kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam berbasis...

27
Project Working Paper Series No. 05 Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelola Pemerintahan Desa Penulis: Leti Sundawati Soni Trison Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan-IPB Bekerjasama dengan Kemitraan bagi Pembangunan Tata Pemerintahan di Indonesia

Upload: lamlien

Post on 19-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Project Working Paper Series No. 05

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraanuntuk Pembaruan Tata-kelola Pemerintahan Desa

Penulis:

Leti Sundawati

Soni Trison

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan-IPB

Bekerjasama dengan

Kemitraan bagi Pembangunan Tata Pemerintahan di Indonesia

Page 2: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

2

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untukPembaruan Tata-kelola Pemerintahan Desa

Penulis:

Leti Sundawati

Soni Trison

Layout dan Design Sampul :

Dyah Ita M. dan Husain As’adi

Diterbitkan pertama kali, Juli 2006

Oleh

Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan-LPPM IPB

Bekerjasama dengan

Kemitraan bagi Pembangunan Tata Pemerintahan di Indonesia-UNDP

Kampus IPB Baranangsiang

Gedung Utama, Bagian Selatan, Lt. Dasar

Jl. Raya Pajajaran Bogor 16151

Telp. 62-251-328105/345724

Fax. 62-251-344113

Email. [email protected]

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

ISBN: 979-8637-34-6

Page 3: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

3

KATA PENGANTAR

Kebijakan otonomi daerah yang dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagaimanatertuang pada Undang Undang (UU) no. 22/1999 dan revisinya pada UU no.32/2004 menjadi salah satu landasan perubahan sistem tata-kelola pemerintahan(governance system) yang penting dalam sejarah pembangunan politik danadministrasi pengelolaan wilayah secara nasional di Indonesia. Hal tersebut jugamenimbulkan adanya perubahan sikap masyarakat dan berbagai kalangan yangmenaruh perhatian pada pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia, dimanamereka berharap otonomi daerah dapat membangun dan merubah paradigmapengelolaan sumberdaya alam sehingga pemanfaatan sumberdaya alam benar-benar dapat mensejahterakan seluruh rakyat.

Namun potret pengelolaan sumberdaya alam selama 3 tahun terakhirmenunjukkan kenyataan bahwa telah banyak inisiatif yang dilakukan olehpemerintah daerah dalam menindaklanjuti otonomi daerah dengan membuatPeraturan Daerah (Perda) di daerahnya masing-masing. Terdapat beberapakelemahan yang dapat dicatat dan pelaksanaan otonomi daerah diantaranyaadalah masih minimnya pemahaman terhadap kepentingan seluruh komponenbangsa Indonesia atas sumberdaya alam dan prinsip-prinsip pengelolaansumberdaya alam yang berkelanjutan.

Working paper ini merupakan bagian dari “Studi Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan” yang mencoba mengkajikonsep dan pengalaman empirik pengelolaan sumberdaya alam pada ranahpedesaan di lima propinsi contoh yaitu Aceh, Sumatra Barat, Jawa Barat, Balidan Papua. Akhir kata semoga working paper ini memberikan masukan daninformasi yang bermanfaat mengenai pelaksanaan otonomi desa khususnya atauOTDA dan bagi semua pihak pada umumnya.

Bogor, Juli 2006

Penulis

Page 4: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

4

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar………………………………………………………….................

iii

Daftar Isi……………………………………………………………………………….

iv

1. Pendahuluan ................................................................................ .. 1

2. Perubahan Paradigma Pengelolaan SumberdayaAlam................................................................................................

3

3. Tinjauan Teoritis Pengelolaan Sumberdaya Alam BerbasisKemitraan.................................................................................. ....

12

4. Praktek Pengelolaan Sumberdaya Alam Di Pedesaan ................... 16

5. Penutup ............................................................................................ 22

Daftar Pustaka ...................................................................................... 23

Page 5: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

5

1 PENDAHULUAN

Kebijakan otonomi daerah yang dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagaimanatertuang pada Undang Undang (UU) no. 22/1999 dan revisinya pada UU no.32/2004 menjadi salah satu landasan perubahan sistem tata-kelola pemerintahan(governance system) yang penting dalam sejarah pembangunan politik danadministrasi pengelolaan wilayah secara nasional di Indonesia. Hal tersebut jugamenimbulkan adanya perubahan sikap masyarakat dan berbagai kalangan yangmenaruh perhatian pada pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia, dimanamereka berharap otonomi daerah dapat membangun dan merubah paradigmapengelolaan sumberdaya alam sehingga pemanfaatan sumberdaya alam benar-benar dapat mensejahterakan seluruh rakyat.

Dalam konsepnya, otonomi daerah (sesuai UU 22/1999 dan penyempurnaannyapada UU 32/2004) secara eksplisit ataupun implisit hendak mengedepankancita-cita penegakan prinsip-prinsip demokrasi (kesetaraan, kesejajaran, etika-egalitarianisme), keunggulan lokal, keberagaman, prinsip bottom-up, desentralismeadministratif yang elegan dan berwibawa di tingkat lokal serta berkemampuanmengatasi persoalan riil di lapangan, penghargaan pada prakarsa serta hak-hakpolitik masyarakat lokal, kemandirian dan kedaulatan sistem sosial-ekonomilokal serta pembebasan dari segala bentuk ketergantungan sosial-politik padasemua pihak. Transparansi tata-pemerintahan, akuntabilitas publik danpengelolaan sumberdaya alam juga menjadi salah satu maksud diundangkannyaUU tersebut. Konsep otonomi daerah juga memberikan platform bagi sistemadministrasi pembangunan yang memungkinkan setiap stakeholdermengaktualisasikan cita-cita pencapaian derajat keadilan dan kesejahteraansosial-ekonomi yang lebih baik (better and sustainable socio-economic standard of living),serta kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan (sustainablenatural resources and environment) secara aspiratif.

Potret pengelolaan sumberdaya alam selama 3 tahun terakhir menunjukkankenyataan bahwa telah banyak inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah daerahdalam menindaklanjuti otonomi daerah dengan membuat Peraturan Daerah(Perda) di daerahnya masing-masing. Namun inisiatif tersebut nampaknya belummerata ke seluruh daerah. Terdapat beberapa kelemahan yang dapat dicatat danpelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah masih minimnya pemahamanterhadap kepentingan seluruh komponen bangsa Indonesia atas sumberdayaalam dan prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan.

Selama lebih dari 30 tahun, kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dilakukandengan pola yang sentralistik dan cenderung eksploitatif, sehingga menimbulkan

Page 6: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

6

berbagai ketidakadilan di tengah masyarakat. Semangat otonomi daerah yangmuncul sejak 1999 membawa visi baru untuk mengubah pola-pola tersebut, danberusaha menata kembali pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam yangada. Arah pengelolaan yang hendak dicapai melalui visi baru tersebut sangatrelevan untuk dikaji mengingat semakin menipisnya sumberdaya alam diIndonesia. Sejauh mana desa atau yang disebut dengan nama lain sebagaikesatuan masyarakat hukum terkecil melakukan pengelolaan sumberdaya alam,perlu mendapat perhatian dalam kerangka pembaruan tata-kelola pemerintahandesa sesuai dengan semangat otonomi.

Working paper ini merupakan bagian dari “Studi Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan” yang mencoba mengkajikonsep dan pengalaman empirik pengelolaan sumberdaya alam pada ranahpedesaan di lima propinsi contoh yaitu Aceh, Sumatra Barat, Jawa Barat, Balidan Papua.

