keliy anan literasi - kemdikbuddonasibuku.kemdikbud.go.id/files/4/5c9d786a9e3d4.pdf21, yaitu...
TRANSCRIPT
Keliyanan Literasi i
KE
LIY
AN
AN
LIT
ER
AS
I
Kementerian Pendidikan dan KebudayaanDirektorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan2018
Keliyanan Literasi iii
NARASI PRAKTIK BAIKPENGGIAT LITERASI NUSANTARA
KELIYANAN LITERASIM e n g i n s t a l B u d a y a d a n S o s i a l
KEMENTERIANPENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Kementerian Pendidikan dan KebudayaanDirektorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan
2018
Residensi Pegiat Literasiiv
KELIYANAN LITERASIMENGINSTAL BUDAYA DAN SOSIAL
NARASI PRAKTIK BAIKPENGGIAT LITERASI NUSANTARA
PengarahIr. Harris Iskandar, Ph.DDr. Abdul KaharDr. Firman Hadiansyah
PenanggungjawabDr. Kastum
SupervisiWien MuldianArifur AmirMoh AlipiFarinia FiantoMelviSiti Nurul AiniErna Fitria NH
PenulisVudu Abdul RahmanDea AdityaBudi HarsoniNisrina HanifahRafdi Almas AtsalistQiny Shonia Az Zahra
Penyelaras AksaraMoh. Syaripudin
Tata Letak Ali Rokib
Desain SampulLeo Ruslan Aryadinata
EditorFatih ZamErik HK
ISBN : 978-602-53384-0-3
Diterbitkan olehDirektorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan KesetaraanKementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Hak Cipta dilindungi undang-undangDilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
Keliyanan Literasi v
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat
Saya berasal dari sebuah negeri yang resminya sudah bebas buta
huruf, namun yang dipastikan masyarakatnya sebagian besar
belum membaca secara benar—yakni membaca untuk memberi
makna dan meningkatkan nilai kehidupannya. Negara kami
adalah masyarakat yang membaca hanya untuk mencari alamat,
membaca untuk harga-harga, membaca untuk melihat lowongan
pekerjaan, membaca untuk menengok hasil pertandingan sepak
bola, membaca karena ingin tahu berapa persen discount obral
di pusat perbelanjaan, dan akhirnya membaca subtitle opera
sabun di televisi untuk mendapatkan sekadar hiburan.
―~Seno Gumira Ajidarma, Trilogi Insiden
Koichiro Matsuura (Direktur Umum UNESCO,
2006), menegaskan kemampuan literasi baca-tulis
adalah langkah pertama yang sangat berarti untuk
membangun kehidupan yang lebih baik. Sebab, literasi
baca- tulis merupakan pintu awal minat baca masyarakat
dengan syarat tersedia bahan bacaan berkualitas. Selain itu,
Sambutan
Residensi Pegiat Literasivi
baca tulis merupakan salah satu literasi dasar yang disepakati
Forum Ekonomi Dunia 2015. Sedangkan lima literasi dasar
lain yang harus menjadi keterampilan abad 21, terdiri
dari; literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi
finansial, serta literasi budaya dan kewargaan.
Jauh sebelum negeri ini dinyatakan berada di posisi “hampir
terendah” dalam kemampuan literasi, karya sastra telah
berkembang pesat, sejak 957 Saka (1035 Masehi). Menurut
Teguh Panji yang kerap terlibat dalam penelitian situs-situs
Majapahit, dalam Kitab Sejarah Terlengkap Majapahit bahwa
Kitab Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa diadaptasi dari cerita
epik Mahabharata (Hal 36: 2015). Sejarah memang tidak dapat
diulang, tetapi dapat dijadikan tolok ukur bahwa bangsa ini
memiliki riwayat literasi yang tinggi.
Mengingat perubahan global yang sangat cepat, warga
dunia dituntut memiliki kecakapan berupa literasi dasar,
karakter, dan kompetensi. Ketiga keterampilan yang ditegaskan
dalam Forum Ekonomi Dunia 2015 tersebut memantik bangsa-
bangsa di dunia untuk merumuskan mimpi besar pendidikan
abad 21. Karakter yang disepakati dalam forum tersebut
meliputi; nasionalisme, integritas, mandiri, gotong royong, dan
religius. Sedang kompetensi sebuah bangsa yang harus dimiliki,
yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif.
Keliyanan Literasi vii
Jika ketiga kecakapan abad 21 dapat diampu bangsa
Indonesia, maka sembilan nawacita pemerintah dapat terlaksana.
Kesembilan nawacita tersebut meliputi (1) menghadirkan kembali
negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman kepada seluruh warga negara; (2) membuat pemerintah
selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya; (3) membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka negara kesatuan; (4) memperkuat
kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan
terpercaya; (5) meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;
(6) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan
bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; (7) mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik; (8) melakukan revolusi karakter
bangsa; serta (9) memperteguh kebinekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia.
Pratiwi Retnaningdiyah menilai literasi sebagai salah satu
tolok ukur bangsa yang modern. Literasi, baik sebagai sebuah
keterampilan mau pun praktik sosial, mampu membawa hidup
seseorang ke tingkat sosial yang lebih baik, (Suara dari Marjin:
144).
Residensi Pegiat Literasiviii
Berdasarkan Deklarasi Praha (UNESCO, 2003), sebuah
tatanan budaya literasi dunia dirumuskan dengan literasi
informasi (Information Literacy). Literasi informasi tersebut
secara umum meliputi empat tahapan yakni, literasi dasar
(Basic Literacy); kemampuan meneliti dengan menggunakan
referensi (Library Literacy); kemampuan untuk menggunakan
media informasi (Media Literacy); literasi teknologi (Technology
Literacy); dan kemampuan untuk mengapresiasi grafis dan teks
visual (Visual Literacy).
Menjadi kuno bukan berarti membuka pintu masa lalu
untuk sekadar merayakan keluhuran sebuah bangsa. Anak-
anak, remaja, dan orang tua merupakan bagian dari masyarakat
abad 21 yang tengah berjarak dengan tradisi dan budaya.
Kenyataannya, masyarakat dahulu lebih paham menjaga
alam dengan kearifan lokalnya. Petuah-petuah leluhur telah
terabadikan dalam prasasti-prasasti yang semestinya dijiwai.
Muhajir Effendy, Menteri Pendidikan dan Kebuda ya-
an Republik Indonesia, menyatakan sejarah peradaban
umat manusia menunjukkan bahwa bangsa yang maju tidak
dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang
melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang
besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang
memiliki peradaban tinggi dan aktif memajukan masyarakat
dunia. Keliterasian dalam konteks ini bukan hanya masalah
Keliyanan Literasi ix
bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, melainkan
juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa memiliki
kecakapan hidup agar mampu bersaing dan bersanding dengan
bangsa lain untuk menciptakan kesejahteraan dunia. Dengan
kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi menunjukkan
kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis,
kreatif, dan komunikatif sehingga dapat memenangi persaingan
global. Hal itu menegaskan bahwa Indonesia harus mampu
mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan
hidup abad ke-21, melalui pendidikan yang terintegrasi; mulai
dari keluarga, masyarakat, dan sekolah.
Persiapan menghadapi tantangan abad 21, semua pihak
wajib berkolaborasi dalam membangun ekosistem pendidikan.
Terdapat tribangun lingkungan yang harus sambung-
menyambung sebagaimana semangat tripusat pendidikan
gagasan Ki Hajar Dewantara. Lingkungan keluarga, masyarakat,
dan sekolah harus dibangun jembatannya tanpa terputus. Ketiga
lingkungan ini harus berkelindan agar menjadi jalan untuk
mengantarkan sebuah negara pada tujuannya. Menyiapkan
sumber daya manusia yang bernas sejak halaman pertama dari
ketiga lingkungan pendidikan.
Gerakan literasi keluarga, masyarakat, dan sekolah
digencarkan semua pihak setelah berbagai penelitian
memosisikan Indonesia di titik nadir. Aktivitas komunitas-
Residensi Pegiat Literasix
komunitas literasi dalam mendekatkan buku dengan
masyarakat sangat gencar. Harapan muncul kemudian agar
penggiat dengan masyarakat benar- benar memahami makna
yang terkandung dalam bacaan. Masyarakat yang terbangun
budaya bacanya diharapkan dapat memberdayakan diri di
era digital dan revolusi industri 4.0. Negeri ini tengah bangkit
mengejar kemajuan negeri- negeri lain agar sejajar harkat dan
derajat kebangsaannya.
Jakarta, 31 Agustus 2018
Direktur Jenderal
Ir. Harris Iskandar, Ph.D
Keliyanan Literasi xi
Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan
Bahan bacaan berkualitas bangsa ini, sejak zaman Hindia
Belanda tidak pernah kekurangan. Balai Poestaka telah
menyebarluaskan terbitan buku-buku di tengah masyarakat,
sejak 15 Agustus 1908. Bahkan setelah menerbitkan Pandji
Poestaka, Balai Poestaka juga menerbitkan edisi mingguan
berbahasa Sunda; Parahiangan dan majalah berbahasa Jawa;
Kejawen, yang terbit dua kali seminggu.
Pengantar yang dikutip dari Drs. Polycarpus Swantoro
pada halaman 53 dalam karyanya, Dari Buku ke Buku–
Sambung Menyambung Menjadi Satu, merupakan
gambaran bangsa ini literat sejak lama. Permasalahan terjadi
kemudian ketika perkembangan zaman melesat begitu cepat.
Oleh sebab itu, upaya pemerintah dalam meningkatkan
keliterasian masya rakat terus digalakkan. Terutama dalam
menghadapi tantangan abad 21, di era revolusi industri
4.0 yang serba digital.Secara faktual, masyarakat belum
mengoptimalkan teknologi dan informasi dengan baik. Hal
Pengantar
Residensi Pegiat Literasixii
tersebut dapat dibuktikan dalam penggunaan masyarakat
terhadap media sosial yang belum produktif.Kerja keras
dalam memberi pencerahan kepada masyarakat dalam
mengolah, menyaring, dan memproduksi informasi melalui
penguatan literasi terus dilaksanakan. Terdapat enam literasi
dasar yang harus segera dimaknai masyarakat, yakni literasi
baca-tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital,
literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan
Sejak tahun 2017, Direktorat Jenderal Pembinaan
Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan PAUD dan Pendidikan
Masyarakat (Dit.Bindiktara) mengadakan Program Residensi
Penggiat Literasi.Kegiatan ini merupakan sarana bagi para
penggiat literasi untuk saling belajar dan saling berbagi
inspirasi mengenai praktik- praktik baik yang sudah dilakukan
di derahnya masing- masingnya.Program ini bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas atau kemampuan penggiat literasi,
terutama dalam pengembangan enam literasi dasar, untuk
diterapkan di TBM.
Tahun 2018, Program Residensi dilaksanakan di enam
TBM, yaitu Rumah Baca Bakau (Deli Serdang, Sumatera
Utara), TBM Kuncup Mekar (Gunung Kidul, Yogyakarta), TBM
Evergreen (Jambi), TBM Warabal (Parung, Bogor), Rumpaka
Percisa (Tasikmalaya, Jawa Barat), dan Rumah Hijau Denassa
(Gowa, Sulawesi Selatan). Enam TBM yang menjadi tuan
Keliyanan Literasi xiii
rumah pelaksana program residensi diseleksi berdasarkan
program dan praktik baik yang telah mereka lakukan dalam
mendenyutkan gerakan literasi di daerahnya masing- masing
dan memiliki dampak positif di masyarakat. Para penggiat literasi
yang menjadi peserta program residensi diseleksi melalui esai
kreatif tentang kegiatan yang dilakukan di TBM dan komunitas.
Narasumber di setiap program residensi berasal dari penggiat
literasi, kalangan profesional, budayawan, dll.
Apresiasi yang diberikan Presiden Republik Indonesia,
Bapak Joko Widodo, dengan mengundang sejumlah penggiat
literasi yang inspiratif ke Istana Negara, pada Hari Pendidikan
Nasional, 2 Mei 2017, menjadi tonggak sejarah gerakan literasi
di Tanah Air. Dalam pertemuan tersebut, Ketua Umum Forum
Taman Bacaan Masyarakat menyerahkan 8 Bulir Rekomendasi
Literasi kepada presiden dan mendapatkan responss positif dari
kepala negara. Sejak saat itu, gerakan literasi di masyarakat
semakin semarak dan berkembang.Dit. Bindiktara yang
selama ini memberikan dukungan terhadap gerakan literasi
masyarakat pun meresponss positif langkah-langkah yang telah
dilakukan Presiden, Bapak Joko Widodo, dengan melakukan
inovasi dan pengembangan program ke arah yang bertujuan
untuk meningkatkan kapasitas/kemampuan penggiat literasi
dan memberikan stimulasi dalam pengembangan program
dan kegiatan di masing-masing TBM. Tidak hanya itu, dalam
Residensi Pegiat Literasixiv
program Residensi, para pelaksana dan peserta diwajibkan
untuk membuat tulisan yang kemudian diterbitkan dalam
bentuk buku, seperti buku yang saat ini sedang Anda baca. Hal
ini mengejawantahkan maksud Koichiro Matsuura (Direktur
Umum UNESCO, 2006) yang menegaskan bahwa kemampuan
literasi baca tulis adalah langkah pertama yang sangat berarti
untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Literasi baca-
tulis pun disepakati Forum Ekonomi Dunia 2015 beserta lima
literasi dasar lainnya yang harus menjadi keterampilan abad
21, yaitu literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi
finansial serta literasi budaya dan kewargaan.
Program Residensi 2018 menghasilkan 14 buku yang
menjadi produk nyata pengetahuan hasil pengembangan praktik
baik para penggiat literasi. Ke-14 buku tersebut diterbitkan
dalam seri Narasi Praktik Baik Penggiat Literasi Nusantara
dengan judul- judul: Sains dan Kreasi, Sains, Pustaka dan
Semesta, Mengeja Tas Belanja, Merangkai Aksara, Menjaring
Finansial, Imaji Numerasi, Yang Berhitung Yang Beruntung,
Identitas Warga Bangsa, Kultur dan Tradisi Nusantara, Yang
Tersirat dan Yang Tersurat, Guratan Ekspresi Gerakan Literasi,
Dakwah Literasi Digital, Keliyanan Literasi, Literasi dalam Saku,
dan Realitas Virtual.
Keliyanan Literasi xv
Semoga 14 buku praktik baik produksi pengetahuan para
penggiat literasi hasil program residensi ini dapat mewarnai
bahan bacaan berkualitas yang bisa disebarluaskan di tengah
masyarakat.Menginspirasi para penggiat literasi yang tersebar
di seluruh pelosok negeri, dari Sabang sampai Merauke, dari
pulau Mianggas sampai pulau Rote untuk diterapkan dan
dikembangkan di TBM dan di komunitasnya masing- masing.
Salam literasi.
Jakarta, 31 Agustus 2018
Direktur
Dr. Abdul Kahar
Keliyanan Literasi xvii
Daftar Isi
Sambutan ........................................................................... iii
Pengantar ........................................................................... ix
Prolog ................................................................................ xvii
Keliyanan Literasi; Dari Kebudayaan, Digital,
Hingga Sosial ..................................................................... 1
Oleh : DEA ADITYA
TBM Kuli Maca di Era Digital: Transformasi Mengejar
Ketertinggalan ................................................................... 25
Oleh : BUDI HARSONI
Literasi Sebagai Benteng Arus Digital ................................. 47
Oleh : NISRINA HANIFAH
Media Sosial Sebagai Pengembangan Jaringan TBM
(Taman Bacaan Masyarakat) .............................................. 71
Oleh : RAFDI ALMAS ATSALIST
Perihal Menulis dan Bercakap-cakap
di Era Revolusi Industri 4.0 ................................................ 85
Oleh : QINY SHONIA AZ ZAHRA
Foto-foto Kegiatan Residensi ............................................. 103
Keliyanan Literasi xix
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA
Literacy Cyber Army
Oleh : VUDU ABDUL RAHMAN
Menghadirkan literasi di tengah
warga dengan menggunakan
Balai Kampung KB
Bantarsari merupakan penguatan
literasi keluarga dan masyarakat
yang digelorakan Rumpaka Percisa.
Komunitas multiliterasi dan kreativitas
yang saya dirikan sejak 12 Juni 2010
ini, sempat berpindah-pindah tempat. Bahkan,
tidak memiliki markas, kerap meminjam lahan atau
halaman siapa saja yang bersedia. Menempati balai
Residensi Pegiat Literasixx
warga dilakukan sebagai langkah baru sebagai bagian
spektrum gerakan literasi yang berhamburan di
antara langit dan bumi Indonesia. Balai Kampung KB
Bantarsari digunakan sebagai markas Rumpaka Percisa
sejak pertengahan 2017. Selain mewujudkan tujuan
sederhana penggunaan Balai Warga Kampung KB
sebagai pusat kegiatan
literasi Rumpaka Percisa,
adalah kebutuhan
sosial sebagai warga
RT 004 dan RW 016
Kelurahan Nagarasari,
Kecamatan Cipedes,
Kota Tasikmalaya.
Berusaha untuk memberi
kontribusi mulai dari
lingkungan terdekat;
keluarga dan masyarakat.
Pengembangan Kapasitas
Penggiat Literasi Bidang Literasi Digital hanyalah
ledakkan agar masyarakat terpapar energi multiliterasi.
Banyak temuan di luar dugaan selama bergiat
di tengah warga, pertemuan dengan Suplan Azhari,
misalnya. Seorang sepuh yang tinggal di depan balai,
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
“Pengembangan Kapasitas
Penggiat Literasi Bidang Literasi
Digital hanyalah ledakkan agar
masyarakat terpapar energi multiliterasi”
Keliyanan Literasi xxi
ia asli dari Bangka, memutuskan tinggal di wilayah
Bantarsari untuk menikmati masa senja bersama istri
tercinta. Ketertarikan terhadap dunia literasi, merelakan
dirinya untuk menjadi penasihat Rumpaka Percisa. Ia
pun bersedia merelakan rumahnya dengan status free
charge sebagai tempat home stay para tamu. Didin
Jayana, selaku ketua Rukun Warga 16 Bantarsari pun
rela menjadi pembina. Suplan Azhari, B.Sc., yang telah
berusia 72 tahun bersedia menjadi keluarga Rumpaka
merupakan hadiah dari Tuhan. Ia memang telah renta,
tapi memiliki kejutan dengan menerbitkan buku pada
usia 70 tahun. Bagi kami, kesediaannya adalah kabar
gembira. Meskipun napas dan geraknya terbatas,
tetapi napak tilasnya telah meretas. Begitu juga Didin
Jayana yang masih memiliki tenaga demi warga. Kami
semacam menemukan sebuah tempat singgah yang
ramah. Menarik napas lebih panjang untuk diembuskan
dengan bebas. Fadhilah Candra Nurjaman yang memiliki
motivasi tinggi dalam menggerakkan muda-mudi pun
berusaha keras dalam membantu gerakan Rumpaka. Jika
Wanti Susilawati yang bertugas dalam administrasi dan
menjabat sekretaris Rumpaka telah diasah sejak tahun
2015. Ia cekatan dalam mengurus administrasi yang
kerap terabaikan pada tahun-tahun sebelumnya. Sinta
Dewi Vaira, Yanuar Effendi, Bagus Framerius, Inggri
Residensi Pegiat Literasixxii
Dwi Rahesi, Intan Puspitasari, dan Syswandi dianggap
kerap membantu selama ini. Mereka bagian dari jejak
sejarah Rumpaka, mulai dari nama Percisa hingga Mata
Rumpaka sebagai rumah baru.
