vokal Panjang

ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Page 14: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

xiii

No.

VokalArab

VokalLatin

Keterangan

1

â A dengan topi di atas

2

î I dengan topi di atas

3

û u dengan topidi atas

Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksaraArab dilambangkan dengan huruf,

yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti oleh huruf syamsiyyah,

maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-

dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam tulisan Arab yang dilambangkan dengan

sebah tanda ( _ ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ad-

darûrah, melainkan al-darûrah, demikian dan seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti kata benda ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

(lihat contoh 3). Contoh:

No Kata Arab Transliterasi

1

Tarîqah

2

al-jâmiʻah al-Islâmiyyah

3

Wahdat al-wujûd

Page 15: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

xiv

Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

untuk menulisakna permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,

nama diri dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî,

bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-kindi bukan Al-Kindi.

Beberpa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak „Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nur al-Dîn al-Rânîrî.

Page 16: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kematian adalah suatu keniscayaan yang tak terelakan dalam kehidupan

manusia.1 al-Qur‟an sebagai wahyu Allah Swt., yang diyakini kebenarannya oleh

umat Islam, banyak yang memberikan penjelasan tentang hakekat kematian, serta

apa yang harus dipersiapkan oleh manusia dalam hidupnya di dunia ini sebagai

proses menghadapi kematian.

Di zaman modern seperti sekarang ini, ditandai dengan pesatnya ilmu

pengetahuan teknologi, persoalan manusia terasa lebih kompleks yang terus

menimbulkan berbagai kepentingan yang berbenturan di antara manusia guna

memperoleh kepentingan hidupnya. Hal ini menyebabkan manusia lupa akan

hakikat hidup mereka, termasuk masalah hidup mereka yang terus berlangsung

dalam waktu singkat dan akan berakhir dengan datangnya kematian.

Walaupun manusia berusaha sekuatnya untuk melupakan hakikat kematian,

tetapi mati adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari oleh setiap mahluk yang

hidup. Bagaimanapun keadaannya dan di manapun tempatnya. Manusia melalui

nalar dan pengalamannya tidak mampu mengetahui hakikat kematian, karena

kematian dinilai sebagai salah satu ghaib nisbi yang paling besar. Walaupun pada

hakekatnya kematian merupakan sesuatu yang tidak diketahui.2

Ayat dalam al-Qur‟an menjelaskan tentang kematian diantaranya adalah Qs

al-Nisa/4:78, Ibn Kathir menafsirkan maksud dari ayat tersebut yaitu kalian pasti

1 Komarudin Hidayat. Psikologi Kematian: Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme,

(Jakarta: Noura Books, 2012), h. x. 2 Quraish Shihab. Wawasan al-Qur’an, (Bandung Mizan, 1996), h. 69.

Page 17: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

2

akan mati, dan tidak ada seorang pun dari kalian yang selamat dari maut, adalah

sama maknanya dengan yang disebutkan di dalam ayat lain yaitu; Qs al-

Rāhman/55:26, Qs Ali-Imrān/3:185, dan Qs al-Anbiya/21:34, maknanya yaitu

setiap orang pasti akan mati.

Tiada sesuatu pun yang dapat menyelamatkan dari kematian, baik ikut

dalam berjihad ataupun tidak ikut berjihad. Karena sesungguhnya umur manusia

itu ada batasnya dan mempunyai ajal yang telah ditentukan serta kedudukan yang

telah ditetapkan baginya.3 Sayyid Qutb menjelaskan dalam karyanya Tafsir Fi

Zilail al-Qur’an, kematian menurutnya adalah suatu kepastian yang sudah

ditentukan waktunya, dan tidak ada hubungannya dengan perlindungan tempat

yang dapat melindungi seseorang atau tidak dapat melindungi. Kalau demikian,

kematian juga tidak dapat ditunda dengan ditundanya tugas perang, dan tidak

dapat pula dimajukan dengan dimajukannya tugas jihad sebelum waktunya.4

Kematian sebagai sesuatu yang pasti bagi semua mahluk hidup tanpa

terkecuali memberikan beberapa pemahaman, hal ini bisa terlihat bagi disiplin

keilmuan dengan berbagai hal, dari kematian secara jasad, dunia bagian dari

kematian sejak awal sampai hati menjadi bagian kematian bagi barometer jiwa.

Dari uraian diatas peneliti semakin tertarik untuk meneliti Kematian dalam

Perspektif kitab Haqā‟iq al-Tafsīr karya Imam Abī „Abdul al-Rahman

Muhammad Ibn al-Husaīn Ibn Mūsa al-Ażḍī al-Sulamī.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

3 Abdullah bin Muhammad bin „Abd al-Rahman bin Ishaq Al al-Sheikh. Lubab al-Tafsir

min Ibn Kathir, Terj. Abdul Ghaffar (Bogor: Pustaka Imam al-Syafi‟i, 2001), cet. I, h. 356. 4 Sayyid Qutb. Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, Terj. As‟ad Yasin, et. All.,(Jakarta Gema Insani,

2008), juz IV, h.32.

Page 18: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

3

Mengingat banyaknya ayat al-Qur‟an yang membahas tentang kematian

maka peneliti membatasi dan mengklasifikasi sebagai berikut. Pertama,

membahas pengertian secara umum. Kedua, membahas ayat-ayat kematian.

Ketiga, membahas gambaran umum tentang kitab Haqā‟iq al-Tafsīr.

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka rumusan masalahnya adalah:

Bagaimana penafsiran tentang kematian dalam kitab Haqā‟iq al-Tafsīr karya

Imam Abī „Abdul al-Rahman Muhammad Ibn al-Husaīn Ibn Mūsa al-Ażḍī al-

Sulamī, serta ayat apa saja yang ditafsirkan.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dengan mengacu pada beberapa rumusan serta latar belakang di atas maka

terdapat beberapa poin yang bisa diambil dari tujuan penelitian diantaranya:

a. Untuk mengetahui penafsiran tentang kematian dalam kitab Haqā‟iq al-Tafsīr

karya Imam Abī „Abdul al-Rahman Muhammad Ibn al-Husaīn Ibn Mūsa al-

Ażaḍī al-Sulamī.

b. Untuk mengetahui metode, sumber dan rujukan yang di gunakan oleh Imam

Abī „Abdul al-Rahman Muhammad Ibn al-Husaīn Ibn Mūsa al-Ażaḍī al-

Sulamī, pada kitab Haqā‟iq al-Tafsīr dalam memahami kematian.

Adapun dengan adanya penelitian ini di harapkan dapat membawa manfaat

baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Tafsir sufi yang lebih dianggap sebagai takwil.

b. Untuk mengetahui dan memperdalam wawasan tentang tafsir sufi.

Page 19: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

4

c. Menjadi pelengkap penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gerhard

Browing.5

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dapat diharapkan bisa menjadi rujukan dalam mata kuliah

metode pemahaman al-Qur‟an, Ulum al-Qur‟an.

D. Tinjauan Pustaka

Beberapa karya ilmiah dari tinjauan pustaka terdahulu yang berhubungan

dengan penelitian yang peneliti angkat yakni, karya Mathin Kusuma Wijaya,

skripsi tersebut dijelaskan bahwa makna dari kematian adalah proses penyucian

diri, proses manusia menyucikan diri dari aktivitas atau perbuatannya di dunia.

Sebelum melakukan penyucian tersebut manusia diharapkan melakukan taubat.

Dijelaskan pula penyucian itu terjadi tiga kali, pertama, di alam dunia, kedua, di

alam barzah, dan ketiga, di alam akhirat. Jadi, kematian adalah proses menyucikan

diri dari hal yang bersifat bathil ketika di dunia.6

Kedua karya Jazilatul Mu‟ati7 skripsi ini menjelaskan tentang; istilah yang

digunakan al-Qur‟an tentang kematian, (a) Anjuran mengingat kematian dalam al-

Qur‟an, (b) Persiapan apa saja yang harus dilakukan dalam mengahadapi

kematian. Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan skripsi ini adalah

bahwa kematian bukanlah berarti suatu kesudahan, kepunahan, tapi merupakan

langkah awal untuk kehidupan selanjutnya, karena pada hakikatnya kematian

adalah masa berpindahnya manusia dari alam dunia ke alam akhirat. Kematian

5 Gerhard Bowering. Tafsir al-Qur‟an Karya al-Sulami: Studi atas bibliografi kitab

Haqa‟iq al-Tafsir. JSQ, Vol, 1. No, 2 (2007),h. 253-270. 6 Mathin Kusuma Wijaya. Makna Kematian dalam Pandangan Jalaludin Rakhmat,

(Skripsi S1: Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, 2009). 7 Jazilatul Mu‟ati. Kematian Menurut al-Qur’an, (Skripsi S1: Fakultas Ushuluddin IAIN

Sunan Ampel Surabaya, 1999).

Page 20: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

5

bukanlah hal yang menakutkan dan buka pula beban yang harus dilupakan. Tetapi

sebaliknya dengan melihat adanya kematian justru akan dapat menjadikan

kehidupan di dunia ini untuk menjalani keridhaan Allah Swt., sehingga dunia

merupakan jembatan penyebrangan menuju Allah Swt., Menggunakan metode

maudhu‟i yaitu pendekatan tematik dengan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan

dengan persoalan dan tema yang di bahas.

Karya Murtiningsih8 penelitian ini menguraiakan tentang kematian

menurut tinjauan tasawuf dimana kematian bagi seorang tasawuf adalah mati rasa

atau tidak mempunyai kepekaan dalam kehidupan. dan karya Gerhard Boewing9

dalam penelitian ini dikemukakan tentang al-Sulami sebagai seorang cendekiawan

sufi klasik yang cemerlang, akan tetapi penelitian ini di fokuskan pada kutipan

atau rujukan yang diambil oleh al-Sulami dalam menafsirkan kitabnya, salah satu

sufi yang paling dominan di jadikan rujukan adalah Imam Ibn „Aṭā‟.

Dari beberapa penelitian diatas peneliti memiliki persamaan dan

perbedaan, persamaan yang peneliti adalah tentang kematian, jika pada tiga karya

diatas kematian lebih kepada pengertian secara umum, maka dalam hal ini peneliti

meneliti kematian dari sumber Haqā‟iq al-Tafsīr. Adapun penelitian yang terkait

imam al-Sulami perbedaanya adalah jika penelitian sebelumnya hanya tertuju

kepada penelitian bibliografi, pada penelitian peneliti yang sekarang lebih kepada

penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan kematian. Dengan demikian penelitian

yang peneliti angkat benar-benar baru dan orisinal.

8 Murtiningsih. Hakikat kematian menurut Tinjauan tasawuf. Intizar. Vol 19. No, 2

(2013), h. 1-19. 9 Gerhard Bowering. Tafsir al-Qur’an Karya al-Sulami: Studi atas bibliografi kitab

Haqa’iq al-Tafsir. JSQ, Vol, 1. No, 2 (2007),h. 253-270.

Page 21: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

6

E. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian ini terbagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu jenis

penelitian, sumber data, pengolahan data, dan pedoman penulisan. Adapun

rinciannya sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari suatu objek

yang dapat yang dapat diambil dan diteliti.10

2. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber dari dokumen

perpustakaan tertulis (library research). Adapun pengumpulannya ialah dengan

cara menelusuri kitab-kitab, buku ilmiah dan referensi tertulis lainnya.

Adapun sumber data yang diambil penulis terdapat dua macam. Pertama

data primer yang diambil dari kitab Haqā‟iq al-Tafsīr karya Imam Abū „Abdul al-

Rahman Muhammad Ibn al-Husaīn Ibn Mūsa al-Ażḍī al-Sulamī yang berjumlah

dua jilid. Sedangkan data sekundernya adalah kitab, buku, jurnal, tesis, skripsi

yang berkaitan dengan tema yang dibahas.

3. Pengolahan Data

Penelitian ini diolah dengan cara Deskriptif-Analisis, yakni mendeskripsikan

penelitian dari mulai permasalahan, teori yang digunakan serta hasil penelitian.

Adapun analisisnya adalah merupakan pengolahan masalah yang diteliti dan

menghubungkannya dengan teori yang digunakan. Masalah yang diangkat adalah

10

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2002), h.3.

Page 22: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

7

makna kematian, adapun untuk memahaminya penulis menggunakan kitab

Haqā‟iq al-Tafsīr karya Imam Abū „Abdul al-Rahman Muhammad Ibn al-Husaīn

Ibn Mūsa al-Ażḍī al-Sulamī sebagai alat analsisnya.

4. Pedoman Penulisan

Pedoman penulisan skripsi ini berdasarkan pada Pedoman Akademik tahun

2011/2012 Program Strata I UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan

oleh Biro Administrasi dan Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sedangkan mengenai transliterasi dalam penulisan skripsi ini mengacu pada

sistem transliterasi Jurnal Ilmu Ushuluddin / Hipius (Himpunan Peminat Ilmu

Ushuluddin).

