kelautan 22

32
PROSES GEOLOGI PADA DAERAH NEAR SHORE SERTA IMPLEMENTASINYA TERHADAP CUACA DAN BENTUK SUNGAI A. Geomorfologi Pantai Pantai merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah pesisir, Sogiarto, (1976) dalam Dahuri, (1996) menyatakan bahwa defenisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah pertemuan antara darat dan laut dalam artian ; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebaban oleh kegiatan manusia di darat seperti pembangunan, penggundulam hutan dan pencemaran lingkungan pantai. Pantai adalah mintakat antara tepi perairan laut pada pasang rendah sampai ke batas efektif pengaruh gelombang ke arah daratan. Sedangkan pesisir adalah mintakat yang meliputi pantai

Upload: bagus-rachmad-irwansyah

Post on 06-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kelautan

TRANSCRIPT

PROSES GEOLOGI PADA DAERAH NEAR SHORE SERTA

IMPLEMENTASINYA TERHADAP CUACA DAN BENTUK SUNGAI

A. Geomorfologi Pantai

Pantai merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah pesisir, Sogiarto, (1976)

dalam Dahuri, (1996) menyatakan bahwa defenisi wilayah pesisir yang digunakan di

Indonesia adalah pertemuan antara darat dan laut dalam artian ; ke arah darat wilayah pesisir

meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat

laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah

pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di

darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun yang disebaban oleh kegiatan manusia

di darat seperti pembangunan, penggundulam hutan dan pencemaran lingkungan pantai.

Pantai adalah mintakat antara tepi perairan laut pada pasang rendah sampai ke batas efektif

pengaruh gelombang ke arah daratan. Sedangkan pesisir adalah mintakat yang meliputi pantai

dan perluasannya ke arah darat sampai batas pengaruh laut tidak ada (Setiyono, 1996).

Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentang alam yang meliputi sifat

dan karakteristik dari bentuk morfologi, klasifikasi dan perbedaannya serta proses yang

berhubungan terhadap pembentukan morfologi tersebut. Secara garis besar bentuk morfologi

permukaan bumi sekarang ini terbentuk oleh beberapa proses alamiah, antara lain :

Proses yang berlangsung dari dalam bumi, yang membentuk morfologi gunungapi,

pegunungan lipatan, pegunungan patahan, dan undak pantai. 

Proses disintegrasi/degradasi yang mengubah bentuk permukaan muka bumi karena

proses pelapukan dan erosi menuju proses perataan daratan. 

Proses agradasi yang membentuk permukaan bumi baru dengan akumulasi hasil erosi

batuan pada daerah rendah, pantai dan dasar laut. 

 Proses biologi yang membentuk daratan biogenik seperti terumbu karang dan rawa

gambut (Dahuri, 1996).

Lingkungan pantai merupakan daerah yang selalu mengalami perubahan, karena daerah

tersebut menjadi tempat bertemunya dua kekuatan, yaitu berasal dari daratan dan lautan.

Perubahan lingkungan pantai dapat terjadi secara lambat hingga sangat cepat, tergantung pada

imbang daya antara topografi, batuan dan sifat-sifatnya dengan gelombang, pasang surut dan

angin. Perubahan pantai terjadi apabila proses geomorfologi yang terjadi pada suatu segmen

pantai melebihi proses yang biasa terjadi. Perubahan proses geomorfologi tersebut sebagai

akibat dari sejumlah faktor lingkungan seperti faktor geologi, geomorfologi, iklim, biotik,

pasang surut, gelombang, arus laut dan salinitas (Sutikno, 1993 dalam Putinella, 2002). 

B. Abrasi dan Sedimentasi

1. Abrasi

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang

bersifat merusak (Setiyono, 1996). Kekuatan abrasi ditentukan oleh besar-kecilnya

gelombang yang menghempas ke pantai. Sebagaimana juga halnya erosi sungai, kekuatan

daya kikis oleh gelombang dipertajam pula oleh butiran-butiran material batuan yang

terkandung bersama gelombang yang terhempas membentur-bentur batuan. Pada pantai

yang berlereng terjal dan berbatuan cadas, gelombang mengawali kikisannya dengan

membentuk notch, lereng vertikal yang cekung (concave) ke arah daratan (lereng

menggantung, overhanging). Bentukan lereng yang cekung ini memberi peluang kerja bagi

gaya berat dari batuan di atas (overhanging), dan menjatuhkannya ke bawah. (hallaf, 2006).

Adapun bentuklahan yang terbentuk karena peristiwa abrasi antara lain Notch, Cliff ,

Wave-cut Platform, Sea Cave, Blow Hole, Inlet, Arch dan Stack.

1)        Notch, Cliff dan Wave-cut Platform

Cliff adalah bentuk lereng terjal yang menyerupai dinding; yaitu bagian yang

ditinggalkan setelah suatu massa batuan longsor (landslides) oleh gaya beratnya sendiri.

