kelompok 5_kebijakan fiskal

51
SEMINAR KEUANGAN PUBLIK KEBIJAKAN FISKAL KELOMPOK IV: 1. BAYU DWI NURCAHYO (06) 2. FATIMAH ERNAWATI (09) 3. NARARIA SANGGRAMA W. (15) 4. NINI DEWI HANDAYANI (18) 5. TAUFIK ISMAIL (26) PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA 2014

Upload: hari-dgand-hari

Post on 19-Jan-2016

92 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

SEMINAR KEUANGAN PUBLIK

KEBIJAKAN FISKAL

KELOMPOK IV:

1. BAYU DWI NURCAHYO (06)

2. FATIMAH ERNAWATI (09)

3. NARARIA SANGGRAMA W. (15)

4. NINI DEWI HANDAYANI (18)

5. TAUFIK ISMAIL (26)

PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

2014

Page 2: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

1

I. PENDAHULUAN

Pada awal perkembangannya, perekonomian pada suatu negara

dianggap akan selalu berada pada titik keseimbangan. Pemikiran yang

digagas oleh Adam Smith pada abad 18 ini beranggapan bahwa pemerintah

dalam suatu negara tidak perlu mencampuri urusan perekonomian dari

negara tersebut. Keseimbangan pada perekonomian disebabkan adanya

invisible hand dalam mengatur pembagian sumber daya, dan oleh karenanya

peran pemerintah menjadi sangat dibatasi karena akan mengganggu proses

ini. Konsep invisible hand ini kemudian direpresentasikan sebagai mekanisme

pasar melalui harga sebagai instrumen utamanya. Pemikiran ini juga dikenal

dengan istilah Laissez-faire, dalam bahasa Prancis yang berarti biarkan

sendiri (leave alone).

Konsep Laissez-faire yang dikembangkan oleh Adam Smith bertahan

dalam jangka waktu yang sangat lama hingga pada tahun 1930 teori tersebut

terbantahkan dengan adanya kejadian The Great Depression. Pada saat itu

terjadi ketidakstabilan ekonomi dimulai dari anjloknya harga saham hingga

masalah pengangguran yang terjadi berlarut-larut. Kejadian tersebut menjadi

bukti bahwa keadaan ekonomi pada suatu negara tidak selamanya akan

mencapai titik keseimbangan dengan sendirinya tanpa campur tangan

pemerintah. Ketidakstabilan ekonomi yang tidak kunjung menemui titik terang

itu akhirnya mengilhami seorang ekonom bernama John Maynard Keynes,

melontarkan pendapat untuk memperbaiki keadaan melalui bukunya The

General Theory of Employment, Interest and Money yang terbit tahun 1936.

Dalam buku tersebut Keynes menyampaikan pokok pikiran berupa usulan

pemulihan dengan memasukkan peranan pemerintah dalam perekonomian

dalam rangka menstimulasi sisi permintaan. Keynes menyatakan bahwa

pemerintah dapat memepengaruhi produktivitas makroekonomi dengan

meningkatkan atau menurunkan level pajak dan pengeluaran publik. Hal

inilah yang menimbulkan adanya kebijakan fiskal sebagai salah satu

kebijakan pemerintah untuk melakukan hal tersebut.

Page 3: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

2

II. KEBIJAKAN FISKAL

A. PENGERTIAN KEBIJAKAN FISKAL

Kebijakan fiskal memiliki definisi yang bermacam-macam, tergantung

pada siapa ahli ekonomi yang mendefinisikannya. Beberapa ahli dari luar

seperti Norpin, Ph. D mengatakan bahwa kebijakan fiskal terdiri dari

perubahan pengeluaran pemerintah atau perpajakkan dengan tujuan untuk

mempengaruhi besar serta susunan permintaan agregat. Indicator yang biasa

dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah

(dan juga pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak.

Menurut samuel dan Nordhaus kebijakan fiskal yaitu suatu proses

pembentukan perpajakan dan pengeluaran masyarakat untuk menekan

fluktuasi siklus bisnis, dan ikut berperan dalam menjaga pertumbuhan

ekonomi, penggunaan tenaga kerja yang tinggi, bebas dari laju inflasi yang

tinggi dan berubah-ubah. Menurut Sadono Soekirno kebijakan fiskal dapat

diartikan sebagai kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan

ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak)

pemerintah. Degan adanya campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah

diharapkan perekonomian pada suatu negara dapat mencapai keseimbangan

yang diinginkan. Kebijakan fiskal juga diartikan sebagai langkah-langkah

pemerintah membuat perubahan dalam perpajakan dan pengeluaran

pemerintah dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam

perekonomian.

Dari berbagai contoh definisi tersebut diatas, dapet disimpulkan bahwa

secara garis besar kebijakan fiskal memiliki dua instrumen pokok yaitu

perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy). Dengan

menggunakan dua komponen utama tersebut kebijakan fiskal mampu

menjawab pertanyaan tentang bagaimana pengaruh penerimaan dan

perngeluaran negara terhadap kondisi perekonomia, tingkat pengangguran

dan inflasi. Dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi, rancangan

kebijakan fiskal tidak hanya diarahkan untuk pengembangan aspek ekonomi

(seperti; pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi, pengurangan

Page 4: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

3

pengangguran dan stabilisasi ekonomi) tetapi juga peningkatan aspek sosial

seperti, pemerataan, pendidikan dan kesehatan.

B. FUNGSI KEBIJAKAN FISKAL

Sebagai salah satu kebijakan ekonomi makro pada suatu negara,

kebijakan fiskal memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi tersebut adalah

fungsi stabilisasi, alokasi, dan distribusi (Musgrave, 1956). Penjelasan fungsi

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Stabilisasi

Fungsi stabilisasi dari kebijakan fiskal dilakukan oleh pemerintah dengan

cara melakukan penyesuaian pada kebijakan di bidang perpajakn serta

pengeluaran pemerintah. Adanya pengeluaran tersebut diharapkan keadaan

perekonomian bisa berada pada tingkat harga yang stabil dan terserapnya

tenaga kerja ( full employment).

b. Alokasi

Fungsi tersebut dijalankan oleh pemerintah dengan cara mengalokasikan

sumber daya ekonominya. Sumber daya ekonomi tersebut dialokasikan oleh

pemerintah secara langsung dengan membeli barang-barang seperti

pertahanan dan pendidikan, dan secara tidak langsung melaui berbagai pajak

dan subsidi.

c. Distribusi

Fungsi dijalankan pemerintah dengan cara melakukan penyesuaian pada

pengeluarannya dengan tujuan untuk mendistribusikan barang-barang yang

diproduksi oleh masyarakat agar seluruh masyarakat dapat menikmati

barang-barang kebutuhannya secara adil dan merata.

C. Prinsip-prinsip kebijakan fiskal

Pada prinsipnya, suatu kebijakan fiskal dilaksanakan untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi, melindungi penduduk dari ketidakpastian dan pajak

yang eksesif, serta untuk membantu para pembuat peraturan perundangan

dalam mengatasi kesulitan ekonomi.

Page 5: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

4

Instrumen yang dapat digunakan pemerintah dalam penerapan kebijakan

fiskal tersebut antara lain: pajak, subsidi, dan anggaran. Menurut Joseph L.

Bast, Steve Stanek, dan Richard Vedder, Ph.D, ada sepuluh prinsip yang

harus ditaati dalam penyusunan kebijakan fiskal, yaitu:

1. Menjaga tarif pajak yang rendah

Sejarah membuktikan bahwa tarif pajak yang tinggi akan menghambat

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Suatu paradox yang terjadi di

Indonesia adalah dari tahun ke tahun pajak semakin menjadi andalan

pendapatan utama Negara dalam APBN. Namun hal itu dapat dimaklumi

sepanjang peningkatan diperoleh dari bertambahnya jumlah Wajib Pajak

yang mampu dan bukan dari peningkatan tarif pajaknya atau jumlah item

barang yang kena pajak.

2. Jangan memotong pendapatan atas investasi

Para investor datang untuk meningkatkan penghasilan atas investasi yang

ditanamkannya, sehingga jika dipotong pajak akan menurunkan minat

investasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Hal ini telah dilakukan

dengan tidak mengenakan pajak atas dividen dari pembagian laba

perusahaan. Namun untuk laba perusahaan yang memperoleh dana

investasi tersebut tidak perlu mendapatkan perlakuan khusus (lihat prinsip

No. 6).

3. Hindari dosa pajak

Penerapan pajak yang tidak fair dan bersifat regresif. Contohnya

pengenaan PPN atas barang dan jasa yang cenderung berganda. Hal ini

sering dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendapatkan restitusi pajak

fiktif dan membebani masyarakat sebagai pembeli akhir. Keadilan pajak

seharusnya dapat mencontoh pada mekanisme pemungutan zakat,

misalnya zakat harta dikenakan sebesar 2,5% atas harta minimal (nisab)

yang setara dengan suatu hitungan emas tertentu (96 gram emas) dalam

satu tahun. Dimana jumlah prosentase zakat tetap, namun orang yang

lebih kaya akan membayar lebih banyak sesuai jumlah harta yang dimiliki.

4. Menciptakan mekanisme penyusunan anggaran yang transparan dan

akuntabel

Page 6: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

5

Hal ini dapat dilakukan dengan memusatkan perhatian dan sumber daya

untuk menyediakan pelayanan yang menjadi fungsi utama (the core

functions) pemerintah. Suatu paradigma baru bahwa sejak penyusunan

anggaran harus transparan dan menunjukkan tingkat kinerja yang hendak

dicapai dari fungsi utama pelayanan publik, dimana hal ini harus didukung

dengan mekanisme pelaporan dan evaluasi atas pencapaian kinerja yang

terukur sesuai dengan perencanaannya.

5. Melakukan privatisasi atas Pelayanan Publik

Tujuan privatisasi bukan sekadar untuk memperoleh tambahan

pendapatan negara, namun merupakan suatu cara yang tepat untuk

mengurangi belanja pemerintah sekaligus untuk meningkatkan mutu

pelayanan publik tersebut. Dengan prinsip tersebut maka prioritas

privatisasi adalah kepada perusahaan negara/daerah tidak efisien yang

membebani keuangan negara (merugi), dan bukan kepada perusahaan

yang menguntungkan.

6. Hindari pembayaran subsidi kepada korporasi

Pemberian subsidi kepada korporasi atau pengurangan pajak secara

selektif dapat menimbulkan pertanyaan secara politik dan membawa

dampak buruk bagi perekonomian. Indonesia masih menerapkan susbsidi

kepada korporasi misalnya subsidi BBM kepada Pertamina, subsidi pupuk

kepada PT Pusri, dan subsidi listrik kepada PLN. Pemberian subsidi

korporasi berdampak pada terciptanya disparitas harga, kesulitan

mengukur kinerja korporasi yang disubsidi, rumitnya mekanisme

pencatatan akuntansi pada sisi keuangan pemerintah dan sisi korporasi,

serta kesulitan dalam pemeriksaan atas jumlah subsidi yang harus

dibayarkan.

7. Membatasi pajak dan belanja pemerintah

Pembatasan atas pajak dan pengeluaran pemerintah akan melindungi

pemerintah dari tekanan publik untuk membelanjakan surplus pendapatan

pajak pada saat kondisi ekonomi baik sebagai cadangan jika terjadi

kesulitan ekonomi (krisis). Prinsip ini menghendaki pada saat surplus

anggaran, pemerintah dapat melakukan penghematan dan menabung

sebagai cadangan agar dapat digunakan pada saat terjadi kesulitan

ekonomi.