Orang-orang saling memberi tahu peristiwa, tidak
lagi melalui percakapan di beranda. Paviliun yang
biasanya ramai dengan percakapan para perempuan
anggun, tak lagi mengalun. Tempat-tempat paling dekat
dengan rumah pun telah ngungun. Semua orang berada
dalam dunia yang diameternya sangat kecil. Saling
pandang melalui layar kaca dan berkomunikasi dengan
gerak jemari-jemari untuk mengetik kalimat-kalimat
realita. Pesannya dihantarkan gelombang udara ke
tangan siapa saja dalam hitungan detik. Aku dan kamu
pun ada di dalamnya. Terkadang tidak menjadi bagian
perdebatan, tetapi menyaksikan keributan dan hanya
diam. Bahkan, menjadi pelaku atau peniru. Seluruh
indera diisap sebuah kekuatan realitas virtual. Orang-
orang tengah berada dalam satu kotak yang pengap dan
hampa.
Tidak masalah berada di lingkaran warga meski
hanya menyimak dan mendengarkan saja. Paling tidak,
mereka merasa nyaman untuk mengungkapkan rahasia
yang telah lama terpendam. Tidak akan ada yang pernah
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
Keliyanan Literasi xxiii
tahu jika lalu-lintas waktu dianggap angin lalu. Kau tak
pernah hadir dalam kerumunan yang hal-hal sederhana
adalah bermakna sangat mahal. Siap-siap menyeka
keringat, ketika ledakkan dahsyat meletus tiba-tiba.
Anggapan udik dan tidak tahu apa-apa terhadap warga
justru tidak paham keadaan lingkungan sekitar. Sekali
lagi, pastikan orang-orang di sekitar rela menjadi bumi.
Sebab jika tidak, kau
hanya akan melayang
semacam berjalan di atas
bulan; hampa.
Beberapa peserta
berinisiatif tiba lebih
awal ke lokasi residensi
literasi digital. Willy
Satria, peserta dari Bukit
Tinggi tiba-tiba hadir di
Balai Rumpaka Percisa.
Ia menuju lokasi pada
Senin malam, pukul 23.30 WIB, 23 Juli 2018. Ia tidak
kordinasi dengan Yanuar Effendi sebagai petugas
dalam penjemputan. Para peserta dijemput dengan
menggunakan mobil berkapasitas 16 orang dari pinjaman
Pemerintah Kota Tasikmalaya. Kami mengajak Willy ke
“Tidak akan ada yang pernah tahu
jika lalu-lintas waktu dianggap
angin lalu. Kau tak pernah hadir dalam
kerumunan yang hal-hal sederhana adalah
bermakna sangat mahal”
Residensi Pegiat Literasixxiv
Pergola Coffee Corner untuk menikmati secangkir kopi
Priangan. Disusul Aditya Prayoga dari Lubuk Linggau,
Budi Harsoni, Mawadah, Kusni, dan Fatih Ardiansyah
dari Banten. Mereka diistirahkan di Kopi Naw-naw
yang telah berkordinasi untuk dijadikan tempat singgah.
Komunitas-komunitas Tasikmalaya bersedia memberi
tempat kepada saudara
sebangsa, setanah, seair,
seudara Indonesia.
Setelah mendalami
konteks literasi digital
yang telah dikembangkan
Rumpaka Percisa,
konvergensi media
menjadi tema khusus yang
ditelaah dan diserap para
penggiat terpilih yang
magang selama 4 hari,
mulai 24 27 Juli 2018.
Para peserta residensi diharapkan dapat menemukan
makna pengembangan literasi digital di Tasikmalaya.
Kecakapan menggunakan media digital dengan
beretika dan bertanggung jawab untuk memperoleh
informasi dan berkomunikasi. Literasi Digital membuat
“Para peserta residensi
diharapkan dapat
menemukan makna
pengembangan literasi digital di Tasikmalaya”
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
Keliyanan Literasi xxv
seseorang mampu: Berpikir kritis, kreatif, dan inovatif,
memecahkan masalah, berkomunikasi dengan lebih
lancar, berkolaborasi dengan lebih banyak orang (gln.
kemdikbud.go.id).
Beragam konten media sosial tersebar sangat cepat,
sebuah informasi hanya perlu sepersekian detik untuk
sampai di genggaman warganet. Entah peristiwa
kecelakaan, fenomena alam, hujatan, kekerasan,
pelakoran dan keadaan sebuah wilayah di pelosok.
Semua warganet hanya mengklik sebuah tautan,
terkadang tidak sadar menganggap diri sebagai Tuhan,
merasa tahu segalanya tanpa hak dan kewajiban.
Oleh sebab itu, penguatan literasi digital merupakan
tema besar yang wajib digali kedua puluh peserta dari
berbagai wilayah Indonesia.
Ketentuan tersebut berdasarkan surat Direktorat
Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan,
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan
Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 335/C4.2/MS/2018 dalam rangka
Bimbingan Teknis Penerima Bantuan Peningkatan
Minat Baca yang dilaksanakan di MG Setos Hotel Jalan
Residensi Pegiat Literasixxvi
Inspeksi Gajahmada Semarang, Jawa Tengah, 24 – 27
Juli 2018. Ditindaklanjuti oleh surat dengan nomor
1471/C4.2/MS/2018 tentang perihal kesediaan tempat
pelaksanaan kegiatan residensi penggiat literasi, tahun
2018.
Diharapkan para peserta yang mewakili dari
beberapa wilayah Indonesia tersebut dapat mengikuti
kegiatan residensi dengan mendapatkan pencerahan.
Dampak pelaksanaan residensi literasi digital ini tidak
sekadar sebuah program. Namun, menjadi alasan untuk
menguatkan tujuan bersama dalam rangka penguatan
masyarakat yang literat di era digital. Diharapkan
pengembangan literasi digital yang telah dilaksanakan
Rumpaka Percisa dapat menyebar ke seluruh nusantara.
Dalam pelaksanaan residensi literasi digital yang
diselenggarakan Direktorat Pembinaan Pendidikan
Keaksaraan dan Kesetaraan Kemdikbud RI bekerja sama
dengan Rumpaka Percisa Kota Tasikmalaya, merancang
sebuah kegiatan berdasarkan pedoman realitas virtual.
Para peserta diperkuat dengan pendalaman materi
kepenulisan, pemahaman literasi digital, dan praktik
literasi digital. Mengupas konsep konvergensi media
yang dijadikan karya audiovisual untuk dipresentasikan.
Selain itu, sebagai bahan dasar untuk dijadikan bahan
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
Keliyanan Literasi xxvii
buku yang diterbitkan Direktorat Pembinaan Pendidikan
Keaksaraan dan Kesetaraan Kemdikbud RI.
Prinsip pengembangan literasi digital menurut
Mayes dan Fowler (2006) bersifat berjenjang.
Terdapat tiga tingkatan pada literasi digital. Pertama,
kompetensi digital yang meliputi keterampilan, konsep,
pendekatan, dan perilaku. Kedua, penggunaan digital
yang merujuk pada pengaplikasian kompetensi digital
yang berhubungan dengan konteks tertentu. Ketiga,
transformasi digital yang membutuhkan kreativitas dan
inovasi pada dunia digital.
Kegiatan pembelajaran lebih mengaktifkan peserta
residensi literasi digital sebagai pusat pembelajar (student
center). Pemateri memberikan arahan terhadap peserta
dalam pengembangan kepenulisan, konten, kreativitas,
dan produktivitas dalam bermedia sosial. Diharapkan
para peserta dapat memiliki kemampuan kontrol sosial,
mencari pekerjaan, berjejaring dalam skala lokal,
interlokal, nasional, dan internasional. Oleh sebab itu,
para peserta dijadikan kontributor sementara dalam
sebuah rumah digital, sebuah laman rumpakapercisa.
tk. Mereka harus merekam peristiwa agar menjadi jejak
digital. Rumpaka Percisa berinisiatif memfasilitasi para
peserta untuk mendalami proses kreatif dalam realitas
Residensi Pegiat Literasixxviii
virtual.
Adapun tujuan pengembangan laman
rumpakapercisa.tk sebagai upaya tindak lanjut kegiatan
yang menjadikan para peserta sebagai literacy cyber
army. Para peserta tidak sekadar memahami literasi
digital sebagai internet sehat, menangkal pemberitaan
palsu alias hoaks, dan pengguna media sosial yang
pasif dan tak beradab. Para peserta dapat memiliki
kemampuan dalam memproduksi informasi, karya tulis,
fotografi, videografi yang memberi wawasan alternatif
kepada warganet. Laman rumpakapercisa.tk dijadikan
tempat singgah digital dalam bermedia sosial bagi
para peserta. Hal ini bertujuan untuk menindaklanjuti
kegiatan residensi agar berdampak menasional.
Konvergensi Media bermakna pengintegrasian atau
penggabungan beragam media untuk dijadikan titik pusat
dan tujuan dalam menyebarkan informasi. Istilah lain
konvergensi media adalah internet itu sendiri. Literacy
Cyber Army sebuah kelompok atau pasukan maya yang
akan bergerak dalam memengaruhi dunia digital dengan
produktivitas, kreativitas, dan bersifat pencerahan.
Para peserta adalah literacy cyber army yang terbentuk
pascaresidensi literasi digital di Rumpaka Percisa Kota
Tasikmalaya. Peserta residensi ini dijadikan contoh
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
Keliyanan Literasi xxix
untuk para penggiat lainnya untuk pengembangan
Konvergensi Media dalam ranah Literacy Cyber Army
di wilayah masing-masing. Para peserta merupakan 20
orang terpilih yang esai tentang literasi digitalnya telah
melalui tahap seleksi.
Para pemateri
disampaikan ahli di
bidangnya masing-
masing: Wien Muldian
(Aktivis/Praktisi/Pengagas
Literasi Kemdikbud RI),
Acep Zam-zam Noor
(Penyair), Duddy RS
(Penggiat Literasi Digital
dan Media), Nero Taopik
Abdillah (Gubernur
FTBM Jawa Barat), Ai
Nurhidayat (Pengagas
Kelas Multikultural), Iwok Abqary (Penulis Novel
Populer).
Capaian kompetensi para peserta dapat memahami
konsep literasi digital yang telah dikembangkan
Rumpaka Percisa dan komunitas kreatif Tasikmalaya.
Para peserta mampu membuat karya tulis tentang literasi
“Konvergensi Media bermakna
pengintegrasian atau penggabungan beragam media untuk dijadikan titik pusat dan tujuan dalam menyebarkan
informasi.”
Residensi Pegiat Literasixxx
digital. Kedua puluh peserta tersebut dapat memiliki
kemampuan untuk mengembangkan “Konvergensi
Media: Literacy Cyber Army” dalam pengembangan
literasi digital yang difasilitasi laman rumpakapercisa.tk.
Kompetensi yang diharapkan pascakegiatan,
yaitu: Berpikir kritis,
kreatif, dan inovatif.
Berkomunikasi baik.
Berkolaborasi dengan
banyak pihak. Berkarya
tulis, audio, visual, dan
audiovisual. Berjejaring
secara luas. Indikator
dalam menyiapkan
literacy cyber army,
yaitu: Peserta memiliki
informasi lengkap tentang
literasi digital. Peserta
memahami beragam aplikasi, fitur, platform, dan
laman. Peserta mengetahui beragam tautan yang dapat
dijadikan referensi. Peserta mampu mengoperasionalkan
akun media sosial dengan baik dan produktif. Peserta
memahami peran content creator/editor, writer,
fotografer, videografer, dan narator. Peserta memiliki
“Peserta memiliki
kemampuan untuk dijadikan
literacy cyber army demi masa depan Indonesia
lebih baik”
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
Keliyanan Literasi xxxi
kemampuan untuk dijadikan literacy cyber army demi
masa depan Indonesia lebih baik.
Materi pendukung dalam menguasai literasi digital,
di antaranya: Proses Kreatif Menulis Puisi. Menggali
Kekayaan Alam dan Budaya Daerah dalam Penulisan
Populer. Masyarakat Mandiri Informasi Era Digital.
Penguatan Literasi Digital Terhadap Kelas Multikultural.
TBM Sebagai Ruang Gerakan. Gerakan Literasi Lokal:
Mengembangkan Kreativitas Literasi dan Membangun
Jejaring Kolaborasi dalam Upaya Meningkatkan Literasi
Masyarakat.
Titik Spiral Residensi Literasi mulai dari Balai Warga
Rumpaka Percisa yang berlokasi di Jalan Sukagenah,
Ke-lurahan Nagarasari, Kecamatan Cipedes, Kota
Tasikmalaya. Lokasi tersebut merupakan titik pusat
kegiatan residensi yang digunakan untuk arahan,
kontrak belajar, dan pendalaman materi.
Menurut penerima penghargaan South East Asian
(SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand tahun 2005,
bahwa memahami puisi dan memahami prosa ada
bedanya. Ini disebabkan karena bahasa yang digunakan
dalam puisi berbeda dengan yang dipakai prosa.
Memahami puisi mungkin sedikit lebih rumit dibanding
memahami prosa. Kerumitan ini terjadi karena cara
Residensi Pegiat Literasixxxii
melukiskan pengalaman dalam puisi biasanya berlapis-
lapis, tidak langsung atau runtut seperti halnya dalam
kebanyakan prosa. Penyair tidak sekadar memberikan
keterangan dan penjelasan kepada pembacanya tentang
apa yang ingin disampaikan, tapi juga memperhitungkan
keindahan bunyi, keharmonisan irama, kekayaan imaji,
ketepatan simbol, rancang bangun kata-kata dan lain
sebagainya. “Kekayaan Alam dan budaya menjadi modal
besar dalam sebuah penulisan,” Iwok Abqary, pemateri
kedua mengawali pemaparannya. “Literasi tidak sekadar
mengenalkan tentang membaca, menulis, dan berhitung.
Terlebih, literasi mengenalkan pada pemahaman isi
buku tersebut,” lanjutnya sambil memantik diskusi. Ai
Nurhidayat (Boy) mengajak para peserta mengubah pola
pikir kebangsaan. Perbedaan yang kerap dimanfaatkan
kepentingan politik sebagi pemantik huru-hara. Boy,
pendiri kelas multicultural, memberikan gambaran
keindonesiaan melalui komunitas dan sekolah yang
didirikannya. Para peserta didik yang diundang dari
berbagai wilayah Indonesia, di sekolahkan di SMK Bakti
Karya, Parigi, Kabupaten Pangandaran. Sedang Duddy
RS menyampaikan materi tentang konvergensi media
yang telah digagasnya bersama Pondok Media dalam
program Pesantren Media. Sebuah karya audiovisual
jurnalistik yang dibuat spontan, ia presentasikan di
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
Keliyanan Literasi xxxiii
depan para peserta. Ia menekankan kepekaan para
peserta untuk menangkap peristiwa di sekitar yang
dapat dijadikan bahan informasi dan inspirasi.
Pergola Coffee Corner, sebuah kedai di Jalan
Mohammad Hatta merupakan titik lokasi sejarah
pengembangan multiliterasi yang digagas anak-
anak muda pencinta kopi. Pada hari kedua, setelah
pendalaman materi dari beragam narasumber, para
peserta menggali karya multiliterasi dalam bentuk
audiovisual, (Rabu, 25 Juli 2018). Para peserta menggali
dan menyerap proses kreatif, bedah karya multiliterasi,
dan diskusi. Para peserta residensi diarahkan menuju
Pergola Coffee Corner untuk mengeksplorasi karya
anak-anak muda Tasikmalaya yang mewujudkan ide
menjadi karya. Gagasan terkadang deras mengalir,
tetapi kerap menguap tak berupa. Para peserta menggali,
menyaring, dan mengambil saripati bahan materi yang
dapat dikembangkan di wilayahnya masing-masing.
Para peserta residensi literasi digital memiliki cara
dalam menjaga kebahagiaan selama kegiatan. Diisi
beragam materi soal pemahaman literasi digital, praktik
baik pengembangan literasi digital, eksplorasi karya
digital, dan membuat karya digital serta berkarya tulis
untuk dijadikan bahan buku. Kedua puluh peserta yang
Residensi Pegiat Literasixxxiv
hadir dalam penyelenggaraan residensi literasi digital,
bukan semata-mata kekuatan tangan seseorang yang
memiliki kuasa. Mereka terpilih bukan saja atas dirinya
sendiri. Semua kembali pada titik awal. Ini berhubungan
dengan kehendak trispiritual: dirinya, alam, dan Tuhan.
Keseluruh materi yang disampaikan narasumber
merupakan informasi untuk memperkuat pemahaman
para peserta dalam pengembangan literasi digital.
Peran Peserta dalam kegiatan residensi dibagi menjadi 4
kelompok yang beranggotakan 5 orang. Setiap anggota
dalam kelompok memiliki peran: Content Creator/
Editor; mengagas bentuk kreativitas atau produksi
yang akan dikembangkan dalam kemampuan literasi
digital selama kegiatan. Writer; menerjemahkan dalam
bahasa tulis; puisi, cerpen, esai, dan lain-lain. Narator;
membacakan/Mendeklamasikan gagasan yang telah
dinarasikan penulis. Fotografer; menerjemahkan
gagasan yang dikembangkan content creator dalam
fotografi. Videografer; menerjemahkan gagasan yang
dikembangkan content creator dalam videografi.
Tugas setiap kelompok wajib membuat karya dalam
bentuk audiovisual sesuai dengan peran dan fungsi serta
tugas setiap anggotanya. Karya tersebut dipresentasikan
pada Rabu malam, 26 Juli 2018. Pohon gagasan
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
Keliyanan Literasi xxxv
Konvergensi Media tersebut diilustrasikan sebagai
berikut:
Pohon Gagasan Konvergensi Media, yaitu tema
besar setiap kelompok yang telah disepakati anggota
untuk dijadikan titik pusat dalam penggembangan sub-
sub tema pada ranting-ranting. Fungsi pohon gagasan
tersebut dapat digunakan untuk karya audiovisual
sekaligus bahan dasar buku yang dirancang setiap
kelompok. Perhatikan contoh pembagian tema dan sub
tema sebagai berikut:
Gambar 1: Pohon Gagasan untuk karya audiovisual dan kerangka buku praktik baik literasi digital.(Ilustrator: Leo Ruslan Aryandinata)
Residensi Pegiat Literasixxxvi
Tema: Mayarakat Mandiri Informasi Era Digital
Sub Tema 1: Peran Media Sosial Terhadap
Pengem-bangan Taman Bacaan Masyarakat.
Sub Tema 2: Mengubah Haluan Media Sosial.
Sub Tema 3: Berawal dari Pemburu Kuis.
Sub Tema 4:Belajar
Jujur dari Film
Inspiratif.
Sub Tema 5: Kata-
kata adalah Mantra,
Intelektualitas Penulis
dalam Musik Cadas.
Tema besar di atas
dikembangkan dalam
bentuk audiovisual
yang dipraktikkan di area Kampung Hawu, Taman
Karangresik, Kota Tasikmalaya, (Kamis, 26 Juli 2018).
Penyelenggara memberikan waktu, mulai pukul 08.00 –
12.00 WIB. Mempraktikkan Pohon Gagasan Konvergensi
Media menjadi karya digital (audiovisual) sebagai bahan
presentasi. Para peserta diajak ke lokasi fenomenal
di Kota Tasikmalaya itu bukan untuk berwisata,
“Diwisuda guru besar,
sang penentu kelulusan, tapi ia tidak berwujud,
lebih kepada kata benda; kerelaan.”
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
Keliyanan Literasi xxxvii
bahkan berleha-leha. Setiap kelompok bertugas untuk
memanfaatkan area wisata tersebut sebagai latar atau
bahan dalam melengkapi karya audiovisual yang
dikembangkan dalam konsep konvergensi media.
Setiap kelompok berproses kreatif selama hampir 5 jam,
mulai pukul 08.30 – 14.30 WIB. Setiap anggota telah
dibagi peran sebagai content creator/editor, narator,
writer, fotografer, dan videografer. Setiap kelompok
mempresentasikan karya audiovisualnya di markas
raamfest.com yang berlokasi dalam naungan Cabin
Creative, Jalan Ampera Nomor 165. Lokasi terakhir
dalam kegiatan residensi literasi digital ini merupakan
sebuah markas offline raamfest.com dalam menampung
karya, acara, dan aktivitas anak-anak muda Tasikmalaya
dan Indonesia.
