kelainan pada testis atau ovarium (s uma’mur p.k, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau...

36
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep LBP 2.1.1. Defenisi Nyeri punggung bawah adalah nyeri di daerah punggung bawah, yang mungkin disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesitulang. Nyeri punggung bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif seperti penyakit artritis, osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang. Obesitas, merokok, berat badan saat hamil, stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga dapat menyebabkan nyeri punggung bawah (Anonim, 2014). Nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan pada punggung bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal (punggung bawah), otot, saraf, atau struktur lainnya disekitar daerah tersebut. Nyeri punggung bawah dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari luar punggung bawah misalnya penyakit atau kelainan pada pinggang, hernia inguinalis, penyakit atau kelainan pada testis atau ovarium (Suma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009), bahwa nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya.

Upload: others

Post on 21-Jan-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep LBP

2.1.1. Defenisi

Nyeri punggung bawah adalah nyeri di daerah punggung bawah, yang

mungkin disebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesitulang. Nyeri punggung

bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit juga dapat

disebabkan oleh kondisi degeneratif seperti penyakit artritis, osteoporosis atau

penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi, atau

kelainan bawaan pada tulang belakang. Obesitas, merokok, berat badan saat hamil,

stres, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai untuk kegiatan yang

dilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga dapat menyebabkan nyeri punggung

bawah (Anonim, 2014).

Nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan pada punggung

bawah yang sumbernya adalah tulang belakang daerah spinal (punggung bawah),

otot, saraf, atau struktur lainnya disekitar daerah tersebut. Nyeri punggung bawah

dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari luar punggung bawah

misalnya penyakit atau kelainan pada pinggang, hernia inguinalis, penyakit atau

kelainan pada testis atau ovarium (Suma’mur P.K, 2009).

Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009), bahwa nyeri

punggung bawah adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat

merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya.

Page 2: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

9

Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di

daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan perjalanan nyeri ke arah

tungkai dan kaki

Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan pada daerah punggung bawah,

dapat berupa nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa di

antara sudut iga bagian bawah sampai lipatan bokong bawah yaitu daerah lumbal dan

lumbosacral (Kasjono, 2017).

Nyeri punggung bawah adalah suatu sindrom nyeri yang terjadi pada daerah

punggung bawah. Low back pain adalah gangguan muskuloskeletal yang pada daerah

punggung bawahyang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh yang

kurang baik.Penyebab dari LBP bervariasi, antara lain karena faktor degeneratif,

inflamasi, infeksi, metabolik, neoplasma, traumatik, kongenital, muskuloskeletal,

viserogenik, vaskuler, psikogenik, serta pasca operasi (Johannes, 2010).

2.1.2. Faktor Resiko Low Back Pain

Berdasarkan faktor penyebabnya LBP terdiri dari 4 macam jenis nyeri antara

lain :

1. LBP spondilogenik

Nyeri spondilogenik merupakan suatu sensasi nyeri yang disebabkan karena

adanya kelainan pada vertebra, sendi dan jaringan lunaknya. Misalkan seperti

spondilosis, osteoma, osteoporosis dan nyeri punggung miofasial.

Page 3: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

10

2. LBP viseronik

Nyeri viseronik merupakan suatu sensasi nyeri yang disebabkan karena

adanya kelainan pada organ dalam, misalnya kelainan ginjal, kelainan

ginekologik dan tumor retropritoneal.

3. LBP vaskulogenik

Nyeri vaskulogenik merupakan suatu sensasi nyeri yang disebabkan karena

adanya kelainan pembuluh darah, misalnya pada aneurisma dan gangguan

peredaran darah.

4. LBP psikogenik

Nyeri psikogenik merupakan suatu sensasi nyeri yang timbul karena adanya

gangguan psikis seperti neurosis, ansietas dan depresi (Fauzan, 2013).

Berdasarkan penelitian (Johannes, 2010) secara mekanik dan data statistic

didapatkan kesimpulan bahwa terdapat enam faktor yang menyebabkan terjadinya

cidera otot (MSDs) akibat bekerja.

1. Faktor Pekerjaan

Berikut ini faktor-faktor pekerjaan yang mampu menyebabkan

terjadinya cidera otot atau jaringan tubuh :

1) Posisi saat Bekerja

Posisi tubuh saat bekerja yang menyimpang dari normal dan dilakukan

secara berulang akan meningkatkan resiko terjadinya LBP.

Kriteria Penilaian sikap tubuh:

a) Sikap tubuh normal : tegak/sedikit membungkuk 0-20 derajat

dari garis vertikal

Page 4: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

11

b) Sikap tubuh fleksi sedang : membungkuk 20-45 derajat dari

garis vertikal

c) Sikap tubuh fleksi berlebih : membungkuk >45derajat dari

garis vertika

d) Sikap tubuh fleksi ke samping atau berputar : menekuk

kesamping kanan atau kiri atau berputar >15 derajat dari

vertical

2. Masa Bekerja

Masa bekerja merupakan lamanya seseorang bekerja di suatu

perusahaan. Berkaitan dengan hal tersebut, MSDs merupakan penyakit kronis

yang membutuhkan waktu lama untuk bermanifestasi. Jadi semakin lama

seseorang bekerja di suatu perusahaan atau semakin lama terpajan oleh faktor

resiko, maka semakin tinggi pula terjadinya MSDs.

3. Durasi Bekerja

Sukarto (2009) mengatakan bahwa ketika manusia duduk, beban yang

diterima lebih berat 6-7 kali dari berdiri. Jika riding position-nya salah, bagian

tulang belakang yakni vertebra lumbal 2-3 akan terserang LBP. Durasi bekerja

yang produktif adalah 8-10 jam sehari. Diperkirakan apabila lebih dari 10 jam

produktivitas kerja akan menurun.