Sering, suatu cliff mirip dengan bentuk escarp, tetapi escarp dibentuk sebagai dinding

patahan akibat depressi tektonik, sedangkan cliff dibentuk oleh denudasi tektonik.

Sebelum cliff terbentuk, dimulai dengan pembentukan notch yang merupakan hasil

pekerjaan gelombang (abrasi). Notch yaitu bentuk cekungan kaki lereng (profil) yang

menghadap ke arah laut, pada zona pasang-surut dan garis tengahnya secara horizontal

memanjang sejajar dan selevel dengan garis pantai/muka laut di saat pasang.

Ada dua tipe cliff. Tipe yang pertama bentuknya tegak atau miring ke belakang. Cliff tipe

ini biasanya karena terdiri dari batuan yang relatif lembut, atau struktur geologisnya yang

miring ke arah darat. Tipe yang kedua adalah overhanging cliff, suatu bentuk clif yang

dinding lerengnya sangat miring atau menonjol ke arah laut. Clif tipe overhanging terbentuk

pada formasi batuan yang keras (cadas) dengan struktur (deep) yang miring ke arah laut.

Wave-cut platform, adalah bagian dari pesisir (laut) yang rata pada permukaan batuan

dasar (beds rock) yang dibentuk oleh pekerjaan gelombang (Hallaf, 2006).

2)        Sea Cave, Blow Hole dan Inlet

Perbedaan kekerasan batuan; ada batuan yang lembut dan yang lainnya keras, memberi

perbedaan dalam kecepatan pengikisan. Bagian-bagian batuan cadas di mana terdapat celah

dan rekahan-rekahan seperti jointed, akan lebih cepat terkikis daripada bagian yang tanpa

celah atau rekahan.

Sekali gelombang sempat membuat suatu lubang, maka kekuatan atau daya tekanan dari

benturan gelombang akan semakin intensif dan efisien terhadap lobang tersebut. Suatu

lobang yang berbentuk corong yang mengarah ke arah datangnya gelombang, akan memberi

peluang terfokusnya tekanan gelombang untuk memperhebat daya benturannya. Kondisi

yang demikian akan lebih dipertajam daya kikisnya bila di dalam gelombang itu termuat

butiran-butiran material keras. Makin luas mulut suatu gua di dinding pantai, makin banyak

pula massa air gelombang yang membentur ke dalamnya. Tekanan benturan dan pukulan

gelombang semacam ini di saat badai mampu menggetarkan (microseismic) dan

meremukkan kompleks batuan cadas di sekitarnya. Lambat laun muncratan air menembus

hingga ke permukaan tanah di atasnya (headland) dan membentuk blow hole.

Dua macam lubang besar ini (cave dan blow hole) diberi nama sesuai dengan posisinya.

Cave atau gua laut karena posisinya yang horizontal mengarah ke laut; sedangkan blow hole

adalah lubang yang tegak lurus, seperti dolina di daerah karst. Bentukan blow hole

dipercepat oleh, selain benturan langsung gelombang, juga oleh semprotan (muncratan),

getaran, pelapukan dari atas dan gravitasi yang menjatuhkan batuan di atasnya. Demikian

seterusnya hingga kedua lubang tersebut bukan saja bersambungan dalam bentuk

terowongan, tetapi atapnya pun runtuh seluruhnya, disebut inlet atau terusan (Hallaf, 2006).

3)        Sea Cave, Arch dan Stack

Demikianlah proses suatu gua laut terbentuk hingga menembus ke dinding pantai

sebelahnya pada suatu tanjung. Terowongan gua dengan sambungan semacam jembatan

alam di atasnya pada ujung tanjung disebut arch.

Bila kelak jembatan alam (arch) ini runtuh atau putus, maka bagian ujung tanjung yang

ditinggalkan, dengan bentuk pilar raksasa (tugu) disebut stack (Hallaf, 2006).

2.   Sedimentasi

Progradasi (sedimentasi) adalah proses perkembangan gisik, gosong atau bura ke arah

laut melalui pengendapan sedimen yang dibawa oleh hanyutan litoral (Setiyono, 1996).

Bentuk-bentuk endapan yang utama dari gelombang dan arus sepanjang pantai adalah:

beach, bars, spits, tombolo, tidal delta, dan beach ridges.

Ketika gelombang menghempas (swash) merupakan kekuatan pukulan untuk

memecahkan batuan yang ada di pantai. Butiran-butiran halus dari pecahan batuan (material

klastis), seperti kerikil atau pasir, kemudian diangkut sepanjang pesisir (shore, zona pasang-

surut), yaitu bagian yang terkadang kering dan terkadang berair oleh gerak pasang-surut atau

oleh arus terbimbing sepanjang pesisir (long shore currents). Proses erosi dan pemindahan

bahan-bahan penyusun pantai (beach) yang terangkut disebut beachdrift, yaitu penggeseran-

penggeseran pasir atau kerikil oleh gelombang (swash dan backwash) sampai diendapkan

dan membentuk daratan baru, misalnya, endapan punggungan pasir memanjang yang disebut

off shore bars atau spit.