Berdasarkan keputusan takdir sebuah universitas
kreativitas yang hanya 2 semester, sekumpulan
mahasiswa berhasil menuntaskan kuliah pendeknya.
Diwisuda guru besar, sang penentu kelulusan, tapi ia
tidak berwujud, lebih kepada kata benda; kerelaan.
Tasikmalaya yang digadang-gadang pemberi pesan
itu didatangi langsung utusan-utusan Indonesia. Pesan
yang disampaikan langsung di dekat telinga dan
Residensi Pegiat Literasixxxviii
depan matanya. Bukankah ini keajaiban ketika, “Dari
Tasikmalaya untuk Indonesia dan Dunia” adalah sebuah
doa yang menarik mereka berada di bawah langit Kota
Tujuh Stanza? Bersyukurlah! Berkaryalah! “Wahai
manusia-manusia tangguh!” gelegar sang deklamator,
Zebugh Abdul Jabbar dalam theme song “Mahakarya
Tasikmalaya” yang digubah lirik dan musiknya oleh
Abe Melodrama.
Jika sebuah kegiatan membuat diri terluka dan tidak
bahagia untuk apa? Banyak orang yang membuat kami
tetap berdiri hingga hari ini. Kami yakini bahwa orang-
orang baru akan merapat untuk merelakan dirinya
sebagai generasi. Apresiasi setinggi apa pun, tidak akan
mampu membayar sebuah kerelaan. Terlalu mahal jika
harus dibayar materi yang jelas akan cepat habis. Sedang
tenaga dan pikir mereka dikuras habis-habisan, tetapi
cinta membayar pengorbanannya. Terus memompa
jantung untuk mengalirkan oksigen baru melalui sungai
pembuluh gerakan.
Lingkaran pada suatu dimensi, ternyata sebuah
bumi virtual hanya maha kecil. Seperti diam, tetapi
gerik terus gerak; tanpa badan berpindah-pindah.
Menyentuh dinding-dinding yang dingin. Menghapus
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
Keliyanan Literasi xxxix
lajur yang ngungun dan tidak lagi dibangun. Inilah kode
Tuhan untuk selalu berani memulai dari nol. Proses air
menyerap ke dalam tanah, bisa jadi isapan magnet bumi
yang berkekuatan natural. Ia kemudian menjadi residu
dan memperkuat empedu. Waktu tidak akan mencari-
cari teduh, ia akan menjadi siang dan malam, menjadi
terik dan keluh.
Kembali membaca semesta mulai halaman pertama.
Menulis jejak agar dibaca sesiapa. Belajar dalam
perjalanan dan menyerap pelajaran. Melanjutkan
pencarian dan semoga menemukan arti baru. Setelah
menemukan jalan, tidak lantas senyum lepas. Semacam
tangisan-tangisan bayi yang lahir di seluruh dunia.
Begini saja, dalam pertandingan sepakbola piala dunia
sekalipun berlaku. Siapa yang menangis dan tersenyum
di akhir pertandingan? Biasanya, mereka yang tetap
kukuh bersama adalah pemenangnya. Bersama-sama
menyerang dan bertahan dari kekalahan. Apakah hidup
juga sebuah pertandingan? Tentu saja, bertanding
melawan diri sendiri yang paling menguras energi.
Terkadang, kekalahan seseorang ditentukan saat peluit
ditiup pada akhir waktu setiap individu. Ia berakhir
menjadi ‘apa’ dan ‘siapa’ ketika Tuhan mengutus
makhluk setiaNya.
Residensi Pegiat Literasixl
Topik sabtu malam menjadi terlalu gaib untuk seorang
kawan yang beberapa bulan lalu masih berbicara soal
usaha. Beberapa indikasi pernah diketahui bahwa
keabsurdan terjadi karena bermula dari cara berpikir
rasional menjadi irasional. Dua keajaiban begitu cepat
mendekat malam ini. Anak-anak baru yang tidak lama
bertemu dengan seorang kawan yang masih lenguh.
Spirit terus tumbuh sedang raga mesti merunduk
karena usia. Malam yang terlalu dingin semacam akhir-
akhir ini, barangkali bagian dari pesan sakral dugaan
seorang lelaki dari ibu kota yang membawa berlian atau
lumpur legam.
Betapa, sungai begitu deras. Bukan karena musim
hujan telah datang. Bukan pula keadaan cuaca di ujung
kemarau. Ini persoalan risau yang kemudian dihantam
gebalau. Ini juga bagian dari bahasa yang diterjemahkan
semesta bahwa ketika tali-tali yang memintal kuat
terputus dan mengerut, tidak selalu kusut. Tidak ada
yang sia-sia dengan masa sulit, jalan keluar terkadang
disembunyikan waktu. Ia hanya memberi gambaran
abstrak bahwa jarum jam ingatan tetap bergulir.
Menerjemahkan maksud Tuhan yang tengah mencintai
para musafir. Mereka bersembunyi dari cahaya bukan
MEMBANGUN PASUKAN LITERASI MAYA LITERACY CYBER ARMYOleh : Vudu Abdul Rahman
Keliyanan Literasi xli
berarti mencintai gelap. Selamat pagi Tasikmalaya,
semoga bening bergelantungan pada ujung-ujung daun
kesturi. Bisa saja berupa embun pada pundak para
penggembala yang tengah memandang kosong sabana.
Mari bertualang menuju padang baru yang mengasah
kemauan semakin luas.
Angin benar-benar hegemoni di malam-malam
anomali. Menjadi penyusup yang masuk dari ujung
pintu kaki hingga bersembunyi di sudut kepala. Nada
bicara orang-orang mulai jembar. Ini bukan sekadar
dampak cuaca, melainkan suasana yang tengah berada
di pucuk asa. Jika dinarasikan dalam kata-kata, lamat-
lamat demaun bambu di belakang balai menyanyikan
lagu tanpa nada. Mereka menjadi paduan suara yang
juara tanpa lomba-lomba. Bukan berarti hambar
ataupun hampa. Bukan juga seorang pemandu lagu
yang sedang nanar. Ini lebih persoalan tanpa paksaan
yang menunjukkan pada hal-hal benar. Ingat, semua
orang
Keliyanan Literasi 1
Keliyanan Literasi:Dari Kebudayaan,
Digital, Hingga SosialOleh : DEA ADITYA
Tulisan ini mulanya semacam racikan gado-ga-
do. Menyadari hal itu saya kemudian membag-
inya ke dalam tiga bagian. Hal ini saya laku-
kan untuk memberi garis yang jelas pada tiap
bagian sehingga tidak terbaca acakadut atau ‘asal-kumpul’.
Bagaimanapun, esai ini mencoba memberikan gambaran
Residensi Pegiat Literasi2
‘utuh’ perihal aktivitas literasi bennyinstitute, yang (terus)
bertransformasi dari kebudayaan hingga digital, tapi tetap
menjadikan kebermanfaatan sosial sebagai visi.
Bagian pertama adalah sejarah berdirinya bennyinsti-
tute yang memilih kebudayaan sebagai ladang kreativitas.
Bagian kedua adalah perihal media sosial yang ‘berjasa’
pada keberlangsungan jalannya lembaga kami. Sedangkan
bagian terakhir adalah pengalaman personal saya dalam
memberikan kecakapan teknologi informasi kepada mas-
yarakat awam. Saya menemukan bagaimana teknologi,
selain memberikan semacam keterampilan futuristik, juga
kegembiraan yang takkan mudah diukur.
(1)
Esai ini adalah semacam cerita. Bagaimana kakak kami,
Benny Arnas dan istrinya membangun bennyinstitute di
tengah-tengah keramaian lalu lintas dan aktivitas perdagan-
gan. Keadaan tersebut, tidak sedikit pun membuat mereka
berniat memindahkan pusat kreativitas seumur hidup itu,
begitu kami menyebut lembaga pendidikan dan kebudayaan
yang mereka dirikan pada 2012 itu. Dalam sejumlah obro-
lan lepas, mereka berdua dan para relawan memikirkan
cara terbaik untuk membuat lembaga kami berdaya, men-
Keliyanan Literasi 3
jalankan fungsi secara efektif dan efisien.
Kalau kami sedang lemah semangat karena urusan
pekerjaan di luar menumpuk atau nilai mata kuliah jeblok
atau masalah pribadi yang menggangu, kami akan selalu
ingat cerita mereka berdua membangun bennyinstitute.
Begini:
Mulanya, karena armada bennyinstitute saat itu adalah
pengurus dan anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Lubuk-
linggau dengan kecakapan bahasa Inggris yang mumpuni
ditambah passion mengajar yang sudah tumbuh-rimbun
Residensi Pegiat Literasi4
dalam semangat, Bang Benny dan Kak Desy tidak hanya
menyelenggarakan pertemuan rutin terkait kepenulisan,
tapi merilis program kursus bahasa Inggris. Mereka memba-
gi kelas dalam 4 tingkat, khusus tingkat pertama kami tidak
memungut bayaran, meskipun tetap kami berikan sertifikat.
Bahkan, sebagian besar bersedia melanjutkan pembelaja-
ran yang level-level berikutnya yang berbayar. Dari testimo-
ni para peserta, yang menarik minat mereka adalah karena
pasangan suami istri itu berhasil merumuskan dan mengap-
likasikan pola belajar bahasa Inggris berbasis “Story alias
Cerita” yang menyenangkan. Mereka memadukan “Story
Sharing” dan “Story Writing” sehingga, tanpa disadari, pe-
serta didik bukan hanya dibekali kecakapan bahasa Inggris,
melainkan juga kematangan dalam mengungkapkan ga-
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 5
gasan, diskusi, debat, hingga menuangkan ide dan uneg-un-
eg ke dalam sebuah tulisan untuk dibahas bersama. Hingga
kini, kursus bahasa Inggris ini telah meluluskan 1000 peser-
ta didik dari masing-masing level.
Tahun 2008, di bawah payung FLP, anak-anak ke-
las bahasa Inggris bennyinstitute justru menerbitkan buku
kumpulan cerpen. Ini sungguh lompatan yang tak pernah
terbayangkan. Atas dasar itulah, mereka pun membuka ke-
las menulis. Antusiasme pun tak bisa kami bendung. Para
peserta berasal dari pelbagai usia dan latar belakang peker-
jaan. Tahun 2012 mereka memutuskan mendirikan penerbit
yang konsen pada konten lokal.
Pada 2013, mengingat kapasitas ruangan tidak mampu
menampung peminat kelas menulis, mereka bekerjasama
dengan Dinas Perpustkaan dan Arsip Daerah Kota Lubuk-
linggau. Mereka pun mencoba memberdayakan potensi re-
lawan dan alumni kelas-kelas yang sudah diselenggarakan.
Alhasil, pada 2013, bennyinstitute dipercaya menyelengga-
rakan konser puisi yang dipadati hampir 1000 penonton di
Gedung Kesenian Kota Lubuklinggau.
Pada 2014, bennyinstitute membuat film pendek ke-
budayaan yang pada mulanya ditujukan untuk mematang-
Residensi Pegiat Literasi6
kan kecakapan peserta dalam menulis skenario sekaligus
melatih para relawan dan alumni yang memiliki minat
dalam produksi film. Film bertajuk Majasenja itu ternyata
mendapatkan penghargaan sebagai Film Favorit Sumsel
Art Festival 2014. Di tahun yang sama, mereka dipercaya
pemda Lubuklinggau untuk sepenuhnya mengelola majalah
Bisa yang didanai oleh APBD. Setahun setelahnya, saya pun
bergabung.
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 7
Hingga kini, bennyinstitute telah menyelenggarakan
banyak kelas kreatif secara rutin di antaranya:
• Story Sharing (khusus bahasa Inggris)
• Story Writing (khusus bahasa Inggris)
• Bennyinstitute Writing Class
• Bennyinstitute Acting Class
• Public Speaking for Company
Residensi Pegiat Literasi8
Kami juga memiliki sejumlah lini kreatif yang digerak-
kan oleh relawan dan alumni yang mumpuni;
• Sinematography Team
• Penerbitan bennyinstitute
• Penelitian dan Pengembangan Sejarah dan Budaya
• Tim Penyunting Naskah Lokal
• Tim Seni Pertunjukan
• Public Speaking Class
• Creative Class to School
• Workshop dan diskusi
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 9
Sejumlah kelas dan lini kreatif itu kami buka dan gerak-
kan sembari menanamkan visi kepada semua peserta, bah-
wa gambaran masa depan harus mereka skets mulai hari
ini. Yang menentukan akan menjadi apa mereka kemudian
sangat ditentukan oleh kecakapan-kecakapan yang menda-
rah-daging dalam diri mereka. Dan kelas-kelas yang kami
selenggarakan tidak pernah secara spesifik bertujuan mem-
bangun mereka dengan skill tertentu, lebih dari itu: untuk
merangsang mereka bisa berpikir kreatif, cepat beradap-
tasi dengan perubahan, dan yang paling penting adalah
memiliki kepekaan sosial. Dan hingga hari ini, kami telah
membuktikan itu, lewat serangkaian kegiatan yang kami
selenggarakan (kompilasi kegiatan terlampir), kami menco-
ba untuk terus kreatif.
Saya, secara pribadi bahagia sekali, menjadi bagian dari
kerja pendidikan dan kebudayaan yang terus digerakkan
bennyinstitute.
Sistem kerelawanan di bennyinstitute memang memiliki
implikasi.
Relawan dan alumni yang telah merasa memiliki cukup
bekal untuk berdikari, pamit untuk tidak bisa aktif karena
telah memiliki amanah di tempat yang baru—bekerja atau
Residensi Pegiat Literasi10
pindah daerah, dan bagi kami itu adalah dinamika biasa.
Bang Benny dan Kak Desy selalu mengizinkan mereka.
Kata mereka, itu adalah wujud keberhasilan sesungguhn-
ya merek dalam membangun kreativitas relawan. Apalagi,
keadaan membuktikan kalau selalu saja datang mereka—
baik alumni kelas maupun bukan—yang ingin mengambil
bagian dari kegiatan-kegiatan kami.
Saya, kalau bisa, ingin terus ada di sini.
(2)
Peran media sosial dewasa ini, telah membangun sebuah
kekuatan besar dalam membentuk pola perilaku dari
berbagai bidang dalam kehidupan manusia, termasuk
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 11
memperluas interaksi sosial berbasis teknologi informasi.
Mengingat media sosial telah merambah ke seluruh
penjuru dunia maupun pelosok Indonesia, (berbagai varian)
informasi pun menjadi lebih mudah diakses, seperti istilah
“Hanya dengan satu jari kita bisa mengetahui segalanya”.
‘Thesis’ di atas tak mengenal pengecualian bagi siapa dan
atau kumpulan orang-orang yang menganggap keberadaan
dan, jenama sebagai
‘barang tak ternilai’
dalam menyebarkan
pengaruh dan nilai-
nilai yang diusung
kepada khalayak.
Tak terkecuali bagi
komunitas literasi. Tak
terkecuali bagi literasi
apa pun.
Bennyinstitute sadar benar akan hal itu. Dengan ban-
gunan sumber daya manusia dan pola kegiatan yang diter-
apkan, media sosial menjadi bagian yang mau tidak mau
built-in. Dengan 5 pengurus inti, 25 fasilitator, dan ratusan
alumni kelas menulis dan seni peran, keterikatan yang san-
gkil dan mangkus adalah sebuah keniscayaan. Dan media
sosial seperti tongkat sihir yang merapal mantra-tanpa-di-
“Hanya dengan
satu jari kita
bisa mengetahui
segalanya.”
Residensi Pegiat Literasi12
minta untuk mewujudkan semuanya. Kami (bennyinstitute)
dikondisikan untuk senantiasa berada dalam atmosfer sa-
dar-media-sosial. Memiliki akun resmi di Instagram dan
Fanpage Facebook, Chanel Youtube, dan laman daring atas
nama lembaga adalah semacam pertanyaan tertutup yang
hanya menyediakan satu jawaban, tanpa opsi, tanpa per-
timbangan, tanpa ruang yang luasnya bisa dinegosiasikan.
Saya yang juga tergabung di lembaga tersebut mera-
sakan dampak yang begitu besar atas kehadiran media so-
sial terhadap aktivitas yang kami laksanakan terutama untuk
menarik minat anak-anak muda. Mewajibkan peserta kelas
seni peran mengunggah tugasnya di Chanel Youtube dan
menginstruksikan peserta kelas menulis membuat akun di
laman daring lembaga untuk kemudian mengunggah kary-
anya di sana, alih-alih menciptakan kerepotan bagi mereka,
melainkan melahirkan kesenangan dan keseruan tersendiri.
Ini merupakan berkah teknologi yang harusnya disyukuri.
Menjadikan hal tersebut sebagai jembatan untuk meraup
energi kreatif mereka yang pada akhirnya menciptakan sen-
sasi kreativitas mengasyikkan!
Maka, tanpa kami sadari, hubungan baik kami dengan
media sosial itu pada akhirnya meninggalkan jejak yang
kami sebut arsip digital yang berefek masif dan mengger-
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 13
akkan. Highlight, rekaman kegiatan, berita, postingan, dan
gambar yang diunggah itu rupanya bukan hanya menjadi
kotak memori ajaib yang dapat kami nikmati dan rayakan
secara personal, lebih jauh; ia pun menjadi ‘referensi hid-
up’ yang mempromosikan dirinya sendiri kepada pihak-pi-
hak yang selintas lalu tak ada hubungannya dengan literasi,
tapi akhirnya menaruh empati dan simpati kepada kegilaan
kami di komunitas.
Terima kasih adalah kata yang harus senantiasa kami
hadiahkan pada temuan dan keajaiban zaman yang berna-
ma teknologi informasi, termasuk media sosial. Sejumlah
direktorat di Kemdikbud, Pusbangfilm, BPJS Kesehatan, KPP
Pratama, DJPb dan KPPN, travel haji dan umrah, dan beber-
Residensi Pegiat Literasi14
apa rumah makan di Lubuklinggau, akhirnya dengan sen-
ang hati melibatkan diri dalam aktivitas literasi yang kami
giati. Buku-buku kelas menulis, pertunjukan kelas seni per-
an, festival sastra, festival film, seminar, dan workshop pun
akhirnya tersponsori dengan sendirinya.
Kecakapan Digital
Kisah berikut adalah bentuk literasi digital yang lain;
memperkenalkan kecakapan digital kepada masyarakat
yang awam teknologi informasi:
Karena seringnya mengunjungi Taman Bacaan Mas-
yarakat (TBM) bennyinstitute, seorang staf administrasi sem-
pat berseloroh kalau saya memiliki jadwal ‘ngantor’ di sana
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 15
tiga sampai empat hari per pekan.
Bagi saya, TBM bukan hanya tentang membaca buku,
tapi juga tempat yang nyaman untuk bekerja (baca: menu-
lis), menemukan teman baru yang ‘ngeh’ tentang perkem-
bangan dunia, bertemu klien, dan tentu saja mengakses in-
ternet gratis. Perkara yang terakhir, saya ingin menceritakan
hasil pengamatan saya: 7 dari 10 pengunjung duduk di ru-
ang baca sembari mengakses internet dari laptopnya—tentu
tak perlu dijelaskan lagi apa yang terjadi di ruang khusus
komputer/internet.
Saya akan bercerita, pengalaman saya memandu pela-
tihan internet yang kami selenggarakan. Sekaligus saya in-
gin memberitahu ‘dunia’ bahwa bennyinstitute tidak semata
Residensi Pegiat Literasi16
mengurusi literasi kebudayaan, melainkan juga literasi dig-
ital. Sebagai fasilitator lembaga ini, tentu saya punya kewa-
jiban moral untuk itu.
*
Saya pernah bertanya, apa yang menyebabkan para pe-
ngunjung TBM betah berlama-lama mengakses internet
di bennyinstitute. Kalangan remaja dan pemuda menjawab,
karena bennyinstute menyediakan layanan wifi gratis yang
jarang ‘ngadat’ sebagaimana yang kerap mereka temui di
warnet-warnet. Tak heran kalau di ruang baca, sering di-
jumpai pemandangan akan kerumunan remaja/pemuda/
orang dewasa yang mendiskusikan topik tertentu dengan
hangat dan begitu seru sembari berselancar di dunia maya
dengan laptop mereka.
