kelompok sasaran kegiatan literasi digital

14
Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL Dr. Rita Gani, S.Sos., M.Si Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung ABSTRAK Bila beberapa tahun yang lalu kegiatan-kegiatan media literasi hanya berfokus pada televisi, maka setidaknya satu dekade terakhir mulai beralih pada berbagai masalah yang timbul karena hadirnya internet. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari semakin pesatnya perkembangan teknologi digital yang membuat banyak hal menjadi lebih mudah diakses hanya dengan satu perangkat digital saja. Namun hal ini tidak diiringi oleh “kesadaran” para pengguna media tersebut sehingga muncul berbagai masalah. Berangkat dari kekhawatiran ini, maka kalangan akademisi khususnya ilmu komunikasi melakukan riset yang beragam yang kemudian menjadi data “besar” bagi Jaringan Peneliti Literasi Digital (JAPELIDI) untuk melakukan penelitian lanjutan. Penelitian bersama ini, menggunakan metode desk study dan teknik dokumentasi dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder dan case study (melalui FGD atau wawancara mendalam terhadap pemangku kepentingan literasi digital di Indonesia. Dengan menggunakan teori-teori media literasi sebagai dasar pemikiran yang mendukung analisis, makalah ini memfokuskan pembahasan pada kelompok yang menjadi sasaran digital literasi. Kata kunci : media literasi, digital literasi, kelompok sasaran

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Dr. Rita Gani, S.Sos., M.Si Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung

ABSTRAK

Bila beberapa tahun yang lalu kegiatan-kegiatan media literasi hanya berfokus pada televisi, maka setidaknya satu dekade terakhir mulai beralih pada berbagai masalah yang timbul karena hadirnya internet. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari semakin pesatnya perkembangan teknologi digital yang membuat banyak hal menjadi lebih mudah diakses hanya dengan satu perangkat digital saja. Namun hal ini tidak diiringi oleh “kesadaran” para pengguna media tersebut sehingga muncul berbagai masalah. Berangkat dari kekhawatiran ini, maka kalangan akademisi khususnya ilmu komunikasi melakukan riset yang beragam yang kemudian menjadi data “besar” bagi Jaringan Peneliti Literasi Digital (JAPELIDI) untuk melakukan penelitian lanjutan. Penelitian bersama ini, menggunakan metode desk study dan teknik dokumentasi dilakukan dengan memanfaatkan data sekunder dan case study (melalui FGD atau wawancara mendalam terhadap pemangku kepentingan literasi digital di Indonesia. Dengan menggunakan teori-teori media literasi sebagai dasar pemikiran yang mendukung analisis, makalah ini memfokuskan pembahasan pada kelompok yang menjadi sasaran digital literasi. Kata kunci : media literasi, digital literasi, kelompok sasaran

Page 2: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

PENDAHULUAN Hampir di setiap kelas yang penulis ajar, pertanyaan-pertanyaan seputar perkembangan

teknologi media digital selalu menimbulkan rasa takjub sekaligus “geleng-geleng kepala”. Takjub karena saat ini teknologi digital berbasis internet yang biasa digunakan melalui perangkat telepon pintar menyertai hampir seluruh kegiatan yang dilakukan oleh para mahasiswa. Sekaligus geleng-geleng kepala melihat bagaimana kebiasaan (habit) yang mereka lakukan dalam bermedia tersebut. Sebagai bagian kelompok sasaran pengguna media digital, pada umumnya para mahasiswa menghabiskan waktu di smartphone mereka rata-rata antara 10-18 jam sehari, untuk kegiatan yang beragam. Seperti bermain game, mencari bahan kuliah, membaca berita online, aktif di beragam media sosial, menonton film dan lain-lain. Sebagian besar mahasiswa tersebut mengatakan bahwa kehidupan dunia digital tersebut hanya berhenti bila sudah tidur pada malam hari (karena jarang yang mempunyai kebiasaan tidur di siang hari), bahkan saat kuliah di dalam kelaspun mereka sesekali tetap mengecek perkembangan yang terjadi di smartphone masing-masing. Aktivitas rutin yang harian yang dilakukan mahasiswa adalah aktif di media sosial, sejauh ini rata-rata media sosial aktif yang dimiliki mahasiswa rata-rata berjumlah 5-10 jenis. Kondisi ini tentu bisa dimaklumi mengingat posisi mahasiswa yang berada dalam rentang usia 17-25 tahun termasuk dalam kategori generasi milenial, yang tidak bisa dilepaskan dari aktivitas dunia digital yang di akses baik melalui smartphone maupun perangkat lainnya. Namun, ternyata mahasiswa bukan menjadi satu-satunya pengguna aktif smartphone, karena dalam perkembangannya generasi z, generasi x bahkan generasi babby bloomberg juga terkena imbas dari perkembangan teknologi digital berbasis internet. Kegiatan berselancar di ruang-ruang public menjadi keseharian siapa saja, mereka bergerak secara individu maupun berkelompok lewat berbagai grup chating yang semakin banyak jenisnya.