Adanya endapan seperti misalnya spit yang berbentuk memanjang di depan teluk ataupun

tombolo yang menghubungkan pulau dengan daratan utama, menunjukkan adanya bagian

laut yang tenang. Tenangnya gelombang karena perlindungan tanjung dan merupakan

medan pertemuan dua arah massa arus laut yang saling melemahkan; yaitu arus dari

kawasan laut luar yang memutar di dalam teluk. Di bagian air yang tenang di situlah terjadi

pengendapan (Hallaf, 2006).

Adapun bentuklahan yang terbentuk karena peristiwa sedimentasi antara lain:

1)      Beach

Banyak bahan-bahan yang dikikis dari tanjung-tanjung tidak terbawa keluar dan masuk

ke dalam air yag lebih dalam, tetapi dihanyutkan oleh arus pasang yang datang ke bagian

head (tanjung) dan sides (sisi) teluk sehingga terbentuk “Bay Head Beach” dan “Bay Side

Beach”. The long shore current mengalir, terutama menghindari ketidakberaturan pantai,

sehingga mengalir memotong di mulut teluk. Head Land Beach; terbentuk kalau materi-

materi itu diendapkan di muka tanjung-tanjung (Hallaf, 2006).

  2)      Bars

Bar adalah gosong-gosong pasir penghalang gelombang yang terbentuk oleh endapan

dari gelombang dan arus. Bar merupakan bagian dari beach, yang tampak pada saat air

surut. Di Tomia disebut “kénté”, orang Maluku menyebutnya “méti”. Bar diberi nama

sesuai dengan tempat terjadinya. Bay Mouth Bar ialah bar yang terbentuk dan berpangkal

dari tanjung yang satu ke tanjung yang lain di mulut teluk. Arus yang berhasil masuk ke

dalam teluk membentuk Bay Head Bar dan Mid Bay Bar.

Cuspate Bar dan Looped Bar; adalah bar yang berbukit yang juga dibangun oleh arus.

Sebuah Cuspate Foreland menyerupai Cuspate Bar, hanya di situ tidak mempunyai lagoon,

karena semua materi-materi mengendap membentuk beach.

Off Shore Bars yang berbeda-beda di dalam jumlahnya, biasanya hanya merupakan suatu

lajur (gosong) pasir yang muncul di atas permukaan laut pada saat laut surut. Di suatu

daerah yang luas off shore bars terdiri dari dua atau tiga mil, dipisahkan oleh bukit-bukit

pantai (beach ridges) dan bukit-bukit pasir (sand dunes).

A.K.Lobeck berpendapat bahwa material pembentuk spit atau bar berasal dari hasil

kerukan gelombang di dasar laut di depan bar itu, dan ditambahkan juga dengan material

yang terbawa dari tempat lain oleh arus laut sepanjang pantai di mana erosi cliff aktif

bekerja; dan gelombang belum berhasil mencapai daratan di tempat di mana bar itu

terbentuk.

G.K.Gilbert telah memikirkan kejadian tersebut. Ia adalah pendukung “Shore-drift

Theory”. Tetapi de Beaumont, Davis dan Shaler percaya bahwa material pembentuk bar

diangkut dari dasar laut di depan pantai. Johnson berkesimpulan bahwa teori Beaumont dkk

dapat diikuti karena memang ternyata bahwa permukaan bar yang mengarah ke laut lebih

diperdalam.

Adalah lumrah bila diketemukan dua atau lebih dari dua bars berkembang sejajar dengan

pantai. Bars yang lebih dalam terbentuk pertama kali oleh gelombang yang lemah yang

dapat maju lebih jauh ke arah (bagian) laut yang lebih dangkal (Hallaf, 2006).

3)      Spit

Biasanya arus yang masuk ke dalam sebuah teluk lebih kuat daripada arus yang keluar

menuju ke laut. Akibatnya ujung spit yang pada laut terbuka (pada mulut teluk) menjadi

melengkung masuk arah ke teluk. Spit yang demikian disebut “Recurved Spit”. Spit yang

melengkung, yang terbentuk pertama, biasanya mempunyai lengkungan yang lebih hebat

daripada spit melengkung yang terbentuk berikutnya.

Complex Spit dihasilkan dari perkembangan spit kecil atau spit sekunder yang menumpang

pada ujung dari spit yang utama. Cape Cod dan Sandy Hook, kedua-duanya adalah Complex

Spit yang sebaik dengan Compound-spit (Hallaf, 2006).