Page 7: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

6

8. Membiayai siswa dan bukan memberikan dana kepada sekolah

Berdasarkan pengalaman pemberian dana langsung ke sekolah seperti

block grant, dan BOS akan sulit diukur pencapaian tingkat kinerjanya,

dibandingkan dengan cara sekolah menetapkan jumlah biaya pendidikan

yang dibutuhkan oleh setiap siswa sesuai pencapaian akademis yang

diinginkan dan pemerintah harus membiayai siswa yang tidak mampu.

Misalnya dengan mekanisme pemberian beasiswa yang diberikan oleh

institusi atau yayasan, seperti Supersemar, Ausaid, USaid dll.

9. Reformasi mekanisme pemberian bantuan kesehatan

Pengeluaran untuk bantuan kesehatan biasanya menjadi tidak terkendali

atau terjadi penurunan mutu pelayanan yang diterima pasien dengan

bantuan kesehatan.

Hal ini seperti yang terjadi pada program jaminan kesehatan masyarakat

miskin dengan PT Askes (Askeskin) yang membengkak karena kurangnya

pengendalian atas tagihan vendor kepada PT Askes dan pelayanan yang

diberikan Rumah Sakit kepada pasien Askeskin mutunya sangat buruk.

10.Melindungi pegawai pemerintah (PNS) dari politik

Pemerintah harus mewaspadai penggunaan dana untuk keperluan politik

dari pembayaran yang dilakukan oleh pegawai pemerintah. PNS dalam

jumlah yang besar merupakan vote getter yang diperebutkan oleh partai

dan kandidat, sehingga akan mempengaruhi independensi dan tidak

menutup kemungkinan penggunaan fasilitas dan dana pemerintah untuk

kepentingan kelompok tertentu, sehingga layak dipertimbangkan bahwa

PNS juga tidak perlu menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu seperti

halnya anggota TNI dan POLRI. Selain itu berapa biaya Pemilu yang

dapat dihemat dari berkurangnya mata pilih dari PNS tersebut.

D. JENIS KEBIJAKAN FISKAL

Terdapat beberapa jenis kebijakan fiscal yang dapat dilakukan oleh

pemerintah, diantaranya yaitu:

1. Kebijakan Fiskal Diskresi

Kebijakan fiscal diskresioner atau biasa disebut kebijakan aktif adalah

tindakan yang diambil pemerintah dalam bidang pengeluaran pemerintah

atau penerimaan pajak yang secara khusus dapat merubah sistem yang

Page 8: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

7

ada. Tujuan pengambilan kebijakan ini adalah untuk mengatasi masalah-

masalah perekonomian yang sedang dihadapi oleh pemerintah dan

masyarakat, sehingga tetap tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi

pada keadaan tingkat full employment dengan tanpa inflasi.

Kebijakan pemerintah yang bersifat diskresioner dapat dibedakan menjadi

dua bentuk yaitu kebijakan fiskal mengembang atau expansionary fiscal

policy dan kebijakan fiskal kontraksi atau mengecil atau contractionary

fiscal policy.

a. Kebijakan fiskal mengembang (Ekspansif)

Merupakan kebijakan pemerintah yang dilakukan untuk menambah

pengeluaran negara, sehingga memperbesar kegiatan ekonomi dan

meningkatkan pendapatan nasional. Kebijakan ini sering diambil ketika

perekonomian sedang menghadapi tingkat pengangguran yang tinggi

dan tingkat investasi yang rendah. Atau dalam pengertian lain,

Kebijakan Fiskal Ekspansif adalah suatu kebijakan ekonomi dalam

rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik

dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah, pada

saat munculnya kontraksional gap. Konstraksional gap adalah suatu

kondisi dimana output potensial (YF) lebih tinggi dibandingkan dengan

output Actual (Y1). Pada saat terjadi kontraksional gap ini kondisi

perekonomian ditandai oleh tingginya tingkat pengangguran.

Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran

pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output

(Y), adapun mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah ataupun

penurunan pajak (T) terhadap output adalah sebagai berikut, pada grafik

(2.1) maka dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (ΔG)

naik atau selisih pajak (ΔT) turun maka akan menggeser kurva

pengeluaran agregat keatas sehingga pendapatan akan naik dari (Y1)

menjadi (Yf).

Page 9: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

8

Menaikkan belanja negara dan menurunkan tingkat pajak netto untuk

meningkatkan daya beli masyarakat . Kebijakan dilakukan pada saat

perekonomian mengalami resesi/depresi dan pengangguran yang tinggi.

Gambar Kebijakan Fiskal Ekspansif

b. kebijakan fiscal kontraksi

Merupakan kebijakan yang diambil dengan tujuan meningkatkan

penerimaan dari sektor pajak, sehingga kegiatan ekonomi dan

pendapatan nasional berkurang. Kebijakan kontraksi umumnya diambil

pemerintah ketika perekonomian Negara sedang mengalami masalah

inflasi yang tinggi dan deficit neraca pembayaran yang besar. Kebijakan

ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi

inflasi.

Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara

menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini

bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi.

kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada

pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika

perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas

(overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat

munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi

Page 10: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

9

dimana output potensial (Yf) lebih kecil dibandingkan dengan output Actual

(). Adapun mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G) ataupun

kenaikan pajak (T) terhadap output (Y) adalah sebagai berikut, secara

grafik kebijakan fiskal kontraktif diagram sebagai berikut:

Gambar Kebijakan Fiskal kontraktif

2. Kebijakan Fiskal Non‐Diskresi / Automatic Stability

Kebijakan fiskal non diskresi adalah tindakan - tindakan atau

mekanisme‐mekanisme di bidang fiscal yang bersifat non‐mandatory,

bersifat built in flexible atau pasif. Tindakan‐tidakan atau mekanisme -

mekanisme yang muncul tidak lebih dulu harus dimintakan persetujuan

kepada DPR. Kebijakan fiscal otomatis merupakan bentuk-bentuk system

fiscal yang sedang berlaku sekarang dan secara otomatis cenderung

dapat menimbulkan terjadinya kestabilan dalam kegiatan ekonomi.

Kebijakan ini sering disebut sebagai kebijakan tanpa kelambanan.

Kebijakan ini dirancang agar secara otomatis dapat mengatasi

kelambanan atau inside lags yang terkait dengan kebijakan stabilitasi.

Penstabilan otomatik merupakan kebijakan yang mendorong atau

menekan perekonomian ketika diperlukan tanpa melakukan perubahan

kebijakan yang disengaja sehingga kebijakan ini biasa disebut kebijakan

Page 11: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

10

fiscal pasif. Instrument kebijakan fiscal otomatis biasanya dilakukan

dengan perpajakan yang bersifat progresif, proposional, dan sistem

asuransi pengangguran.

Instrumen perpajakan secara progresif akan mampu mengurangi gejolak

naik turunnya kegiatan perekonomian dari waktu ke waktu secara

otomatis. Ketika kegiatan ekonomi sedang mengalami resesi, maka pajak

yang dipungut dari masyarakat akan mengalami penurunan karena

pendapatan masyarakat turun. Sebaliknya ketika kegiatan ekonomi

sedang meningkat, kesempatan kerja naik, kemakmuran dan

kesejahteraan juga naik, maka penerimaan pajak dari masyarakat juga

akan naik. Asuransi pengangguran atau asuransi jaminan sosial

merupakan salah satu jenis penstabil otomatis. Diketahui bahwa asuransi

pengangguran dan jaminan social merupakan program yang dapat

mengurangi besarnya gejolak naik turunnya pendapatan nasional yang

berlaku jangka panjang.

Kebijakan otomatik memiliki kemampuan yang terbatas dalam

menciptakan kestabilan ekonomi suatu negara. Dalam keadaan ekonomi

dengan inflasi tinggi, penstabil otomatik tidak lagi mampu mengatasi

masalah inflasi tersebut. Ketika terjadi pengangguran yang tinggi, maka

kebijakan otomatis tidak lagi mampu berperan sebagai kebijakan yang

dapat menyelesaikan masalah pengangguran. Kebijakan otomatis ini

hanya mampu sebatas mengurangi besarnya dampak keseriusan yang

ditimbulkannya.

Pengaruh kebijakan fiscal terhadap perekonomian

Depresi Besar (Great Depression) pada tahun 1930-an sehingga

menyebabkan pengangguran besar-besaran dan penurunan pendapatan

menyebabkan banyak ekonom mempertanyakan keabsahan teori ekonomi

klasik. Mereka percaya mereka perlu model baru untuk menjelaskan

kemerosotan ekonomi yang dahsyat itu dan untuk menyarankan kebijakan

pemerintah yang bisa mengurangi kesulitan ekonomi yang masyarakat alami.

Page 12: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

11

Pada 1936, John Maynard Keynes menulis The General Theory of

Employment, Interest and Money. Di dalamnya, ia mengusulkan cara baru

untuk menganalisis perekonomian, yang ia hadirkan sebagai alternatif dari

teori klasik. Keynes menyatakan permintaan agregat rendah bertanggung

jawab atas rendahnya pendapatan dan tingginya pengangguran yang

mencirikan kemerosotan ekonomi. Ia mengkritik teori klasik karena

mengasumsikan bahwa hanya penawaran agregat-modal, tenaga kerja, dan

teknologi- yang menentukan pendapatan nasional.

Model permintaan agregat yang dikembangkan disebut IS-LM

merupakan interpretasi utama dari kerja Keynes. Model IS-LM mengambil

tingkat harga yang ada dan menunjukkan apa yang menentukan pendapatan

nasional pada berbagai tingkat harga. Dengan model ini, dapat menunjukkan

penyebab perubahan pendapatan pada harga yang tetap atau penyebab

kurva permintaan bergeser.

Gambar pergeseran permintaan agregat

Pada model ini, terdiri dari dua kurva yaitu kurva IS dan kurva LM.

Kuva IS menunjukkan “investasi” dan “tabungan” dari pasar barang.

Sedangkan kurva LM menunjukkan “likuiditas” dan “uang” pada pasar uang.

Pada pembahasan kebijakan fiskal kali ini hanya akan membahas kura IS

yang terkait dengan pasar barang.

Kurva IS menyatakan hubungan antara tingkat bungan serta tingkat

pendapatan yang muncul di pasar barang dan jasa yanga kan dimulai dengan

perpotongan Keynesian (Keynesian Cross).

Page 13: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

12

Dalam General Theory of Money, Interest and Employment (1936),

Keynes menyatakan pendapatan total perekonomian, dalam jangka pendek,

ditentukan sebagaian besar oleh keinginan belanja rumah tangga,

perusahaan, dan pemerintah. Semakin orang ingin belanja, semakin banyak

barang dan jasa yang dapat dijual perusahaan. Semakin banyak yang

perusahaan menjual, semakin banyak output yang produks dan semakin

banyak pekerja untuk dipekerjakan. Jadi, masalah selama resesi dan depresi,

menurut Keynes, adalah belanja yang tidak cukup. Perpotongan Keynes

adalah usaha untuk memodelkan wawasan ini.