Fenomena di atas merupakan satu kondisi yang tidak bisa dihindari, perkembangan teknologi digital sejalan dengan tingginya angka penggunanya. Bila merujuk pada data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2016, maka jumlah penetrasi pengguna internet di Indonesia menunjukkan hasil yang semakin signifikan dengan aktivitas komunikasi masyarakat. Tercatat pada tahun 2016 ada sekitar 132,7 juta jiwa masyarakat Indonesia yang menggunakan internet (48,2% perempuan dan 51,8% laki-laki), data ini di hitung dari jumlah total penduduk Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 256,2 juta orang. Angka ini tentu saja semakin meningkat dalam kurun waktu dua tahun belakangan, ini menjelaskan bahwa sekarang internet sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dari sisi usia, internet diminati dari usia anak-anak hingga dewasa, hal ini secara detail terlihat dalam data APJII tersebut yang lebih jauh mengungkapkan komposisi usia pengguna internet di Indonesia. Tercatat pengguna internet tertinggi adalah dalam rentang usia 35-44 tahun yakni sebanyak 38,7 juta (29,2%), diikuti oleh usia 25-34 tahun yang jumlahnya mencapai 24,4 (32,3%). Sementara usia 10-24 tahun menempati urutan ketiga pengguna internet terbanyak yakni dengan presentasi 24,4 juta (18,4%), lalu di susul sebanyak 23,8 juta (18%) untuk usia 45-54 tahun, dan pengguna internet paling sedikit adalah yang berusia di atas 55 tahun dengan angka 13,2 juta (10%).

Menilik tingginya angka penggunaan digital yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, maka nilai positif yang dimunculkan juga sebanding dengan nilai-nilai negatif yang ditimbulkan. Karena itu perkembangan teknologi sejatinya juga harus diikuti dengan perkembangan kualitas individu penggunanya. Bagaimanapun juga, kehadiran teknologi digital sebagai salah satu bentuk media massa baru tidak bisa dilepaskan dari fungsi komunikasi massa secara umum, yakni sebagai penyebar

Page 3: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

informasi, sarana mendapatkan hiburan, media untuk pendidikan dan juga untuk mempengaruhi khalayak penggunanya. Agar semua fungsi tersebut bisa terakomodasi dengan baik, maka dibutuhkan melek media penggunanya sehingga perkembangan teknologi tersebut bermanfaat bagi kehidupan, terutama para generasi milenial yang sejauh pengamatan Penulis masih sangat tergantung pada teknologi digital.

Untuk menghimpun data perkembangan penggunakan teknologi digital, maka berbagai kalangan Perguruan Tinggi di tanah air dalam beberapa tahun terakhir ini menjadikan masalah ini sebagai kajian riset. Beragam data yang di dapat oleh masing-masing perguruan tinggi tersebut menjadi data baru untuk mengungkap lebih jauh bagaimana perkembangan teknologi digital dalam menopang hadirnya media baru. Lalu dimulailah langkah gerakan penelitian bersama untuk yang memetakan gerakan literasi digital di Indonesia dengan melihat pelaku, ragam, kelompok sasaran, dan mitra ini menjadi bagian dalam menjawab persoalan dunia yang diangkat dalam hari literasi internasional 2017 yang dimotori oleh UNESCO dengan tema literasi dalam dunia digital. Dalam konteks riset ini, Penulis merupakan bagian peneliti yang berasal dari Perguruan Tinggi di Kota Bandung. Keterlibatan kota Bandung sebagai bagian Sembilan kota yang aktif, salah satunya karena Kota Bandung mempunyai beragam aktivitas literasi yang hingga saat ini tetap tumbuh dan berkembang.

METODOLOGI Penelitian bersama yang melibatkan 56 peneliti yang berasal dari 28 prodi dari 26 universitas di 9

kota di Indonesia (Yogyakarta, Salatiga, Semarang, Surakarta, Malang, Bandung, Banjarmasin, Bali dan Jakarta) memetakan setidaknya 342 kegiatan literasi digital yang dilakukan pada tahun 2010-2017. Dalam perkembangannya, para penelitia sepakat untuk membentuk menamai riset bersama ini dengan nama “Jaringan Penggiat Literasi Digital” atau di singkat JAPELIDI. Penelitian yang dilakukan pada kurun waktu April-awal September 2017 ini dikoordinatori oleh Program Paskasarjana (S2) Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada.

Metode yang digunakan adalah desk study, yakni melalui studi literature mengenai gerakan literasi digital di tanah air, yang dilakukan dengan mengumpulkan data penelitian yang menggunakan teknik dokumentasi dengan memanfaatkan data sekunder dan case study (melalui FGD atau wawancara mendalam terhadap pemangku kepentingan literasi digital di Indonesia.