4)      Tombolo

Tombolo ialah bar yang menghubungkan sebuah pulau dengan daratan utama. Tombolo

itu ada yang single, double, triple; dan ada pula yang berbentuk huruf “V”, yaitu apabila

pulau dihubungkan dengan daratan oleh dua bar. Kompleks tombolo terbentuk bila beberapa

pulau dipersatukan dengan yang lain dan dengan daratan oleh sederetan bars (Hallaf, 2006).

5)      Tidal Inlet dan Tidal Delta

Tidal Inlets. Kebanyakan off shore bars (spit) tidak mempunyai sifat yang bersambungan,

tetapi diantarai atau diselingi oleh terusan-terusan yang dikenal sebagai “tidal inlets”. Tidal

inlets ini merupakan pintu-pintu tempat keluar dan masuknya air laut antara laut bebas

dengan lagoon sesuai dengan gerak pasang-surut. Jumlah dan tempat inlets atau teluk-teluk

dapat memberi hubungan langsung dengan long shore currents karena arus ini adalah tetap

membawa muatan material untuk membangun bars.

Dalam perkembangan lanjut (mature stage), jumlah dari inlets atau teluk-teluk lambat

laun bertambah jauh dari lokasi sumber di mana arus memperoleh muatan material. Tidak

hanya gelombang-gelombang yang kurang keras untuk memberi arus itu dengan muatan

material yang berasal dari runtuhan, tetapi bar itu sendiri yang lebih kecil dan lebih mudah

dilalui oleh gelombang dan air pasang.

Pada kebanyakan teluk, lagoon lebih mudah ditumbuhi rumput-rumput rawa. Kondisi ini

terjadi karena keadaan yang sesuai dengan kadar garam yang tetap dipertahankan oleh

adanya hubungan langsung dengan lautan. Lagoon-lagoon yang besar dan terpisah dari

lautan (tanpa inlets), airnya tidak dapat ditumbuhi oleh tumbuhan marine.

Tidal Deltas. Arus pasang-surut yang keluar-masuk pada tidal inlets membawa pasir

masuk ke dalam lagoon dan juga pasir ke luar laut. Arus yang masuk itu kemudian

mengendapkan material muatannya ke dalam lagoon di mulut inlets dan membentuk delta;

dan disebut “Tidal Delta”. Hampir semua bars menahan sebuah deretan delta yang

terbentuk pada sisi dari lagoon.

Bahan-bahan yang tererosi oleh gelombang laut akan diangkut dan diendapkan pada dua

bagian kawasan. Sebagian diendapkan ke arah darat (coastal) ketika terjadi swash; dan

sebagian lainnya lagi diangkut oleh arus balikan yaitu backwash untuk selanjutnya

diteruskan oleh arus kompensasi untuk diendapkan ke bagian dasar yang lebih dalam

(Hallaf, 2006).

6)      Beach Ridges

Beach ridge (punggung / bukit-bukit tepi pantai) menggambarkan kedudukan yang

dicapai dari majunya garis pantai. Tekanan-tekanan atau depression yang terjadi antara

bukit-bukit atau ridges dikenal sebagai Swales, Slashes or furrows. Ridges dan swales dapat

terjadi pada sembarang pantai.

Ada tiga cara terbentuknya Beach Ridges ini, yaitu:

a)      Menurut Gilbert, bahan-bahan dari pasir yang dihanyutkan oleh arus dilemparkan

oleh gelombang dari arah laut pada sisi-sisi dari beach. Adanya bukit-bukit itu menunjukkan

adanya angin ribut yang luar biasa.

b)      Menurut Beaumont  dan Davis; materi-materi itu dihanyutkan dari dasar laut, di

mana dasar laut telah diperdalam; kemudian ridges itu lebih banyak tergantung pada

kekuatan dan keaktifan gelombang.

c)      Sederetan bukit-bukit dapat terbentuk pada ujung dari sebuah Compound recurved

spit oleh tambahan dari spit yang berhasil berkembang ke samping – arah ke laut.

Tetapi Johnson mempertahankan bahwa Beach Ridge tidaklah selalu dapat dikorelasikan

dengan individu angin badai. Beach Ridge lebih banyak berfluktuasi dalam jumlah pasir

yang dibawa oleh long shore current; yang harus diperiksa adalah ada tidaknya erosi

gelombang pada tempat-tempat yang lain. Di mana terdapat persediaan materi yang

berlimpah, beach ridge dapat bertambah dengan cepat, terutama pada ujung Recurved spit.

Dalam 23 tahun, ada 5 (lima) ridges terbentuk pada ujung dari Rockway Beach, dekat New

York City. Ujung spit bertambah kurang lebih 200 kaki dalam setahun (Hallaf, 2006).

C. Faktor-Faktor Abrasi dan Sedimentasi

Peristiwa akresi dan abrasi dapat terjadi karena adanya variasi kondisi oseanografi.

Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh terjadinya

fenomena alam seperti terjadinya pasang surut, arus, kondisi suhu dan salinitas serta angin.