2 PERUBAHAN PARADIGMA PENGELOLAANSUMBERDAYA ALAM

Sejak Deklarasi Stockholm 1972, prinsip-prinsip umum dalam pembangunanberkelanjutan tentang sistem pengaturan sumberdaya alam mengalamiperkembangan yang cepat. Prinsip-prinsip tersebut semakin berkembang dandiperluas dalam Deklarasi Rio 1992, sehingga kemudian mencapai puncaknyapada Deklarasi Johannesburg pada tahun 2002 yang mengarah padapembentukan kaidah hukum baru meliputi:

a) Kewajiban yang dimuat dalam Prinsip 21 Deklarasi Stockholm dan prinsip 2Deklarasi Rio yang mengatur hak berdaulat negara atas sumberdaya alamdan tanggungjawab negara untuk mencegah dampak lingkungan yangbersifat lintas batas batas negara;

b) Prinsip melakukan tindakan pencegahan;c) Prinsip bertetangga yang baik dan kewajiban melakukan kerjasama

internasional;d) Prinsip pembangunan berkelanjutan;e) Prinsip kehati-hatian;f) Prinsip pencemar membayar; dang) Prinsip kebersamaan dengan tanggungjawab yang berbeda.

Dalam program pembangunan Indonesia, masalah pengelolaan lingkungan dansumberdaya alam merupakan masalah mendasar dalam pembangunan nasional.Secara konstitusional ditetapkan bahwa penguasaan sumberdaya alam digunakansebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, walaupun secara faktual

Page 7: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

7

pembangunan yang dilakukan selama lebih dari tigapuluh tahun, belum disertaidengan perangkat hukum yang menjamin tercapainya tujuan tersebut, yaitupembangunan sosial dan perlindungan lingkungan dengan pendekatan yangbersifat holistik.

Adanya perubahan batang tubuh UUD 1945 melalui proses perubahan I, II, IIIdan IV memberi mandat tersendiri dalam hal pengaturan pengelolaansumberdaya alam. Mandat ini antara lain muncul dari pergeseran tatapemerintahan negara Indonesia ke arah yang berimplikasi pada timbulnyakewenangan pemerintah daerah untuk mengatur pengelolaan dan pemanfaatansumberdaya alam yang tersedia di daerahnya. Adapun pemanfaatan sumberdayaalam dalam konteks otonomi daerah tersebut harus dilaksanakan secara adil danselaras antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, seperti dinyatakandalam Pasal 18 A. Berkaitan dengan hak asasi manusia dalam pengelolaansumberdaya alam, secara khusus UUD 1945 dan perubahan I, II, III dan IVmemberikan mandat khusus dalam Pasal 28 H bahwasanya setiap orang berhakhidup sejahtera lahir dan batin, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baikdan sehat. Selain itu, dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam sebagaikekayaan alam yang terkandung di dalam dan dimiliki oleh negara kita,pengaturan yang dibentuk seyogyanya juga harus menunjang peningkatan tarafekonomi rakyat yang ditujukan bagi pengembangan perekonomian nasional yangdiselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkandalam Pasal 33 ayat (3).

Paradigma baru pengelolaan sumberdaya alam tersebut telah pula mendorongterbentuknya kebijakan makro pemerintah Indonesia dalam bentuk TAP MPRNo: IX/2001 tentang pembaharuan dan pengelolaan sumberdaya alam. Gagasandan prinsip-prinsip hukum pengelolaan sumberdaya alam yang terbentuk dalamkeputusan Majelis ini merupakan salah satu bentuk refleksi tuntutan baru sistemhukum sumberdaya alam Indonesia di bawah konsep pembangunanberkelanjutan.

Arah kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dalam TAP MPR No. IX/2001ini dinyatakan sebagai berikut:

a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dalamrangka sinkronisasi kebijakan antar sektor.

b. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumberdaya alam melaluiidentifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alamsebagai potensi pembangunan nasional.

c. Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenaipotensi sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya

Page 8: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

8

tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungantermasuk teknologi tradisional.

d. Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumberdaya alamdan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produksumberdaya alam tersebut.

e. Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumberdaya alam yang timbulselama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masamendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum.

f. Mengupayakan pemulihan ekosistem yang telah rusak akibat eksploitasisumberdaya alam secara berlebihan.

g. Menyusun strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang didasarkan padaoptimalisasi manfaat dengan memperhatikan potensi, kontribusi,kepentingan masyarakat dan kondisi daerah maupun nasional.

TAP MPR NO. IX/MPR/2001 secara khusus memberikan mandat kepadaDPR bersama Presiden untuk mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruanpengelolaan sumberdaya alam serta mencabut, mengubah dan/atau menggantisemua peraturan yang ada di bawahnya. Berikut ini adalah peraturan perundang-undangan pengelolaan sumberdaya alam di bidang konservasi dalam konteksotonomi daerah.

1. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumberdaya AlamHayati dan Ekosistemnya.

2. Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan3. Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.4. Undang-undang No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan Ikan dan

Tumbuhan.5. Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations

Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsaMengenai Keaneka-ragaman Hayati).

6. Undang-undang No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United NationsFramework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka KerjaPerserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim).

7. Undang-undang No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian.8. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pokok-pokok Pengelolaan

Lingkungan Hidup.9. UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.10. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1963 tentang Penyerahan

Pengusahaan Hutan-hutan tertentu kepada Perusahaan Negara11. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1973 tentang Penyelenggaraan

Transmigrasi.12. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan.

Page 9: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

9

13. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru.Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan PariwisataAlam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya danTaman Wisata Alam.

14. Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1996 tentang PenyelenggaraanKepariwisataan.

15. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alamdan Kawasan Pelestarian Alam.

Penyelenggaraan otonomi daerah umumnya disambut positif dan didukungbanyak pihak. Disamping merupakan amanat konstitusi, otonomi daerahdirasakan sebagai kebutuhan yang semakin mendesak dan menjadi jalan keluarbagi tantangan yang akan sulit diatasi jika penyelenggaraan kehidupanbernegara tetap dalam sistem yang sentralistik. Terdapat tiga manfaat yangumumnya diharapkan dari penyelenggaraan otonomi daerah melaluidesentralisasi : pertama, prakarsa dan kreativitas daerah dapat lebih berkembangsehingga masalah dan tantangan yang muncul di daerah dapat lebih mudah dancepat diatasi; kedua, beban persoalan dapat lebih dibagi antara pemerintah pusatdan daerah sehingga memungkinkan kesempatan yang lebih luas bagi pusatuntuk memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang bersifat strategis;ketiga, membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat di tingkatlokal dan daerah sehingga mampu meningkatkan rasa keadilan dan tanggungjawab dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.