4. Repetisi

Pengulangan gerakan kerja yang terjadi secara terus menerus dengan

pola yang sama mampu meningkatkan terjadinya LBP. Hal ini dapat terlihat

dimana frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi, sehingga pekerja

Page 5: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

12

harus terus menerus bekerja sesuai sistem yang ada. Gerakan bekerja yang

berulang mampu menyebabkan degenerasi tulang punggung daerah lumbal.

5. Pekerjaan statis

Berdasarkan penelitian oleh Riihiimaki (2009) disebutkan bahwa

pekerjaan dengan postur yang dinamis, memiliki resiko MSDs lebih rendah

dibandingkan dengan pekerjaan yang menuntut postur statis. Hal ini

disebabkan karena dengan postur yang statis mampu menurunkan sirkulasi

darah dan nutrisi pada jaringan otot.

6. Pekerjaan yang membutuhkan tenaga atau beban

Pekerjaan yang membutuhkan tenaga besar akan memberikan beban

mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligamen, dan sendi. Beban yang

berat tersebut akan menyebabkan iritasi, inflamasi otot, kerusakan otot,

tendon dan jaringan lainnya

2.1.3 Insiden Low Back Pain

Low Back Pain sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-

negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah mengalami

episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan

point prevalence rata-rata 30%. Di AS nyeri ini merupakan penyebab yang urutan

palingsering dari pembatasan aktivitas pada penduduk dengan usia <45 tahun, urutan

kedua untukalasan paling sering berkunjung ke dokter, urutan kelima alasan

perawatan dirumah sakit, dan alasan penyebab yang paling sering untuk tindakan

operasi. Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada, namun

diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun pernah menderita

Page 6: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

13

nyeri pinggang, prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden

berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara

3-17%.

2.1.4 Tanda dan Gejala Low Back Pain

Adapun tanda dan gejala dari Low Back Pain menurut Ratini (2015) antara

lain yakni:

1. Nyeri sepanjang tulang belakang, dari pangkal leher sampai tulang ekor.

2. Nyeri tajam terlokalisasi di leher, punggung atas atau punggung bawah

terutama setelah mengangkat benda berat atau terlibat dalam aktivitas berat

lainnya.

3. Sakit kronis di bagian punggung tengah atau punggung bawah, terutama

setelah duduk atau berdiri dalam waktu yang lama.

4. Nyeri punggung menjalar sampai ke pantat, dibagian belakang paha, ke betis

dan kaki.

5. Ketidakmampuan untuk berdiri tegak tanpa rasa sakit atau kejang otot di

punggung bawah.

2.1.5 Pemeriksaan Fisik Low Back Pain

1. Tes Laseque

Posisi pasien tidur terlentang dengan paha fleksi dan lutut ekstensi.

Pertama, telapak kaki pasien (dalam posisi 0°) didorong ke arah muka

kemudian setelah itu tungkai pasien diangkat sejauh 40° dan sejauh 90°. Hasil

Page 7: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

14

positif apabila pasien merasakan nyeri yang menjalar dari punggung bawah

sampai tungkai bawah (terutama di betis) dan pergelangan kaki (Fathoni et al.,

2009).

Gambar 2.1. Tes Laseque(Sumber: Harsono, 2007)

2. Tes Bragard

Posisi pasien tidur terlentang menggerakkan fleksi paha secara pasif

dengan lutut lurus disertai dorsi fleksi pergelangan kaki dengan sudut 30

derajat. Hasil positif apabila pasien merasakan nyeri pada posterior gluteal

yang menjalar ke tungkai.

3. Tes Nyeri

Gerakan sama dengan tes laseque hanya ditambahkan dengan gerakan

fleksi kepala secara aktif dan biasanya dilakukan pada 40-60 derajat. Hasil

dikatakan positif apabila dirasakan nyeri sepanjang distribusi n.ischiadicus

(Arista, 2015).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis low back pain adalah

dengan menggunakan pemeriksaan radiologi (x-ray, computed tomography, atau

Page 8: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

15

magnet resonance imaging). Tes ini sering menunjukkan perubahan tulang belakang

(vertebrae) atau ruang antara tulang belakang (cakram). Tes radiologi sebenarnya

tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan kanker kecuali pada pasien yang rasa

sakitnya memburuk meskipun perawatan awal atau jika pasien memiliki tanda-tanda

kerusakan saraf atau kondisi medis yang serius. Tanda-tanda tersebut meliputi

penurunan berat badan, demam, refleks normal, hilangnya kekuatan otot atau sensasi

di kaki (Chou et al., 2011).

2.1.7 Stadium Penyakit Low Back Pain

Stadium penyakit, derajat nyeri dan disfungsi akibat nyeri pinggang. Stadium

nyeri disebut akut bila nyeri hilang spontan kurang dari 4-5 minggu. Nyeri lebih lama

dari 5 minggu disebut stadium kronis. Klasifikasi derajat nyeri dapat dilihat sebagai

berikut:

1. Derajat minimal, keluhan nyeri hanya kadang-kadang. Bila ada keluhan tidak

menghambat kegiatan sehari-hari.

2. Derajat ringan (mild), bila nyeri pinggang menetap dan ada hubungannya

dengan kegiatan pada posisi tubuh membungkuk, duduk dan berdiri lama.

Akibatnya terjadi kelelahan otot disertai memar otot (strain, sprain, overused).

Keluhan LBP tidak menyebabkan berhenti dari kegiatan normal yang lama.

3. Derajat berat (severe) keluhan LBP sangat berat sehingga hanya mampu

melaksanakan kegiatan minimal seperti bangkit dari tidur, duduk dan bangkit

untuk berdiri. Keluhan nyeri yang timbul hampir tak dapat ditahan.