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari empat Bab supaya

mempermudah penulis dalam menguraiakn skripsi ini, adapun sistematika

penulisanya adalah sebagai berikut:

Bab I yaitu pendahuluan yang menguraikan argumen tentang problematika

dan signifikansi penelitian. Pendahuluan meliputi latar belakang masalah

diangkatnya tema penelitian ini, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

Bab II Pada pembahasan bab ini peneliti membagi dalam dua poin yaitu:

Pertama, mengenai gambaran umum mengenai kematian yang meliputi: (a)

pengertian kematian secara umum (b) kematian dalam al-Qur‟an meliputi, Ajal,

Maut, wafat dan tidur. (c) Kematian menurut sufi (d) pengertian kematian

menurut kedokteran. Kedua, gambaran umum mengenai kitab Haqā‟iq al-Tafsīr.

Page 23: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

8

(a) Sekilas kitab Haqā‟iq al-Tafsīr (b) Pro-Kontra Haqā‟iq al-Tafsīr. (c) Biograpi

Imam Abū „Abdul al-Rahman Muhammad Ibn al-Husaīn Ibn Mūsa al-Ażaḍī al-

Sulamī (d) corak pemikiran Haqā‟iq al-Tafsīr dan (e) karyanya.

Bab III peneliti menguraikan kematian menurut kitab Haqā‟iq al-Tafsīr

karya Imam Abū „Abdul al-Rahman Muhammad Ibn al-Husaīn Ibn Mūsa al-Ażḍī

al-Sulamī. Terdiri dari tiga poin utama, yakni: (a) Hakikat kematian yang meliputi

fana (b) Tidur bagian dari kematian, serta poin terakhir adalah (c) Istiqomah

sebagai solusi bagi “kematian”.

Bab IV adalah penutup yang berisi kesimpulan dan kritik serta saran.

Page 24: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

9

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Umum Kematian

Kematian bukanlah ketiadaaan dan kefanaan. Kematian adalah terputusnya

hubungan ruh dengan badan, perpisahan antara keduanya, pergantian keadaan, dan

perpindahan dari satu alam ke alam yang lain. Kematian merupakan musibah

terbesar. Allah swt. menamainya “musibah” dalam firman-Nya “Lalu kamu ditimpa

musibah kematian.” Qs al-Ma`idah/5:106.1

Kemudian dalam Qs al-Imran/3:185; “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan

mati (dzȃ`iqatul maut). Dan sesungguhnya pada hari kiamat disempurnakan

pahalamu. Barangsiapa diajauhkan dari neraka dan dimasukkan ke da2lam surga

maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan

yang memperdayakan.”

Tentang ungkapan dzȃ`iqatul maut, “meraskan mati”, dalam ayat diatas al-

Qurthubī r.a. mengatakan bahwa hal itu adalah suatu rasa. Rasa ini tidak dapat

dihindari oleh manusia maupun binatang. Ia berdalil dengan bait syair Umayyah bin

Abī ash-Shalat:

Siapa yang tak mati di masa muda

Ia pasti mati di masa tua.

Kematian itu memiliki cawan.

1 Dr. `Ali Muhammad Lagha. Perjalanan Kematian, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,

2002), h. 17. 2 Dr. `Ali Muhammad Lagha. Perjalanan Kematian, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,

2002), h. 18.

Page 25: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

10

Dan setiap orang merasakannya.

Kematian adalah keniscayaan yang akan dirasakan seluruh mahluk hidup dan

merupakan kenyataan yang pasti, karena tidak ada mahluk yang hidup selamanya.3

Mati atau kematian secara etimologi berasal dari bahasa Arab ( موت ) bentuk isim

mashdar dari kata ( يموت – ا موت مات – ) yang artinya mati.4 Sedangkan mati

menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

Menurut Ibn Mandzur mati adalah lawan kata dari hidup, hidup dan mati

adalah istilah yang saling berlawanan seperti halnya siang dan malam, gelap dan

terang, dingin dan panas, oleh karena itu, salah satu dari keduanya merupakan kata

yang saling berlawanan.5 Sedangkan menurut Quraish Shihab kematian ibarat anak

panah lepas dari busurnya, akan terus mengejar sasarannya, begitu ia mengenai

sasaran, saat itu pula kematian yang ditujunya tiba.6

Akan tetapi menurut Sudirman Teba kematian berasal dari kata mati yang

memiliki makna dasar padam, diam, dan tenang, maksudnya sesuatu yang tidak

memiliki ruh. Jika tenang merupakan makna asal dari kematian maka gerak adalah

makna dari kehidupan. Kehidupan manusia timbul pada saat ruh ditiupkan pada

jasad janin dalam rahim ibunya. Sedangkan kematian adalah terputusnya hubungan

dan terpisahnya roh dengan badan. Kematian juga bermakna bergantinya keadaan

dan berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain. 7 Dalam pemahamannya

3 Pada pemaparan ini berdasarkan penelusuranya menggunakan beberapa ayat al-Qur‟an dari

sūrāh al-„Imran/3: 185 sūrāh al-Nisā/4: 78 Sudirman Teba. Menuju Kematian yang Khusnul

Khatimah: Kiat Sukses Menjemput Maut (Ciputat: Pustaka irVan, 2006), h. 21. 4Ahmad Warson Munawwir. al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h.1365.

sedangkan 5 Ibn Mandzur. Lisanul ‛Arab (Lebanon: Dar al-Khotob al-Ilmiyah, 2009), h.103.

6 M. Quraish Shihab. Perjalanan Menuju Keabadian: Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil,

(Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. 13. 7 Sudirman Teba. Menuju Kematian yang Khusnul Khatimah: Kiat Sukses Menjemput Maut

(Ciputat: Pustaka irVan, 2006), h. 11.

Page 26: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

11

kematian dapat dibagi kedalam beberapa kelompok yakni:

1. Kematian Menurut al-Qur’an

Kematian dalam al-Qur‟an setidaknya terdiri dari tiga pengertian yakni, Ajal,

Maut dan Wafat. Adapun uraiannya sebagai berikut.

a. Ajal

Ajal di dalam al-Qur‟an termasuk dalam bentuk Nakirah/invinitif biasanya

kata ini akan bersanding dengan kata tsumma sebagaimana dalam Qs al-An‟am/6: 2,

dalam kaidah kebahasaan apabila kata yang sama berulang dalam bentuk nakirah,

maka kata pertama berbeda artinya dengan kata yang kedua, hal ini menimbulkan

pengertian ajal dalam dua posisi yakni ajal tentang kematian dan ajal tentang

kebangkitan menuju ke-Esa-an Allah Swt.8

Pada pembagian ajal atas kedua macam tersebut, ulama memberikan pendapat

terkait ajal baik secara umum yang tidak dapat diketahui kapan datangnya dan ajal

yang secara khusus atau ajal yang berada di sisi Allah swt dan ini tidak dapat

berubah berdasar pengaitannya dengan kata di sisi-Nya. Hubungan ajal pertama

dengan ajal kedua serupa dengan hubungan antara sesuatu yang mutlak dengan

sesuatu yang bersyarat. Sesuatu yang bersyarat bisa saja tidak terjadi jika syarat-

syaratnya tidak terpenuhi, berbeda dengan sesuatu yang tanpa syarat.

Ajal dalam pengertian ini sebagaimana yang terdapat dalam Qs al-Ra‟du/13:

38-39, ulama berpendapat bahwa ajal yang ditentukan disisi-Nya adalah apa yang

ada dalam Ummul Kitab itu, sedangkan ajal pertama yang tidak disertai kata-kata

„indahu, disisi-Nya adalah ajal yang ditentukan tetapi dapat dihapus atau tidak oleh

Allah Swt., Ini oleh sebagian ulama dikatakan sebagai lauh al-mahwa wa al-itsbat

8 M. Quraish Shihab. Perjalanan Menuju Keabadian Kematian Surga Dan Ayat - Ayat Tahlil

(Jakarta: Lentera Hati, 2001), h. 12-14.

Page 27: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

12

yakni lauh yang tetap dan dapat juga berubah. Karena itu bisa jadi ajal pertama

berbeda dengan ajal kedua, dan bisa terjadi juga jika tidak ada faktor penghalang.

Ajal kedua sepenuhnya sama dengan ajal pertama, namun demikian yang pasti

dan tidak berubah adalah ajal yang ditetapkan Allah Swt., dalam ummul kitab

tersebut. Sebagaimana Imam Thabathaba‟i memberikan pandangan dengan

mengumpamakan sinar matahari. Manusia dapat mengetahui bahwa malam akan

berakhir beberapa saat lagi dan matahari akan terbit menyinari bumi, tetapi apa

yang diketahui bisa saja tidak terjadi demikian. Bila ada awan yang menutupi atau

karena posisi bulan terhadap matahari menghalangi sampainya cahaya sang surya

ke bumi (gerhana) atau faktor lainnya. Adapun jika matahari telah berada di ufuk

dan tidak ada faktor-faktor penghalang menyertai kehadirannya, maka ketika itu

pastilah ia menyinari permukaan bumi.9

Dalam istilah dari pendapat lain ajal dapat dikelompokan menjadi Ajal Maqdi

dan Ajal Musamma yakni. Pertama, Ajal Maqdi adalah ialah ajal yang sedang

dijalani atau dilalui atau ajal yang dijatuhi hukuman padanya. Disebut juga dengan

ajal yang bertalian dengan perbuatan manusia itu sendiri dengan dirinya atau

dengan orang lain. Seperti contoh, terlibat dalam suatu perkelahian atau dilibatkan

dalam suatu pertempuran, sehingga ia mengalami ajalnya yang membawa kepada

ajal musamma. Karena itulah Allah Swt., memerintahkan agar manusia itu

hendaknya menjaga diri atau selalu waspada atau menjauhkan diri dari sesuatu hal

yang membawanya kepada kebinasaan.10

Dua, ajal musamma atau disebut juga ajal mubram, yaitu ajal yang termaktub

9 Murtiningsih. "Hakikat Kematian Menurut Tinjauan Tasawuf." Intizar. Vol. 19, No. 2,

(2013): h. 323-339. 10

Peneliti sampai pada saat ini berpendapat bahwa beberapa cendekiawan mengambil rujukan

dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan beberapa hadis terkait dengan silaturahmi.

Lihat.

Page 28: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

13

putus pastinya dilakukan terhadap diri tiap- tiap jiwa. Ajal ini tidak ada tempat

pelarian atau perlindungan dan tidak bisa dimajukan atau dimundurkan, tapi tepat

pada saatnya telah ditentukan oleh Allah Swt., dan hanya diketahui oleh Allah Swt.

Selain ajal maqdi dan musamma terdapat pula ajal terhadap individu dan ajal

terhadap kelompok atau masyarakat, contoh dalam ajal individu adala ketika orang

sudah sampai pada masa tua sedangkan contoh ajal kepada masyarakat adalah

runtuhnya suatu kerajaan atau pemerintahan.

b. Maut

Maut dapat diartikan dengan ketiadaan hidup atau lawan kata hidup, dalam

hidup ditandai dengan rasa, gerak dan sadar sedangkan maut tidak lagi merasakan

rasa, gerak dan sadar. Kata maut dalam al-Qur‟an berasal dari lafadz ( موت ) bentuk

isim mashdar dari kata ( يموت – ا موت مات – ) yang artinya mati.11

Maut juga dikatakan sama dengan tidur, seperti do`a yang biasa dibaca oleh

seseorang ketika bangun tidur adalah, “Segala puji bagi Allah Swt., yang

menghidupkan kami setelah mematikan kami, dan hanya kepadaNya kebangkitan”.

(HR Bukhari dan Muslim). Yang dimaksudkan dengan menghidupkan adalah

membangunkan dari tidur, sedangkan mematikan adalah menidurkan. Sedang do`a

beliau sebelum tidur adalah “Ya Allah dengan nama-Mu aku hidup dan dengan

nama-Mu aku mati” (HR Bukhari). Seseorang yang tidur diibaratkan layangan

terbang jauh ke angkasa, tapi talinya dipegang oleh pemain. Sedangkan yang mati.

Adalah layangan yang telah putus talinya, sehingga ia terbang tidak dapat kembali

lagi.

c. Wafat

11

Ahmad Warson Munawwir. al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 1572.

Page 29: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

14

Wafat menurut Warson adalah bentuk lain dari kata maut12

adapun bagi

Murtadha Muthahari kata wafat terdiri dari tawaffa dan istîfa menerima segala

sesuatu secara sempurna, maksudnya adalah kata tawaffa dan wafat berasal dari

akar kata yang sama. Kata tawaffa artinya mengambil sesuatu atau menerima secara

sempurna. Misalnya ada orang yang berhutang dan mengembalikan utangnya secara

sempurna maka itu disebut istiifa.