Beda lagi halnya dengan orang dewasa (bapak-bapak/
ibu-ibu). Tidak seperti kalangan remaja dan pemuda, mer-
eka justru lebih memilih ruang komputer/internet daripada
ruang baca. Selain karena jarang membawa—atau tidak
memiliki—laptop, mereka juga berada di bennyinstitute un-
tuk tujuan yang sudah direncanakan dari rumah. Seperti Bu
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 17
Ati (45), pengrajin rajutan yang kerap membawa anak per-
empuannya yang masih kuliah untuk membantunya men-
cari model-model rajutan yang sedang tren lewat berbagai
laman di internet. Secara umum, ibu-ibu (pelaku usaha) ge-
mar ke ruangan komputer/internet lebih disebabkan karena
haus akan ilmu dan inspi-
rasi untuk usaha rumahan
yang mereka tekuni. Prak-
tisnya, mereka bisa meli-
hat gambar atau menonton
tutorial pembuatan sebuah
produk lewat internet.
Ya, sejak menjadi ba-
gian dari bennyinstitute
pada 2016, saya berkegia-
tan dengan antusias. TBM,
tanah kelahiran, dan kerja
sosial adalah rangkap tiga kebahagiaan yang dengan begi-
tu gembira selalu saya asah agar bisa memberikan keman-
faatan bagi orang banyak. Namun, ketika saya bersama
teman relawan yang lain langsung dipercaya untuk mem-
fasilitasi Pelatihan Teknologi Informasi (8-11 Desember
2016) untuk warga di 6 kelurahan—Sumber Agung, Taba
Baru, Ponorogo, Cereme Taba, Margamulia, dan Tanah
“Ibu-ibu (pelaku usaha) gemar ke
ruangan komputer/internet lebih
disebabkan karena haus akan ilmu
dan inspirasi untuk usaha rumahan yang mereka tekuni.”
Residensi Pegiat Literasi18
Periuk; saya merasa perlu menambah satu rangkap lagi un-
tuk menyempurnakan kebahagiaan dan kebermanfaatan
yang saya usahakan: perpustakaan, tanah kelahiran, kerja
sosial, dan literasi digital.
Empat hari pelatihan yang saya—dan relawan-relawan
lain—fasilitasi itu, telah memberikan saya banyak pengala-
man berharga yang membuat saya terus berpikir tentang
optimalisasi peran kelurahan dalam menjadikan perpus-
takaannya sebagai pusat pembelajaran masyarakat berbasis
teknologi informasi. Bayangkan, kami yang TBM menjadi
role-model bagi perpustakaan perpustakaan kelurahan.
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 19
*
Pelatihan itu mempertemukan saya dengan Ibu Mai, per-
empuan 58 tahun warga Kelurahan Margamulia yang di
hari pertama begitu sulit mengendalikan mouse dan begitu
lama memelototi keyboard suntuk menemukan huruf atau
angka yang ia ketik, pada hari terakhir justru dapat mengisi
post-test daring yang menuntut kemahirannya mengenda-
likan mouse dan mengetik di keyboard.
“Jadi, mudah nian kalau nak menjumlahkan duit yo,”
ujarnya ketika saya mendampinginya mengoperasikan pro-
gram Excel. Matanya memancarkan kekaguman atas ke-
didgayaan teknologi yang baru ia ketahui. Mungkin, saat itu
ia membatin bahwa hasil penjualan hasil kerajinan tangan
bisa ia rekap dengan menggunakan komputer putranya di
rumah. Ketika memasuki materi pembuatan akun Facebook,
Ibu Mai terang-terangan menunjukkan ketercengangannya.
Saya yakin, ada gelombang penyesalan dalam hatinya se-
bab merasa terlalu telat mengetahui teknologi, sebagaima-
na ada gejolak kegembiraan karena mendapati ‘mainan
baru’ untuk memasarkan produk manik-manik yang sudah
ia tekuni selama 15 tahun.
Residensi Pegiat Literasi20
Saya juga berkenalan dengan Pak Kandar dari Kelurahan
Cereme Taba, Pak RT berusia 62 tahun yang memiliki
kesulitan yang tak jauh berbeda dengan Ibu Mai dalam
mengoperasikan komputer. Selain tak lagi perlu didampingi
ketika mengisi post-test, ia juga sempat bercerita kalau
sudah belajar mengetik sendiri surat dan berkas-berkas
administrasi warga—yang biasanya selalu ia limpahkan
pada cucu atau orang lain yang ia upah—dengan meminjam
laptop milik cucunya di rumah.
“Sekarang baru nak belajar menggunakan Pesbuk (baca:
Facebook)!” serunya ketika saya menanyakan tentang apa
lagi hal menarik dari pelatihan yang ia ikuti.
Ternyata kesan mendalam yang saya rasakan ketika
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 21
mendampingi mereka selama pelatihan, radarnya sampai
pada mereka. Tanpa diduga, beberapa hari yang lalu,
beberapa peserta pelatihan mengirimkan saya pesan
pendek. Sebagian besar memberi tahu nomor ponsel mereka
dengan menjadikan pertanyaan “Apa kabar?” sebagai
pembuka. Namun, ternyata itu tidak terjadi dengan Ibu Mai
yang menambah sebuah pertanyaan: “Lagi apo, Dek Adit?”
dan Pak Kandar yang memberi kabar kalau ia sudah bisa
mengetik dua buah surat pengantar untuk kelurahan tapi
masih bingung cara bermain Facebook. Saya pun membalas
dengan tak kalah antusias.
Ternyata Ibu Mai memberi kabar kalau ia sudah
membuat tiga jenis produk manik-manik yang terinspirasi
dari gambar-gambar yang ia peroleh dari Google.
Residensi Pegiat Literasi22
Sementara Pak Kandar dengan semangatnya menanyakan
kapan pelatihan komputer dan internet untuk masyarakat
kelurahannya dilaksanakan, sebab ia tak sabar lagi
membuat proposal dan surat penawaran untuk mitra dengan
mengetiknya sendiri di komputer atau laptop. Saya tahu, ia
tak sabar lagi ‘memamerkan’ kemajuannya kepada para
peserta di lingkungannya—yang mungkin saja selama ini
tak menyangka kalau ia bisa ‘bersahabat’ dengan komputer.
Tanpa disadari, kedua mata saya hangat dan beberapa
saat kemudian, punggung tangan saya terpaksa mengelap
air asin yang mengalir dari ekor mata.
TIDAK MUDAH BUKAN BERARTI TIDAK MUNGKIN
Malam itu, saya berpikir dan merenung, betapa banyak-
nya orang-orang seperti Ibu Mai dan Pak Kandar yang belum
tersentuh oleh komputer dan belum mendapatkan pencer-
ahan tentang manfaat internet bagi kehidupan mereka. Apa
yang Ibu Mai dan Pak Kandar alami sejatinya menunjukkan
kalau kecakapan komputer dan sadar-internet telah mem-
buat grafik kualitas hidup mereka bergerak ke atas.
Atas kenyataan yang membahagiakan itu, saya sangat
berharap mereka setia mengunjungi (perpustakaan)
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 23
kelurahan, bukan saja karena ada urusan tapi karena mereka
bisa meminjam buku resep atau dongeng untuk anak-
cucu, bertemu pengunjung lain untuk sekadar berbagi cara
menghadapi anak-cucu yang rewel, dan tentu saja untuk
mengakses internet sebagai kitab ilmu pengetahuan dengan
halaman tak terbatas. Untuk mencapai semuanya, tentu
tidak mudah. Tapi, “tidak mudah” bukan berarti “mustahil”.
Bagi seorang relawan, hambatan bukan alasan untuk tidak
produktif, melainkan tantangan untuk menjadi kreatif.
Pada akhirnya, saya tidak lagi peduli, apakah
bennyinstitute atau kumpulan remaja masjid atau
Residensi Pegiat Literasi24
perhimpunan pemanjat kelapa yang mengamanahi saya
untuk mendekatkan orang-orang (terutama pemuda,
perempuan, dan pelaku usaha) dengan perpustakan dan
teknologi, karena sejatinya, berbagi kemaslahatan bukanlah
urusan pribadi atau lembaga atau Tuhan yang Maha Esa
saja. Ia adalah urusan saya. Sebagai relawan taman bacaan.
Sebagai manusia.***
KELIYANAN LITERASI; DARI KEBUDAYAAN, DIGITAL, HINGGA SOSIALOleh : Dea Aditya
Keliyanan Literasi 25
Oleh : BUDI HARSONI
Literasi adalah pengetahuan atau keterampilan
seseorang dalam memahami, menganalisis,
mengevaluasi, mengelola, menggunakan
dan memanfaatkan berbagai informasi, serta
bagaimana mengkomunikasikan ulang informasi tersebut
kepada seseorang, kelompok, maupun masyarakat luas.
Literasi adalah pencerahan akal budi, sebuah kesadaran
membangun kebaikan dan kemaslahatan dalam ruang hidup
kebersamaan.
TBM Kuli Maca di Era Digital:Transformasi Mengejar
Ketertinggalan
Residensi Pegiat Literasi26
Sedangkan Digital berasal dari kata Digitus, dalam
bahasa Yunani berarti jari jemari––berjumlah 10 jari. Nilai
sepuluh tersebut terdiri dari 2 radix (akar), yaitu 1 dan 0,
karenanya digital merupakan penggambaran dari suatu
keadaan bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1. Semua
sistem komputer menggunakan sistem digital sebagai basis
datanya. Sementara menurut KBBI, Digital berhubungan
dengan angka-angka untuk sistem perhitungan tertentu;
berhubungan dengan penomoran.
Di era digital, jari-jari menjadi aktor utama. Melalui
grup-grup dari berbagai aplikasi media sosial yang banyak
digunakan, hanya dengan sepasang jempol, ribuan massa
turun ke jalan untuk berdemonstrasi. Fenomena yang terjadi
akhir-akhir ini membuktikan dunia daring (dalam jaringan)
bukan sekadar gaya hidup. Ruang maya ini terbukti sebagai
penggerak manusia di ruang nyata. Media daring mampu
menggugah kesadaran banyak orang untuk melakukan
sesuatu yang konkret. Karena informasi dalam berbagai
bentuknya, dengan cepat memasuki ruang-ruang pribadi
tanpa kulonuwon atau sampurasun tanpa mengetuk pintu
terlebih dahulu.
Indonesia adalah ibu kota media sosial di dunia, jumlah
pengguna internet di Indonesia telah mencapai 132,7
TBM KULI MACA DI ERA DIGITAL : TRANSFORMASI MENGEJAR KETERTINGGALANOleh : Budi Harsoni
Residensi Pegiat Literasi28
juta orang dari 256,2 juta populasi Indonesia. Ini berarti
pengguna internet di Indonesia telah mencapai 51.8%
dari jumlah penduduk Indonesia seluruhnya (APJII, 2016).
Karena pengguna akun media sosial yang aktif dan masif,
menjadikannya rentan terhadap ekses negatif dari lemahnya
literasi digital. Sehingga tidak jarang media daring yang
membawa kabar bohong atau fitnah, langsung dicerna
tanpa dipilah dan dipilih benar tidaknya informasi yang
diterima. Hingga dalam kasus tertentu, dunia digital dengan
media sosialnya membawa orang masuk ke dalam penjara
karena tersangkut pelanggaran UU ITE yang diterapkan oleh
Pemerintah demi menjaga keutuhan bangsa.
Era digital melahirkan revolusi komunikasi yang serba
cepat Waktu dan ruang seolah dapat dicapai hanya dengan
menekan tombol dengan jari-jemari. Naik ojek tidak harus
pergi ke pangkalan ojek atau menunggu di pinggir jalan.
Tinggal sentuh layar aplikasi, lalu datang yang dipesan
tepat di depan rumah. Transformasi digital begitu masif,
komunikasi tidak lagi menjadi masalah pelik dan rumit
bagi kehidupan. Terdapat sekitar 80% pengguna internet di
Indonesia adalah generasi muda kategori digital native. Yang
dimaksud dengan digital native di sini adalah mereka yang
lahir pada tahun 1980 dan setelahnya. Untuk itu kita harus
‘melek digital’, memiliki kecakapan berliterasi di dunia
TBM KULI MACA DI ERA DIGITAL : TRANSFORMASI MENGEJAR KETERTINGGALANOleh : Budi Harsoni
Keliyanan Literasi 29
maya agar terhindar dari bahaya laten berita bohong atau
hoaks yang menyesatkan dan menjerumuskan. Jika dahulu
pernah dikenal istilah “Kejamnya ibu tiri tak sekejam ibu
kota,” belakangan berganti dengan istilah “Kejamnya ibu tiri
tak sekejam ibu jari”, sebab jari-jari penggerak dunia maya
melibas korbannya tanpa pandang usia maupun gender.
Paul Gilster disebut-sebut orang pertama yang membidani
istilah Literasi Digital melalui bukunya Digital Literacy (1997).
Literasi digital, atau secara sederhana Gilster sebut sebagai
‘literacy in the digital age’ adalah sebagai kemampuan
memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai
bentuk dari berbagai sumber yang luas yang diakses melalui
piranti komputer. Beberapa ahli masih memperdebatkan
pengertian ini. Terlepas dari perdebatan tersebut arti penting
dari literasi digital adalah “memahami dan menggunakan
informasi.” Oleh karenanya, generasi milenial dihimbau
agar dapat memahami dan menggunakan informasi di dunia
daring dengan melakukan saring sebelum sharing. Karena
itu, literasi digital berkait berkelindan dengan kecerdasan
mental. Ia menuntut keterampilan emosional, moral, dan
akal dalam memahami dan mengolah data. Selain kreativitas,
kesadaran dan tanggung jawab merupakan elemen yang
harus didahului, sikap dan karakter menjadi garda terdepan
sebelum berselancar di dunia maya.
Residensi Pegiat Literasi30
Sebagaimana dirumuskan dalam tesis Douglas A. J.
Belshaw berjudul “What Is Digital Literacy?” (2011), terdapat
delapan elemen esensial literasi digital untuk memahami
dan menguasai dunia digital saat ini, yakni: 1) Kultural:
Pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital; 2)
Kognitif: Daya pikir dalam menilai konten; 3) Konstruktif:
Mereka-cipta sesuatu yang asli dan aktual; 4) Komunikatif:
Memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital;
5) Kepercayaan diri yang bertanggungjawab (convident);
6) Kreatif: Melakukan hal baru dengan cara baru; 7) Kritis
dalam menyikapi konten; dan 8) Bertanggungjawab secara
sosial (civic responsibility).
TBM Kuli Maca dan web Desa Warungbanten
TBM KULI MACA DI ERA DIGITAL : TRANSFORMASI MENGEJAR KETERTINGGALANOleh : Budi Harsoni
Keliyanan Literasi 31
Dibangunnya web Desa Warungbanten, salah satu
desa di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten dengan lamannya www.warungbanten.desa.id
menjadi pelopor literasi digital di desa tersebut dengan
TBM Kuli Maca sebagai pusat kegiatan dan segala aktivitas
literasi dari 6 literasi dasar
yang diterapkan, yakni:
1) Literasi Baca Tulis;
2) Literasi Numerasi; 3)
Literasi Finansial; 4) Literasi
Sains; 5) Literasi Digital;
dan 6) Literasi Budaya dan
Kewargaan. Literasi budaya
dan kewargaan dalam
konteks kultural yang
menjadi salah satu dari
delapan elemen esensial
literasi digital menjadikan
adat tradisi budaya di Desa Warungbanten mendapatkan
ruang ekspresinya di dunia daring. Mengingat desa tersebut
merupakan Desa Adat dengan tradisi budaya yang masih kuat
dijalani dan dilestarikan oleh seluruh warga masyarakatnya.
Melalui web Desa Warungbanten yang diluncurkan
pada 5 April 2016 oleh Jaro Ruhandi, Kepala Desa yang
“Era digital melahirkan revolusi
komunikasi yang serba cepat Waktu dan ruang seolah
dapat dicapai hanya dengan menekan
tombol.”
Residensi Pegiat Literasi32
baru berusia 33 tahun yang juga termasuk digital native,
literasi digital menjadi sarana untuk menyebarkan informasi
seluas-luasnya kepada masyarakat terkait penyelenggaraan
pembangunan desa, baik soal transparansi pengelolaan
Dana Desa maupun informasi seputar potensi ekonomi dan
tradisi budaya bersama kearifan lokal yang masih hidup di
tengah-tengah masyarakat.
Pada 22 Oktober 2017, Ketua DPRD Boalemo,
Provinsi Gorontalo Oktohari Dalanggo beserta jajarannya
berkunjung ke Desa Warungbanten untuk melakukan
Studi Banding tentang pengelolaan Dana Desa (DD).
Acara penyambutan yang sederhana di area pasar desa
dengan menyuguhkan tampilan kesenian tradisional tarian
Rengkong dan Angklung Buhun.
“Ini merupakan program kami untuk melakukan
Studi Banding ke desa-desa terbaik dalam pengelolaan
Dana Desa. Setelah kami mencari informasi melalui
media sosial (medsos), lalu kami mendiskusikan, maka
desa Warungbanten menjadi pilihan untuk kami jadikan
tempat Studi Banding,” kata Oktohari Dalanggo dalam
sambutannya kala itu.
TBM KULI MACA DI ERA DIGITAL : TRANSFORMASI MENGEJAR KETERTINGGALANOleh : Budi Harsoni
Keliyanan Literasi 33
Dengan menerapkan e-Government di pemerintahan
Desa Warungbanten, semua dapat diakses baik pelayanan
maupun transparansi anggaran dalam pembangunan desa.
Ini adalah salah satu bukti kiprah anak desa membangun
Indonesia dari pinggiran sebagaimana salah satu program
Nawacita Presiden Joko Widodo.
Dengan literasi digital, kemampuan mengolah dan
memberdayakan potensi desa, sejarah, kearifan kultural
desa, ekonomi, ekologi, dan sosial terus dimaksimalkan
oleh para relawan TBM Kuli Maca. Upacara adat Serentaun
Residensi Pegiat Literasi34
yang merupakan tradisi tahunan warga “Adat Kaolotan
Cibadak” dalam merayakan rasa syukur atas hasil panen
mendapatkan ruang sosialisasi dan publikasi di media daring.
Menjadikan peristiwa budaya tersebut sebagai momen untuk
berkumpulnya para pegiat literasi. Kekuatan literasi terdapat
pada daya fleksibilitasnya dalam merespons keadaan dan
membangun jaringan antar relawan dan kearifan kultural
desa mendapatkan ruang di saat kemampuan literasi digital
dikembangkan di TBM Kuli Maca.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan
Kesetaraan Ditjen PAUD Dikmas Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan memprioritaskan wilayah 3T (Terdepan,
Tertinggal dan Terluar) dalam program pengembangan
pendidikan kesetaraan. Kabupaten Lebak yang masuk
dalam kategori Daerah Teringgal tidak berarti warga
masyarakatnya tertinggal dalam kecakapan literasi di era
digital. Desa Warungbanten menjadi contoh praktik baik
dalam inovasi maupun pengelolaan pemerintahan desa di
Kabupaten Lebak melalui kecakapan literasi digital.
TBM Kuli Maca yang berada di komplek Rumah Adat
Kaolotan Cibadak setiap minggu menggelar aksi Gerakan
Minggu Membaca dengan beragam kegiatan kreatif yang
mengajak kalangan dari anak-anak, remaja hingga dewasa
TBM KULI MACA DI ERA DIGITAL : TRANSFORMASI MENGEJAR KETERTINGGALANOleh : Budi Harsoni
Keliyanan Literasi 35
untuk bersama-sama melakukan kegiatan membaca.
Sementara para relawannya merekam aksi tersebut dalam
bentuk video yang kemudian dibagikan ke media sosial
Youtube. Ini merupakan sebuah kecakapan literasi melalui
salah satu dampak perkembangan teknologi dalam digital
media, yaitu meningkatkan
konten multimodal yang
biasanya ditemui dalam
teks. Menggabungkan
unsur visual, teks dan
audio sekaligus, konten
yang dijumpai dalam media
digital mengombinasikan
beberapa modalitas
sekaligus. Inilah
yang disebut dengan
multimodality; as a result,
a range of new literacies
are needed to cope with
the proliferation of images, graphics, video, animation and
sound in digital texts (Jones & Hafner, 2012:50). Dengan
kata lain hal tersebut merupakan bentuk kecakapan
integrasi literasi digital. Contohnya dapat dilihat di http://
youtu,be/a3cXRzFGRS dan http://youtu.be/NdzfV3KlxyQ,
yang menceritakan kegiatan para relawan TBM Kuli Maca.
“Kekuatan literasi terdapat
pada daya fleksibilitasnya
dalam merespons keadaan dan membangun
jaringan antar relawan”
Residensi Pegiat Literasi36
Banyak hal yang sangat menguntungkan di era
digital sekarang ini. Lewat media sosial, sebagai contoh,
kerajinan tangan khas etnik dari para pengrajin di desa
Warungbanten mendapatkan pangsa pasarnya di jaringan
para pegiat pariwisata. Kerajinan tangan tersebut menjadi
cendera mata sebagai kenang-kenangan bagi wisatawan
yang berkunjung ke daerah wisata di Kabupaten Lebak.
Dalam perkembangannya, TBM Kuli Maca tidak hanya
menyebar virus literasi berupa membaca, menulis dan
mengeruk informasi dengan hanya berkonsentrasi pada
TBM KULI MACA DI ERA DIGITAL : TRANSFORMASI MENGEJAR KETERTINGGALANOleh : Budi Harsoni
Keliyanan Literasi 37
lembaran kertas. Dengan 4 karakter dasar yang harus
dimiliki di era milenial, yaitu; 1) Kritis; 2) Kreatif; 3)
Komunikatif; dan 4) Kolaboratif, media daring menjadi
andalan bagi para relawannya untuk mempromosikan
Desa Warungbanten sebagai desa yang disiapkan menjadi
Desa Wisata Budaya. Sebuah desa yang termasuk dalam
kategori Daerah Tertinggal, dengan kekuatan literasi digital
berupaya melakukan transformasi ke arah lebih literat dan
pada akhirnya taraf hidup masayarakat desa Warungbanten
menjadi semakin sejahtera. Amin.
Di Kabupaten Lebak, Banten, Kasepuhan/Kaolotan Adat
masih lestari, terjaga, dan diwariskan ke anak cucunya secara
turun temurun. Sesuai dengan prinsip tilu sapamulu, dua
sakarupa, nuhiji eta-eta keneh. “Tilu sapamulu” artinya tiga
prinsip yang harus diikuti, yakni negara, agama dan mokaha
(adat). “Dua sakarupa” berarti adanya keseimbangan hidup
antara menjaga alam dan kehidupan, layaknya siang dan
malam, laki dan perempuan. Hal ini termanifestasikan
dalam bagaimana mengelola sumber daya alam supaya
tidak rusak. Masyarakat adat kasepuhan adalah pengelola
utama sebagai penjaga dan sekaligus pengelola alam.
Sedangkan, yang dimaksud “nuhiji eta-eta keneh” adalah
semua akan kembali kepada zat yang Maha Tunggal.
Residensi Pegiat Literasi38
Desa Warungbanten merupakan salah satu desa yang
masyarakatnya masih memegang teguh adat tradisi. Di
belakang rumah adat terdapat hutan tua warisan para
leluhur bagi masyarakat desa bernama Dungus Ki Bujangga
yang dijaga ketat secara turun temurun oleh Lembaga
Adat Kaolotan Cibadak.
Di dalam hutan tersebut
terdapat situs Batu Tumpeng,
masyarakat kampung
Cibadak menyebutnya Batu
Nyungcung. Dungus Ki
Bujangga adalah sumber mata
air untuk kehidupan warga
yang tidak boleh diusik apalagi
dirusak kelestariannya.
Mayoritas masyarakat Desa Warungbanten, Kecamatan
Cibeber Kabupaten Lebak, Banten masih memegang teguh
adat tradisi (budaya) warisan nenek moyang (karuhun) yakni
Kaolotan Adat Cibadak. Sejalan perkembangan zaman adat
tradisi lokal semakin terkikis, bahkan menghilang. Maka dari
itu, untuk mengimbangi perkembangan zaman (ngigeulan
jaman), di Rumah Adat pada 3 Juli 2014 dalam acara ririungan
bersama para kasepuhan diputuskan untuk mendirikan Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) yang diberi nama TBM Kuli Maca.
“Sejalan perkembangan
jaman adat tradisi lokal semakin
terkikis bahkan menghilang”
TBM KULI MACA DI ERA DIGITAL : TRANSFORMASI MENGEJAR KETERTINGGALANOleh : Budi Harsoni
Keliyanan Literasi 39
Gerakan literasi di Desa Warungbanten melalui Taman
Bacaan Masyarakat sejalan dengan petuah yang menjadi
tradisi warga Adat Kaolotan Cibadak sebagaimana disebutkan
di awal, terbagi dalam empat kebiasaan atau tradisi yang telah
ada sejak turun temurun; (1) Papada Urang; (2) Daluang; (3)
Kalangkang; dan (4) Haleuang.
Papada Urang
Neangan luang ti papada urang dapat diartikan mencari ilmu
pengetahuan atau bisa juga diartikan peluang/kemungkinan/
harapan yang dapat memajukan warga desa dilakukan melalui
rembug atau musyawarah antar kasepuhan dan warga desa.
Melalui TBM Kuli Maca, nasihat Ti Papada Urang
dijadikan semangat menjalin persahabatan secara terbuka
dengan semua kalangan. Perlu diketahui bahwa tradisi Adat
Kaolotan Cibadak yang inklusif sangat memungkinkan untuk
membangun jaringan komunikasi dan kerja sama dengan
semua pihak yang ditujukan untuk upaya pemajuan desa.
Selain membangun jaringan antar penggiat literasi seperti
Forum TBM dan Motor Literasi, TBM Kuli Maca juga ikut
berperan aktif dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
(AMAN), Yayasan Bina Desa, Sawit Watch, Jaringan Kerja
Pemetaan Partisipatif (JKPP), dan lembaga lainnya.
Residensi Pegiat Literasi40
Dalam waktu yang tidak lama keterlibatan dalam
Forum TBM yang diketuai Firman Venayaksa dan Motor
Literasi membuahkan hasil yang sangat signifikan dirasakan
oleh warga desa. Pelbagai penghargaan pun diraih berkat
kerja keras para relawan TBM Kuli Maca membawa Desa
Warungbanten dikenal oleh Menteri Desa PDTT, Eko
Putro Sandjojo dan Duta Baca Indonesia, Najwa Shihab.
Begitupun dengan aktivitas di AMAN, Desa Warungbanten
menjadi bagian dari gerakan pelestarian adat Nusantara.
Sementara aktivitas di Yayasan Bina Desa, warga Desa
Warungbanten memulai tradisi pengolahan pertanian alami
dan menghindari pupuk kimia. Sedangkan dengan Sawit
TBM KULI MACA DI ERA DIGITAL : TRANSFORMASI MENGEJAR KETERTINGGALANOleh : Budi Harsoni
Keliyanan Literasi 41
Watch, kerja pemberdayaan masyarakat desa dikuatkan
untuk menggali potensi ekonomi desa dan yang tengah
dilakukan saat ini adalah bekerjasama dengan JKPP
melakukan pemetaan wilayah desa dengan melibatkan
warga untuk mengetahui batas-batas wilayahnya sendiri.
Bersama JKPP Desa Warungbanten membuat Peta Desa
yang akan diajukan ke pemerintah untuk disahkan. Semua
upaya yang dilakukan bersandar pada petuah para leluhur,
yakni Neangan luang ti papada urang.
Daluang
Nasihat kedua petuah Karuhun yakni, Neangan luang
tina daluang dijadikan semangat untuk mendekatkan warga
Desa Warungbanten dengan buku. Daluang diartikan
sebagai bahan bacaan yang selama ini keberadaannya sangat
langka di tengah masyarakat desa, TBM Kuli Maca membuat
program Minggu Membaca bertujuan untuk mengakrabkan
buku kepada anak-anak desa melalui pelbagai kegiatan
literasi yang dipusatkan di Rumah Adat Kaolotan Cibadak.
Tidak hanya itu, anggapan minat baca masyarakat Indonesia
yang selama ini sangat memprihatinkan ternyata tidak
benar. Hal ini dibuktikan ketika TBM Kuli Maca membuat
Pojok Baca di setiap RT/RW dan Pos Kamling/ Ronda,
ternyata warga cukup antusias memanfaatkan bahan
Residensi Pegiat Literasi42
bacaan yang disediakan oleh para relawan Kuli Maca.
Sehingga, keberadaan TBM Kuli Maca mampu mengangkat
Desa Warungbanten sebagai desa yang menginspirasi bagi
desa-desa lainnya. Berbagi pengalaman dalam membantu
mendirikan TBM di desa lain adalah bagian kerja nyata
para relawan dalam upaya menularkan virus literasi ke
seluruh pelosok negeri. TBM Kuli Maca membuat Taman
Baca di Majelis Taklim dan Pondok Pesantren Sukalillah
di Desa Ciherang. Banyaknya warga Desa Warungbanten
yang putus sekolah membuat TBM Kuli Maca berencana
membangun Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)
untuk tujuan membantu memberikan kesempatan bagi
Keliyanan Literasi 43
warga yang ingin melanjutkan pendidikan. Selain telah
membangun Perpustakaan Desa, PKBM nantinya akan
bekerjasama dengan Universitas Terbuka (UT) bagi warga
belajar yang ingin melanjutkan kuliah setelah menempuh
pendidikan kesetaraan dan mendapatkan ijazah Paket C.
Kalangkang
Nasihat ketiga yakni Neangan luang tina kalangkang
diterjemahkan para pegiat TBM Kuli Maca sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari upaya membangun gerakan
literasi di Desa Warungbanten. Kalangkang diartikan
Residensi Pegiat Literasi44
sebagai bayangan, merupakan perwujudan visi misi Desa
Warungbanten memajukan masyarakatnya. Melalui website
Desa Warungbanten: www.warungbanten.desa.id seluruh
upaya pemajuan desa terekam di dalam web tersebut.
Seluruh program kerja desa dapat dibaca sebagai bagian
transparansi pengelolaan Dana Desa. Pada 2017, Ketua
DPRD Boalemo, Provinsi Gorontalo beserta jajarannya
berkunjung ke Desa Warungbanten untuk tujuan Studi
Banding tentang penggunaan dan pengelolaan Dana Desa.
Kalangkang juga diartikan sebagai bayangan atau cerminan
masa lalu, bagi TBM Kuli Maca adalah sebuah ingatan
TBM KULI MACA DI ERA DIGITAL : TRANSFORMASI MENGEJAR KETERTINGGALANOleh : Budi Harsoni
Keliyanan Literasi 45
bersama (memory collective) tentang ajaran luhur tradisi
Adat Kaolotan Cibadak yang harus dijaga dan dilestarikan.
Memanfaatkan media sosial, TBM Kuli Maca memasarkan
produk kerajinan tangan etnik khas Warungbanten pasarnya
adalah wisatawan di wilayah pantai Sawarna dan sekitarnya.
Haleuang
Nasihat keempat adalah Neangan luang tina haleuang.
Mencari ilmu pengetahuan melalui kesenian tradisional
di mana Haleuang dapat diartikan sebagai tembang atau
bunyi-bunyian musik yang mengalun indah, tari-tarian yang
menggambarkan kehidupan masyarakat Adat Kaolotan
Cibadak sejak turun temurun, seperti kesenian Rengkong,
Angklung Buhun dan Dogdog Lojor, Seni Tradisi Pencak
Silat, dan lain-lain. Kesemuanya itu adalah gambaran dari
kehidupan masyarakat pertanian yang mengelola tanahnya
sebagaimana aturan adat yang berlaku.
TBM Kuli Maca terus berupaya menggali potensi Desa
Warungbanten dari pelbagai dimensi kehidupan masyarakat
Adat Kaolotan Cibadak yang kaya akan kearifan lokalnya
sebagai bagian dari warisan para leluhur yang harus dijaga
dan dilestarikan.
Residensi Pegiat Literasi46
Jika pada 6 Literasi Dasar yang terakhir adalah Literasi
Budaya dan Kewargaan, nasihat keempat sesepuh adat ini
adalah bagian dari bagaimana manusia memahami jati diri
sesungguhnya melalui kesenian tradisional yang pernah
hidup di masa lampau. Terdapat tembang yang berisi
tentang hikmah kehidupan sebagai bahan perenungan akan
asal usul manusia dilahirkan. “Haleuang” diartikan sebagai
tembang, seperti mocopat para wali yang mengajarkan cara
meraih kebahagiaan.
Tidak ada tantangan yang tidak bisa diterjang. TBM Kuli
Maca di Kampung Adat Cibadak desa Warungbanten yang
dikelilingi perbukitan terletak di kaki pegunungan Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak merupakan suatu desa
di wilayah selatan Banten. Untuk menuju ke desa tersebut
harus melintasi infratruktur jalan yang kurang ramah, terjal
dan mendaki. Dari sudut desa terpencil itulah para relawan
TBM Kuli Maca bergerak membukakan jendela dunia bagi
masyarakat desa melalui gerakan literasi. Integrasi digital
adalah sarana merawat adat tradisi dan mengembangkan
potensi budaya menuju desa yang maju bersama buku.
Salam Literasi!
TBM KULI MACA DI ERA DIGITAL : TRANSFORMASI MENGEJAR KETERTINGGALANOleh : Budi Harsoni
Keliyanan Literasi 47
Oleh : NISRINA HANIFAHRelawan di Rumah Baca Evergreen Kota Jambi
BBicara tentang digital dan literasi itu soal perpaduan
rasa. Hasil gabungan dari keduanya tentu akan
nikmat apabila dikonsumsi dengan kadar dan
takaran yang seimbang, kebersamaan.
Tapi, omong-omong soal digital nampaknya bukan
menjadi topik baru di warung kopi. Basi rasanya
membicarakan jumlah pengguna media sosial Indonesia
yang terus meningkat, atau soal kuota internet yang tak
Literasisebagai Benteng Arus
Digital
Residensi Pegiat Literasi48
pernah bisa memuaskan dahaga, bahkan soal pertikaian—
ras, ideologi, kepercayaan, apa pun—yang terjadi karena
kemudahan sharing opini di media. Semua orang jelas
sudah tahu bahwa mulut, ah, maksudku jemari, mudah
sekali mengetik rangkaian argumen melalui ponsel pintar.
Berbagi video dan foto juga
telah menjadi ritual wajib.
Ninis, contohnya,
mahasiswi di suatu kampus
di Sumedang, menganut
kewajiban tersebut setiap
hari. Pagi setelah bangun
tidur, sebelum berangkat
menuju kampus, perempuan
kelahiran tahun 1997 tersebut
mengambil ponsel pintarnya
dan membuat video untuk dipublikasikan via fitur Story
Instagram. Mengabari teman-teman kalau pagi ini aku
bahagia, ungkap Ninis. Ia pun menyempatkan diri untuk
mengambil foto situasi di kelas, untuk, lagi-lagi, di-posting
di akun Twitter-nya. Bosan di kelas, aku Ninis. Tangan Ninis
tidak pernah lepas dari ponsel pintar dan jemari Ninis tidak
pernah berhenti tidak memublikasi.
“Berbagi video dan foto telah menjadi
ritual wajib.”
LITERASI SEBAGAI BENTENG ARUS DIGITALOleh : Nisrina Hanifah
Keliyanan Literasi 49
Menilik dari tahun kelahirannya, Ninis termasuk dalam
kategori digital native. Tak heran apabila ia memberitakan
seluruh kejadian hidupnya di media sosial. Hidup untuk
publikasi, kira-kira begitulah prinsip yang dipegang oleh
banyak orang akibat kemudahan akses internet. Masing-
masing individu merasa seolah mereka menjadi pusat atensi
semesta. Masyarakat dunia semacam dipaksa untuk tahu
tentang apa yang individu tertentu lakukan, ke mana mereka
pergi, dengan siapa, makan apa. Segala hal dibagikan
melalui dunia maya secara mendetail.
Residensi Pegiat Literasi50
Bukannya kekurangan, overload informasi justru tiba-
tiba menjadi masalah yang lazim. Orang-orang kesulitan
menyaring informasi; apakah ini informasi yang penting?
Haruskah aku membaca artikel ini? Apakah aku akan
tertinggal informasi jika tidak menonton video ini? Satu-
satunya pengayak dari seluruh konten tersebut, terutama
yang ada di media sosial, adalah dengan hadirnya filter
bubble. Sebagai algoritma yang dibangun dalam tubuh
media sosial, filter bubble berhasil menyeleksi seluruh
konten di dunia dan bekerja dengan selalu menampilkan
konten yang sesuai dengan ideologi dan ketertarikan kita
saja. Ideologi dan ketertarikan tersebut tentunya diketahui
LITERASI SEBAGAI BENTENG ARUS DIGITALOleh : Nisrina Hanifah
Keliyanan Literasi 51
oleh algoritma berdasarkan riwayat pencarian yang kita
lakukan.
Sebagai contoh, karena sering berselancar di dunia maya
untuk mencari informasi terkait partai politik berwarna
biru, maka filter bubble
akan bekerja dengan
menampilkan hanya
berita-berita baik dan
positif terkait partai biru
di mesin pencarian kita.
Ditambah lagi, menurut Eli
Parsier, penulis dari buku
terkait konsep filter bubble
bahwa filter bubble justru
berusaha untuk mengisolasi
kita dari sudut pandang
yang berlawanan dari
ketertarikan kita. Sangat
disayangkan bahwa fitur inilah yang justru menjamurkan
hadirnya berita bohong atau hoaks.
Selain dikenal sebagai berita yang berkebalikan dari
kebenarannya, hoaks juga dapat dikategorikan sebagai kabar
yang cenderung melebih-lebihkan untuk menimbulkan citra
“Selain dikenal sebagai berita yang berkebalikan dari
kebenarannya, hoaks juga dapat dikategorikan
sebagai kabar yang cenderung melebih-
lebihkan untuk menimbulkan citra
positif dari tokoh atau kelompok tertentu.”
Residensi Pegiat Literasi52
positif dari tokoh atau kelompok tertentu. Tak heran jikalau
berita hoaks selalu erat kaitannya dengan polemik politik
dan demokrasi di Indonesia. Berdirinya negara demokrasi
harus disokong oleh kemandirian dari masyarakat untuk
mendapatkan informasi yang komprehensif dan jelas.
Masyarakat pergi ke internet untuk menemukan berita
benar, bukan sebaliknya. Demi mendukung hal tersebut
berita bohong atau hoaks tentu harus segera ditumpaskan.
Budaya tabayun merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan demi meminimalisasi persebaran hoaks.
Asy-Syaukani di dalam Fath al-Qadir menjelaskan,
bahwa makna tabayyun adalah memeriksa dengan teliti,
Keliyanan Literasi 53
sedangkan tatsabbut artinya tidak terburu-buru mengambil
kesimpulan dalam melihat berita dan realitas yang ada
sehingga jelas apa yang sesungguhnya terjadi. Atau dalam
bahasa lain, berita itu harus dikonfirmasi sampai jelas
dan yakin bahwa kebenaran informasi tersebut dapat
dipertanggungjawabkan sebagai sebuah fakta.
Tabayyun seolah memperkuat pepatah tetua daerah yang
mengatakan untuk; jangan mudah percaya pada orang lain,
namun hal ini bisa kita aplikasikan sebagai, jangan mudah
percaya pada berita dan konten. Delay your judgement.
Tunda dulu kesimpulanmu. Jika bingung bagaimana
hendak bersikap, maka saranku, berpegang teguh ah pada
Residensi Pegiat Literasi54
rasa skeptis. Ragukan segala hal. Periksa ulang semua
informasi yang didapat. Anggap seluruh informasi di dunia
maya sebagai pacar yang sedang berkelana jauh. Kita tentu
cenderung meragukan
seluruh perilaku serta orang
yang ditemui pacar kita
ketika mereka pergi jauh,
bukan? Halangan terberat
melakukan cross-check
informasi memang terkait
waktu, seolah kita tidak
punya cukup masa dan
tenaga untuk memastikan
segala informasi. Tapi,
tentu saja, sangat tidak rugi
untuk dilakukan.
Peribahasa memang tidak pernah lekang oleh waktu,
termasuk slogan yang sedang tren akhir-akhir ini terkait
media; bahwa barang siapa berhasil menguasai media,
dialah yang berhasil menguasai dunia. Sudah memiliki
sikap tabayun, cukup tahu informasi terkait digital, lalu
kamu hendak menguasai dunia? Rasanya terlalu cepat
sombong, sebab ada satu hal lagi yang menuntut untuk
dikuasai, yaitu kemampuan memproduksi konten digital.
“Barangsiapa berhasil
menguasai media, dialah yang berhasil
menguasai dunia”
LITERASI SEBAGAI BENTENG ARUS DIGITALOleh : Nisrina Hanifah
Keliyanan Literasi 55
Sebagai motor penggerak literasi di Kota Jambi, Rumah
Baca Evergreen juga berusaha untuk menguasai dunia lewat
media, terutama demi tujuan menyebarluaskan gerakan
literasi terhadap anak-anak.
Seperti ilustrasi tokoh Ninis di awal tulisan, relawan di
Rumah Baca Evergreen pun berusaha membudidayakan
karakter serupa, yaitu memublikasikan seluruh kegiatan
secara online. Luasnya jangkauan media maya menjadi
pokok alasan Rumah Baca Evergreen meniatkan diri untuk
menggemparkan publikasi. Sayangnya, demi membentuk
Residensi Pegiat Literasi56
suatu citra tertentu di media dibutuhkan konten yang dirakit
secara khusus, dan pada titik itulah Relawan Rumah Baca
Evergreen berusaha menaklukan tantangan baru, yaitu
memproduksi konten digital.
Tidak ada yang tidak bisa dipelajari di dunia ini, bukan?
Relawan Rumah Baca Evergreen percaya hal tersebut.
Bermodalkan kamera smartphone biasa serta keypad
qwerty, postingan foto yang dibumbui tulisan caption
terkait kegiatan Evergreen mulai melimpah di dunia maya.
Mengambil gambar tidak perlu menggunakan kamera
canggih, cukup menangkap momen yang tepat saja maka
foto tersebut sudah dapat menyampaikan pesan secara
komunikatif. Sebagai contoh, dalam memublikasikan
kegiatan rutin mingguan Rumah Baca Evergreen, yaitu kelas
menulis penulis cilik anak-anak, misalnya. Foto beserta
caption tinggal diunggah melalui media sosial Facebook
dan Instagram, media sosial dengan penggunaan termudah
sekaligus memiliki jejaring terluas maka seluruh dunia
dapat segera tahu. Tidak perlu diaksesorisi dengan editing
dan efek, foto dapat segera di-upload.
Akibat kegiatan rutin tersebut—mendokumentasikan
setiap kegiatan, membuat caption, mem-posting di media
sosial—Relawan Rumah Baca Evergreen mau tidak mau
LITERASI SEBAGAI BENTENG ARUS DIGITALOleh : Nisrina Hanifah
Keliyanan Literasi 57
terpaksa menyesuaikan dengan budaya publikasi. Seiring
berjalannya waktu, relawan jadi belajar bagaimana
menangkap momen sahih dengan pencahayaan yang akurat
demi menghasilkan foto estetik. Memang belum menguasai
kemampuan fotografi secara spesifik dan profesional,
namun menghasilkan foto yang dapat berbicara saja sudah
sangat memuaskan raga.
Kian hari kian minggu, menjepret momen lewat foto
saja dirasa tidak cukup. Diperlukan media yang dapat
mengomunikasikan kegiatan di Evergreen lebih dari
sekadar ilustrasi manusia tak bergerak, foto jelas tidak lagi
dapat memediasi kebutuhan tersebut. Relawan kemudian
mulai belajar bagaimana mengabadikan peristiwa melalui
bentuk baru, video. Lewat video penonton dapat melihat
dan merasakan secara komprehensif kegiatan yang
dilakukan di Rumah Baca Evergreen. Tanpa bantuan tutor
videografer secara khusus, relawan Rumah Baca Evergreen
memberanikan diri untuk merekam video amatir, lagi-lagi
hanya menggunakan smartphone. Kemampuan metake
sebuh produk audio visual datang bersama ilmu lain, yaitu
proses editing.
Berbekal ilmu yang kupelajari di kuliah, kuberanikan diri
untuk menyunting video menggunakan aplikasi yang mudah
Residensi Pegiat Literasi58
digunakan seperti windows movie maker, atau Filmora
wondershare. Meskipun, awalnya sangat keberatan dengan
tugas baru ini—“Kami dak biso nian ngedit video buk,
ganti tugas yang lain bae lah!”1 keluh kakak-kakak Relawan
pada Ibu Yanti, pengelola Rumah Baca Evergreen, namun
jam terbang relawan yang tinggi dalam mengedit video
menjadikan mereka pandai jua. Relawan Evegreen yang
awalnya harus diingatkan, “Kegiatan hari ini siapo yang foto-
foto? Jangan lupo gek didokumentasikan!”2, sampai inisiatif
tersebut muncul dari diri masing-masing Relawan di tiap-
tiap kegiatan. Lagi-lagi mengutip kalimat orang, yaitu bisa
karena biasa. Kunci untuk gembok permasalahan ini adalah
1 “Saya sangat nggak bisa ngedit video, bu, minta tugas yang lain saja!”2 “Siapa yang bertugas memfoto hari ini? Jangan lupa kegiatannya kita dokumentasikan!”
LITERASI SEBAGAI BENTENG ARUS DIGITALOleh : Nisrina Hanifah
Keliyanan Literasi 59
komitmen dan rutinitas. Melakukannya secara rutin tentu
akan membuatmu, sadar atau tidak, terbiasa melakukannya.
Kak Ully merupakan Relawan Rumah Baca Evergreen
yang sekarang dengan bangga dapat mengedit video.
Seluruh proses dapat
dilakukan dalam
genggaman menggunakan
ponsel pintar. Video ditake
dan di edit di smartphone
menggunakan aplikasi
seperti VivaVideo atau
Kinemaster. Sekarang,
bagi relawan Rumah Baca
Evergreen, mengambil
foto, men-shoot video dan
meng editnya bukan lagi
suatu masalah.
Beda ceritanya dalam hal menulis caption. Evergreen
mempunyai kegiatan mingguan untuk mengajarkan menulis
kepada anak-anak SD, terutama kelas 3 sampai kelas 6
SD. Kemampuan yang diajarkan secara khusus adalah skill
menulis cerpen sehingga tak salah apabila lomba-lomba
kepenulisan bagi anak-anak tiba, relawan siap membantu
“Bisa karena biasa. Kunci
permasalahan ini adalah komitmen
dan rutinitas. Melakukannya
secara rutin tentu akan membuatmu,
sadar atau tidak, terbiasa
melakukannya.”
Residensi Pegiat Literasi60
anak-anak untuk membimbing mereka menulis secara
intensif. Sebelum mengajarkan teknik penulisan kepada
anak-anak, tentu Relawan Rumah Baca Evergreen telah
digembleng untuk bisa menulis terlebih dahulu, minimal
dapat menuangkan ide dalam bentuk kalimat.
Relawan Rumah Baca Evergreen dilatih untuk menulis
setiap hari. Caranya? Relawan bergantian mendapat bagian
untuk menjaga Pojok Baca Pertama di Rumah Sakit Raden
Mattaher Provinsi Jambi. Sambil menjaga jalannya alur
peminjaman buku dan bermain dengan anak-anak yang
mampir di Pojok Baca, Relawan diwajibkan untuk membuat
dua tulisan dalam sehari. Tulisan pertama adalah rangkuman
hasil opini dari harian Kompas yang telah sebelumnya
LITERASI SEBAGAI BENTENG ARUS DIGITALOleh : Nisrina Hanifah
Keliyanan Literasi 61
dibaca, kedua adalah jurnal harian berisi seluruh kejadian
di Pojok Baca secara mendetail. Seperti apa yang terjadi,
siapa yang datang dan pergi, ada peristiwa menarik apa,
dan lainnya. Relawan Rumah Baca Evergreen secara tidak
langsung terbiasa menulis secara tepat, terperinci serta
dapat menyampaikan ide dalam bentuk tulisan utuh.
Kewajiban untuk menulis jurnal harian Kampung Literasi
juga mendukung diberlangsungkannya kebiasaan ini. Latar
belakang kebiasaan menulis tersebutlah yang mendukung
tertulisnya caption di media sosial secara detail.
Selain bisa karena biasa, Relawan Rumah Baca Evergreen
pun banyak belajar dari pengalaman. Bagaimana mengatur
strategi publikasi, misalnya. Termasuk di dalamnya terkait
Residensi Pegiat Literasi62
waktu publikasi, di mana prime time, atau jam istirahat
makan siang kantor dan Magrib merupakan waktu yang
paling tepat, serta engagement yang perlu dibangun untuk
menambah ketertarikan publik terhadap konten kita, seperti
aktif menyukai postingan dari followers. Variasi konten,
baik itu foto, video ataupun
tulisan, di media sosial juga
penting untuk memberikan
pesan bahwa; kita enggak
hanya melakukan kegiatan
itu-itu saja, lho. Kita juga
punya kegiatan lain seperti
ini, itu, yang di sana dan di
sini.
Publikasi yang
dilakukan oleh relawan
ini bukannya tidak
membuahkan hasil. Rumah Baca Evergreen memiliki
sponsor tersembunyi yang setiap bulan menyumbangkan
buku. Dari mana lagi beliau mengetahui aktifnya kegiatan
Rumah Baca Evergreen selain dari publikasi di media sosial,
bukan?
“Seorang relawan mengaku tergugah untuk terjun dan
bergabung dengan Evergreen karena
caption dari kegiatan Evergreen di
Facebook.”
LITERASI SEBAGAI BENTENG ARUS DIGITALOleh : Nisrina Hanifah
Keliyanan Literasi 63
Cerita unik lain adalah ketika salah satu Relawan Rumah
Baca Evergreen yang tertarik untuk mengikuti kegiatan di
rumah baca akibat intens dan rutinnya publikasi terkait
kegiatan serupa yang ia lihat di media sosial. Relawan
tersebut, Kak Meilisa, mengaku tergugah untuk terjun
langsung dan bergabung dengan Evergreen karena caption
dari kegiatan Evergreen di Facebook. Berawal dari rasa
penasaran, “kegiatan apo sih ini? Kok kayaknyo seru nian?”1
Sampai kemauan Kak Meilisa untuk bergabung secara
sukarela di Evergreen itu dapat terjadi terima kasih karena
rutinnya publikasi di Facebook. Kak Meilisa mengaku tersihir
oleh mantra ‘caption’. Sejak tahun 2016 sampai sekarang,
3 “Ini kegiatan apa, sih? Kok kelihatannya seru sekali?”
Residensi Pegiat Literasi64
Kak Meilisa masih aktif berkegiatan dan membantu adik-
adik meningkatkan kemampuan literasi melalui Rumah
Baca Evergreen.
Bukan hanya dari segi kerelawanan, di sisi lain,
pembelajaran atau literasi dengan memanfaatkan
kemampuan digital juga diterapkan di Rumah Baca
Evergreen. Menurut buku Quantum Learning, terdapat tiga
modalitas dalam belajar, yaitu audio, visual, dan kinestetik.
Terbiasa terpapar dengan konten digital, yaitu audio-visual,
membuat anak-anak jadi lebih cepat menangkap ilmu
yang disampaikan lewat bentuk video. Hal ini tentu dapat
terjadi sebagai akibat positif dari perkembangan dunia
digital dan tingginya intensitas anak-anak menonton video.
Di kelas penulis cilik, sebagai sampel, anak-anak kadang
diajak untuk menonton film dan video demi merangsang
kemampuan imajinasi dan kepekaan anak-anak terhadap
deskripsi kejadian. Rumah Baca Evergreen membuka
layar dan menyiapkan proyektor, kadang-kadang diiringi
dengan speaker untuk menambah khidmat suasana. Anak-
anak justru sangat menikmati kegiatan ini! Sebagian besar
dari mereka menginginkan kegiatan menonton ini untuk
dilaksanakan terus-menerus.
LITERASI SEBAGAI BENTENG ARUS DIGITALOleh : Nisrina Hanifah
Keliyanan Literasi 65
“Besok kami mau nonton lagi, Kak!”
Kakak Relawan Rumah Baca Evergreen mau tidak
mau cengengesan dan mengungkapkan bahwa kegiatan
menontonnya dapat dilaksanakan lain kali. Hmn, sabar ya,
adek!
Anak-anak Gerai Baca RT 18 pun berhasil menampilkan
lagu Jepang berjudul “Sayonara bokutachi no youem” pada
saat pembukaan Residensi Literasi Numerasi di Rumah Baca
Evergreen bulan Juli lalu. Kakak Relawan membantu anak-
anak menyanyikan lagu bahasa Jepang yang pelafalannya
sulit untuk dilakukan. Mereka berhasil tampil hanya dengan
mempelajari video yang dilihat di YouTube. Lagu tersebut
Residensi Pegiat Literasi66
mengisahkan mengenai perpisahan anak Taman Kanak-
kanak (TK). Mereka berusaha mengingat kembali seluruh
kejadian yang telah dilalui bersama, belajar bareng, tidur
bareng, makan dan bermain di sekolah. Lagu tersebut
diibaratkan sebagai seluruh kegiatan yang telah dilalui
anak-anak di Gerai Baca selama 2 tahun. Betapa memori
yang telah dialui anak-anak sangat berharga dan berkesan.
Kakak Relawan yang pernah mengikuti les bahasa Jepang
gratis sengaja memilih untuk menampilkan lagu ini. Selain
dapat berbagi kepada anak-anak terkait pengetahuan
berbahasa Jepangnya, Kakak Relawan berharap anak-anak
dapat selalu mengingat waktu-waktu indah yang selama ini
dilalui di gerai baca.
Beberapa teman yang lahir di era ‘90-an, kadang
mengeluh akan beratnya hidup di tahun 2018. Ketatnya
persaingan akademik, berebut lowongan pekerjaan, belum
Keliyanan Literasi 67
ditambah rasa iri yang kadang menghantui setiap kali
membuka media sosial. Ah, membandingkan diri dengan
orang lain memang jadi lebih mudah dilakukan semenjak
teknologi bernama Instagram. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa rasa iri tersebut kerap timbul akibat
rendahnya rasa percaya diri.4 Relawan Rumah Baca
Evergreen, sebagai generasi milenial, pun mau tak mau
menghadapi ihwal yang sama. Simpulan yang diambil
pun tak lain tak bukan berakhir di titik; karena kemudahan
publikasilah, rasa iri tersebut merajalela.
Yang lain bergumam, apakah karena terlalu luang,
hingga mempublikasikan kelewat banyak hal? Atau, justru
berlomba-lomba menggaungkan opini tak berakar, sebab
miskin pujian?
4 Liu, H., Wu, L., & Li, X. (. (2018). Social Media Envy: How Experience Sharing on Media Social Networking Sites Drives Millennials’s Aspirational Tourism Consumption. Journal of Travel Research.
Residensi Pegiat Literasi68
Bisa jadi. Muara permasalahan akan kembali pada
pertanyaan terkait; bagaimana cara paling efektif untuk
membentengi diri?
Alquran dalam surah Al-alaq telah berulang kali
mengajak untuk membaca. Kembali pada bacaan. Bacalah
lagi dan lagi. Hal ini jelas searah dengan prinsip tabayyun
untuk selalu mengecek kembali kebenaran semua fakta.
Tahan dulu kesimpulanmu. Bacalah lagi sumber informasi
tersebut. Sebarkan jika kebenarannya sudah seratus persen
dapat dipertanggungjawabkan.
Berperang di dunia digital memang tidak cukup hanya
dengan kemampuan teknis terkait produksi konten dan
menguasai strategi penggunaan media. Justru di poin
tersebutlah kemampuan literasi diperlukan dan dibutuhkan
untuk digalakkan. Digital dan perkembangannya perlu
diimbangi juga dengan kemauan mempelajarinya, dalam
hal ini literasi sehingga tidak semata-mata menjadi budak
dan korban dari media saja.
Seperti yang telah disebutkan di paragraf awal bahwa
bicara tentang digital dan literasi itu berarti bicara soal
perpaduan rasa. Kalau diibaratkan sebagai kopi, cangkir
merupakan wadah tempat semuanya berkumpul, yaitu
LITERASI SEBAGAI BENTENG ARUS DIGITALOleh : Nisrina Hanifah
Keliyanan Literasi 69
seluruh konten dan warna yang ada di alam maya. Bubuk
kopinya sendiri merupakan digital, sedangkan air panas
merupakan literasi. Jumlah bubuk kopi yang dimasukkan
untuk meracik sebuah kopi perlu ditakar dengan perhitungan
khusus. Begitu juga dengan air panas yang baru akan terasa
lezatnya apabila dimasak dengan suhu tertentu. Bilamana
seluruh unsur tersebut dikolaborasikan, barulah dapat
dipetik sebuah kopi yang nikmat bukan? Hal-hal nikmat di
dunia ini memang semua hal yang seimbang.
Eh tunggu. Kecuali kalau kamu sukanya minum kopi
ditambah krimer, ya!
Keliyanan Literasi 71
Oleh : RAFDI ALMAS ATSALIST
Di zaman moderen seperti sekarang ini kecangihan
teknologi tidak lagi diangap tabu karena bisa
dipastikan setiap individu atau orang yang berada
di perkotaan maupun perkampungan sudah mengenalnya.
Kian hari, perusahaan skala global menciptakan berbagai
produk dan piranti teknologi dan memasarkannya ke
Indonesia. Mengapa demikian? Karena Indonesia menjadi
pasar besar dunia. Dengan jumlah pengguna internet yang
mencapai 132 juta orang, jumlah tersebut menunjukkan
sebagai Pengembangan Jaringan TBM (Taman Bacaan Masyarakat)
Media Sosial
Residensi Pegiat Literasi72
bahwa setengah atau lebih dari 50% penduduk Indonesia
telah bisa mengakses internet, dan sebagian besar melalui
smartphone.
“smartphone adalah telepon selular dengan
mikroprosesor, memori, layar dan modem
bawaan. Smartphone merupakan ponsel
multimedia yang menggabungkan fungsionalitas
PC dan handset sehingga menghasilkan gadget
yang mewah, di mana terdapat pesan teks,
kamera, pemutar musik, video, game, akses
email, TV digital, search engine, pengelola
informasi pribadi, fitur GPS, jasa telepon
internet dan bahkan terdapat telepon yang
juga berfungsi sebagai kartu kredit.” (Williams
& Sawyer, 2011)
“Internet adalah sekumpulan jaringan komputer
yang saling terhubung secara fisik dan memiliki
kemampuan untuk membaca dan menguraikan
protokol komunikasi tertentu yang disebut
Internet Protocol (IP) dan Transmission Control
Protocol (TCP). Protokol adalah spesifikasi
sederhana mengenai bagaimana komputer
saling bertukar informasi.” (Allan, 2005)
MEDIA SOSIAL SEBAGAI PENGEMBANGAN JARINGAN TBM (TAMAN BACAAN MASYARAKAT)Oleh : Rafdi Almas Atsalist
Keliyanan Literasi 73
“Media sosial adalah media yang terdiri atas
tiga bagian, yaitu: Insfrastruktur informasi dan
alat yang digunakan untuk memproduksi dan
mendistribusikan isi media, isi media dapat
berupa pesan-pesan pribadi, berita, gagasan,
dan produk-produk budaya yang berbentuk
digital, kemudian yang memproduksi dan
mengkonsumsi isi media dalam bentuk digital
adalah individu, organisasi, dan industri.” (P.N.
Howard dan M.R Parks, 2012)
Kelas kesenian (Pembuatan Slime) yang di gagas oleh Microlibrary Dompet Dhuafa Jabar
Residensi Pegiat Literasi74
Dok. 2 Desember 2017 (salah satu bentuk kegitan yang di lakukan Microlibrary Dompet Dhuafa Jabar yang di publikasikan pada media sosial instagram dan facebook)
MEDIA SOSIAL SEBAGAI PENGEMBANGAN JARINGAN TBM (TAMAN BACAAN MASYARAKAT)Oleh : Rafdi Almas Atsalist
Keliyanan Literasi 75
Bisa dipastikan dengan begitu banyaknya konten yang
terdapat dapat dalam smartphone seperti yang dijelaskan
oleh Williams dan Sawyer, masyarakat bisa memanfaatkan
teknologi dengan begitu leluasa sesuai kebutuhan yang
diinginkan. Ini memungkinkan adanya terobosan atau inovasi
yang berimbas terhadap
peningkatan mutu atau
kualitas hidup manusia yang
lebih baik. Dalam kerangka
organisasi, media sosial bisa
menjadikan smartphone
dengan perangkat-perangkat
di dalamnya sebagai media
promosi dan pengembangan
jaringan. Termasuk dalam
hal ini: Taman Bacaan
Masyarakat (TBM) dan
aktivitasnya.
Pengguna internet terus meningkat seiring dengan
durasi menggunakan internet yang juga semakin
meningkat. Wearesocial melaporkan bahwa rata-rata dunia
menggunakan internet selama enam jam per hari untuk
mengakses internet melalui berbagai perangkat. Jika durasi
ini dikalikan dengan jumlah pengguna internet dunia, maka
“Masyarakat bisa
memanfaatkan teknologi
dengan begitu leluasa sesuai
kebutuhan yang diinginkan.”
Residensi Pegiat Literasi76
durasi penggunaan internet
oleh seluruh manusia di
bumi bisa mencapai lebih
dari 1 miliar jam untuk online
di tahun 2018. Bayangkan,
durasi sedahsyat itu bila
dioptimalkan para penggiat
TBM, tentu akan hebat pula
dampaknya.
Indonesia dalam hal durasi penggunaan internet
menempati peringkat keempat dunia dengan rata-rata 8
jam 51 menit setiap harinya. Indonesia hanya “kalah” dari
Thailand yang memiliki durasi 9 jam 38 menit, kemudian
Filipina 9 jam 29 menit dan Brazil dengan 9 jam 14 menit.
Peringkat Indonesia ini melampaui negara-negara maju
seperti Singapura yang memiliki rata-rata durasi 7 jam 9
menit, Tiongkok 6 jam 30 menit, Amerika Serikat 6 jam 30
menit dan Jerman 4 jam 52 menit.
Jadi, tidak menutup kemungkinan media sosial bisa
menjadi salah satu alat bagi Taman Bacaan Masyarakat
(TBM) untuk terus membangun jaringan ataupun koneksi
yang bisa menunjang pengembangan jaringan TBM yang
sedang dibangun.
“Tidak menutup kemungkinan media sosial bisa menjadi
salah satu alat bagi TBM untuk
membangun jaringan yang bisa menunjang
pengembangan TBM.“
Keliyanan Literasi 77
Kelas inspirasi yang digagas oleh Microlibrary Dompet Dhuafa Jabar
Lomba cipta media pembelajaran Microlibrary Dompet Dhuafa Jabar yang bekerja sama dengan Komunitas Komed, Dompet Dhuafa (Makml Pendidikan) dan Wardah Kosmetik.
Residensi Pegiat Literasi78
Dok. 4 Februari 2018 (kaloborasi antara Microlibrary Dompet Dhuafa Jabar dengan Komunitas Trans Media Jakarta) dampak dari keberadan smartphone untuk akses media sosial sebagai salah satu daya tarik untuk
orang lain melakukan kegiatan di TBM (Taman Bacaan Masyarakat) yang kita kelola.
Tebar Buku Microlibrary Dompet Dhuafa Jabar yang bekerjasama dengan Perpusdes Winduraja Membaca yang di selenggarakan di Kabupaten Ciamis.
MEDIA SOSIAL SEBAGAI PENGEMBANGAN JARINGAN TBM (TAMAN BACAAN MASYARAKAT)Oleh : Rafdi Almas Atsalist
Keliyanan Literasi 79
Berikut ini beberapa dampak positif media sosial bagi
pengelolaan TBM:
Pertama, menghemat waktu. TBM akan mengetahui
sumber-sumber informasi tepercaya yang dapat
dijadikan referensi untuk
pengembangan jaringan
secara cepat. Waktu akan
lebih berharga karena
dalam usaha pencarian
dan menemukan informasi
itu menjadi lebih mudah.
Kedua, belajar lebih cepat.
Pada kasus ini, misalnya
seorang pengelola TBM
yang harus mencari definisi
atau istilah kata-kata
penting pada glosarium. Dibandingkan dengan mencari
referensi yang berbentuk cetak maka akan lebih cepat
dengan memanfaatkan sebuah aplikasi khusus glosarium
yang berisi istilah-istilah penting. Ketiga, lebih aman.
Sumber informasi yang tersedia dan bernilai di internet
jumlahnya sangat banyak. Ini bisa menjadi referensi ketika
mengetahui dengan tepat sesuai kebutuhannya. Sebagai
contoh ketika pengelola TBM akan berkunjung ke daerah
“Dibandingkan dengan mencari
referensi berbentuk cetak, memanfaatkan
aplikasi khusus glosarium yang berisi istilah-istilah penting, justru lebih cepat”
Residensi Pegiat Literasi80
maka akan merasa aman apabila membaca berbagai macam
informasi khusus tentang daerah yang akan dikunjungi itu.
Keempat, selalu memperoleh informasi terkini. Kehadiran
aplikasi tepercaya akan membuat pengelola TBM selalu
memperoleh informasi baru. Kelima, Selalu terhubung.
Mampu menggunakan beberapa aplikasi yang dikhususkan
untuk proses komunikasi maka akan membuat pengelola
TBM selalu terhubung. Dalam hal-hal yang bersifat
penting dan mendesak maka ini akan memberikan manfaat
tersendiri untuk pengembangan jaringan. Keenam, membuat
keputusan yang lebih baik, pengelola TBM dapat membuat
keputusan yang lebih baik karena ia memungkinkan untuk
mampu mencari informasi, mempelajari, menganalisis, dan
membandingkannya kapan saja. Jika pengelola TBM mampu
membuat keputusan hingga bertindak maka sebenarnya
ia telah memperoleh informasi yang bernilai. Ketujuh,
dapat membuat Anda bekerja. Para pengelola TBM saat ini
membutuhkan beberapa bentuk keterampilan komputer.
Dengan adanya smartphone maka dapat membantu
pekerjaan sehari-hari terutama yang berkaitan dengan
pemanfaatan komputer misalnya penggunaan--Microsoft
Word, Power Point--atau bahkan aplikasi manajemen
dokumen ilmiah seperti Mendelay dan Zetero. Kedelapan,
bikin lebih bahagia. Dalam pandangan Brian Wright, di
internet banyak sekali konten seperti gambar atau video yang
MEDIA SOSIAL SEBAGAI PENGEMBANGAN JARINGAN TBM (TAMAN BACAAN MASYARAKAT)Oleh : Rafdi Almas Atsalist
Keliyanan Literasi 81
KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) dan edukasi boardgames KPK, kegiatan yang di gagas oleh Komunitas Tampa Batas, Genbaja (Generasi Baik Jabar) dan Microlibrary Dompet Dhuafa terlibat di dalamnya.
Bandung Bercerita yang di inisiasi oleh Microlibrary Dompet Dhuafa Jabar yang bekerjsama dengan Komunitas Ruang Mengabdi dan kegiatan ini rutin 1 (satu) Minggu sekali, setiap hari Minggu dari jam
09:00 - 12.00 WIB.
Residensi Pegiat Literasi82
bersifat menghibur. Oleh karenanya, dengan mengaksesnya
bisa berpengaruh terhadap kebahagiaan pengelola TBM.
Kesembilan, memengaruhi dunia. Di internet tersedia
tulisan-tulisan yang dapat memengaruhi pemikiran para
pembacanya. Dengan penyebaran tulisan melalui media
yang dilakukan pengelola TBM bisa menarik minat orang
lain melakukan hal yang sama di daerah masing-masing
pembaca dan berdampak
terhadap penyediaan
bahan bacaaan yang akan
merata di kemudian hari.
Dari beberapa kegunaan
positif media sosial di
atas, pengelola TBM harus
memanfaatkan sebagai
ajang silaturahmi antar
pegiat literasi untuk sekadar
sharing tentang pengalaman
dalam mengelola TBM
maupun ajang promosi
sehingga eksistensi atau keberadaan bisa diketahui oleh dunia
luar. Hal tersebut bisa berimbas terhadap meningkatnya
pemustaka yang berkunjung untuk sekadar membaca
ataupun berkegiatan. Bahkan tidak menutup kemungkinan
“Pengelola TBM harus
memanfaatkan media sosial untuk ajang silaturahmi
antar pegiat literasi atau berbagi
pengalaman dalam mengelola TBM ”
MEDIA SOSIAL SEBAGAI PENGEMBANGAN JARINGAN TBM (TAMAN BACAAN MASYARAKAT)Oleh : Rafdi Almas Atsalist
Keliyanan Literasi 83
terjalinnya kerja sama dengan berbagai intansi pemerintah
maupun pihak swasta yang peduli dan konsen akan kemajuan
masyarakat lewat keberadaan TBM yang dikelola.
Dari uraian di atas jelas bahwa pengelola TBM
memiliki peranan penting dalam pengembangan jaringan
TBM dengan mengoptimalkan smartphone. Maka sudah
selayaknya, pengelola TBM memberikan pemahaman
ataupun informasi yang sangat membantu bagi masyarakat.
Sangat baik kalau smartphone digunakan sebagai sarana
menambah ilmu ataupun membuka peluang usaha baru
sesuai kebutuhan masyarakat hari ini.
Dengan demikian bisa dipastikan keberadaan media
sosial sangatlah menunjang terhadap pengembangan
jaringan TBM yang kita kelola, salah satunya kita
dapat mempromosikan kegiatan yang sedang dan akan
dilaksanakan di TBM sehingga menarik minat orang lain
untuk ikut bergabung digerakan tersebut. Lebih jauh dari itu,
bisa jadi referensi orang untuk bergerak dan membangun
jaringan yang sama dengan apa yang sudah kita lakukan
karena gerakan yang dipromosikan tersebut akan
memudahkan orang untuk menirugerakan yang sedang kita
bangun, bahkan gerakan mereka bisa berkembang dengan
mudahnya dibandingkan gerakan kita. Semoga.
Keliyanan Literasi 85
PERIHAL MENULIS DAN BERCAKAP-CAKAP
Di Era Revolusi Industri 4.0
Oleh : QINY SHONIA AZ ZAHRA
Siapa yang mengira jika kebiasaan generasi 90’an
di Indonesia dengan saling bertukar biodata yang
ditulis pada kertas binder atau lose leaf warna-
warni antar teman, akan berevolusi menjadi data-
data pribadi yang saling ditukar bukan hanya dengan teman
bahkan dengan orang asing di dunia maya? Fenomena
yang sudah menjadi budaya, bisa dijumpai pada halaman
Friendster, MySpace, kemudian Facebook. Atau sahabat
pena yang kini berevolusi dengan hanya ketikan jemari
dengan balasan pada waktu yang relatif singkat pada
Residensi Pegiat Literasi86
Email atau instant messenger seperti YM, BBM, Whatsapp,
WeChat atau Line. Lalu kehadiran diary yang terekspos
dalam bentuk blog di halaman WordPress, Blogger, Tumblr
dan lain-lain.
Ternyata, tidak hanya
makhluk hidup, benda
mati seperti media literasi,
baik itu membaca maupun
menulis terus berevolusi
sesuai dengan kebutuhan
manusia. Media literasi
ini benda mati yang
membantu manusia untuk
lebih hidup. Selain sebagai
demand atau permintaan
akan tempat atau rumah
kedua. Seperti hukum
ekonomi, adanya demand
selalu diikuti supply atau penawaran. Kebanyakan media,
baik dalam maupun luar negeri ini sama-sama bertujuan
membuat wadah lain yang relevan dengan kebutuhan dan
budaya baru yang tercipta hingga abad 20.
Jika menurut KBBI, literasi adalah kemampuan
PERIHAL MENULIS DAN BERCAKAP-CAKAP DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0Oleh : Qiny Shonia Az Zahra
“Tidak hanya makhluk hidup, media literasi,
baik itu membaca maupun menulis terus berevolusi sesuai dengan
kebutuhan manusia.”
Keliyanan Literasi 87
menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan
dalam bidang atau aktivitas tertentu: — computer, serta
kemampuan individu dalam mengolah informasi dan
pengetahuan untuk kecakapan hidup.[1] Literasi lama
mencakup kompetensi calistung. Sedangkan literasi baru
mencakup literasi data, literasi teknologi dan literasi
manusia.
Literasi data terkait dengan kemampuan membaca,
menganalisis dan membuat konklusi berpikir berdasarkan
data dan informasi (big data) yang diperoleh. Literasi
teknologi terkait dengan kemampuan memahami cara
kerja mesin. Aplikasi teknologi dan bekerja berbasis
produk teknologi untuk mendapatkan hasil maksimal.
Literasi manusia terkait dengan kemampuan komunikasi,
kolaborasi, berpikir kritis, kreatif dan inovatif.[2]
Dunia dan segala isinya seolah konstan namun
sesungguhnya kita bergerak dinamis seiring perubahan-
perubahan yang datang silih berganti. Bentuknya bisa
sama juga berbeda. Adanya revolusi industri 4.0 menjadi
tanda pergerakan yang terus terjadi. It’s both enchanting
yet terrifying. Jika dulu kebutuhan manusia hanya sebatas
menulis dan membaca, semakin hari kebutuhan manusia
dalam dunia literasi semakin tidak terbatas. Hal ini bisa
Residensi Pegiat Literasi88
menjadi ancaman sekaligus peluang bagi para pengguna
internet khusunya dan teknologi pada umumnya.
Dalam sebuah sesi diskusi beberapa waktu lalu yang
diadakan oleh salah satu komunitas edukasi untuk para
pelaku kreatif, Lingkaran, menurut Tita Larasati seorang
akademisi dari Institut
Teknologi Bandung
merangkap sebagai Ketua
Bandung Creative City
Forum (BCCF), literasi
digital menjadi salah satu
poin sekaligus pion penting
dalam bertahan di era
Industry 4.0. Karena bukan
hanya sekadar menulis dan
membaca, literasi digital
mencakup berbagai data,
media, dan sudut pandang serta cara berpikir seseorang
dalam menghadapi berbagai fenomena serta problematika
di tengah kemajuan teknologi yang sangat massive beberapa
tahun terakhir.
Jika beberapa tahun sebelumnya cita-cita anak Indonesia
terbatas pada ingin menjadi dokter, polisi, guru, PNS,
“Literasi digital menjadi salah satu poin sekaligus pion penting dalam bertahan di era Industry 4.0”
PERIHAL MENULIS DAN BERCAKAP-CAKAP DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0Oleh : Qiny Shonia Az Zahra
Keliyanan Literasi 89
bahkan astronot, profesi lain seperti Youtuber merupakan
salah satu profesi yang menjadi cita-cita anak-anak masa
kini. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa kemajuan teknologi
membuka peluang-peluang baru di antara ancaman-
ancaman yang menghadang. Youtuber hanya salah satu
contoh dari kemunculan berbagai peluang dalam circle
lapangan pekerjaan yang selalu hadir dalam perihal bias
dengan jumlah pengangguran.
Fenomena revolusi industri 4.0 dengan literasi digital
dengan momoknya masing-masing memberikan pilihan
yang dapat menjadi teman atau lawan. Menjadikannya
peluang atau ancaman. Dengan adanya statistik yang
menunjukkan budaya akan penggunaan smartphone dalam
mengakses internet saat smartphone kini menjadi kebutuhan
primer sebagian besar manusia. Dilansir dari Global Digital
Report tahun 2018 oleh WeAreSocial yang bekerja sama
dengan Hootsuite, 60% pengguna internet di Indonesia
menggunakan smartphone sebagai alat dalam mengakses
internet.
Indonesia menjadi negara ke dengan pengguna internet
sebanyak 132 juta jiwa, jumlah tersebut merupakan jumlah
pengguna internet yang cukup besar karena lebih 50% dari
total masyarakat Indonesia. Selain itu, Indonesia menjadi
Residensi Pegiat Literasi90
negara keempat dunia dengan durasi rata-rata 8 jam 51
menit dalam penggunaan internet setiap harinya. Peringkat
ini di bawah Thailand, Filipina dan Brazil pada peringkat
pertama. Peluang untuk menjadikan revolusi industry 4.0
dengan memperdalam literasi digital seharusnya menjadi
titik cerah. Maka dari itu, kebutuhan untuk berpikir kritis
dan kreatif dalam mengintegrasikan hal tersebut harus terus
dilatih, salah satunya dengan menulis.
James W. Pennnebaker, Profesor Psikologi di University of
Texas, Austin mengembangkan sebuah tulisan mengungkap
potensi manfaat kesehatan dari menulis tentang emosi atau
lebih dikenal dengan expressive writing, sebuah penelitian
mengenai bagaimana aktivitas menulis bertujuan untuk
menyembuhkan.
Menurut Pennebaker, saat seseorang diberi kesempatan
untuk menulis tentang gejolak emosionalnya, mereka
cenderung memiliki perubahan fungsi kekebalan tubuh.
Hal ini sejalan dengan fenomena para pengguna jejaring
sosial yang gemar mengupdate status pada akun masing-
masing. Terlepas dari sebuah tantangan berat ketika dalam
sepersekian detik informasi-informasi tersebut menyebar
tanpa adanya crosscheck lebih lanjut sehingga hoax dengan
cepat dan mudahnya menyebar.
PERIHAL MENULIS DAN BERCAKAP-CAKAP DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0Oleh : Qiny Shonia Az Zahra
Keliyanan Literasi 91
Selain adanya tantangan-tantangan dalam era revolusi
industri 4.0 yang erat kaitannya dengan literasi digital,
dilansir dari GNFI1 situs Wearesocial menempatkan
Indonesia di peringkat 7 dunia sebagai negara yang paling
optimis memandang internet sebagai teknologi yang mampu
membuka banyak peluang dan kesempatan baru dan bukan
sebagai teknologi yang
memberikan ancaman.
Jika dulu kita hanya
berkutat dengan media
seperti buku, maka adanya
internet menjadi sebuah
trigger sekaligus media
alternatif bahkan media
baru dalam tumbuh dan
berkembangnya literasi.
Media sosial hanya
salah satu tangga bagi ide,
gagasan, kreatifitas, dieksplorasi sedemikian rupa dalam
dunia literasi digital sehingga menciptakan fenomena yang
tak pernah luput dan habis untuk terus digali.2
“Internet menjadi sebuah trigger sekaligus media alternatif
bahkan media baru dalam tumbuh dan
berkembangnya literasi”
1 https://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/02/06/inilah-perkembangan-digital-indonesia-tahun-20182 https://raamfest.com/tumbuh-dan-tak-terasing-di-tengah-era-literasi-digital/
Residensi Pegiat Literasi92
Adanya berbagai platform menulis digital baik yang
berasal dari luar maupun karya anak bangsa bisa menjadi
media untuk bertahan di era revolusi industri 4.0. Sebuah
tulisan yang nyatanya hasil pemikiran manusia, bukan
robot maupun teknologi di dalamya. Jika posisi tukang
parkir sudah sebagian besar digantikan oleh mesin dan
atau customer service sudah mulai digantikan oleh mesin
atau chat bot, kemampuan menulis yang pada dasarnya
menggunakan seluruh panca indera akan sulit tergantikan.