Banyak pihak berharap pelaksanaan otonomi daerah akan membawa perubahan-perubahan mendasar, sehingga kebijakan dan kinerja pengelolaan sumberdayaalam dapat diperbaiki. Namun pelaksanaan otonomi daerah tidak seperti yangdiharapkan, sehingga banyak pihak yang lalu memandang otonomi daerahsebagai pemberi dampak buruk terhadap pengelolaan sumberdaya alam diIndonesia. Hal tersebut menurut Kartodiharjo dan Jhamtani (2006) disebabkanoleh tiga hal yaitu (1) adanya pertentangan kebijakan pusat dan daerah yang salahsatunya sebagai akibat tidak dilakukannya sinkronisasi UU sektor dengan UUotonomi daerah, (2) persepsi mengenai otonomi daerah yang beragam, dimanapersepsi lembaga-lembaga pemerintah tidak cukup tepat memaknai pelaksanaanotonomi daerah, dan di sisi lain masyarakat tidak percaya terhadap apa yangdilakukan pemerintah, dan (3) kelemahan fungsi pemerintahan daerah terutamakelemahan dalam perumusan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam. Akibatdari otonomi daerah terhadap pengelolaan sumberdaya alam dikemukakan olehNababan (2002) yang memandang bahwa otonomi daerah sebagai pendorongpengrusakan sumberdaya alam yang semakin meningkat serta pengrusakansendi-sendi masyarakat adat yang umumnya berakar di wilayah pedesaan (lihatBox 1).

Page 10: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

10

UU No. 32/2004 tentang pemerintah daerah dibentuk untuk mendukung danmenunjang penyelenggaraan otonomi daerah yang bertanggung jawab danberpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi. Berkaitan dengan pengelolaansumberdaya alam dalam konteks otonomi daerah, dalam Pasal 10 UU inidinyatakan bahwa pemerintah daerah berwenang untuk mengatur pengelolaandan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia di daerahnya. Adapun upayapemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya tersebut kiranya harus dilaksanakandengan tetap memelihara kelestarian lingkungan hidup secara bertanggung jawabdan disesuaikan dengan potensi dan kenekaragaman daerah. Hal ini menjadimandat tersendiri bagi pemerintah daerah untuk mampu membentuk peraturanperundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan dan pemanfaatansumberdaya alam yang ada di daerahnya dengan berorientasi pada potensi dankemampuan daerah setempat. Namun mandat tersebut seringkali kurangdiimplementasikan, sehingga Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten yangmerupakan turunan dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah umumnyatidak menyebutkan secara eksplisit kewenangan desa dalam pengaturansumberdaya alam. Padahal PP No. 72/2005 menyebutkan secara jelasmenyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota berhak melakukan identifikasi,pembahasan dan penetapan jenis-jenis kewenangan yang diserahkanpengaturannya kepada desa, seperti kewenangan dibidang pertanian,pertambangan, dan energi, kehutanan dan perkebunan, perindustrian danperdagangan, perkoperasian, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan dankebudayaan, sosial, pekerjaan umum, perhubungan dan lingkungan hidup,perikanan, politik dalam negeri dan administrasi publik, otonomi desa,perimbangan keuangan, tugas pembantuan, pariwisata, pertanahan,kependudukan, kesatuan bangsa dan perlindungan.

Page 11: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

11

Perda tentang Pemerintahan Desa umumnya hanya menurunkan ataumengulang kembali UU dan PP yang ada di atasnya tanpa ada warna lokalitasmaupun penurunan kewenangan yang lebih rinci di dalamnya. Hal tersebutmisalnya terjadi di Jawa Barat dan Bali yang desanya merupakan tipikal desapemerintah.

Namun demikian pada era otonomi daerah ini, terdapat pula beberapa daerahkabupaten yang mencoba memperkuat desa dengan memberikan berbagaikewenangan selain dari urusan pemerintahan. Sebagai contoh Kabupaten Solokdi Sumatera Barat membuat Perda No. 4/2002 dan diperbaharui dengan PerdaNo. 8/2004 tentang Pemerintahan Nagari. Perda tersebut dikenal di KabupatenSolok sebagai Perda tentang pelimpahan 105 kewenangan ke tingkat desayangmana di propinsi Sumatera Barat disebut Nagari. Menurut PP 72/2005 desaatau yang disebut dengan nama lain (yaitu: Nagari di Propinsi Sumatera Barat)

Box 1:Otonomi Daerah:

Pemberlanjutan Pengrusakan Alam yang Semakin Meningkat

UU 22/1999 dan UU 25/1999 ini hanya mengatur sistem pemerintahan (government system), bukansystem pengurusan (governance system). Ini berarti bahwa kedua UU ini baru mengatur hubunganantara pemerintah pusat dan daerah, belum menyentuh pada persoalan mendasar tentang hubunganrakyat dengan pemerintah yang selama Orde Baru justru merupakan akar dari segala persoalan yangdihadapi masyarakat adat, yaitu tidak adanya kejelasan dan ketegasan batas sampai di manapemerintah boleh (punya hak) mengatur dan mengintervensi kedaulatan masyarakat adat. Yangmuncul sebagai akibat dari ketidak-tegasan dan ketidak-jelasan ini adalah tumbuh-suburnyaperilaku politik pengurasan di kalangan elit politik, khususnya para bupati yang mendapatkanpenambahan wewenang yang cukup besar. Para bupati berlomba-lomba mengeluarkan PERDAuntuk menarik pendapatan asli daerah (PAD) sebanyak-banyaknya dari berbagai macam sumberseperti bermacam pungutan, retribusi, pemberian ijin HPHH skala kecil, IPK dan sebagainya.Akibatnya beban pengeluaran rakyat ke pemerintah semakin meningkat, yang nampaknya juga tidakdiimbangi dengan meningkatnya kualitas pelayanan birokrasi kepada rakyat yang telah membayarpajak dan non-pajak lebih besar.

Hal menarik dan penting dicatat dari perjalanan otonomi daerah selama setahun terakhir ini adalahbahwa bertambahnya kekuasaan/wewenang di tangan para Bupati dan DPRD bukan berarti dengansendirinya mengurangi kekuasaan/wewenang pemerintah pusat di daerah atas sumberdaya alam.Pada kenyataannya peraturan per-UU-an sektoral masih tetap kokoh dan berjalan seperti biasanya.Misalnya pencabutan ijin HPH, HPHTI, perkebunan besar, kuasa pertambangan masih tetap beradadi tangan departemen sektoral. Dari sini bisa dipastikan otonomi daerah telah menyebabkanpenambahan jumlah dan jenis kegiatan eksploitasi sumberdaya alam, belum lagi terhitung ekploitasiharam (tidak pakai ijin dari pemerintah pusat atau daerah) yang sama sekali di luar kapasitaspemerintah untuk mengontrol. Kalau kecenderungan ini tidak segera dihentikan (atau paling tidakdikendalikan) maka otonomi daerah tidak pernah jadi solusi, bahkan akan meningkatkan lajupengrusakan diri masyarakat adat itu sendiri beserta habitatnya.

Sumber: Nababan, A. 2002. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasiskan Masyarakat Adat:Tantangan dan Peluang dalam Kumpulan Makalah Pelatihan Pengelolaan LingkunganHidup Daerah. PPLH-IPB.

Page 12: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

12

merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah danberwenang mangatur dan mengurus masyarakatnya. Perda No. 4/2002 danrevisinya No. 8/2004 yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Solokmemberikan otonomi yang cukup besar kepada Nagari untuk mengurus wilayahdan masyarakatnya termasuk sumberdaya alam yang ada di wilayahnya. Perdayang memberi banyak kewenangan pada Nagari ini disambut baik dan menjadipendorong pembangunan terutama oleh Nagari-Nagari yang telah memilikiSDM aparat maupun masyarakat memadai serta memiliki sumber pendapatanasli daerah yang cukup besar. Salah satu Nagari terbaik di Kabupaten Solokadalah Nagari Paninggahan yangmana aparat Nagari-nya umumnyaberpendidikan sarjana. Nagari ini juga memiliki sumberdaya alam yang cukup(wilayahnya cukup luas serta terletak di tepi Danau Singkarak) dengan akses yangtelah baik ke ibukota kabupaten. Bagi Nagari yang SDM-nya lemah denganakses yang sulit karena pembangunan sarana jalan di masa lalu sampai sekarangbelum diprioritaskan, maka kewenangan yang besar ini menjadi beban yangcukup besar, apalagi berbagai kewenangan tersebut banyak yang tidak disertaidengan dukungan dana pelaksanaan.