Kata istiifa juga berasal dari kata ini. Jika seseorang menerima seluruh

piutangnya dan bukan hanya sebagian disebut dengan tawaffa atau istiifa. Hal ini

berarti bahwa tawaffa dan istiifa tidak berarti hilang dari tangan, sebaliknya

menerima segala sesuatu secara sempurna. al-Qur`an senantiasa menyebut

“kematian” dengan “menerima secara sempurna”. Oleh karena itu al-Qur`an

mengatakan Allah Swt., menerima berbagai jiwa pada saat kematiannya. Allah

Swt., menerima berbagai jiwa itu secara utuh dan sempurna saat kematiannya. Jadi

jelaslah bahwa kematian adalah wafat, kematian bukan berarti hilang. Mati ialah

dipindahkan, diserahkan dari satu alam ke alam lain. Malaikat-malaikat Ilahi datang

dan menerimanya, baik dengan penerimaan yang baik maupun penerimaan yang

buruk.13

sedangkan Quraish Shihab berpendapat kata ini berasal dari kata mutawafika

sebagaimana yang terdapat dalam Qs al-„Imran/3: 55 bermakna sempurna. Dalam

memahami wafat sebagai sebuah kematian beberapa aliran berbeda pendapat seperti

perbedaan pendapat tentang ihwal kematian normal dan pembunuhan. Apakah

orang yang mati terbunuh menyempurnakan umur yang dianugerahkan Allah Swt.,

kepadanya atau si pembunuh yang mengakhiri umur tersebut menjadikan umur itu

12

lafadz ) توفي (, ) الوفاة( yang berarti wafat, atau mati. Lihat. Ahmad Warson Munawwir. al-

Munawwir, h. 1572. 13

Lihat. Murtadha Muthahari. Pelajaran Penting Al-Qur`an (Jakarta: Lentera Basritama,

2002), h. 139-140.

Page 30: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

15

belum sempurna.

Kelompok Mu`tazilah yang terkenal sangat rasional berpendapat bahwa si

pembunuh mengakhiri umur seseorang, bukan dalam arti nyawanya melayang

sebelum tiba ajalnya, tetapi dalam arti ajalnya telah datang sebelum sempurna usia

yang disiapkan oleh Allah Swt., untuknya.14

Pendapat ini ditolak oleh kelompok ulama yang menilai bahwa kematian,

apapun sebabnya adalah kesempurnaan umur seseorang. Kematian akibat

pembunuhan, kecelakaan, atau sakit semuanya adalah wafat dan kesemuanya telah

memenuhi usia yang ditetapkan oleh Allah Swt., tidak berlebih atau berkurang. Dari

sini penganut pandangan ini berkata bahwa kata mutawaffika berarti mengambil

engkau secara sempurna, yakni melindungimu, sehingga mereka tidak akan

melukaimu apalagi mencelakakan dan membunuhmu (Nabi Isa as).15

d. Tidur

Diksi dalam al-Qur‟an ada banyak ayat yang membahas tentang tidur. Tidur

dinyatakan dengan lafal an-naum, ar-ruqud, as-sinah, dan an-nu’as. Lafal an-naum

ini dalam al-Qur‟an terulang sebanyak dua belas kali yang tersebar dalam sepuluh

surah, antara lain dalam Qs al-An‟am/6: 60, Qs al-A‟raf/7:79, Qs al-Kahfi/18: 18-

19, Qs al-Zumar/39: 42, Qs al-Zariyat/51: 17, Qs al-Qalam/68: 19, Qs al-Rum/30,

Qs al-Baqarah/2: 25, Qs al-Furqan/25: 47, Qs al-Naba/78: 9, serta tidur kaitannya

14

Atas dasar pemahaman inilah sehingga Az-Zamakhsari, salah seorang tokoh dan penafsir

dari aliran tersebut berpendapat bahwa firman Allah Swt., “Sesungguhnya Aku akan

mewafatkanmu” berarti sesungguhnya Aku (Allah) akan menyempurnakan umurmu sehingga

engkau tidak akan terbunuh oleh mereka, tetapi engkau akan hidup dalam usia yang Aku tetapkan,

tidak berkurang sedikitpun, baik kekurangan itu akibat pembunuhan maupun dengan kematian

normal sebelum waktu yang Allah Swt., tetapkan. 15

Asya`rawi yang memilih pendapat terakhir ini menjelaskan lebih rinci maksud ayat.

Menurutnya, ada perbedaaan antara kematian normal dan pembunuhan. Memang, keduanya

mengakibatkan berakhirnya hidup duniawi, tetapi pembunuhan mengakibatkan rusaknya tubuh

manusia oleh manusia, sedang kematian bukan disebabakan oleh pengrusakan tubuh oleh manusia.

Manusia yang mati normal tubuhnya utuhorgan-organnya sempurna. Sedangkan yang terbunuh, ia

mati karena salah satu organnya dirusak oleh makhluk Allah Swt.,

Page 31: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

16

dengan mimpi, terulang 15 kali, masing-masing; Qs al-Anfal/8: 43, Qs

Yusuf/12:4,5,6, dan 36, 43, 44, dan 100, Qs al-Hajj/22: 5, Qs al-Saffat/37: 102,103,

104, dan 105, Qs al-Fath/48:27 dan Qs al-Tur/52: 32.

Tidur disebut kematian kecil, karena orang tidur tidak hidup di alam waktu,

kesadaran, dan persepsi, melainkan di alam yang kedap waktu. Jika tidak

dibangunkan, orang tidur akan memasuki kematian besar.

Seseorang yang tidur tidak merasakan perjalanan waktu, karena saat itu

ruhnya sedang berada di alam arwah yang tidak ada perjalanan waktu di dalamnya.

Salah satu contohnya adalah para pemuda Ashabul Kahfi yang tidur selama 300

tahun dan ketika bangun mereka tidak tahu berapa lama mereka telah tidur, ini

disebabkan karena ketika tidur ruh mereka meninggalkan jasadnya. Sehingga

mereka tidak tahu apapun yang terjadi di sekitar mereka.

Keluarnya ruh dari jasad ini merupakan peristiwa kematian. Oleh karena itu,

di saat seseorang sedang tidur berarti dia sedang mengalami kematian kecil. Sebab

ruhnya telah keluar dari jasadnya, hanya saja ruh dan jasadnya masih berhubungan.

Orang yang tidur bisa disebut sebagai orang mati tentu saja bukan dalam

pengertiannya yang hakiki. Seperti makna dalam do‟a16

menjelang tidur dan do‟a

bangun tidur yang diajarkan Rasulullah Saw., jelas-jelas menyamakan tidur itu

dengan mati.

2. Kematian menurut kedokteran

Kematian dalam ilmu kedokteran atau medis dipelajari dalam suatu disiplin

16

Lihat Abi al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairy al-Naisaburi. Sahih Muslim, Juz. 4,

(Beirut: Dar al-Kutb, 1992), h. 2083.

Page 32: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

17

ilmu yang disebut dengan ilmu thanatologi17

kematian dalam ilmu kedokteran ialah

hilangnya secara permanen semua tanda-tanda kehidupan pada setiap waktu setelah

kelahiran hidup, yakni lenyapnya fungsi-fungsi hidup sesudah dilahirkan, tanpa

kemungkinan resusitasi.18

Tanda Tanda-tanda kehidupan yang dimaksud dalam definisi tersebut ialah

tanda kehidupan manusia sejak pertama kali dikeluarkan secara sempurna oleh

ibunya, yaitu: jantung berbunyi, tali pusat berdenyut, atau otot serat lintang nyata

bergerak. Selain pengertian tersebut, para ahli berpendapat bahwa hidup

didefinisikan sebagai berfungsinya berbagai organ vital, yakni paru-paru, jantung

dan otak sebagai satu kesatuan yang utuh, yang ditandai oleh adanya konsumsi

oksigen.19

Adapun kematian dari ilmu kedokteran sendiri minimal terbagi atas tiga

jenis, yakni. Pertama, kematian individu, kematian sel atau kematian dapat

diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ vital

(jantung, paru-paru dan otak) sebagai satu kesatuan yang utuh yang ditandai oleh

berhentinya konsumsi oksigen.20

Kedua, kematian suri (matri suri) mati suri adalah suatu keadaan di mana

proses vital turun ke tingkat yang paling minimal untuk mempertahankan

17

Ilmu thanatologi merupakan cabang dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari

kepentingan peradilan dan penegakan hukum. Lihat. Abdul Mun‟im Idris dan Agung Legowo

Tjiptomartono. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan ( Jakarta: Sagung

Seto, 2008), h. 1. Thanatologi berasal dari dua buah kata, yaitu “thanatos” yang berarti mati dan

“logos” yang berarti ilmu. Jadi, thanatologi adalah ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang

berkaitan dengan mati. Lihat. Sofwan Dahlan. Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman Bagi Dokter dan

Penegak Hukum (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007), h. 47. 18

Resusitasi adalah usaha menghidupkan kembali dengan pernapasan buatan atau pijat dan

rangsangan jantung. Lihat. Ahmad A.K. Muda. Kamus Lengkap Kedokteran (Surabaya: Gitamedia

Press, 2003), h. 231. menurut Arjatmo. death is the permanent dissaperance of all evidence of life of

any time after live birth has taken place, post natal cessation of vital function without capability of

resuscitation. lihat. Arjatmo Tjokronegoro dan Sumedi Sudarsono. Metodologi Penelitian Bidang

Kedokteran (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999), h. 111. 19

Arjatmo Tjokronegoro dan Sumedi Sudarsono. Metodologi Penelitian Bidang Kedokteran

(Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999), h. 92. 20

Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 12.

Page 33: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

18

kehidupan, sehingga tanda-tanda kliniknya tampak seperti sudah mati. Keadaan

seperti ini sering ditemukan pada orang yang mengalami acute heart failure,

tenggelam, kedinginan, anestesi.21

Ketiga, matinya batang otak, kematian pada dekade belakangan ini semakin

bertambah, yakni akibat dari semakin canggihnya teknologi. Kemajuan dalam

teknologi medis telah melahirkan kontroversi mengenai kriteria apa yang

seharusnya digunakan untuk menentukan seseorang tersebut mati. Karena pada saat

ini, dalam dunia kedokteran modern yang juga dijadikan acuan untuk menentukan

kematian adalah matinya batang otak (brain Stem death).

Untuk kematian batang otak sedikitnya ada delapan tanda yaitu, terhentinya

denyut jantung, terhentinya pergerakan pernapasan, kulit terlihat pucat,

melemahnya otot-otot tubuh, secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks,

Elektroensefalografi (EEG)22

mendatar, nadi tidak teraba dan suara pernapasan

tidak terdengar pada auskultasi.23

3. Kematian menurut Sufi

Dalam kajian tasawuf kematian itu belum tentu berarti kematian fisik. Karena

Mati dalam hal ini dikaitkan dengan kematian hati, di mana hati menurut al-Ghazali

Dalam pandangan al-Ghazali pengertian Qalb itu ada dua. Pertama, qalb dalam

pengertian fisik, yaitu segumpal daging sebagai organ tubuh yang terletak pada

bagian kiri rongga dada dan merupakan sentral peredaran darah, dimana darah itu

membawa kehidupan. Hati dalam kategori ini adalah hati biologis yang menjadi

21

sedangkan untuk pengertian dari Anestesi adalah hilangnya rasa pada tubuh yang

disebabkan oleh pengaruh obat bius; keadaan mati rasa. Lihat: Ahmad A.K Muda, Kamus Lengkap

Kedokteran, h. 34. 22

EEG adalah sebuah pemeriksaan penunjang yang berbentuk rekaman gelombang elektrik

sel saraf yang berada di otak yang memiliki tujuan untuk mengetahui adanya gannguan fisiologi

fungsi otak. 23

Peneliti dalam mengambil tanda-tanda kematian menurut ahli medis menggunakan kamus

ilmu kedokteran yang ditulis oleh Ahmad A.K Muda dan diterbitkan oleh Gramedia tahun 2003.

Page 34: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

19

objek kajian para ahli kesehatan. Kedua, qalb dalam pengertian lathifun

Rabbaniyah, ruhaniyah, sesuatu yang halus yang memiliki sifat ketuhanan dan

keruhanian, dengannya seseorang merasa sedih, gembira, cinta, marah, takut dan

lain-lain.24

Pandangan terkait Qalb atau hati bagi Rahmat bisa di definisikan dengan dua

hal utama yakni Qalb dalam arti fisik biasa disebut dengan jantung. Dlam

kaitannya dengan hal inilah Nabi bersabda: ”Di dalam tubuh itu ada mudghah

(segumpal daging), apabila ia baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila ia

rusak, maka rusaklah seluruh tubuh itu, Ketahuilah mudghah itu adalah qalb”.

Orang sering menerjemahkan qalb di sini sebagai “hati” sehingga mereka berkata :

”Jika hati kita bersih maka seluruh tubuh akan bersih”. Padahal sebenarnya yang

dimaksud di sini adalah hati dalam bentuk jasmani karena Nabi menyebutnya

segumpal daging.25

Bagi Quraish Shihab, Qalb atau hati menjelaskan bahwa, melalui debu tanah

dan Ruh Ilahi, Allah menganugerahkan manusia empat daya; Pertama, daya tubuh

yang mengantarkan manusia berkekuatan fisik. Organ tubuh dan panca indra

berasal dari daya ini, Kedua, daya hidup yang menjadikannya memiliki kemampuan

mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mempertahankan

hidupnya dalam menghadapi tantangan. Ketiga, daya akal yang memungkinkannya

memiliki pengetahuan dan teknologi. Keempat, daya kalbu yang memungkinkannya

bermoral, merasakan keindahan, kelezatan iman dan kehadiran Allah Swt., Dari

daya ini, lahir intuisi dan indra keenam. Apabila keempat daya ini digunakan dan

dikembangkan dengan baik, kualitas pribadi akan mencapai puncaknya, yaitu suatu

24

Lihat. Khozin Abu Faqih. Manajemen Kematian,Bagi Mereka Yang Merindukan Kematian

Mulia (Bandung: Syamil, 2004), h. 14. 25

Jalaluddin Rahmat. Memaknai Kematian Agar Mati Menjadi Istirahat Paling Indah

(Depok: Pustaka Iiman, 2008), h. 69-70.