2.2 Anatomi Fisiologi Tulang Belakang

2.2.1 Anatomi Tulang Belakang

Page 9: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

16

Tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang di bentuk oleh sejumlah

tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang. Pada orang dewasa panjang

tulang belakang dapat mencapai 57- 67 cm. Tulang belakangmemiliki 33 ruas yang

terdiri dari 24 buah ruas merupakan tulang-tulang yang terpisah dan 9 ruas lainnya

tergabung membentuk dua tulang. Vertebra di kelompokkan menjadi beberapa bagian

dan di beri nama sesuai dengan daerah yang di tempati yaitu :

1. Vertebra Serukalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang

toraks atau dada yang terdiri dari 12 ruas

2. Vertebra Torakalis atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk

yang terdiri dari 7 buah

3. Vertebra Lumbalis atau ruas tulang punggung membentuk daerah lumbal atau

pinggang yang terdiri dari 5 buah

4. Vertebra Sakralis atau tulang kelangkang membentuk sacrum atau tulang

kelangkang yang terdiri dari 5 buah

5. Vertebra Kosigeus atau ruas tulang punggung membentuk tulang kosigeus

atau tulang tungging yang terdiri dari 4 buah.

2.2.2 Fisiologi Tulang Belakang

Kolumna vertebralis memperlihatkan 4 lengkung anteroposterior yaitu

lengkung vertical pada daerah leher melengkung kedepan, daerah torakal melengkung

kebelakang, daerah lumbal melengkung kedepan dengan daerah 20 pervil

melengkung kebelakang. Kolumna vertebralis bekerja sebagai pendukung badan yang

kokoh dan sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan perantara tulang rawan

cakram intervertebralis yang lengkungnya memberi fleksibilitas dan memungkinkan

Page 10: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

17

membomgkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan

yang terjadi bila menggerakan badan seperti waktu berlari dan meloncat. Dengan

demikian otak dan sumsum tulang belakang terlindung terhadap goncangan. Kolumna

vertebralis juga memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk kaitan otot dan

membentuk tapal batas posterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan

memberi kaitan pada iga.

Gambar 2.2 Anatomi Tulang Belakang

2.2.3 Patofisiologi Nyeri Punggung Bawah

Everett (2010) menyebutkan pada umumnya nyeri punggung bawah

disebabkan oleh sebuah peristiwa traumatis akut, atau trauma kumulatif dimana berat

ringannya suatu peristiwa traumatis akut sangatlah bervariasi. NPB akibat trauma

kumulatif lebih sering terjadi di tempat kerja, misalnya karena duduk statis terlalu

lama atau posisi kerja yang kurang ergonomis.

Page 11: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

18

Beberapa struktur anatomis elemen-elemen tulang punggung bawah antara

lain : tulang, ligamen, tendon, diskus, otot dan saraf diduga memiliki peran yang

besar untuk menimbulkan rasa nyeri. Struktur disekitar diskus intervertebralis yang

sensitif terhadap rasa sakit ialah: ligamentum longitudinal anterior, ligamentum

longitudinal posterior, korpus vertebra, akar saraf, dan kartílago dari facet joint.

Banyak dari komponen-komponen tersebut diatas memiliki persarafan sensoris yang

dapat menghasilkan sinyal nosiseptif yang merupakan reaksi terhadap adanya suatu

kerusakan jaringan. Penyebab lainnya bisa neuropatik, misalkan ischialgia.

Kebanyakan kasus NPB kronis merupakan campuran antara nosiseptif dan

neuropatik. Konsep spiral degeneratif biomekanis memiliki bobot kualitas yang baik

serta mendapatkan penerimaan yang lebih luas para ahli. Secara

biomekanik,pergerakan tulang punggung bawah merupakan gerakan kumulatif dari

tulang-tulang vertebra lumbalis, dengan 80-90% merupakan gerakan fleksi dan

ekstensi lumbal yang terjadi di diskus intervertebralis L4-L5 dan L5-S1.

Posisi gerakan tulang belakang lumbal yang paling berisiko untuk mengakibatkan

nyeri punggung bawah ialah fleksi ke depan (membungkuk), rotasi (memutar), dan

ketika mencoba untuk mengangkat benda berat dengan tangan terentang kedepan.

Pembebanan aksial dengan durasi pendek ditahan oleh serat kolagen annular diskus.

Pembebanan aksial dengan durasi yang lebih lama menciptakan tekanan ke anulus

fibrosus lebih lama dan mengakibatkan tekanan menyebar ke endplates. Jika anulus

dan endplate dalam keadaan baik, kekuatan beban dapat dengan baik ditahan. Namun

tekanan yang dihasilkan dari kontraksi otot lumbal dapat bergabung dengan tekanan

beban dan dapat meningkatkan tekanan intradiskal yang melebihi kekuatan serat

Page 12: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

19

annular diskus intervertbralis. Beban kompresi pada diskus yang berulang-ulang

seperti pada gerakan fleksi dan torsi lumbal saat mengangkat suatu benda,

menempatkan diskus pada resiko untuk mengalami kerobekan annulus fibrosus. Isi

anulus fibrosis yaitu nukleus pulposus dapat menerobos annulus fibrosus yang robek.

Serat paling dalam dari annulus fibrosus ini tidak mempunyai persarafan sehingga

bila mengalami kerobekan tidak menimbulkan rasa nyeri. Tetapi apabila nukleus

pulposus sudah mencapai tepi luar dari annulus fibrosus, kemungkinan akan

menimbulkan rasa nyeri karena tepi aspek posterior dari annulus fibrosus mendapat

persarafan dari beberapa serabut saraf dari n.sinuvertebral dan aspek lateral dari

diskus disarafi pada bagian tepinya oleh cabang dari rami anterior dan gray rami

communicants (Everet, 2010).