Perpotongan Keynesian

Terdapat 2 bagian dalam perpotongan keynesian yaitu pengeluaran

yang direncanakan dan pengeluaran aktual. Pengeluaran aktual (actual

expenditure) adalah jumlah uang yang dikeluarkan rumah tangga,

perusahaan dan pemerintah untuk barang dan jasa (GDP). Pengeluaran yang

direncanakan (planned expenditure) adalah jumlah yang akan dikeluarkan

rumah tangga, perusahaan dan pemerintah untuk barang dan jasa.

Pengeluaran aktual dan pengeluaran direncanakan selalu berbeda

karena perusahaan mungkin terlibat dalam investasi persediaan yang tidak

direncanakan karena penjualan tidak memenuhi harapan. Ketika perusahaan

menjual produk lebih sedikit dari yang direncanakan maka stok akan

meningkat, begitu juga sebaliknya. Perubahan tersebut diperhitungkan

sebagai investasi sehingga pengeluaran aktual dapat di bawah atau di atas

pengeluaran yang direncanakan.

Gambar pengeluaran yang direncanakan

Page 14: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

13

Kurva di atas meliputi, PE (planned expenditure), C (konsumsi),

Y(penndapatan), I(investasi), dan kebijakan fiskal yang ditunjukkan G dan T.

adapun kemiringan garis menunjukkan kecenderungan mengkonsumsi

marjinal, MPC yang menunjukkan rencana peningkkatan pengeluaran ketika

pendapatan naik $1.

Pengeluaran mencapai titik equilibrium ketika pengeluaran aktual sama

dengan pengeluaran yang direncanakan atau Y = E (Y sama dengan

pedaptan total serta pengeluarana aktual). Kondisi ini dapat terjadi pada saat

perekonomian tidak pada posisi equilibrium sehingga perusahaan akan

mengalami perubahan yang mendorong perusahaan mengubah produksi

sehingga menggerakkan posisi pada kondisi equilibrium.

Gambar perpotongan Keynesian

Perpotongan Keynes tersebut menunjukkan bahwa pendapatan (Y)

ditentukan tingkan investasi (I) yang direncanakan dan kebijakan fiskal berupa

G dan T.

Page 15: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

14

Gambar penyesuaian menuju equilibrium

Kebijakan Fiskal sebagai faktor pengganda

1. Belanja Pemerintah

Karena belanja pemerintah adalah salah satu komponen pengeluaran,

belanja pemerintah yang lebih tinggi berakibat pada pengeluaran

direncanakan yang lebih tinggi, untuk semua tingkat pendapatan. Kenaikan

belanja pemerintah ΔG meningkatkan pengeluaran yang direncanakan

sejumlah itu untuk semua tingkat pendapatan. Ekuilibrium bergerak dari A

ke B dan pendapatan meningkat. Ingat bahwa kenaikan pendapatan Y

melebihi kenaikan belanja pemerintah ΔG.

Gambar kenaikan belanja pada perpotongan Keynes

Kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda pada pendapatan karena

menurut fungsi C=C(Y-T), maka pendapatan yang lebih tingga

meningkatkan konsumsi yang lebih tinggi. Ketika belanja pemerintah naik,

maka akan meningkkankan pendapatan dan selanjutnya meningkatkan

konsumsi dan seterusnya. Sehingga kenaikan belanja menaikkan

pendapatan yang lebih besar.

Pengganda belanja-pemerintah (government-purchases multiplier) :

ΔY/ΔG = 1 + MPC + MPC2 + MPC3 + …

ΔY/ΔG = 1 / 1 - MPC

Page 16: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

15

2. Pajak

Pada peubahan pajak, sebesar ΔT secara langsung akan menaikkan

disposable income Y-T sebesat ΔT sehingga menaikkan konsumsi sebesar

MPCx ΔT. Pada pengurangan pajak, terjadi tax multiplier seperti pada belanja

pemerintah sebesar:

ΔY/ΔT = - MPC/(1-MPC)

Gambar pengurangan pajak pada perpotongan Keynes

Pengaruh Kebijakan fiscal pada Kurva IS

Pada perpotongan Keynesian, memperlihatkan bahwa tingkat

pendapatan tergantung pada G dan T. kurva IS digambarkan dengan

kebijakan fiscal tertentu, maka ketika kebijakan fiscal pada komponen G dan

T berubah maka secara otomatis kurva IS akan bergeser. Kurva IS

menunjukkan kombinasi tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang

konsisten dengan ekuilibrium pada pasar barang dan jasa. Perubahan-

perubahan kebijakan fiskal yang meningkatkan permintaan barang dan jasa

menggeser kurva IS ke kanan. Perubahan-perubahan kebijakan fiskal yang

menurunkan permintaan barang dan jasa menggeser kurva IS ke kiri.

Page 17: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

16

Gambar perpotongan keynes dengan peningkatan belanja

Gambar kurva IS akibat kenaikan belanja

E. INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL

Kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama dengan kebijakan

moneter, yaitu mengelola/ mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih

baik. Perbedaannya terletak pada instrumen kebijakannya.Jika dalam

kebijakan moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar, maka

dalam kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan

pengeluarannya.

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran

pemerintahyang tertuang dalam APBN sebagai suatu rencana operasi

keuangan pemerintah.

Page 18: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

17

a. Peningkatan penerimaan karena perubahan tarif pajak akan berpengaruh

padaekonomi,

b. Pengeluaran pemerintah akan berpengaruh pada stimulasi pada

perekonomianmelalui dampaknya terhadap sisi pengeluaran agregat,

c. Politik anggaran (surplus, berimbang, atau defisit) sebagai respon atas

suatu kondisi.

d. Strategi pembiayaan dan pengelolaan hutang.

Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan

berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya

beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan

jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli

masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Selain pajak, instrumen kebijakan fiskal lain yang digunakan oleh

pemerintah adalah pengeluaran agregat. Dengan memperbesar dan

memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah, jumlah transfer pemerintah,

dan jumlah pajak yang diterima pemerintah, pemerintah dapat mempengaruhi

tingkat pendapatan nasional dan tingkat kesempatan kerja.Untuk

menyeimbangkan perekonomian, dalam jangka panjang diusahakan adanya

anggaran belanja seimbang.Namun pada masa depresi digunakan anggaran

defisit, sedang dalam masa inflasi digunakan anggaran belanja surplus.

Sebagai contoh dari kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah

yaitu ketika perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat

mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil

pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara

demikian disebut dengan pengelolaan anggaran. Contoh lain dari bentuk

kebikan fiskal yang sempat marak adalah BLT. banyak orang melihat BLT

hanya bantuan kepada orang yang kurang mampu. Sebenarnya di balik itu

ada tujuan khusus dari pemerintah, dimana BLT diharapkan mampu

meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan meningkatnya pendapatan

masyarakat, daya beli masyarakat juga meningkat.Dengan demikian

permintaan dari masyarakat juga meningkat. Meningkatnya permintaan dari

masyarakat akan mendorong produksi yang pada akhirnya akan memperbaiki

Page 19: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

18

kondisi perekonomian Indonesia.Pengeluaran pemerintah ditentukan dengan

melihat akibat-akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional.

Contoh lainnya, jika tujuan pemerintah adalah untuk mendorong laju

investasi, mendorong investasi sosial, dan menstabilisasi inflasi, yang akan

dilakukan oleh pemerintah adalah menaikkan pajak rumah tangga, mengatur

pengeluaran pemerintah untuk pengusaha tertentu, dan memberikan

rangsangan fiskal (insentif atau subsidi) pada pengusaha tertentu.

Pinjaman juga merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal.

Pinjaman dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan dana

yang ada di masyarakat.Pada akhirnya, seluruh instrumen kebijakan fiskal,

pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman; dipergunakan secara

terpadu untuk mencapai kestabilan ekonomi.

Dalam literatur teori ekonomi makro, penerimaan pemerintah

diasumsikan berasal dari pajak (tax) sehingga notasi yang digunakan untuk

penerimaan pemerintah adalah T. Sedangkan notasi untuk pengeluaran

pemerintah (government expenditure), adalah G.

a. Pengaruh pajak terhadap keseimbangan ekonomi

Kebijakan fiskal bertujuan untuk mengarahkan perekonomian ke kondisi yang

lebih baik, sehingga kebijakan fiskal mempunyai dampak terhadap

keseimbangan ekonomi. Dampak tersebut dapat dipahami dengan melihat

pengaruh pajak terhadap output keseimbangan.

Pengenaan pajak yang dilakukan oleh pemerintah akan mengubah titik

keseimbangan ekonomi menuju pada titik yang lebih rendah. Hal ini terjadi

karena sifat dasar dari pajak yang menjadi pengurang dari pendapatan yang

pada akhirnya akan berpengaruh pada turunnya kemampuan konsumsi

Contoh kasus :

Fungsi konsumsi (C) = 100+0,8Yd; Investasi (I) = 150. Jika pengeluaran

pemerintah (G) = 250, maka kondisi keseimbangan ekonomi adalah

Y = C + I + G

= 100+0,8Yd+150+250

= 500+0,8Y

Page 20: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

19

0,2Y = 500

Y = 2.500

Bila pemerintah mengenakan pajak penghasilan nominal sebesar 100 maka

Yd = Y – 100, sehingga fungsi konsumsi (C) = 100+0,8(Y-100) = 20 + 0,8Y.

Dengan demikian, keseimbangan ekonomi menjadi :

Y = C + I + G

= 20 + 0,8Y + 150 + 250

= 420 + 0,8Y

0,2Y = 420

Y = 2.100

Ternyata, adanya pajak sebesar 100 telah menyebabkan output

keseimbangan berkurang sebesar 2.500 – 2.100 = 400.

b. Politik Anggaran

Dilihat dari perbandingan nilai penerimaan (T) dan pengeluaran (G), politik

anggaran dapat dibedakan menjadi anggaran tidak berimbang dan anggaran

berimbang.Anggaran tidak berimbang dibedakan lagi menjadi anggaran

defisit(deficit budget) dan anggaran surplus (surplus budget).

E

E’

T

Y

Y’

Y

AEC+I+G

C’+I+G

Page 21: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

20

1) Anggaran Defisit (Deficit Budget)

Anggaran deficit adalah anggaran anggaran yang memang direncanakan

untuk deficit sebab pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari

penerimaan pemerintah.Politik anggaran deficit biasanya ditempuh bila

pemerintah ingin menstimulir pertumbuhan ekonomi.Hal ini dilakukan bila

perekonomian berada dalam kondisi resesi. Pengaruh penerapan politik

anggaran deficit dapat dilihat pada contoh berikut :

Diketahui pada suatu perekonomian C=100+0,8Yd, I=150, G=250, dan T=250

Berdasarkan keadaan tersebut maka keseimbangan adalah :

Y= C+I+G

= 100+0,8(Y-250)+150+250

= 500+0,8Y-200

0,2 Y = 300, Y= 1.500

Jika pemerintah menerapkan politik anggaran deficit berarti jumlah perubahan

pengeluaran pemerintah (∆G) adalah lebih besar dari perubahan pajak (∆T).

Dimisalkan pemerintah mengubah jumlah pengeluaran sebesar 250 dan pajak

sebesar 150 maka :

G=250+250

Yd= Y-250-150=Y-400

Maka keseimbangan ekonomi berubah menjadi

Y = C+I+G

= 100+0,8(Y-400)+150+500

= 750-0,8Y-320

0,2Y = 430

Y = 2.150

Contoh di atas menunjukkan bahwa politik anggaran deficit bisa mengubah

titik keseimbangan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi.Pada keadaan seperti

ini diharapkan permasalah ekonomi seperti pengangguran.Pengaruh

anggaran deficit terhadap masalah pengangguran dapat dilihat pada kurva

berikut.