Page 35: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

20

pribadi yang beriman, berbudi pekerti luhur, memiliki kecerdasan, ilmu

pengetahuan, ketrampilan, keuletan serta wawasan masa depan.26

Dari uraian terkait kematian dari bidang tasawuf maka bisa saja seorang

manusia dikatakan telah mati walaupun jasadnya masih hidup. Karena dalam

tasawuf seseorang dapat dikatakan telah mati, jika seseorang telah kehilangan sifat-

sifat kemanusiaannya.27

B. Gambaran Umum Kitab Haqā’iq al-Tafsīr

1. Sekilas Kitab Haqā’iq al-Tafsīr

Kitab Haqā‟iq al-Tafsīr atau yang lebih dikenal dengan tafsir al-Sulami hanya

ada satu jilid besar, dan terdapat dua salinan yang ada di perpustakaan al-Azhar,

Mesir. Kitab ini diterbitkan pada tahun 1986 di Beirut, Libanon. Manuskrip dari

Haqā‟iq al-Tafsīr termasuk yang di lindungi di Gazi Hursrev-Borgova Bibioleteka

di Sarajevo, Bosnia. Manuskrip kitab ini masih menunggu publikasi.28

Kira-kira ada 50 manuskrip yang telah di salin pada pertengahan abad ke 6,

sekitar 150 tahun setelah al-Sulami wafat. Pada abad 7 terdapat manuskrip dalam

dua versi, yaitu versi panjang dan pendek. Sedangkan pada abad 9 terdapat juga

manuskrip dalam bentuk tradisonal.29

Kitab Haqā‟iq al-Tafsīr mencantumkan anggapan baru dan sumber asli materi

tentang sejarah sufi yang tidak ditemukan dalam kitab manapun. Selain itu kitab ini

26

M. Quraish Shihab. Lentera Hati (Bandung: Mizan, 2008), h. 103. 27

Kematian ini lebih kepada kematian hati, hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan

Abu Khuroiroh r.a, Rasullulah Saw., bersabda “Sesungguhnya orang mukmin itu jika berbuat dosa

maka terbentuklah titik hitam dihatinya. Apabila ia bertobat, meninggalkan dosa dan beristighfar

maka mengkilatlah hatinya, jika ia menambah dosa nya maka bertambahlah bintik hitamnya sampai

menutupi hatinya”. Lihat. Murtiningsih. "Hakikat Kematian Menurut Tinjauan Tasawuf." Intizar.

Vol. 19, No. 2, (2013): h. 323-339. 28

Gerhard Bowering. The Minor Quran Commentary of Abu Abdul Rahman al Husyain al-

Sulami (Beirut: Dar al-Machreq Sarl Editeur, 1995), h. 10. 29

Gerhard Bowering. The Minor Quran Commentary of Abu Abdul Rahman al Husyain al-

Sulami, (Beirut: Dar al-Machreq Sarl Editeur, 1995) h. 13.

Page 36: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

21

adalah sebagai sebuah pendapat, maka al-Sulami banyak menggunakanm pendapat

para ulama sufi diataranya Ja‟far Ibn Muhammad al-Shadiq, Ibnu Atho‟illah al-

Sukandari, Sahal bin Abdillah. Dan pendapat-pendapat yang digunakan al-Sulami

adalah pendapat para ulama adab 2-4.30

2. Pro-Kontra Haqā’iq al-Tafsīr

Kitab Haqā‟iq al-Tafsīr merupakan kitab yang secara umum sulit dipahami

oleh publik sebagaimana yang di utarakan oleh penulisnya di dalam muqadimmah.

al-Sulami bermaksud mengumpulkan pandangan para tokoh yang termasuk ahli al-

haqiqa tentang al-Qur'an. sebagaimana orang lain telah menyusun banyak karya

yang menampilkan ilmu-ilmu yang termasuk dalam dimensi zhahir al-Qur'an seperti

fawa'id, musykilat, ahkam, i'rab, lughah, mujmal dan mufassar, nasikh mansukh

dan lainnya.31

Hal ini menjadikan Haqā‟iq al-Tafsīr sebagai kitab yang berisi penjelasan

makna ayat-ayat al-Qur'an di luar kategori proses pengambilan makna secara i'tibari

seperti yang berlaku dalam tafsir. Belum lagi, penilaian yang beragam terhadap

figur-figur sufi yang dimuat pandangan-pandangannya di dalam penilaian terhadap

metode penafsiran yang dilakukan oleh para sufi itu, di mana setiap individu

memiliki keunikannya sendiri, tetapi juga menyertakan penilaian terhadap aspek

kepribadian mereka dari yang paling taat dan salih sampai kepada beberapa pribadi

30

Gerhard Bowering. The Minor Quran Commentary of Abu Abdul Rahman al Husyain al-

Sulami. (Beirut: Dar al-Machreq Sarl Editeur, 1995), h. 17. 31

Abu Abd al-Rahman al-Sulami. Haqā’iq al-Tafsīr. (Beirut:Dar al-kutun al-Ilmiyya,2002),

vol. i, h.19-20.

Page 37: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

22

yang dianggap nyeleneh karena pernyataan-pernyataannya yang samar-samar

(syathahiyyat).32

Dalam hal ini selain memuat padangan Ja'far al-Sadiq, Dhu al-Nun al-Misri,

Junayd, Sahl al-Tustari, Ibn Atha al-Baghdadi, Abu Bakr al-Wasiti, Fudhayl b.

Iyadh, serta Shibli, tuduhan yang memberatkan kitab ini adalah ketika al-Sulami

juga memuat pandangan-pandangan Abu Manshur al-Hallaj, seorang sufi martir

yang mati digantung di tiang salib karena pandangan-pandangan wahdat al-syuhud,

dan aktivitas dakwahnya yang mendukung pemeberontakan Qaramithah terhadap

kekhalifahan Abbasiah.33

Meskipun begitu, adalah sangat mungkin bila kritik pedas al-Wahdidi dan Ibn

Shalah ditujukan bukan untuk mengahakimi penafsiran sufi yang telah dikumpulkan

oleh al-Sulami, tetapi lebih sebagai peringatan keras kepada teman sejawat yang

masih sesama penganut mazhab Syafi'i untuk tidak memasukkan karyanya sebagai

sebuah tafsir, yang nampaknya telah mengalami penyempitan makna seperti yang

diungkap di muka.34

Bahwa metode periwayatan tanpa menyertakan sanad lengkap sebenarnya

baru dianggap sebagai kesalahan prosedur ketika isi matan hadis yang

dikandungnya memang berkaitan dengan aspek ibadah yang mengandung unsur

legalitas atau teologis yang memerlukan argumentasi naqli yang didukung oleh

kesahihan riwayat.

32

Uraian ini penulis ambil dari materi yang dibawakan oleh Anwar Syarifuddin, MA pada

seminar Menimbang Otoritas Sufi dalam menafsirkan al-Qur‟an pada Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Maret 2018. 33

Kisah peristiwa ini secara persis dikutip oleh Abu Manshur al-Baghdadi dalam al-Farq

Bain al-Firaq, lihat kitab h. 199. Kesepakatan mayoritas ulama Baghdad di masa khalifah al-

Muqtadir Billah tentang kekufuran al-Hallaj hingga ia dibunuh dengan cara disalib. 34

Kenneth Honerkamp. Abu Abdul Rahman al-Sulami, On Sama` ectasy and dance. (Jurnal of

The History of Sufisme, 2003), h.7

Page 38: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

23

Sementara pesan-pesan moral yang menyangkut aspek adab atau etika, seperti

juga halnya mau'idhah yang baik, tidak begitu mensyaratkan kesahihan sanad

karena banyak hadis yang berisi mau'idhah hasanah tetap bisa ditrima dan

diamalkan meskipun diriwayatkan melalui sanad yang lemah (dhaif). Oleh

karenanya, sebagaimana Khatib al-Baghdadi dan Subki yang menilai al-Sulami

sebagai perawi yang tsiqat, persoalan penghilangan sanad dalam proses penukilan

pandangan-pandangan yang berkaitan dengan konsepsi etika para sufi dalam

memahami al-Qur'an bukan menjadi problematika utama yang menjadikan

penafisrannya dikritik pedas oleh kalangan muhadditsun, seperti diwakili oleh al-

Wahidi dan Ibn Shalah.

Sebagaimana al-Sulami juga tidak meyakini pandangan yang dinukilkannya

sebagai tafsir dalam arti penjelasan tentang makna yang dikehendaki Allah Swt.,

dari ayat-ayat al-Qur'an, Ibn Shalah memberikan jawaban dalam fatwanya, "...Imam

Abu al-Hasan al-Wahidi, seorang mufassir al-Qur'an, menyatakan bahwa Abu Abd

al-Rahman al-Sulami telah menyusun Haqā‟iq al-Tafsīr. Jika dia meyakininya

sebagai tafsir, maka dia telah kafir. Saya berpendapat bahwa ini sangat diragukan

datang dari orang yang dianggap tsiqat dalam kalangan ahli hadis”.

Jika ia mengungkapkan penjelasan semacam itu, maka dia semestinya tidak

memasukkannya sebagai tafsir, atau penjelasan apapun yang berkaitan dengan ayat-

ayat al-Qur'an, karena hal itu sama saja dengan cara yang ditempuh oleh kelompok

Bathiniyyah..."35

Oleh karena itu, kenyataan bahwa al-Sulami sendiri tidak meyakini apa yang

diungkapkannya di dalam Haqā‟iq sebagai tafsir cukup memberi excuse baginya

35

Kenneth Honerkamp. Abu Abdul Rahman al-Sulami, On Sama` ectasy and dance. (Jurnal of

The History of Sufisme, 2003), h.7

Page 39: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

24

dari tuduhan bahwa ia telah bertindak melampui batas keimanan. Tuduhan kufur

baru dikenakan bila ternyata ia memang menjalankan metode yang ditempuh

kelompok Bathiniyyah. Sa'd al-Din al-Taftazani (w.722/1390) memberikan

penjelasan dalam syarh Aqa'id al-Nasafiyah, "Kaum Bathiniyyah dijuluki dengan

sebutan itu karena mereka menyandarkan interpretasi terhadap teks al-Qur'an bukan

melalui indikasi yang tertuang dalam makna zhahir, tetapi dengan mengambil

makan batin yang hanya diketahui oleh imam Shi'ah yang digelari dengan julukan

para mu'allim."36

Tindakan yang memalingkan makna zhahir kepada makna batin yang

dilakukan kalangan Bathiniyyah ini, menurut Taftazani, dianggap sebagai tindak

kekufuran karena maksud mereka sebenarnya adalah menolak syariah secara

keseluruhan. Sebuah penjelasan yang sangat gamblang, yang sasaran sebenarnya

berada di luar kelompok sunni, terutama karena kelompok Bathiniyyah memiliki

anutan ideologis yang berbeda untuk menolak syari'ah dengan bersembunyi di balik

penafsiran batin.

3. Profil Singkat Imam Abū ‘Abdul al-Rahman Muhammad Ibn al-Husaīn

Ibn Mūsa al-Ażḍī al-Sulamī

Nama lengkapnya adalah Abū „Abdul al-Rahman Muhammad Ibn al-Husaīn

Ibn Mūsa al-Ażḍī al-Sulamī.37

Sedangkan menurut Mahjuddin nama lengkap al-

Sulami adalah Abi Abdi al-Rahman Muhammad bin Husayn bin Muhammad bin

36

Taqiy al-Din Ibn Shalah, Fatawa, Kairo: Idara Thaba'a al-Muniriyya,1438 H, h.29 37

Ia hidup dalam sebuah keluarga yang sangat taat bergama. Bahkan kedua orang tuanya di

kenal sebagai ulama dan Sufi yang masyhur di Khurasan. Ketika ia berusia 15 tahun, ayahnya

Husain Ibn Muhammad Ibn Musa al-Azdi, wafat 348 H/958 M. Ia kemudian diasuh oleh nenek dari

pihak ibunya. Dan kemudian pendidikannya diambil alih oleh kakeknya Abu 'Amr Ismail Ibn

Nujayd al-Sulami (w. 360 H/971 M). Lihat. Kenneth HONERKAMP. “ABÛ „ABD AL-RAHMÂN

AL-SULAMÎ (D. 412/1201) ON SAM„ECTASY and DANCE” Journal of the History of Sufism,

4 (2003), h. 1-13.