PEMBAHASAN Kajian teori Literasi digital muncul sebagai perkembangan teknologi media komunikasi sehingga konsepnya

tidak bisa dilepaskan dari teori-teori literasi media. Setiap pengguna media komunikasi berbasis internet, baik yang diakses melalui komputer/pc, smartphone, tablet, dan jenis lainnya sejatinya harus memahami batasan-batasan penggunaan media tersebut, pun memperhatikan bagaimana etika dalam menggunakannya. Sehingga kehadiran media baru tersebut dapat memberi manfaat bagi kehidupan. Dalam konteks tulisan ini, tentu kajian media literasi menjadi dasar teoritik yang Penulis gunakan dalam pembahasan.

Media Literacy (literasi media) didefinisikan sebagai “...the ability to access, analyse, evaluate and create messages across a variety of contexts (Livingstone, 2003). Sedangkan Wikipedia menyebutkan bahwa media literacy adalah ketrampilan untuk memahami sifat komunikasi, khususnya dalam hubungannya dengan telekomunikasi dan media massa. Konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan mereka, dan

Page 4: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

mengapa demikian. Dalam maknanya yang paling luas, Astuti dan Gani (2008) memaparkan bahwa literacy (keberaksaraan) termasuk kemampuan untuk ‘membaca’ dan ‘menulis’ dengan terampil dalam pelbagai bentuk-bentuk pesan, terutama menimbang dominasi media elektronik berbasis citra. Secara sederhana, dalam makalah tersebut diuraikan bahwa konsep media literacy juga termasuk ketrampilan-ketrampilan literacy yang diperluas pada seluruh bentuk pesan, termasuk menulis dan membaca, berbicara dan menyimak, menonton secara kritis, dan kemampuan untuk menulis sendiri pesan-pesan dengan menggunakan pelbagai teknologi. Di sisi lain Potter (2001) mengatakan bahwa “ literasi media bukanlah suatu pengkategorian dimana kita bisa mengatakan seseorang sebagai sangat melek media atau tidak melek media sama sekali. Literasi media lebih tepat jika disebut sebagai continuum atau degree (tingkatan), dimana kita selalu mempunyai ruang untuk mengembangkan media tersebut”. Definisi ini menjelaskan bahwa dibutuhkan kemampuan pengguna media massa untuk bisa memilih pesan dengan selektif. Sejalan dengan hal ini, pengguna media sosial juga harus memahami bagaimana konsep literasi digital. Iin Hermiyanto menguraikan bahwa yang dimaksud dengan literasi digital adalah ketertarikan, sikap dan kemampuan individu yang secara menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membangun pengetahuan baru, membuat dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat. (www.kompasiana.com/iinhermiyanto/ diunduh 25 Agustus 2017).

Konsep Literasi media, sebenarnya bukanlah subyek yang baru, karena di beberapa negara seperti Amerika, Jepang dan Korea sudah lama menerapkan konsep ini. Dimana masyarakatnya dilibatkan untuk menilai bagaimana isi media, mana media yang baik dan yang buruk untuk “dinikmati”, tentunya berdasarkan kategori-kategori tertentu. Dengan demikian, maka tentu saja media yang akan di nilai juga bukan sekadar tentang televisi, namun merupakan literacy bagi masyarakat informasi yang tersentuh oleh berbagai teknologi informasi tersebut. Karenanya, konsep literasi media bisa dijadikan semacam code of conduct bagi masyarakat di Era Informasi. Tujuan literasi media yang mengarah pada pembentukan khalayak media massa yang cerdas, yaitu yang mengetahui (diwujudkan dalam konsep program), memahami (diwujudkan dalam sharing seputar operasionalisasi media massa atau penyusunan program), dan mampu menganalisis (diwujudkan dalam pemahaman seputar poin-poin yang harus dikritisi). Konsep ini akan berkaitan dengan berbagai media yang berkembang saat ini, baik itu internet (terutama pada jejaring sosialnya), televisi, film, video game, dvd dan lainnya.

Di Jepang sana, konsep literasi media dijabarkan kedalam 3 kriteria oleh sebuah kelompok kajian yang diprakarsai oleh Kementerian Pos dan Telekomunikasi (MPT), yang bernama The Study Group on Young People and Media Literacy in the Field of Broadcasting (dalam Astuti dan Gani, 2008), yaitu :

1. Ability to subjectively read and comprehend media content (kecakapan untuk membaca dan memahami isi media secara subjektif), yang meliputi ability to understand the various characteristics of media conveying information (kecakapan untuk memahami ragam karakteristik media dalam menyampaikan informasi), dan ability to analyze, evaluate, and ciritically examine in a social context, and select information conveyed by media (kecakapan untuk menganalisis, mengevaluasi, dan secara kritis memeriksa media dalam sebuah konteks sosial, serta memilih informasi yang disampaikan oleh media).