Page 22: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

21

Garis AEf garis yang menunjukkan keadaan perekonomian berada pada

tingkat konsumsi tenaga kerja penuh (full employment).Pada awalnya

pendapatan nasional berada pada Y dengan tingkat pengeluaran agregat

adalah AE.Keadaan tersebut menimbulkan adanya jurang deflasi, yakni

jumlah kekurangan perbelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai

konsumsi tenaga kerja penuh dan karenanya timbul masalah pengangguran.

Kebijakan anggaran deficit sebagaimana dijelaskan di atas berakibat pada

meningkatnya pengeluaran agregat sehingga diharapkan jumlah pengeluaran

agregat akan mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh.

2) Anggaran Surplus (Surplus Budget)

Anggaran surplus adalah politik anggaran yang dilakukan oleh pemerintah

dengan merencanakan penerimaan lebih besar dari pengeluaran.Anggaran

surplus biasanya dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang

ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan

permintaan. Pengaruh penerapan politik anggaran surplus dapat dilihat pada

contoh berikut :

Diketahui pada suatu perekonomian C=100+0,8Yd, I=150, G=250, dan

T=250. Pemerintah menerapkan kebijakan anggaran surplus dengan

Jurang Deflasi

AE

Y

E

A

AE

AEf

45YfY

Efek Anggaran Defisit

Page 23: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

22

mengubah pengeluaran pemerintah (∆G) sebesar 150 dan perpajakan (∆T)

sebesar 250. Dengan keadaan demikian maka :

Keseimbangan awal :

Y=C+I+G

= 100+0,8(Y-250)+150+250

=500+0,8Y-200

0,2 Y = 300

Y= 1.500

Jika kebijakan anggaran surplus diterapkan maka keseimbangan menjadi

Y = C+I+G

= 100+0,8(Y-250-250)+150+250+150

= 650+0,8Y-400

0,2Y = 250

Y =1.250

Salah satu manfaat dari kebijakan anggaran surplus adalah dalam mengatasi

masalah inflasi. Hal tersebut dapat dilihat pada kurva di bawah ini :

Kurva di atas menunjukkan bahwa pengeluaran agregat melebihi kemampuan

perekonomian untuk menyediakan barang dan jasa.Hal ini terlihat dari kurva

AE yang berada di atas kurva AEf (tingkat perekonomian pada full

AE

Y

A AE

AEf

45◦Yf Y

Efek Anggaran Surplus

Page 24: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

23

employment). Hal tersebut akan mengakibatkan kenaikan harga. Dengan

adanya kebijakan anggaran surplus maka kurva AE diharapkan akan dapat

diturunkan hingga mencapai kurva AEf sehingga masalah inflasi dapat diatasi.

3) Anggaran Berimbang (Balanced Budget)

Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran

sama besar dengan penerimaan (G = T). Tujuan politik anggaran berimbang

adalah peningkatan disiplin dan kepastian anggaran.

c. Multiplier kebijakan fiskal

Analisis multiplier menunjukkan bahwa kebijakan fiskal pemerintah sangat

berpengaruh pada tingkat pengeluaran/permintaan seperti investasi. Pada

akhirnya kebijakan fiskal juga akan memberikan efek multiplier pada output.

Multiplier belanja pemerintah (government expenditure multiplier) adalah

meningkatnya PDB karena naiknya Rp1 pengeluaran pemerintah untuk

membeli barang dan jasa.Pengaruh naiknya pengeluaran pemerintah (G)

terhadap PDB sama dengan pengaruh naiknya investasi (I) pada PDB.

Apabila G naik, maka PDB akan naik dengan nilai yang lebih besar dari

naiknya G. Pengarug G terhadap PDB (Y) dapat digambarkan sebagai berikut

:

E

E’

T

Y

Y’

Y

AEC+I+G’

C+I+G

Page 25: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

24

Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada saat pengeluaran

pemerintah untuk membeli barang dan jasa sebesar G, maka total permintaan

dalam ekonomi adalah ZZ yaitu C + I + G. Keseimbangan dalam pasar

barang terjadi ketika permintaan sama dengan produksi (Y) yaitu di titik E.

Output yang dihasilkan dalam perekonomian sebesar Y. Ketika pengeluaran

pemerintah meningkat dari G ke G’, total permintaan juga naik dari ZZ ke ZZ’,

sehingga dengan naiknya G menjadi G’ total permintaan menjadi C + I + G’.

Keseimbangan yang baru terjadi titik E’ yang merupakan perpotongan antara

permintaan dan produksi.Output yang baru juga berubah dari Y menjadi Y’.

Dari bagan tersebut juga terlihat bahwa naiknya output (dari Y ke Y’) lebih

besar dibandingkan naiknya pengeluaran pemerintah (dari G ke G’). hal ini

disebabkan adanya efek pengganda (multiplier efek).

Kondisi ini sebenarnya juga berlaku untuk investasi, naiknya investasi

akan berakibat pada naiknya PDB dengan nilai yang lebih besar dari naiknya

investasi tersebut. Hal ini juga menunjukkan adanya efek multiplier. Multiplier

pengeluaran pemerintah sama persis dengan multiplier investasi, dan kedua

multiplier ini sering disebut sebagai expenditure multiplier.

Efek pengganda ini berlaku untuk dua arah baik meningkat maupun

menurun. Apabila belanja pemerintah meningkat sebesar ΔG dan variabel

lainnya tidak berubah, maka produksi atau output juga akan meningkat

sebesar ΔG dikalikan multiplier. Begitu juga sebaliknya apabila belanja

pemerintah menurun sebesar ΔG, maka output juga akan berkurang sebesar

ΔG dikalikan multiplier.

Gambaran mengenai efek multiplier ini dapat dilihat pada tabel di

bawah ini. Tabel tersebut mengilustrasikan bahwa ketika belanja pemerintah

sebesar 200, keseimbangan terjadi pada saat output 3.600. Dalam kondisi ini,

total produksi dan total permintaan adalah sama. Ketika belanja pemerintah

meningkat menjadi 300 (ΔG = 100) dan variabel lainnya tidak berubah, maka

keseimbangan output akan berubah menjadi 3.900, dimana outputmeningkat

sebesar (ΔY = 300). Dalam kondisi ini, total produksi juga sama dengan total

permintaan. Kenaikan output yang lebih besar dari naiknya belanja

pemerintah ini disebabkan oleh multiplier effect.

Page 26: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

25

Tabel Pengaruh Naiknya Belanja Pemerintah terhadap Output (Produksi)

Belanja pemerintah G = 200

PDB

awal

Paja

k

Pendap

atan

dispose

bel

Konsum

si

Investa

si

Belanja

Pemerint

ah

Total

Perminta

an

Kecenderung

an

ekonomi

4.200

3.900

3.600

3.300

3.000

300

300

300

300

300

3.900

3.600

3.300

3.000

2.700

3.600

2.400

3.200

3.000

2.800

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

4.000

3.800

3.600

3.400

3.200

Kontraksi

Kontraksi

Ekuilibrium

Ekspansi

Ekspansi

Belanja pemerintah G = 300

PDB

awal

Paja

k

Pendap

atan

dispose

bel

Konsum

si

Investa

si

Belanja

Pemerint

ah

Total

Perminta

an

Kecenderung

an

ekonomi

4.200

3.900

3.600

3.300

3.000

300

300

300

300

300

3.900

3.600

3.300

3.000

2.700

3.600

2.400

3.200

3.000

2.800

200

200

200

200

200

200

200

200

200

200

4.000

3.800

3.600

3.400

3.200

Kontraksi

Ekuilibrium

Ekspansi

Ekspansi

Ekspansi

F. HUBUNGAN KEBIJAKAN FISKAL DAN APBN

Seperti yang sudah dijelaskan di bagiansebelumnya, bahwa kebijakan

fiskal memiliki dua komponen utama, yaitu kebijakan terkait penerimaan

negara dan pengeluaran negara. Dengan menggunakan dua komponen

tersebut, kebijakan fiskal digunakan untuk menjawab permasalahan-

permasalahan mengenai pengaruh penerimaan dan pengeluaran negara

terhadap kondisi berbagai aspek baik itu ekonomi maupun sosial, seperti

pertumbuhan ekonomi, tingkat pengnagguran, inflasi, pemerataan pendidikan

dan kesehatan, dan sebagainya. Dalam praktik di Indonesia, kebijakan fiskal

merupakan keputusan bersama antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) tentang besar penerimaan, pengeluaran, dan pinjaman

Page 27: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

26

sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) yang ditetapkan dengan maksud untuk mengarahkan perekonomian

Indonesia mencapai kondisi tertentu.Terlihat jelas bahwa APBN merupakan

perwujudan dan menjadi instrument utama dalam pelaksanaan kebijakan

fiskal di Indonesia. Sebagai instrumen utama kebijakan fiskal, APBN

mempunyai peran penting dan strategis dalam upaya mencapai target

pembangunan nasional. Peran penting dan strategis APBN tersebut terkait

dengan tiga fungsi utama, yaitu untuk:

a. mengalokasikan sumber-sumber ekonomi;

b. mendistribusikan barang dan jasa; serta

c. menjaga stabilitas dan akselerasi kinerja ekonomi.

Kebijakan fiskal sendiri memiliki dua prioritas, yang pertama adalah

mengatasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan

masalah-masalah APBN lainnya. Defisit APBN terjadi apabila penerimaan

pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah

mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain;

pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca

pembayaran (Tulus TH Tambunan, 2006). Salah satu indikator kebijakan

fiskal yang digunakan oleh Pemerintah adalah besaran defisit anggaran.

Kebijakan fiskal ekspansif atau kontraktif menjadi alternatif kebijakan yang

akan ditempuh oleh Pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian. Dalam

beberapa tahun terakhir, Pemerintah melakukan akselerasi pertumbuhan

ekonomi, pengurangan pengangguran dan kemiskinan melalui kebijakan

fiskal ekspansif untuk menjaga kesinambungan perekonomian serta

mendukung pencapaian target pembangunan nasional.

Pengaruh Kebijakan Fiskal terhadap APBN dan Perekonomian

Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap APBN dan perekonomian bisa

dianalisa dalam dua tahap, yaitu seperti tergambar dari dua pertanyaan

berikut ini:

1) Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu

APBN?

2) Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian?

Page 28: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

27

Untuk menjawab kedua pertanyaan di atas,perlu terlebih dahulu kita ketahui

mengenai APBN itu sendiri, pengertian APBN, bagaimana cara menyusun

APBN, apa saja yang tertuang dalam APBN. Hal-hal tersebut dapat dijelaskan

seperti berikut ini:

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

APBN sendiri diartikan sebagai dokumen yang berisi daftar sistematis dan

terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama

satu tahun anggaran.

Menurut UU No.17 Tahun 2003, Anggaran Pendapatan Belanja

Negara atau APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah Negara

yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945, Anggaran Pendapatan Belanja Negara

(APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap

tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan

bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945, Rancangan Undang-Undang Anggaran

Pendapatan Belanja Negara diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama

DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

Siklus Penyusunan APBN

Page 29: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

28

Dapat dilihat dari siklus penyusunan APBN di atas, bahwa proses

penyusunan APBN didahului dengan penerbitan Kerangka EKonomi Makro

dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang disusun oleh Pemerintah.Pokok-

Pokok Kebijakan Fiskal merupakan acuan pemerintah dalam menyusun

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN). Secara

garis besar, Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal terdiri dari empat hal, yaitu:

a. pelaksanaan kebijakan fiskal tahun sebelumnya dan proyeksi tahun

berjalan;

b. perkiraan asumsi ekonomi makro tahun depan;

c. arah kebijakan fiskal tahun depan; dan

d. risiko fiskal tahun depan.