Semangat perubahan telah pula mewarnai Peraturan Daerah atau Qanun diProvinsi NAD. Qanun Kabupaten Aceh Besar No. 08/2004 tentangPemerintahan Gampong, Bab II Pasal 4 ayat b menyebutkan bahwa: Gampongmempunyai fungsi pembangunan, baik pembangunan fisik dan pelestarianlingkungan hidup maupun pembangunan mental spiritual. Gampong adalah‘desa’ sebagaimana disebutkan dalam PP 72/2005. Namun kondisi provinsiNAD yang belum kondusif baik karena kondisi sosial politik maupun karenaterjadinya bencana tsunami baru-baru ini, menyebabkan Qanun tersebut baruberupa peraturan tertulis dan belum sampai pada tataran pelaksanaan yang nyatadi lapangan. Namun demikian, dengan mencatumkan secara eksplisit fungsiGampong sebagai pelestari lingkungan hidup maka semoga di masa yang akandatang Gampong di propinsi NAD dapat menjadi ujung tombak pengelolaansumberadaya alam dan lingkungan di provinsi tersebut.

3 DESA SEBAGAI WILAYAH PENGELOLAANSUMBERDAYA ALAM

Sampai saat ini perubahan paradigma pengelolaan sumberdaya alam melaluiotonomi daerah belum dirasakan atau terefleksikan sampai pada ranah desa yangnotabene merupakan tataran pelaksana pemerintahan terendah. Desa atau yangdisebut dengan nama lain (misalnya: Nagari di Sumbar dan Gampong di NAD)menurut PP No. 72/2005 memiliki kewenangan yang mencakup: urusan

Page 13: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

13

pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa, urusanpemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkanpengaturannya kepada desa, tugas pembantuan dari Pemerintah, PemerintahProvinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan urusan pemerintahan lainnyayang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.

Kondisi masyarakat Indonesia yang lebih dekat dengan lingkungan alamnyatelah mengakibatkan keberadaan pengelolaan lingkungan khususnya sumberdayaalam di Indonesia mempunyai peranan yang khas dan cukup penting dalammenjalankan roda kehidupan. Mengingat peranan penting tersebut perananteknologi dan ilmu pengetahuan untuk mengelola sumberdaya alam tersebutmenjadi sangat penting diketahui oleh masyarakat Indonesia.

Dengan demikian pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan melaluipembangunan mempunyai andil yang cukup besar dalam menggerakkan rodaperekonomian. Dalam menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi makapengelolaan sumberdaya alam perlu dilakukan dengan cermat denganmempertimbangkan faktor ekologis dalam rangka mengurangi akibat yang akanmerugikan.

Jumlah sumberdaya alam yang semakin menyusut, menjadikannya sebagaibaranglangka dan menjadi sumber pendapatan daerah yang penting, oleh karenaitu harus dikelola oleh yang berkompeten. Desa yang SDM aparatnya umumnyarendah, karena memang tidak pernah atau jarang mendapat pembinaan, dengandemikian dianggap tidak akan berkompeten dalam mengelola sumberdaya alamyang ada di wilayahnya. Apalagi apabila sumberdaya alam tersebut dianggapsangat penting sehingga perlu pengaturan dari tingkat pusat, maka desa tempatdimana sumberdaya alam tersebut notabene berada, seringkali terpinggirkan dantidak mendapat manfaat dari sumberdaya alam yang berlimpah di wilayahnya.

Page 14: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

14

Safitri (2005) menyatakan bahwa pada umumnya rakyat atau masyarakat desapada dasarnya menginginkan ranah yang lebih luas untuk mengaktualisasikanhak-haknya pada sumberdaya alam. Hak pada kawasan menjadi wadah untukmengelola, memanfaatkan sekaligus melestarikan sumberdaya alam.Ketidakjelasan dan tumpang tindih batas wilayah kelola menimbulkan konflik,keterbatasan akses dan ketidakleluasan masyarakat membuat danmengambangkan aturan lokal. Lebih lanjut Safitri (2005) menjelaskan adanya

lima persoalan batas wilayah pengelolaan yang muncul dari hasil konsultasipublik Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Sumberdaya Alam (lihatBox 2).

Sebagaimana disebutkan pada Box 2, batas wilayah administratif desa seringkalimenjadi masalah setelah adanya otonomi daerah berkaitan dengan kawasanpengelolaan sumberdaya. Dengan adanya otonomi daerah tersebut terjadi

Box 2:Masalah Batas Wilayah Pengelolaan SDA

Hasil konsultasi publik dalam rangka perumusan RUU-PSDA telah mengidentifikasi lima persoalanbatas wilayah pengelolaan:

1. Batas kawasan kelola masyarakat adat/lokal dengan kawasan hutan Negara. Di regionSumatera, Kalimantan, dan Papua persoalan ini terlihat cukup dominant.

2. Batas antara kawasan konservasi dengan kawasan budidaya atau kelola rakyat. Kawasan-kawasan konservasi, seperti cagar alam, taman nasional, dan hutan lindung, menurut peraturanperundang-undangan yang berlaku adalah kawasan yang hanya memberikan akses terbataskepada rakyat untuk memanfaatkannya. Persoalan muncul ketika penetapan kawasankonservasi itu tidak melibatkan rakyat sekitarnya. Demikian pula ketika pemerintah secarasepihak mengubah fungsi suatu kawasan menjadi kawasan konservasi, meningkatkan statuskawasan konservasi, atau memperluas kawasan konservasi sehingga mengenai wilayah kelolarakyat. Meskipun bertujuan untuk melindungi dan melestarikan sumberdaya alam, kebijakan-kebijakanberkaitan dengan penetapan kawasan konservasi berpotensi mengancamkeberlanjutan kehidupan rakyat di sekitar kawasan karena banyak yang belum diimbangidengan perencanaan yang komprehensif tentang nasib rakyat di kawasan tersebut.

3. Batas wilayah administratif antar desa/kampung. Terutama di masa otonomi daerah ketikabanyak perubahan pada desa, baik melalui pemekaran maupun penyatuan desa, persoalan-persoalan batas wilayah ini banyak muncul di beberapa tempat. Meskipun demikian, belumbanyak upaya penyelesaian yang dilakukan pemerintah.

4. Batas wilayah tangkapan nelayan lokal dan batas kewenangan pemerintah pusat dan daerah dilaut. Inilah hal yang dipandang para pihak dalam konsultasi publik ini sebagai persoalan yangbelum tuntas diselesaikan.

5. Terbatasnya akses nelayan pada pantai karena pengaplingan wilayah pesisir dan laut olehbadan usaha pariwisata dan budidaya mutiara.

Sumber: Safitri, M. 2005. Penguasaan dan Konflik Sumberdaua Alam dalam Kartodiharjo, dkk. 2005.Dibawah Satu Payung Pengelolaan Sumber Daya Alam. Suara Bebas. Jakarta.