Penelitian sejak akhir abad ke-20 menunjukkan bahwa penyebab kimia dapat

berperan dalam produksi nyeri punggung bawah. Konsep ini merumuskan bahwa

robeknya serat annular memungkinkan enzim fosfolipase A2 (Phospholipase A2/

PLA2), glutamat dan mungkin senyawa lainnya yang belum diketahui yang

merupakan komponen dari nukleus pulposus, masuk ke ruang epidural dan menyebar

ke Dorsal Root Ganglion (DRG). Komponen dari nukleus pulposus, yang paling

terkenal adalah enzim fosfolipase A2 (PLA2). PLA2 ini dapat berpengaruh secara

langsung pada jaringan saraf, atau mungkin berperanan dalam mengatur respons

inflamasi kompleks yang bermanifestasi sebagai nyeri punggung bawah. Glutamat,

yang merupakan transmitter neuroexcitatory, telah diidentifikasi berada dalam

proteoglikan diskus yang mengalami degenerasi dan telah ditemukan menyebar ke

DRG yang mempengaruhi reseptor glutamat. Substansi P (pain/ nyeri) berada di

Page 13: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

20

neuron aferen, termasuk DRG, dan dilepaskan sebagai respon terhadap rangsangan

berbahaya, seperti getaran dan kompresi mekanik saraf. Vertebra yang tidak stabil

dan segmen diskus menjadi lebih rentan terhadap getaran dan beban fisik berlebihan,

sehingga mengakibatkan terjadinya kompresi DRG dan merangsang pelepasan

substansi P. Substansi P, pada gilirannya, merangsang pelepasan histamin dan

leukotriene, yang mengarah ke sebuah perubahan transmisi impuls saraf. Neuron

menjadi lebih peka terhadap rangsangan mekanik, mungkin menyebabkan iskemia,

yang menarik sel polymorphonuclear dan monosit ke daerah-daerah yang

memfasilitasi degenerasi diskus lebih lanjut dan menghasilkan rasa nyeri yang lebih

besar. Pada gerakan fleksi lumbal, ketegangan tertinggi dicatat pada ligamen

interspinous dan supraspinous, diikuti oleh ligamen intracapsular dan ligamentum

flavum. Pada gerakan ekstensi lumbal, ligamen yang mengalami ketegangan tinggi

ialah ligamentum longitudinal anterior. Gerakan fleksi ke lateral menghasilkan

ketegangan tertinggi di ligamen kontralateral. Gerakan rotasi menghasilkan

ketegangan tertinggi di ligamen kapsuler. Pembebanan yang berlebihan dapat

mengakibatkan kerusakan pada ligament tersebut diatas dan menimbulkan rasa nyer.

2.3 Metode Penilaian Risiko Low Back Pain

2.3.1 Rapid Entire Body Assessment(REBA)

REBA adalah metode yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Lynn

McAtamney yang secara efektif digunakan untuk menilai postur tubuh pekerja.

REBA telah dikembangkan untuk menilai tipe dari ketidak pastian penemuan postur

pekerjaan dalam pelayanan kesehatan dan industri lainnya. Data dikumpulkan tentang

postur tubuh, gaya yang digunakan, tipe dari pergerakan dan tindakan, pengulangan

Page 14: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

21

kerja, dan Coupling. Skor akhir dari REBA memberikan indikasi dari level risiko dan

tingkat keparahan dengan mengambil tindakan mana yang harus didahulukan.

(Hignett dan McAtamney, 2010). Metode ini relatif mudah digunakan karena untuk

mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar yang spesifik, hanya

berupa range sudut.

Terdapat tiga tahapan proses perhitungan yang dilalui yaitu: mengumpulkan

data mengenai postur pekerja tiap kegiatan menggunakan video atau foto.

1. Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti:

1) Badan (trunk)

2) Leher (neck)

3) Kaki (leg)

4) Lengan bagian atas (upper arm)

5) Lengan bagian bawah (lower arm)

6) Pergelangan tangan (hand wrist)

2. Menentukan berat beban, pegangan (coupling) dan aktivitas kerja

3. Menentukan nilai REBA untuk postur yang relevan dan menghitung skor

akhir dari kegiatan

2.3.2. Langkah-Langkah Penilaian REBA

Pada metode REBA segmen-segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan

kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.

Dari data sudut segmen tubuh pada masing-masing grup dapat diketahui skornya,

kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan

Page 15: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

22

tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing-masing tabel.

Gambar 2.3 Range Pergerakan Punggung

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Berdasarkan gambar 2.3 range pergerakan punggung merupakan gerakan yang

dilakukan oleh tubuh saat beraktivitas yang membentuk sudut tubuh. Sumbu tegak

lurus atau sumbu y adalah garis sejajar dari tulang belakang manusia.

Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Pergerakan Skor Perubahan Skor

Tegak/ alamiah 1

+1 Jika memutar/ miring

kesamping

0°- 20° flexion

0°- 20°extention2

20°-60° flexion

>20° extension3

>60° flexion 4

Page 16: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

23

Tabel 2.1 pergerakan punggung menjelaskan pembobotan skor dari masing-masing

sudut tubuh. Nilai pergerakan 1 diberikan jika pergerakan tubuh pada saat posisi

tubuh tegak secara alamiah. Pergerakan tubuh extension maupun flexion yang

membentuk sudut mulai dari 0°- 20° bernilai skor sebesar 2, sedangkan pergerakan

tubuh membentuk sudut 20°-60° flexion dan lebih dari 20° extension bernilai 3, dan

pergerakan yang membentuk sudut lebih dari 60° flexion bernilai skor sebesar 4.

Skor-skor tersebut akan mendapatkan tambahan skor sebesar 1 jika saat bergerak

membentuk sudut tubuh terjadi gerakan memutar/tiring kesamping.

Gambar 2.4 Range Pergerakan Leher

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Gambar 2.4 range pergerakan leher merupakan gambar yang menjelaskan pergerakan

yang dilakukan oleh leher manusia saat beraktivitas. Penentuan garis vertikal atau

sumbu y pada pergerakan leher berdasarkan garis lurus posisi leher dan kepala,

sedangkan garis horizontal atau sumbu x berdasarkan posisi bahu.