Page 40: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

25

Musa al-Sulami al-Azdi, lahir di Khurasan Iran lahir pada 16 April tahun 325

H/937 M dan wafat pada bulan Sya'ban pada 3 november 412 H/1012 M..38

al-Sulamī termasuk keturunan suku Arab suku Azd b. Ghawts dari garis

ayahnya, dan Sulaym b. Mansur dari garis ibu. beberapa ulama terkenal yang

termasuk dalam garis keturunan ibunya adalah Ahmad b. Yusuf b. Khalid al-

Naisaburi, seorang ahli hadis; dan Abu Amr Isma'il b. Nujayd (w.360 H/971 M)

yang selain ahli hadis juga seorang tokoh sufi abad ke-4 H.39

Ibn Nujayd inilah yang pertama kali menanamkan pengaruhnya di dalam

perkembangan intelektual al-Sulamī. Memulai periwayatan hadis dari Ibn Nujayd,

al-Sulami dikenal sebagai seorang yang tsiqat yang menjadi sumber bagi Hakim al-

Naisaburi (w.405/1014), al-Qusyairi, Abu Bakr al-Bayhaqi (w.458/1066) dan Abu

Nu'aym al-Isfahani.40

Sejak usia delapan tahun ia sudah mendalami hadis bahkan kemudian

meriwayatkannya. Ia mempelajari hadis dari beberapa guru seperti Syekh Abu

Bakar As-Sibhghi dan Imam Abu Nua‟im al-Isbahani, pengarang kitab mengenai

tasawuf, “Hilyatul Awliya”. Kepiawaiannya dalam ilmu hadis menjadikan imam al-

Sulami sebagai rujukan banyak ulama.41

Oleh karena itu al-Sulami terkenal sebagai

seorang pakar hadis, guru para sufi, dan pakar sejarah. Dia seorang syekh tariqah

yang telah dianugerahi penguasaan dalam berbagai ilmu hakikat dan perjalanan

38

Mahjuddin. Akhlak Tasawuf II (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), h. 41. 39

Mahjuddin. Akhlak Tasawuf II (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), h. 41. 40

M. Anwar Syarifuddin. “Menimbang Otoritas Sufi dalam menafsirkan al-Qur‟an” Jurnal

Studi AGAMA DAN MASYARAKAT vol. 1, no.2 Desember 2004, Jurnal ini dikelola oleh Pusat

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN Palangka Raya Kalimantan Tengah. 41

Para ulama tersebut antara lain: Imam Al-Hakim, pengarang kitab Al-Mustadrak, Imam Al-

Qusyairi, pengarang kitab Al-Risalah Qusyairiyah, Imam Al-Bayhaqi, Abu Said Abu Ramish, Abu

Bakr Muhammad ibn Yahya ibn Ibrahim Al-Muzakk, Abu Saleh Al-Muadhdhin, Abu Abdillah Al-

Qasim ibn Al-Fadl ibn Ahmad Al-Thaqafi Al-Jubari, Ahmad ibn Muhammad ibn Abd. Al-Wahid

Al-Wakil Al-Munkadiri, Al-Qadi Ahmad ibn Ali ibn Al-Husyain Al-Tawwazi, Abu bakar Ahmad

ibn Ali ibn Abdillah Al-Shirazi, Abu Hamid Ahmad ibn Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi, dan Abu

Muhammad al-Juwaini.

Page 41: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

26

tasawuf.42

Pada abad ke-3 dan ke-4 H, mengalami puncak kemajuan ilmu tasawuf .

Tasawuf berfungsi sebagai jalan mengenal Allah Swt., (ma'rifah) yang tadinya

hanya sebagai jalan beribadah. Tasawuf pada masa itu merupakan pengejawantahan

tasawuf teoritis.43

al-Sulami yang lahir dan masuk kelompok sufi pada masa itu,

terkenal sebagai penulis sejarah biografi kaum sufi masyhur yang semasa

dengannya yaitu dalam kitabnya Adab al-Mutasawwafah.44

Selain itu, dia juga

terkenal dengan kitabnya Thabaqah al-Sufiyin yang juga memaparkan biografi-

biografi para sufi.45

al-Sulami menitik tekankan tasawuf pada ketaatan terhadap al-

Qur'an, meninggalkan perkara bid'ah dan nafsu syahwat, ta'dzim pada guru/syekh,

serta bersifat pemaaf.

4. Corak Pemikiran

al-Sulamī mengambil beberapa tasawuf dari para syekh yang masyhur,

misalnya Ibn Manazil (W 320 H/932 M), Abu Ali al-Thaqafi, dan ia juga pernah

belajar ilmu tasawuf pada Abu Nashr al-Sarraj (pengarang kitab al-Luma' fi al-

Tasawuf) (W. 369 H/979 M), Abu Qasim al-Nasrabadzi dan banyak yang lainnya.

Oleh karena itu otomatis corak pemikiran tasawuf al-Sulamī sedikit banyak

dipengaruhi oleh tasawuf mereka. Ia termasuk sufi yang yang beraliran sunni, yang

selalu berusaha menyebarkan tasawuf sunni di masa hidupnya.46

5. Karya-karya al-Sulami

42

Sara Saviri. Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, Terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Pustaka

Hidayah, 2002), h. 23. 43

Asmaran, MA. Pengantar Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 258. 44

Gafna Raizha Wahyudi. Warisan Sufi, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), h. 73. 45

A. J. al-Berry. Tasawuf Versus Syari'at, Terj. Bambang Herawan, (Jakarta: Hikmah, 2000),

h. 94. 46

Jamaluddin Kafi. Tasawuf Kontemporer, (Prenduan: al-Amin, 2003), h.10.

Page 42: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

27

Di antara karyanya47

yakni: Al-Farq Bayna al-Shari‟ah wa-al Haqiqah, Al-

Hadithu al-Arba‟un, Adab As-Sufiyya, Adab Al-Suhba wa Husn al-Ushra, Amthal

al-Qur‟an, Al-Arbain fi al-Hadis, Bayan fi Al-Sufiyya, Darajat al-Muamalat,

Darajat As-Shiddiqin, kitab Al-Futuwwa48

, Ghalatat al-Sufiyya, Al-Ikhwah wal

Akhwa min al-Sufiyya, al-Istishadat, Juwami, al-Malamatiyya, Manahij al-Arifin,

Maqamat al-Awliya, Masail Waradat min Makkah, Mihan Al-Sufiyya, Al-

Muqaddimah fi at-Tasawuf wa Haqiqatih al-Radd „ala ahl al-Kalam, Al-Sama, Al-

Sualat Suluk al-Arifin, Sunnah al-Sufiyya, al- Mutasawwafah, tarikh al-sufiyyah.49

47

Penulis dalam hal ini hanya menunjukan judul dari karya-karya al-sulami, beberapa buku

yang banyak menjelaskan karya al-Sulami ada di dalam karya salah satunya Media Zainul Bahri.

Tasawuf Mendamaikan Dunia dan lain-lain. 48

Media Zainul Bahri. Tasawuf Mendamaikan Dunia, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 64. 49

Muhammad Hisyam Kabbani.Tasawuf dan Ikhsan Antivirus Kebatilan dan Kedzaliman

(Jakarta: PT Serambi Ilmu semesta, 2007), h. 94.

Page 43: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

28

BAB III

PENAFISRAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG KEMATIAN DALAM

TAFSIR HAQĀ’IQ AL-TAFSĪR

Sebagaimana pada pembahasan sebelumnya, pada Bab ini uraian kematian di

fokuskan pada dua hal, Pertama, tidur bagian dari mati dan Kedua, kematian adalah

kepastian dan yang ketiga kematian bagian dari ujian, adapun uraiannya sebagaimana

di bawah ini;

A. Hakikat Kematian

Kematian dan kehidupan merupakan dua kaitan yang tidak bisa di pisahkan,

kedua kata ini mempunyai arti tersendiri. Kedua kata itu terdiri dari kata dasar yakni

mati dan hidup. Keduanya mempunyai arti tersendiri dan bukan merupakan lawan kata,

karena kata hidup bukan lawan kata dari mati. Sebab kata mati merupakan lawan kata

dari lahir dan pengertiannya lahir adalah awal kehidupan sedangkan, mati merupakan

akhir dari kehidupan.1

Hidup dan kehidupan diartikan berbeda, karena hidup merupakan keadaan suatu

benda yang karena kekuatan zat Yang Maha Kuasa benda itu dapat benafas. Seperti

misalnya fungsi paru-paru dan peredaran darah bagi manusia. Kehidupan merupakan

serba-serbi dari pada hidup itu sendiri, mulai dari lahir sampai nanti matinya suatu

mahluk. Seperti halnya perkawinan dengan segala serba-serbi seperti peminangan,

pertunangan dan perceraiaan.2

1 Komaruddin Hidayat. Psikologi Kematian, (Jakarta: Noura Books, 2012). h. 83.

2 K, Bertens. Filsafat Barat Kontemporer. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000). hal. 155.

Page 44: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

29

Hubungan antara jiwa/ruh dengan tubuh merupakan dua kaitan yang sangat erat

dan tidak bisa dipisahkan. Keduanya mempunyai hubungan yang saling

menguntungkan dan merupakan substansi yang berbeda. Ahmad Ali Riyadi,

menjelaskan tentang hubungannya jiwa dengan tubuh.3

Pertama, jasad merupakan bagian dari alam, tersusun dan terbentuk dari tanah

dan tidak sempurna. Kedua, yakni jiwa, merupakan substansi inmaterial yang berdiri

sendiri, berasal dari „alam al-amr, tidak bertempat, mempunyai pengetahuan yang

mengetahui dan menggerakkan, mempunyai sifat dasar kekal dan diciptakan.

Melihat kehidupan sehari-hari, mati adalah keniscayaan. Orang dapat menyadari

bahwa dirinya akan mati dan akan meninggalkan kehidupan di dunia ini. Banyak yang

mengatakan, yang akan meninggalkan kehidupan di dunia hanyalah roh, jiwa, atau

nyawa. Raga atau tubuh tetap ada dan kembali pada asalnya. Orang zaman dahulu

mengartikan mati dengan menghilangnya denyut nadi seseorang. Juga ada yang

mengartikan dengan berhentinya detak jantung seseorang.

Pengaruh dari majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, mati diartikan dengan

mendatarnya saraf pada otak seseorang. Jadi bila pengertian mati dengan hilangnya

denyut nadi zaman dahulu, mungkin di zaman sekarang ini orang itu masih hidup.

Semua orang berkeyakinan bahwa mati adalah perginya “diri” atau jiwa meninggalkan

tubuh jasmani yang hidup di bumi ini.

Kematian atau mati merupakan suatu fenomena yang harus disadari karena

adanya realitas itu sendiri. Kesadaran dalam hal ini diartikan kesadaran akan sesuatu,

yakni kesadaran akan kematian. Kesadaran berdasarkan kodratnya bersifat

3 Ahmad Ali Riyadi, Psikologi Sufi Al-Ghazali, (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2008). hal. 67.

Page 45: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

30

intensionalitas; intensionalitas adalah struktur hakiki kesadaran. Kesadaran ditandai

dengan intensionalitas, dan fenomena harus di mengerti sebagai apa yang

menampakkan diri. Kedua istilah intensionalitas dan fenomena ini erat kaitannya, untuk

memahaminya menggunakan “konstitusi”. Dalam arti, fenomena-fenomena

mengkonstitusi diri dalam kesadaran. Adanya korelasi antara realitas dan kesadaran

dapat dikatakan konstitusi merupakan aktivitas kesadaran yang memungkinkan

tampaknya realitas.

Kematian dan kehidupan tidak dapat dihindari oleh semua mahluk dan harus

menerima apa adanya. Manusia harus mampu dan berani dalam menerima kenyataan

bahwa hidup dan berakhir pada kematian. Bukan jiwa dan ruh yang ia perlihatkan pada

orang lain di dunia melainkan eksistensinya karena ia hidup di dunia. Lebih jelasnya

bukanlah esensi yang didahulukan melainkan eksistensi yang didahulukan.

1. Fana

Fana secara leksikal disebutkan dalam beragam makna, di antaranya: sirna, tiada,

punah, hancur, tuntas, terputus, akhir, kematian, lebur, berlalu, berubah, berada dalam

bentuk yang lain, keluarnya sesuatu dari sifatnya yang tidak dapat lagi digunakan dan

sebagainya.

Hal ini senada dengan apa yang ada di dalam Qs al-Rahman/55: 26 yang berbunyi

sebagai berikut:

كم ي عهب فب

Ayat yang menyampaikan tentang punah dan binasanya secara mutlak seluruh

eksisten (yang hidup atau yang mati) khususnya manusia dan jin, baik yang berada di

muka bumi atau yang berada di planet lain demikian juga di tujuh petala langit. Di

Page 46: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

31

mana hal ini tidak menunjukkan adanya pembatasan kehidupan di planet bumi.

Terdapat banyak bukti Qur‟ani dan riwayat terkait masalah ini. Seperti ayat-ayat,

“Setiap jiwa akan merasakan kematian.”4 “Dia-lah Yang Maha Awal dan Yang Maha

Akhir”,5 “Segala sesuatu di muka bumi (kini dan akan datang) akan binasa,”

6 “Dan

Dia-lah yang memulai penciptaan, kemudian mengembalikannya,”7 “Sebagaimana

Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengembalikannya.”8

Yang dimaksud fana pada ayat terkait (dan kebinasaan pada Qs al-Qashash/28:88

yang menyebutkan: “Segala sesuatunya binasa kecuali wajah Tuhan.” Kematian

(badan) dan keluar dari kegunaannya.9 Kendati ayat-ayat ini tidak termasuk ruh-ruh dan

wujud-wujud non-material, kalau pun termasuk, maka mereka tidak termasuk dalam

hukum ini (fana dan mati); karena terdapat dalil-dalil rasional dan referensial yang

menjelaskan tentang kekalnya ruh-ruh dan segala sesuatu di sisi Tuhan.10

Di samping

itu, “maujud” (eksisten, ada) sekali-kali tidak akan pernah “ma‟dum” (non-eksisten,

tiada) yang telah ditetapkan oleh argumen-argumen filosofis.