Fenomena tersebut memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan

sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisik perairan yang berbeda-beda. Wilayah pantai

memiliki dinamika perairan yang kompleks.  Proses-proses utama yang sering terjadi meliputi

sirkulasi massa air, percampuran (terutama antara dua massa air yang berbeda), sedimentasi

dan erosi, dan upwelling.  Proses tersebut terjadi karena adanya interaksi antara berbagai

komponen seperti daratan, laut, dan atmosfir (Putinella, 2002). Adapun komponen-komponen

tersebut antara lain seperti pasang surut, gelombang, arus, angin, struktur geologi pantai,

kemiringan dan arah garis pantai.

1. Pasang Surut

Pengaruh gaya tarik bulan dan matahari mengakibatkan air laut di sepanjang pantai

menjadi naik (air pasang) pada saat bersamaan di sepanjang pantai bagian bumi yang

lainnya mengalami penurunan muka air laut (air surut). Gaya tarik bulan terhadap timbulnya

gelombang pasang besarnya 2,5 kali lebih kuat dari pada gaya tarik matahari karena posisi

bulan jauh lebih dekat dibandingkan dengan matahari. Ketinggian maksimum gelombang

pasang terjadi di daerah khatulistiwa beriklim tropis dan daerah sub tropis. (Mulyo, 2004).

Pasang terutama disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara dua tenaga yang

terjadi di lautan, yang berasal dari gaya sentrifugal yang disebabkan oleh perputaran bumi

pada sumbunya dan gaya gravitasi yang berasal dari bulan. Gaya sentrifugal adalah suatu

gaya yang didesak ke arah luar dari pusat bumi yang besarnya lebih kurang sama dengan

tenaga yang ditarik ke permukaan bumi.

Gaya gravitasi juga mempengaruhi terjadinya pasang walaupun tenaga yang

ditimbulkan terhadap lautan hanya sekitar 47% dari tenaga yang dihasilkan oleh gaya

gravitasi bulan. Selain itu faktor-faktor setempat seperti bentuk dasar lautan dan massa

daratan di sekitarnya kemungkinan menghalangi aliran air yang dapat berakibat luas

terhadap sifat-sifat pasang (Hutabarat dan Evans, 1985).

Ketika kedudukan matahari, bumi, bulan satu garis lurus (sudut 00). Gaya tarik

gabungan antara matahari dan bulan menghasilkan air pasang yang lebih besar. Pasang yang

terjadi pada saat itu biasa disebut pasang purnama atau pasang tinggi yang dinamakan

spiring tide. Pada waktu bulan seperempat dan tiga perempat, matahari dan bulan

membentuk sudut 900, sehingga gaya tarik keduanya saling melemah. Pasang yang terjadi

pada saat itu adalah pasang kecil atau pasang perbani yang dinamakan neap tide. (Rosmini,

2006).

Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari

dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai

daerah dibedakan dalam empat tipe:

a)         Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide), yaitu dalam satu hari terjadi dua kali air

pasang dan dua kali air surut, dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi

secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit.

Pasang surut jenis ini terdapat di selat Malaka sampai laut Andaman.

b)        Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), yaitu dalam satu hari terjadi satu kali air

pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut

tipe ini terjadi diperairkan selat Karimata.

c)         Pasang surut campuran condong ke hari ganda (mixed tide prevailing semidiurnal),

yaitu dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan

periodenya berbeda. Pasang surut jenis ini banyak terdapat di perairan Indonesia Timur.

d)        Pasang surut campuran condong ke hari tunggal (mixed tide prevailing diurnal),

dimana pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi

kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali surut dengan tinggi dan periode yang

sangat berbeda. Pasang surut jenis ini terdapat di selat Kalimantan dan Pantai Utara Jawa

Barat.

Pengaruh gaya pasang surut mempengaruhi peristiwa abrasi dan sedimentasi. Wilayah

pantai yang mengalami peristiwa pasang surut harian ganda atau pasut surut tipe campuran

condong ke ganda memiliki pengaruh yang berbeda dengan wilayah pantai yang hanya

mengalami pasang surut harian tunggal, dimana wilayah yang memiliki pasang surut tipe

harian ganda dan campuran condong ke ganda mengalami proses transportasi sedimen yang

lebih dinamis jika dibandingkan dengan pasang surut harian tunggal.

Selain tipe pasang surut, perbedaan lama waktu antara pasang dan surut juga

mempengaruhi peristiwa abrasi sedimentasi. Kawasan pantai yang mengalami proses pasang

yang cenderung lebih lama dari waktu surut, akan berakibat memberikan peluang waktu

yang lebih banyak bagi gelombang untuk mengabrasi wilayah daratan.

2. Gelombang

Gelombang laut adalah gerakan melingkar molekul-molekul air yang tampak sebagai

gerakan naik turun. Gelombang laut disebabkan oleh angin yang berhembus pada

permukaan laut yang mendesak air laut.