Page 15: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

15

perubahan batas-batas administratif baik karena pemecahan suatu desa maupunpenggabungan desa/kampung menjadi suatu desa baru. Pembentukan Nagari diProvinsi Sumatera Barat yangmana batas administratifnya ditentukan oleh batassosiologis yaitu wilayah dengan kesamaan adat atau diistilahkan sebagai adatselingkar Nagari. Sedangkan kawasan kelola Nagari umumnya merupakanwilayah-wilayah yang menurut suku atau kaum di Nagari tersebut merupakantanah ulayat mereka.

Perubahan dari bentuk pemerintahan desa ke pemerintahan Nagari di SumateraBarat ini tidak jarang menimbulkan konflik batas wilayah karena batas sosioligisseringkali tidak tercatat dan hanya mengandalkan kepada ingatan penduduk yanglebih tua atau dituakan. Batas-batas tanah ulayat pada masa dahulu jugaterbentuk oleh konsesus-konsensus tidak tertulis antar berbagai keluarga ataukaum. Permasalahan agraria memang merupakan permasalahan yang cukuprumit di propinsi Sumatera Barat. Pada satu sisi banyak pihak menganggappermasalahan agraria di propinsi Sumatera Barat menghambat pembangunanterutama menghambat masuknya investor karena ketidakjelasan hak pemilikanlahan menurut hukum negara. Pada sisi lain, adanya tanah-tanah ulayatmemungkinkan masyarakat memiliki wilayah kelola dengan ranah yang lebihluas.

Gambar 1: Wilayah Nagari Paningggahan di Kabupaten Solok, SumateraBarat yang meliputi kawasan hutan dan perbukitan (kiri)serta danau Singakarak (kanan)

Page 16: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

16

4 TINJAUAN TEORITIS PENGELOLAANSUMBERDAYA ALAM BERBASIS KEMITRAAN

Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagaiusaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Salah satu cara dalammembangun perekonomian negara adalah pengelolaan sumberdaya alam,dimana salah satu instrumen untuk mewujudkan asas kebersamaan dan asaskekeluargaan dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah kemitraan. Kemitraanadalah hubungan antar pelaku yang didasarkan pada ikatan kerjasama yang salingmenguntungkan dalam hubungan kerja sinergis. Setiap pelaku kemitraanmemiliki potensi, kemampuan dan keunggulan tersendiri, meskipun ukuran,jenis, sifat dan tempat yang dimitrakan setiap pelaku berbeda-berbeda.

Kemitraan merupakan upaya bersama untuk memperkuat kemampuan untukmembangun guna terbangunnya kemandirian. Syarat bagi kesuksesan kemitraanadalah adanya imbalan yang saling menguntungkan dari kedua belah pihak.Perkembangan pola kemitraan ini muncul sebagai sebuah respon atas tuntutankebutuhan akan manajemen pengelolaan sumberdaya alam yang baru, yangmenuntut lebih demokratis, yang lebih mengakui perluasan akses manusia dalammengelola berbagai sumberdaya yang merupakan pilihan-pilihan.

Pengelolaan bersama merupakan suatu pendekatan yang menyatukan sistem-sistem pengelolaan pada tingkat lokal dan Negara. Berbagai bentuk pengelolaanbersama dapat merupakan representasi dari berbagai tingkat partisipasi, masing-masing menyiratkan tingkatan kekuatan yang dimiliki pemerintah, masyarakatatau pihak terkait lainnya. Dalam merumuskan sebuah konsep pengelolaanbersama, ada banyak alasan yang dapat diberikan mengapa harus menyertakanmasyarakat karena memungkinkan: (1) merumuskan persoalan bersama denganlebih efektif, (2) mendapatkan informasi dan pemahaman di luar factor ilmiah,(3) merumuskan alternatif penyelesaian masalah yang dapat diterima, danmempertimbangkan kepentingan semua pihak (4) membentuk perasaanmemiliki terhadap rencana dan penyelesaian, sehingga memudahkan penerapan(5) merumuskan persoalan dengan lebih efektif.

Didalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, pola kemitraan dikenal denganskema “joint management” atau “collaborative (co)-management”. Kemitraan biasanyadidefinisikan sebagai berbagi tanggung jawab atau kewenangan

Pendekatan partisipatif memerlukan waktu yang lama terutama pada tahap-tahapawal perencanaan dan analisis, didalam proses selanjutnya pendekatan ini akanmengurangi atau menghindari adanya pertentangan.

Page 17: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

17

UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah telahmembawa perkembangan baru dalam proses pembentukan hukum di daerahdilihat dari konsep pembangunan. Pada tahap ini proses pengambilan keputusandalam setiap pelaksanaan pembangunan didasarkan pada pendekatan berbasismasyarakat (community-based development approach). Bertalian dengan makinmenguatnya posisi daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam diperlukanadanya pengembangan kapasitas lembaga di daerah. Agar pengaruh yang makinkuat ini berjalan efektif, maka perlu pengembangan institusi yang mempunyai:

a. kemampuan untuk melakukan koordinasi lintas sektorb. unit lembaga yang mempunyai peran koordinasi yang efektif;c. kewenangan mengatur dan mengambil keputusan dalam sistem pemberian

izin kegiatan;d. kemampuan menginternalisasikan budaya partisipasi dan kinerja yang baik;e. kepemimpinan yang tidak berpihak dan memahami konsep pembangunan

berkelanjutan’ danf. kemampuan menumbuhkan pembentukan dana lingkungan.

Pengembangan institusi yang mampu mendorong perubahan konsep budayapartisipasi masyarakat yang konstruktif, koodinasi lintas sektor yang produktif,desentralisasi keputusan yang acceptable dan efektif, pendekatan hukum lintassumberdaya yang memperhatikan daya dukung lingkungan, dan terbuka padapertimbangan ilmu dan teknologi secara positif.

Menurut Suporaharjo (2005), dalam kerangka pertimbangan pengelolaansumberdaya secara terpadu berwawasan kebersamaan, beberapa hal berkut inidapat menjadi bahan pertimbangan :

1. Kerjasama Antar Pihak: Pengambilan keputusan hukum dan kerjasamapengelolaan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di masamendatang makin diperlukan, meskipun perilaku lama dari birokrat maupunmasyarakat itu sendiri tidaklah secepatnya berubah. Sikap ini hanya dapatdigantikan dengan sikap positif yaitu dengan menghindari sebanyak mungkinsikap skeptis dan curiga terhadap pihak lain, kemudian menilainya dengansikap kritis dan keterbukaan. Sikap ini tetaplah harus terus dikembangkan,diuji terus dalam setiap kejadian yang menyangkut nasib banyak orang. Baiksikap birokrat yang kaku dan otoritarian maupun sikap masyarakat yangterus dituntut untuk terbuka dan mau belajar lagi, seiring dengan jalannyawaktu. Memulai suatu kerjasama yang didasari oleh saling percaya memangbukanlah pekerjaan mudah, oleh sebab itu perlu dicari satu program kerjayang relatif sederhana dan tidak terlalu menimbulkan konflik kepentingandiantara institusi yang bergabung dalam suatu kerjasama.

2. Perubahan Pola Pikir: Dalam peningkatan effektivitas, dituntut adanyaperubahan pola pikir dimana pergeseran paradigma sosial dari government ke

Page 18: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

18

governance menuntut bentuk baru pengambilan keputusan dan definisi baruuntuk tanggung jawab dan kemitraan. Sikap positif dalam interaksi sangatdituntut. Suatu sikap yang tidak diwarnai syak wasangka (prejudice), dimanakreativitas lebih dituntut daripada sekedar pendekatan rutin.