2. Ability to access and use media (kecakapan untuk mengakses dan menggunakan media): ability to select, operate and actively make use of media apparatus (kecakapan untuk menyeleksi, mengoperasikan, dan secara aktif memanfaatkan perangkat-perangkat media). Dalam banyak kasus, seringkali para orang tua “lebih gagap teknologi” di banding dengan anak-anaknya, sehingga anak-anak “lebih canggih” dalam memanfaatkan teknologi berbagai media. Untuk menghindari hal ini, maka sudah saatnya para orang tua “mengakrabkan” dirinya dengan

Page 5: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

berbagai teknologi media, kalaupun tidak akan sampai pada taraf ahli, setidaknya bisa mengenali berbagai media yang berkembang saat ini.

3. Ability to communicate through the media, especially an interactive communication ability (kecakapan untuk berkomunikasi melalui media, khususnya suatu kecakapan komunikasi interaktif): ability to express one’s own ideas through media in a way that the recipient can understand (kecakapan untuk mengekspresikan gagasan-gagasan pribadi melalui media dengan suatu cara yang dapat dipahami oleh penerima pesan). Sejarah Singkat “Japelidi” sebagai Sebuah Gerakan Bersama Nama Japelidi muncul dari obrolan dan diskusi santai di antara beberapa dosen Ilmu Komunikasi

yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi di tanah air. Tentu konteks kedekatan dan keakraban hubungan menjadi dasar diskusi yang terfokus pada perkembangan media sosial tersebut. Data-data yang menyertai obrolan tersebut juga sangat beragam, baik yang berasal dari bahan bacaan (buku dan jurnal), hasil penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sampai curhatan tentang kondisi “ketergantungan” dan perilaku mahasiswa dalam bermedia digital di kampus masing-masing. Kegelisahan-kegelisahan yang muncul pada perilaku masyarakat dalam memanfaatkan teknologi digital tersebut akhirnya dicetuskan menjadi ide untuk melakukan pemetaan terhadap aktivitas literasi (khususnya digital). Diskusi yang selama ini dilakukan secara virtual kemudian dilanjutkan dengan pertemuan tatap muka pertama yang berlangsung di Prodi UGM Yogyakarta pada tanggal 24 Januari 2017. Pada pertemuan tersebut ide-ide yang semula didiskusikan secara virtual melalui grup wa, dan berbagai komentar di laman media sosial terutama facebook dirumuskan ke dalam rangkaian rencana termasuk instrument penelitian. Beberapa PT yang hadir saat itu adalah dari UGM, UII, UNY, UMY, Unisba, Univ. Al Azhar, UKSW dan UNS. Dalam waktu kurang dari satu minggu, kami bisa mengumpulkan kesediaan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, ada sekitar 26 perguruan tinggi yang ikut bergabung.

Instrumen-instrumen penelitian disempurnakan satu sama lain melalui email hingga mendapatkan kesepakatan bersama. Lalu, pertemuan kedua mulai mengerucut pada pembahasan temuan di masing-masing kota yang berlangsung di kampus UGM pada tanggal 2 Agustus 2017. Pada saat inilah mulai dirumuskan nama yang mewakili gerakan bersama ini, yaitu “Jaringan Peneliti Literasi Digital”, yang atas gagasan Dr. Anton Birowo dari Univ Atmajaya Yogyakarta akhirnya di persingkat menjadi “JAPELIDI”. Secara filosofi, Novi Kurnia, M.Si., P.hD memaknakan nama ini dengan “lidi” yang hanya bisa bekerja dengan baik bila “bersama”. Ini mewakili konteks gerakan penelitian bersama yang dimaksud dalam penelitian ini.

Logo Jaringan Penggiat Literasi Digital (Japelidi)

Alur Program Penelitian

Page 6: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

Sebagai sebuah penelitian desk study, maka data yang diolah berasal dari berbagai hasil penelitian bertema media literasi yang dilakukan oleh para kalangan akademisi (dosen) dari berbagai perguruan tinggi. Selain itu, data yang terkumpul juga berasal dari berbagai komunitas di berbagai kota yang juga telah melakukan penelitian serupa. Rentang waktu pengumpulan data penelitian cukup lama yakni di mulai dari bulan April hingga September 2017. Berbagai data yang ada dikelola oleh koordinator penelitian di tiap kota. Setelah melalui tahapan klasifikasi yaitu tahapan proses mendata penelitian dan PKM bertema literasi digital, dilanjutkan dengan proses merekap data, mengisi instrumen, dan membuat analisis temuan berbagai penelitian/PKM terkait literasi digital yang dilakukan oleh berbagai pihak di kota masing-masing.