Menurut Dahuri (1996), ombak merupakan salah satu penyebab yang berperan besar

dalam pembentukan pantai, baik pantai abrasi maupun pantai sedimentasi. Ombak yang

terjadi di laut dalam pada umumnya tidak berpengaruh terhadap dasar laut dan sedimen yang

terdapat di dalamnya. Sebaliknya ombak yang terdapat di dekat pantai, terutama di daerah

pecahan ombak mempunyai energi besar dan sangat berperan dalam pembentukan morfologi

pantai, seperti menyeret sedimen (umumnya pasir dan kerikil) yang ada di dasar laut untuk

ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Di samping mengangkut sedimen dasar, ombak

berperan sangat dominan dalam menghancurkan daratan (abrasi laut). Daya penghancur

ombak terhadap daratan/batuan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keterjalan garis

pantai, kekerasan batuan, rekahan pada batuan, kedalaman laut di depan pantai, bentuk

pantai, terdapat  atau tidaknya penghalang di muka pantai dan sebagainya.

Gelombang yang ditemukan di permukaan laut pada umumnya terbentuk karena adanya

proses alih energi dari angin ke permukaan laut, atau pada saat tertentu disebabkan oleh

gempa di dasar laut. Gelombang ini merambat ke segala arah membawa energi tersebut

kemudian dilepaskannya ke pantai dalam bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombang

ini dapat menempuh jarak ribuan kilometer sebelum mencapai suatu pantai. Gelombang

yang mendekati pantai akan mengalami pembiasan (refraction), dan akan memusat

(covergence) jika mendekati semenanjung, dan akan menyebar (divergence) jika menemui

cekungan. Di samping itu gelombang yang menuju perairan dangkal akan mengalami

spilling, plunging atau surging. Semua fenomena yang dialami gelombang tersebut pada

hakekatnya disebabkan oleh topografi dasar lautnya (sea bottom topography). (Dahuri,

1996).

Tipe gelombang spilling terjadi jika gelombang yang memiliki kemiringan kecil menuju

pantai yang datar. Pada jarak yang jauh dari pantai, gelombang tersebut mulai pecah secara

berangsur-angsur menghasilkan buih pada pada puncak gelombang dan meninggalkan suatu

lapis tipis buih pada jarak yang cukup panjang.

Tipe gelombang plunging terjadi jika kemiringan gelombang dan dasar bertambah.

Gelombang yang pecah dengan puncak gelombangnya akan terjun ke depan dan energinya

dihancurkan dalam turbulensi yang mana sebagian kecil akan dipantulkan pantai ke laut dan

tidak banyak gelombang baru yang terjadi pada air yang lebih dangkal.

Tipe gelombang pecah surging terjadi pada pantai yang memiliki kemiringan yang

sangat besar, seperti pada pantai berkarang. Tipe ini memiliki daerah gelombang pecah yang

sangat sempit dibandingkan dengan dua tipe lainnya dan sebagian besar energi yang dimiliki

dipantulkan kembali ke laut dalam dan sebelum puncak gelombang terjun ke depan, dasar

gelombangnya sudah pecah (Hutabarat dan Evans, 1985). 

3. Arus

Arus adalah gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horisontal massa air. Sistem-

sistem arus laut utama dihasilkan oleh beberapa daerah angin utama yang berbeda satu sama

lain, mengikuti garis lintang sekeliling dunia dan di masing-masing daerah ini angin secara

terus menerus bertiup dengan arah yang tidak berubah-ubah (Nybakken, 1988 dalam

Putinella, 2002).

Berbeda dengan ombak yang bergerak maju ke arah pantai, arus laut, terutama yang

mengalir sepanjang pantai merupakan penyebab utama yang lain dalam membentuk

morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup dalam selang waktu yang

lama, dapat pula terjadi karena ombak yang membentur pantai secara miring. Berbeda

dengan peran ombak yang mengangkut sedimen tegak lurus terhadap arah ombak, arus laut

mampu membawa sedimen yang mengapung maupun yang terdapat di dasar laut.

Pergerakan sedimen searah dengan arah pergerakan arus, umumnya menyebar sepanjang

garis pantai. Bentuk morfologi spit, tombolo, beach ridge atau akumulasi sedimen di sekitar

jetty dan tanggul pantai menunjukkan hasil kerja arus laut.

Pola arus pantai ditentukan  terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara

gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang itu cukup besar, maka akan

terbentuk arus menyusur pantai (longshore current) yang disebabkan oleh perbedaan

tekanan hidrostatik. Jika sudut datang relatif kecil atau sama dengan nol (gelombang yang

datang sejajar dengan pantai), maka akan terbentuk arus meretas pantai (rip current) dengan

arah menjauhi pantai di samping terbentuknya arus menyusur pantai. Diantara kedua jenis

arus pantai ini, arus menyusur pantailah yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap

transportasi sedimen pantai (Dahuri, 1996).

Selain faktor angin, arus juga dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :

a)         Bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Beberapa sistem

lautan utama di dunia dibatasi oleh massa daratan dari tiga sisi dan pula oleh arus ekuator

counter di sisi yang keempat. Batas-batas ini menghasilkan sistem aliran yaitu hampir

tertutup dan cenderung membuat aliran air mengarah dalam suatu bentuk bulatan. Dari

sinilah terbentuk gyre (arus berputar) (Hutabarat dan Evans, 1984).

b)        Efek Coriolis atau gaya Coriolis. Gaya Coriolis adalah gaya semu yang ditimbulkan

akibat efek dua gaya gerakan. Yaitu gerakan rotasi bumi dan gerakan benda relatif terhadap

permukaan bumi. Gaya ini menyebabkan terjadinya perpindahan zat cair di belahan bumi

utara di belokkan ke kanan dan di belahan bumi selatan dibelokkan ke kiri (Kanginan, 1999)

c)         Spiral Ekman atau perpindahan Ekman oleh V. walfrid Ekman, seorang ahli dari

Swedia, pada tahun 1982 menunjukkan secara matematis bahwa di bawah kondisi samudra

yang ideal akan menghasilkan sebuah pengurangan kecepatan arus sistematis dan sebuah

perubahan pada arahnya dalam meningkatkan kedalaman (Rosmini, 2006).

Selain ketiga faktor di atas, gerakan air yang luas dapat diakibatkan oleh perbedaan

densitas lapisan lautan yang mempunyai kedalaman berbeda. Perbedaan itu timbul terutama

disebabkan oleh salinitas dan suhu (Hutabarat dan Evans, 1984).

4. Angin

Angin disebabkan karena adanya perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil dari

pengaruh ketidakseimbangan pemanasan sinar matahari terhadap tempat-tempat yang

berbeda di permukaan bumi. Keadaan ini mengakibatkan naiknya sejumlah besar massa

udara yang ditandai dengan timbulnya sifat khusus yaitu terdapatnya tekanan udara yang

tinggi dan rendah. Sebagai contoh, massa udara yang bertekanan tinggi dibentuk di atas

daerah-daerah kutub, sedangkan massa udara yang bertekanan rendah yang kering dan panas

terkumpul di daerah subtropik. Massa udara ini tidak tetap tinggal pada tempat di mana

mereka ini dibentuk, tetapi begitu mereka melewati daerah daratan mereka akan tersesat

oleh aliran angin yang ditimbulkan dengan adanya perubahan dan variasi iklim setempat.

Massa udara yang bertekanan tinggi ini dikenal sebagai anti-cyclones ; udara yang beredar

di dalamnya berputar ke arah lawan jarum jam (anti-clockwise) pada bagian belahan bumi

sebelah Selatan, sedangkan di belahan bumi sebelah Utara mereka berputar ke arah jarum

jam (clockwise). Massa udara yang bertekanan rendah dinamakan cyclones. Gerakan massa

udara di dalamnya bergerak ke arah jarum jam di belahan bumi Selatan dan ke arah lawan

jarum jam di belahan bumi Utara.

Gelombang yang terjadi di laut disebabkan oleh hembusan angin (Nontji, 1999). Faktor

yang mempengaruhi bentuk/besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin adalah:

kecepatan angin, lamanya angin bertiup, kedalaman laut, dan luasnya perairan, serta fetch

(F) yaitu jarak antara terjadinya angin sampai lokasi gelombang tersebut.

5. Sedimen Pantai

Sedimen pantai adalah partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batuan-

batuan dari daratan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa-sisa rangka-rangka

organisme laut. Tidaklah mengherankan jikalau ukuran partikel-partikel ini sangat

ditentukan oleh sifat-sifat fisik mereka dan akibatnya sedimen yang terdapat pada berbagai

tempat di dunia mempunyai sifat-sifat yang sangat berbeda satu sama lain. Misalnya

sebagian besar dasar laut yang dalam ditutupi oleh jenis partikel yang berukuran kecil yang

terdiri dari sedimen halus. Sedangkan hampir semua pantai ditutupi oleh partikel berukuran

besar yang terdiri dari sedimen kasar.

Keseimbangan antara sedimen yang dibawa sungai dengan kecepatan pengangkutan

sedimen di muara sungai akan menentukan berkembangnya dataran pantai. Apabila jumlah

sedimen yang dibawa ke laut dapat segera diangkut oleh ombak dan arus laut, maka pantai

akan dalam keadaan stabil. Sebaliknya apabila jumlah sedimen melebihi kemampuan ombak

dan arus laut dalam pengangkutannya, maka dataran pantai akan bertambah (Putinella,

2002).