3. Integritas: Pengetahuan, pemahaman, dan kepedulian akan arti penting danstrategis pemanfaatan sumberdaya wilayah sungai maupun wilayah pesisirmerupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga perlu dipeliharakelestariannya perlu terus disebarluaskan ke berbagai kalangan, khususnyapara anggota legislatif, kalangan pengambil keputusan di pemerintahanmaupun swasta. Sikap-sikap tersebut niscaya diterapkan mulai dari tahapperencanaan sampai saat penanganan pasca pencemaran lingkungan hidup.

4. Kesadaran dan Etika Interaksi: Peran stakeholder pada akhirnya sudahsampai pada suatu bentuk kesadaran dan berada pada tataran wilayah etikainteraksi, dimana tak ada satu keputusanpun yang tidak mengandungpertimbangan mengenai hak dan kewajiban, soal baik dan buruk bagi pihaklain, khususnya bagi masyarakat dan kebanyakan orang.

Dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam berbasis kemitraan maka kebijakanyang harus dibangun untuk mengolah dan mengelola sumberdaya alam danlingkungannya dengan memperhatikan hak dan kewajiban pada tingkatanindividual, komuniti dan negara atas dasar prinsip keberlanjutan (sustainability).Mengingat keragaman yang besar dalam hal strategi pengelolaan sumberdayaalam serta kondisi sosial-budaya komuniti-komuniti penggunanya, makapenetapan batas-batas wilayah pengelolaan seyogianya memperhatikan kondisiekologi setempat dengan melibatkan partisipasi komuniti pengguna. Pengelolaansumberdaya alam oleh pihak luar perlu memperhatikan kelangsungan hidupmasyarakat dan kebudayaan penduduk setempat, serta pembagian hasil dalamrangka meningkatkan kesejahteraan hidup yang layak bagi kemanusiaan.Disampijng itu, perlu pemberdayaan masyarakat pengguna dan pengelolasumberdaya pada ranah pedesaan dengan memperhatikan dua komponen, yaitu:1) pengayaan pengetahuan ekologi bagi warga komuniti-komuniti lokal dan parastakeholders, termasuk aparat birokrat; dan 2) pembangunan sertapengembangan pranata sosial sebagai hasil kesepakatan bersama (bottom-up);

Dalam pengelolaan lingkungan hidup, hak kewajiban dan peran serta masyarakattelah diatur dalam undang-undang yaitu setiap orang mempunyai hak yang samaatas lingkungan hidup yang baik dan sehat, setiap orang mempunyai hak atasinformasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaanlingkungan hidup, setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangkapengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku, setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsilingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan

Page 19: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

19

perusakan lingkungan hidup, setiap orang yang melakukan usaha dan/ataukegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenaipengelolaan lingkungan hidup, masyarakat mempunyai kesempatan yang samadan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Adapun bentuk hak, kewajiban dan peran serta itu adalah dengan carameningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasansosial; memberikan saran pendapat; dan menyampaikan informasi dan/ataumenyampaikan laporan.

5 PRAKTEK PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DIPEDESAAN

Pengelolaan sumberdaya alam pada beberapa daerah telah menunjukkan hasilyang menggembirakan. Pengelolaan sumberdaya alam dengan menggunakankearifan budaya lokal atau kearifan tradisional (indegenous knowledge) adalahdengan mendayagunakan semua keahlian-keahlian dan pengetahuan yangdimiliki oleh masyarakat tradisional di berbagai daerah dalam memanfaatkansumberdaya lingkungannya, lingkungan budaya dan lingkungan alam. Hampirsemua suku dan etnis di Indonesia memiliki dan terikat secara kultural maupunsosial ekonomi atas aturan adat dan tatanan nilai tradisional yang mengacukepada hukum-hukum agama.

Keunggulan nilai-nilai lama yang oleh sebagian orang dikatakan ketinggalanzaman ini telah terbukti bermanfaat bagi upaya-upaya penyelamatan lingkunganyang kini telah mengalami degradasi dan eksploitasi berlebihan akibatpembangunan selama ini berorientasi pada pertumbuhan berbagai bidang dansektor pembangunan yang diintrodusir pihak pelaku pembangunan modern yangtelah menimbulkan implikasi negatif terhadap nilai-nilai tradisional. Namuntanpa disadari bahwa nilai luhur dari semua aspek kehidupan telah diatur dengannorma-norma hukum adat. Masyarakat adat memiliki tatanan dan lembaga adatdengan berbagai perangkat hukum yang dimiliki dan memiliki eksistensi yangkuat hingga saat ini. Lembaga adat yang keberadaan dan aplikasinya ditengahmasyarakat masih kuat ini bagaikan sebuah bangunan kuno yang yang saratdengan berbagai sejarah dan legenda yang tidak lekang oleh panas dan tidaklapuk oleh hujan. Lembaga adat terbukti sebagai lembaga yang mampumenyelesaikan konflik-konflik yang tidak mampu ditangani oleh strukturlembaga formal.

Page 20: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

20

Pengelolaan sumberdaya alam berbasis kemitraan telah banyak dilakukan dibeberapa daerah seperti dalam hal pengelolaan sumber daya air, perikanan danhutan. Di desa Nasol, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat masyarakat telah mampumengelola air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dalam bentuk badan usahamilik desa. Pengelolaan sumberdaya air ini dilakukan dengan cara pipanisasi airbersih dari sumber air di desa tersebut yang terletak di lereng gunung Sawal kerumah-rumah penduduk di desa tersebut serta ke desa-desa tetangganya yangterletak di bagian yang lebih rendah. Pengelolaan sumberdaya air ini menjadisumber penghasilan asli desa yang cukup besar, sehingga desa ini mampumelakukan kegiatan pembangunan terutama pembangunan fisik yang lebih baik,terlihat dari sarana jalan akses yang baik, lingkungan desa yang serta perangkatdesa yang cukup aktif karena adanya tambahan pendapatan selain dari honoryang berasal dari pemerintah. Dengan demikian adanya kesempatan untukmengelola sumberdaya alam di tingkat desa, akan mendorong desa menjadi lebihmandiri.

Pipanisasi air bersih dari sumber air ke rumah-rumah penduduk telah puladilakukan oleh penduduk desa Gunung Sari, Kabupaten Ciamis. Namunpengelolaannya baru berupa swadaya masyarakat, sehingga belum dapat menjadisumber penghasilan desa. Oleh karena itu, potensi sumberdaya alam yang cukupbesar di Desa Gunung Sari tersebut belum dapat dimanfaatkan dengan baikuntuk mendorong pembangunan di desa tersebut. Peran aparat desa sebagaipelaksana pemerintahan di tingkat desa, memegang peranan yang sangat pentingdalam pengelolaan sumberdaya alam di tingkat desa. Hal ini terlihat di dalamkasus desa Gunung Sari dimana SDM aparat yang umumnya rendah sertakurangnya perhatian dari kepala desa menyebabkan pemanfaatan potensisumberdaya alam yang ada di wilayah desa ini belum maksimal.