Ayat yang menjelaskan terputus, tuntasnya kehidupan dunia dan terangkatnya

efek dan hukum dimana dengan fana dan binasanya penghuninya pemilik intelegensia

adalah akibat dari kefanaan ini. Demikian juga, tenggelamnya mentari duniawi dan

terbitnya fajar ukhrawi dan berpindahnya dunia menuju akhirat. Redaksi “fana” secara

4 Pada ayat ini penulis hanya menyebutkan arti sebagaimana dalam al-Qur‟an tarjamah Qs. Ali

Imran/3:185 5 Qs. Al-Anbiya/21:35

6 Qs. Al-Ankabut/29:57.

7 Qs. Al-Rum/30:27

8 Qs. Al-Anbiya/21:104

9 Sayid Abdullah Syubbar. Haq al-Yaqin, h. 98.

10 Qs. Dukhkhan/44:93; Qs. Ali Imran [3]:169, 170 & 185; Qs. Al-Nahl [16]:96; Asfar, jil. 8, h.

380 dan seterusnya; Asfar, jil. 9, h. 237 dan seterusnya & 279; Mafatih al-Ghaib, jil. 2, h. 623-640;

Ma‟arif Qur‟an, jil. 1-3, h. 445.

Page 47: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

32

lahir menandaskan hari esok, artinya akhir usia dunia dan apa yang ada di dalamnya

dan akan muncul di hari esok.

Akan tetapi al-Sulami dalam menafsirkan Qa al-Rahman/55: 26 adalah sebagai

berikut:

[ . سعج جعفش ب يحذ انخاص قل 62كم ي عهب . . . . . ] ات :

: سئم انجذ سحت هللا عه ع قن : ! ) كم ي عهب فب ( ! فقبل : ي كب ب

ب . قبل اب عطبء : ي كب يقب عه احببع ا ف فب بنك طشف فبء ف ف

ي حث ال شعش . سئم بعضى ع عهى انفبء انبقبء قبل : عهى فبء انذب

صانب بقبء اخشة دايب دنه ي انقشآ قن : ) كم ي عهب فب (.

Dalam pandangannya al-Sulami berpendapat mengutip dari apa yang didengar

melalui Imam Ja‟far bahwa:

“Saya mendengar Ja‟far Ibn Muhammad al-Khawash berkata, Imam Junaid

rahimahullahu alaih pernah ditanya tentang penafsiran ayat “Semua yang ada di bumi

itu akan binasa.” Ia menjawab, barang siapa yang berada di antara dua ujung

kebinasaan, maka ia telah binasa. Ibn „Atha berkata, barang siapa yang senantiasa

mengikuti hawa nafsunya, maka ia telah binasa, rusak dari bentuk perasaannya.

Sebagian ulama ditanya seputar pengetahuan binasa dan kekal. Sebagian ulama

menjawab, pengetahuan seputar kebinasaan dan kehancuran dunia, kekekalan dan

ketetapan akhirat petunjuknya ada di dalam al-Qur‟an: “Semua yang ada di bumi itu

akan binasa.”

Page 48: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

33

Dengan demikian, hakikat fana ini adalah perpindahan dari dunia kepada akhirat

dan kembali kepada Tuhan, sebagaimana pada kebanyakan ayat ditafsirkan demikian.

B. Tidur Bagian dari Kematian

Agama juga mengisyaratkan bahwa setiap orang dan setiap hari manusia

mengalami apa yang serupa dengan kematian, yakni tidur. Memang al-Qur‟an

mempersamakan mati dengan tidur.

1. Pengertian Tidur

Tidur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidur berarti keadaan berhenti badan

dan kesadarannya (biasanya dengan memejamkan mata).11

Sedangkan dalam ilmu

kesehatan, tidur merupakan proses fisiologis12

normal yang bersifat aktif, teratur,

berulang, kehilangan tingkah laku yang reversible, dan tidak berespons terhadap

lingkungan. Tidur dibutuhkan otak untuk menunjang proses fisiologis. Tidur adalah

suatu fenomena kehidupan yang berlangsung dalam suatu siklus sirkadian yang

memengaruhi siklus endokrin dan pola sikap (behavior) secara langsung atau tak

langsung.13

Setiap hari manusia melewati waktu tidur dan terjaga. Semua itu ada sesuatu yang

mengaturnya pada sistem saraf pusat. Para ilmuwan telah lama mengkaji masalah ini,

dan mereka telah menyimpulkan bahwa dalam otak terdapat satu titik khusus yang

mengontrol keadaan jaga dan keadaan tidur yang disebut sebagai jam biologis. Jam

11

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 943. 12

Cabang biologi yang berkaitan dengan fungsi dan kegiatan kehidupan atau zat hidup (organ,

jaringan atau sel). Lihat Heppy El Rais, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h.

197. 13

Cabang biologi yang berkaitan dengan fungsi dan kegiatan kehidupan atau zat hidup (organ,

jaringan atau sel). Lihat Heppy El Rais, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h.

197.

Page 49: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

34

biologis inilah yang mengatur manusia dan hewan untuk tidur dan bangun pada jam-

jam tertentu.14

Saat tidur seseorang memang terlihat pasif, namun tidur tidak identik dengan

kemalasan, terutama tidur yang dilakukan secara baik, wajar, dan proporsional. Saat

tidur, manusia membangun kemampuan kognitifnya. Selain itu, kemampuan

konsentrasi, kreativitas, ketelitian, semangat, dan emosi positif, semuanya dibangun

saat manusia tidur. Ketika tidur, manusia terlihat beristirahat total, namun sebenarnya

manusia tetap berpikir. Buktinya adalah munculnya dunia mimpi.15

Saat seseorang tidur dan bermimpi, otak bekerja sedemikian rupa melalui gerakan-

gerakan sel saraf dan pelepasan muatan. Mimpi bukan hanya “bunga tidur”, melainkan

juga “pintu” atau “jalan” atau sarana otak untuk mewartakan diri.

Para peneliti mengatakan bahwa seperampat waktu tidur manusia dihabiskan

untuk mimpi. Namun, sebagian besar mimpi tersebut tidak dapat diingat kecuali mimpi

yang berpengaruh besar terhadap kejiwaan seseorang sehingga ia tetap ingat ketika

bangun di pagi hari.16

Dalam kajian psikologi, mimpi merupakan aktivitas mental yang

berlangsung dalam tidur. Keadaan mental itu berbeda dengan keadaan mental atau

pikiran ketika seseorang terjaga. Sifat dan rahasia aktivitas mimpi telah menjadi objek

penelitian klinis dan uji coba di laboratorium. Kebanyakan mimpi yang dialami

14

Ahmad Syawqi Ibrahim. Misteri Tidur:Rahasia Kesehatan, Kepribadian, dan Keajaiban Lain

di Balik Tidur Anda. Terj. Syamsu A. Rizal dan Luqman Junaidi (Jakarta: Zaman, 2013), h. 40. 15

Menurut Aristoteles mimpi tak lebih dari persoalan psiklogis, mimpi didefinisikan sebagai

aktivitas psikis seseorang ketika ia berada dalam kondisi tidak sadar atau sedang tidur. Lihat Sigmund

Freud, Tafsir Mimpi, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2001), h. 3. 16

Jamal Muhammad Elzaky. Buku Induk Mukjizat Kesehatan Ibadah. Terj. Dedi Slamet Riyadi,

(Jakarta: Zaman, 2011), h. 481.

Page 50: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

35

manusia muncul dalam bentuk rangkaian kisah yang terpenggal-penggal, terbentuk dari

kumpulan ingatan dan terdiri atas beberapa adegan yang sering kali tumpang tindih.

2. Tidur Serupa Kematian

Sebagaimana disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa salah satu

konsentrasi kematian dalam kitab Haqaiq al-Tafsir adalah mengenai tidur menjadi

bagian dari kematian. adapun ayatnya adalah Qs al-Zumar/39: 42 sebagai berikut:

فه ال خ ب هللاه ع عه كك انهخ قض ج ف يبيب ف ف انهخ نى ح حب ي ف ح

ش و خفكه بث نق نك ه ف رع إ ع أجم يك ع إن شسم الخش ث ان

Sedangkan dalam penafsiran kitab Haqa‟iq al-Tafsir ayat di atas penguraiannya

sebagai berikut ini:

[ 26هللا خف الف . . . . . ] ات :

قبل سم : إ هللا إرا حف الف اخشج انشح انس ي نطف ف انطبع

انكثف فبنز خف ف انو ي نطف ف انطبع ال نطف ف انشح فبنبئى

نطفب ف انشح انز إرا صال نى ك نهعبذ حشكت كب يخب . قبل خف فكب

حبة انف انطبع بس نطف حبة نطف ف انشح ببنزكش هلل . قبل أضب :

انشح حقو بهطفت ف راحب بغش ف انطبع أال حش أ هللا خبطب انكم ف انزس

س طبع كثف . قن حعبن : ! ) أو بف سح فى عقم عهى نطف بال حض

.احخزا ي د هللا شفعبء (

Page 51: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

36

Kata (خف) yatawaffa terdiri dari kata wafa yang pada mulanya berarti

menyempurnakan atau mencapai batas akhir, Kematian dinamai wafah karena usia

seseorang telah mencapai batas akhir.

Kata anfus adalah bentuk jamak dari kata Nafs, dalam hal ini al-Qur‟an

menggunakan diksi kata Nafs dalam berbagai makna, di antaranya adalah bermakna

jiwa, nyawa, diri manusia, yang ditunjukan dengan kata saya, yakni totalitas jiwa dan

raganya serta sisi dalam manusia yang merupakan potensi batiniah untuk memahami

dan mendorong serta motivator kegiatan-kegiatan.

Mati mempunyai dua makna, yaitu tidur sebagai mati ringan (al-mawt al-khafif)

dan mati dalam arti yang sebenarnya (al-mawt al-tsaqil). Mati dalam arti tidur

digambarkan dalam ayat QS al-Zumar 42.

Maksud dari penafsiran yang digunakan oleh al-Sulami dalam penafsirannya

adalah sebagaimana kutipan dari Imam Sahal bahwa dalam jiwa itu terdapat Nafs yakni

tempat atau jasad seseorang, jadi apabila seseorang mengalami kematian bukan berarti

ruh nya yang mati tetpi ada komponen Jasad yang mempunyai tanda-tanda seperti

berhentinya detak jatung, atau keluar masuknya udara melalui hidung.

Senada dengan Imam al-Sulami, mufassir al-Maraghi dalam kitabnya menyatakan

bahwa: sesungguhnya pada anak Adam terdapat jiwa dan ruh yang dihubungkan antara

keduanya oleh semacam cahaya matahari, Jiwa adalah tempat akal dan pikiran,

Page 52: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

37

sedangkan ruh adalah yang menyebabkan adanya nafas dan gerakan, keduanya di

wafatkan saat terjadi kematian, adapun saat tidur hanya jiwa yang di wafatkan.17

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menahan (memegang) nafs (jiwa atau ruh)

manusia dari dunia fana ketika telah tiba ajal manusia tersebut, dan kematian yang

seperti ini merupakan kematian jasad-jasad (kematian sebenarnya). Sedangkan (jiwa

atau ruh) yang dimatikan Allah Swt., ketika tidur adalah jiwa yang berhubungan

dengan akal pikiran. Karena sebenarnya manusia itu mempunyai dua jiwa, yakni jiwa

yang berhubungan dengan kehidupan dan akan terpisah ketika datangnya mawt dan

akan hilang seiring dengan hilangnya kehidupan manusia tersebut dari dunia.

Jiwa yang kedua adalah jiwa yang berhubungan dengan akal pikiran, yang

terpisah ketika tidur dan tidak akan hilang dengan hilangnya jiwa-jiwa (ruh-ruh). Maka

ketika Allah Swt., menetapkan kematian seseorang, maka Dia akan menahan ruh-ruh

tersebut untuk tidak kembali kepada jasadnya. Dan dalam kondisi yang lain Allah Swt.,

akan melepaskan ruh-ruh tersebut kemabali kepada jasadnya, ketika kematian tidak

ditetapkan atasnya, hingga datang saat ajal kematiannya.

Dikatakan juga bahwa sesungguhnya manusia itu mempunyai nafs pada jasad.

Kemudian, ketika manusia terbangun dari tidurnya, kembali ruh tersebut kedalam jasad

dengan segera.