Page 17: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

24

Tabel 2.2 Skor Pergerakan Leher

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Pergerakan Skor Perubahan Skor

0°- 20° flexion 1 +1 Jika memutar/miring kesamping

>20° flexion atau extension 2

Tabel 2.2 skor pergerakan leher menjelaskan bobot skor dari pergerakan leher yang

dilakukan. Pergerakan leher membentuk sudut 0°- 20° flexion bernilai skor sebesar 1,

sedangkan pergerakan leher membentuk sudut lebih dari 20° flexion atau extension

bernilai skor 2. Skor akan bertambah 1 jika saat bergerak, leher melakukan

pergerakan memutar atau miring ke samping.

Gambar 2.5 Pergerakan Kaki

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Gambar 2.5 pergerakan kaki merupakan gambar yang menjelaskan pergerakan kaki

manusia saat beraktivitas. Terdapat dua pergerakan kaki yang dilakukan yaitu kaki

yang tertopang sehingga bobot tersebar merata pada kedua kaki dan kaki yang tidak

tertopang atau bobot beban yang tersebar tidak merata.

Page 18: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

25

Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Pergerakan Skor Perubahan Skor

Kaki tertopang, bobot

tersebar merata, jalan

atau duduk

1+1 Jika lutut antara 30° dan 60° flexion

+2 Jika lutut >60° flexion (tidak ketika

duduk)Kaki tidak tertopang,

bobot tersebar merata/

postur tidak stabil

2

Tabel 2.3 skor pergerakan kaki menjelaskan bobot yang diperoleh dari gerakan-

gerakan yang dilakukan oleh kaki saat beraktivitas. Pergerakan kaki tertopang atau

bobot tersebebar merata pada kedua kaki mendapatkan skor sebesar 1, sedangkan

pergerakan kaki tidak tertopang atau bobot tersebar tidak merata mendapatkan skor 2.

Skor akan bertambah 1 pada gerakan kaki yang dilakukan apabila lutut kaki

membentuk sudut antara 30° dan 60° flexion, sedangan apabila lutut membentuk

sudut lebih dari 60° flexion (tidak ketika duduk) akan ditambahkan skor sebesar 2.

Page 19: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

26

Gambar 2.6 Range Pergerakan Lengan Atas

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Gambar 2.6 range pergerakan lengan atas yang menunjukkan sudut-sudut gerakan

yang dilakukan oleh lengan bagian atas manusia saat beraktivias. Terdapat 4 bagian

pembobotan sudut yang dilakukan antara lain untuk 0°-20° flexion maupun axtension

dengan bobot skor sebesar 1, pergerakan lengan atas flexion mulai dari 20°-45° dan

lebih dari 20° extension berbobot 2, untuk pergerakan lengan atas flexion dengan

sudut 45°-90° berbobot skor sebesar 3, dan pergerakan lengan atas yang terakhir

adalah pergerakan flexion lebih dari 90° mendapatkan bobot skor sebesar 4.

Tabel 2.4 Skor Pergerakan Lengan Atas

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Pergerakan Skor Perubahan Skor

20° extension sampai 20°

flexion1

+1 Jika posisi lengan:

- Adducted

- Rotated>20° extension 2

Page 20: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

27

20°-45° flexion +1 Jika bahu ditinggikan

+1 jika besandar, bobot lengan

ditopang atau sesuai gravitasi

45°-90° flexion 3

>90° flexion 4

Bobot skor akan bertambah 1 apabila posisi lengan pada posisi adducted ataupun

rotated, jika bahu ditinggikan, dan jika bersandar atau bobot lengan ditopang atau

sesuai gravitasi. Tabel 2.4 merupakan rangkuman dari penjelas sebelumnya.

Gambar 2.7 Range Pergerakan Lengan Bawah

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Gambar 2.7 range pergerakan lengan bawah menunjukkan pergerakan lengan bawah

yang membentuk sudut-sudut tertentu saat bekerja. Terlihat pada tabel 2.5 skor

pergerakan lengang bawah.

Tabel 2.5 Skor Pergerakan Lengan Bawah

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Pergerakan Skor

60°-100° flexion 1

<20° flexion atau > 100° flexion 2

Page 21: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

28

Gambar 2.5 Pergerkan pergelangan tangan manusia selama proses bekerja yang

membentuk sudut-sudut tertentu. Terlihat pada gambar 2.6 sudut-sudut yang

terbentuk pada pergelangan tangan.

Tabel 2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan

(Sumber: Hignett dan McAtamney)

Pergerakan Skor Perubahan Skor

0°-15° flexion/extension 1 + Jika pergelangan tangan

menyimpang/ berputar15° flexion/ extension 2

Setelah skor-skor pergerakan tubuh didapatkan maka tabel-tabel tersebut digunakan

untuk mencari skor REBA pada tabel A maupun B. Tabel 2.8 merupakan tabel untuk

mencari skor pada bagian tubuh atas mulai dari pergerakan leher, punggung, sampai

dengan posisi kaki. Cara untuk mendapatkan nilai pada tabel A yaitu dengan

mengurutkan nilai-nilai yang didapat dari masing-masing segmen pergerakan pada

tabel A hingga mendapatkan hasil skor pada tabel tersebut. Skor yang didapatkan

pada tabel A akan bertambah apabila beban yang diberikan pada operator saat bekerja

memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

Tabel 2.7 Tabel untuk mencari skor pada bagian tubuh atas mulai dari

pergerakan leher, punggung, sampai dengan posisi kaki (Sumber:

Hignett dan McAtamney, 2010)

Punggung

1 2 3 4 5

Leher = Kaki

Page 22: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

29

1 1 1 2 2 3 4

2 2 3 4 5 6

3 3 4 5 6 7

4 4 5 6 7 8

Leher =

2

Kaki

1 1 3 4 5 6

2 2 4 5 6 7

3 3 5 6 7 8

4 4 6 7 8 9

Leher =

3

Kaki

1 3 4 5 6 7

2 3 5 6 7 8

3 5 6 7 8 9

4 6 7 8 9 9

Beban

0 1 2 +1

<5 kg 5-10 kg >10 kg

Penambahan Beban

secara tiba-tiba atau

secara cepat

Tabel 2.8 merupakan tabel skor tubuh untuk mencari skor tubuh berdasarkan segmen

tubuh lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Cara untuk mencai skor

pada tabel B diurutkan skor-skor yang terdapat dari segmen tubuh sehingga

Page 23: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

30

didapatkan skor tabel B. Skor yang diperoleh akan bertambah apabila memenuhi

syarat-syarat yang terdapat pada coupling saat bekerja.