Sedangkan sebelum disusun Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-

Pokok Kebijakan Fiskal, Pemerintah terlebih dahulu menyusun Rencana

Kerja Pemerintah (RKP) dimana di dalam RKP tersebut Pemerintah

mentapkan tema pembangunan dan sasaran-sasaran pembangunan yang

berbeda setiap tahunnya. Berdasarkan tema pembangunan dan sasaran

dalam RKP tersebutlah arah kebijakan fiskal disusun oleh Pemerintah guna

Page 30: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

29

mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang ditetapkan dalam RKP

sebelumnya.

Sebagai contoh: Tema pembangunan pada RKP tahun 2013 yang

disusun adalah “Memperkuat Perekonomian Domestik bagi Peningkatan dan

Perluasan Kesejahteraan Rakyat”. Tema ini memberi tekanan pada

pentingnya penguatan daya saing perekonomian domestik untuk mendukung

pencapaian kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Sejalan dengan hal tersebut, maka strategi perumusan kebijakan fiskal

hendaknya diarahkan agar mampu merespon berbagai perkembangan

perekonomian yang dinamis, mampu menjawab berbagai tantangan sekaligus

isu-isu strategis, dan mampu memberi dukungan yang optimal bagi

pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Memperhatikan

hal-hal tersebut diatas, tema arah kebijakan fiskal pada tahun 2013 adalah

“Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan melalui Upaya

Penyehatan Fiskal”. Substansi dari tema tersebut menekankan pentingnya

mengupayakan terwujudnya APBN yang sehat, yang tercermin dari

terjaganya kesinambungan fiskal melalui:

a. optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga iklim investasi dan

dunia usaha;

b. meningkatkan kualitas belanja negara melalui efisiensi belanja yang kurang

produktif dan meningkatkan belanja modal untuk memacu pertumbuhan;

c. menjaga defisit anggaran pada batas aman (dibawah 3 persen PDB);

d. menurunkan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang terkendali.

Melalui ke-empat langkah tersebut, APBN diharapkan dapat dikelola

secara efisien dan produktif. Dengan pengelolaan fiskal yang efisien dan

produktif tersebut diharapkan tidak hanya akan memberi kontribusi yang

optimal bagi kesinambungan fiskal tetapi juga berdampak pada peningkatan

daya saing perekonomian domestik. Selanjutnya, hal tersebut diharapkan

dapat mendukung tujuan pembangunan nasional untuk meningkatkan

kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Postur APBN

Berikut ini adalah contoh dari postur APBN Indonesia:

Page 31: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

30

Seperti terlihat dari postur APBN di atas, APBN secara umum masih bersifat

ekspansif dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap

mengendalikan defisit dalam batas aman. Sebagaimana juga tercantum di

dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang

disusun Pemerintah dalam tahap sebelumnya, kebijakan fiskal Pemerintah

tersebut diwujudkan melalui:

a. kebijakan pendapatan negara;

b. kebijakan belanja negara; dan

c. kebijakan defisit dan pembiayaan anggaran.

Pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan

diharapkan dapat menjaga sentimen positif para pelaku pasar dan

mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja negara sehingga

memberikan dampak multiplier yang positif bagi perekonomian nasional.

Sebagai contoh dari kebijakan-kebijakan fiskal di atas dapat dilihat dari

kebijakan fiskal dalam APBN 2014 seperti berikut ini:

Page 32: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

31

Kebijakan pendapatan negara tahun 2014 akan diarahkan untuk

mengoptimalkan penerimaan dari bidang perpajakan dan penerimaan negara

bukan pajak (PNBP). Di bidang perpajakan, kebijakan dan langkah penting

yang akan ditempuh dalam tahun 2014, antara lain (1) penyempurnaan

peraturan perpajakan untuk lebih memberi kepastian hukum serta perlakuan

yang adil dan wajar; (2) penyempurnaan kebijakan insentif perpajakan untuk

mendukung iklim usaha dan investasi; (3) penyempurnaan sistem

administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak; (4)

perluasan basis pajak dan penyesuaian tarif; serta (5) penguatan penegakan

hukum bagi penyelundup pajak (tax evation). Sementara itu, kebijakan di

bidang kepabeanan dan cukai antara lain terdiri dari: (1) ekstensifikasi barang

kena cukai; dan (2) penyesuaian tarif cukai hasil tembakau. Selanjutnya,

pokok-pokok kebijakan PNBP di tahun 2014 antara lain: (1) peningkatan

PNBP migas dan nonmigas; (2) peningkatan kinerja badan usaha milik

negara (BUMN) agar dapat berkontribusi lebih besar dalam dividen BUMN;

serta (3) terus melakukan upaya inventarisasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi

PNBP K/L. Optimalisasi PNBP tersebut juga akan disertai dengan

optimalisasi pendapatan badan layanan umum (BLU).

Kebijakan belanja negara dalam tahun 2014 diharapkan mampu

menstimulasi perekonomian dengan tetap mengendalikan defisit dalam batas

aman, mengendalikan keseimbangan primer (primary balance) sekaligus

menjaga kesinambungan fiskal. Prioritas pembangunan yang akan

dilaksanakan Pemerintah diharapkan dapat memantapkan perekonomian

nasional bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan RKP 2014,

pelaksanaan kebijakan belanja negara tahun 2014 secara substansial dan

konsisten tetap diarahkan pada empat pilar yaitu: (1) mendukung terjaganya

pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi (pro growth); (2)

meningkatkan produktivitas dalam kerangka perluasan kesempatan kerja (pro

job); (3) meningkatkan dan memperluas program pengentasan kemiskinan

(pro poor); dan (4) mendukung pembangunan yang berwawasan lingkungan

(pro environment).

kebijakan defisit anggaran dalam tahun 2014 ditempuh dalam rangka

menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui pemberian stimulus fiskal

Page 33: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

32

secara terukur dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Kebijakan

pembiayaan dalam RAPBN 2014 di antaranya adalah (1) mengupayakan

rasio utang terhadap PDB berkisar 22—23 persen pada akhir tahun 2014; (2)

memanfaatkan SAL sebagai fiscal buffer untuk mengantisipasi kemungkinan

terjadinya krisis khususnya pada pasar SBN; (3) memanfaatkan pinjaman luar

negeri secara selektif dan mempertahankan kebijakan negative net flow; (4)

mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif antara lain melalui

penerbitan sukuk yang berbasis proyek; dan (5) mengalokasikan dana

investasi Pemerintah dalam rangka pemberian PMN kepada BUMN/lembaga

untuk percepatan pembangunan infrastruktur, penjaminan KUR, dan

peningkatan kapasitas usaha BUMN/lembaga.

Melalui langkah-langkah tersebut, APBN diharapkan dapat dikelola

secara efisien dan produktif, sebagaimana diwujudkan ke dalam angka-angka

di dalam postur APBN, sehingga tidak hanya akan memberi kontribusi yang

optimal bagi kesinambungan fiskal, tetapi juga berdampak pada peningkatan

daya saing perekonomian nasional. Selanjutnya, hal tersebut diharapkan

dapat mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional untuk

meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kebijakan Anggaran APBN

Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya

perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil

pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan

jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi

tingkat pendapatan nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja (N). Seperti

yang telah dijelaskan di atas, bahwa kebijakan fiskal dituangkan oleh suatu

negara melalui anggarannya, dalam Pemerintah Indonesia adalah melalui

APBN. Untuk dapat menjawab pertanyaan terkait pengaruh APBN terhadap

perekonomian dapat dilihat dari dari kebijakan anggaran dari APBN itu

sendiri. Kebijakan anggaran dalam APBN dapat digolongkan menjadi tiga

kelompok besar, yaitu:

Anggaran Defisit / Kebijakan Fiskal Ekspansif

Page 34: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

33

Kebijakan untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan

negara guna memberi stimulus pada perekonomian digunakan jika

ekonomi sedang resesif.

Anggaran Surplus / Kebijakan Fiskal Kontraktif

kebijakan untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada

pengeluarannya dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang

ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan

permintaan.

Anggaran Berimbang (Balanced Budget)

Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran

sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni

terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Kebijakan anggaran Pemerintah Indonesia dahulu selalu mengharuskan

kebijakan anggaran berimbang. Kebijakan anggaran berimbang terjadi ketika

pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan.

Namun pada saat ini kebijakan anggaran dapat menjadi kebijakan anggaran

defisit (defisit budget), anggaran surplus (surplus budget).

Kebijakan anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk

membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi

stimulus pada perekonomian. Dalam hal ini, peningkatan pengeluaran yaitu

pembelian pemerintah atas barang dan jasa. Peningkatan pembelian atau

belanja pemeritah berdampak terhadap peningkatan pendapatan nasional.

Contohnya pemerintah mengadakan proyek membangun jalan raya. dalam

proyek ini pemerintah membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk

menyelesaikannya. dengan kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai

tenaga kerja. hal ini membuat pendapatan orang yang bekerja di situ

bertambah. Anggaran defisit memiliki keunggulan maupun kelemahan, salah

satu keunggulannya adalah terdapat penertiban pada angka defisit dan nilai

tambahan utang yang jelas dan lebih transparan serta bisa diawasi

masyarakat. Menurut mantan Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo

penerapan kebijakan anggaran defisit tujuannya untuk menciptakan ekspansi

fiskal dan menguatkan pertumbuhan ekonomi agar tetap terjaga pada level

Page 35: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

34

yang tinggi. Umumnya sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang

resesif. Anggaran defisit salah satunya dengan melakukan peminjaman atau

hutang, dahulu pemerintahan Bung Karno pernah menerapkannya dengan

cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank Indonesia, yang

terjadi kemudian adalah inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang

yang beredar di masyarakat sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang

defisit dipinjamlah uang dari rakyat, sayangnya rakyat tidak mempunyai cukup

uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. Akhirnya, pemerintah

terpaksa meminjam uang dari luar negeri. Ini merupakan salah satu kasus

yang menggambarkan kelemahan dari anggaran defisit.

Sedangkan Anggaran surplus (Surplus Budget) atau Kebijakan Fiskal

Kontraktif adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih

besar daripada pengeluarannya.Baiknya politik anggaran surplus

dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai

memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Cara kerja

anggara surplus adalah kebalikan dari anggaran defisit, uang yang didapat

pemerintah dari pendapatan pajak lebih banyak dari yang dibelanjakan,

pemerintah memanfaatkan selisihnya untuk melunasi beberapa hutang

pemerintah yang masih ada. Surplus anggaran akan menaikkan dana

pinjaman, mengurangi suku bunga dan meningkatkan investasi. Investasi

yang lebih tinggi seterusnya dapat meningkatkan akumulasi modal dan

mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Terkait dengan kebijakan anggaran di atas, di dalam bukunya yang

berjudul Macroeconomics, Gregory Mankiw menyebutkan bahwa perdebatan

kebijakan atas utang pemerintah memiliki banyak sisi. Di dalam bukunya

tersebut, Gregory Mankiw mempertimbangkan pandangan tradisional dan

Ricardian atas utang pemerintah. Menurut pandangan tradisional, defisit

anggaran pemerintah memperluas permintaan agregat dan menstimulasi

output dalam jangka pendek tetapi menyebabkan banyak keluarnya modal

dan menekan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Menurut

pandangan Ricardian, defisit anggaran pemerintah sudah tidak ada efek ini,

karena konsumen memahami bahwa defisit anggaran mewakili hanya

penundaan beban pajak. Dari perbedaan kedua pandangan di atas, dapat

Page 36: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

35

dikatakan bahwa defisit anggaran tidak selalu berarti negatif, akan tetapi

pemilihan kebijakan anggaran, apakah itu berimbang, defisit maupun surplus

sangat tergantung dari situasi yang tengah dihadapi oleh suatu

Pemerintahan.

Balanced Budgets Versus Optimal Fiscal Policy

Gregory Mankiw menyebutkan bahwa di Amerika Serikat, banyak konstitusi

negara mengharuskan pemerintah negara bagian untuk menjalankan

anggaran yang seimbang. Sebagian besar ekonom menentang aturan ketat

yang mengharuskan pemerintah untuk menyeimbangkan anggarannya. Ada

tiga alasan mengapa kebijakan fiskal yang optimal dalam suatu waktu

membutuhkan defisit atau surplus anggaran, yaitu:

a. Stabilisasi

Defisit atau surplus anggaran bisa membantu menstabilkan

perekonomian. Intinya, aturan anggaran berimbang akan menarik kembali

kekuatan penstabil otomatis dari sistem pajak dan transfer. Ketika

perekonomian mengalami resesi, pajak secara otomatis turun, dan

transfer secara otomatis naik. Meskipun tanggapan otomatis membantu

menstabilkan perekonomian, tetapi mendorong anggaran menjadi defisit.

Dalam aturan anggaran berimbang akan mensyaratkan pemerintah untuk

menaikkan pajak atau mengurangi pengeluaran dalam resesi, tapi

tindakan ini akan lebih lanjut menekan agregat permintaan. Discretionary

kebijakan fiskal lebih mungkin untuk memindahkan dalam arah yang

berlawanan lebih kursus bisnis siklus. Pada tahun 2009, misalnya,

presiden Barack Obama menandatangani stimulus RUU otorisasi

peningkatan besar pengeluaran untuk mencoba mengurangi pengaruh

besar dari resesi, meskipun itu menjadikan anggaran defisit terbesar

dalam lebih dari setengah abad AS.

b. Tax Smoothing

Defisit atau surplus anggaran bisa digunakan untuk mengurangi distorsi

insentif disebabkan oleh

sistem pajak, dimana tarif pajak yang tinggi memaksakan biaya pada

masyarakat dengan mengecilkan kegiatan ekonomi. Pajak atas

Page 37: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

36

penghasilan pekerja, misalnya, mengurangi insentif bahwa orang harus

bekerja selama berjam-jam. karena disinsentif ini menjadi sangat besar

pada tarif pajak yang tinggi, maka total social cost pajak diminimalkan

dengan pemeliharaan tarif pajak yang relatif stabil daripada menetapkan

tarif pajak yang tinggi dalam beberapa tahun dan rendah pada tahun

lainnya. Para ekonom menyebut ini kebijakan tax smoothing. Untuk tetap

menjaga tarif pajak tetap smooth, defisit diperlukan dalam tahun dimana

pendapatan sangat rendah (resesi) atau pengeluaran yang sangat tinggi

(perang).

c. Intergenerational Redistribution

Defisit anggaran dapat digunakan untuk menggeser beban pajak dari saat

ini untuk generasi mendatang. Sebagai contoh, sebagian ekonom

berpendapat bahwa jika generasi saat ini berperang untuk

mempertahankan kebebasan, maka akan menjadi manfaat bagi generasi

masa depan juga dan oleh karena itu harus ikut menanggung sebagian

dari beban yang terjadi akibat perang tersebut. Untuk mentransfer

sebagian biaya perang, generasi sekarang bisa mendanai perang dengan

defisit anggaran. Pemerintah kemudian bisa membayar utang yang terjadi

atas defisit tersebut dengan pembebanan pajak pada generasi berikutnya.

Pertimbangan-pertimbangandi atas menyebabkan sebagian besar

ekonom untuk menolak aturan anggaran berimbang yang ketat. Paling

tidak, aturan kebijakan fiskal perlu memperhitungkan situasi-situasi yang

terjadi, seperti resesi dan perang, selama wajar untuk pemerintah

menjalankan anggaran defisit.

Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Inflasi

Inflasi merupakan proses kenaikan harga secara terus-menerus dan

dapat memberikan suatu pengaruh bagi kestabilan perekonomian. Inflasi

dapat menyebabkan perubahan yang sangat luas terhadap kegiatan ekonomi

masyarakat. Inflasi mencerminkan stabilitas harga, semakin rendah nilai

suatu inflasi berarti semakin besar adanya kecenderungan ke arah stabilitas

harga. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa instrument kebijakan

fiskal adalah melalui pengelolaan penerimaan dan pengeluaran pemerintah.

Page 38: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

37

Dalam masa resesi atau Pemerintah mengambil kebijakan anggaran defisit

dengan menaikkan pengeluaran Pemerintah atau dengan menurunkan tingkat

pajak, Pemerintah berusaha meningkatkan tingkat perekonomian dengan

menciptakan lapangan pekerjaan yang pada akhirnya menyebabkan

peningkatan outpur produksi dan peningkatan pendapatan oleh rumah tangga

konsumsi. Peningkatan pendapatan oleh rumah tangga konsumsi ini pada

akhirnya akan meningkatkan pengeluaran untuk konsumsi dan berujung pada

kenaikan harga barang konsumsi, yang oleh teori Keynes disebut dengan

demand-pull inflation. Hal ini sejalan juga dengan yang digambarkan di

dalam kurva Philips bahwa inflasi berbanding terbalik dengan tingkat

pengangguran. Proses terjadinya demand-pull inflation dapat digambarkan

dalam kurva di bawah ini:

Kurvademand-pull inflation

Demand-pull inflation muncul ketika permintaan agregat dalam

perekonomian melebihi penawaran agregat. Hal ini umumnya digambarkan

sebagai "terlalu banyak uang untuk mengejar terlalu sedikit barang", karena

hanya uang yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang dapat

menyebabkan inflasi. Ini tidak akan diharapkan untuk terjadi, kecuali

perekonomian sudah pada tingkat full employment. Di dalam kurva Demand-

Page 39: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

38

pull inflation di atas, menurut teori Keynesian, peningkatan kebutuhan akan

pekerja akan menyebabkan peningkatan permintaan agregat (AD), yang

mengarah lebih ke perusahaan untuk meningkatkan output. Karena

keterbatasan kapasitas, peningkatan dalam output pada akhirnya akan

menjadi sangat kecil sehingga harga barang akan naik. Pada awalnya,

pengangguran akan turun, menggeser AD1 ke AD2 , yang meningkatkan

permintaan ( tercatat sebagai " Y " ) oleh ( Y2 - Y1 ) . Peningkatan permintaan

berarti lebih banyak pekerja yang diperlukan, dan kemudian AD akan

bergeser dari AD2 ke AD3 , tapi kali ini jauh lebih sedikit diproduksi dari

dalam pergeseran sebelumnya , tetapi tingkat harga telah meningkat dari P2

ke P3, peningkatan jauh lebih tinggi di harga dibandingkan dengan

pergeseran sebelumnya. Peningkatan harga ini disebut dengan inflasi akibat

demand-pull.

Untuk mengendalikan masalah inflasi yang terjaddi tersebut,

Pemerintah dapat melakukan beberapa cara, salah satunya adalah melalui

kebijakan fiskal itu sendiri. Kebijakan fiskal yang dapat digunakan untuk

mengatasi masalah inflasi adalah:

a. Mengurangi pengeluaran pemerintah

Dengan melakukan kebijakan fiskal melalui upaya pengeluaran

pemerintah maka hal ini juga dapat mengurangi laju inflasi, karena

semakin sedikit biaya yang dikeluarkan pemerintah akan menyebabkan

jumlah uang beredar yang ada di masyarakat akan semakin berkurang

sehingga paling tidak laju inflasi dapat ditekan.

b. Menaikan pajak

Seperti kita ketahui bahwa jumlah uang beredar yang terlalu besar akan

menyebabkan terjadi nya inflasi, maka dengan menaikan pajak

diharapkan penghasilan seseorang akan berkurang, sehingga jumlah

uang beredar pun ikut berkurang yang pada akhirnya akan berdampak

pada penurunan laju inflasi.

c. Mengadakan pinjaman publik

Rencana pinjaman pemerintah dari keynes ini terkenal dengan istilah

Pinjaman paksaan, dimana dengan upaya tersebut sebagian dari gaji

Page 40: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

39

pegawai dan buruh dipotong untuk disimpan menjadi pinjaman

pemerintah selama jangka waktu tertentu, sehingga jumlah uang beredar

yang ada di masyarakat pun juga ikut berkurang yang pada akhirnya akan

menurunkan tingkat inflasi.

G. PRAKTEK KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA

Secara universal pembangunan di suatu negara memiliki tujuan untuk mensejahterakan

masyarakatnya, terutama dalam masalah pembangunan. Keberhasilan

pembangunan tersebut tentu sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang

dimiliki oleh masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan

sumber daya, teknologi, efisiensi, budaya, kualitas manusia dan kualitas

birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

menentukanseberapa besar peran pemerintah dalam proses pembangunan

tersebut serta pola kebijakanyang dilakukan. Dalam konsep ekonomi secara umum

dikenal dua kebijakan ekonomi yang utama, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Kebijakan moneter merupakan pengendalian sektor moneter, sedangkan

kebijakan fiskal merupakan pengelolaan anggaran penerimaan dan

pengeluaran pemerintah (budget ) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan

Kebijakan Fiskal pada dasarnya alat atau instrumen pemerintah yang

sangat penting peranannya dalam sistem perekonomian. Instrumen fiskal itu berguna

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, memperluas basis kegiatan ekonomi

berbagai sektor, dan secarakhusus memperluas lapangan usaha untuk

menurunkan tingkat pengangguran

Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Fiskal Di Indonesia

Faktor yang memperngaruhi kebijakan fiskal di Indonesia bisa dilihat

dari dua sisi yakni faktor internal dan eksternal. Faktor Internal terdiri dari :

a. Arah dan strategi politik dan pembangunan yang ingin dilakukan dalam

mencapai tujuan bernegara yang berimplikasi pada kebijakan keuangan

negara.

b. Perkembangan dan kinerja perekonomian nasional yang menggambarkan

potensi, kapasitas dan struktur penerimaan negara.

c. Kemampuan perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian belanja

negara.

Page 41: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

40

d. Kemampuan pengelolaan pembiayaan anggaran.

e. Faktor-faktor non-ekonomi seperti terjadinya bencana alam, perubahan

iklim, gejolak politik atau sosial, gangguan keamanan dan terorisme, serta

terjadinya perang.

