kema tian

Upload: luthfi-khairul-umam

Post on 06-Jan-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mati

TRANSCRIPT

KematianDefinisiMati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Oleh karena itu, definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Jenis KematianMati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap (Idries, 1997). Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi. Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam (Idries, 1997). Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan (Budiyanto, 1997). Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat (Budiyanto, 1997). Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan (Budiyanto, 1997).Cara mendeteksi kematianMelalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa mendeteksi hidup matinya seseorang. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, ada lima hal yang harus kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus, dan elektro ensefalografi (EEG) mendatar/ flat. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektro kardiografi (EKG) mendatar/ flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sisteim pernapasan juga ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban, serta tidak ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban (Modi, 1988).Sebab KematianSetiap luka, cedera atau penyakit yang mengakibatkan rangkaian gangguan fisiologis tubuh yang berakhir dengan kematian, misalnya :Luka tembak di kepala, luka tusuk di dada, Intoksikasi sianida, dan tuberkulosis paru.Mekanisme kematianSuatu keadaan gangguan fisiologis dan biokimiawi yang disebabkan oleh sebab kematian , sehingga menyebabkan kematian seseorang.Misalnya : Perdarahan, Septikimia, Asfiksia, fibrilasi jantung atau aritmia jantung, dll Cara KematianYang menjelaskan bagaimana kematian itu terjadi.Bisa karena :a.Sebab yang alamiah (natural death/mati wajar), misalnya karena penyakit.b. Sebab yang tidak alamiah (unnatural death/mati tidak wajar), misalnya pembunuhan, bunuh diri, dan kecelakaan, mati mendadak, dan tidak bisa ditentukan.Penentuan cara kematian seringkali membutuhkan data yg lengkap dan adekuat, baik dari saksi, pemeriksaan di TKP, maupun pemeriksaan mayatnya. Sehingga kadang-kadang cara kematian tidak dapat dipastikan/ditentukan. Di Indonesia telah disepakati bahwa dokter forensik tidak berkewajiban untuk menentukan cara kematian korban, meskipun ia dapat memberikan petunjuk tentang perkiraan cara kematian. Suatu mekanisme kematian bisa disebabkan oleh beberapa sebab kematian, misalnya Perdarahan bisa diakibatkan oleh luka tembak, luka tusuk ataupun tuberkulosis paru. Demikian juga sebaliknya, sebuah sebab kematian dapat mengakibatkan kematian melalui beberapa mekanisme kematian. Misal : Luka tusuk dapat mengakibatkan perdarahan dan sepsis.Oleh karena itu dalam wacana kedokteran sebab kematian selalu disebutkan bersama-sama dengan mekanisme kematian. Di dalam klinik kita sering menuliskan mekanisme kematian di depan sebab kematian. Contohnya : perdarahan e.c luka tusuk, infark jantung ec aterosklerotik koroner. Di dalam konteks kedokteran forensik, penulisan sebab kematian dilakukan sebaliknya, Yaitu sebab kematian diletakkan di depan mekanisme kematian, misalnya : luka tusuk pada dada kiri yang menembus jantung yang mengakibatkan perdarahan, aterosklerotik koroner yang mengakibatkan infark jantung, dll. Penulisan seperti ini sesuai dengan teori sebab akibat yang sesuai dengan logika kedokteran, yaitu keadaan yang memulai suatu rangkaian akibat dianggap sebagai sebab.