Tabel 2.8 Tabel skor tubuh untuk mencari skor tubuh berdasarkan segmen

tubuh lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Coupling

0 – Good 1 – Fair 2 - Poor 3 – Unacceptable

Pegangan pas

dan tepat

ditengah,

genggaman

kuat

Pegangan tangan

bias diterimatapi

tidak

ideal/couping

lebih sesuai

digunakan oleh

bagian lain dari

tubuh

Pegangan tangan

tidak bisa

diterima

walaupun

memungkinkan

Dipaksakan

genggaman yang

tidak aman, tanpa

pegangan coupling

tidak sesuai

digunakan oleh

bagian lain dari

tubuh

Tabel 2.9 merupakan tabel skor REBA yang akan digunakan untuk mengetahui risk

level dari kegiatan yang dilakukan manusia saat bekerja. Caranya dengan

mengurutkan nilai dari tiap tabel yang telah didapatkan, skor pada tabel C akan

bertambah apabila aktivitas yang dilakukan oleh manusia atau pekerja memenuhi

kriteria activity score.

Page 24: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

31

Tabel 2.9 Tabel untuk mengetahui risk level dari kegiatan yang dilakukan

manusia saat bekerja.

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

Skor A

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Skor

B

1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12

2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12

3 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12

4 2 3 3 4 5 7 8 9 10 11 11 12

5 3 4 4 5 6 8 9 10 10 11 12 12

6 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 12

7 4 5 6 7 8 9 9 10 11 11 12 12

8 5 6 7 8 8 9 10 10 11 12 12 12

9 6 6 7 8 9 10 10 10 11 12 12 12

10 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12

Activity Skor

+1 Jika 1 atau lebih bagian

tubuh statis, ditahan lebih

dari 1 menit

+1 Jika pengulangan

gerakan dam rentang

waktu singkat, diulang

lebih dari 4 kali permenit

+1 Jika gerakan

menyebabkan

perubahan atau

pergeseran atau

Page 25: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

32

(tidak termasuk berjalan) pergeseran postur yang

cepat dari posisi awal

Setelah skor pada tabel C didapatkan maka langkah selajutnya adalah menentukan

termasuk kedalam kategori apa kegiatan manusia atau operator yang diamati. Terlihat

pada tabel 2.10 yang merupakan rangkuman dari risk level tabel REBA.

Tabel 2.10 Tabel Resiko Ergonomi

(Sumber: Hignett dan McAtamney, 2010)

REBA Skor Risk Level Tindakan

1 Diabaikan Tidak Diperlukan

2-3 Low Mungkin Diperlukan

4-7 Medium Diperlukan

8-10 High Segera Diperlukan

11-15 Very High Diperlukan Sekarang

2.4. Postur Tubuh Saat Bekerja

Postur adalah orientasi rata-rata dari anggota tubuh. Postur tubuh ditentukan

oleh ukuran tubuh dan ukuran peralatan atau benda lainnya yang digunakan pada saat

bekerja. Pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang

agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama. Keseimbangan tubuh sangat

dipengeruhi oleh luas dasar penyangga atau lantai dan tinggi dari titik gaya berat.

(Grieve and Pheasant, 2009). Untuk mempertahankan postur tubuh tertentu,

seseorang harus melakukan usaha melawan gaya yang berasal dari luar tubuh yaitu

Page 26: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

33

dengan mengkontraksikan otot. Gaya tersebut berupa gaya gravitasi bumi dan gaya

dari obyek yang diangkat. Untuk mencapai keadaan yang seimbang, dalam hal ini

akan terjadi interaksi antara gaya beban dan gaya yang berasal dari otot. Postur tubuh

yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan

mengakibatkan stres pada bagian tubuh tertentu, yang disebut dengan postural stress.

2.4.1 Sikap kerja alamiah/ postur normal

Sikap kerja alamiah/postur normal yaitu sikap/postur dalam proses kerja yang

sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada

bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang sehingga

keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan Musculoskeletal Disorders

dan sistem tubuh yang lain.

1. Pada tangan dan pergelangan tangan

Sikap/postur normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah

berada dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah, tidak miring ataupun

mengalami fleksi/ekstensi. Ketika penggunaan keyboard tidak ada tekanan

pada pergelangan tangan (Bairdger, 2009).

2. Pada leher

Sikap/posisi normal leher lurus dan tidak miring/memutar ke samping kiri

atau kanan. Posisi miring pada leher tidak melebihi 20° sehingga tidak terjadi

penekanan pada discus tulang cervical. (Bridger, 2009).

Page 27: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

34

3. Pada bahu

Sikap/posisi normal pada bahu dalah tidak dalam keadaan mengangkat dan

siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan

lurus dan proporsional.

4. Pada punggung

Sikap/postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah kiposis

dan untuk bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke

kanan. Postur tubuh membungkuk tidak boleh lebih dari 20°.(Bairdger, 2009).

2.4.2 Sikap kerja tidak alamiah/postur janggal (Humantech, 2010)

Sikap kerja tidak alamiah/postur janggal adalah deviasi/pergeseran dari

gerakan tubuh atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan

aktifitas dari postur atau posisi normal secara berulang-ulang dalam waktu yang

relatif lama. Gerakan dan postur janggal ini adalah suatu faktor risiko untuk

terjadinya gangguan, penyakit dan cidera pada sistem muskuloskeletal.