Pengelolaan sumberdaya air yang dilandasi dengan hukum-hukum adat telahlama dilaksanakan di Provinsi Bali yang terkenal dengan sistem subak. Namunsistem subak ini lebih menekankan kepada pengelolaan sumberdaya air untukpengairan lahan pertanian/persawahan. Saat ini banyak ahli yang memandangbahwa sistem subak sudah mengalami degradasi dengan berkembangnyaberbagai peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan sumberdaya alamdi Indonesia.

Pengelolaan sumberdaya air kini diatur dengan UU No. 7 tahun 2004 tentangSumber Daya Air. Dimana pada pasal 17 dinyatakan bahwa pemerintahan desaatau yang disebut dengan nama lain memiliki wewenang dan kewajiban untuk:(1) mengelola sumberdaya air yang ada di wilayah desa yang belum dilaksanakanoleh masyarakat dan atau pemerintah di atasnya dengan mempertimbangkanazas kemanfaatan umum; (2) menjaga efektifitas, efisiensi, kualitas danketertiban pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air yang menjadikewenangannya; (3) memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga

Page 21: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

21

desa atas sesuai dengan ketersediaan air yang ada; dan (4) memperhatikankepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan sumberdaya air diwilayahnya.

Dengan memperhatikan UU No. 7/2004 tersebut, desa-desa contoh dalam studiini yang disebutkan di atas telah dengan cukup baik melaksanakankewenangannya sesuai dengan UU tersebut. Lebih jauh lagi Desa Nasol danDesa Gunung Sari di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat telah membentukkemitraan untuk pengelolaan sumberdaya air pada skala Daerah Aliran Sungai.Melalui studi aksi yang juga dilakukan oleh Pusat Studi Pembangunan Pertaniandan Pedesaan-IPB (PSP3-IPB) dengan sponsor dari lembaga swadayamasyarakat Partnership, telah membangun suatu bentuk kemitraan lintasadministratif untuk pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam di wilayahDAS Citanduy yang meliputi Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya.

Pengelolaan sumberdaya air untuk kebutuhan air bersih rumah tangga juga telahdilakukan oleh Nagari Simanau dan Nagari Paninggahan di Kabupaten Solok,Sumatera Barat melalui pipanisasi dengan bantuan program pemerintah(program WESLIC). Namun program penyediaan air bersih bantuanpemerintah ini belum dikelola secara khusus oleh nagari sehingga belum menjadisumber penghasilan nagari.

Pengelolaan sumberdaya air tidak hanya diperuntukan bagi kebutuhan air bersihrumah tangga dan pertanian saja, Nagari Simanau di Kabupaten Solok, SumateraBarat telah mampu mengelola sumberdaya air untuk pembangkit listrik.Pembangkit lisktrik tenaga mikro hidro (PLTMH) ini dibangun dengan bantuanpemerintah asing yaitu dari negara Jepang pada tahun 1996 dengan kapasitas25.000 watt dan kini telah ditingkatkan menjadi 30.000 watt. Kini PLTMH inimenjadi aset nagari dan dikelola oleh suatu manajemen khusus yang berada dibawah naungan koperasi nagari Simanau.

Wilayah propinsi Sumatera Barat yang memiliki topografi bergunung-gunungmemang kaya dengan sumberaya alam termasuk banyaknya sumberdaya air yangdapat dikembangkan menjadi pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Nagari BatuBajanjang yang bertentangga dengan Nagari Simanau juga memiliki pembangkitlistrik tenaga mikro hidro. Bagi wilayah nagari-nagari yang terisolir dan tidakterjangkau listrik negara maka adanya PLTMH cukup membantu perkembanganpembangunan di wilayahnya, dimana listrik tersebut walaupun terbatas dapatdigunakan untuk menghidupkan TV yang selain sebagai sarana hiburan jugasebagai sarana untuk mendapatkan informasi.

Page 22: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

22

Gambar 2: Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) diNagari Simanau, Kabupaten Solok, Sumatera Barat

Dalam melaksanakan pengelolaan sumberdaya alam di wilayahnya, beberapadesa sudah mengakomodasinya dengan peraturan yang mengatur pengelolaansumberdaya alam. PP No. 72/2005 menyatakan bahwa desa berwenangmengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat, dimana menurut Penjelasan PP tersebut yangdimaksud dengan kewenangan berdasarkan hak asal-usul desa adalah hak untukmengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan asal-usul, adat istiadat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturanperundang-undangan seperti subak, jogoboyo, jogotirto, sasi, mapalus, kaolotan,kajaroan, dan lain-lain.

Sesuai dengan PP No. 72/2005 tersebut, Desa Nasol di Kabupaten Ciamis, JawaBarat telah memiliki peraturan desa yang mengatur tentang pengelolaan airbersih untuk kebutuhan rumah tangga. Sedangkan Nagari Simanau diKabupaten Solok, Sumatera Barat telah memiliki peraturan nagari (Perna)tentang pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).Pengelolaan lingkungan hidup Nagari Paninggahan di Kabupaten Solok telahdiatur dalam peraturan nagari tentang lingkungan hidup, dimana melalui Pernaini dibentuk Badan Pengelola Lingkungan Hidup Nagari Paninggahan. Badan iniaktif menjalin kerjasama untuk memperbaiki kondisi lingkungan hidup di nagariini, yaitu dengan melakukan kegiatan penghijauan hutan rakyat melalui programGNRHL serta bantuan luar negeri memalui lembaga internasional sperti ICRAF.

Mungkin hanya sebagian kecil saja desa-desa di Indonesia yang mampumengakomodasi pengelolaan sumberdaya alam di wilayahnya melalui peraturandesa yang merupakan peraturan formal yang diakui hukum negara asalkan tidakbertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya, walaupun pada masyarakatadat umumnya terdapat aturan adat tentang pengelolaan sumberdaya alam,namun seringkali tidak tertulis sehingga sulit diakui dalam hukum formal.

Page 23: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

23

Desa Sabron Sari, desa contoh di Kabupaten Sentani, Propinsi Papua, walaupunmemiliki sumberdaya alam yang cukup melimpah karena terletak di pinggir cagaralam pegunungan Cycloop serta adanya sumber tambang emas, namun desa inibelum mampu mengakomodir pengelolaan sumberdaya alam dalam bentukperaturan formal (peraturan desa). Sehingga selain pajak, tidak ada penghasilandesa dari pengelolaan sumberdaya alam di wilayah ini dan pembangunan desaharus bergantung kepada dana alokasi dari Pemerintah Daerah. Sedangkanhutan, sumberdaya tambang dan sumberdaya alam lainnya di wilayah tanah adatumumnya diatur lewat aturan adat tidak tertulis. Yang mengatur pengelolaansumberdaya alam di tanah adat/tanah ulayat masyarakat asli Sabron Sari yaitumasyarakat adat Mamta adalah ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) yangdisebut sebagai Ondoafi. Tanah ulayat di desa ini umumnya dikuasai olehmasyarakat adat melalui ketua adat yang pada dasarnya bertindak sebagai tuantanah. Tidak adanya aturan formal dalam pengelolaan sumberdaya alam di DesaSabron Sari telah menimbulkan konflik diantara warga yang melakukanpenggalian pasir dan batu. Konflik ini dipicu oleh adanya kerusakan lingkunganyang akibat kegiatan penggalian pasir dan batu, sedangkan tidak ada tindakanmaupun pengawasan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan desa.