Sementara itu, faktor eksternal penting yang juga turut berdampak

pada perkembangan APBN Indonesia di antaranya meliputi perkembangan

kondisi ekonomi global, pergerakan nilai tukar rupiah dan antar-mata uang

asing (khususnya mata uang kuat dunia yang menjadi mitra dagang utama

dan kerjasama ekonomi dengan Indonesia), harga minyak mentah di pasar

internasional, serta tingkat bunga internasional. (dikutip dari berbagai sumber)

A. Praktik yang pernah dilakukan pemerintah dalam hal penerapan

kebijakan fiskal dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi

demi kesejahteraan rakyat sebagai berikut

1. Pengadaan proyek-proyek pemerintah

Dampak yang dapat timbul dari sebuah proyek pemerintah lebih dari

sekadar tersedianya suatu barang publik atau fasilitas pemerintahan.

Misalnya dalam proyek pembangunan gedung sekolah. Selain

menghasilkan barang publik berupa bangunan untuk sekolah, dalam

prosesnya pemerintah meningkatkan secara tidak langsung telah

meningkatkan pendapatan sejumlah pihak yang terlibat dalam proyek.

Para pekerja yang mendapat upah akhirnya meningkat daya belinya.

Dengan demikian maka permintaan dari masyarakat juga meningkat.

Sehingga dampak selanjutnya adalah meningkatnya permintaan dari

masyarakat yang mendorong produksi sehingga pada akhirnya

diharapkan akan dapat memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia. Hal

ini dapat berdampak karena proyek pemerintah ada banyak dan

menyebar di seluruh daerah, sehingga secara makro akan dapat

mempengaruhi kondisi ekonomi nasional.

2. Kebijakan menaikan harga Bahan Bakar Minyak.

Ketika harga minyak dunia telah melebihi asumsi yang terdapat

dalam APBN. Pemerintah harus memikirkan dampak yang ditimbulkan.

Hal ini berkaitan dengan subsidi yang masih diberikan untuk beberapa

Page 42: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

41

jenis BBM. Secara anggaran, kenaikan harga minyak dunia ini akan

membebani APBN. Subsidi merupakan pengeluaran pemerintah.

Sehingga kenaikan harga minyak bumi justru akan meningkatkan

pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM. Tingginya subsidi yang

harus dibayarkan akan membebani APBN. Kemudian, apa yang dilakukan

pemerintah untuk menekan pengeluaran subsidi tersebut, agar keuangan

negara (APBN) tetap aman? Pemerintah perlu mengubah pengeluaran

dan penerimaan dalam APBN untuk menyesuaikan dengan kondisi pada

waktu itu. Kebijakan yang dilakukan dengan cara mengubah pengeluaran

dan penerimaan negara yang bertujuan untuk menciptakan stabilitas

ekonomi, kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi, serta keadilan dalam

distribusi pendapatan yang kita kenal dengan kebijakan fiskal atau politik

fiskal.

3. Kebijakan pemberian Bantuan Langsung Tunai atau Bantuan

Langsung Sementara.

Secara tujuan, bantuan tunai kepada masyarakat ini diharapkan

mampu meredam gejolak kenaikan harga secara umum yang diakibatkan

oleh kenaikan harga BBM. Namun tidak hanya itu, pemerintah juga

memiliki maksud secara makro ekonomi. BLT diharapkan mampu

meningkatkan pendapatan masyarakat secara agregat. Sama dengan

contoh pertama, dengan adanya peningkatan pendapatan masyarakat,

daya beli masyarakat juga meningkat. Dengan demikian maka permintaan

dari masyarakat juga meningkat. Sehingga dampak selanjutnya adalah

meningkatnya permintaan dari masyarakat yang mendorong produksi

sehingga pada akhirnya diharapkan akan dapat memperbaiki kondisi

perekonomian Indonesia.

4. Kebijakan Desentralisasi Fiskal

Pemerintah dan DPR mengesahkan Undang-Undang No. 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

dan Daerah yang disempurnakan dengan UU RI No. 33 tahun 2000 untuk

mendukung pelaksanaan desentralisasi fiscal ke daerah. Desentralisasi

fiskal adalah pemberian kewenangan kepada daerah untuk menggali

Page 43: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

42

sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer dari

pemerintahan yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin dan

investasi. Singkatnya pemerintah daerah diberikan kesempatan untuk

menentukan regulasi terhadap anggaran. Tujuan awal dilakukannya

desentralisasi fiskal adalah mengurangi kesenjangan fiskal antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical fiscal imbalance) dan

antardaerah (horizontal fiscal imbalance). Selain itu diharapkan

meningkatkan peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah dan

mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah. Dan juga

meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional. Dengan

adanya desentralisasi fiskal tata kelola keuangan transparan dan

akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian transfer ke daerah

yang tepat sasaran, tepat waktu, efisien, dan adil.

B. STUDI KASUS: KEBIJAKAN FISKAL DI ERA KRISIS EKONOMI 1997-

1998

I. Kondisi Perekonomian Indonesia tahun 1997

Pemerintah RI pernah menghadapi krisis moneter yang selanjutnya

merembet ke krisis ekonomi dan politik pada tahun 1997-1998. Ketika

krisis mulai melanda Indonesia pada pertengahan 1997 kondisi keuangan

negara kita sebenarnya tidak terlalu buruk. Pada tahun 1996 APBN

(menurut cara pembukuan GFS yang sejak 2000 kita pakai) surplus

sebesar 1,9% dari PDB, hutang Pemerintah dengan luar negeri adalah

Page 44: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

43

USD 55,3 milyar atau sekitar 24% dari PDB sedangkan hutang dalam

negeri tidak ada. Realisasi APBN 1997 sampai dengan Semester I juga

baik. Surplus anggaran setengah tahun itu mencapai 1,8% dari PDB dan

hutang pemerintah tidak banyak berubah.

Krisis mengubah itu semua. Defisit anggaran serta merta

membengkak dan hutang Pemerintah meningkat tajam. Pada tahun 1998,

tahun yang paling kelabu dalam krisis, Indonesia mengalami kombinasi

dua penyakit ekonomi yang paling fatal: sektor riil yang macet dan

hiperinflasi. Tahun itu PDB kita anjlok dengan sekitar 13%, inflasi

mencapai sekiktar 78% dengan harga makanan meningkat lebih dari dua

kali lipat, kurs melonjak-lonjak tak menentu dan serta merta anggaran

negara berubah dari surplus menjadi defisit 1,7% dari PDB.

Pada tahun 2000, sewaktu proses rekapitalisasi perbankan

rampung, utang Pemerintah mencapai Rp 1.226,1 triliun (setara USD 60,8

miliar pada waktu itu) atau sekitar 96 % dari PDB. Melonjaknya beban

utang ini hampir seluruhnya karena timbulnya utang dalam negeri dalam

jumlah yang besar sebagai akibat dari upaya kita untuk menyelamatkan

sektor perbankan yang berantakan dilanda krisis. Jumlah utang dalam

negeri sebesar Rp 643 triliun itu merupakan akumulasi dari biaya yang

timbul dari tiga kebijakan pokok untuk menopang perbankan nasional

selama krisis. Ketiga kebijakan tersebut dilaksanakan secara hampir

berurutan sejalan dengan tahap perkembangan krisis.

1. Kebijakan BLBI

Kebijakan yang pertama adalah untuk mengatasi situasi darurat berupa

kelangkaan likuiditas yang akut sebagai akibat dari arus dana keluar yang

tidak terbendung dan makin membesar dari sistem perekonomian kita.

Pembelian dolar terjadi secara besar-besaran – dana rupiah nasabah

bank ditarik untuk ditukarkan dolar. Bank-bank kehabisan rupiah. Proses

penyedotan likuiditas ini makin diperparah oleh rentetan peristiwa yang

terjadi setelah itu. Kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional

runtuh terutama setelah penutupan 16 bank pada bulan November 1997.

Uang lari dari bank nasional ke bank asing atau ke luar negeri. Kemudian

mulai awal 1998 terjadi kenaikan harga yang luar biasa – hiperinflasi –

Page 45: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

44

yang diwarnai oleh gejala umum orang enggan memegang uang (rupiah)

dan uang lari mengejar barang. Kegiatan ekonomi macet, PHK terjadi di

mana-mana, kehidupan makin berat dan selanjutnya kerusuhan sosial

meledak di berbagai daerah. Kali ini bukan hanya uang, tapi juga orang,

lari ke luar negeri.

Ini semua menimbulkan tekanan yang luar biasa terhadap perbankan

nasional yang dapat dipastikan akan ambruk total apabila tidak ada

dukungan likuiditas. Bank tidak dapat meminjam dari bank lain karena ia

juga sama-sama kesulitan likuiditas. Pinjam dari luar negeri (seperti

sebelum krisis) tidak mungkin karena kran-nya tertutup rapat. Satu-

satunya sumber likuiditas yang ada dalam keadaan seperti itu adalah

Bank Indonesia sebagai lender of last resort, suatu fungsi yang lazimnya

ada pada setiap bank sentral untuk menghadapi keadaan darurat.

Dukungan likuiditas dalam keadaan darurat ini dikenal sebagai Bantuan

Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

2. Kebijakan Penjaminan Bank

Kebijakan pokok yang kedua mulai dilaksanakan sekitar bulan Maret

1998, yaitu kebijakan penjaminan bank. Kebijakan ini dimaksudkan untuk

mengatasi situasi perbankan kita yang sudah benar-benar kehilangan

kepercayaan dari para nasabahnya. Banyak dari mereka menarik

simpanannya di bank untuk dibelikan dolar atau barang (untuk

menghindari kerugian karena kurs dolar dan harga-harga yang terus

meningkat) atau dipindahkan ke bank asing (yang kemungkinan kecil

ditutup) atau dibawa ke Singapura, Hong Kong atau tempat lain yang

aman. Pemerintah menjamin bahwa uang mereka yang ada di bank aman

apapun yang mungkin terjadi dengan bank itu. Dengan kebijakan

penjaminan umum ini secara bertahap orang mulai berani lagi menyimpan

uangnya di bank. Manfaat kebijakan ini juga terbukti pada waktu

dilakukan serangkaian gelombang penutupan bank secara besar-besaran

selama tahun 1998-99. Tidak seperti pada waktu penutupan 16 bank

sebelumnya, kali ini tidak terjadi rush, masyarakat tidak menyerbu bank

karena mereka tahu uang bahwa mereka tetap aman meskipun banknya

Page 46: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

45

ditutup. Kebijakan penjaminan bank ini merupakan sumber kedua dari

timbulnya utang dalam negeri Pemerintah sebagai akibat krisis.

3. Kebijakan Rekapitalisasi Bank

Sumber ketiga, dan yang terbesar, dari timbulnya utang dalam negeri

adalah kebijakan rekapitalisasi perbankan. Setelah kita melewati masa

kritis kesulitan likuiditas perbankan, dan setelah proses erosi kepercayaan

terhadap bank dapat dihentikan, langkah selanjutnya adalah bagaimana

membuat agar bank-bank yang tersisa setelah gelombang proses

penutupan pada tahun 1998-99 dapat beroperasi secara normal. Banyak

dari bank-bank yang dapat bertahan hidup setelah terlanda badai krisis

masih setengah sakit dan belum dapat beroperasi sebagai layaknya bank

yang sehat. Mereka dibebani kredit macet yang sangat besar dan modal

yang terkuras. Bank-bank yang memiliki modal yang memadai dan relatif

baik posisinya langsung diawasi oleh Bank Indonesia, sedangkan bank-

bank yang neracanya sarat dengan kredit macet dan tidak mempunyai

modal yang memadai harus melewati proses penyehatan khusus oleh

BPPN, termasuk pembersihan neracanya dari kredit macet dan

penambahan modal atau rekapitalisasi.