1. Pada tangan /pergelangan tangan

1) Jari menjepit

Adalah posisi jari ketika menjepit objek dengan beban > 0,9 kg.

2) Jari menggenggam

Adalah posisi jari ketika menggenggan objek dengan beban > 4,5 kg.

3) Jari menekan

Adalah penggunaan tekanan satu jari atau lebih terhadap permukaan

suatu objek. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik,

dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.

Page 28: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

35

4) Deviasi radial

Adalah postur tangan yang miring ke arah ibu jari. Postur janggal ini

dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-

ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.

5) Deviasi ulnar

Adalah postur tangan yang miring ke arah jari kelingking. Postur

janggal ini diperhatikan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara

berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per menit.

6) Fleksi pergelangan tangan ≥ 45°

Adalah posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah telapak

tangan, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu

tangan sebesaar ≥ 45°. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥

10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per

menit.

7) Ekstensi pergelangan tangan ≥ 45°

Adalah posisi pergelangan tangan yang menekuk ke arah punggung

tangan, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu

tangan sebesar ≥ 45°. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥

10 detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 30 kali per

menit.

2. Pada siku

1) Rotasi lengan

2) Ekstensi penuh

Page 29: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

36

Adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh sumbu lengan atas dan

sumbu lengan bawah ≥ 135°. Durasi untuk posisi janggal pada siku

belum ada standarnya. Frekuensi posisi janggal tersebut dilakukan

secara berulang ≥ 2 kali per menit.

3. Pada bahu

Bahu merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai penopang

otot. Karena itu postur janggal pada tangan dan pergelangan tangan juga dapat

mempengaruhi keadaan bahu dikarenakan bahu merupakan tempat penopang

otot-otot tangan. Bentuk postur janggal pada bahu ditandai dengan gerakan

bahu yang mendekati ujung telinga bawah, baik yang kiri maupun yang

kanan. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan

dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per menit.

4. Pada leher

1) Menunduk

Ke arah depan sehingga sudut yang dibentuk oleh garis vertikal

dengan sumbu ruas tulang leher ≥ 20°. Postur janggal ini

dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang-

ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.

2) Miring

Setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun ke kiri,

tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan

sumbu dari ruas tulang leher. Postur janggal ini dipertahankan dalam

Page 30: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

37

waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara berulang -ulang sebanyak ≥ 2

kali per menit.

3) Menengadah

Setiap postur dari leher yang mendongak ke atas, tanpa melihat

besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari

ruas tulang leher. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10

detik, dan dilakukan secara berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per

menit.

4) Rotasi

Setiap gerakan dari leher yang memutar baik ke kanan maupun ke kiri

tanpa melihat besarnya derajat rotasi yang dilakukan. Postur janggal

ini dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan secara

berulang-ulang sebanyak ≥ 2 kali per menit.

5 Pada punggung (Humantech, 1995)

1) Membungkuk

Adalah posisi badan ke arah depan sehingga antara sumbu badan bagian atas

akan membentuk sudut ≥ 20° dengan garis vertikal. Postur janggal ini

dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per

menit.

2) Miring

Adalah penyinpangan tubuh dari garis vertikal, tanpa memperhitungkan

besaarnya sudut yang dibentuk. Postur janggal ini dipertahankan dalam waktu

≥ 10 detik, dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per menit.

Page 31: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

38

3) Rotasi Badan

Setiap gerakan dari badan yang memutar, baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa

melihat besarnya derajat rotasi yang dilakukan. Postur janggal ini

dipertahankan dalam waktu ≥ 10 detik, dan dilakukan sebanyak ≥ 2 kali per

2.4.3 postur dan sikap tubuh pada saat

melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan

karena hasil produksi sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan pekerja. Bila

postur kerja yang digunakan pekerja salah atau tidak ergonomis, pekerja akan cepat

lelah sehingga konsentrasi dan tingkat ketelitiannya menurun. Pekerja menjadi

lambat, akibatnya kualitas dan kuantitas hasil produksi menurun yang pada akhirnya

menyebabkan turunnya produktivitas. Postur kerja sangatlah erat kaitannya dengan

keilmuan ergonomi dimana pada keilmuan ergonomi dipelajari bagaimana untuk

meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera akibat

postur kerja yang salah dan penyakit akibat kerja serta menurunkan beban kerja fisik

dan mental, oleh karena itu perlu dipelajari tentang bagaimana suatu postur kerja

dikatakan efektif dan efisien, tentu saja untuk mendapatkan postur kerja yang baik

kita harus melakukan penelitian-penelitian serta memiliki pengetahuan dibidang

keilmuan ergonomi itu sendiri dengan tujuan agar kita dapat menganalisis dan

mengevaluasi postur kerja yang salah dan kemudian mampu memberikan postur kerja

usulan yang lebih baik sebab masalah postur kerja sangatlah penting untuk

diperhatikan karena langsung berhubungan ke proses operasi itu sendiri, dengan

postur kerja yang salah serta dilakukan dalam jangka waktu yang lama dapat

mengakibatkan operator akan mengalami beberapa gangguan-gangguan otot

Page 32: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

39

(Musculoskeletal) dan gangguan-gangguan lainnya sehingga dapat mengakibatkan

jalannya proses produksi tidak optimal (Andrian, 2013).

pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari

keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara

berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa

kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang

biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera

pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu (Tarwaka, 2010):

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot

menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang

apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.

Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot

masih terus berlanjut.