Contoh kasus dari Propinsi Nangro Aceh Darusalam (NAD) menarik untukdikaji. Nampaknya Propinsi NAD bermaksud merevitalisasi adat melaluiPeraturan Daerah (Qanun) ke dalam pemerintahan Gampong. Namun sampaisaat ini, Qanun tersebut baru sebatas peraturan tertulis karena pelaksanaan dariQanun tersebut belum terjadi di lapangan akibat dari kondisi sosial, ekonomidan politik yang belum kondusif.

Pengaturan pengelolaan sumberdaya alam di tingkat desa (Gampong) cukupjelas dijabarkan. Dalam Qanun Kabupaten Aceh Besar No. 08/2004 tentangPemerintahan Gampong, dimana dalam susunan perangkat Gampong (Bab VIIpasal 28) disebutkan adanya perangkat Gampong yang khusus mengaturpengelolaan beberapa jenis sumberdaya alam, yaitu: Keujreun Blang yangmempunyai tugas dan melaksanakan fungsi yang berhubungan dengan kegiatanpersawahan; Peutua Seunebok mempunyai tugas dan melaksanakan fungsi yangberhubungan dengan pengaturan bidang perkebunan, peternakan danperhutanan; dan Pawang laot mempunyai tugas dan melaksanakan fungsi yangberhubungan dengan penangkapan ikan di laut, termasuk pengaturan tentangusaha tambak sepanjang pantai, usaha-usaha pelestarian terumbu karang danhutan bakau dipinggir pantai serta kegiatan yang berhubungan dengan sektorperikanan.

Revitalisasi adat ke dalam struktur pemerintahan desa seperti di propinsi NADmerupakan hal yang positif bagi pengelolaan sumberdaya alam di ranah desa,terutama apabila dapat dilaksanakan dengan baik. Perubahan bentukpemerintahan desa sejak tahun 1979 melalui UU No.5/1979 sampai dengan UU

Page 24: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

24

No. 32/2004 telah banyak mereduksi berbagai adat kebiasaan lokal. Di propinsiJawa Tengah dan Jawa Timur tidak pernah lagi misalnya Jogotirto (aparat yangbertugas mengelola sumberdaya air untuk persawahan) disebut secara khusussebagai aparat dalam struktur desa, yang ada adalah Kaur (Kepala Urusan) yangmembidangi pembangunan, sehingga bersifat umum dan seringkali karenaSDM-nya yang rendah tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya.

Pemerintahan Nagari di propinsi Sumatera Barat, sesungguhnya juga merupakanhasil revitalisasi adat. Namun struktur pemerintahan Nagari pada dasarnya tidakberbeda jauh dengan struktur desa yang terdahulu. Pada struktur pemerintahanNagari juga tidak disebutkan adanya aparat yang mengelola sumberdaya alamsecara khusus. Struktur organisasi Nagari hampir sama dengan struktur desahanya penamaan yang berbeda, misalnya Nagari dikepalai oleh Wali Nagari (=Kepala Desa) dimana membawahi Sekretaris Nagari dan Seksi-seksi (=Kaur)serta para Wali Jorong (= Kepala Dusun). Disamping organisasi nagari terdapatBadan Perwakilan Nagari (BPN) yang merupakan modifikasi dari BadanPerwakilan Desa (BPD), dimana BPN beranggotakan unsur perwakilan ninikmamak, cerdik pandai, alim ulama, bundo kanduang, pemuda dan perwakilanjorong. BPN juga merupakan mitra dari Wali Nagari dalam pelaksanaanpembangunan dan pemerintahan.

Usaha-usaha revitalisasi adat banyak dilakukan oleh berbagai kelompokmasyarakat adat di berbagai daerah di Indonesia. Usaha-usaha yang bersifatpositif ini tentunya perlu diakomodir oleh pemerintah supra desa (Kabupaten,Propinsi dan Negara), sehingga menjadi suatu kekuatan pembangunan yangpositif dan dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam diharapkan revitalisasiadat ini dapat menjadi pendorong dan pendukung pengelolaan sumberdaya alamyang berkelanjutan, semakin meningkatkan kemandirian masyarakat di tingkatdesa serta menjadikan unsur pembaruan tata-kelola pemerintahan desa danpembaruan tata-kelola sumberdaya alam.

Page 25: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

25

6 PENUTUP

Otonomi daerah telah memberikan dampak positif dan dampak negatif dalampengelolaan sumberdaya alam di pedesaan. Pengelolaan sumberdaya alam padaranah desa yang berbasis kemitraan akan mendorong pengelolaan sumberdayaalam berkelanjutan serta mendorong kemandirian desa apabila dilaksanakandengan memperhatikan: (1) kemampuan SDM pengelolanya, (2) adanyaperaturan perundangan yang mendukung, (3) adanya kelembagaan yang kuat,dan (5) adanya kondisi sosial ekonomi politik yang kondusif. Selain iturevitalisasi adat ke dalam struktur pemerintahan desa, seyogyanya pula menjadidasar bagi pembaruan tata-kelola pemerintahan desa dan pada gilirannyamendorong pengelolaan sumber daya alam pedesaan yang berkelanjutan.

Page 26: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

26

DAFTAR PUSTAKA

Chandradewi, R dan W. Pratiwi. 2003. Agenda Pengaturan Ulang PengelolaanSumberdaya Alam. Buletin Advokasi LEBAH Vol 2 No. 2. Oktober2003. Jakarta

Darsono, V. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan. Universitas Atma JayaYogyakarta Press. Yogyakarta.

Kartodiharjo, H. dan H. Jhamtani. 2006. Politik Lingkungan dan Kekuasaan diIndonesia. PT. Equinox Publishing Indonesia. Jakarta.

Kartodiharjo, H.; M. Safitri, F. Ivalerina, A. Khan, S.M.P. Tjondronegoro. 2005.Di Bawah Satu Payung Pengelolaan Sumber Daya Alam. Suara Bebas.Jakarta.

Mitchell, B., B. Setiawan dan D.H. Rahmi. 2003. Pengelolaan Sumberdaya danLingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soerjani, M.; A. Rofiq dan R. Munir. 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam danKependudukan dalam Pembangunan. Universitas Indonesia Press.Jakarta.

Suporahardjo. 2005. Manajemen Kolaborasi. Pustaka Latin. Bogor.

Page 27: Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis …psp3.ipb.ac.id/web/wp-content/uploads/2016/07/WP05_RGPS.pdf · menaruh perhatian pada pengelolaan ... adalah masih minimnya pemahaman

Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan Tata-kelolaPemerintahan Desa

27

BIODATA PENULIS

Dr. Ir. Leti Sundawati, M.Sc, lahir di Ciamis, 30 Agustus 1964. Penulismenyelesaikan pendidikan Sarjana Pertanian dari IPB tahun 1988. dan padatahun 1993 menyelesaikan Master of Forestry Sciences (MFor.Sc.) dariUniversitas Goettingen, Jerman. Gelar Doktor der Forstwissenschaft diterimapenulis pada tahun 2000 dari universitas Universitas Goettingen, Jerman. Saatini penulis sebagai Staf Pengajar pada Departemen Manajemen Hutan, FakultasKehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Soni Trison, S.Hut, MS., lahir di Tasikmalaya, 23 November 1977. Penulismenyelesaikan pendidikan Sarjana Kehutanan pada tahun 2001 danmelanjutkan pada Magister Sain bidang Ilmu Pengetahuan Kehutanan dari IPBdan memperoleh gelar master pada tahun 2004. Saat ini penulis adalah AsistenDosen pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB.