kelas rangkapa

14
Kelas Rangkap Kamis, 03 November 2011 di 00:30 pendidikan 0 komentar A. PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan bidang pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah sejak 1975 melalui proyek Inpres dalam tahapan beberapa Repelita secara kuantitatif telah menunjukkan hasil luar biasa. Jumlah siswa yang semula hanya 13 juta pada tahun 1975 (Balitbangdikbud, 1990) telah bertambah menjadi hampir 29 juta pada tahun 2003 (Balitbangdikbud, 2003). Tingkat partisipasi pendidikan dasar yang semula di bawah 50% telah mencapai hampir 100%. Mereka yang belum memperoleh layanan pendidikan dasar sebagian besar terdiri dari individu yang memang memerlukan layanan khusus, seperti anak berkebutuhan khusus, anak-anak yang tinggal di daerah terpencil, anak nelayan, dsb. Penurunan laju pertumbuhan penduduk pada dekade terakhir ternyata juga berpengaruh terhadap peta persekolahan di Indonesia. Data di beberapa kabupaten dan kota di eks karesidenan Surakarta menunjukkan kecenderungan menurunnya jumlah siswa SD. Hal ini sesuai dengan kecenderungan menurunnya jumlah siswa usia sekolah dasar, yang menurut data Balitbangdikbud (2003) dari tahun 2000 telah sedikit turun dari 38.679.000 menjadi 38.500.000. Kecenderungan ini mungkin berubah dalam beberapa tahun mendatang seiring dengan otonomi daerah, karena banyak daerah yang tidak memberi perhatian layak pada keluarga berencana. Sekolah-sekolah yang terletak di daerah perkotaan padat penduduk atau sekolah-sekolah favorit memang mempunyai jumlah siswa yang relatif stabil. Tetapi di daerah lain, beberapa sekolah dengan jumlah siswa di bawah ambang batas kelayakan (kurang dari 15 orang per angkatan) memaksa Dinas Pendidikan setempat mengambil kebijakan regrouping. Meskipun secara ekonomis kebijakan regrouping berdampak positif bagi pemerintah, di beberapa daerah ternyata mempunyai dampak negatif, baik bagi guru maupun

Upload: backtracklinux

Post on 26-Sep-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ddd

TRANSCRIPT

Kelas RangkapKamis, 03 November 2011di00:30pendidikan0 komentar

A.PENDAHULUANPerkembangan pembangunan bidang pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah sejak 1975 melalui proyek Inpres dalam tahapan beberapa Repelita secara kuantitatif telah menunjukkan hasil luar biasa. Jumlah siswa yang semula hanya 13 juta pada tahun 1975 (Balitbangdikbud, 1990) telah bertambah menjadi hampir 29 juta pada tahun 2003 (Balitbangdikbud, 2003). Tingkat partisipasi pendidikan dasar yang semula di bawah 50% telah mencapai hampir 100%. Mereka yang belum memperoleh layanan pendidikan dasar sebagian besar terdiri dari individu yang memang memerlukan layanan khusus, seperti anak berkebutuhan khusus, anak-anak yang tinggal di daerah terpencil, anak nelayan, dsb.Penurunan laju pertumbuhan penduduk pada dekade terakhir ternyata juga berpengaruh terhadap peta persekolahan di Indonesia. Data di beberapa kabupaten dan kota di eks karesidenan Surakarta menunjukkan kecenderungan menurunnya jumlah siswa SD. Hal ini sesuai dengan kecenderungan menurunnya jumlah siswa usia sekolah dasar, yang menurut data Balitbangdikbud (2003) dari tahun 2000 telah sedikit turun dari 38.679.000 menjadi 38.500.000. Kecenderungan ini mungkin berubah dalam beberapa tahun mendatang seiring dengan otonomi daerah, karena banyak daerah yang tidak memberi perhatian layak pada keluarga berencana. Sekolah-sekolah yang terletak di daerah perkotaan padat penduduk atau sekolah-sekolah favorit memang mempunyai jumlah siswa yang relatif stabil. Tetapi di daerah lain, beberapa sekolah dengan jumlah siswa di bawah ambang batas kelayakan (kurang dari 15 orang per angkatan) memaksa Dinas Pendidikan setempat mengambil kebijakan regrouping.Meskipun secara ekonomis kebijakan regrouping berdampak positif bagi pemerintah, di beberapa daerah ternyata mempunyai dampak negatif, baik bagi guru maupun para siswa. Beberapa guru merasa tidak merasa di rumah, di tempat yang baru. Di daerah yang berpenduduk tidak padat, regrouping menimbulkan masalah transportasi bagi siswa yang harus pindah sekolah.Salah satu alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan pembelajaran kelas rangkap (PKR). Dengan model ini, jumlah siswa yang tidak memenuhi ambang batas dibiarkan seperti adanya, dua atau tiga tingkat dalam sekolah yang sama digabung dan diajar oleh satu guru. Karena itu, guru harus dibekali dengan pengelolaan siswa heterogen dalam kelas yang sama. Pembelajaran kelas rangkap juga dapat mengatasi masalah ketenagaan di sekolah, karena saat ini sebagian besar daerah kekurangan guru. Tidak banyak ditemukan sekolah dengan jumlah guru mencukupi, karena besarnya jumlah guru pensiun, sedangkan kuota pengangkatan guru baru dari pemerintah pusat jauh dari kebutuhan setiap tahun.Implementasi dalam penelitian ini mengacu pada model PKR yang dikemukakan oleh Djalil, Wardani, dan Wihardit (1997), yang sebenarnya telah dikenal secara praktis oleh para guru di lapangan. PKR ternyata populer dan banyak dipakai di berbagai negara dalam kondisi di mana terdapat banyak sekolah kecil, seperti Australia, Meksiko, Kolombia.Djalil, Wardani, dan Wihardit (1997), mengemukakan beberapa alasan mengapa model PKR diperlukan, yaitu :1) sulitnya transportasi peserta didik karena bermukim jauh dari sekolah,2) banyaknya sekolah yang mempunyai jumlah siswa terlalu kecil,3) secara keseluruhan, terjadi kekurangan jumlah guru,4) sebagian disebabkan oleh penyebaran tidak merata,5) kekurangan ruang kelas, dan kemungkinan ada guru yang tidak hadir, padahal tidak ada guru cadangan. PKR menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran umum, ditambah dengan beberapa prinsip khusus, yaitu :1) keserempakan kegiatan belajar mengajar,2) waktu keaktifan akademik tinggi,3) kontak psikologis guru murid berkelanjutan, dan4) efisiensi pemanfataan sumber-daya.Sementara itu, menurut Little (2005), PKR banyak dipakai dalam kondisi berikut.1.Daerah dengan tingkat kepadatan penduduk rendah dengan lokasi sekolah tersebar sehingga jumlah siswa kecil.2.Sekolah yang terdiri dari kelompok-kelompok kelas tersebar di beberapa lokasi.3.Sekolah di daerah yang berangsur-angsur mengalami keadaan jumlah murid dan gurunya menurun.4.Sekolah di daerah dengan pertumbuhan penduduk dan pengembangan sekolah pesat, tetapi jumlah guru belum mencukupi.5.Sekolah di daerah, di mana orangtua memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit di luar daerah.6.Sekolah yang menerima jumlah siswa melebihi batas, sehingga perlu dilakukan penggabungan kelebihan siswa dengan kelas lain.7.Sekolah mobile yang berkeliling melayani berbagai kelompok.8.Sekolah dengan tingkat absensi guru tinggi dan sulit mencari guru pengganti.9.Sekolah-sekolah di daerah dengan penyebaran guru tidak merata.10. Sekolah yang memang sengaja menyelengarakan model PKR.Menurut Udin S Winatasaputra (dalam Djalil, Wardani, & Wihardit, 1997), ada beberapa model pengelolaan kelas dalam PKR, misalnya model dua kelas, dua mata pelajaran, satu ruangan, atau model dua kelas, dua mata pelajaran, dua ruangan. Pemilihan model yang cocok harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan kelas. Misalnya, jika ruang kelas cukup besar dan siswa dapat dikendalikan agar tidak saling terganggu oleh kehadiran kelompok siswa lain, model satu ruang dapat dipilih. Sebaliknya, jika ruang kelas kecil, sehingga tidak dapat menampung siswa dua kelas secara nyaman, model dua ruang dapat dipakai, dengan catatan keduanya mempunyai akses cukup mudah, sehingga guru dapat mengelola keduanya.