4. Kebijakan Divestasi

Kebijakan rekapitalisasi perbankan mempunyai dampak sampingan yaitu

menyebabkan kepemilikan Pemerintah di seluruh sektor perbankan pada

suatu saat pernah mencapai 95%. Jadi, dalam rangka “menormalisasi”

sektor perbankan, telah terjadi penumpukan kepemilikan di tangan negara

atau “nasionalisasi” perbankan. Ini jelas bukan situasi yang “normal” dan

bukan pula situasi yang sehat. Dalam sistem ekonomi yang

mengandalkan pada prakarsa dan kekuatan masyarakat dan dunia usaha

Pemerintah seyogyanya membatasi kepemilikannya atas aset-aset

produktif. Pengelolaannya sebaiknya diserahkan kepada masyarakat dan

dunia usaha dan tugas pokok Pemerintah adalah merumuskan aturan-

aturan main bagi mereka dan mengawasi agar aturan-aturan main itu

dipatuhi sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

rakyat. Kebijakan divestasi ini harus merupakan bagian integral dari

Page 47: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

46

strategi penataan sektor perbankan nasional dan pelaksanaannya tidak

boleh ditunda-tunda. Kasus pembobolan bank biasanya terjadi pada

bank-bank milik Pemerintah seperti yang banyak terjadi di masa lampau

dan juga baru-baru ini. Kerentanan bank-bank milik Pemerintah terhadap

pembobolan dan penyalahgunaan menggaris bawahi urgensi dari

kebijakan divestasi ini!

II. Apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah?

Konsolidasi Fiskal Untuk Memulihkan Kepercayaan. Kenapa pulihnya

kepercayaan penting? Sebab hilangnya kepercayaan para pelaku

ekonomi adalah penyebab utama timbulnya krisis yang berkepanjangan di

negara kita dan kembalinya kepercayaan adalah kunci utama bagi kita

untuk keluar dari krisis dan untuk bangkit kembali. Krisis timbul karena

awalnya para pemodal luar negeri kehilangan kepercayaan terhadap

kemampuan dunia usaha kita untuk membayar kembali utangnya, karena

kemudian masyarakat kehilangan kepercayaannya terhadap perbankan

nasional, karena kemudian masyarakat kehilangan kepercayaan kepada

rupiah, karena kemudian masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap

Pemerintah dan institusi-institusi lainnya sehingga terjadi gejolak sosial

dan pergolakan politik dan, yang lebih parah, kita nyaris kehilangan

kepercayaan pada diri kita sendiri. Strategi untuk keluar dari krisis tidak

bisa lain kecuali bertema dasar bagaimana mengembalikan kepercayaan.

Di bidang kebijakan fiskal, pemulihan kepercayaan juga

merupakan faktor sentral. Masalah yang kita hadapi bukanlah sekedar

bagaimana menyeimbangkan “buku fiskal” kita dengan segala cara.

Masalah yang kita hadapi adalah bagaimana menyeimbangkannya

dengan cara-cara yang tidak merusak kepercayaan para pelaku ekonomi

dan kalau dapat justru mendorong pulihnya kepercayaan itu. Karena

prinsip inilah dalam beberapa tahun terakhir ini Pemerintah mengambil

langkah konsolidasi fiskal secara hati-hati, bertahap dengan

pertimbangan matang mengenai dampaknya terhadap kepercayaan

pelaku ekonomi dan tidak memilih untuk mengambil jalan pintas atau

Page 48: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

47

gebrakan atau ”terobosan” yang mengagetkan para pelaku ekonomi dan

akhirnya justru merusak kepercayaan mereka.

Berdasarkan pendapat dari ahli yaitu Ma’rie Muhammad dalam

makalahnya yang berjudul Kebijakan fiscal di Masa Krisis 1997

dinyatakan bahwa pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan dalam

rangka untuk menolong nilai rupiah dan mengembalikan kepercayaan

pasar dan para investor terhadap Indonesia berupa :

1. Kontraksi Rupiah secara besar-besaran melalui kebijakan fiscal

(APBN) dengan cara menekan pengeluaran dan menunda

pembayaran-pembayaran yang tidak mendesak

2. Bank Indonesia meningkatkan suku bunga sehingga suku bunga SBI

mencapai 70% dengan maksud membatasi ekspansi kredit

perbankan dan menarik uang yang beredar

3. Bank Indonesia melakukan intervensi pasar dengan menjual dollar jika

rupiah menunjukkan tanda-tanda penurunan yang mengkhawatirkan

4. Indonesia bersama-sama dengan jepang dan singapura melaukan

intervensi pasar bersama untuk memperkuat nilai rupiah, dengan cara

Bank Sentral Jepang dan SIngapura membeli rupiah dipasar

5. Deposito berjangka milik BUMN pada berbagai perbankan untuk

sementara dikonversikan ke dalam SBI dan secara bertahap

dilepaskan

6. Pembatalan dan penundaan berbagai mega proyek Pemerintah guna

memperketat pengeluaran meelalui APBN serta mengurangi import

barang agar cadangan devisa tidak semakin terkuras.

Risiko Kebangkrutan Fiskal Menurun. Apa yang kita lakukan beberapa

tahun terakhir ini adalah mengupayakan secara bertahap agar keuangan

negara dapat dikelola dan dikendalikan dengan aman (sustainable) dalam

jangka menengah dan panjang. Dan semuanya dilakukan dengan cara-

cara yang menunjang pulihnya kepercayaan para pelaku ekonomi. Berikut

ini adalah beberapa langkah penting yang diambil menuju anggaran

negara yang sustainable.

Page 49: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

48

Dengan melihat perkembangan riil ekonomi kita, defisit disasarkan

menurun secara bertahap dari 3,5% dari PDB dalam 2001 menjadi

2,5% dalam 2002, 1,9% dalam 2003, 1,2% dalam 2004, dibawah 1%

dalam 2005 dan 0% dalam 2006.

Salah satu sumber kekhawatiran pasar mengenai keuangan negara

kita adalah besarnya jumlah utang (terutama utang dalam negeri)

yang jatuh waktu mulai 2004 dan seterusnya. Dalam periode 2004-9

jumlah total obligasi rekap yang jatuh waktu semula adalah sekitar Rp

379 triliun dan utang dengan Bank Indonesia sekitar Rp 137 triliun.

Ada dua hal pokok yang kita lakukan untuk menjawab tantangan ini.

Pertama, kita melakukan reprofiling terhadap obligasi rekap, yaitu

menggeser pola jatuh waktu obligasi tersebut supaya tidak

terkonsentrasi pada 2004-9 tetapi sebagian digeser ke tahun-tahun

sesudah itu. Prinsip reprofiling yang disepakati adalah

mempertahankan net present value obligasi yang di-reprofile jatuh

waktunya. Dengan prinsip ini Pemerintah dapat menggeser jatuh

waktu obligasinya sehingga tidak terkonsentrasi di tahun-tahun

tertentu tanpa merugikan bank.

Langkah penting kedua untuk mengurangi beban pembayaran hutang

adalah dengan menegosiasikan utang Pemerintah dengan Bank

Indonesia, juga dengan prinsip win-win solution yang meringankan

beban anggaran negara tetapi sekaligus tetap menjaga kesehatan

keuangan Bank Indonesia. Pada bulan Agustus 2003 disepakati pola

restrukturisasi Rp 144,5 triliun utang BLBI Pemerintah kepada Bank

Indonesia yang memenuhi prinsip tersebut. Pokok-pokok

restrukturisasi ini adalah sebagai berikut. Jatuh waktu utang ini

digeser 30 tahun dan dibebani bunga minimal (0,1%) sehingga

mengurangi beban pembayaran pokok pada tahun-tahun rawan dan

meringankan beban pembayaran bunganya bagi APBN.

Hasilnya Reprofiling obligasi rekap dan retrukturisasi hutang BLBI

sangat mengurangi risiko gagal bayar (default risk) Pemerintah di

tahun-tahun mendatang dan nampaknya telah dapat mengurangi

kekhawatiran pasar mengenai keuangan negara kita, seperti

Page 50: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

49

tercermin pada terus menurunnya premi risiko Indonesia dan makin

meningkatnya peringkat kredit negeri ini. Kepercayaan para pelaku

ekonomi terhadap Indonesia terlihat berangsur-angsur pulih dan ini

telah memberikan dampak yang sangat positif pada kestabilan makro.

Dalam dua tahun terakhir ini kurs Rupiah menguat dan makin stabil,

inflasi dan suku bunga menurun secara berarti, harga saham

menguat dan produksi nasional mulai menunjukkan tanda-tanda

peningkatan

III. Langkah Selanjutnya

Reformasi Fiskal Yang Lebih Mengakar. Untuk memelihara

momentum ini perlu langkah-langkah yang lebih mengakar. Salah satu

cara agar proses konsolidasi itu berlanjut adalah dengan melembagakan

unsur-unsur pendukung utamanya, sehingga seandainya terjadi

pergantian personil dalam pemerintahan proses itu diharapkan tetap

berjalan. Dalam kaitannya dengan keuangan negara ada tiga bidang yang

diprioritaskan untuk direformasi dan proses reformasi itu sejauh mungkin

“dilembagakan” agar konsolidasi fiskal berlanjut. Ketiga bidang itu adalah

pilar utama dari setiap kebijakan fikal, yaitu bidang perpajakan,

kepabeanan dan anggaran.

1. Reformasi Perpajakan. Reformasi dan modernisasi administrasi

perpajakan sudah mulai dilaksanakan sejak pertengahan 2002 dan

bidang kepabeanan dimulai sejak awal 2003.

2. Reformasi Kepabeanan. Di bidang kepabeanan fokus utama adalah

pada penyederhanaan prosedur impor dan ekspor untuk mengurangi

biaya usaha dan menekan penyelundupan.

3. Reformasi Anggaran dan Reorganisasi Depertemen Keuangan. Arah

pembaharuan di bidang anggaran ditentukan oleh ketentuan-

ketentuan pokok yang tercantum dalam UU Keuangan Negara yang

baru (UU No: 17/2003) (

Page 51: Kelompok 5_Kebijakan Fiskal

50

III. DAFTAR PUSTAKA

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/kebijakan_fiskal_moneter/bab2-

kebijakan_fiskal.pdf

http://fe.petra.ac.id/files/files/EK4219_bab_8_kebijakan_fiskal.pdf

http://yantiruby.blogspot.com/2013/05/kebijakan-fiskal.html diakses pada

tanggal 20 Mei 2014

http://www.organisasi.org/1970/01/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-

kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya.html diakses pada

tanggal 20 Mei 2014

http://pupungph.wordpress.com/2012/10/10/hello-world/ diakses pada tanggal

20 Mei 2014

http://en.wikipedia.org/wiki/Demand-pull_inflation

Boediono, Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi: 'Kebijakan

Fiskal: Sekarang dan Selanjutnya?'.43-55 pp, Subiyantoro dan S.

Riphat (Eds.). 2004. Penerbit Buku Kompas, Jakarta

Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2013

Muhammad, Ma’rie. Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi :

‘Kebijakan fiscal di Masa Krisis 1997’. 2003. Penerbit Buku

Kompas, Jakarta

Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014

N. Gregory Mankiw Macroeconomics, 7th edition 2009