2.6 Keaslian Penelitian

NO JUDUL METODE HASIL

1 PENGENDALIANRESIKOERGONOMIKASUS LOW BACKPAIN PADAPERAWATDIRUMAH SAKIT

Desain penelitian :potong lintangSampel : perawat rawatinap dan perawat ruangangawat daruratVariable-variabel indepeden :factor resikoergonomic, durasi danbeban kerja yang

1. Yang paling tinggiditemukan padaperawat di UGD rsud

2. Tingkat resikoergonomi terhadapaktivitas angkat angkutpasien

3. Membungkukmerupakan posisipekerjaan perawat

Page 33: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

40

NO JUDUL METODE HASIL

dilakukan-variabel dependen :tingkat resiko ergonomicserta keluhan LBPInstrument : kuesioner,rupid entire bodyassessment (REBA),Nordic body mapAnalisa / uji statistik

- analisis bivariatdilakukan denganuji kai-kuadra

- Analisis univariatdisajikan dalambentuktabeldistribusi

- frekuensi dan narasisecara kualitatif,

yang dapatmenyebabkan lowback pain

4. Peneliti mendapatkanbahwa alat kerjayang paling dominanberkontribusi yangmeningkatkan resikoergonomic dan LBP

2 HUBUNGANPOSTURTUBUHMENJAHITDENGANKELUHANLOW BACKPAIN (LBP)PENJAHITDIPASARSENTRALKOTAMAKASAR

Desain penelitian : crosssectional studySampel : seluruh penjahitdipasar sentral kotamakasar Variable- variabel indepeden :umur, pendidikan, lamakerja, masa kerja,kebiasaan olah raga, beratbadan dan tinggi badan,pengambilan sikap dudukkerja- variabel dependen :resiko low back painInstrument : wawancara,kuesioner, rupid upperlimb assessmentAnalisis / uji statistic

- Uji perbandinganantara variable : chisquare

1. Hasil wawancarapeneliti menemukan90 responden terdapat74 penjahit (82,2%)yang mengalamikeluhanlow back pain danhanya 16 penjahit(17,8%) yang tidakmengalami keluhanlow back pain

2. Hasil penelitianmenunjukan terdapathubungan antara umurdngan keluhan lowback pain karenaumur setengah baya

3. Hasil penelitianmenunjukan adanyahubungan antara masakerja

4. dengan keluhan lowback pain yangdialami penjahit

5. Hasil penelitian

Page 34: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

41

NO JUDUL METODE HASIL

menunjukan hubunganantara indek masa tubuhdengan keluha low backpain

3 KELUHAN LOWBACK PAINPXADAPERAWAT INAPRSUD SELASIHPANGKALANKERINCI

Desain penelitian : crosssectional studySampel : 30 perawatVariable- variabel indepeden :faktor-faktor yangberhungan dengankeluhan low back pain- variabel dependen :resiko low back painInstrument : kuesionerdan lembar penilaianREBA

1. Berdasarkan table 1menunjukan bahwasebanyak 43,3%perawat instalasirawat inap penyakidalam dan bedahmengalami keluhanlow back pain

2. Berdasarkan table 2menunjukan bahwasebanyak 40%perawat instalasirawat inap penyakidalam dan bedahmengalamimelakukan sikapkerja beresiko

3. Berdasarkan table 3menunjukan bahwasebanyak 36,7%perawat instalasirawat inap penyakidalam dan bedahmemiliki IMT ≥25

4 HUBUNGANSIKAP DANPOSISI KERJADENGAN LOWBACK PAINPADAPERAWATRSUDPURBALINGGA

Desain penelitian : crosssectionalSampel : perawat RSUDPurbalingga yangmemiliki usia 20 – 40tahun, memiliki IndeksMassa Tubuh (IMT)18,50 – 24,99 kg/m,memiliki masa kerja 0–20 tahunVariable- variabel indepeden:sikap dan posisi kerjaperawat

1. Sebanyak 31,25%perawat RSUDPurbalinggamelakukan sikap danposisi kerja yangberesiko cederamuskuloskeletal.

2. Tidak ada hubunganantara indeks massatubuh dengan lowback pain.

3. Untuk mengurangikeluhan low backpain pada perawat

Page 35: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

42

NO JUDUL METODE HASIL

variabel dependen : lowback painInstrument : OWAS danLasequeAnalisis / uji statistikUji hubungan : chi square

dapat dilakukantindakan sepertiproteksi kerjadengan alatpelindungdiri/APD,

4. olahraga khususuntuk memeliharakelenturan dankekuatan ototpinggang untukmengurangikeluhan low backpain.

5. Perawat yangmengalami lowback painsebanyak 18,75 %

5 HUBUNGANPOSTUR KERJADAN FREKUENSIMENGAYUNDENGANKELUHANANGGOTA TUBUHBAGIAN ATASPADAPENAMBANGPASIRTRADISIONALDI KECAMATANSRUMBUNGKABUPATENMAGELANG.

Desain penelitian : crosssectional.Sampel : seluruhpenambang pasirtradisional di KecamatanSrumbung KabupatenMagelangVariable-variabel indepeden :postur kerja danfrekuensi mengayun-variabel dependen :Anggota tubuh bagianatasInstrument : kuesioner,Ruppid Upper LimbAssesment (RULA),Nordic body mapAnalisa / uji statistik- analisis bivariate

untuk mengatahuihubungan dilakukandengan : chi squer

1. Pada seluruhpenambang pasirtradisional diKecamatanSrumbung dandidapatkandata71,1% penambangpasir tradisionalberumur lebih dari35 tahun denganjumlah 27 pekerja

2. Sebagian besarpenambang memilikikeluhanmusculosceletaldisorders padaanggota tubuhbagian atas yaitusebanyak 25responden (65,7%)

3. Sebagian besarpenambangmelakukan gerakanmengayunkan beban

Page 36: kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). 2.pdf · kelainan pada testis atau ovarium (S uma’mur P.K, 2009). Menurut Tjokorda G.B, Mahadewa dan Sri Maliawan (2009

43

NO JUDUL METODE HASIL

secara berulang tinggiyaitu sebesar (73,6%)

4. Ada hubungan antarapostur kerja dengankeluhanmusculoskeletaldisorders. (p=value=0,04)

5. Tidak Ada hubunganantara frekuensimengayun dengankeluhanmusculosceletaldisorders (p-value=0,1)