Menulis membutuhkan rasa yang berasal dari data
yang didapat dan dikumpulkan melalui mata yang melihat
fenomena bahkan hal-hal kecil yang ada dalam jangkauan
pandangan, telinga untuk mendengar berbagai macam suara,
hidung untuk mencium asal muasal dan jenis bau wewangian,
lidah dan mulut untuk mencecap dan berbicara, kulit untuk
merasa berbagai sentuhan dan semua diolah dalam kepala
dan hati yang menjadi core atau inti yang hanya dimiliki
manusia. Semua disimpan, dianalisis, diintegrasikan melalui
berbagai proses kreatif lalu diciptakan dalam sebuah karya.
Dari proses menulis secara tidak langsung kita belajar
memanusiakan manusia. Robot atau mesin tidak memiliki
empati, sedangkan manusia lahir dengan hal tersebut.
Terlepas dari tujuan seseorang dalam menulis, baik itu
PERIHAL MENULIS DAN BERCAKAP-CAKAP DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0Oleh : Qiny Shonia Az Zahra
Keliyanan Literasi 93
untuk sekedar mencari rumah kedua sebagai bentuk
eksplorasi dan ekpresi diri, bukti eksistensialis, atau sebagai
bentuk monetisasi dan menjadikannya profesi, menulis bisa
menjadi media dalam aktualisasi diri. Tidak hanya sekedar
media ekspresi.
Berawal dari menulis
di buku diary semasa
kanak-kanak, menulis
menjadi kegemaran bagi
saya sendiri. Sekadar
menorehkan keresahan
pada media kertas dengan
pena sebelum adanya
platform menulis di internet
seperti sekarang.
Dari sekadar tulisan
berupa hal menyenangkan yang dialami pada hari itu sampai
gerutu pada suatu hal kecil khas anak-anak seperti dimarahi
orang tua atau berkelahi dengan teman yang mungkin tidak
seberapa, hingga puisi-puisi tak seberapa lainnya yang
ditulis dalam diary kecil yang tak luput dengan gemboknya.
Kadang saya kirimi teman semasa kecil saya dengan
“Dari proses menulis secara tidak langsung
kita belajar memanusiakan
manusia”
Residensi Pegiat Literasi94
puisi tentang cecak, meski hanya melalui sepucuk surat.
Kebiasaan menulis di buku diary ini terus berlanjut hingga
masa remaja. Masa SMA, circa 2008 menjadi awal dari
perkenalan saya dengan media sosial dan platform menulis
digital. Sekadar menulis
(lagi-lagi) hal-hal tak
seberapa di Friendster, lalu
berlanjut di Blogger dan
Tumblr.
Selain Blogger dan
Tumblr, kebiasaan menulis
membawa saya pada
sebuah platform menulis
buatan anak bangsa, yakni
Storial. Storial adalah
story sharing platform yang memungkinkan penulis ingin
menulis buku, untuk menulis dan meng-upload karyanya
bab per bab dengan berbagai macam genre, baik fiksi
maupun nonfiksi. Pada proses ini, selain sebagai platform
penulis, ada hal menarik lain yakni adanya interaksi dua
arah yakni interaksi antar pembaca dan penulis. Bagaimana
respons pembaca baik apresiasi, saran, maupun kritik bisa
membangun sebuah interaksi sehat dan meningkatkan
kemampuan menulis dan kualitas tulisan seseorang. Atau
“Kritik bisa membangun
sebuah interaksi sehat dan
meningkatkan kemampuan menulis dan
kualitas tulisan”
PERIHAL MENULIS DAN BERCAKAP-CAKAP DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0Oleh : Qiny Shonia Az Zahra
Keliyanan Literasi 95
adanya interaksi antar sesama pembaca juga sesama penulis,
seperti media sosial pada umumnya. Lebih menarik, karena
berada dama interest yang sama, sama-sama menyukai
buku dan dunia tulis-menulis.
Storial didirikan oleh Ega, Ollie yang sebelumnya telah
tergabung dalam nulisbuku.com, Steve sebagai CEO dan
Sofia sebagai CTO. Berdiri pada November 2015, Storial.
co kini telah berevolusi menjadi situs menulis yang cukup
memiliki peluang dalam dunia kepenulisan karena dapat
menghasilkan income. Selain bertujuan untuk sharing dan
menjadikannya bacaan gratis, para penulis buku di Storial
bisa menjadikan beberapa bab di buku kita menjadi premium
chapter, sehingga jika para pembaca ingin membaca buku
tersebut harus mengeluarkan biaya lebih untuk membeli
koin storial.
Tidak hanya itu, sebelum adanya Storial Premium
Chapter, Storial salah satu media yang tepat dalam
membentuk sebuah karya serta melatih konsistensi menulis.
Beberapa karya penulis di Storial sudah ada yang dibukukan
penerbit major maupun minor yang kini menjejali toko buku
offline maupun online, seperti Potret karya Aditia Yudis, The
Playlist karya Erlin Natawira, Karung Nyawa karya Haditha
dan buku-buku lainnya. Para penulis tersebut memiliki
Residensi Pegiat Literasi96
pembacanya tersendiri. Bahkan, belakangan, para penulis
terkenal dengan buku-buku best seller bahkan beberapa
telah dan sedang dalam proses adaptasi ke layar lebar,
seperti Ika Natassa dan Bernard Batubara melahirkan anak-
anaknya melalui Storial premium chapter.
Selain Storial, GWP
atau Gramedia Writing
Project menjadi sebuah
pilihan lain dalam
membangun sebuah karya
berupa tulisan. Seperti
namanya, Gramedia
Writing Project ini sebuah
platform menulis di bawah
naungan Gramedia Pustaka
Utama. Jika dalam layar
kaca menayangkan acara
ajang pencarian bakat
dalam menyanyi, menari, atau komedi, Gramedia Writing
Project pada tahun 2014 memproklamirkan dirinya sebagai
komunitas menulis online dan ajang pencarian bakat
menulis Indonesia.
GWP dan Storial sama-sama menjadi media yang
“Selain untuk menuangkan kegelisahan-
kegelisahan hidup, menulis menjadi
self healing. Menulis dan membaca bisa
membuat saya tetap waras.”
PERIHAL MENULIS DAN BERCAKAP-CAKAP DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0Oleh : Qiny Shonia Az Zahra
Keliyanan Literasi 97
menampung para penulis dan pembaca. Gramedia Writing
Project dalam gwp.co.id memiliki kesempatan atau
peluang lebih besar untuk diasuh dan dibimbing para editor
Gramedia Pustaka Utama seperti Clara NG yang telah
menerbitkan beberapa buku yang kemudian dipublikasikan
dalam penerbit yang sama. Tidak hanya itu, peluang untuk
didistribusikan dalam ribuan jaringan Toko Buku Gramedia
di seluruh Indonesia.
Baik Storial maupun GWP, keduanya hanya media
alternatif dalam menuangkan sebuah ide, gagasan, dalam
proses berfikir kreatif untuk menghasilkan sebuah karya.
Wattpad, platform menulis menjadi salah satu media yang
cukup ramai, menjadi pilihan para penulis dan pembaca
di Indonesia. Platfrom blogging pun seperti Blogger,
Wordpress, Weebly, Tumblr juga Medium adalah beberapa
pilihan lain yang bisa kita coba. Semakin banyak pilihan,
semakin banyak pula kesempatan dan peluang dalam
mengembangkan potensi diri dalam bidang literasi.
Selain menulis untuk menuangkan kegelisahan-
kegelisahan hidup, menulis menjadi self healing. Menulis
dan membaca bisa membuat saya tetap waras. Aktivitas
menulis dan membaca termasuk literasi lama, tetapi
keduanya tidak bisa dipisahkan karena dengan membaca
Residensi Pegiat Literasi98
kita bisa menulis. Kemudian, Medium dan Storial menjadi
media pilihan saya dalam menulis beberapa tahun ini. Meski
tulisan saya tidak sehebat Hellen Keller dan kemampuannya
dalam menerjemahkan kepekaanya dalam balutan aksara.
Sebelum berkenalan dengan Raamfest.com, website dari
perwujudan sebuah gerakan multiliterasi di Tasikmalaya.
Belakangan saya baru mengetahui bahwa saat mulanya
tertarik menjadi kontributor Raamfest.com, tulisan di
Medium mengantarkan saya menuju relawan tulis menulis
di Raamfest.com. Sejak itu saya berfikir jika kegelisahan
seseorang yang dituangkan dalam sebuah tulisan atau karya
lainnnya dengan memanfaatkan media di dunia maya bisa
mengantarkan seseorang pada rumah lainnya. Setidaknya,
beberapa karya bisa menjadi portofolio seseorang jika dapat
menemukan media yang tepat.
Teman-teman saya yang tumbuh dan berkembang di
dunia kreatif, seorang graphic designer misalnya, memilih
Tumblr sebagai rumah kedua mereka. Selain memamerkan
karya dan bentuk illustrasi, Tumblr menjadi media untuk
menyimpan portofolio kepentingan profesi. Meski tidak
sedikit pula para penulis yang memilih Tumblr sebagai
rumah kedua. Media yang dipilih tidak menjadi masalah,
selama bisa memanfaatkannya dengan baik.
PERIHAL MENULIS DAN BERCAKAP-CAKAP DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0Oleh : Qiny Shonia Az Zahra
Keliyanan Literasi 99
Banyaknya platform menulis dan membaca serta
berbagai macam jejaring sosial di dunia maya tumbuh
bersamaan dengan pesatnya perkembangan media
informasi yang kini bisa dinikmati dari genggaman tangan
pada layar smartphone. Mojok.co, Basabasi.co, Tirto.id,
Whiteboardjournal, IDNTimes, GNFI, Kompasiana, Sociolla,
hanya sebagian kecil media indie yang tumbuh dan memiliki
pembacanya masing-masing. Selain menikmati beragam
informasi, media tersebut memberi kesempatan pada siapa
saja untuk menjadi kontributor sehingga berperan serta
dalam penuangan ide dan gagasan mengenai sudut pandang
akan suatu hal. Beberapa website bahkan memberi reward
bagi para penulis jika tulisannya dimuat. Lebih dari itu,
kesempatan tulisan kita dibaca oleh jutaan orang menjadi
reward tersendiri yang tidak bisa diukur materi. Meski lagi-
lagi respons yang dihasilkan tidak melulu sesuai dengan apa
yang diharapkan. Namun setidaknya kita tidak duduk diam
dan membiarkan ide dan gagasan yang muncul menguap
tanpa melalui proses kreatifitas.
Baik sekarang maupun beberapa tahun kemudian, jika
saya berkesempatan untuk memiliki seorang anak saya
lebih memilih untuk mendidik anak saya menjadi anak yang
kreatif, bukan menjadi anak pintar. Era digital dan revolusi
industri 4.0 dengan kemajuan teknologinya, menuntut kita
Residensi Pegiat Literasi100
untuk terus berpikir kreatif karena kreativitas manusia tidak
dapat terganti oleh mesin sekalipun.
Selain Youtuber, profesi seorang content creator, content
writer, creative writer, graphic designer, programmer,
app developer, merupakan profesi baru yang mungkin
tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Nyatanya,
beberapa profesi tersebut adalah profesi yang ada hampir
di semua aspek kehidupan, baik di perusahaan swasta
atau pemerintah, lokal maupun multinasional, bahkan
perusahaan start up atau perusahaan yang sudah sekian
lama berdiri.
Pada akhirnya, hanya mereka yang mampu beradaptasi
dengan perubahan dan memanfaatkan kemajuan teknologi
dengan sebaik-baiknya yang mampu bertahan. Di tengah
era disrupsi, dengan kebutuhan manusia yang menuntut
semuanya serba cepat, penguasaan literasi digital menjadi
keharusan dan mau tidak mau kita tidak bisa acuh dan
sengaja menutup mata saat teknologi mendigitalisasi
keseharian manusia, di mana informasi bukan lagi sebuah
privasi dan data yang menjadi sebuah komoditi yang banyak
dimanfaatkan pihak-pihak tertentu dalam mencapai tujuan.
PERIHAL MENULIS DAN BERCAKAP-CAKAP DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0Oleh : Qiny Shonia Az Zahra
Keliyanan Literasi 101
“Menulis hanya salah satu cara dalam
aktualisasi diri dari berbagai aktivitas
kreatif yang bisa kita lakukan sesuai dengan
minat dan bakat masing-masing.”
Seiring dengan tujuan3 pengembangan rumpakapercisa.
tk4 mengenai literasi digital sebagai upaya tindak lanjut
kegiatan yang menjadikan para peserta sebagai literacy cyber
army5. Yang menarik, selain itu peserta residensi tidak sekadar
memahami literasi digital sebagai internet sehat, menangkal
pemberitaan palsu alias hoax, dan pengguna media sosial yang
pasif. Adanya media sosial
setidaknya menjadi suatu
media alternatif yang bisa
mendukung produktivitas
berkelanjutan. Seperti
media-media atau platform
menulis yang menawarkan
untuk menjadi media yang
mewadahi kreatifitas dan
latihan dalam menulis
untuk terus produktif
melalui hal positif. Menulis
hanya salah satu cara dalam aktualisasi diri dari berbagai
aktivitas kreatif yang bisa kita lakukan sesuai dengan minat dan
bakat masing-masing. Satu pesan yang paling saya ingat dari
3 Tujuan Konvergensi Media Literasi Digital Rumpaka Percisa.4 Rumpaka Percisa merupakan salah satu komunitas literasi atau taman bacaan masyarakat yang berlokasi di Kota Tasikmalaya yang menyelenggarakan residensi literasi tahun 2018.5 Sebuah kelompok atau pasukan maya yang akan bergerak dalam memengaruhi dunia digital dengan produktivitas, kreativitas, dan bersifat pencerahan. Para peserta adalah literacy cyber army yang terbentuk pascaresidensi literasi digital di Rumpaka Percisa Kota Tasikmalaya. Peserta residensi ini dijadikan contoh untuk para penggiat lainnya untuk mengembangkan Konvergensi Media sebagai Literacy Cyber Army di wilayah masing-masing.
Residensi Pegiat Literasi102
seorang penulis, editor, dan guru, Kak W, Windy Ariestanty,
bahwa katanya, menulis itu latihan. Bukan hanya latihan
menulis agar lebih laik, tetapi juga latihan untuk rajin mengajak
diri kita bercakap-cakap.
Sebelum bercakap-cakap dengan orang lain, bukankah
lebih asik ketika kita bercakap-cakap dengan diri sendiri?
Bercakap-cakap perihal banyak hal. Perihal mengenal dan
mengeksplorasi diri sendiri. Perihal memanusiakan diri
sendiri. Perihal bagaimana memanusiakan manusia di antara
banyaknya replika dengan dalih teknologi yang sengaja
dibuat sebagian manusia itu sendiri. Perihal bagaimana dan
apa yang bisa kita lakukan untuk menerima, menyelami,
hidup, bertambah dan bertumbuh serta bertahan dan
beradaptasi dengan perubahan-perubahan di tengah dunia
dan seisinya yang terus bergerak.
PERIHAL MENULIS DAN BERCAKAP-CAKAP DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0Oleh : Qiny Shonia Az Zahra
Residensi Pegiat Literasi136
Tentang Penulis
DEA ADITYA adalah nama pasar dari ADITYA
PRAYOGA. Lahir di Lubuklinggau, 4 Desember
1997. Fasilitator BENNYINSTITUTE ACTING
CLASS (BAC). Karya mutakhirnya adalah naskah
lakon Reuni (2018). Ia dinobatkan sebagai Best
Actor dalam 2nd Lubuklinggau Short Movie
Festival (LSMF) 2018.
BUDI HARSONI lahir di Bandar Lampung,
12 Juli 1973. Tinggal di Rangkasbitung, kota
kecil tempat Multatuli pernah menjabat sebagai
Asisten Residen Lebak, Budi Lengket panggilan
akrab teman-teman dekatnya. Seorang Ronin
yang menjalani hidup secara random ini pernah
mengenyam pendidikan di Pondok Pesantrean
Salafy Madarijul Ulum, Pelamunan Tegal, Keramat
Watu, Serang-Banten dan Pondok Pesantren
Modern Daar El Qolam, Gintung, Jayanti,
Tangerang-Banten. Jurnalis yang aktif mengelola
kelas menulis di Sanggar Kedai Proses dan Teater
Gates. Maniak kopi yang juga Sekretaris Pengurus
Wilayah Forum TBM Provinsi Banten ini sehari-
harinya bisa ditemui di kantin Perpustakaan Saidja
Adinda Rangkasbitung.
Keliyanan Literasi 137
NISRINA HANIFAH lahir di Bogor, 16
Oktober 1997. Hobinya yang suka membaca
membawanya untuk aktif menjadi salah satu
relawan di Rumah Baca Evergreen Jambi.
Kesukannya pada tulisan juga membuat
Ninis, panggilan akrabnya, untuk aktif
menulis sejak masa kanak-kanak. Beberapa
judul karangannya yang telah diterbitkan
oleh Dar! Mizan adalah KKPK The Star
Girls (2008) KKPK The Evergreen (2009)
serta Fantasteen Kunci Hitam (2011). Selain
menulis, Ninis juga tertarik terjun ke dunia
media serta riset komunikasi. Pada tahun
2017 ia meraih juara 1 pada I-Bravery
Competition kategori I-Solve (PR Challenge)
Universitas Telkom Bandung serta juara 2
pada ajang Pekan Komunikasi UI 2018 mata
lomba Media Matters.
Saat ini Ninis tengah sibuk menonton pop
culture sambil menempuh pendidikan di
Universitas Padjadjaran Jatinangor. Untuk
kontak lebih lanjut, Ninis dapat dihubungi
melalui [email protected]
RAFDI ALMAS ATSALIST lahir di Ciamis,
05 Mei 1992 tepatnya di Desa Winduraja -
Kawali sebuah Desa di pesisiran kabupaten
Ciamis, yang dahulu kala kawali adalah
Residensi Pegiat Literasi138
pusat kerajaan Sunda Galuh yang namanya sangat
di segani oleh kerajaan Nusantara, relawan yang
mengabdikan dirinya untuk bergerak di bidang
literasi dan sosial sejak bangku kuliah tepatnya
2010 silam, menjadi pengurus JABARACA (Jawa
Barat Membaca) dan kini sibuk menekuni hoby
barunya yaitu menulis dan berbagi pengalaman
suka duka menjadi seorang relawan kepada
pemuda-pemudi yang peduli dan mau berbagi di
bidang literasi dan sosial. “Teruslah bergerak dan
berbagi selagi nafas ini berhembus dan diamlah
ketika nafas ini tak berhembus, karena mati
adalah keabadian yang hakiki”-Rafdi2015
QINY SHONIA AZ ZAHRA perempuan biasa
yang merasa belum layak untuk disebut penulis.
Salah satu cerpennya tersisip dalam buku How to
Script A Kiss (Nulis Buku, 2016). Karena tidak bisa
menjadi astronot, ia mengisi hari-harinya dengan
puisi dan kepul asap di dapur. Sesekali menulis
di Raamfest.com dan medium.com/@inshonia.
Jika ingin bercakap-cakap, bisa juga ditemui
melalui surel [email protected] Publishing,
Hongkong.
Residensi Pegiat Literasi140
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan,
Ditjen PAUD dan Dikmas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
donasibuku.kemdikbud DonasiBuku Kemdikbud @donasibk.dikbud @donasibk.dikbud
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan,
Ditjen PAUD dan Dikmas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
donasibuku.kemdikbud DonasiBuku Kemdikbud @donasibk.dikbud @donasibk.dikbud
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan,
Ditjen PAUD dan Dikmas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
donasibuku.kemdikbud DonasiBuku Kemdikbud @donasibk.dikbud @donasibk.dikbud