B. DEFINISI KELAS RANGKAPa.Pengertian Pembelajaran Kelas Rangkap.Multigrade teachingatau pembelajaran kelas rangkap di SD sudah banyak dilaksanakan di Indonesia di negara-negara maju hal ini sudah menjadi bagian dari sistem pendidikan secara utuh.Pengembangan dan penggunaan model ini dilakukan karena faktor kekurangan tenaga guru, letak geografis yang sulit dijangkau, jumlah siswa relatif kecil, keterbatasan ruangan, atau ketidakhadiran guru.Pembelajaran Kelas Rangkap merupakan model pembelajaran dengan mencampur beberapa siswa yang terdiri dari dua atau tiga tingkatan kelas dalam satu kelas dan pembelajaran diberikan oleh satu guru saja untuk beberapa waktu. Pembelajaran kelas rangkap sangat menekankan dua hal utama, yaitu kelas digabung secara terintegrasi dan pembelajaran terpusat pada siswa sehingga guru tidak perlu berlari-lari antara dua ruang kelas untuk mengajar dua tingkatan kelas yang berbeda dengan program yang berbeda. Namun murid dari dua kelas bekerja secara sendiri-sendiri di ruangan yang sama, masing-masing duduk di sisi ruang kelas yang berlainan dan diajarkan program yang berbeda oleh satu guru. PKR adalah suatu bentuk pembelajaran yang mensyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruangan kelas atau lebih, dalam saat yang sama, dan menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda (IG.AK.Wardhani, 1998).Alasan dilakukannya Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) tidak hanya karena faktor kekurangan guru.PKR juga sering diterapkan karena alasan letak geografis yang sulit dijangkau, ruangan kelas terbatas, kekurangan tenaga guru, jumlah siswa yang relatif sedikit, guru berhalangan hadir, atau mungkin faktor keamanan seperti di daerah pengungsi.Katz (1992), menegaskan bahwa kelas rangkap dilaksanakan tidak hanya karena alasan-alasan letak gegorafis, kekurangan murid, atau kekurangan tenaga guru, akan tetapi lebih dari itu adalah bagaimana meningkatkan mutu pendidikan melalaui fasilitasi yang tinggi bagi perkembangan dan potensi siswa.Oleh karena itu dia mengembangkan tiga jenis kelas rangkap dalam rangka pembelajaran; 1) Combined grades, 2) continuous progress, 3) mixed age/multiage grouping.Model pertama Combine grades; atau juga dikatakan sebagai combined classess, dimana dalam satu kelas terdapat lebih dari satu tingkatan kelas anak.Membagi kelas menjadi beberapa bagian sesuai dengan tuntutan kurikulum untuk beberapa tingkatan atau hanya dua tingkatan.Tujuan utamanya adalah untuk memaksimalkan kemampuan siswa dan pemahaman lingkungan juga meningkatkan sikap dan pengalaman dalam kelompok-kelompok umur yang berbeda.Model kedua Continuous progrees; model ini berupa kelompok anak dengan pencapaian kurikulum yang tinggi dimana proses belajar mengajar melihat keberlanjutan pengalaman dan tingkat perkembangan anak, dalam model ini setiap anak berkesempatan untuk terus berkelanjutan dalam mengikuti setiap tingkatan kelas sesuai dengan lama sekolah, tujuannya adalah setiap anak berkesempatan untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan umur dan perbedaan sikap dan kemampuan ketika belajar bersama.Model ketigamixed age/multiage grouping; dimana proses pembelajaran dan praktek kurikulum memaksimalkan keuntungan dari berinteraksi dan bekerjasama dari beragam umur.Dalam model ini grup dibuat secara fleksibel atau proses re-gruping anak dibuat dalam kelompok umur, jenis kelamin, kemampuan, mungkin terjadi satu guru mengajar untuk lebih dari satu tahun.Alasan dengan menggunakan model berbagai tingkatan umur inimultiage grouping ini adalah;1) memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar tanpa rasa takut dan salah,2) siswa disediakan kegiatan dengan berbagai jenis,3) dengan model ini memungkinkan anak dapat belajar tentang aspek sosial, pemahaman tentang diri dan orang lain, kepercayaan diri dan konsep diri, partisipasi anak dalam kelompok, pada akhirnya dapat meningkatkan hubungan sosial dan pertemanan,4) tidak ada titik signifikansi antara kelompok umur tertentu dengan beragam umur dalam pencapaian prestasi di kelas