Ruh terdiri dari ruh yang hidup dan ruh yang mati, keduanya akan bertemu ketika

tidur, maka keduanya akan mengetahui apa yang dikehendaki Allah swt yakni ketika

17

Sebagaimana dalam penjelasan kitab al-Maraghi yang telah ditransliterasi oleh Harry Noer,

pendapat ini disandarkan pada Sahabat Ibn Abbas, Lihat. Ahmad Mustafa al-Maraghi. Tafsir al-Maraghi

terj. Herry Noer Ali DKK (Semarang: Karya Toha Putra, 1992), h. 17-18.

Page 53: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

38

ruh tersebut ingin kembali pada jasad, maka Allah swt akan menahan ruh-ruh yang

mati di sisi-Nya, dan melepaskan ruh-ruh yang hidup disisi Tuhannya dengan mendapat

rezeki.

Kehidupan setelah kematian itu sendiri, menempati suatu dimensi lain yang

berbeda dengan dunia. Manusia yang dimatikan dari dunia, sesungguhnya hidup dalam

dunia yang berbeda dengan kita. Mereka akan mendapatkan kenikmatan-kenikmatan

dari Allah swt sebagai balasan atas amal baik yang mereka lakukan di dunia. Tentang

bagaimana keadaan kehidupan tersebut, hanya Allah Swt., yang mengetahuinya.

Selain itu bagi Fakhr al-Din al-Râzî, antara tidur dan mati adalah satu jenis yang

sama, hanya saja jikalau tidur itu terputusnya ruh secara tidak sempurna, sedangkan

mati terputusnya ruh secara sempurna. Beliau juga menjelaskan rûh itu ibarat jauhar

(intan) yang bercahaya, ketika dalam keadaan tidur putuslah cahaya tersebut, dan

cahaya tersebut akan bersinar ketika seseorang terbangun dari tidurnya. Dalam ayat ini

dijelaskan tiga hubungan antara ruh dengan badan. Pertama, rûh bercahaya ketika

menyatu dengan badan, kedua, meskipun antara tidur dan mati adalah satu jenis yang

sama akan tetapi keadaan tidur tidak sepenuhnya mati, masih memiliki sifat kehidupan

seperti bernafas dan sebagainya, ketiga, kematian adalah terputusnya ruh secara

sempurna. Yang demikian itu adalah salah satu keagungan Allah Swt., bahwa Allah

Swt., berhak atas semuanya, dan agar kalian semua berpikir.18

Menurut sementara ulama, nafs/nyawa ditempatkan Allah Swt., dalam satu

wadah, yaitu jasmani, tetapi penempatan yang bersipat sementara dan bila saatnya,

cepat atau lambat, akibat kerusakan organ maupun peruskana (pembunuhan), Allah

18

Fakhr al-Dîn al-Râzî. Mafâtîh al-Ghaib, jilid 9, h. 5727-5728

Page 54: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

39

Swt., memisahkan nafs itu dengan pemisahan sempurna dan menempatkannya di

tempat yang dikehendaki-Nya. Jika demikian, nafs tetap ada setelah kerusakan

wadahnya yang bersipat sementara itu. Ini berarti setelah maut datang, nafs yang dalam

hal ini adalah potensi batiniah itu, masih tetap berfungsi dalam arti masih dapat

bergerak, merasa dan mengetahui.

Sementara ulama berkata; nafs/nyawa berpisah dengan jasmani manusia pada saat

kematiannya dengan pemisahan yang sempurna, sedang pada saat tidur, pemisahannya

tidak sempurna. Karena itu, nafs bagi yang tidur kembali ke wadah yang

menampungnya sampai tiba masa pemisahannya yang sempurna, yakni kematiannya.

Itu sebabnya bila kematian tiba, hilanglah dari tubuh mahluk hidup gerak, rasa, dan

kesadaran, akibat perpisahan sempurna itu. Ini karena potensi yang memerintahkan

bergerak, demikian juga pada saat tidur, karena perpisahan nafs dengan badan belum

sempurna, maka yang hilang darinya hanya unsur kesadaran itu saja. Sebagian gerak,

yakni yang bukan lahir dari kehendak dan kontrolnya, demikian juga sebagian rasa,

masih menyertai yang tidur.

Dalam buku Perjalanan Menuju Keabadian, “Seseorang yang tidur diibaratkan

sebagai layangan terbang jauh ke angkasa, tetapi talinya tetap dipegang oleh pemain,

sedang yang mati adalah layangan yang telah putus talinya, sehingga ia terbang tidak

kembali tetapi terbang menuju arah yang dikehendaki oleh angin. Otak manusia pun

saat tidur masih berfungsi, bahkan dia mampu memisahkan hal-hal yang dianggap

perlu bagi sosok yang tidur dan mengabaikan yang lain. Ada yang dapat tidur dengan

nyenyak betapapun bisingnya suasana, namun demikian ada suara-suara tertentu yang

Page 55: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

40

didengarnya seperti halnya ibu yang tidur namun mendengar gerak atau tangis bayinya

karena itulah yang diprogram oleh otaknya berdasarkan keinginan Ibu. Ini berbeda

dengan bapak yang merasa bahwa ibulah yang bertugas bangun bukan dia. Ingatan

orang yang tidur pun demikian. Buktinya tidak jarang orang yang mampu menceritakan

mimpinya secara detail. Demikian, tidur serupa dengan mati dan mati serupa dengan

tidur dalam sekian banyak aspeknya. Nabi Muhammad Saw., pun mengisyaratkan

tentang keserupaan mati dengan tidur. Beliau mengajarkan doa ketika tidur:

كب سسل هللا صه هللا عه سهى إرا اسخقظ قبل انحذ هلل انز أحبب بعذيب

أيبحب إن انشس سا انبخبس

“Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami dan

hanya kepada-Nya kebangkitan akan menuju.”

Yang beliau maksud dengan “menghidupkan” adalah membangunkan dari tidur

sedang “mematikan” adalah menidurkan. Pada saat yang lain beliau ditanya: “Di surga

apakah ada tidur?.” Beliau menjawab:

“Tidur adalah saudaranya mati, sedang di surga tidak ada kematian”

Sementara orang berkata, jika mati sama dengan tidur, maka pastilah mati terasa

nyaman. “mengantuk itu nyaman dan lebih nyaman daripada mengantuk adalah tidur,

dan yang lebih nyaman dari tidur adalah mati. Filosof Jerman, Schopenhauer, yang

berpandangan pesimistis tentang hidup melanjutkan, bahwa “Yang lebih nyaman dari

mati adalah tidak wujud sama sekali.”

Page 56: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

41

C. Istiqamah Sebagai Solusi bagi “Kematian” Dunia dalam Menggapai

Kehidupan Abadi di Akhirat

Pada pembahasan terkait kematian poin ketiga adalah tentang istiqamah,

sebagaimana di sebutkan pada bab II bahwa salah satu yang membuat penulis tertarik

meneliti karya al-Sulami adalah adanya makna dahir yang dipadukan dengan esensi

tasawuf, seperti saat menafsirkan Qs al-Mulk/67 : 2 sebagai berikut;

انعضض انغفس ال ع كى أكى أحك انحبة نبه ث انهز خهق ان

Dalam menafsirkan ayat tersebut al-Sulami mengutip dari Imam Sahal dan Imam

Abdul Azis yakni sebagai berikut;

( الذي خلق املوت . . . . . ] اآلية : 2قوله تعاىل : ) الذي خلق املوت واحلياة ( امللك : )

[ . قال سهل : املوت يف الدنيا باملعصية ويف اآلخرة بالطاعة يف الدنيا . وقال عبد العزيز يف قوله : 2

احسن استقامة على األوامر ، وقال : ) أيكم أحسن عمال ( ) ليبلوكم أيكم أحسن عمال ( أي ايكم

أي ايكم الذي يدركه التوفيق فيحببه يف الطاعة ويبعده عن املعصية.

Dapat diartikan sebagai berikut: Sahal berkata: kematian di dunia itu dengan

kemaksiatan dan kematian di akhirat itu dengan ketaatan yang dilakukan di dunia.

Abdul Aziz berkata dalam menafsirkan ayat, “agar Dia menguji siapakah di antara

kamu yang lebih baik amalnya.” Maksudnya, siapakah di antara kalian yang lebih baik

istiqamahnya dalam menjalankan perintah-perintah-Nya. Abdul Aziz berkata,

“siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya.” Maksudnya, siapakah di antara

Page 57: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

42

kalian yang mendapatkan taufik kemudian ia mencintai perbuatan taat dan menjauhi

perbuatan maksiat.

Ayat ini dijelaskan bahwa kematian ini mencakup kematian yang mendahului

kehidupan dan kematian sesudah kehidupan. Semuanya adalah ciptaan Allah Swt.,

sebagaimana ditetapkan ayat ini, yang melahirkan hakikat ini di dalam pandangan

manusia. Disamping itu, ia menimbulkan kesadaran terhadap maksud dan ujian yang

ada dibaliknya. Semua itu adalah ujian untuk menampakan apa yang tersembunyi

dalam ilmu Allah Swt., mengenai perilaku manusia di muka bumi dan keberkahan

mereka terhadap balasan amal mereka.19

Penetapan hakikat ini di dalam hati menjadikan hati ini senantiasa sadar, hati-hati,

memperhatikan, dan merenungkan segala sesuatu yang kecil dan yang besar, di dalam

niat yang tersembunyi dan pada perbuatan nyata. Juga tidak membiarkan hati lalai dan

lengah, tidak pula santai dan bersenang-senang belaka. Apabila hati telah menyadari

dan merasa bahwa semua ini sebagai ujian dan cobaan, lantas ia berhati-hati dan

menjaga diri, maka ia merasa tenang untuk mendapatkan pengampunan Allah Swt., dan

rahmat-Nya, merasa yakin dan senang dengan rahmat Allah Swt., itu.

Hal ini sebagaimana arti dasar dari istiqamah yang merupakan suatu istilah

bahasa arab yang tidak asing lagi diungkapkan oleh masyarakat Indonesia khususnya

umat Islam. Secara bahasa isitiqomah berarti lurus (al-I‟tidal).20

Dalam kajian ilmu

sorof, istiqamah adalah bentuk masdar dari fi‟il madi “istaqoma” yang kata dasarnya

adalah qoma. Maka, istiqoma merupakan fi‟il madi dari wazan yang berjenis fi‟il

tsulasi mazid dan mendapat tambahan tiga huruf (hamzah wasol, sin dan ta). Kata

19

Sayyid Quthb. Fi Zhilalil Quran, (Jakarta: Gema Insani), h. 353. 20

Ibnu Manzur. Lisan al-Arab (Keherah: Dar al-Ma‟arif, 1119), h. 3782.

Page 58: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

43

qoma merupakan kata dasar dan memiliki arti berdiri tegak lurus.21

Adapun isitilah

isitiqamah dalam kamus besar bahasa indonesia bermaksud sikap teguh pendirian dan

selalu konsekuen.22

Isitilah tersebut dalam kamus bahasa inggris merupakan kata sifat yang berarti not

charging yakni tidak berubah, senantiasa berperilaku sama terutama dalam hal

posoitif.23

Sedangkan dalam kamus bahasa Arab-Indonesia, istiqomah diterjemahkan

dengan kelurusan dan keadilan.24

Adapun dalam Ensiklopedi Islam Indonesia,

isitiqomah bermaksud taat asas, selalu setia dan taat kepada asas atau suatu

keyakinan.25

Secara terminologi istiqamah adalah lurus dan benar dalam niat, perkataan dan

perbuatan yang mencakup seluruh agama yaitu menghadap Allah Swt., dengan

sebenar-benar jujur dan memenuhi janji serta diimplementasikan hanya karena Allah

Swt., di jalan-Nya dan atas perintah Allah Swt.,26

Istiqamah jika ditelusuri dari perkataan para Sahabat dan lainnya antaranya Abu

Bakar al-Shiddiq, orang yang paling lurus dan jujur serta yang paling istiqamah pernah

ditanya berkenaan istiqomah. Maka beliau menjawab, “Janganlah engkau

21

Ahmad Warson Munawwir. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terelengkap, (Surabaya:

Pustaka Progresif, 1997) 22

Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia (semarang: Widya Karya,

2011), h. 193. 23

Cambrige Advanced Learner‟s Dictionary (China: Cambrige University Pres, 2008), h.297. 24

Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok Pesantren

Krapyak), h.1476. 25

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan,

1982), h.461. 26

Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Madarijus Salikin: Pendakian Menuju Allah (Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, 1998), h. 228

Page 59: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

44

menyekutukan sesuatu pun dengan Allah Swt.,”. Maksudnya, istiqamah adalah berada

dalam tauhid yang murni.27

Umar bin al-Khattab juga menyatakan bahwa istiqamah artinya “Engkau teguh

hati pada perintah dan larangan dan tidak menyimpang seperti jalannya rubah”.

Demikian juga sebagaimana yang dikatakan oleh Utsman bin Affan istiqomah artinya

“Amal yang ikhlas karena Allah Swt.,”. Adapun Ali bin Abu Thalib dan Ibnu Abbas

menyatakan istiqamah artinya “Melaksanakan kewajiban-kewajiban”.

Sedangkan Mujahid berkata, “Istiqamah artinya teguh hati pada syahadat bahwa

tiada Tuhan selain Allah Swt., hingga bertemu Allah Swt.,”. Syaikhul Islam Ibnu

Taimiyah berkata “Istiqamah artinya teguh hati untuk mencintai dan beribadah

kepada-Nya, tidak menoleh dari-Nya ke kiri atau ke kanan.”