Ada beberapa klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran butirnya, yaitu:

Keterangan Ukuran (mm)

Boulders (batu kasar)Gravel (kerikil)Very course sand (pasir sangat kasar)Course sand (pasir kasar)Medium sand (pasir setengah kasar)Fine sand (pasir halus)Very fine sand (pasir sangat halus)Silt (lanau, lumpur)Clay (lempung)

> 2652 – 2651 – 2

0,5 – 10,25 – 0,5

0,125 – 0,250,0625 – 0,1250,0039 – 0,0625

< 0,0039

Berdasarkan asalnya sedimen dapat dibagi menjadi tiga bagian:

a)    Sedimen lithogeneus, jenis sedimen ini berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di

daratan, yang diangkut ke laut oleh sungai-sungai.

b)   Sedimen biogenus, jenis sedimen ini berasal dari sisa-sisa rangka dari organisme hidup

yang membentuk endapan partikel-partikel halus yang dinamakan ooze yang biasanya

diendapkan pada daerah yang jauh dari pantai. Sedimen ini digolongkan ke dalam dua tipe

yaitu calcareous dan siliceous.

c) Sedimen hidrogeneus. Jenis partikel dari sedimen golongan ini dibentuk sebagai hasil

reaksi kimia dalam air laut. (Hutabarat dan Evans, 1984).

6. Kemiringan dan Arah Garis Pantai

Pantai bisa terbentuk dari material dasar yang berupa lumpur, pasir atau kerikil (gravel).

Kemiringan dasar pantai tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar. Pantai lumpur

mempunyai kemiringan sangat kecil sampai mencapai 1:5000. Kemiringan pantai pasir lebih

besar yang berkisar antara 1:20 dan 1:50. Kemiringan pantai berkerikil bisa mencapai 1:4.

Pantai berlumpur banyak dijumpai di daerah pantai di mana banyak sungai yang

mengangkut sedimen suspensi bermuara di daerah tersebut dan gelombang relatif kecil

(Triatmodjo, 1999).

Arah garis pantai dapat mempengaruhi energi gelombang dan kecepatan arus susur

pantai. Ketika arah datang gelombang tegak lurus dengan arah garis pantai, maka energi

gelombang yang bekerja dapat lebih maksimal dalam melakukan proses abrasi. Sedangkan

untuk arus susur pantai, kecepatannya akan melemah ketika arah datangnya hampir tegak

lurus dengan arah garis pantai.

D. Sungai Berdasarkan Cuaca Sungai adalah bagian permukaan bumi yang letaknya lebih rendah dari tanah di sekitarnya

dan menjadi tempat mengalirnya air tawar menuju ke laut, danau, rawa atau ke sungai yang lain. Sungai merupakan tempat mengalirnya air tawar. Air yang mengalir lewat sungai bisa berasal dari air hujan, bisa berasal dari mata air atau bisa juga berasal dari es yang mengalir (Gletser). Ke mana air itu mengalir? Air mengalir bisa ke laut, ke danau, ke rawa, ke sungai lain dan bisa juga ke sawah-sawah. Ada bermacam-macam jenis sungai. Berdasarkan sumber airnya sungai

dibedakan menjadi tiga macam yaitu: sungai hujan, sungai gletser dan sungai campuran.1) Sungai Hujan, adalah sungai yang airnya berasal dari air hujan atau sumber mata air.

Contohnya adalah sungai-sungai yang ada di pulau Jawa dan Nusa Tenggara.

2) Sungai Gletser, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es.Contoh sungai yang

airnya benar-benar murni berasal dari pencairan es saja (ansich) boleh dikatakan tidak ada,

namun pada bagian hulu sungai Gangga di India (yang berhulu di Peg.Himalaya) dan hulu

sungai Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan Alpen) dapat  dikatakan sebagai

contoh jenis sungai ini.

3) Sungai Campuran, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es (gletser), dari hujan,

dan dari sumber mata air. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Digul dan sungai

Mamberamo di Papua (Irian Jaya).

Berdasarkan debit airnya (volume airnya), sungai dibedakan menjadi 4 macam yaitu sungai

per manen, sungai periodik, sungai episodik, dan sungai ephemeral.

1. Sungai Permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh

sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di  Kalimantan.

Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.

2. Sungai Periodik, adalah sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan

pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa

misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan

sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.

3. Sungai Episodik, adalah sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim

hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.

4. Sungai Ephemeral, adalah sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada

hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim

hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.

REFERENSI

http://www.zonabmi.org/aplikasi/sedimentasi/sedimentasi-erosi-pantai.html (diakses pada senin 1 Juli 2015 pukul 19.45 WIB)

http://bagusrn-fpk09.web.unair.ac.id/artikel_detail-24298-Bahan%20Kuliah-Mengenal%20Jenis%20%20Jenis%20Sungai.html(diakses pada senin 1 Juli 2015 pukul 20.35 WIB)

https://jagoips.wordpress.com/2013/03/26/atmosfer-dan-hidrosfer/(diakses pada senin 1 Juli 2015 pukul 21.15 WIB)