Agar lebih terarah dan terstruktur, maka alur program yang disepakati dalam pertemuan kedua di Prodi Ilmu Komunikasi UGM dilakukan dalam tiga tahapan, dan beberapa di antaranya sudah dilaksanakan sepanjang tahun 2017 yang lalu. Tahapan alur program Japelidi terlihat pada bagan di bawah ini :

Alur Program Penelitian Bersama Literasi Digital

Sumber : Japelidi, 2 Agustus 2017

Berdasarkan bagan di atas, ada tiga program yang digagas oleh japelidi. Untuk tahapan pertama

dilakukan sepanjang bulan April hingga Agustus 2017 yang lalu, dan dilanjutkan dengan tahapan kedua yakni konferensi literasi digital berlangsung pada tanggal 10-12 Oktober tahun 2017 di kampus UNY.

Proses pengumpulan data di masing-masing kota melibatkan berbagai perguruan tinggi yang memiliki prodi/jurusan/fakultas Ilmu Komunikasi lainnya yang ada di kota tersebut. Untuk kota Bandung misalnya, gerakan ini diwakili oleh para civitas akademika dari Fikom Unisba, Fikom Unpad dan jurusan Ilmu Komunikasi Telkom University. Meskipun awalnya cukup banyak PT yang menyatakan kesediaan untuk terlibat dalam penelitian bersama ini, namun dalam perkembangan dan praktek pengerjaan, penelitian bersama ini melibatkan sembilan kota yang menyerahkan hasil di masing-masing kota untuk di olah secara nasional.

Rekap keseluruhan data selanjutnya akan dikumpulkan pada koordinator nasional yakni Novi Kurnia, P.hD (Prodi Komunikasi UGM) dan Santi Indra Astuti, M.Si (Fikom Unisba). Berdasarkan data yang dihimpun sepanjang bulan April hingga awal September 2017 lalu, maka terangkum data penelitian

Page 7: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

literasi digital dari Sembilan kota, yang selengkapnya dapat dilihat pada tabel persentasi keterlibatan peneliti di bawah ini :

Tabel 1 : Data Peneliti Kegiatan Literasi Digital

No Kota Jumlah prodi/fakultas

Jumlah Perguruan

Tinggi

Jumlah Peneliti

Jumlah kegiatan

literasi digital

Rentang waktu kegiatan

1 Yogyakarta 10 35.71%

10 (38.46%)

18 32,14%

85 24.85%

2014-2017

2 Salatiga 3 10.71%

1 (3,84%)

3 5.35%

14 4.09%

2017

3 Semarang 3 10.71%

3 (11.53%)

3 5.35%

19 5.55%

2013-2017

4 Surakarta 2 7.14%

2 (7.69%)

5 8,92%

8 2.33%

2016-2017

5 Malang 2 7.14%

2 (7.69%)

3 5.35%

33 9.64%

2010-2017

6 Bandung 2 7.14%

2 (7.69%)

7 12.5%

79 23.09%

2011-2017

7 Banjarmasin 2 7.14%

1 (3.84%)

7 12.5%

45 13.15%

2011-2017

8 Bali 1 3.57%

2 (7.69%)

2 3,57%

16 4.67%

2015-2017

9 Jakarta 3 10.71%

3 (11.84%)

8 14.28%

43 12.57%

2010-2017

9 kota 28 100%

26 100%

56 100%

342 100%

Data penelitian yang direkap oleh peneliti dari sembilan kota tersebut berada dalam rentang

waktu 2010-2017, tahun-tahun di mana aktivitas literasi digital masyarakat sangat berkembang dan mewarnai interaksi masyarakat. Sementara banyaknya daftar kegiatan yang dihimpun berasal dari berbagai penelitian dan PKM yang tidak hanya dilakukan oleh perguruan tinggi saja, tetapi juga oleh non perguruan tinggi. Seperti rekap data Bandung yang juga menghimpun data dari komunitas Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Kota Bandung. Selama ini RTIK lebih memfokuskan gerakannya pada isu-isu literasi terkait Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) baik untuk kalangan pelajar, guru, pelaku usaha, bahkan masyarakat luas, atau disebut juga dengan Literasi Digital untuk semua kalangan.

Tabel di atas memperlihatkan bahwa ada sembilan kota yang terlibat dalam penelitian bersama ini, dan Yogyakarta merupakan kota terbanyak yang menyertakan PT dalam penelitian ini. Tercatat sepuluh PT yang ikut tergabung, di susul oleh Kota Semarang dan Jakarta diwakili masing-masing oleh tiga PT, dua PT mewakili masing-masing kota Bandung, Surakarta, Malang, Bali, lalu Salatiga dan

Page 8: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

Banjarmasing di wakili masing-masing oleh satu PT. Banyaknya PT yang terlibat di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari julukan “kota pendidikan” yang melekat di kota ini, Yogyakarta memang memiliki cukup banyak PT berprodi/jurusan Ilmu Komunikasi. Kerjasama dari 56 orang yang menghimpun data hampir 5 bulan tersebut akhirnya mengumpulkan 342 jenis kegiatan yang berkaitan dengan literasi digital.

Secara garis besar, penelitian ini memetakan literasi digital untuk pelaku, ragam kegiatan, stakeholder/mitra dan target sasaran. Namun mengingat keterbatasan “ruang” dalam makalah ini, Penulis hanya mengungkap data peta kelompok sasaran kegiatan literasi digital saja.

Kelompok Sasaran Kegiatan Literasi Digital Semakin beragamnya kelompokk sasaran yang menjadi target kegiatan literasi digital tidak bisa

dilepaskan dari perkembangan teknologi komunikasi pendukung, baik dari segi kemudahan mendapatkan perangkatnya maupun kemurahan harganya, yang membuat siapa saja bisa gampang memilikinya. Kondisi ini membuat kelompok sasaran pengguna literasi digital semakin beragam dan mungkin juga unik. Cerita-cerita para kelompok wag yang terdiri dari sekumpulan orang tua yang sudah pensiun misalnya, adalah sebuah fenomena kemajuan teknologi yang tidak diiringi oleh kemampuan mereka dalam menggunakan teknologi tersebut. Sehingga berbagai perilaku mereka dalam memanfaatkan media digital tersebut menjadi topik yang kajian yang menarik untuk dianalisis dengan teori-teori yang ada dalam sebuah penelitian.

Memperhatikan siapa saja yang menjadi kelompok sasaran literasi digital, adalah sangat penting untuk mengevaluasi arah kegiatan literasi digital yang telah berlangsung di Indonesia selama ini. Karena dengan memperhatikan kelompok sasaran, maka akan dapat diketahui siapa yang selama ini telah terjangkau, dan siapa yang paling sedikit tersentuh oleh literasi digital. Dalam riset bersama ini terdapat beberapa jenis kelompok sasaran, jumlahnya bisa lebih sedikit karena sebagian kegiatan ditujukan pada diri sendiri pelaku kegiatan (misal publikasi, penelitian), bisa lebih banyak jika satu kegiatan target groupsnya lebih dari satu. Data pemetaan selengkapnya ada pada tabel di bawah ini :

No Kota MAHASISWA

PENELITI PELAJAR/REMAJA

GURU/ DOSEN

ORANG TUA

KOMUNITAS

MASYARAKAT

LAINNNYA

1 Yogyakarta N= 66

6 (8,6%) 1 (1,43%) 15 (21,4%)

9 (12,9%) 3 (4,3%) 9 (12,9%) 19 (27,1%)

4 (5,7%) organisasi,

2 Salatiga N= 9

1 (11,11%) - 7 (77,78 %)

- 1 (11,11%)

- - -

3 Semarang N= 21

10 (50) 2 (10%) 1 (5%) 4 (20%) 4 (20%) (ormas

4 Surakarta N= 11

3 (27%) 3 (27%) 5 (46%)

5 Malang N=33

18 (54,6%) 1 (3%) 2 (6,1%) 5 (15,2%)

4 (3%) 3 (9,1%) pelaku usaha,

Page 9: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

pengurus organisasi

6 Bandung N = 79

10 (12.65%)

0 30 (37.97%)

2 (2.53%)

2 (2.53%)

8 (10.12%)

16 (20.25%)

11 (13.92%) Praktisi, pengusaha UMKM, pemerintah

7 Banjarmasin N=38

2 (5,26%) 23 (60,32%)

3 (7,90%) 10 (26,32%)

8 Bali N= 13

2 (12,5%)

7 (43,75%)

1 (6,25%)

3 (18,75%)

9 Jakarta N=65

10 (14,9%) - 14 (20,8%)

16 (23,8%)

17 (25,3%)

3 (4,5%) 4 (5,9%) 1 (4,5% (media, lsm)

N = 335 (100%)

62 (18.5%)

1 (0.29%)

99 (29.55%)

34 (10.14%)

41 (12.23%)

24 (7.16%)

51 (15.22%)

23 (6.86%)

Tabel di atas memperlihatkan kecenderungan yang beragam dalam sasaran pengguna literasi

digital, hal ini menunjukkan bahwa penggunaan teknologi digital saat ini menyentuh siapa saja, terutama dari segi usia. Temuan ini memperlihatkan bahwa remaja dan pelajar merupakan sasaran utama kegiatan literasi digital di 9 kota di Indonesia, yakni sebesar (29,55%). Tingginya kelompok sasaran ini sejalan dengan data yang dirilis APJII tahun 2016 tentang pengguna internet, dimana kalangan usia 10-24 tahun menempati urutan kedua (75,5%) setelah usia 25-34 tahun dengan persentasi sebesar75,8%. Selain, usia remaja dan pelajar juga merupakan kelompok yang paling rentan dan dianggap paling banyak mendapatkan pengaruh buruk dari media digital. Atau sebaliknya, mereka dianggap sebagai agen perubahan yang diharapkan bisa turut ambil bagian dalam mengatasi berbagai persoalan masyarakat digital. Sehingga mencermati berbagai perilaku mereka dalam memanfaatkan media digital merupakan hal menarik untuk menjadi kajian analisis dalam sebuah penelitian maupun kegiatan pengabdian pada masyarakat.

Dalam hasil survey yang dilakukan oleh para dosen Ilmu Komunikasi dari berbagai pertguruan tinggi di tanah air ini, juga ditemukan bahwa mahasiswa juga menjadi kelompok sasaran kegiatan literasi digital dengan besaran persentasi 18,5%, disusul oleh masyarakat umum (15,22%), orangtua (12,23%), guru dan dosen (10,14%). Target lainnya dari kategori ini adalah berbagai pihak seperti ormas, LSM, pemerintah, dan media, dengan porsi sebesar 6,86%. Sedangkan posisi terbawah terletak peneliti sebagai target sasaran kegiatan literasi digital (0,29%), dengan jenis kegiatan yang dilakukan adalah

Page 10: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

pembekalan bagi peneliti untuk publikasi ilmiah secara online. Artinya temuan kelompok sasaran ini sudah mengarah pada kebutuhan yang sangat spesifik. Selengkapnya mengenai sasaran kegiatan literasi digital terlihat pada grafik di bawah ini :

Grafik 1:

Kelompok Sasaran Kegiatan Literasi Digital Berdasarkan cluster data yang didapatkan, maka frekuensi paling tinggi untuk kategori pelajar dan remaja termasuk kelompok lainnya sebagai target sasaran kegiatan literasi digital terdapat di kota Bandung. Artinya para akademisi dan aktivis literasi di kota ini paling banyak menyasar remaja dan pelajar dalam berbagai kegiatan yang dilakukannya. Hal ini juga tidak bisa dilepaskan dari “pesona” Bandung sebagai kota pelajar yang cukup aktif di media sosial. sementara itu, kota Yogyakarta mempunyai target sasaran tertinggi untuk kategori peneliti, komunitas dan masyarakat umum. Tentu hal ini tidak begitu mengherankan mengingat kota Yogyakarta memang salah satu kota yang memiliki ragam komunitas dan cukup banyak memiliki Perguruan tinggi. Selain itu, sebagai salah satu kota yang menjadi tujuan wisata favorit di tanah air, tentu pemanfaatan teknologi digital bagi berbagai komunitas juga signifikan dalam kategori ini sehingga menjadi hal yang menarik untuk di teliti. Sedangkan untuk kelompok sasaran guru/dosen/kalangan pendidik serta orangtua paling banyak ditemukan di kota Jakarta bila dibandingkan kota lainnya. Beberapa masalah yang berkaitan dengan kelompok sasaran ini antara lain adalah bagaimana perilaku orang tua dalam memanfaat teknologi digital dalam lingkungan keluarga maupun dalam aktivitas pekerjaan hariannya, sedangkan penggunaan teknologi digital oleh guru antara lain mengkaji topik pemanfaatannya dalam mendukung sarana belajar mengajar. Sementara itu beragam kegiatan literasi yang dilakukan di kota Malang menjadi target sasaran tertinggi untuk kelompok mahasiswa. Selengkapnya mengenai perbandingan data kelompok sasaran ini, bisa dilihat pada grafik di bawah ini :

Page 11: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

Grafik 2 : Frekuensi Kegiatan Setiap Kelompok Sasaran

Selain mengurai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai kelompok sasaran di berbagai kota yang terlibat dalam bagian data penelitian ini, juga dihasilkan berbagai kelompok sasaran yang mendominasi kegiatan di masing-masing kota. Artinya masing-masing kota mempunyai target sasaran unggulan yang bisa saja hasilnya sama dengan kota lainnya. Seperti apa yang digambarkan dalam grafik 3 di bawah ini :

Grafik 3 : Kelompok Sasaran Paling Dominan di Tiap Kota

Data grafik di atas merupakan hasil perbandingan target sasaran di tiap kota yang terlibat dalam riset bersama ini, yang memperlihatkan bahwa ada dominasi target sasaran yang di satu kota juga menjadi dominan di kota yang lain. Secara umum, kelompok sasaran yang dominan di masing-masing kota adalah masyarakat, pelajar, orang tua dan mahasiswa. Mereka adalah pengguna

Page 12: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

teknologi digital sekaligus juga merupakan bagian yang terpapar langsung dari efek negatif penggunaan teknologi digital tersebut. Adapun masalah-masalah yang menjadi tema beragam riset yang menyentuh kelompok sasaran ini antara lain adalah seputar pemanfaatan media sosial dalam berbagai bidang kehidupan, habit atau perilaku dalam menggunakan media sosial, pemanfaatan internet sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar dan sebagainya.

Berdasarkan data di atas, maka Kota Yogyakarta memiliki target sasaran paling banyak untuk masyarakat umum (19 kegiatan), demikian pula dengan di Surakarta (5 kegiatan). Sementara itu, kelompok remaja/pelajar menjadi target sasaran terbanyak dalam kegiatan literasi digital di empat kota, yakni Bandung (30 kegiatan), Banjarmasin (23 kegiatan), Bali dan Salatiga masing-masing 7 kegiatan. Hal berbeda terjadi di Kota Semarang yang memiliki kegiatan literasi digital dengan focus paling banyak pada mahasiswa (10 kegiatan). Dan target sasaran orang tua (17 kegiatan) paling banyak menjadi sasaran kegiatan literasi digital di Kota Jakarta. Mencermati beragam kegiatan yang dilakukan untuk masing-masing kelompok sasaran, maka kita bisa melihat bahwa pelajar dan remaja menjadi kelompok sasaran yang paling menarik untuk dianalisis. Karema mereka yang dikenal juga dengan sebutan babies with superpower merupakan kelompok yang memiliki kemampuan dan kegiatan dengan media digital baru namun belum sepenuhnya mengerti apa makna dan efek dari tindakan mereka tersebut. Kemampuan yang tidak sejalan ini menyebabkan tema dan masalah literasi digital yang diangkat dalam kelompok ini juga sangat banyak dan unik. Ini menunjukkan bahwa “kehebatan dan kemampuan” mereka dalam menguasai teknologi tidak sebanding dengan kemampuan mereka untuk melakukan control pada perilaku dan interaksi mereka dalam bermedia. Mengingat teknologi digital yang terus berkembang, maka diperlukan banyak penelitian lebih lanjut untuk kelompok sasaran ini, agar kemajuan teknologi digital tetap memberikan dampak positif bagi mereka.

Page 13: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

KESIMPULAN Sebagai penetrasi media baru, kehadiran internet telah merambah ke berbagai kalangan masyarakat,

baik secara individu maupun kelompok, tanpa membedakan strata ekonomi. Kehadiran telepon pintar menjadi bagian dari gaya hidup yang “memudah”kan siapa saja yang menggunakannya. Dengan kata lain, kehadiran teknologi digital telah mengambil alih peran-peran tertentu dalam kehidupan masyarakat. Sejatinya tentu saja perkembangan teknologi akan mendatangkan banyak manfaat apabila digunakan dengan cara yang tepat dan sesuai dengan proporsinya. Karena itu pilihan untuk “cerdas” dalam menggunakannya menjadi sebuah keharusan dibanding “memusuhinya”. Sebagai kalangan akademik, para peneliti yang tergabung dalam JAPELIDI sangat menyadari pentingnya pemahaman literasi digital bagi setiap orang. Karena itulah berbagai kajian dan analisis terkait topik ini dilakukan. Temuan beragam kelompok yang menjadi sasaran riset digital para akademisi ini tentunya terus mengalami perkembangan hingga detik ini. Karena berbagai temuan dalam makalah ini merupakan awal langkah di sepanjang tahun 2017, dan beberapa data yang belum sempat terhimpun (bisa karena alasan telat dsb) akan menjadi bagian data untuk riset bersama di tahun 2018.

Tentu, penelitian ini masih harus disempurnakan di tahun-tahun mendatang. Karena itu ada beberapa rekomendasikan dari JAPELIDI, antara lain bahwa literasi digital harus diberikan dalam level keluarga, sekolah, dan negara. Apalagi kelompok sasaran yang mendominasi dalam temuan ini adalah masyarakat, mahasiswa, pelajar dan remaja serta orang tua merupakan bagian penting yang ikut dipengaruhi oleh perkembagan teknologi digital. Semoga penelitian ini terus bertumbuh dengan output yang lebih baik, sehingga menjadi basis data bagi para peneliti dengan topik serupa.

Page 14: KELOMPOK SASARAN KEGIATAN LITERASI DIGITAL

Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jatim No 1 Vol. 1 / 2018 Issue 1: Komunikasi dan Budaya Urban

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Santi Indra & Gani, Rita. 2008, Perempuan Memaknai Berita, Kajian Atas Tingkat Keberaksaraan Media (Media Literacy) Khalayak Perempuan, Penelitian Kajian Wanita, dilaksanakan Atas Biaya DIKTI, Bandung.

Kamil, Ridwan, 2014, Tetot Aku, Kamu, dan media Sosial, Bandung, Sigma Creative Media Corp.

Mulyana, Deddy, 2002, Metode Penelitin Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komukasi dan ilmu sosial lainnya, Bandung, PT.Remaja Rosdakarya.

Nazir, Moh. 2005, Metode Penelitian,Jakarta, Ghalia Indonesia.

Potter, W. James, 2001, Media Literacy, California, Sage Publication Inc.

Sumber Lain

Hasil survey APJII-2016

www. Tirto.id/JAPELIDI (diunduh 15 September 2017)

www.kompasiana.com/iinhermiyanto (diunduh 25 Agustus 2017).

PanduanPenelitianBersama-LiterasiDigital-9Maret2017