Adapun Imam al-Nawawi berpandangan sebagaimana para Ulama menafsirkan

maksud istiqamah dengan „Luzūmu Tho‟ah‟ artinya tetap konsekuen dan konsisten

dalam ketaatan kepada Allah Swt.,28

Berdasarkan beberapa pandangan yang dinyatakan, kesimpulan dapat dirumuskan

bahwa istiqamah merupakan suatu sikap konsisten dan konsekuen terhadap suatu

keyakinan yakni Islam dan diimplementasikan segala perintah kewajiban dan perintah

larangan, ikhlas hanya karena Allah Swt., baik secara zahir dan batin sampai ajal

menjemput.

Sedangkan secara bentuknya istiqamah dibagi menjadi tiga poin utama sebagai

berikut;

27

Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Madarijus Salikin: Pendakian Menuju Allah (Jakarta: Pustaka al-

Kautsar, 1998), h. 227 28

Muhammad bin Shalih al-„Utsaimin, Syarah Riyadh al-Shalihin, (Riyad: Dar al-Wathan, 1426

H), h. 537.

Page 60: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

45

1. Istiqamah dalam Niat

Niat identik di dalam hati, sedangkan adalah anggota tubuh yang paling penting

yang wajib dijaga dengan sunguh-sunguh oleh seorang hamba agar tetap istiqomah. Hal

ini karena hati bagi segenap anggota tubuh laksana raja yang mengatur bala tentaranya,

yang semua perbuatan berasal dari perintahnya, lalu ia gunakan sekehendaknya,

sehingga semua berada di bawah kekuasaan dan perintahnya, dan daripadanya sebab

istiqamah dan kesesatan, serta daripadanya pula niat termotivasi atau pudar.29

Istiqomah dalam dalam niat atau hati ini merupakan bagaimana individu tersebut

dapat menjaga niat yang sudah tertanam sejak awal, sehingga ketika individu tersebut

mengalami suatu ujian dalam proses beristiqomah, maka individu tersebut akan kuat

dalam berpegang teguh pada niat yang sudah tertanam dalam hatinya.

2. Istiqamah dengan Lisan

Selain Hati hal yang perlu di perhatikan adalah lisan, Anggota yang perlu di beri

perhatian setelah hati adalah lisan. Istiqomah dengan lisan merupakan salah satu bentuk

bagaimana individu tersebut mampu beristiqomah secara lisan. Seseorang bisa

istiqomah apabila lisannya istiqomah dalam berbuat ketaatan atau tidak berbicara hal-

hal yang mendatangkan dosa dan murka Allah. Sebagaimana contoh, yaitu selalu

menjaga lisannya dari perkataan yang buruk atau kotor bahkan kalimat- kalimat yang

bisa membatalkan keislaman seseorang.

3. Istiqamah dengan Perbuatan

29

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Manajemen Qalbu: Melumpuhkan Senjata Syetan (Jakarta: Darul

Falah, 2005), h. XXXVI.

Page 61: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

46

Bentuk istiqamah terahir adalah istiqamah secara perilaku, yakni bagaimana

individu tersebut dapat melakukan suatu kebaikan untuk mengembangkan potensi

positif dirinya secara istiqamah. Hal-hal seperti melakukan sholat wajib berjamaah,

membaca al-Qur‟an setiap usai sholat wajib, mengkaji nilai-nilai keagamaaan dan lain

sebagainya. Sehingga mampu mengantarkan seseorang istiqamah dalam Tauhidnya.

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh „Aisyah ra dari Rasulullah Saw., bersabda,

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta‟ala adalah amalan yang berterusan

walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim).30

Anggota tubuh laksana rakyat bagi hati sebagaimana dijelaskan sebelumnya

sudah pasti akan menurut perintah rajanya. Seandai sebaliknya yang berlaku, itu adalah

tanda bagi kurangnya keimanan dan lunturnya istiqamah seseorang Kesimpulannya,

bahwa yang dimaksud dengan istiqamah dalam niat atau dalam hati adalah senantiasa

teguh dengan pendirian yaitu Tauhid dan kebenaran, istiqamah dangan lisan atau

ucapan berarti senantiasa mengucapkan kalimat yang baik dan waspada dari kalimat

yang membatalkan keislaman, sedangkan istiqamah dengan perbuatan anggota tubuh

maksudnya adalah konsisten melakukan ibadah dan ketaatan-ketaatan yang dapat

menjadikan dirinya menjadi lebih baik dan dekat dengan Allah Swt.,. Ketiga bentuk

sinergi ini mampu menjadikan seseorang istiqamah dalam menjalankan Syariat Islam

dan loyal terhadap Islam dari menyimpang jalan yang tidak di ridhai Allah Swt.,

30

Abu Zakariyya Yahya al-Nawawi, Syarh Shahih Muslim (Beirut: Dar Ihya Turath al-„Arabi, t.t),

h. 70.

Page 62: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

47

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka kesimpulan Imam al-Sulamī di

dalam kitab Haqā’iq al-Tafsīr mengenai kematian, penulis menemukan tiga poin utama yakni;

1. Hakikat kematian yang meliputi fana

2. Tidur bagian dari kematian

3. Istiqamah sebagai solusi bagi “kematian”

B. Kritik dan Saran

Penelitian terhadap kematian yang selama ini lebih dekat dengan lawan dari kehidupan.

Ternyata pada kitab Haqā’iq al-Tafsīr terdapat dialektika lain bahwa salah satu indikasi

kematian adalah istiqamah. Akan tetapi penelitian ini terdapat pada tiga ayat al-Qur’an yang

ditafsirkan diantara beberapa ayat lain yang ditafsirkan oleh Imam al-Sulamī. Maka penelitian

ini belum secara sempurna dan mendalam. Untuk itu besar harapan peneliti akan ada penelitian

selanjutnya yang mengembangkan karya Imam al-Sulamī dengan metode dan pola yang

berbeda. Sehingga dapat menimbulkan gairah dan semangat intelektual pada Fakultas

Ushuluddin khususnya ditingkat strata satu.

Page 63: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

48

DAFTAR PUSTAKA

A. J. al-Berry. Tasawuf Versus Syari'at, Terj. Bambang Herawan, Jakarta: Hikmah,

2000.

Abu Abd al-Rahman al-Sulami, Haqa'iq al-Tafsir, Beirut: Dar al-kutun al-ilmiyya,

2002.

Abu Abd al-Rahman al-Sulami, Haqa'iq al-Tafsir, Beirut: Dar al-kutun al-ilmiyya,

2002.

al-Naisaburi, Abi al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairy, Sahih Muslim, Juz. 4,

Beirut: Dar al-Kutb, 1992.

al-Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin „Abd al-Rahman bin Ishaq Al. Lubab al-Tafsir

min Ibn Kathir, terj. Abdul Ghaffar Bogor: Pustaka Imam al-Syafi‟i, 2001.

Asmaran, MA. Pengantar Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Bowering, Gerhard. Tafsir al-Qur‟an Karya al-Sulami: Studi atas bibliografi kitab

Haqa‟iq al-Tafsir. JSQ, Vol, 1. No, 2 (2007), h. 253-270.

Dahlan, Sofwan.Ilmu Kedokteran Forensik: Pedoman Bagi Dokter dan Penegak

Hukum, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2007.

Freud, Sigmund, Tafsir Mimpi, Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2001.

Heppy El Rais, Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Hidayat, Komaruddin. Psikologi Kematian, Jakarta: Noura Books, 2012.

__________________Psikologi Kematian: Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme,

Jakarta: Noura Books 2012.

Hisyam Kabbani, Muhammad. Tasawuf dan Ikhsan Antivirus Kebatilan dan

Kedzaliman, Jakarta: PT Serambi Ilmu semesta, 2007.

Honerkamp, Kenneth. “ABÛ „ABD AL-RAHMÂN AL-SULAMÎ (D. 412/1201) ON

SAM„ECTASY and DANCE” Journal of the History of Sufism, 4, 2003.

Ibn Shalah, Taqiy al-Din, Fatawa, Kairo: Idara Thaba'a al-Muniriyya,1438 H.

Ibrahim, Ahmad Syawqi, Misteri Tidur: Rahasia Kesehatan, Kepribadian, dan

Keajaiban Lain di Balik Tidur Anda. Terj. Syamsu A. Rizal dan Luqman Junaidi,

Jakarta: Zaman, 2013.

K, Bertens. Filsafat Barat Kontemporer. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Page 64: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

49

Kafi, Jamaluddin. Tasawuf Kontemporer, Prenduan: al-Amin, 2003.

Khozin Abu Faqih. Manajemen Kematian,Bagi Mereka Yang Merindukan Kematian

Mulia, Bandung: Syamil, 2004

Kusuma Wijaya, Mathin. 2008. Makna Kematian dalam Pandangan Jalaludin

Rakhmat, Skripsi S1: Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga.

Lagha, Ali Muhammad. Perjalanan Kematian, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,

2002.

M. Anwar Syarifuddin, MA pada seminar Menimbang Otoritas Sufi dalam menafsirkan

al-Qur‟an pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Maret

2018.

Mahjuddin. Akhlak Tasawuf II, Jakarta: Kalam Mulia, 2010.

Mandzur, Ibn. Lisanul ‛Arab, Lebanon: Dar al-Khotob al-Ilmiyah, 2009.

Media Zainul Bahri. Tasawuf Mendamaikan Dunia, Jakarta: Erlangga, 2010.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,

2002.

Mu‟ati, Jazilatul. Kematian Menurut al-Qur’an, Skripsi S1: Fakultas Ushuluddin IAIN

Sunan Ampel Surabaya, 1999.

Muda, Ahmad A.K. Kamus Lengkap Kedokteran, Surabaya: Gitamedia Press, 2003.

Muhammad Elzaky, Jamal, Buku Induk Mukjizat Kesehatan Ibadah, terj. Dedi Slamet

Riyadi, Jakarta: Zaman, 2011.

Mun‟im, Abdul Idris dkk. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses

Penyidikan, Jakarta: Sagung Seto, 2008.

Munawwir, Warson Ahmad. al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.

Murtiningsih. "Hakikat Kematian Menurut Tinjauan Tasawuf." Intizar. Vol. 19, No. 2,

(2013): h. 323-339.

Murtiningsih. Hakikat kematian menurut Tinjauan tasawuf. Intizar. Vol 19. No, 2

(2013), h. 1-19.

Mustafa al-Maraghi, Ahmad. Tafsir al-Maraghi terj. Herry Noer Ali DKK, Semarang:

Karya Toha Putra, 1992.

Muthahari, Murtadha. Pelajaran Penting Al-Qur`an, Jakarta: Lentera Basritama, 2002.

Page 65: KEMATIAN PERSPEKTIF KITAB HAQĀ’IQ AL TAFSĪRrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40542/1/HILMAN... · Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

50

Qs. Dukhkhan [44]:93; Qs. Ali Imran [3]:169, 170 & 185; Qs. Al-Nahl [16]:96; Asfar,

jil. 8, hal. 380 dan seterusnya; Asfar, jil. 9, hal. 237 dan seterusnya & 279;

Mafatih al-Ghaib, jil. 2, hal. 623-640; Ma‟arif Qur‟an, jil. 1-3, hal. 445.

Qutb, Sayyid. 2008. Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, terj. As‟ad Yasin, et. All, Jakarta Gema

Insani.

Rahmat, Jalaluddin. Memaknai Kematian Agar Mati Menjadi Istirahat Paling Indah,

Depok: Pustaka Iiman, 2008.

Riyadi, Ahmad Ali. Psikologi Sufi Al-Ghazali, Yogyakarta: Panji Pustaka, 2008.

Sara Saviri. Demikianlah Kaum Sufi Berbicara, Terj. Ilyas Hasan, Bandung: Pustaka

Hidayah, 2002.

Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf , Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Shihab, M. Quraish, Perjalanan Menuju Keabadian: Kematian, Surga dan Ayat-ayat

Tahlil, Jakarta: Lentera Hati, 2001.

Shihab, M. Quraish. Lentera Hati, Bandung: Mizan, 2008.

________________. Perjalanan Menuju Keabadian Kematian Surga Dan Ayat - Ayat

Tahlil, Jakarta: Lentera Hati, 2001.

_______________. Wawasan al-Qur’an, Bandung Mizan 2012.

Syarifuddin, M. Anwar. “Menimbang Otoritas Sufi dalam menafsirkan al-Qur‟an”

Jurnal Studi AGAMA DAN MASYARAKAT vol. 1, no.2 Desember 2004, Jurnal

ini dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) STAIN

Palangka Raya Kalimantan Tengah.

Syubbar, Sayid Abdullah, Haq al-Yaqin,

Teba, Sudirman. Menuju Kematian yang Khusnul Khatimah: Kiat Sukses Menjemput

Maut. Ciputat: Pustaka irVan, 2006.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Tjokronegoro, Arjatmo dkk. Metodologi Penelitian Bidang Kedokteran, Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.

Wahyudi, Gafna Raizha. Warisan Sufi, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002.

Warson Munawwir, Ahmad. al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.