C. POLA PELAKSANAAN KELAS RANGKAPPola-pola dalam pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap seperti dikemukakan oleh Oos M. Anwas dalam penelitiannya yang berjudul Pengembangan Model Pembelajaran Kelas Rangkap Berbantuan Media Audio di Sekolah Dasar.Pola pertama, seorang guru menghadapi dua ruangan untuk dua tingkatan kelas yang berbeda, misalnya kelas IV dan V.Masing-masing ruangan ditempati oleh satu tingkatan kelas.Biasanya antarkelas dihubungkan oleh pintu penghubung.Pintu penghubung ini bisa digunakan guru dalam memberikan penjelasan kepada seluruh siswa di semua tingkatan yang berbeda tersebut.Pola kedua, Seorang Guru menghadapi siswa dalam tiga tingkatan kelas yang berbeda.Masing-masing ruangan ditempati oleh kelas III, IV, dan V.Pola ketiga, seorang guru menghadapi dua tingkatan kelas yang berbeda,misalnya kelas IV dan V pada satu ruangan.Pemisahan kelas biasanya dibatasi oleh skat, dinding kain, lemari, atau hanya dikelompokan berdasarkan tempat duduk.Pola keempat, seorang guru menghadapi tiga tingkatan kelas yang berbeda pada dua ruangan kelas; misalnya, kelas IV dan V di satu ruangan, sedangkan kelas VI diruangan lain.Atau mungkin kelas V dan VI yang disatukan disesuakan dengan kondisi sekolah dan jumlah siswa.Pola kelima, seorang guru menghadapi tiga tingkatan kelas yang berbeda dalam satu ruangan.Di sini biasanya diupayakan agar antara kelompok siswa yang satu dengan siswa lainnya ada penghalang/batas.Pengembangan pola pembelajaran tidak hanya terbatas pada lima contoh di atas, akan tetapi banyak pola yang bisa dikembangkan.Bisa saja guru mengajar di lebih dari tiga kelas dalam ruangan terpisah atau mungkin saja dalam satu ruangan.Pola yang dikembangkan ini disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah.Dibawah ini ada sebuah contoh model pembelajaran kelas rangkan dengan berbantuan audio, lebih jelasnya sebagai berikut:Pada model ini guru menghadapi dua kelas pada tingkatan yang berbeda dalam satu ruangan kelas (2.1).Pengelolaan kelas dalam Model PKR Berbantuan Media Audio 2.1.Contoh model pengelolan kelas yang dilakukan oleh guru ini untuk pembelajaran sekitar80 menit.Pada kegiatan pendahuluan ( 10 menit) guru memberikan pengantar dan pengarahan sekaligus untuk dua kelas di dalam satu ruangan.Di sini guru bisa menggunakan dua papan tulis atau satu papan tulis dibagi dua.Topik dan tujuan belajar perlu ditulis agar diketahui siswa dari masing-masing kelas.Guru menjelaskan pula langkah-langkah kegiatan yang akan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung.Pada bagian ini guru juga memberikan penjelasan khusus mengenai tugas-tugas yang harus diselesaikan bagi kelas yang akan mendengarkan media audio.Kegiatan inti ( 60 menit) adalah tahapan inti dalam proses pembelajaran.Pada tahapan ini guru menerapkan berbagai metode pembelajaran yang sesuai untuk masing-masing kelas berdasarkan topik yang diajarkan.Misalnya pada 15 menit pertama, siswa kelas V belajar melalui media audio.Ketika memanfatkan media audio, siswa diberikan keleluasaan untuk memanfaatkan program secara mandiri/berkelompok.Siswa juga dituntut untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dalam media audio.Atur pula volume suara agar tidak mengganggu pada siswa kelas VI.Pada saat yang bersamaan itu guru membimbing kelas VI dalam belajar kelompok.Kemudian 15 menit selanjutnya, guru menugaskan pada siswa kelas VI untuk belajar melalui audio secara mandiri/berkelompok.Guru pindah ke siswa kelas V untuk melakukan diskusi di bawah bimbingan guru terutama tentang materi dari media audio tadi. 15 menit berikutnya, di kelas V guru menugaskan siswa untuk kerja kelompok.Sedangkan di kelas VI, siswa berdiskusi secara kelompok di bawah bimbingan guru.Selanjutnya, 15 menit terakhir, di kelas VI guru meminta setiap kelompok untuk menyajikan hasil diskusinya di depan kelas dengan bimbingan guru.Begitu pula untuk kelas VI, siswa diminta untuk menyajikan laporan hasil diskusi kelompok dihadapan teman-temannya.

D. RPP KELAS RANGKAP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANKELAS RANGKAP

Mata Pelajaran / Topik : 1. PKn / KESEHATAN 2. IPS / KESEHATAN Kelas / Semester : 2 / 1, 3 / 1 Alokasi Waktu : 2 x 35 Menit

I.Standar Kompetensi :1.PKn Kelas 2-Menampilkan sikap cinta lingkungan2. IPS Kelas 3- Memahami lingkungan dan melaksanakan kerjasama disekitar rumah dan sekolah.

II.Kompetensi Dasar :1.PKn Kelas 2- Mengenang pentingnya lingkungan alam seperti dunia tumbuhan dan dunia hewan.2. IPS Kelas 3- Memelihara lingkungan alam buatan disekitar rumah dan sekolah.

III. Indikator :1.PKn Kelas 2- Contoh lingkungan alam dan lingkungan buatan- Menceritakan keadaan lingkungan alam dan lingkungan buatan disekitar rumahmu.2. IPS Kelas 3- Melakukan perawatan lingkungan sekitar rumah

IV. Tujuan Pembelajaran :1.PKn Kelas 2-Setelah guru menjelaskan tentang lingkungan alam dan lingkungan buatan siswa dapat memahaminya.-Setelah guru menjelaskan materi, siswa dapat mengetahui arti dari lingkungan alam dan lingkungan buatan dan siswa dapat menyebuutkan contoh lingkungan alam dan lingkungan buatan.2.IPS Kelas 3-Setelah guru menjelaskan materi tentang lingkungan alam dan lingkungan buatan, siswa dapat memahaminya.-Setelah guru menjelaskan tentang manfaat dari merawat lingkungan, siswa dapat melakukan perawatan lingkungan disekitar rumah.

V. Materi Pembelajaran :Pokok materi : Lingkungan alam dan lingkungan buatanLingkungan alam adalah lingkungan yang diciptakan oleh Tuhanuntuk manusia.Lingkungan buatan adalah lingkungan yang dibuat oleh manusia.1.PKn Kelas 2-Contoh lingkungan alam : Gunung, sungai, laut, dan hutan.-Contoh lingkungan buatan : Rumah, gedung sekolah, jalan raya, dan jembatan.2.IPS Kelas 3Manfaat dari lingkungan alam dan lingkungan buatan yaitu sama-sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.-Cara memelihara lingkungan :Menjaga kebersihanJangan menebang hutan sembaranganMerawat lingkunganMembuang sampah pada tempatnya-Cara memelihara lingkungan buatan :Menjaga kebersihan rumah dengan cara menyapuMerawat gedung sekolahMenjaga kebersihan jalan raya

VI. Metode Pembelajaran :-Ceramah-Diskusi-Latihan-Simulasi

VI. Langkah-langkah Pembelajaran :a.Kegiatan Awal (10 menit)Mengkondisikan Kelas :BerdoaGuru mengisi daftar kelasGuru mempersiapkan materi ajar dan alat peraga

-Apersepsi (Tanya jawab)-Menyampaikan tujuan pembelajaran-Menciptakan kesiapan belajar dengan cara : Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok 4-5 orang, dengan dipimpin 1 ketua kelompok yang ditunjuk sebagai tutor sebaya.

b.Kegiatan Inti (45 menit)-Guru menjelaskan tentang lingkungan alam dan lingkungan buatan kepada siswa kelas 2 dan siswa kelas 3.-Siswa kelas 2 dan 3 mendengar dan menyimak penjelasan guru-Siswa kelas 2 dan 3 masing-masing melakukan kerja kelompok / diskusi kelas, sedangkan siswa kelas 2 menyajikan hasil diskusi kelompoknya kepada guru.-Siswa kelas 2 melaporkan hasil diskusi kelompok, sedangkan siswa kelas 3 menyajikan hasil kerja kelompoknya.-Membuat kesimpulan.

c.Kegiatan Akhir (15 menit)-Mengadakan tes akhir / post test-Melakukan Penilaian-Kegiatan tindak lanjutPR

d.Pesan Moral : Jagalah Lingkungan Sekitarmue.Penguatan / Penegasan

VII. Sumber dan Alat :Sumber :-Buku PKn kelas 2 untuk SD/MI, Percetakan Pusat Perbukuan, karanganSajari, Suharto.-Buku IPS Kelas 3 untuk SD/MI Percretakan Pusat Perbukuan, karanganMuhammad Nursaban, Rusmawan.Alat :-Gambar lingkungan alam dan lingkungan bauatan.

VIII. Penilaian :1.Hasil Pembelajaran :Tekhnik: Tes tertulisBentuk Instrument: UraianProsedur: Post TestSoal: Terlampir2.Proses Pembelajaran :LKS

IX. Kriteria Penilaian :-Setiap jawaban yang benar diberi skor 2-Total Skor = 10Nilai =Perolehan skorx 100 Total Skor

Bekasi, Oktober 2011

MAISAROH

E. HAMBATAN KELAS RANGKAPHambatan dari guru.Hambatan dari pihak guru sebagai pelaksana, muncul akibat dari akumulasi beberapa keluhan/kondisi psikis guru, di antaranya adalah sebagai berikut:1.Kenyamanan bekerja terganggu dengan akan adanya ancaman mutasi. Untuk memenuhi sebuah kriteria sekolah Kelas Rangkap yang hanya membutuhkan 3 guru dan 1 kepala sekolah, maka setiap saat mereka harus siap dimutasi. Saat penelitian ini dilakukan, rata-rata sekolah yang ditunjuk untuk melaksanakan PKR, mempunyai6 orang guru dan 1 kepala sekolah.2.Tidak adanya sosialisasi sebelum diterbitkannya surat keputusan. Hal ini mengakibatkan tidak pahamnya pihak pelaksana mengenai visi, misi, dan filosofi inovasi PKR, sehingga wajar apabila program pembelajaran tersebut tidak dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dan menjadi tujuan pihak inovator (MBE-Pemerintah Daerah).3.Bertambahnya pekerjaan administratif, pekerjaan akademik, pelayanan dan tanggung jawab guru terhadap siswa karena guru mengajar Kelas Rangkap. Hal yang paling mencolok dikeluhkan oleh guru-sebagai pelaksana program adalah perubahan paradigma tentang belajar-mengajar.Selama ini perubahan metode belajar-mengajar telah banyak diterima guru melalui banyak simposium, seminar, workshop, tetapi semuanya (sekali lagi) berpulang kepada masing-masing guru yang menganggap metode mereka sendiri yang paling sesuai (terlepas baik atau tidak).Sebab metode yang mereka lakukan selama inimemberikan rasa aman pada saat mereka melakukan pembelajaran, selain nilai siswa juga meningkat, sehingga wajar apabila guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang selalu mereka lakukan dan tidak ingin mengubah sistem ataumetode yang sudah mereka laksanakan bertahun-tahun tersebut.4.Melekatnya budaya Top Down Management pada guru membuat guru tidak mempunyai inisiatif untuk mendukung dan berpatisipasi aktif dalam menyukseskan program PKR/Multigrade Teaching.Hambatan dari sekolah.Hambatan dari sekolah adalah tidak tersedianya dana pendukung program PKR. Padahal penyediaan dana tambahan dari sekolah adalah mutlak, akibat perubahan pembelajaran dan fisik kelas. Bila hal tersebut tidak terpenuhi maka mustahil pembaharuan pembelajaran seperti yang diharapkan pada saat pelatihan, dapat dilaksanakan. Dana BOS yang ada di sekolah telah dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan individu jauh sebelum PKR ini diterapkan.

F. KESIMPULANMultigrade teaching atau pembelajaran kelas rangkap di SD banyak dilakukan baik di Indonesia maupun negara maju.Penggunaan model ini dilakukan karena faktor kekurangan tenaga guru, letak geografis yang sulit dijangkau, jumlah siswa relatif kecil, keterbatasan ruangan, atau ketidakhadiran guru.Media audio merupakan salah satu pilihan dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran kelas rangkap.Media ini dipandang cukup murah, mudah, dan praktis.Di sisi lain media audio juga bisa mengatasi lemahnya budaya membaca.Penggunaan pola pembelajaran kelas rangkap sangat ditentukan oleh kondisi dan kebutuhan sekolah. Di sini kreativitas guru sangat dituntut. Model PKR Berbantuan Media Audio terbukti membantu tugas guru.Di samping itu, model ini dapat memudahkan siswa dalam memahami materi serta bisa meningkatkan motivasi belajar. Hal ini merupakan aspek penting dalam meningkatkan kualitas pembelajaran terutamabagi sekolah yang melakukan pembelajaran kelas rangkap.

DAFTAR PUSTAKAAnderson, Ronal H. 1994. Selecting and Developing Media for Instruction, edisi Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.Djalil, Aria, dkk. 1998. Pembelajaran Kelas Rangkap, Modul PGSD. Jakarta: Depdiknas.Goodlad, John I., and Robert H. Anderson. 1987. The Nongraded Elementary School, RevisedEdition. New York: Teachers College Press, Columbia University. 248 pages.Katz, L.G., Evangelou, D., and Hartman. 1990 J.A.The Case for Mixed-Age Grouping in Early Childhood. Washington, DC: National Association for the Education of Young Children. ED 326 302.Wardhani, IGK. 1998. Hakikat Pembelajaran Kelas Rangkap; Buku Materi Pokok 1. Jakarta: Universitas Terbuka.Wilkinson, Gene L. 1980. Media dalam Pembelajaran; Penelitian Selama 60 Tahun, Edisi Indonesia. Jakarta: CV Rajawali.Little, A.W. (2005). Learning and teaching in multigrade settings. Paper presented for the UNESCO 2005 EFA Monitoring Report.Lloyd, L. (1999). Multi-age classes and high ability students. Review of Educational Research, 69 (2), 187-212.